dampak defisit anggaran terhadap perekon

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara dengan penduduk ke-empat
terbesar di dunia dan juga negara dengan luas wilayah yang cukup besar
pula dibanding negara-negara tetangga di Asean. Namun, sejak Indonesia
merdeka, modus dari hasil Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
selalu memunculkan nilai defisit. Meskipun jarang mencapai 3% atau
batas defisit anggaran, namun defisit anggaran Indonesia kerap menunjuan
nilai dua persen koma. Yang tentunya dengan hal ini, pemerintah
Indonesia kerap mengadakan pinjaman luar negeri, sehingga menambah
total hutang negara.
APBN atau Anggaran Pedapatan dan Belanja Negara yang dibuat
oleh setiap pemerintah dan juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selalu
menimbulkan kontroversi mengenai hasilnya. Hasil dari penghitungan atau
penyusunan APBN tersebut kadang menumbulkan surplus, imbang,
ataupun defisit.
Anggaran defisit selalu memunculkan kontroversi dari banyak
pihak. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2003, defisit anggaran pemerintah adalah selisih kurang antara
pendapatan negara dan belanja negara dalam tahun anggaran yang sama.

Dengan demikian secara ringkas defisit anggaran adalah pengeluaran yang
lebih besar dari pendapatan.
Banyak pihak yang berbeda pendapat mengenai defisit anggaran
tersebut mengenai faktor dan dampaknya. Banyak pihak yang berpendapat
bahwa defisit anggaran berdampak positif karena memang pemerintah
sendiri yang telah melakukan kebijakan anggaran defisit untuk memancing
pertumbuhan ekonomi, tapi juga banyak pihak yang menyatakan defisit
anggaran berdampak negatif karena berakibat bertambahnya pengeluaran
negara yang semakin menjauhi angka pendapatan nasional.

1
Nizar Mustofa_3.C3

B. Rumusan Masalah
Dari sedikit pernyataan dari uraian latar belakang di atas, maka
dapat menimbulkan rumusan masalah, antara lain:
1. Apakah yang dimaksud dengan defisit angaran/anggaran
defisit?
2. Apakah faktor terjadinya anggaran defisit?
3. Perlukah pemerintah membuat kebijakan anggaran defisit?

4. Bagaiamanakah dampak dari anggaran defisit terhadap
perekonomian secara makro?

C. Batasan Penulisan
Untuk memfokuskan pembahasan pada karya tulis makalah ini,
penulisan makalah hanya memuat isi mengenai ruang lingkup definisi
defisit anggaran, faktor, serta dampaknya terhadap perekonomian makro di
sebuah negara, khususnya sedikit studi kasus kepada perekonomian
Indonesia.

D. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan penulisan makalah kali ini adalah sebagai pemenuhan tugas
mata kuliah Ekonomi dan Bisnis Syariah semester III Universitas Islam
Kadiri kediri.
Manfaat dari penulisan makalah adalah sebagai bahan ajar dan juga
memberikan pemehaman kepada mahasiwa khususnya penulis mengenai
perekonomian negara, khusunya dalam hal anggaran negara.

2
Nizar Mustofa_3.C3


BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kebijakan Anggaran
Setiap tahun setiap negara pasti melakukan pengaggaran tentang
pendapatan dan pengeluaran kas negara. Di Indonesia, kegiatan tersebut
dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah pusat
dengan istilah APBN atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Dalam setiap hasil penganggaran tersebut selalu menghasilkan
hasil nilai yang selanjutnya akan melahirkan sebuah kebijakan
anggaran.Kebijakan anggaran terbagi menjadi beberapa jenis kebijakan.
Macam-macam kebijakan anggaran tersebut merupakan sebuah pilihan
dalam

kebijakan.

Kebijakan-kebijakan

tersebut


sangat

membantu

khususnya pada persoalan anggaran ini diambil dan contoh-contoh
terjadinya. Macam-macam kebijakan anggaran antara lain Kebijakan
Anggaran Berimbang, Kebijakan Anggaran Defisit, dan Kebijakan
Anggaran Surplus.

1. Kebijakan Anggaran Berimbang
Kebijakan anggaran berimbang adalah kebijakan yang
menghendaki atau mengingunkan adanya keseimbangan antara
pendapatan negara dengan apa yang dikeluarkan negara.
Kebijakan anggaran berimbang lebih baiknya dilakukan pada
kondisi perekonomian negara yang stebil yang pengeluaran
yang dilakukan harus sesuai dengan kemampuan. Kebijakan
anggaran berimbang pada umumnya pada umumnya dilakukan
dengan pola pembiayaan yang berasal dari pinjaman yang ada
di luar negeri (eksternal financing) jika terjadi defisit.


