Studi Kasus Perilaku Seksual “Dating Couples” di Kota Medan.

(1)

Proposal Skripsi

Studi Kasus : Perilaku Seksual “

Dating Couples”

di Kota Medan

Disusun Oleh:

Monica Christy S

NIM. 090901056

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ABSTRAK

Perselingkuhan merupakan suatu kedekatan antara laki-laki dan perempuan secara emosional dimana didalamnya tidak terikat oleh pernikahan yang akan menimbulkan masalah ataupun konflik. Masalah rumah tangga bisa bersumber dari mana saja, bisa dari suami, isteri, bahkan dari pihak ketiga. Karena itu, ketika rumah tangga diterpa masalah, bukan hanya suami yang dituntut untuk menyikapi dan mencari jalan keluar, isteripun harus ikut aktif dalam menyelesaikannya.

Teori interaksionisme simbolik menunjukan adanya simbol-simbol yang diberikan oleh “dating couples”. Simbol-simbol tersebut diberikan dalam berinteraksi dengan perilaku-perilaku menyimpang dalam sebuah pernikahan, dimana mereka terlibat dalam sebuah masalah keluarga dan mengalihkannya kepada hubungan khusus dengan orang lain yang bukan suami ataupun isterinya. Pengalihan interaksi oleh “dating couples” mengarah kepada hal yang bertentangan dengan norma-norma sosial sehingga menimbulkan suatu penyimpangan sosial. Perilaku yang menyimpang tersebut merupakan aktivitas perselingkuhan yang pada awalnya untuk menghilangkan beban dipikiran dengan kesenangan-kesenangan dari pihak ketiga. Jenis penelitian yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus.

Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pola tempat tinggal “dating couples” yaitu 1) berasingan rumah tetapi mempunyai rumah untuk tempat bertemu, 2) tanpa rumah tempat tinggal bersama, tetapi menjadikan rumah keluarga sebagai tempat pertemuan, 3) satu rumah bersama tanpa status pernikahan, 4) tanpa rumah yang dibina bersama, pertemuan hanya di warung remang-remang dan hotel, 5) tanpa rumah tempat tinggal, tanpa berhubungan seksual hanya bertemu hanya di warung remang-remang. Adanya pola pertemuan yang terlihat dalam “dating couples”, dimana mereka bertemu di 1) rumah salah satu “dating couples”, 2) warung remang-remang, 3) bungalow atau hotel kelas melati. Terlihat pula rutinitas pertemuan dalam “dating couples” yang disesuaikan dengan kegiatannya, yaitu ; 1) pertemuan dengan jadwal tertentu, 2) pertemuan dengan waktu yang tidak tertentu, 3) pertemuan setiap hari. Beberapa alasan yang menjadi latar belakang perilaku seksual “dating couples” adalah 1) pekerjaan suami yang berada di luar kota, 2)


(3)

terpengaruh kondisi lingkungan 3) kebutuhan seksual yang tidak seimbang. Kualitas untuk bertahannya suatu hubungan terikat pada suatu komitmen yang dijalani bersama sebagai pedoman untuk suatu hubungan yang awet.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Studi Kasus Perilaku Seksual “Dating Couples” di Kota Medan. Keluarga merupakan sosialisasi primer dimana di dalam keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang diawali dengan sebuah pernikahan. Kesenjangan sebuah pernikahan dalam keluarga sering sekali terjadi dikarenakan beberapa faktor yang menimbulkan suatu perbedaan-perbedaan, hal ini menyebabkan suami ataupun isteri mencari kesenangan sendiri agar dapat terlepas dari segala beban yang berawal dari rumah tangga.

Berdasarkan hal tersebut diatas penulis membuat judul skripsi Studi Kasus Perilaku Seksual “Dating Couples” di Kota Medan yang merupakan syarat dalam memenuhi tugas akhir mengikuti perkuliahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP-USU).

