Mikroenkapsulasi biomasa Salbutamol Sulfat Denga

Mikroenkapsulasi Salbutamol Sulfat Dengan Matriks Etil Selulosa
Menggunakan Metode Penguapan Pelarut
Aliyah1, Latifah Rahman1, dan Ati Harsisa1
1

Laboratorium Farmasetika, Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia

Email:ati.harsisa@ymail.com

ABSTRACT: A research about microencapsulation salbutamol sulfate which is coated by ethyl
cellulose had been done. The research was aimed to know the influence of concentrations ethyl
cellulose to dissolution rate of salbutamol sulfate. Microcapsules were prepared by solvent
evaporation method with speed of agitation 700 rpm with concentration of salbutamol sulfate to
ethyl cellulose is 1:1 (F1); 1:2 (F2); 1:3 (F3). The microcapsules were evaluated for morphology,
distribution of particles, drug content estimation, and dissolution studies. Distribution of particles
are F1 resulted size particles about 1116,67µm, F2 resulted 1044 µm, and F3 resulted 795,67 µm.
For drug content estimation, F1 contained about 207,24 ppm, F2 contained about 175,26 ppm,
and F3 contained about 154,97ppm. The dissolution studies were performed in 900 ml pH 1,2,
gastric fluid simulated without enzyme for four hour and pH 6,8 phosphate buffer for eight hour at
37±0,5oC, carried out using USP rotating basket method at 50 rpm. The dissolution studies
showed that the dissolution rate of salbutamol sulfate can not be retarded by formulation of

microcapsule coated by ethyl cellulose using solvent evaporation method. Microencapsulation of
salbutamol sulfate using ethyl cellulose as matrix showed less effectiveness by using solvent
evaporation method.
Key Words: microencapsulation, salbutamol sulfate, ethyl cellulose, solvent evaporation methods.
Pendahuluan
Salbutamol sulfat merupakan obat golongan
beta agonis yang selektif pada reseptor β-2
dan banyak digunakan sebagai bronkodilator
oral pada pasien asma atau pada pasien
dengan obstruksi paru kronis. Salbutamol
sulfat memiliki sifat mudah larut dalam air
sehingga langsung diabsorbsi di saluran
gastrointestinal dan diekskresi cepat dengan
waktu paro sekitar 4-6 jam (1). Dengan waktu
paro tersebut, maka dosis yang diberikan
untuk pasien anak-anak atau dewasa adalah
setiap empat hingga enam jam, sehingga
perlu dikembangkan dalam bentuk sediaan
lepas lambat. Bentuk sediaan lepas lambat
dirancang agar pemakaian satu unit dosis

tunggal memberikan pelepasan sejumlah
obat dengan cepat dan menghasilkan respon
terapeutik yang diinginkan secara berangsurangsur dan terus-menerus melepaskan
sejumlah obat untuk memelihara tingkat
pengaruhnya selama periode waktu yang
diperpanjang,
biasanya
8-12
jam.
Keunggulan tipe bentuk sediaan ini
menghasilkan kadar obat dalam darah yang
merata tanpa perlu mengulangi pemberian
unit dosis (2).

Salah satu bentuk sediaan lepas lambat
adalah mikrokapsul, yaitu bahan obat yang
mengalami proses mikroenkapsulasi dengan
polimer
yang
biocompatible

sehingga
menghasilkan partikel yang berdiameter 1
hingga 1000 µm. Keuntungan mikrokapsul
yaitu dapat menutupi rasa atau bau,
memperlambat
pelepasan
obat,
meningkatkan kestabilan molekul obat,
meningkatkan bioavailabilitas, dan sebagai
sediaan yang menghasilkan pelepasan obat
yang terkontrol (3).
Beberapa polimer yang dapat digunakan
dalam pembuatan mikrokapsul adalah etil
selulosa, butirat asetat selulosa, ftalat asetat
selulosa, polimetakrilat, polikaprolakton (4).
Etil selulosa merupakan polimer dari βanhidroglukosa
yang
masing-masing
dihubungkan dengan ikatan asetal. Polimer
ini bersifat non-toksik dan biocompatible (5),

sehingga dapat digunakan sebagai matriks
untuk
memodifikasi
pelepasan
obat,
menutupi rasa yang tidak enak, dan
meningkatkan
kestabilan
formula.
Etil
selulosa larut dalam pelarut organik atau
campuran pelarut, namun dapat digunakan

juga untuk membentuk lapisan yang tidak
larut air (3).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa etil
selulosa sering digunakan sebagai polimer
untuk obat-obat yang larut dalam air
menggunakan metode penguapan pelarut
emulsi ganda dan metode kristalisasi sferis