2. Kebijakan Anggarn Defisit
Kebijakan

anggaran

defisit

adalah

kebijakan

yang

menghendaki atau menginginkan posisi pengeluaran negara

lebih besar dari pada posisi penerimaan negara dalam waktu
satu tahun anggaran. Karena pengeluaran lebih besar dari
peneriman maka negara mengalami defisit (kekurangan)
anggaran. Untuk menutup kekurangan ini maka pemerintah

melakukan pinjaman luar negeri atau dengan mencetak uang
yang sebenarnya akan berakibat inflasi (kenaikan harga). Pada
dasarnya kebijakan anggaran defisit dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi melalui penggunaan pinjaman uar
negeri yang optimal dengan asumsi tingkat korupsi rendah
untuk menutup kekurangan anggaran yang terjadi. Kebijakan
ini dipakai Indonesia sampai pada masa akhir transisi (1 AprilDesember 2009). Mulai saat ini secara mendasar pemerintah
sudah berupaya engurangi defisit anggran yang terjadi,
misalkan penghematan energi listrik dan bahan bakar minyak,
penggunaan

subsidi

pemerintah,

dan

pengurangan

ketergantungan pada utang luar negeri melalui pengoptimalan

sumber daya yang ada dan gerakan cinta produk dalam negeri.

3. Kebijakan Anggaran Surplus
Kebijakan anggaran surplus adalah belanja negara lebih
kecil daripada penerimaan negara yang tersedia. Kondisi ini
digunakan untuk mengatasi perekonomiana yang inflasif, yaitu
ketika nilai uang semakin merosot karena kenaikan harga
berang secara umum. Maka dari itu muncul usaha pemerintah
untuk mengurangi jumlah peredaran uang yang lambat laun
akan mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat dan
akan memberi pengaruh pada turunya harga. Jika harga tak
terkontrol dengan baik maka timbul deflasi, yaitu harga turun
secara umum.

4. Kebijakan Anggaran Dinamis
Kebijakan anggaran dinamis ini dibagi menjadi dua
pengertian, yaitu dinamis absolut dan dinamis relatif. Dinamis

absolit adalah munculnya peningkatan jumlah pada tabungan
pemerintah yang bertujuan untuk menggali sumber daya dalam

negeri untuk pembiayaan pembengunan. Sedang dinamis relatif
adalah

presentase

dalam

ketergantungan

pembiayaan

perekonomian nasional terhadap bantuan pada daerah di luar
negeri atau utang yang ada di liar negeri semakin kecil.

B. Faktor Terjadinya Anggaran Defisit
Seperti pada kabar beberapa tahun terakhi, APBN Indonesia selalu
mengalami defisit. Pada tahun 2005 defisit mencapai Rp 14,4 triliun yang
jumlahnya terus melonjak drastis sampai APBN tahun 2015 yang
defisitnya mencapai Rp 245 truliun dengan defisit sebesar 2,2% dari
Produk Domestik Bruto (PDB). Belanja yang bersifat ekspansif ini

dimaksudkan agar APBN dapat mngakselerasi pertumbuhan ekonomi,
berbeda dengan kebijakan defisit siklis yang hanya dilakukan disaat
perekonomian mengalami kontraksi, kebijakan defisit yang bersifat
struktural yang menetapkan defisit anggaran dalam jangka waktu tertentu,
membuat stok utang pemerintah semakin menumpuk, sehingga pemerintah
tidak mampu membiayai bunga utang dan cicilanya.
Akibantnya pemerintah dihadapkan pada keputusan menambah
utang untuk membiayai pembangunan, belanja pegawei, maupun
membayar bunga hutang. Dalam sebuah istilah seperti ‘gali lobang tutup
lobang’ karena pinjam uang untuk bayar utang. Beberapa penyebab lain
yang menyebabkan defisit anggaran antara lain yaitu berupa faktor positif
dan faktor negatif, antara lain:

1. Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi
Defisit anggaran pemerintah diperlukan untuk mendorong
kegiatan ekonomi nasional agar ekonomi terhindar dari kondisi
resesi yang berkepanjangan. Melalui kebijakan pembiayaan
defisit anggaran pemerintah dimungkinkan tercipta lapangan

kerja (employment creation). Jika lapangan kerja tercapai

diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat yang
ekhirnya muncul permintaan agregat, sehingga merangsang
perusahaan

untuk

meningkatkan

produksinya.

Untuk

mempercepat pembangunan diperlukan investasi yang besar.
Apabila dana dalam negeri tidak mencukupi biasanya negara
melakukan pinjaman ke luar negeri agar tidak membebani
warga negara apabila kekurangan itu ditutup melalui kenaikan
pajak. Karena negara juga mempunyai tugas untuk melindungi
dan mengayomi warga negaranya dengan berbagai programprogramnya seperti program pembangunan sarana transportasi,
program yang berkaitan dengan hankam, pembangunan
fasilitas umum, dan program bantuan kemiskinan.