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : Prof.Dr.Badaruddin, M.Si selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan Dra.Lina Sudarwaty, M.Si selaku Ketua Departemen Sosiologi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan. Prof. Rizabuana, M.Phil., Ph.D., selaku dosen pembimbing yang dengan kesabarannya membimbing penulis. Untuk itu penulis sangat berterima kasih dan semoga penulis berharap dapat membalas jasa dosen pembimbing.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih Ayah tercinta Alm. Halomoan Situmorang serta Ibunda Agustina Tamba dan Papa tersayang Drs. Telah Tarigan dan kakak tercinta Monalisa Gabriella Situmorang yang telah memberikan semangat dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.


(5)

Terima kasih banyak buat sahabat-sahabat sosiologi Ledy Yakin Ambarita, Lydia Melissa Bukit, Bertha Manurung, Nonni Tambunan, Angeline Sitompul, Pestauli Sitinjak, Dewi Septriya, May Yuliarti, dan teman-teman departemen sosiologi lainnya atas segala kebersamaan selama perkuliah hingga akhirnya menyelesaikan skripsi ini. Terlebih lagi kepada rekan kerja Coffee Cangkir Ahmad Fauzi, Hotbina Simanjuntak, Desvan Baruna dan Moch Zein yang ikut serta dalam membantu penelitian dan penyusunan tugas akhir ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Erickson Siboro ST dengan segala ketulusan dan kesabarannya memberikan dukungan dan bantuan dalam penelitian untuk penyusunan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap kerangka acuan skripsi ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada para pembaca pada umumnya dan pada penulis pada khususnya.

Medan, 18 Agustus 2013 Penulis

Monica Christy S


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFATAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR PETA ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.4.1. Manfaat Teoritis………..……….. . 7

1.4.2. Manfaat Praktis ... 7

1.5. Definisi Konsep ... 7

1.5.1. Perilaku Seksual ..………… ... 7

1.5.2. “Dating Couple” ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Penelitian TerdahulU ... 12

2.2. Landasan Teori ... 18

2.2.1. Teori Interaksionisme Simbolik ... 18

2.2.2 Teori Penyimpangan Sosial ... 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 25

3.1. Jenis Penelitian………..……... ... 25

3.2. Unit Analisis dan Informan……… ... 25

3.2.1. Unit Analisis ... 25

3.2.2. Informan……… ... 25

3.3. Teknik Pengumpulan Data……… . 26

3.3.1. Data Primer……….………… ... 26

3.3.2. Data Sekunder……… ... 26

3.4. Lokasi Penelitian ... 27

3.4.1. Deskripsi Wilayah dan Lokalisasi Prostitusi………27

3.4.1.1. Keadaan Geografis Kota Medan………... 28

3.4.1.2. Lokalisasi di Kota Medan……… ... 28

3.4.1.2.1. Jalan Nibung Raya dan Jalan Gajah Mada atau Jalan Iskandar Muda antara Mall Ramayana dan Medan Plaza.. ... 30

3.4.1.2.2. Hotel antara Jalan Jamin Ginting menuju Pancur Batu ... 32

3.4.1.2.3. Bandar Baru Medan ... 35

3.4.1.3. Sejarah Prostitusi ... 41

3.5. Jadwal Kegiatan... ... 44

BAB IV Perilaku Seksual “Dating Couples” di Kota Medan ... 45

4.1. Mengenal Para Responden ... 45

4.1.1. Informan I, AT (Ibu Rumah Tangga) ... 45


(7)