(4). Metode penguapan pelarut merupakan
metode yang sederhana dan sering
digunakan untuk menghasilkan mikrokapsul
dari berbagai jenis bahan obat dan polimer
yang berbeda (3).
Penelitian Goudanavar
(6) menunjukkan
bahwa semakin tinggi konsentrasi etil
selulosa yang digunakan pada pembuatan
mikrokapsul salbutamol sulfat dengan

metode koaservasi adisi tanpa pelarut
mengakibatkan semakin menurunnya laju
pelepasan salbutamol sulfat.
Berdasarkan
uraian
di
atas,
timbul
permasalahan yaitu apakah salbutamol sulfat

dapat dibuat sediaan lepas lambat dalam
bentuk mikrokapsul dengan metode lain.
Untuk itu telah dibuat tiga formula
mikrokapsul salbutamol sulfat dengan matriks
etil selulosa yang divariasikan menggunakan
metode penguapan pelarut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh konsentrasi etil selulosa terhadap
kecepatan disolusi mikrokapsul salbutamol
sulfat dengan metode penguapan pelarut.

Bahan, Alat, dan Metode

etil selulosa dilarutkan dengan 20 ml aseton
dalam Erlenmeyer, kemudian salbutamol
sulfat didispersikan ke dalamnya. Selanjutnya
campuran tersebut diemulsikan dalam 100 ml
parafin cair yang mengandung 1,3 ml tween
80 dan diaduk dengan homogenizer pada
kecepatan 700 rpm selama tiga jam pada

suhu kamar. Mikrokapsul yang terbentuk
dikumpulkan melalui dekantasi dan dicuci
dua kali dengan n-hexan masing-masing 100
ml untuk menghilangkan parafin cair yang
melekat. Setelah itu disaring dan dikeringkan
dalam lemari pengering granul. Setelah
kering sejumlah mikrokapsul yang setara
dengan 8 mg salbutamol sulfat dimasukkan
ke dalam cangkang kapsul untuk uji disolusi.

Bahan
Bahan-bahan
yang
digunakan
pada
penelitian ini adalah aseton, cangkang kapsul
nomor 3, etil selulosa, n-hexan, parafin cair,
salbutamol sulfat, dan tween 80.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini

adalah
alat
uji
disolusi
(Erweka),
homogenizer (Turrax), lemari pengering
granul, mikroskop,
spektrofotometer UVVisible (Lab Med), timbangan analitik
(Sartorius), dan alat-alat gelas yang biasa
digunakan di laboratorium.
Metode
Penetapan Kecepatan Pengadukan dalam
Pembuatan Mikrokapsul
Sebelum dilakukan pembuatan mikrokapsul
terlebih
dahulu
dilakukan
pembuatan
mikrokapsul dengan menggunakan beberapa
kecepatan pengadukan yaitu pada kecepatan

500 rpm, 700 rpm dan 1000 rpm. Hasil
pengadukan yang menghasilkan morfologi
mikrokapsul yang terbaik setelah dilihat di
bawah mikroskop akan digunakan untuk
pembuatan mikrokapsul selanjutnya.
Pembuatan Mikrokapsul
Mikrokapsul salbutamol sulfat dibuat dengan
matriks etil selulosa dengan menggunakan
metode penguapan pelarut. Caranya adalah:

Distribusi Ukuran Mikrokapsul
Penetapan distribusi ukuran menggunakan
mikroskop dengan pembesaran 4x10.
Sebanyak 300 partikel mikrokapsul diamati di
bawah mikroskop dan dihitung diameternya
dengan menggunakan skala okuler dan skala
objektif yang telah dikalibrasi hingga
diperoleh nilai satuan untuk satu skala.
Penetapan Kadar Zat Aktif
Mikrokapsul ditimbang sebanyak 100 mg,

digerus dan dilarutkan dalam 100 ml dapar
fosfat (pH 6,8). Kemudian larutan ini disaring
dan diambil sebanyak 5 ml dan diencerkan
kemudian diukur serapannya pada panjang
gelombang maksimum. Kadar zat aktif
(salbutamol
sulfat)
dihitung
dengan
menggunakan bantuan kurva baku.

