BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian - Studi Kasus Perilaku Seksual “Dating Couples” di Kota Medan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  3.1. Jenis Penelitian

  Jenis penelitian yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Penelitian kualitatif adalah metode yang bermaksud untuk memahami apa yang dialami oleh subjek peneliti secara holistik dengan cara deskriptif dalam kata-kata dan bahasa pada konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan metode ilmiah (Burhan,2003:35). Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus dimana penelitian hanya terbatas pada usaha-usaha untuk mengungkapkan kebenaran dari suatu permasalahan, keadaan, atau peristiwa sebagaimana yang terjadi secara menyeluruh, intensif, dan mendalam.

  3.2. Unit Analisis dan Informan

  3.2.1. Unit Analisis

  Unit analisis adalah hal-hal yang diperhitungkan menjadi subjek penelitian atau unsur yang menjadi fokus penelitian (Bugin, 2007:76). Unit analisis dalam penelitian ini adalah ”dating couples” yang mengunjungi warung remang-remang di Kecamatan Selayang.

  3.2.2.Informan

  Informan merupakan subjek memahami permasalahan penelitian sebagai pelaku maupun orang yang memahami permasalahan penelitian (Bungin, 2007:76). Dalam penelitian ini informan adalah orang yang berkunjung secara rutin dan yang dianggap penikmat warung remang-remang di sekitar Kecamatan Selayang. Lebih lanjut, informan yang akan diwawancarai terdiri dari:

  Penyanyi cafe “Dating couples” yang merupakan pengunjung warung remang-remang

3.3. Teknik Pengumpulan Data

3.3.1. Data Primer

  Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pengumpulan data primer dimana data langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau objek penelitian (Bungin, 2004). Untuk mendapatkan data primer dilakukan dua metode yaitu observasi dan wawancara mendalam.

  1. Observasi Observasi atau pengamatan kegiatan adalah setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran, pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan, observasi berstruktur dimana peneliti memusatkan perhatian pada tingkah laku “dating couples” pada siang hari di rumah dan menghabiskan waktu malamnya di kafe remang-remang.

  2. Wawancara Mendalam Wawancara mendalam dimana adanya proses tanya jawab secara dari peneliti terhadap informan mengenai masalah-masalah yang terkait secara lengkap dan mendalam. Wawancara yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan- pertanyaan yang terkait dengan informasi yang ingin diperoleh dari “dating

  couples ” yang berkunjung ke warung remang-remang.

3.3.2. Data Sekunder

  Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan (Burhan Bungin, 2007). Data Sekunder diperoleh dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari beberapa literature diantaranya adalah buku-buku referensi, dokumen, majalah, jurnal, serta internet yang dianggap relevan dengan masalah yang ingin diteliti. Oleh karena itu, sumber data sekunder diharapkan dapat berperan membantu mengungkapkan data yang diharpkan membantu member keterangan sebagai pelengkap atau bahan pembanding.

3.4. Lokasi Penelitian

  Penelitian dilakukan di Medan - Sumatra Utara. Dengan fokus penelitian pada beberapa warung remang-remang di sekitar Kecamatan Selayang karena daerah tersebut secara fisik telah banyak berdiri warung yang terbuat dari tepas-tepas untuk dijadikan sarana penampung para pecinta kehidupan malam, hampir secara keseluruhan bangunan yang ada dipinggiran jalan raya Kecamatan Selayang adalah warung remang-remang dengan hiburan-hiburan melalui alunan musik yang berbunyi keras disertai lampu-lampu yang berkerlip dengan aneka macam warnanya. Lokasi ini terdapat dipinggir jalan di sekitar Kecamatan Selayang, selain itu lokasi ini relatif mudah dijangkau oleh peneliti karena jumlah sarana transportasi umum yang melintas relatif banyak. Warung remang-remang yang akan menjadi tempat untuk meneliti diantaranya ialah Tante Café, Palar Café, Mexico Café, Bamboo Café, dan Sembada Café. Selain itu penelitian juga dilakukan dirumah-rumah “dating

  

couples ” karena lingkungan rumah para “dating couples” berdekatan dengan rumah

  peneliti, dimana rumah tersebut dijadikan sebagai tempat berkumpul “dating couples ” pada siang hari.

3.4.1. Deskripsi Wilayah dan Lokalisasi Prostitusi

  3.4.1.1.Keadaan Geografis Kota Medan

  Nibung Raya dan Berastagi, terdapat banyak bungalow atau hotel kelas melati. Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30'

  • – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah, letak astronomis, batasan utara, selatan, timur dan barat.

  Kota Medan dipimpin oleh seorang

1. Medan Tuntungan 2.

   3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

  

  11. Lokasi warung

  

remang-remang

12.

   13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.

  3.4.1.2. Lokalisasi di Kota Medan Kota Medan sendiri merupakan kota yang terpadat penduduknya dengan jumlah 4.144.583 jiwa setelah kota Jakarta (Jabotabek) 28.019.545 jiwa dan

  Surabaya 9.115.485 jiwa. Akibatnya Kota Medan sudah memasuki tahapan wilayah metropolitan dengan kehidupan yang serba ada, mall, hotel, hiburan malam serta restoran-restoran sudah berdiri dimana-mana. Akibatnya model Kota Medan sudah mendekati kota metropolitan dimana segala kebutuhan sudah bisa didapatkan dengan serba instan.

  Dari kepadatan kota yang hampir seluruh sudut jalan terlihat bangunan raksasa menuntut masyarakat untuk memiliki keinginan menghibur diri dari segala aktifitas sehari-hari. Di lain sisi banyak masyarakat di kota Medan memiliki perekonomian yang dibawah normal sehingga sulitnya masyarakat untuk menikmati sarana-sarana hiburan yang berkualitas yang disediakan oleh pemerintah. Sementara pada masyarakat dewasa kini hiburan yang sangat dibutuhkan adalah hiburan yang mengarah kepada seksualitas, akibatnya banyak sekali menjamur tempat-tempat prostitusi di berbagai tempat yang ada di Kota Medan.

  Munculnya prostitusi menunjukkan benar Kota Medan memiliki perkembangan yang cukup pesat. Perkembangan tersebut dapat terlihat dari perkembangan bangunan-bangunan raksasa yakni berdiri megahnya hotel serta penginapan seperti bungalow serta motel, club malam, loungs, discotique, warung remang-remangg dan tempat hiburan lainnya.