4.1.2. Informan II CS (Pegawai Negeri) ... 47

4.1.3. Informan III, HS (Ibu Rumah Tangga) ... 48

4.1.4. Informan IV, US (Penyanyi di Warung Remang-remang) ... 50

4.1.5. Informan V, MJ (Ibu Rumah Tangga) ... 51

4.1.6. Informan VI, SAN (Wiraswasta) ... 52

4.1.7. Informan VII, BP ( Polantas ) ... 54

4.1.8. Informan VIII, ES ( Polisi ) ... 55

4.1.9. Informan IX, ALI ( Pemulung) ... 55

4.1.10.Informan X, RP (Ibu Rumah Tangga) ... 57

4.2. Pola Tempat Tinggal “Dating Couple……… ... 57

4.2.1. Berasingan Rumah Tetapi Mempunyai Rumah untuk Tempat Bertemu ... 60

4.2.2. Tanpa Rumah Tempat Tinggal Bersama, Tetapi Menjadikan Rumah Keluarga Sebagai Tempat Pertemuan... ... 65

4.2.3. Satu Rumah Bersama Tanpa Status Pernikahan... ... 67

4.2.4. Tanpa Rumah yang Dibina Bersama, Pertemuan Hanya di Warung Remang-remang dan Hotel... ... 70

4.2.5. Tanpa Rumah Tepat Tinggal, Tanpa Berhubungan Seksual Hanya Bertemu di Warung Remang-remang... ... 72

4.3. Pola Pertemuan “Dating Couples” ………..…………... ... 75

4.3.1. Lingkungan Tempat bertemunya “Dating Couples”... ... 80

4.3.1.1. Rumah Salah Satu “Dating Couples”... ... 80

4.3.1.2. Warung Remang-remang... ... 82

4.3.1.3. Bungalow atau Hotel kelas Melati... ... 85

4.3.2. Waktu Pertemuan... ... 88

4.3.2.1. Pertemuan dengan Jadwal Tertentu ... 89

4.3.2.2. Pertemuan dengan Waktu yang Tidak Tertentu ... 92

4.3.2.3. Pertemuan Setiap Hari... ... 96

4.4. Perilaku Seksual……… ... 101

4.4.1. Perilaku Intim... ... 102

4.4.2. Perilaku Menyenangkan... ... 105

4.5. Latar Belakang “Dating Couples” Melakukan Perilaku Seksual ... 108

4.5.1. Pekerjaan Suami yang Berada di Luar Kota... .. 108

4.5.2. Tepengaruh Kondisi Lingkungan... ... 111

4.5.3. Kebutuhan Seksual yang Tidak Seimbang... ... 113

4.6. Komitmen “Dating Couples” dalam Sebuah Hubungan ... 115

4.6.1. Saling Percaya, Saling Menjaga Perasaan dan Komunikasi ... 115

4.6.2.Tetap Menjaga Hubungan dengan Keluarga Walaupun Memiliki Hubungan Gelap... ... 117

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 119

5.1. Kesimpulan ... 119

5.2. Saran ... 122

INTERVIEW GUIDE ... 123

DAFTAR PUSTAKA ... 126 LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

1.1. Latar Belakang ... 3 3.5. Jadwal Kegiatan ... 44


(9)

DAFTAR PETA

3.4.1.1. Keadaan Geografis Kota Medan – Peta Sumatera Utara ... 27 3.4.1.1. Keadaan Geografis Kota Medan – Peta Kecamatan Sumatera Utara ... 28


(10)

DAFTAR GAMBAR

3.4.1.2.2. Hotel antara Jalan Jamin Ginting menuju Pancur Batu ... 32

3.4.1.2.3. Bandar Baru Medan – Hotel ... 35

3.4.1.2.3. Bandar Baru Medan – Kondom ... 39

4.2.3. Informan III, HS (Ibu Rumah Tangga) ... 49

4.2.4. Informan IV (Penyanyi di Warung Remang-remang) ... 50

4.2.9. Informan IX, ALI ( Pemulung) ... 56

4.2. Pola Tempat Tinggal “Dating Couple” ... 57

4.2.1. Berasingan Rumah Tetapi Mempunyai Rumah untuk Tempat Bertemu – Tempat Tinggal HS ... 61

4.2.1. Berasingan Rumah Tetapi Mempunyai Rumah untuk Tempat Bertemu – HS dan Kekasihnya ... 62

4.2.1. Berasingan Rumah Tetapi Mempunyai Rumah untuk Tempat Bertemu – Rumah Salah Satu “Dating Couples” ... 63

4.3. Pola Pertemuan “Dating Couples” ... 76

4.3.1.1. Rumah Salah Satu “Dating Couples” ... 80

4.3.1.2. Warung Remang-remang ... 82

4.3.1.3. Bungalow atau Hotel kelas Melati ... 85

4.3.1.3. Bungalow atau Hotel kelas Melati - Bungalow Latersia, Berastagi ... 87


(11)

