Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) pada Berbagai Jarak Tanam di Lahan Kelapa Sawit TBM 1

  TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

  Dalam sistem taksonomi tumbuhan, sorgum diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Class: Monocotyledonae, Ordo: Poales, Family: Poaceae, Genus: Sorghum, Species: Sorghum bicolor (L.) Moench (Steenis, 2003).

  Bagian tanaman di atas tanah tumbuh lambat sebelum perakarannya berkembang dengan baik. Sistem perakarannya terdiri atas akar-akar seminal (akar-akar primer) pada dasar buku pertama pangkal batang, akar-akar koronal (akar-akar pada pangkal batang yang tumbuh ke arah atas) dan akar udara (akar-akar yang tumbuh dipermukaan tanah). Tanaman sorgum membentuk perakaran sekunder 2 kali lipat dari jagung (Deptan, 2008).

  Tanaman sorgum mempunyai batang berbentuk silinder, beruas-ruas (internodes) dan berbuku-buku (nodes). Setiap ruas memiliki alur yang berselang- seling. Diameter dan tinggi batang bervariasi. Ukuran diameter pangkal batang berkisar 0,5-5,0 cm dan tingginya berkisar 0,5-4,0 m tergantung varietasnya. Tinggi batang sorgum manis yang dikembangkan di China dapat mencapai 5 m sehingga sangat ideal dikembangkan untuk pakan ternak dan penghasil gula (FAO, 2002).

  Pada daun sorgum terdapat lapisan lilin yang ada pada lapisan epidermisnya. Adanya lapisan lilin tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu bertahan pada daerah dengan kelembaban sangat rendah, lapisan lilit tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu hidup dalam cekaman kekeringan (Kusuma, et al., 2008).

  Bunga sorgum tersusun dalam bentuk malai dengan banyak bunga pada setiap malai sekitar 1500-4000 bunga. Bunga sorgum akan mekar teratur dari 7 cabang malai paling atas ke bawah. Malai sorgum memiliki tangkai yang tegak atau melengkung, berukuran panjang atau pendek dan berbentuk kompak sampai terbuka (Dicko, et al., 2006).

  Warna dari biji sorgum bervariasi tergantung kultivar dan jenisnya ada yang berwarna putih hingga berwarna kekuningan dari merah hingga berwarna coklat gelap. Warna pigmen dari biji berasal dari pericarp atau testa bukan dari endosperm. Endosperm pada sorgum berwarna putih sama seperti yang terdapat pada jagung putih. Ukuran biji bervariasi tergantung varietas dan jenis dengan ukuran biji kira-kira 12.000-60.000 biji/pound (Metcalfe dan Elkins, 1990).

  Syarat Tumbuh Iklim

  Suhu optimum untuk pertumbuhan sorgum berkisar antara 23-30° C dengan kelembaban relatif 20-40 %. Pada daerah-daerah dengan ketinggian 800 m dan permukaan laut dimana suhunya kurang dari 20° C, pertumbuhan tanaman akan terhambat. Selama pertumbuhan tanaman, curah hujan yang diperlukan adalah berkisar antara 375-425 mm (Laimeheriwa, 1990).

  Tanaman sorgum dapat berproduksi walaupun dibudidayakan dilahan kurang subur, air yang terbatas dan masukan (input) yang rendah, bahkan di lahan berpasir pun sorgum dapat dibudidayakan. Namun apabila ditanam pada daerah yang berketinggian diatas 500 m dpl tanaman sorgum akan terhambat pertumbuhannya dan memiliki umur yang panjang (Distan, 2011).

  Tanah

  Sorgum dapat bertoleransi pada kisaran kondisi tanah yang luas. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada tanah-tanah berat yang sering kali tergenang. Sorgum juga dapat tumbuh pada tanah-tanah berpasir. la dapat tumbuh pada pH tanah berkisar 5,0-5,5 dan lebih bertoleransi terhadap salin (garam) tanah dari pada jagung. Tanaman sorgum dapat berproduksi pada tanah yang terlalu kritis bagi tanaman lainnya (Laimeheriwa, 1990).

  Salah satu yang mendukung pada pengolahan lahan sorgum adalah tanah liat berlempung yang kaya akan humus. Sorgum tidak akan tumbuh dengan baik pada tanah yang tergenang atau pada tanah rawa. Walaupun sorgum lebih mampu bertahan pada kondisi air yang tergenang dibandingkan dengan tanaman jagung namun drainase yang baik lebih cocok untuk pertumbuhannya (Thakur, 1980).

  Perkebunan Kelapa Sawit TBM

  Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) adalah masa sebelum panen ( dari saat panen pertama ), berlangsung 30 – 36 bulan.Terdiri atas :

  • TBM 1 : tanaman pada tahun ke I ( 0-12 bulan )
  • TBM 2 : tanaman pada tahun ke II (13-24 bulan )
  • TBM 3 : tanaman pada tahun ke III (25-30 atau 36 bulan) (Pardamean, 2008).