Pelaksanaan Uji Disolusi
Uji disolusi sediaan mikrokapsul dilakukan
dengan menggunakan metode keranjang
dengan
cara
:
mikrokapsul dimasukkan media cairan
lambung buatan tanpa enzim sebanyak 900
ml ke dalam wadah, lalu dibiarkan hingga

suhu media mencapai 37±0,5oC. Dimasukkan
satu buah kapsul yang berisi mikrokapsul
yang setara dengan 8 mg salbutamol sulfat
ke dalam keranjang yang terdapat pada
pengaduk, lalu pengaduk dicelupkan ke
dalam media dan dijalankan dengan
kecepatan 50 putaran per menit. Pada jam
pertama diambil 10 ml cuplikan pada daerah
pertengahan antara permukaan media
disolusi dan bagian atas dari pengaduk
keranjang, tidak kurang 1 cm dari dinding
wadah. Uji disolusi pada media cairan
lambung buatan dilakukan selama empat jam
dan pengambilan sampel dilakukan setiap
jam. Setiap selesai pengambilan sampel,
ditambahkan 10 ml media yang baru suhu
37±0,5oC ke dalam labu disolusi. Sampel
yang sudah diambil disaring menggunakan
penyaring milipore dan diukur serapannya
dengan spektrofotometer UV-Visibel pada
panjang gelombang maksimum.
Untuk uji disolusi pada media dapar fosfat pH
6,8, dilakukan seperti pada uji disolusi di
atas tetapi pengujian dilakukan selama
delapan jam.
Hasil
Hasil Penetapan Kecepatan Pengadukan
dalam Pembuatan Mikrokapsul
Hasil uji pengaruh kecepatan pengadukan
terhadap morfologi mikrokapsul menunjukkan
bahwa kecepatan pengadukan terbaik yaitu
kecepatan yang menghasilkan morfologi
mikrokapsul yang paling mendekati bentuk
spheris adalah 700 rpm.

Gambar 1. Mikrokapsul salbutamol sulfat dengan
kecepatan 700 putaran per menit (dilihat dengan
mikroskop optik dengan perbesaran 4x10)

Hasil Distribusi Ukuran Mikrokapsul
Distribusi ukuran partikel dari ketiga formula
memilki diameter rata-rata yang berbeda,
yaitu formula I 1116,67 µm, formula II 1044
µm, dan formula III 795,67 µm.
Hasil Pengukuran Kadar Zat Aktif
Hasil
pengukuran
kadar
zat
aktif
menunjukkan bahwa untuk formula I, dalam
tiap 500 bpj mikrokapsul mengandung 207,24
bpj salbutamol sulfat, untuk formula II dalam
tiap 500 bpj mikrokapsul mengandung 175,26
bpj, dan untuk formula III dalam tiap 500 bpj
mikrokapsul mengandung 154,97 bpj.
Hasil Uji Disolusi
Hasil uji disolusi dalam media cairan lambung
buatan tanpa enzim pH 1,2 menunjukkan
bahwa pada jam ke-1, formula I terdisolusi
sebanyak 8,97%, formula II sebanyak 6,72%,
formula III sebanyak 3,50%, dan salbutamol
sulfat sebanyak 14,13%. Pada jam ke-2,
formula I terdisolusi sebanyak 8,59%, formula
II sebanyak 7,44%, formula III sebanyak
7,88%, dan salbutamol sulfat sebanyak
14,84%. Pada jam ke-4, formula I terdisolusi
sebanyak 9,26%, formula II sebanyak 8,76%,
formula III sebanyak 11,27%, dan salbutamol
sulfat sebanyak 17,48%.Untuk hasil uji
disolusi pada media dapar fosfat pH 6,8
menunjukkan bahwa jam ke-1, formula I
terdisolusi sebanyak 27,66%, formula II
sebanyak 26,16%, formula III sebanyak
16,90%, dan salbutamol sulfat sebanyak
16,98%. Pada jam ke-2, formula I terdisolusi
sebanyak 56,30%, formula II sebanyak
34,88%, formula III sebanyak 16,81%, dan
salbutamol sulfat sebanyak 17,09%. Pada
jam ke-4, formula I terdisolusi sebanyak
44,11%, formula II sebanyak 61,93%, formula
III sebanyak 19,75%, dan salbutamol sulfat
sebanyak 18,21%. Pada jam ke-6, formula I
terdisolusi sebanyak 58,49%, formula II
sebanyak 57,41%, formula III sebanyak
55,73%, dan salbutamol sulfat sebanyak
44,55%. Pada jam ke-8, formula I terdisolusi
sebanyak 64,72%, formula II sebanyak
58,59%, formula III sebanyak 50,89%, dan
salbutamol sulfat sebanyak 45,49%.