  Memberi ijin kepada tempat prostitusi merupakan hal yang bertentangan dengan norma-norma sosial karena dalam berbagai sudut pandang dan pemahaman apapun kegiatan prostitusi tetap merupakan pelanggatan dalam nilai-nilai kemanusiaan terutama etika masyarakat Indonesia yang dikenal menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan budaya yang masih mendarah daging. Begitupula suatu lokalisasi dimana suatu tempat dilegalkan untuk tempat mencurahkan nafsu seksualnya kepada lawan jenis yang bukan suami ataupun isterinya.

  Praktik-praktik prostitusi yang masih berjalan sampai saat ini di lokalisasi menimbulkan pro dan kontra di dalam masyarakat. Masyarakat yang pro ataupun mendukung kegiatan prostitusi menganggap kegiatan tersebut merupakan hak azazi setiap manusia dikarenakan berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan baik itu kebutuhan batiniah ataupun pemenuhan kebutuhan ekonomi yang dilakukan dengan transaksi dan persetujuan kedua belah pihak dan mendapatkan imbalan tertentu oleh karena itu pihak yang pro terhadap prostitusi berpendapat tidak ada alasan untuk melarang pembangunan lokalisasi. Di lain sisi pihak yang tidak mendukung ataupun kontra dengan prostitusi menganggap hal tersebut merupakan penyimpangan sosial yang bertentangan dan membawa pengaruh yang tidak baik terhadap kehidupan sosial masyarakat.

  Praktik-praktik prostitusi di lokalisasi dianggap masyarakat merupakan bagian dari lemahnya pemerinta dikarenakan hal tersebut berkaitan dengan kebijakan pemerintah sendiri, dimana pemerintah diberikan sebuah wewenang untuk membuat suatu kebijakan dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat. Oleh kareana itu, lokalisasi yang memberikan dampak buruk bagi kenyamanan masyarakat seharusnya ditutup. Beberapa usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam penutupan lahan prostitusi tersebut tetap saja tidak memberikan fungsi yang memuaskan, beberapa penginapan hanya menghentikan operasionalnya untuk sementara saja lalu membuka

  Kota Medan memiliki bebarapa tempat yang apabila hari menjelang malam maka daerah tertentu berubah menjadi tempat untuk pertemuan antara wanita dan pria dewasa.

  3.4.1.2.1. Jalan Nibung Raya dan Jalan Gajah Mada atau Jalan Iskandar Muda antara

  Mall Ramayana dan Medan Plaza

  Jalan Nibung Raya di Kecamatan Medan Petisah berderet tempat-tempat prostitusi dengan tampilan salon dan spa tetapi mereka menyediakan fasilitas lebih dengan wanita-wanita yang akan menemani pengunjung laki-laki yang ingin mendapatkan pijatan sampai pada bagian tubuh vital. Tidak jauh dari Jalan Nibung Raya terdapat lagi sebuah kawasan prostitusi dimana pada siang hari lokasi ini merupakan sebuah showroom mobil yang berada pada sebuah ruko-ruko yang berderet memenuhi jalan menuju kawasan Jalan Nibung Raya. Pada malam hari

  

swohroom mobil tersebut berubah menjadi kawasan yang senyap dikarenakan

  kegiatan prostitusi mulai beroperasi. Lantai dua sebuah swohroom mobil merupakan bangunan hotel kelas melati yang digunakan sebagai wadah untuk melakukan hubungan seksual.

  Menuju Jalan Gajah Mada dan Iskandar Muda dimana pada siang hari terlihat sangat ramai dilalui oleh kendaraan yang hilir mudik menuju pusat kota, namun sepanjang jalan ini apabila hari sudah menjelang malam maka suasana akan berubah seperti pameran-pameran wanita di Kota Medan. Daerah ini terkenal dengan wanita yang menjaja seks secara langsung tanpa perantara atau germo. Para wanita-wanita ini datang dari berbagai wilayah dan mereka juga tidak saling mengenal satu sama yang lainnya.

  Wanita tuna susila yang ingin melakukan transaksi tidak menggunakan modal apapun selain keberanian mereka untuk berdiri dan menggunakan busana dan make

  

up yang sedikit mencolok agar para lelaki yang melewati jalan ini memilih mereka

  untuk pemuasan seksual. Wanita-wanita tuna susila tersebut berdiri dipinggiran jalan raya dengan menggunakan pakaian ketat dan rok mini dengan memberikan senyuman-senyuman kecil yang dibantu penerangan oleh lampu jalan untuk memikat hati pengguna jalan yang hendak melintasi kawasan ini.

  Wanita-wanita tersebut ditemani pria yang merupakan pengemudi becak bermotor atau bentor dengan kesepakatan diantara keduanya, apabila wanita tuna susila mendapatkan kesepakatan transaksi dengan pria yang ingin menyewa tubunya maka si pengendara bentor akan siap mengantar serta menjemput wanita tuna susila tersebut. Mereka akan menemani para lelaki yang berani memberi tawaran dengan harga tinggi kepada mereka dan siap untuk menemani ke mana saja.

  Tidak hanya wanita melainkan pria yang berupa wanita atau disebut dengan waria terlihat berdiri disepanjang kuburan yang terdapat disana dengan busana dan dandanan mereka yang menyerupai seorang wanita maka waria-waria ini juga tidak ingin kalah bersaing dengan wanita tuna susila yang berada disekitar kawasan ini.

  3.4.1.2.2. Hotel antara Jalan Jamin Ginting menuju Pancur Batu Hotel-hotel di Pancur Batu

  Bisnis yang berbau prostitusi dari waktu ke waktu tidak akan pernah habisnya. Hampir diseluruh lapisan dunia memiliki kegiatan prostitusi. Di Kota Medan prostitusi juga terkenal dimulai dari prostitusi terselubung sampai pada prostitusi yang terang-terangan menunjukan kegitan pemenuhan nafsu seksual. Para pekerja seksual ataupun wanita tuna susila terlihat dari berbagai kalangan usia dimulai dari belia sampai pada wanita yang mulai menua.

  Prostitusi yang beroperasional secara terang-terangan biasanya wanita tuna susila menjajakan dirinya di pinggir jalan dengan dandanan semenarik mungkin serta pakaian yang menunjukan auratnya. Sedangkan prostitusi terselubung biasanya menunjukan suatu tempat sebagai tempat berusaha seperti salon, pijat refleksi, karoke, oukup, dan hotel. Tampilan bangunan membuat beberapa pendatang tidak dapat membedakan usaha dan tempat terselubung yang menyediakan fasilitas prostitusi. Masyarakat akan mengetahui perbedaannya ketika mereka mulai masuk ke tempat yang berkedok usaha tersebut.