  Hasil penelitian tumpangsari kelapa sawit TBM dengan kedelai yang dilakukan di Kabupaten Asahan menunjukan bahwa produksi yang diperoleh dari tanaman kedelai mencapai 1,8 ton/ha atau dengan nilai Rp. 5.228.417,- per musim tanam, dan pertumbuhan kelapa sawit TBM tidak terganggu oleh pola tumpangsari tersebut (Herman dan Pranowo, 2010).

  Pada penelitian Harahap (2010) Untuk mengetahui produktivitas kedelai pada sistem tumpangsari dengan kelapa sawit tanaman belum menghasilkan (TBM) serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan vegetatif kelapa sawit, maka telah dilakukan penelitian tumpangsari kedelai dengan kelapa sawit TBM di kebun Pulau Maria, Unit Usaha Marihat, Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Rerata produksi kedelai varietas Anjasmoro mencapai 2,03 ton/ha, nyata lebih tinggi dibandingkan rerata produksi varietas lokal yang hanya mencapai 1,39 ton/ha. Kegiatan olah tanah juga nyata meningkatkan rerata produksi. Tanpa olah tanah produksi kedelai hanya 1,46 ton/ha, sedangkan pada olah tanah produksi mencapai 1,96 ton/ha.

  Varietas

  Varietas adalah sekumpulan individu tanaman yang dapat dibedakan oleh setiap sifat (morfologi, fisiologi, sitology, kimia dll) yang nyata untuk usaha pertanian dan bila diproduksi kembali akan menunjukkan sifat-sifat yang dapat dibedakan dari yang lain. Varietas berdasarkan teknik pembentukannya dibedakan atas varietas hibrida, sintetik dan varietas komposit (Mangoendidjojo, 2003).

  Hibrida dibuat dengan mempersilangkan dua inhibrida yang unggul. Karena itu, pembuatan hibrida unggul merupakan langkah pertama dalam pembuatan hibrida. Varietas hibrida memberikan hasil yang lebih tinggi dari pada varietas bersari bebas karena hibrida menggabungkan gen-gen dominan karakter yang diinginkan dari galur penyusunnya, dan hibrida mampu memanfaatkan gen aditif dan non aditif. Varietas hibrida memberikan keunggulan yang lebih tinggi bila ditanam pada lahan yang produktivitasnya tinggi (Kartsapoetra, 2003).

  Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu lingkungan untuk mendapatkan genotif unggul pada lingkungan tersebut. Pada umumnya suatu daerah memiliki suatu kondisi lingkungan yang berbeda terhadap genotif. Respon genotif terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam penampilan fenotip dari tanaman yang bersangkutan (Darliah, et al., 2001).

  Sorgum bukan merupakan tanaman asli Indonesia maka keragaman genetik sorgum yang ada masih sangat terbatas. Beberapa varietas sorgum biji (grain sorghum) diintroduksi dari International Crop Research Institute for the

  

Semi-Arid Tropics (ICRISAT) dan dari beberapa negara seperti India, Thailand

  dan China. Setelah melalui proses pengujian adaptasi dan daya hasil selama beberapa generasi kemudian beberapa varietas introduksi tersebut oleh Departemen Pertanian dilepas menjadi varietas unggul nasional. Sampai saat ini Indonesia telah memiliki beberapa varietas sorgum unggul nasional seperti UPCA, Keris, Mandau, Higari, Badik, Gadam, Sangkur, Numbu dan Kawali.

  Varietas-varietas unggul nasional tersebut memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan pada lahan-lahan pertanian di Indonesia. Belum banyak informasi diperoleh tentang genotipe sorgum manis yang telah dibudidayakan di Indonesia, khususnya yang terkait dengan industri bioetanol (Hoeman, 2008).

  Perbedaan antara keadaan optimum secara fisiologis dan ekologis bagi suatu spesies ada untuk semua faktor lingkungan. Keadaan ini berarti bahwa secara fisiologis setiap tanaman dapat menunjukkan respon terhadap sebuah faktor dengan intensitas tinggi tetapi di lapang kompetisi mencegah spesies tersebut untuk tumbuh pada kisaran yang lebih tinggi dari kemampuan dukung secara fisiologis (Fitter and Hay, 2001).

  Balai penelitian tanaman serealia Indonesia pada tahun 2001 telah melepas dua varietas sorgum unggul baru yaitu Kawali dan Numbu yang berasal dari India.

  Potensi hasil kedua varietas tersebut masing-masing 4,67 ton/ha dan 5,05 ton/ha dengan rata-rata hasil 0,3 ton/ha dan berumur 90 hari. Varietas Kawali dan Numbu memiliki tangkai yang kompak dan besar, tahan terhadap rebah, penyakit karat serta penyakit bercak daun. Kedua varietas ini ditanam dibeberapa daerah antara lain di Demak dan Gunungkidul (Jawa Tengah) serta daerah Bantul, Yogyakarta (Yanuwar, 2002).