2. Pemerataan Pendapatan Masyarakat
Pengeluaran

ekstra

juga

dilakukan

dalam

rangka

pemerataan di seluruh wilayah. Indonesia memiliki wilayah
yang sangat luas dengan kondisi ekonomi yang berbeda-beda.
Untuk memepertahankan kestabilan politik, persatuan dan
kesatuan bangsa, negara harus mengeluarkan dana untuk
pengeluaran subsidi transportasi untuk wilayah terpencil,
sehingga mereka yang tinggal di daerah-daerah terpencil
memiliki akses untuk melakukan transportasi ke daerah-daerah
yang lebih maju demi pemerataan ekonomi.

3. Lemahnya Nilai Tukar
Indonesia sejak tahun 1969 melakukan pinjaman luar
negeri, mengalami masalah apabila ada gejolak nilai tukar
setiap tahunya. Masalah ini disebabkan karena setiap pinjaman
internasional

dihitung

dengan

valuta

asing,

sedangkan

pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman dihitung
dengan rupiah. Apabila nilai tukar rupiah menurun terhadap
dollar

Amerika,

maka

yang

akan

dibayarkan

juga

membengkak. Sebagai contoh APBN tahun 2000, disusun
dengan asumsi kurs rupiah terhadap dollar AS sebesar Rp.
7.100,- yang dalam perjalanan tahun anggaran telah mencapai
angka Rp. 11.000,- lebih per US$. 1.00. artinya bahwa
pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang diambil
dari APBN bertambah , lebih dari yang dianggarkan semula.

4. Pengeluaran Karena Inflasi
Apabila terjadi inflasi, dengan kenaikan harga-harga itu
berarti bahwa biaya pembangunan juga akan meningkat,
sedangkan anggaranya tetap sama. Semuanya ini akan
berakibat pada penurunan kuantitas dan kualitas program,
sehingga anggaran perlu direvisi. Apabila tidak maka negara
terpaksa akan mengeluarkan dana untuk mengikuti harga demi
terus berjalanya proyek.

5. Pengeluaran Akibat Krisis Ekonomi
Seperti yang terjadi di Indonesia sekitar tahun 1997 yang
dari krisis ekonomi tersebut mengakibatkan banyaknya
pengangguran dari 34,5 juta orang pada tahun 1996 menjadi
47,9 juta pada tahun 1999. Sedangkan penerimaan pajak
menurun, akibat menurunya sektor-sektor ekonomi sebagai
dampak krisis itu, padahal negara harus bertanggung jawab
untuk menaikan daya beli masyarakat yang tergolong miskin.
Dalam hal ini negara terpaksa mengeluarkan dana ekstra untuk
program-program kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat.

6. Realisasi yang Menyimpang dari Rencana
Apabila realisasi penerimaana negara meleset dibanding
dengan yang telah direncanakan, maka berarti beberapa
kegiatan, proyek, atau program harus dipotong. Pemotongan
proyek itu tidak begitu mudah karena bagaimanapun juga
mencapai kinerja pembangunan, suatu proyek tidak bisa berdiri

sendiri tapi ada kaitanya dengan proyek lain. Kalau hal ini
terjadi, negara aharus menutup kekurangan agar kinerja
pembangunan dapat tercapai sesuai rencana.

7. Korupsi
Indoesia cukup terkenal dengan negara dengan kasus
korupsi, yaitu urutan ke-68 dari 175 negara. Sebagian besar
pejabat negara merupakan pelaku korupsi yang selalu mencuri
uang negara. Dengan demikian pendapatan bersih negara bisa
berkurang karena tidak sampai pada pemasukan negara.

8. Penggunaan Anggaran yang Sangat Boros
Dana angaran yang sudah ada selama ini dimanfaatkan oleh
pihak-pihak tertentu dengan boros. Banyak dana yang
disalurkan pada kebutuhan-kebutuhan yang kurang produktif
dan hanya menghabiskan dana yang ada tersebut tanpa adanya
pengaruh kepada perkembangan negara.

9. Subsidi yang Tidak Tepat Sasaran
Para pemerintah Indonesia sat ini kerap memberikan
kebijakan berupa pemberian subsidi pada setiap produk yang
akan dibelanjakan oleh masyarakat Indonesia. Hal ini dikenal
akan berdampak baik bagi masyarakat karena akan membantu
masyarakat dalam membeli roduk yang akan dibelanjakan.
Namun kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ini seringkali
tidak tepat sasaran dan akhirnua hanya menghabiskan dana
APBN. Hal ini dapat terjadi karena kurang selektifnya
pemerintah daerah dalam mendistribusikan subsidi kepada
mereka

para

masyarakat

yang

berhak,

sehingga

pendistribuasian subsidi sering diterima juga oleh mereka yang
sebenarnya tidak berhak menerima.