  Sepanjang Jalan Jamin Gintng menuju Pancur Batu hampir semua hotel yang terlihat memiliki perhatian khusus terutama hotel melati, hotel bintang satu, hotel bintang dua tidak steril dari prostitusi. Keberadaan hotel-hotel tersebut diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat di Kota Medan merupakan hotel yang memiliki prostitusi yang terselubung atau hotel di sepanjang Jalan Jamin Ginting dan Pancur Batu rawan dengan perbuatan mesum. Bangunan yang berbentuk penginapan tersebut menyediakan fasilitas sebagai tempat pemuasan nafsu seksual ataupun prostitusi.

  Bungalow atau hotel-hotel kecil ini berada dipinggiran Kota Medan. Tempatnya memiiki bentuk-bentuk bangunan yang bervariasi ada yang memiliki kenyamanan dengan fasilitas ac dan televisi dengan harga yang sangat murah dan ada juga yang hanya terbuat dari tepas-tepas saja.

  Hotel yang berada disekitaran jalan tersebut terdapat panti pijat, oukup dan karoke. Ketika hari mulai menjelang petang hotel tersebut dikunjungi oleh tamu- tamu baik yang ingin menikmati pijatan ataupun berendam, ada pula tamu yang datang hanya untuk menginap sebentar dengan pasangan kencannya. Oukup yang terdapat dalam hotel member fasilitas kepada tamu yang berkunjung yaitu pegawai yang memberi jasa pijat atau penjaga pemandian air hangat tersebut juga menjajakan diri mereka dalam pemenuhan seksual kepada setiap tamu yang berkunjung ke hotel tersebut. Demikian juga bagi tamu yang datang karoke bisa langsung memesan wanita dan langsung menyewakan kamar. Ada juga beberapa pengunjung mendapatkan penawaran dari bell boy untuk memberi fasilitas dengan menyediakan wanita-wanita pemuas seksual untuk para tamu-tamu pria.

  Tarif sewa kamar hotel kelas melati tersebut relatif murah berkisar antara Rp. 50.000 sampai Rp. 120.000 tergantung bagaimana keadaan kamar. Kamar yang seharga Rp. 50.000 hanya menyediakan tempat tidur dan kamar mandi didalam kamar tersebut, sedangkan kamar seharga Rp. 120.000 menyediakan fasilitas televisi, springbed, ac, kamar mandi didalam ruangan. Untuk kamar dengan harga termahal hotel memberikan kenyamanan seperti bentuk dekorasi ruangan yang bagus, ruangan yang wangi, serta memberikan alat-alat bantu untuk keperluan mandi.

  Layanan yang lebih dari hotel diberikan dengan berbagai macam tawaran, dimulai dengan sentuhan-sentuhan ringan ke daerah vital sampai kepada berhubungan badan memiliki harga yang berbeda-beda. Wanita-wanita yang terdaftar sebagai pegawai di hotel kelas melati tersebut memberikan penawaran harga antara Rp. 150.000 sampai dengan Rp. 250.000 diluar dari biaya oukup, karoke, ataupun fasilitas pemijatan.

  Hotel-hotel tersebut kerap kali diadakan pembersihan lokasi dimana rajia yang dilakukan dengan memeriksa kartu tanda pengenal para pegawai, sulitnya penggusuran atau penutupan usaha penyaluran prostitusi yang berkedok hotel dikarenakan beberapa hotel yang ada di sekitar Jalan Jamin Ginting menuju arah Pancur Batu memiliki ijin usaha yang kerap kali ditunjukan oleh pengelola hotel kepada dinas pariwisata sehingga tidak banyak yang dapat dilakukan untuk penutupan hotel tersebut.

  3.4.1.2.3. Bandar Baru Medan Hotel di Bandar Baru

  Menuju ke arah Berastagi dari Kota Medan bernuansa seperti puncak ditemukan beberapa lakalisasi prostitusi yang paling terkenal di Medan. Di kawasan ini banyak terlihat bungalow-bungalow atau hotel kelas melati, hampir seluruh masyarakat yang tinggal di Medan mengetahui tempat ini yang dikenal dengan Kelurahan Bandar Baru, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo. Bungalow- bungalow disini memang terlihat secara sengaja dibangun untuk tempat prostitusi dengan kualitas kamar yang berbeda sesuai dengan harga yang ditawarkan kepada pengunjung yang ingin mneginap bersama pasangannya. Harga yang tawarkan relatif murah dimulai dari harga Rp. 50.000 sampai dengan Rp.80.000 yang sangat jauh berbeda dari harga villa di puncak.

  Harga-harga yang ditawarkan sesuai dengan fasilitas yang diberikan. Salah satu contoh kamar hotel Bungalow Latersia di Berastagi dengan harga Rp. 60.000 menyediakan tempat tidur springbed berkaki enam, dengan cermin dua buah kursi didalam kamar, satu buah lemari yang terbuat dari bamboo, kamar mandi dengan fasilitas bathup, di depan kamar terdapat ruang tamu dimana tamu-tamu yang berkunjung dapat menikmati kebersamaan mereka diruangan tersebut sambil menikmati suasana kabanjahe.

  Kondisi kamar di Bungalow Latersia, Berastagi Kondisi kamar mandi Bungalow Latersia, Berastagi Ruang tamu Bungalow Latersia, Berastagi

  Bagian teras Bungalow Latersia, Berastagi Di daerah ini terlihat wanita-wanita penjaja seks baik di siang hari ataupun malam hari. Ada seorang yang bertugas untuk menyediakan wanita-wanita tuna susila tersebut dan harga wanita-wanita itu sendiri ditentukan oleh perantara yang menyediakan fasilitas tersebut.

  Sepanjang jalan Bandar Baru ataupun lokalisasi-lokaslisasi yang berada di daerah yang berbeda di Kota Medan terdapat beberapa tiang-tiang yang bertuliskan pemakaian kondom sebagai alat kontrasepsi yang aman, hal tersebut memiliki pro dan kontra yang berasal dari masyarakat dimana penggunaan kondom memiliki arti bahwa seks bebas adalah perbuatan yang disahkan oleh pemerintah. Program pemerintah ini sendiri sebenranya bertujuan untuk mengurangi angka penyakit HIV/AIDS di Indonesia yang masih tergolong sangat tinggi dikarenakan hubungan seksual yang berisiko yang disebabkan oleh bergantian pasangan, selain itu program penggunaan kondom ini ditujukan untu menahan jumlah kepadatan penduduk dari angka kelahiran serta membantu program keluarga berencana.