ABSTRAK

Perselingkuhan merupakan suatu kedekatan antara laki-laki dan perempuan secara emosional dimana didalamnya tidak terikat oleh pernikahan yang akan menimbulkan masalah ataupun konflik. Masalah rumah tangga bisa bersumber dari mana saja, bisa dari suami, isteri, bahkan dari pihak ketiga. Karena itu, ketika rumah tangga diterpa masalah, bukan hanya suami yang dituntut untuk menyikapi dan mencari jalan keluar, isteripun harus ikut aktif dalam menyelesaikannya.

Teori interaksionisme simbolik menunjukan adanya simbol-simbol yang diberikan oleh “dating couples”. Simbol-simbol tersebut diberikan dalam berinteraksi dengan perilaku-perilaku menyimpang dalam sebuah pernikahan, dimana mereka terlibat dalam sebuah masalah keluarga dan mengalihkannya kepada hubungan khusus dengan orang lain yang bukan suami ataupun isterinya. Pengalihan interaksi oleh “dating couples” mengarah kepada hal yang bertentangan dengan norma-norma sosial sehingga menimbulkan suatu penyimpangan sosial. Perilaku yang menyimpang tersebut merupakan aktivitas perselingkuhan yang pada awalnya untuk menghilangkan beban dipikiran dengan kesenangan-kesenangan dari pihak ketiga. Jenis penelitian yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus.

Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pola tempat tinggal “dating couples” yaitu 1) berasingan rumah tetapi mempunyai rumah untuk tempat bertemu, 2) tanpa rumah tempat tinggal bersama, tetapi menjadikan rumah keluarga sebagai tempat pertemuan, 3) satu rumah bersama tanpa status pernikahan, 4) tanpa rumah yang dibina bersama, pertemuan hanya di warung remang-remang dan hotel, 5) tanpa rumah tempat tinggal, tanpa berhubungan seksual hanya bertemu hanya di warung remang-remang. Adanya pola pertemuan yang terlihat dalam “dating couples”, dimana mereka bertemu di 1) rumah salah satu “dating couples”, 2) warung remang-remang, 3) bungalow atau hotel kelas melati. Terlihat pula rutinitas pertemuan dalam “dating couples” yang disesuaikan dengan kegiatannya, yaitu ; 1) pertemuan dengan jadwal tertentu, 2) pertemuan dengan waktu yang tidak tertentu, 3) pertemuan setiap hari. Beberapa alasan yang menjadi latar belakang perilaku seksual “dating couples” adalah 1) pekerjaan suami yang berada di luar kota, 2)


(12)

terpengaruh kondisi lingkungan 3) kebutuhan seksual yang tidak seimbang. Kualitas untuk bertahannya suatu hubungan terikat pada suatu komitmen yang dijalani bersama sebagai pedoman untuk suatu hubungan yang awet.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) “selingkuh” diartikan sebagai kebiasaan suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri; tidak berterus terang, tidak jujur, curang, serong. Perselingkuhan merupakan salah satu perbuatan curang yang dilakukan dimana seseorang merusak kepercayaan dari pasangan hidupnya yang berdampak pada kekecewaan oleh pasangan yang telah merasa dikhianati. Perselingkuhan merupakan suatu kedekatan antara laki-laki dan perempuan secara emosional dimana didalamnya tidak terikat oleh pernikahan yang akan menimbulkan masalah ataupun konflik dalam pernikahan masing-masing pihak yang terlibat didalamnya.