C. Pengaruh Defisit Anggaran

Seperti yang kita ketahui pada beberapa tahun terakhir ini,
Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) selalu mengalami
defisit. Pada tahun 2005 defisit mencapai Rp 14,4 triliun yang jumlahnya
terus melonjak drastis pada tahun 2015 yang mencapai Rp 245 triliun
dengan prosentase defisit 2,2% dari Produk Domestik Bruto. Angka defisit
anggaran terus melonjak tinggi hingga mendekati batas 3% pada APBN
tahun 2017 ini dengan prosentase defisit senilai 2,98% atau dengan nilai
rupiah sebesar Rp 397,2 sampai Ibu Sri Mulyani pulang ke Indonesia dari
Bank Dunia untuk angkat bicara. (sumber berita metro tv).
Belanja yang bersifat ekspansif ini dimaksudkan agar APBN dapat
mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian berbeda
dengan kebijakan defisit siklis yang hanya dilakukan di saat perekonomian
mengalami kontraksi, kebijakan defisit yang bersifat struktural yang
menetapkan defisit anggaran dalam jangka waktu tertentu membuat stok
utang pemerintah semakin menumpuk. Apalagi sejak 2012 keseimbangan
primer juga mengalami defisit. Dengan demikian sebenarnya pendapatan
negara sebenarnya tidak mampu membiayai bunga utang dan cicilanya.
Akibantnya, pemerintah dihadapkan keputusan menambah utang untuk
membiayai pembangunan, belanja pegawei, maupun membayar bunga
utang.
Defisit Anggaran meskipun telah menjadinsebuah kebijakan yang
disengaja oleh pemerintah demi menambah nilai investasi untuk
merangsang pertumbuhan ekonomi, namu defisit anggaran juga bisa
berdampak pada beberapa variabel ekonomi makro, antara lain:

1. Dampak Terhadap Tingkat Bunga
Defisit anggaran ditandai dengan kurangnya pembiayaan
pengeluaran negara karena kurangnya penerimaan yang berasal
dari pajak. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
meningkatkan anggaran pembangunan maupun rutin, negara
memerlukan penambahan modal, yang berarti permintaan uang
tetap meningkat. Bunga, merupakan harga modal itu, akan

mengalami itngkat keseimbangan yang lebih tinggi atau
meningkat.

2. Dampak Terhadap Neraca Pembayaran
Dalam perekonomian terbuka, defisit anggaran dapat
mempengaruhi ekspor impor dari dan ke manca negara.
Dengan meningkatnya tingkat bunga, investasi dlam negeri
akan menurun, yang berarti peluang modal asing cenderung
masuk mengalir masuk ke dalam negeri untuk memenuhi
kebutuhan investasi dalam negeri. Apabila ini terjadi maka
defisit anggaran mempunyai dua dampak yang berkaitan yaitu
defisit

anggaran

pembayaran

,

akan

dengan

meningkatkan

defisit

neraca

membengkaknya

defisit

neraca

pembayaran akan menurunkan nilai tukar dalam negeri
terhadap mata uang asing. Sehingga nilai rupiah turun terhadap
valuta asing selama ini bukan hanya disebabkan karena faktor
psikologis tetapi juga faktor teknis.

3. Dampak Terhadap Tingkat Inflasi
Pengeluaran negara yang melebihi penerimaan berarti
anggaran negara itu ekspansif, artinya ada kecenderungan
untuk

menaikan

harga-harga

umum

(inflasi).

Karena

pengeluaran negara yang digunakan untuk pembangunan
proyek-proyek dengan biaya besar dan berjangka lama, selama
dalam pembangunan belum dapat menghasilkan dalam waktu
yang cepat, tetapi negara telah melakukan pengeluaran antara
lain

untuk

memberika

upah

buruh

yang

akibatnya

meningkatkan daya beli masyarakat. Dan meningkatnya daya
beli masyarakat di satu pihak, dan belum ada output yang
dihasilkan di lain pihak, akan mendorong harga-harga umum
akan meningkat yang dampaknya adalah inflasi. Dalam masa
pembangunan yang mengebu-gebu sulit untuk menghindari
inflasi ini.

4. Dampak Terhadap Konsumsi dan Tabungan
Inflasi yang diakibatkan karena defisit anggaran itu akan
mengurangi pendapatan riil masyarakat. Pengurangan pada
pendapatan

riil

masyarakat

itu

akan

berakibat

pada

pengurangan konsumsi dan tabungan. Tabungan sangat penting
sekali untuk mendorong investasi. Apabila pendapatan riil
menurun berarti tingkat konsumsi tabungan riil juga menurun,
padahal tingkat tabungan riil itu akan berpengaruh terhadap
tingkat investasi. Dengan menurunya tingkat tabungan tersebut,
tingkat investasi juga menurun.