  Berbagai jenis dan harga kondom diciptakan agar pasangan yang berhubungan badan memiliki rasa aman serta kenyamanan, dimana hal ini dilakukan yang juga dikarenakan untuk membangun program pemerintah. Kondom sendiri merupakan alat kontrasepsi yang aman dalam berhubungan badan, proses kerja kondom yaitu dengan menjadi penghalang atau menutup jalannya sperma yang diperlukan untuk membuahi sel telur yang ada pada wanita.

   Tekstur bunga Rose serta double fit Rp. 46.000

   Kondom bertekstur gerigi (vibra ribbed) Rp. 46.000

   serasa tidak memakai apapun Rp. 150.000

   serasa tidak memakai apapun Rp. 58.000

   Tekstur bunga Rose serta double fit Rp. 15.000

   Kondom bertekstur gerigi (vibra ribbed) Rp. 15.000

   classic, superthin n soft...dari kondom no 1 di Jepang Rp. 45.000

   classic, superthin n soft...dari kondom no 1 di Jepang Rp. 14.800

   kondom Jepang bertekstur bentol-bentol dilengkapi gel warna hijau yang asyik Rp. 18.000

   serasa tidak memakai apapun Rp. 150.000

   Tekstur bunga Rose serta double fit Rp. 15.000

   Kondom tertipis di dunia, hanya 0.02 mm Rp. 310.000

   Dilengkapi dengan cincin vibrator Rp. 55.000

  

   Rp. 85.000 Rp. 9.000

   Rp. 9.800

   Rp. 14.000

   Rp. 52.000

  3.4.1.3. Sejarah Prostitusi Prostitusi merupakan suatu perilaku yang menyimpang dalam sebuah masyarakat dimana prostitusi ini sendiri sudah menjadi salah penyakit masyarakat yang meradang diseluruh kelas sosial masyarakat dikarenakan kebutuhan seksual sendiri merupakan kebutuhan batiniah yang dianggap normal dan dimiliki oleh seluruh manusia. Prostitusi merupakan fenomena yang akan selalu ada dalam setiap aspek kehidupan manusia.

  Prostitusi berasal dari bahasa Latin pro-situere yang memiliki arti membiarkan diri kita bebas berbuat zina. Pelaku perbuatan zina disebut dengan pelacur atau tuna susila, dimana pelacur ini merupakan profesi yang dijalani dengan menjual jasa untuk memberi kepuasan seksual kepada pelanggan yang membutuhkan pelayanan batniah dengan cara menyewakan tubuhnya.

  Di kota-kota penting di Yunani kuno prostitusi merupakan suatu hal yang umum. Kota-kota penting tersebut memiliki banyak pelabuhan-pelabuhan dengan berbagai aktifitas disekitarnya sehingga terdapat banyak masyarakat yang bekerja dan prostitusi ini sendiri merupakan hal yang penting dalam sebuah kegiatan ekonomi. Di Yunani kuno prostitusi bukanlah hal yang diharamkan atau dirahasiakan, banyaknya aktifitas yang terjadi di kota ini menganggap kegiatan ini merupakan sumber pendapatan dengan kepemilikan penginapan dan pembelian gadis-gadis muda yang ditinggalkan ayahnya sebagai budak.

  Prostitusi independen ataupun pelacur independen merupakan pelacuran yang memiliki kelas yang jauh lebih tinggi dikarenakan penjaja seks ini menampilkan kualitas yang berbeda dengan pesona yang dimilikinya untuk calon pembeli mereka yang memiliki strata sosial yang lebih tinggi. Kondisi sosial pelacur di Yunani kuno sulit untuk diketahui pasti seperti apa, sebagai perempuan mereka sudah merasa terasing diantara masyarakat lainnya.

  Yunani kuno tidak hanya memiliki pelacur wanita saja, tetapi banyak juga terdapat pelacur laki-laki yang beberapa diantaranya ditujukan kepada pembeli perempuan. Keberadaan mereka sebagai gigolo saat itu ditujukan kepada wanita tua yang menghabiskan semua uangnya kepada kekasih mudanya tersebut. Keberadaan prostitusi laki-laki dalam jumlah yang sangat besar menunjukan bahwa jumlah laki- laki tidak hanya memiliki keterbatasan pada kelas sosial saja. Gigolo-gigolo muda tersebut juga memiliki perlindungan hukum yang sama dari segala jenis kekerasan- kekerasan apabila sewaktu-waktu mereka mendapatkan serangan dari perempuan tua yang membeli mereka.

  Prostitusi dianggap merupakan suatu profesi yang sangat tua dimuali dari kota di Yunani kuno, walaupun prostitusi sudah mendarah daging disuluruh lapisan dunia masih saja prostitusi tersebut menimbulkan masalah-masalah didalam lingkungan sosial masyarakat yang dalam keadaan seperti apapun prostitusi tersebut tidaklah dibenarkan oleh agama. Norma-norma sosial juga jelas mengharamkan sebuah prostitusi walaupun dengan alasan kebutuhan batiniah, selain itu dunia kesehatan senidiri juga telah menunjukkan bagaimana bahaya-bahaya yang diakibatkan oleh hubungan badan secara bebas ditengah-tengah masyarakat salah satunya adalah penyakit kelamin yang dapat ditularkan dengan cara berhubungan badan.

  Kebutuhan batiniah yang seperti apapun bentuknya tetap saja prostitusi dianggap sebagai suatu perilaku menyimpang dalam sebuah masyarakat. Prostitusi melihat bagaimana tingkah laku khusus yang menentang nilai-nilai, norma serta moral masyarakat.

  Ada beberapa jenis prostitusi menurut Ayu (2011). Prostitusi menurut aktivitasnya yaitu : 1.

  Prostitusi yang Terdaftar.