Debbie Then (1998) memaparkan beberapa penelitian menunjukan bahwa dibanyak tempat di Amerika kurang lebih 25 - 90% lelaki telah mengkhianati isteri mereka. Penelitian yang sama juga menyatakan bahwa 30 - 60% perempuan pernah atau tengah melakukan hubungan gelap di luar nikah. Perbedaan presentase yang besar di atas terjadi karena jika bicara tentang perilaku seksual, kaum laki-laki cenderung melebih-lebihkan aktivitas mereka sementara para perempuan cenderung merendahkannya. Berapapun angka presentase yang benar, yang jelas jumlah hubungan gelap yang melibatkan mereka yang telah menikah ternyata besar. Menurut Great Australian Sex and Relationship Survey yang dilakukan oleh News Ltd (1996) ternyata 30 % perserta survei pernah terlibat dalam hubungan gelap jangka pendek, 25 % pernah mempunyai keterlibatan emosional jangka panjang dengan orang ketiga, 10 % peserta survei terlibat dalam hubungan gelap dan yang paling menarik 30 % peserta mengakui bahwa mereka pernah “naksir” seseorang dan berencana untuk berselingkuh.


(14)

Ada beberapa sifat buruk seorang isteri ataupun suami menurut Sarumpet (1973:56) sehingga pasangan melakukan perselingkuhan, walaupun ini hanya alasan yang dicari-cari.

Sifat buruk seorang isteri, menurut pandangan dari suami selingkuh adalah :

1. Sifat Malas, salah satu contohnya adalah keadaan rumah yang tidak bersih dan tidak teratur, makanan tidak menarik dan anak yang tidak terurus.

2. Pemarah. Seorang isteri pemarah akan mengalami kesukaran bukan dia saja yang ditimpa kerugian karena marahnya itu melainkan anak-anak dan suaminya bahkan orang-orang lain yang bergaul dengan dia.

3. Kebiasaan boros. Membelanjakan uang tanpa memperhitungkan keseimbangan dan mengeluarkan uang dengan membeli pakaian lux tanpa memperhitungkan kebutuhan seluruh keluarga sepanjang bulan adalah pemborosan.

4. Tidak melaksanakan tanggung jawab. Isteri yang mengerti tugasnya, akan mengatur keseimbangan makanan keluarga serta berusaha mencocokan masakannya dengan selera anak-anak dan suami.

5. Tidak mendidik anak. Mendidik anak adalah tugas yang paling mulia yang pernah diamanatkan Tuhan kepada ibu bapak. Pengaruh ibu terhadap anak-anak adalah yang terkuat di dunia ini itu karena akan terus hidup di hati anak.

Sedangkan sifat buruk seorang suami menurut pandangan isteri selingkuh adalah : 1. Mementingkan diri sendiri, suami seharusnya memikirkan lebih dahulu makanan

anak-anak dan isteri daripada untuk dirinya sendiri.

2. Terlalu kasar. Banyak isteri yang menderita batin karena suami terlalu kasar dan buas. Suara membentak sangat menyinggung perasaan seorang wanita

3. Malas. Banyak isteri yang menderita karena suami yang malas. Suami yang tidak mau bertanggungjawab membiayai rumah tangga. Suami yang belum mengetahui pikulan seorang suami dalam rumah tangga.

4. Bergaul terlalu bebas. Hal ini dapat merugikan nama baik suami tersebut, mengganggu kerukunan rumah tangga dan mencemarkan nama wanita yang digauli itu.

5. Tidak menghiraukan program rumah tangga. Banyak suami oleh sebab terlalu sibuk dengan tanggung jawab dan pergaulan sosial diluar, sehingga tidak sempat berpartisipasi dalam menjalankan roda rumah tangga.