5. Dampak Terhadap Pengangguran
Pengangguran berarti penurunan tingkat kesempatan kerja.
Kesempatan kerja tergantung pada besarnya investasi yang
dilakukan baik oleh negara maupun masyarakat. Naiknya
tingkat tingkat bunga akibat dari anggaran yang defisit itu, akan
berdampak menurunya gairah investasi, yang berarti banyak
proyek-proyek tidak dapat dibangun, sehingga berdampak pada
pemecatan tenaga kerja atau kurangnya lapangan kerja. Dengan
demikian defisist anggaran juga bisa berdampak pada
peningkatan pengangguran.

6. Dampak Terhadap Tingkat Pertumbuhan
Pertumbuhan yang meningkat adalah dari meningkatnya
investasi, baik dari negara maupun masyarakat. Peningkatan
investasi itu bisa terjadi, kecuali disebabkan oleh situasi
keamanan yang kondusif, juga tingkat bunga yang rendah.
Tetapi apabila perubahan variabel-variabel tersebut berlawanan
dengan yang disebutkan di atas, terutama tingkat bunga yang
tinggi akibat defisit anggaran, maka tingkat pertumbuhan yang
tinggi tidak akan tercapai, atau dapat dikatakan bahwa defisit
anggaran dapat menurunkan tingkat pertumbuhan.

Selain dari enam poin yang telah diuraikan di atas, studi tentang
dampak dari defisit anggaran pemerintah terhadap perekonomian terjadi
perdebatan dalam teori maupun hasil penelitian empiris. Pump-priming
theory menyatakan bahwa defisit angaran pemerintah ddiperlukan untuk
mendorong kegiatan ekonomi nasional agar perekonomian terhindar dari
kondisi resesi yang berkepanjangan. Malalui kebijakan pembiayaan defisit
anggaran pemerintah dimungkinkan tercipta lapangan kerja (employment
creation). Jika lapangan kerja dapat diciptakan akan meningkatkan daya
beli masyarakat dan permintaan agregat meningkat. Hal ini akan
merangsang

perusahaan

untuyk

meningkatkan

produksinya

untuk

melayani permintaan pasar.
Kenaikan permintaan agregat juga terjadi melalui peningkatan
pengeluaran masyarakat, pandangan ekonom Keynesian menyatakan
bahwa kebijakan defisit anggaran pemerintah yang dibiayai dengan
pemotongan pajak menyebabkan wajib pajak merasa penghasilan setelah
pajak meningkat, peningkatan pendapatan setelah pajak ini akan direspon
dengan melakukan pengeluaran yang lebih banyak. Kenaikan akan
meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa dan ini akan
mendorong aktifitas ekonomi.
Richardian equivalence hypothesis menyatakan bahwa defisit
anggaran pemerintah tidak akan berpengaruh terhadap ekonomi makro.
Hipotesis ini didasarkan pada anggapan bahwa masyarakat memiliki asa
nalar (rational expectation) terhadap kebijakan pemerintah tersebut. Bagi
masyarakat yang rasional, kebijakan pemerintah menempuh anggaran
defisit dengan memotong pajak memberikan dampak kenaikan pendapatan
setelah pajak untuk saat ini. Namun pada masa yang akan datang
pemerintah perlu membayar cicilan dan bunga atas utang yang
terakumulasi tersebut. Cara yang ditempuh oleh pemerintah biasanya
dengan menaikan pajak. Jadi penurunan pajak saat ini dipandang oleh
konsumen hanya memberikan pendapatan sementara (transitory income)
saja dan pada masa yang akan meningkatkan pengeluaranya saat ini.

Ekonomi klasik berpandangan bahwa defisit anggaran pemerintah
dapat merugikan perekonomian. Defisit anggaran pemerintah dengan
menurunkan tarif pajak akan meningkatkan suku bunga dan menurunkan
investasi swasta. Akibatnya pertumbuhan ekonomi akan turun (crowdingout). Namun dalam penelitian Eisner (1989) pada perekonomian Amerika
pada periode tahun 1956-1984 memperoleh bukti bahwa defisit angarn
pemerintah berpengaruh positif terhadap investasi domestik. Dengan kata
lain, pada periode tersebut kebijakan anggaran pemerintah mengakibatkan
“Crowding-in” bagi perekonomian.
Jadi untuk menjawab sebuah pertanyaan “Apakah anggaran
pemerintah defisit akan membahayakan perekonomian?” baik secara
teorotis maupun hasil penelitian empiris dapat dikelompokan ke dalam
tiga kelompok. Kelompok pertama berpendapat bahwa defisit anggaran
pemerintah dapat berpengaruh positif terhadap perekonomian. Chrystal
dan Thornton (1988) berpendapat bahwa defisit anggaran pemerintah
diperlukan untuk mencapai dua tujuan ekonomi makro, yaitu pengerjaan
penuh dan tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi. Teori Pump-priming
menyatakan bahwa defisit anggaran pemerintah diperlukan untuk
menyelamatkan perekonomian dari kondisi resesi. Abimanyu (2005)
berpendapat bahwa defisit anggaran pemerintah merupakan stimulusfiskal
yang bersifat ekspansif. Kebijakan fiskal ekspansif diperlukan apabila
perekonomiana pada kondisi lesu, yanag ditandai dengan menurunya
investasi swasta. Pada kondisi inilah peranan pemerintaah sangat
diperlukan sebagai stimulator ekonomi.
Hasil penelitian empiris juga banyak ditemukan simpulan bahwa
defisit