  Pada umumnya mereka dilokalisasi dalam satu daerah tertentu. Penghuninya secara periodik harus memeriksakan diri pada dokter atau petugas kesehatan dan mendapatkan suntikan serta pengobatan, sebagai tindakan kesehatan dan keamanan umum. Pelakunya diawasi oleh kepolisian yang bekerja sama dengan Jawatan Sosial dan Jawatan Kesehatan . Namun kenyataannya cara ini tidaklah efisien karena kenyataannya tidak adanya kerja sama antara pelacur dengan petugas kesehatan.

  2. Prostitusi yang Tidak Terdaftar.

  Mereka yang melakukan prostitusi secara gelap-gelapan dan liar, baik secara perorangan maupun dalam kelompok. Perbuatannya tidak terorganisasi dan tempatnyapun tidak tertentu, sehingga kesehatannya sangat diragukan.

  Prostitusi menurut jumlahnya yaitu : 1.

  Prostitusi yang beroperasi secara individual. Merupakan single operator. Sering disebut dengan pelacur jalanan. Mereka biasanya mangkal di pinggir jalan, stasiun maupun tempat-tempat aman lainnya. Para pelacur ini menjalankan profesinya dengan terselubung.

  2. Prostitusi yang bekerja dengan bantuan organisasi dan sindikat yang teratur rapi.

  Jadi, mereka tidak bekerja sendirian melainkan diatur melalui satu sistem kerja suatu organisasi. Biasanya dalam bentuk rumah bordir, bar atau casino.

  Prostitusi menurut tempat penggolongan atau lokalisasinya yaitu:

  1. Segregasi atau lokalisasi, yang terisolasi atau terpisah dari kompleks penduduk lainnya. Seperti lokalisasi Silir di Solo dan Gang Dolly di Surabaya. Meskipun lokalisasi ini sudah tidak ada namun para pelacur masih beroperasi yaitu di pinggir jalan, hek malam dan mereka merupakan pelacur kelas bawah yang bekerja sama dengan sopir becak dan para pedagang.

  2. Rumah-rumah panggilan. Rumah-rumah panggilan ini memiliki ciri khusus dimana hanya pihak yang terkait saja yang mengetahuinya. Selain itu kegiatannyapun lebih terorganisir dan tertutup.

  3. Dibalik front organisasi atau dibalik bisnis-bisnis terhormat (salon kecantikan, tempat pijat, rumah makan, warnet, warung remang-remang, dll). Disini sudah memiliki jaringan yang baik dan terorganisir. Tidak sedikit yang melibatkan orang-orang terhormat maupun pihak keamanan yaitu polisi.

3.5. Jadwal Kegiatan

  Bulan ke- Kegiatan

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  7

  8

  9 ACC Judul x Proposal x x x Seminar Proposal x x x Revisi Proposal Penelitian Lapangan x x Pengumpulan dan x x x Interpretasi Data Bimbingan Skripsi x x x x x Penulisan Laporan Sidang Meja Hijau x

BAB IV Perilaku Seksual “Dating Couples” di Kota Medan

4.2. Mengenal Para Responden

  Penelitian ini dilakukan dengan informan pertama AT merupakan informan yang juga memiliki hubungan dengan lelaki yang bukan suaminya. Dari informan pertama ini selanjutnya membawa peneliti untuk lebih dalam lagi memasuki dunia perselingkuhan dan mengenalkan peneliti kepada informan-informan yang lainnya serta membantu peneliti dalam memberikan informasi-informasi mengenai “dating couples ”.

4.2.1. Informan I, AT (Ibu Rumah Tangga)

  Informan pertama adalah Agelina Tampubolon (AT) merupakan seorang ibu rumah tangga beragama keristen tinggal di Jl. Jati – Perumnas Simalingkar. AT lahir di Sibolga 17 Agustus 1968 ini hanya menyelesaikan pendidikannya di bangku sekolah menengah atas ( SMA). AT menikah dengan seorang pria perantauan Medan berinisial HHS ketika AT berusia 19 tahun dan memiliki anak ketika ia berumur 21 tahun. Pria yang menikahinya memiliki orang tua yang masih bersifat tradisional dikarenakan untuk suku batak AT hampir saja dianggap mandul karena lama diberi momongan, hal tersebut sempat membuat keluarga dari pihak suami untuk memisahkan mereka dikarenakan HHS merupakan putera pertama dimana dalam adat batak putera pertama merupakam putera yang membawa nama baik keluarga. Namun, dikarenakan rasa cinta yang dimiliki AT dan HHS mereka tetap bertahan dan akhirnya penantian selama dua tahun itu terkabul dengan kelahiran puteri pertama mereka.

  Tidak lama setelah kelahiran puteri pertama HHS mengalami sakit parah dan pada kondisi seperti itu AT mengandung anak yang kedua. HHS yang hanya terbaring lemah di rumah sakit tidak dapat melakukan apa-apa. Semantara AT dan keluarga suaminya masih saja berselisih paham dikarenakan anak pertama mereka merupakan seorang wanita. Selama AT mengandung anak yang kedua AT tidak terlalu memperhatikan asupan vitamin untuk anak kedua mereka dikarenakan AT sendiri yang merawat suaminya pada saat keritis. AT sempat mengaku bahwa ia telah mencoba berulang kali untuk menggugurkan anak nya dengan anggapan bahwa apabila suaminya meninggal maka anak kedua ini akan merasakan kesulitan dikarenakan AT membesarkan anak-anaknya, tetapi niat tersebut gagal dan AT tetap melahirkan puteri kedua mereka. Setelah dua tahun berlangsung setelah lahirnya puteri kedua itu HHS meninggal dunia dengan beberapa konflik didalam keluarga pihak suami.

  AT yang merasakan kehilangan mencoba hidup tegar sendiri sehingga akhirnya menikah dengan pria yang berbeda agama dengannya namun tidak dikaruniai seorang anak. Pernikahan tersebut tidak berlangsung lama dan mereka akhirnya memutuskan untuk bercerai dikarenakan ketidaksepahaman antara kedua keluarga mereka. Pada saat itu AT membesarkan kedua anaknya dengan berjualan nasi goreng di kios kecil yang mempertemukannya lagi dengan seorang pria lajang tua dan akhirnya mereka memutuskan untuk menikah pada saat anak-anak AT beranjak remaja. Perekonomian AT bersama suami barunya semakin membaik dikarenakan kebersamaan dan rasa saling percaya diantara keduanya. Namun, kepercayaan suami disalahgunakan oleh AT.