Partikel polimer yang mengandung obat
dapat memadat saat pelarut menguap.
Penetapan Kecepatan Pengadukan dalam
Pembuatan Mikrokapsul

(A)

(B)

(C)
Gambar 2. Mikrokapsul salbutamol sulfat formula
(A) I,(B) II, (C) III dengan kecepatan pengadukan
700 putaran per menit (dilihat dengan mikroskop
optik dengan perbesaran 4x10)

Pembahasan
Pada penelitian ini, dibuat mikrokapsul
salbutamol sulfat menggunakan metode
penguapan pelarut. Dipilihnya metode
penguapan pelarut karena metode ini dapat
digunakan untuk penyalut yang hidrofobik
dan memiliki kelarutan yang rendah dalam air
namun larut dalam
pelarut organik.
Pelepasan
obat
dengan
teknik
mikroenkapsulasi
berdasarkan
pada
kemampuan penyalut untuk menghambat
difusi dari zat aktif dengan cara membentuk
penghalang di sekeliling partikel obat. Dalam
metode
penguapan
pelarut,
proses
terbentuknya mikrokapsul dimulai dengan
memisahnya tetesan fase terdispersi dalam
fase pembawa membentuk tetesan kecil.

Untuk memperoleh morfologi mikrokapsul
yang baik yaitu berbentuk hampir spheris,
maka penelitian ini diawali dengan penentuan
kecepatan pengadukan. Pada pengadukan
yang lambat akan dihasilkan mikrokapsul
dengan ukuran partikel yang lebih besar
karena selama proses pengadukan terbentuk
tetesan-tetesan dengan ukuran yang besar
dan bentuk yang kurang spheris. Sebaliknya
jika pengadukan terlalu cepat, maka akan
dihasilkan tetesan yang sangat kecil
sehingga mikrokapsul yang diperoleh terlalu
kecil dan kurang spheris. Dalam penelitian
ini, diperoleh kecepatan pengadukan yang
menghasilkan partikel yang hampir spheris
yaitu 700 putaran per menit.
Bahan penyalut yang digunakan untuk
membentuk mikrokapsul ini adalah etil
selulosa yang bersifat hidrofobik yang dapat
memodifikasi pelepasan obat. Pelepasan
obat pada mikrokapsul yang menggunakan
etil selulosa berdasarkan difusi dan disolusi
melalui pori sehingga dikendalikan oleh
porositas permukaan, luas permukaan, dan
ketebalan penyalut. Air dapat diserap melalui
pori
permukaan
etil
selulosa
tanpa
melarutkan etil selulosa itu sendiri.
Distribusi Ukuran Mikrokapsul
Hasil penentuan distribusi ukuran partikel
pada masing-masing formula menunjukkan
bahwa ukuran partikel dari mikrokapsul
salbutamol sulfat yang paling kecil diperoleh
pada formula III (perbandingan inti dan
penyalut 1:3)
dibandingankan dengan
formula I (perbandingan inti dan penyalut 1:1)
dan formula II (perbandingan inti dan
penyalut 1:2). Hasil ukuran partikel yang
diperoleh, formula III memenuhi range ukuran
partikel mikrokapsul yaitu 1-1000 µm.
Pengukuran Kadar Zat Aktif
Hasil pengukuran kadar zat aktif pada
masing-masing formula menunjukkan bahwa
formula yang paling banyak mengandung
salbutamol
sulfat
adalah
formula
I
dibandingkan dengan formula II dan formula
III.