(15)

Pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Ni Luh Putu Suciptawati (2005) dan Sarumpet (1973) memaparkan beberapa penyebab dari perselingkuhan yaitu :

No Faktor Penyebab %

1 Tidak Adanya Ketentraman dalam Rumah Tangga 4-8

2 Faktor Ekonomi 8-16

3 Kurangnya Perhatian dan Kebutuhan Batin 10-20

4 Kurangnya Komunikasi 11-22

5 Faktor yang Lainnya 17-34

Beberapa alasan perselingkuhan di atas menjelaskan 1. Ambisi yang Tinggi dari Pasangan

2. Orang yang melakukan perselingkuhan sering kali memberi alasan bahwa tidak ada kecocokan antara satu dan yang lainnya sehingga menganggap tidak adanya rasa kenyamanan. Padahal pasangan dianggap baik jika bisa memperbaiki sifat dari pasangan hidupnya bukan menjadikan sikapnya untuk memperburuk keadaan yang ada. Faktor Ekonomi

3. Tidak terpenuhinya kebutuhan dalam rumah tangga dikarenakan adanya rasa ketidakpuasan terhadap apa yang sudah dimiliki dan menginginkan untuk mendapatkan yang lebih. Penghasilan yang berlebih juga bisa membuat salah satu pihak sering menghabiskan waktunya diluar rumah tanpa pasangan resminya. Kurangnya Perhatian kepada Pasangan terhadap Kebutuhan Batin

Perselisihan yang disebabkan ketidakselarasan persetubuhan sering timbul oleh sebab nafsu seks suami tidak sama besarnya dengan nafsu seks isteri. Dalam hal ini baik suami maupun isteri harus mempelajari tinggi rendahnya dorongan seks partnernya. Masing-masing patut mengadakan penyesuaian diri. Masing-masing wajib berusaha untuk memberi kepuasan seksual kepada partnernya.

4. Kurangnya Komunikasi

Beberapa pasangan yang ada sering terlihat berusaha untuk menjauhi keadaan dari suatu masalah. Suami yang berakal budi akan memberikan kesempatan kepada isteri untuk memberikan pendapatnya dan sebaliknya. Memberikan tanggapan dengan nada yang rendah dan berbicara agak lambat


(16)

karena suara yang bernada tinggi merusak suasana ketentraman rumah tangga.Suara dapat menyakiti hati suami atau isteri.

5. Faktor yang lainnya

Faktor yang dimaksudkan pihak ketiga sebagai tempat bertukar pikiran dan mampu memberikan rasa kenyamanan dari permasalahan yang ada. Baik suami maupun isteri harus membatasi diri untuk tidak bergaul terlalu bebas dengan orang lain, apalagi jika perlakuan itu menyakiti hati partner sendiri. Selain pergaulan terlalu bebas menimbulkan kecurigaan dan cemburu, itu dapat menjerumuskan seseorang kepada orang yang melanggar sumpah serapah perkawinan. Banyaklah suami yang akhirnya melakukan pergaulan bebas dikarenakan bergaul terlalu bebas.

Adapun akibat-akibat yang disebabkan oleh perselingkuhan menurut Lindsay (2008) antara lain :

1. Perselingkuhan mempunyai dampak psikologis yang sangat negatif dan sangat menyakitkan yang pernah dirasakan seorang individu dewasa.

2. Mempunyai peringkat kedua setelah kesedihan akibat meninggalnya seorang anak.

3. Dampak psikologis ini akibat hilangnya harga diri, rasa hormat, rasa aman, kenyamanan dan kepercayaan yang telah bertahun-tahun dibangun serta rasa dilecehkan oleh pasangannya yang bersekongkol dengan orang ketiga.

4. Hubungan yang retak tidak mungkin menjadi utuh kembali.

Pandangan lain dari Adriana (2009) (dalam Weiner-Davis, 1992; Glass & Staeheli, 2003; Subotnik & Harris, 2005; Snyder, Baucom, & Gordon, 2008; Hargrave, 2008; & Gordon, 2008;) yang merupakan beberapa dampak perselingkuhan antara lain :

1. Terkejut dan tidak percaya.

Keengganan suami untuk terbuka tentang detil-detil perselingkuhan membuat istri semakin marah dan sulit percaya pada pasangan. Namun keterbukaan suami seringkali juga berakibat buruk karena membuat istri trauma dan mengalami mimpi buruk berlarut-larut.