  AT yang sering ditinggalkan suaminya keluar kota untuk mencari nafkah merasakan kesepian dirumah dikarenakan tugasnya sebagai ibu untuk merawat dan membesarkan kedua puterinya sudahlah tidak terlalu rutin dikarenakan kedua puterinya sudah tumbuh remaja dan sibuk dengan aktfitas masing-masing. AT yang merasakan kesepian mencoba mengikuti teman-teman untuk masuk ke dunia malam dan menghabiskan waktunya di warung remang-remang. Hal ini membuat AT bertemu dengan orang-orang baru dan melakukan komunikasi yang baik dan hal tersebut juga dilakukan dengan lawan jenisnya sehingga tanpa disadari mereka memiliki rasa ketertarikan dan melakukan pertemuan-pertemuan berikutnya.

  Dari pertemuan-pertemuan yang dilakukan AT membuka sebuah salon kecantikan di ruko milik kekasih gelapnya ES yang merupakan seorang polisi bagian penangkapan narkoba. Hubungan mereka berjalan setahun lebih sampai akhirnya mereka berpisah. Selanjutnya AT berkencan dengan pria yang sering disebut dengan Sembiring Aek Nabara (SAN), kedekatan mereka diketahui oleh kedua puteri AT.

  Wawancara 7 April 2013 “.. anak-anak ku gak ada ngomong apa-apa mereka diam aja, cuman

  

si Sembiring itu uangnya banyak, ya samalah dengan suami ku,

cuman aku bilang aja ke anak-anakku kalau mau isi pulsa minta aja..

lumayanlah mereka masih anak sekolahan dan pulsa yang diisi pun

limapuluh ribu buat seminggu…

  Setahun lebih hubungan gelap yang dijalani itu berakhir tanpa kata perpisahan dikarenakan suami AT mengalami penurunan ekonomi dan AT memfokuskan pikirannya kepada keluarganya dan AT yang ibu rumah tangga menjadi wirausaha. Setelah perekonomian mereka kembali stabil AT kembali menjalani hubungan diluar pernikahan.

  Hubungan tersebut dijalani tanpa diketahui oleh suami AT walaupun diakui k anak-anak AT berusaha memisahkannya dengan pasangannya tersebut tetapi tetap saja AT tidak menghiraukan perkataan tersebut. AT mengakui bahwa selama bertahun-tahun menikah dengan lajang tua itu dia tidak pernah disentuh ataupun diberi kebutuhan batiniah selayaknya suami dan isteri, hal ini yang dijadikan AT sebagai alasannya melakukan perselingkuhan.

  Wawancara, 9 Mai 2013 ”…bertahun-tahun kami nikah gak pernah kayak gituan. Jangankan

  

itu, ciuman aja gak pernah kami. Paling dia cium kening ku dan peluk

aku aja… cuman sekedarlah, tapi dia tetap suami yang baik dan

sayang sama aku dan anak-anakku..

4.2.2. Informan II, CS (Guru/Pegawai Negeri)

  Informan kedua bernama Cathrine Sihombing (CS), beragama katholik tinggal di Jl. Rotan – Perumnas Simalingkar. CS merupakan seorang guru musik disalah satu sekolah menengah pertama (SMP). CS menikah dengan seorang pria suku nias dan memiliki tiga orang putera serta satu orang puteri sebelum akhirnya putera ketiganya meninggal dunia dikarenakan sakit. Mereka memutuskan berpisah tanpa ada status perceraian diantara keduanya.

  Wawancara, 16 Mai 2013 “… kalau di agama ku tidak ada yang namanya perceraian, lagian

  

susah ngurus surat-surat cerai… tapi dia masih tetap komunikasi

sama anak-anak dan terkadang juga mengirim uang…

  CS mengganggap perpisahan bukanlah akhir segala hubungan. Tidak ada yang bisa memutuskan hubungan bapak dan anaknya. CS tidak menginginkan perpisahannya dengan sang suami juga merupakan perpisahan bapaj dan anaknya. Oleh karena itu komunikasi CS dan suaminya masih berjalan dengan berpatokan dengan anak-anaknya meskipun diantara keduanya sudah tidak lagi bisa menjalin komuikasi dalam rumah tangga yang baik. Suami CS yang kini bekerja di Nias sudah enam tahun tidak mengunjungi anak-anaknya di Medan walaupun masih ada komunikasi kepada anak-anaknya dan membelanjai kebutuhan anak-anaknya.

  Beberapa kali CS menjalin hubungan dengan pria yang dia temui di warung remang-remang tetapi tidak ada satupun yang diajak untuk serius disamping pria-pria yang ia temui juga memiliki isteri masing-masing. CS hanya menganggap hubungan yang dijalani hanya sekedar disamping CS sendiri juga tidak benar-benar memiliki status bercerai dengan sang suami.

4.2.3. Informan III, HS (Ibu Rumah Tangga)

  Informan ketiga bernama Hotrina Br.Sembiring ( HS/Biring), wanita berusia 46 tahun ini beragama keristen, tinggal di Jln. Jati – Perumnas Simalingkar. HS memiliki seorang puteri yang dibesarkan sendiri, HS mengakui bahwa anak yang dia lahirkan merupakan anak di luar pernikahan yang sah sampai pada akhirnya dia bertemu dengan seorang pria yang ia temui di terminal angkutan kota. Namun dalam pernikahan resmi dengan pria yang berprofesi supir angkutan kota tersebut tidaklah dikaruniai seorang anak. HS kembali hidup sendirian ketika suami tercinta meninggal dunia.

  HS kembali membesarkan puteri tunggalnya itu sendiri dengan segala keterbatasan, pada saat itu HS menjalani hubungan dengan beberapa pria untuk membantu menghidupi dirinya dan anaknya. Sampai pada saat anaknya tumbuh dewasa dan akhirnya menikah. Tidak sampai disitu HS kembali hidup sendirian dan menghabiskan waktunya hampir di setiap harinya di warung remang-remang. HS yang sering terlihat bersama pasangan diluar dari pernikahannya di warung remang- remang dan menjalin hubungan dengan seorang pria yang memiliki isteri selama dua tahun.

  Menurutnya pernikahan hanyalah sebuah ikatan tanpa dapat memastikan bahwa pernikahan akan membawa kebahagiaan sejati, terbukti dia masih tetap menjalani hidupnya dengan kesendirian tanpa seorang suami dan anak disampingnya. HS hidup dengan mengontrak sebuah rumah bersama beberapa teman-teman yang ia temui di warung remang-remang. HS mengatakan bahwa hidup yang dia jalani sekarang lebih tenang dari pada pernikahannya yang beberapa kali mengundang keributan.