  Panen batang dilakukan pada saat kemasakan optimal, pada umumnya terjadi pada umur 16–18 minggu (112–126 hari), sedangkan biji umumnya matang pada umur 90–100 hari. Oleh karena itu biji dipanen terlebih dahulu (Sumantri, 1993).

  Ada dua macam perbedaan antara individu organisme : (1) perbedaan yang ditentukan oleh keadaan luar yaitu yang dapat ditelusuri dari lingkungan dan (2) perbedaan yang dibawa sejak lahir, yaitu dapat ditelusuri dari kebakaan. Suatu fenotip (penampilan dan cara berfungsinya). Individu merupakan hasil interaksi antara genotif (warisan alami) dan lingkungannya. Walaupun sifat khas suatu fenotip tertentu tidak dapat selamanya ditentukan oleh perbedaan fenotip atau lingkungan ada kemungkinan perbedaan fenotip antara individu yang terpisahkan itu disebabkan oleh perbedaan lingkungan atau perbedaan keduanya (Lovelles, 2009).

  Hasil maksimum dapat dicapai bila kultivar unggul menerima respons terhadap kombinasi optimum dari air, pupuk dan praktek budidaya lainnya.Semua kombinasi input ini penting dalam mencapai produktivitas tinggi (Nasir, 2002).

  Jarak Tanam

  Pada umumnya yang perlu diperhatikan dalam penanaman adalah waktu tanam dan jarak tanam. Jarak tanam disesuaikan dengan morfologi tanaman dan tingkat kesuburan tanahnya. Mengatur Jarak Tanam berarti memberi ruang lingkup hidup yang sama dan merata bagi setiap tanaman. Dengan mengatur jarak tanam ini akan memperoleh diperoleh barisan-barisan tanaman yang teratur sehingga mudah dalam melakukan pengelolaan tanaman selanjutnya (Widyastuti, et al.,2007).

  Pada umumnya tanaman sorgum ditanam sebagai tanaman seta pada tanaman pokok padi gogo, kedelai atau tanaman palawija lainnya. Bila ditanam secara monokultur populasi tanaman per/hektar sekitar 100.000 - 150.000 tanaman. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 75 X 25 Cm atau 75 X 20 Cm dengan masing-masing 2 tanaman perlubang. Menurut hasil penelitian, peningkatan populasi di atas 150.000 tanaman/hektar, masih cenderung meningkat hasil walaupun tidak begitu besar (BIP, 1990).

  Berbagai keuntungan bertanam dengan jarak tanam yang teratur. Pertanaman tampak rapi, arah barisan dapat diatur. Memudahkan dalam pemeliharaannya, misalnya dalam pemberian pupuk, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit dan sebagainya. Dengan Jarak tanam yang teratur dapat ditentukan jumlah populasi tanaman tiap luas lahan sehingga kebutuhan benihnya dapat ditentukan sebelumnya (Widyastuti, et al., 2007).

  Pertumbuhan tanaman dan urutannya yang terjadi dalam suatu tahun ditentukan oleh iklim, tanah, tanaman dan pengelolaan. Suatu jenis tanaman akan tumbuh baik jika kebutuhan minimum akan air, energi dan nutrient tersedia serta ada tempat untuk tumbuh (tegak). Setiap jenis tanaman memerlukan susunan faktor tumbuh untuk pertumbuhan optimum (Wisnubroto, 2001).

  Jarak tanam akan mempengaruhi kerapatan tanaman atau jumlah populasi per unit area. Populasi tanaman mempengaruhi pertumbuhan relatif dan hasil bersih fotosintesis. Hal ini berhubungan erat dengan penangkapan energi cahaya, dan ketersediaan hara dan air dalam tanah. Dengan demikian kerapatan tanaman akan menentukan produksi tanaman (Widyastuti, et al., 2007).

  Kerapatan tanaman juga mempengaruhi hormon auksin yang berperan dalam pertumbuhan untuk memacu proses pemanjangan sel. Hormon auksin dihasilkan pada bagian koleoptil (titik tumbuh). Jika terkena cahaya matahari, auksin menjadi tidak aktif. Kondisi fisiologis ini mengakibatkan bagian yang tidak terkena cahaya matahari akan tumbuh lebih cepat dari bagian yang terkena cahaya matahari. Akibatnya, tumbuhan akan memmbengkok ke arah cahaya matahri. Auksin yang diedarkan ke seluruh bagian tumbuhan mempengaruhi pemanjangan, pembelahan, dan siferensiasi sel tumbuhan. Auksin yang dihasilkan pada tunas apical (ujung) batang dapat menghambat tumbuhnya tunas lateral (samping) atau tunas ketiak. Bila tunas apical batang dipotong, tunas lateral akan menumbuhkan daun-daun. Peristiwa ini disebut dominansi apical (Salisburry dan Ross, 1992).