(17)

Perselingkuhan berarti pula penghianatan terhadap kesetiaan dan hadirnya wanita lain dalam perkawinan sehingga menimbulkan perasaan sakit hati, kemarahan yang luar biasa, depresi, kecemasan, perasaan tidak berdaya, dan kekecewaan yang amat mendalam.

3. Membicarakan masalah perkawinan dengan suami.

Tidak sedikit yang kemudian berakhir dengan perceraian karena istri merasa tidak sanggup lagi bertahan setelah mengetahui bahwa cinta mereka dikhianati dan suami telah berbagi keintiman dengan wanita lain.

4. Memperbaiki kondisi perkawinan.

Mereka mengalami konflik antara tetap bertahan dalam perkawinan karena masih mencintai suami dan anak-anak dengan ingin segera bercerai karena perbuatan suami telah melanggar prinsip utama perkawinan mereka.

Rumah tangga bahagia merupakan dambaan setiap pasngan suami-isteri. Namun pada kenyataannya, jalannya tidak semulus seperti yang didamba. Perbedaan pandangan antara suami-isteri merupakan hal wajar dan tidak ada alasan takut mengahadapinya. Tapi, perselisihan terus-menerus dan cenderung tak berujung, sikap tidak mau saling mengalah, serta lebih mengedepankan emosi, merupakan satu hal yang tidak boleh ditolelir, apapun alasnnya. Disinilah diperlukan hati lapang dan pikiran terbuka. Sehingga segala bentuk kebijakan dan keputusan yang diambil benar-benar objektif dan menguntungkan semua pihak demi mempertahankan rumah tangga.

Masalah rumah tangga bisa bersumber dari mana saja, bisa dari suami, isteri, bahkan dari pihak ketiga. Karena itu, ketika rumah tangga diterpa masalah, bukan hanya suami yang dituntut untuk menyikapi dan mencari jalan keluar, isteripun harus ikut aktif dalam menyelesaikannya. Bahkan tidak jarang isteri dituntut untuk mengambil keputusan yang pasti dan tepat dalam menghadapi persoalan yang menghimpit keluarganya sehingga dia bisa menyelamatkan biduk rumah tangga yang dibangun bersama dan orang terdekatnya (Ghoffar, 2006:2).

Whitehead, seorang Psikolog AS yang meneliti tentang hubungan suami istri, beranggapan bahwa munculnya selingkuh (perselingkuhan) dikarenakan luapan kekecewaan terhadap tidak terpenuhinya harapan. Tingginya harapan akan


(18)

kebahagiaan justru menjatuhkan mereka ke dalam jurang kekecewaan, sehingga ketika harapan tidak tampak maka masing-masing mulai mencari pasangan baru yang dirasa lebih pas.

yang melibatkan orang lain diluar pasangan sahnya dalam perkawinan (suami/istri) dengan memberi atau menerima perlakuan yang seharusnya diberikan pada pasangan yang sah yaitu membentuk perlakuan dengan hubungan seksual antara 2 (dua) orang.

Beberapa pakar juga berpendapat, selingkuh tidak hanya soal hubungan seksual. Ada keterlibatan asmara antara dua pasangan yang bukan pasangan resmi bisa dikatakan sebagai bentuk perselingkuhan, misalnya kissing, pengungkapan perasaan cinta dan komunikasi intensif yang melibatkan perasaan.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan hal yang paling penting dalam suatu penelitian, hal ini diperlukan agar batasan masalah menjadi jelas sehingga dapat dijadikan pedoman dalam melakukan penelitian. Melalui pemaparan latar belakang di atas maka penulis mengidentifikasikan perumusan masalah yang dijadikan sarana penelitian adalah bagaimana perilaku seksual yang dilakukan oleh pasangan“dating couples” secara sosiologis, perilaku seksual yang dikaji tidak terbatas pada konsep touching, kissing, dan petting tetapi juga ingin melihat apa yang menjadi latar belakang pasangan ini melakukan hal tersebut yang dikaji melalui pola-pola pertemuan, komitmen yang terjadi diantara kedua pasangan serta perasaan kasih sayang yang mereka wujudkan dalam kehidupan sehari-harinya.