  Beberapa kali HS juga merasakan kesepian ketika ia melihat seorang keluarga utuh seperti tetangga-tetangga lainnya yang berada dilingkungan kontrakan HS. HS juga merupakan seorang wanita yang pernah melahirkan puteri yang kini tinggal bersama suaminya, untuk beberapa kali HS melakukan komunikasi melalui telepon padahal anak kandunganya tersebut juga tinggal di daerah tempat tinggal HS yaitu di Perumnas Simalingkar Medan. Namun hal tersebut tidak membuat HS merasa tersinggung dengan anaknya tersebut karena HS menyadari bahwa anaknya juga memiliki tanggung jawab kepada keluarga barunya tersebut sehingga HS tidak ingin mengganggu kebahagiaan puteri tunggalnya.

4.2.4. Informan IV (Penyanyi di Warung Remang-remang)

  Informan keempat ini bernama Sungam Br. Ginting atau biasa dipanggil dengan Unjuk Sungam (US), beragama Islam tinggal di Jln. Jati – Perumnas Simalingkar. Ibu tiga anak ini berprofesi sebagai penyanyi di warung remang- remang untuk membiayai hidup anak-anaknya. US bercerai dengan suaminya karena diketahui bahwa sang suami lebih memilih hidup bersama dengan wanita lain yang alasan jelasnya tidak diceritakan oleh US. Selama tiga tahun US menjadi penyanyi di Palar Café. US mulai bekerja pada pukul lima sore sampai jam sembilan malam.

  Profesi seorang penyanyi warung remang-remang bukanlah cita-cita yang diinginkan seorang wanita, namun dengan segala keterbatasan wanita yang hanya menamatkan pendidikan dibangku SMP ini mengakui kesulitan mendapatkan pekerjaan dikarenakan keterbatasan di dunia pendidikan. Seiring waktu dan keterbiasaan pekerjaan tersebut dinikmati agar tidak terjadi kejenuhan. Palar Café memulai operasional sekitar pukul satu siang dengan dan memulai hiburan live music sekitar pukul lima sore dengan tamu paling sedikitnya lima puluh sampai delapan puluh orang di café ini memberi fasilitas agar tamu juga dapat bernyanyi satu sampai dua lagu saja. Hal tersebut membuat US semakin menganggap bahwa pekerjaan sebagai penyanyi warung remang-remang tidaklah sulit dikarenakan tidak harus menyanyi selama empat jam tanpa berhenti.

  Wawancara, 21 Mei 2013

  

“… gak capek kok, soalnya tamu yang datang ke sini juga banyak

yang menyanyi, tamu dijatah cuman sampai dua lagu aja biar tamu

yang lainnya juga bisa nyanyi… gaji sebulan cuman 800ribu tapi

banyak juga tamu disini yang kasih tips buatku, lumayanlah…”

  US pernah menjalin hubungan dengan seorang pria yang sering berkunjung ke Palar Café. Rasa cinta US kepada ALI sangat mendalam sehingga US memberikan apa saja kepada ALI, tetapi US juga mengakui bahwa ALI juga menjaga US sepenuh hati dan sering mengantar jemput US ketika sedang bekerja.

4.2.5. Informan V, MJ (Ibu Rumah Tangga)

  Murni (MJ) seorang wanita muslim berumur 48 tahun, bertempat tinggal di Jln. Tanjung Morawa. MJ seorang ibu rumah tangga yang memiliki tiga orang anak. MJ memiliki seorang suami yang berada di kota Pekanbaru untuk mencari nafkah. Bagi MJ pernikahan adalah segalanya walau sering kali MJ berganti pasangan yang ditemuinya di warung remang-remang. Rutinitas yang dilakukan MJ ke warung remang-remang merupakan ungkapan rasa bosannya dikarenakan tidak mempunyai aktifitas apapun di rumah. Dengan segala fasilitas yang diberikan oleh sang suami dan anak-anak yang beranjak dewasa, MJ merasa tidak mempunyai beban apa-apa lagi dalam mengurusi kebutuhan keluarga walaupun bagi MJ sendiri keluarga adalah segalanya tetapi tetap saja hobi MJ berkunjung ke warung remang-remang tidak terhanti.

  Empat tahun yang lalu MJ terserang kanker payudara yang membuatnya semakin jenuh dengan keadaan yang ada. Kesibukan suami dan anak-anaknya yang sangat dimengerti MJ dan akhirnya memilih untuk mencari pergaulan lain yang dapat memberikan semangat baru. Dari sini lah MJ mulai memsauki kehidupan malam di warung remang-remang dan menemukan teman-teman di lingkungan baru mendukung MJ untuk memilih pengangkatan payudara agar kanker tidak menyebar dan menggrogoti tubuh MJ. Setelah sembuh dari penyakit tersebut MJ tetap melakukan rutinitas tersebut, tetapi hal tersebut tidaklah diketahui oleh suami dan anak-anaknya.

  Wawancara, 25 Mei 2013 “… orang dirumah gak ada yang tau aku suka ke sini, kalau bisa

  

mereka jangan sampai tau. Seminggu bisa sampai dua kali ke sini

ketemu sama teman-teman dan nyanyi-nyanyi…”

4.2.6. Informan VI, SAN (Wiraswasta)

  Informan ke enam bernama Pradil Sembiring atau sering disebut dengan Sembiring Aek Nabara (SAN), pria berusia 53 tahun ini beragama Islam tinggal di Jln. Vanili – Perumnas Simalingkar. SAN seorang pengusaha kelapa sawit di Aek Nabara. Dahulu SAN hanyalah seorang pria biasa yang menghabiskan masa mudanya dengan berjualan sayur di Kabanjahe sehingga akhirnya dia bertemu dan menikah dengan seorang wanita yang memiliki satu anak namun telah ditinggal suaminya meninggal. Wanita yang berumur delapan tahun lebih tua dari SAN memiliki kebun kelapa sawit warisan orang tua nya yang kini dikelolah oleh SAN.

  Keluarga SAN memiliki kebahagiaan penuh dengan melengkapi kebutuhan pendidikan anak-anaknya. Anak tiri SAN merupakan seorang polisi, puteri pertamanya seorang dokter muda, puteri keduanya seorang mahasiswa di Universitas Sumatera Utara, dan putera terakhirnya berada di bangku sekolah menengah atas (SMA).