Dari hasil ini, semakin banyak salbutamol
sulfat yang terjerap maka ukuran partikel
semakin besar, sedangkan semakin kecil
salbutamol sulfat yang terjerap maka ukuran
partikel semakin kecil pula. Sehingga
kemungkinan banyaknya salbutamol sulfat
yang terjerap berperan penting dalam
penentuan ukuran partikel mikrokapsul
salbutamol sulfat.
Uji Disolusi
Uji disolusi pada sediaan obat padat
bertujuan untuk mengukur dan mengetahui
jumlah zat aktif yang terlarut dalam media
cair yang diketahui volumenya pada suatu
waktu tertentu menggunakan alat tertentu
sehingga dapat digunakan untuk meramalkan
kecepatan terlepasnya obat dari sediaan
padat. Uji disolusi dilakukan dalam dua media
yaitu media cairan lambung buatan tanpa
enzim pH 1,2 selama empat jam dengan
pengambilan sampel sebanyak tiga kali yaitu
pada jam ke-1, ke-2, dan ke-4 dan media
dapar fosfat pH 6,8 selama delapan jam
dengan pengambilan sampel sebanyak lima
kali yaitu pada jam ke-1, ke-2, ke-4, ke-6, dan
ke-8.
Dari hasil uji disolusi pada media cairan
lambung buatan tanpa enzim pada pH 1,2
menunjukkan bahwa banyaknya salbutamol
sulfat yang terdisolusi dari masing-masing
formula
mikrokapsul
lebih
sedikit
dibandingkan dengan banyaknya salbutamol
sulfat.
Sedangkan hasil uji disolusi pada media
dapar fosfat pH 6,8 menunjukkan bahwa
untuk formula I dan formula II memiliki
persentase disolusi yang lebih besar
daripada salbutamol sulfat pada jam ke-1, ke2, ke-4, ke-6, dan ke-8. Sedangkan untuk
formula III menunjukkan memiliki persentase
disolusi yang kecil hanya pada jam ke-1 dan
jam ke-2 sedangkan pada jam ke-4, ke-6,
dan ke-8 menunjukkan persentase disolusi
yang lebih besar dibandingkan salbutamol
sulfat. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
penyalut etil selulosa dengan metode
penguapan pelarut tidak memperlambat
kecepatan disolusi salbutamol sulfat.
Ketebalan,kekerasan dan struktur pada
permukaan penyalut (berpori atau tidak
berpori) serta ukuran mikrokapsul juga dapat
mempengaruhi kecepatan pelepasan obat
(17). Dalam penelitian ini diperoleh bahwa

pengaruh konsentrasi etil selulosa tidak
berhasil menurunkan laju disolusi salbutamol
sulfat, kemungkinan hal ini disebabkan oleh
adanya porositas yang besar, sehingga obat
tidak tersalut sempurna (10).
Kesimpulan
Konsentrasi etil selulosa mempengaruhi
karakteristik dan laju disolusi mikrokapsul
salbutamol sulfat.
Semua formula pada media cairan lambung
buatan tanpa enzim pH 1,2 memenuhi syarat
laju disolusi yang telah ditetapkan.
Formula I ( salbutamol sulfat: etil selulosa
dengan perbandingan 1:1) dan formula II (
salbutamol sulfat: etil selulosa dengan
perbandingan
1:2)
tidak
berhasil
memperlambat laju disolusi salbutamol sulfat,
sedangkan formula III ( salbutamol sulfat: etil
selulosa dengan perbandingan 1:3) dapat
menurunkan laju disolusi salbutamol sulfat
hanya pada jam ke-1, jam ke-2, dan jam ke-4
pada media dapar fosfat pH 6,8.
Referensi
1.
Sweetman
SC.
Martindale
The
Complete Drug Reference. 36th ed.
Pharmaceutical Press. Illinois. 2009. hal.
1133. Available as PDF file.
2.
Ansel, HC . Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi. Terjemahan dari Introduction to
Pharmaceutical Dosage Forms oleh Farida
Ibrahim. Penerbit Universitas Indonesia.
Jakarta. 1985. hal. 287, 291-297.
3.
Khamanga Sandile M., Parfitt Natalie,
Nyamuzhiwa Tsitsi, Walker Roderick B.,
Haidula Hendrina. The Evaluation of
Eudragit Microcapsules Manufactured by
Solvent Evaporation Using USP Apparatus
1. Dissolution Technologies. 2009 (5): 1522.
Available
from:www.dissolutiontech.com/DTresour/20
0905Articles/DT200905_A02.pdf
4.
Nath B, Nath LK, Mazumder B, Kumar
P, Sharmab N, Sahub BP. Preparation and
Characterization of Salbutamol Sulphate
Loaded Ethyl Cellulose Microspheres Using
Water-in-Oil-Oil Emulsion Technique.Iranian
Journal of Pharm. Research. 2010 (2): 97105.
Available
from:
www.sid.ir/en/VEWSSID/J_pdf/9272010020
1.pdf.