anggaran

pemerintah

dapat

berpengaruh

positif

terhadap

perekonomian. Penelitian empiris yang dilakukan oleh Befadal, dkk
(2005) untuk perekonomian Indonesia menggunakan data tahun 19802003 memperoleh simpulan bahwa kenaikan defisit anggaran pemerintah
akan meningkatkan ekspor neto dan menurunkan pengabgguran.

Kelompok kedua berpendapat bahwa defisit anggaran pemerintah
memiliki sedikit pengaruh atau bahkan tidak berpengaruh terhadap output
nasional. Kebijakan defisit anggaran pemerintah hanya pemindahan
penguasaan sumberdaya dari swasta kepada pemerintah. Menurut hipotesis
Richardium equivalence, kebijakan defisit anggaran pemerintah yang
ditempuh melalui penurunan beban pajak tanpa menurunkan pengeluaran
pemerintah, direspon masyarakat dengan tidak meningkatkan konsumsi
yang dapat meningkatkan permintaan agregatif. Kenaikan pendapatan
disponsibel masyarakat akibat penurunan pajak digunakan masyarakat
untuk meningkatkan tabungan. Masyarakat memiliki ekspektasi bahwa
pada tahun yang akan datang pemerintah meningkatkan pajak untuk
membayar hutang saat ini. Akibatnya kebijakan defisit anggaran belanja
pemerintah tidak berpengaruh terhadapperekonomian. Penelitian empiris
dilakukan oleh Adji (1995) yang dikutip dalam Maryatmo (2004)
menggunakan

data

perekonomian

Indonesia

tahun

1971-1992

menyimpulkan bahwa utang pemerintah tidak berpengaruh terhadap
konsumsi masyarakat. Saleh (2002) melakukan penelitian tentang
pengaruh

aggaran

pemerintah

terhadap

perekonomian

Indonesia

menggunaan data tahun 1969-1997bnebyimpulkan bahwa defisit anggaran
pemrintah yang dibiayai dengan utang luar negeri tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan konsumsi rumah
tangga.
Kelompok ketiga berpendapat bahwa kebijaan defisit anggaran
pemerintah dapat berdampak negatif bagi perekonomian. Menurut
pandangan ekonom klasik, dalam perekonomian berada pada kondisi full
employmet, kebijakan defisit anggaran pemerintah yang bersifat permanen
akan mengganggu investasi swasta (crowding out). Kunarjo (2001)
menguraikan dampak negatif kebijakan defisit anggaran pemerintah bagi
perekonomian. Dampak negatif ini dapat dilihat dari pengaruhnya
terhadap indikator ekonomi makro utama, yaitu pertumbuhan ekonnomi,
laju inflais, dan pengangguran. Defisit yang terjadi pada anggaran
pemerintah berarti oemerintah melakukan kebijakan fiskal yang bersifat

ekspansif. Pengeluaran pemerintah yang terjadi saat ini untuk pembiayaan
proyek yang menggunaan daya sangat besar, misalnya membangun
insfrastruktur, akan menghasilkan output pada waktu yang lebih lama,
sementara saat ini pemerintah sudah mengeluarkan yang antara lain untuk
membayar upah buruh. Hal ini akan meningkatkan daya beli
masyarakatdan permintaan masyarakat terhadap output meningkat.
Kenaikan permintaan output tidak diimbangi dengan kenaikan penawaran
akibat adanya time lag antara pengeluaran pemerintah untuk proyek
dengan output proyek tersebut mengakibatkan harga barang naik. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa defisit anggaran pendapatan den
belanja pemerintah berakibat meningkatnya laju inflasi.
Pada masa di mana perekonomian mengalami kenaikan harga
(inflasi) akan muncul usaha pemerintah atu bank sentral untuk
menurunkan laju inflasi. Kebijakan yang dipilih oleh bank sentral biasanya
dengan menaikan suku bunga. Suku bunga merupakan salah satu faktor
yang menentukan tinggi rendahnya investasi, disamping faktor lain seperti
regulasi pemerintah, keamanan, dan lainya. Kenaikan suu bunga
berdampak terhadap menurunya gairah perusahaan melakukan investasi.
Menurunya investasi akan mengurangi kemampuan perekonomian dalam
menciptakan lapangan kerja

dan pada akhirnya akan menimbulkan

pengangguran.