  SAN mengakui bahwa rutinitas bisnis yang dijalankannya terlalu menyita pikiran dan tenaganya, sementara SAN pria produkif yang masih membutuhkan rasa mesra dari seorang wanita. Namun, hal tersebut tidaklah diperolehnya lagi dari isterinya karena kondisi fisik isteri yang lebih tua dan telah menunjukan proses menopose. Perubahan fisik dan sikap isteri yang selalu marah ketika SAN pulang ke Medan mengunjungi keluarga membuat SAN merasa tidak nyaman berada dirumah karena tidak disambut dengan baik sehingga untuk menghindari keributan yang terjadi di rumah membuat SAN kerap sekali mengunjungi warung remang-remang untuk mendapatkan hiburan.

  Pada tahun 2007 SAN bertemu dengan seorang wanita di warung remang- remang berinisial AT. Mereka menjalin hubungan selama dua tahun. Seperti layaknya remaja yang sedang jatuh cinta SAN sering menjemput AT dan keduanya bersama pergi ke warung remang-remang.

  Wawancara SAN, 19 Mei 2013

  

“… sering antar jemput ke café bareng, disana enak ngbrol karena

gak ada keluarga yang kenal kami disitu…”

  Kebutuhan batin yang seharusnya dilakukan oleh pasangan suami dan isteri terlihat pada “dating couple” ini, dikarenakan antara AT dan SAN mengakui bahwa hal tersebut juga mereka lakukan. Selepas dari kunjungan ke warung remang-remang mereka melanjutkan tujuan ke hotel terdekat dimana tidak ada yang mengganggu hubungan keduanya.

  Wawancara AT, 9 Mai 2013

  

“… awalnya didasari rasa sayang, walaupun aku bukan isterinya tapi

aku menganggap dia itu suami ku. Aku hanya bertindak selayaknya

aku seorang isteri yang melayani suami dan dia juga siap membantu

aku sebisanya…”

  Ketika hubungan itu berakhir dikarenakan AT terlibat masalah dengan keluarganya, SAN menyadari bahwa AT tidak mempunyai waktu lebih untuk menemaninya dan dengan obrolan serius antara keduanya mereka memutuskan untuk tidak lagi menjalin hubungan dikarenakan banyaknya keterbatasan yang ada. Namun hal tersebut tidaklah berhenti sampai disitu saja, SAN berulang kali menjalin hubungan dengan wanita-wanita lain walaupun tidak seserius ketika SAN menjalin hubungan dengan AT. Beberapa kali SAN dan AT bertemu di warung remang- remang namun keduanya tidak saling bertegur sapa.

  Wawancara SAN, 19 Mei 2013

  

“… beberapa kali kalau aku ke sini aku sering lihat dia, tapi aku juga

gak ngobrol sama dia. Bukan menghindari, tapi dia selalu sama pacar

barunya itu …”

4.2.7. Informan VII, BP ( Polantas )

  Mendatangkan Sembiring atau sering disebut dengan Biring Polisi (BP) berusia 53 tahun, menganut agama keristen tinggal di Jln. Tanjung Anom . BP adalah seorang pria yang merupakan pegawai pemerintahan bekerja sebagai polisi lalu lintas. Memiliki seorang isteri yang berpofesi sebagai guru. Dari pernikahannya BP dikaruniai tiga orang anak. Puteri pertamanya adalah seorang guru agama islam yang menamatkan perkuliahannya di Universitas Negeri Medan, putera keduanya seorang mahasiswa di Universitas Sumatera Utara dan anak ketiganya masih duduk di sekolah menengah atas (SMA).

  BP melakukan perselingkuhannya dengan rutinitas awalnya di warung remang-remang. Alasan mencari hiburan dan hobi minum tuak membuat BP sering terlihat di warung remang-remang. Selanjutnya BP mulai diperkenalkan dengan orang-orang baru termasuk lawan jenis dengan mengawali komunikasi ringan sehingga ingin mencoba kembali dalam suatu hal yang menurutnya baru. Perselingkuhan merupakan hal yang salah tetapi hal tersebut tetap saja dilakukan oleh BP karena BP hanya menganggap perselingkuhan yang dia lakukan adalah hal yang tidak serius dan bagaimanapun BP tetap memilih untuk bersama keluarganya. BP tidak terlalu berfikir bagaimana ketika isteri dan anak-anaknya mengetahui perselingkuhannya tersebut dikarenakan BP hanya menganggap hal tersebut adalah iseng.

  Wawancara, 25 Mei 2013

  

“…yah bagaimana nanti ya nanti lah itu, soalnya gimanapun yang

terjadi aku pasti milih sama keluargaku.. kalau isteri ku tau aku harus

minta maaf, karena aku memang yang salah…”

  4.2.8. Informan VIII, Edi Suranta ( Polisi )

  Informan ke-8 bernama Edi Suranta (ES) berusia 43 tahun, tinggal di Pancur Batu – Medan. Pria berusia 43 tahun ini memiliki seorang puteri dan tiga orang putera. ES juga merupakan seorang pegawai pemerintahan yang berprofesi sebagai polisi dibagian rasat serse narkotika. Obat-obatan terlarang yang sering ES geledah di warung remang-remang, Profesi yang dijalankan ES justru membawanya untuk ikut terlibat dalam penggunaan obat-obatan terlarang dan membuat ES ikut tergoda dengan wanita-wanita yang berada di warung remang-remang. ES mengakui beberapa kali berganti pasangan yang kebanyakan dia temukan ditempat tersebut.

  Bagi ES keluarga adalah segalanya, ES akan melakukan apa saja untuk menjaga keutuhan keluarganya. Namun prilaku ES menunjukan hal yang berlainan dengan komitmen ES. ES mengaku hal tersebut hanyalah untuk menghabiskan waktunya saja dikarenakan ES sendiri sering berada diluar kota untuk melakukan penangkapan-penangkapan narkotika.

  4.2.9. Informan IX, ALI ( Pemulung)

  ALI pria berusia 43 tahun adalah ayah dari dua orang putera dan seorang puteri. Pria muslim ini tinggal di Jl. Jati – Perumnas Simalingkar Medan berprofesi sebagai pengumpulan barang-barang bekas atau sering disebut sebagai pemulung. ALI merupakan ayah tunggal dimana sang isteri pergi meninggalkannya bersama dengan pria lain yang lebih dapat memenuhi kebutuhan ekonomi.