5.
Rowe RC, Sheskey PJ, Quinn ME.
Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6th
ed. Pharmaceutical Press, Illinois. 2009. hal
263. Availavle as PDF file.

13. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan. Farmakope Indonesia. Edisi
Keempat. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta. 1995. hal. 1084, 1143

6.
Goudanavar P.S., Patil S.M., Manavi
F.V. Design and Characterization of
Sustained Release Microcapsules of
Salbutamol Sulphate. International Journal
of PharmTech Research. 2010 (2):11441149.
Available
from:
www.asiapharmaceutics.info/article.asp?iss
n=0973-8398;year.

14. Katzung, Bertram G. Basic and Clinical
Pharmacology. Tenth Edition. McGraw Hill.
San Fransisco. 2006. Available as Compiled
HTML Help File.

7.
Banker,
Gilbert
S.
Modern
Pharmaceutics. 4th ed. Marcel Dekker Inc.
New York. 2002. hal.503-506. Available as
PDF file.
8.
Florence, Alexander T. Modern
Pharmaceutics Volume 2 Applications and
Advances. Informa Healthcare USA, Inc.
New York. 2009. hal. 1-4. Available as PDF
file.
9. Shargel L, Yu AB. Biofarmasetika Dan
Farmakoterapi Terapan. Edisi Kedua.
Penerbit Universitas Airlangga. Surabaya.
1988. hal. 467- 473.
10. Swarbrick, James. Encyclopedia of
Pharmaceutical Technology. 3rd edition.
Informa Healthcare USA, Inc. New York.
2007. hal. 2315-2324. Available as PDF file.
11. Gennaro AR. et al. (Editor). Remington’s
Pharmaceutical Sciences. Eighteen Edition.
Mack
Publishing
Company.
Easton.
Pennsylvania. 1990. hal. 589, 592, 595, 599
12. Lachman L, Lieberman HA and Kanig
JL. The Theory and Practice of Industrial
Pharmacy. Third Edition. Lea and Febiger.
Philadelphia. 1986. hal. 52,299, 302,317.

15. Chemical Book Team. Albuterol
Sulfate [monograph on the internet].
Belgium: Cehmival Book 2011 [accessed 27
September
2011].
Available
from:
http://www.chemicalbook.com/chemicalprod
uctproperty_EN.htm.
16. Murtaza Ghulam, Ahmad Mahmood,
Akhtar Naveen, Rasool Fatima.
A
Comparative
Study
of
Various
Microecapsulation Techniques: Effect of
Polymer
Viscosity
on
Microcapsule
Characteristics. Pak J.Pharm Sci. 2009
(22):219-300.
Available
from:
www.
Pjps.pk/CD_PJS_22222209-/paper/pdf.
17. Sutriyo,
DJ
&
Novitasari,
A.
Mikroenkapsulasi Propanolol Hidroklorida
dengan
Penyalut
Etil
Selulosa
Menggunakan Metode Penguapan Pelarut.
Majalah Ilmu Kefarmasian. 2004. Available
from:www.jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2004/v0
1n02/sutriyo010204.pdf?PHPSESSID.
18. The United States Phamacopeia
Convention. United State Pharmacopeia 30National Formulary 25. The United States
Phamacopeial Convention Inc. New York.
2006. Available as PDF file.