D. Cara Mengendalikan Defisit Anggaran
Batas defisit anggaran diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pada pasal 12 ayat (3) Undangundang tersebut, yang menyebutkan bahwa defisit anggaran dibatasi
maksimal

3%

dari

Produk

Domestik

Bruto

(PDB).

Selain

mempertimbangkan batasan dari undang-undang, pemerintaha juga perlu
memikirkan dampaknya terhadap pengelolaan anggaran ke depan.
APBN yang defisit akhirnya harus ditutupi dengan berhutang.
Selain itu pembayaran bunga hutang juga menjadi beban ambahan dalam

belanja APBN. Untuk itu APBN harus didesai surplus dan pemerintah
harus mengurangi beban hutang di APBN secara berkala. Adapun cara
yang dapat ditempuh adalah antara lain:

1. Memaksimalkan potensi penerimaan pajak
Sudah menjadi rahasia umum bahwa pajak menjadi masalah
yangsering muncul dalam anggaran penerimaan negara. Selama
tiga tahun pajak bisa mencapai hampir Rp 200 triliun. Diantara
beberapa penyebabnya adalah terget penerimaan pajak, yang
sangat berkaitan dengan asumsi makro, ditetapkan terlalu
optimis. Akibatnya realisasi penerimaan pajak selalu lebih
rendah dari target karena pertumbuhan ekonomi pada
kenyataanya memang lebih rendah dari yang diasumsikan.
Proyeksi asumsi makro yang ditetapkan pemerintah dan DPR
biasanya banyak didasarkan pada keputusan politik, dan tidak
bekerja sama dengan lembaga independen yang melakukan
pengkajian terhadap masalah fiskal dan ekonomi.pemerintah
perlu belajar dari negara Inggris, Kanada, dan Korea Selatan
dimana ahli atau lembaga independen mempunyai peran
strategis untuk memberikan saran proyeksi ekonomi terhadap
dampak kebijakan fiskal. Maka untuk menyelesaikan masalah
pajak perlu bekerjasama antara Direktorat Jenderal Pajak,
Dewan

Perwakilan

Rakyat,

lembaga

independen,

dan

masyarakat luas.

2. Memaksimalkan Pendapatan Negara Bukan Pajak
(PNBP)
Pemerintah perlu lebih serius menggali potensi PNBP
khususnya dari sektor non-migas. Untuk pertambangan dan
emasnya misalnya, tarif royalty di Indonesia yang masih 3,75%
masih relatif kecil dibanding banyak negara, seperti Ghana
yang mengunakan tarif sebesar 5%, dan Rusia mencapai 6%.
Sementara di peru tarifnya berfariasi antara 1 sampai dengan

13%. Jika dapat memaksimalkan tarif yang lebih kompetitif
tentunya penerimaan PNBP akan lebih besar. Selain itu,
pengawasan

terhadap

perusahaan

tambang

juga

wajib

dilakukan agar konsisten membayar tarif royalty yang telah
ditentukan oleh pemerintah.

3. Mengawasi instrumen utang
Salah satu instrumen utang pemerintah adalah obligasi
negara, sebagian dari obligasi tersebut menggunakan floating
rate yang sangat tergantung pada kondisi fundamental
ekonomi. Salah satu indikatornya adalah inflasi. Jika inflasi
tingi maka imbal hasil (yield) obligasi cenderung naik karena
ekspektasi investor terhadap kenaikan inflasi. Imbal hasil yang
meningkat akan berpengaruh terhadap peningkatan beban
anggaran.

4. Restrukturisasi utang
Pembayaran utang pemerintah masih akan berlangsung
sampai 20 tahun ke depan setidaknya jika melihat dari list jatuh
tempo utang yang amsih akan ada sampai 2055. Pemerintah
masih perlu menstrukturisasi utang-utangnya, yaitu mengatur
ulang utang terutama terkait masalah tingkat bunga agar utang
Indonesia tidak semakin besar di masa depan. Selain itu
pemerintah perlu kembali melakukan debt swap, yaitu
pertukaran utang dengan ekuitas atau dalam mata uang lokal
untuk membiayai suatu proyek atau program. Skema ini cukup
menguntungkan karena upaya pengurangan utang dapat
dilaksanakan sekaligus upaya dalam mencapai pembangunan.
[pada tahun 2004 debt swap dengan pemerintah Jerman
berhasil mengurangi utang pemerintah sebesar 143 juta Euro.
Dalam debt swap pemerintah perlu menetapkan program
prioritas

seperti

pengurangan

kemiskinan,

pendidikan, ataupun isu kesemjangan daerah.

pemerataan

Ketergantungan pemerintah untuk membiayai anggaran
yang defisit melalui utang perlu dikurangi mulai dari sekarang
agar di masa depan Indonesia tidak terbelenggu dengan
bayangan utang yang tak kunjung usai. Kita semestinya tidak
mewarisi generasi mendatang dengan utang yang justru
menjadi beban perekonomian.

5. Menegakan aturan tentang korupsi
Penegakan aturan ini diterapkan pemberlakuan undangundang korupsi bagi oknum yang melakukan tindak korupsi.
Transparasi antara pihak yang berkepentingan dan adanya
kejujuran bagi para penegak hukum.

6. Menggunakan dana anggaran seperlunya saja.
Dana anggaran sebaiknya digunakan untuk membiayai halhal yang diperlukan, serta untuk membuatprogram atau
membangun proyek yang kedepanya bisa membawa manfaat.

7. Mengalokasikan dana anggaran yang tepat sasaran.
Agar tercipta pemerataan ekonomi, maka pengalokasian
dana anggaran harus didistribusikan tepat sasaran. Hal ini
meliputi juga pemberian subsidi yang hanya boleh diberikan
kepada golongan masyarakat tertentu. Jika hal ini terjadi, maka
akan menghasilkan pengaruh yang baik pada perkembangan
negara. Karena pengalokasian dan pendistribusian subsidi dan
angaran yang tidak tepat sasaran hanya akan menghamburhamburkan dana.

BAB III
KESIMPULAN

Yang dimaksud kebijakan anggaran defisit adalah kebijakan yang
menghendaki atau menginginkan posisi pengeluaran negara lebih besar dari pada
posisi penerimaan negara dalam waktu satu tahun anggaran. Kebijakan
pemerintah melakukan defisit pembiayaan anggaran banyak menimbulkan
kontrofersi. Banyak ahli ekonomi yang berpendapat bahwa defisit anggaran
pemerintah dapat berpengaruh buruk bagi perekonomian. Namun banyak juga ahli
ekonomi yang berpendapat bahwa defisit anggaran pemerintah diperlukan sebagai
stimulus bagi perekonomian, sehingga perekonomian dapat berjalan dengan baik.
Kedua argumentasi ini sama-sama mendapat dukungan dari hasil penelitian
empiris.
Hasil dari pemikiran penulis terhadap penulisan maklah ini menghasilkan
gagasan bahwa defisit anggaran belanja pemerintah berpengaruh negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi pada tahun yang sama dan berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi pada tahun berikutnya. Gagasan ini sesuai dengan teori
Prump-priming

bahwa

defisit

anggaran

pemerintah

diperlukan

untuk

meningkatkan kegiatan ekonomi.
Tetapi meskipun demikian, gagasan yang muncul dari pemikiran penulisan
makalah ini juga tidak sepenuhnya nyata terhadap kondisi perekonomian negara.
Sebab, defisit anggaran memang bisa menimbulkan dampak negatif pada tahun
anggaran yang sama, karena dengan angaran defisit akan menambah hutang
pemerintah dan permasalahan lainya. Kebijakan angaran defisit biasanya
dilakukan untuk melakukan program serta proyek-proyek pemerintah. Program
dan proyek-proyek ini meskipun pada tahun tersebut dana anggaranya diperoleh
dari hutang terhadap negara asing, namun diharapkan ke depanya dengan adanya
berbagai program seperti subsidi dan proyek-proyek pemerintah yang memakan
dana tersebut dapat berdampak baik seperti terselenggaranya pemerataan
ekonomi, terdapatnya fasilitas-fasilitas umum, dan juga memajukan keadaan
sosial, ekonomi, politik, serta budaya di masa yang akan datang. Semua dampak

positif tersebut akan tercapai apabila pengalokasian anggaran didistribusikan tepat
sasaran, bertanggungjawab, dan transparan.

DAFTAR PUSTAKA

Algifari. Tanpa tahun. Pengaruh Defisit Angaran Pemerintah Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Yogyakarta.
Artikelsiana. Macam-macam Kebijakan Anggaran.
www.artikelsiana.com/2014/12/macam-macam-kebijakananggaran.html. Desember 2014.
Purbo Dimas. Analisis Data APBN Negara 5 Tahun Terakhir.
www.dimaspurbowfp6.blogspot.com/2014/07/analisis-data-apbnnegara-5-tahun_71.html. 31 Juli 2014.
Zega R. Penyebab Terjadinya Defisit Anggaran dan Lilitan Utang di Negara
Indonesia. 10 Desember 2015.