1.3. Tujuan Penelitian:

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku seksual “dating couples” di Kota Medan dan latar belakang pasangan yang dikaji melakukan perilaku tersebut


(19)

1.4. Manfaat Penelitian

Gambaran tentang penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi : 1.4.1. Manfaat Teoritis

Untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan menambah sumber pengetahuan serta dapat digunakan sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti lain yang berminat mengkaji masalah-masalah yang berhubungan dengan perilaku “dating coupeles” di kafe remang-remang kota Medan dalam rangka menambah wawasan dan perbandingan dengan lokasi penelitian lainnya.

1.4.2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan yang berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang sosiologi keluarga dan juga dapat menjadi sumbangan terutama yang berminat dan mempunyai perhatian terhadap pada perilaku “dating coupeles”. Di samping itu juga merupakan prasyarat bagi penyelesaian studi di perguruan tinggi, sesuai dengan disiplin ilmu yang digeluti.

1.5. Definisi Konsep 1.5.1. Perilaku Seksual

Herri Zan Pieter (2010) membagi aspek-aspek perilaku ke dalam beberapa bagian yaitu:

1. Pengamatan, dimana pengamatan adalah pengenalan objek dengan cara melihat, mendengar, meraba, membau, dan mengecap. Kegiatan-kegiatan ini biasanya disebut dengan modalitas pengamatan.

2. Perhatian, Natoatmodjo (2007) mengatakan bahwa perhatian adalah kondisi pemusatan energi psikis yang tertuju kepada suatu objek dan merupakan kesadaran seseorang dalam aktivitas.

3. Tanggapan adalah gambaran dari hasil suatu penglihatan, sedangkan

pendengaran dan penciuman merupakan aspek yang tinggal dalam ingatan. Tanggapan-tanggapan yang positif mendorong orang mengulangi perilakunya.


(20)

Sementara, tanggapan-tanggapan negatif mendorong orang untuk meninggalkan atau mengubah perilakunya.

4. Fantasi adalah kemampuan untuk membentuk tanggapan yang telah ada. Namun tidak selamanya tanggapan baru selalu sama dengan tanggapan-tanggapan sebelumnya.

5. Ingatan (memory). Segala macam kegiatan belajar melibatkan ingatan. Jika seseorang tidak dapat mengingat apa pun mengenai pengalamannya berarti dia tidak dapat belajar apapun. Dengan ingatan orang mampu merefleksikan dirinya. 6. Berpikir. Berpikir adalah aktivitas idealis menggunakan simbol-simbol dalam

memecahkan masalah berupa deretan ide dan bentuk bicara. Berpikir menjadi ukuran keberhasilan seseorang dalam belajar, berbahasa, berpikir, dan memecahkan masalah.

7. Motif. Motif adalah dorongan dalam diri yang mengarahkan seseorang

melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. Motif tidak dapat diamati, namun dapat terlihat melalui bentuk-bentuk perilakunya.

Seksual berasal dari kata “sex” biasanya kita akan teringat dengan alat kelamin, jenis kelamin atau hubungan seks. Seksualitas artinya lebih luas, yaitu bagaimana seseorang laki-laki atau perempuan berperilaku sebagai laki-laki atau perempuan. Termasuk juga bagaimana mereka berinteraksi dengan satu sama lain dan bagaimana mereka memegang tangan, merangkul, laki-laki membuka pintu buat perempuan dan mendahulukannya. Seksualitas juga bagaimana cara perempuan memandang laki-laki, memegang pundaknya dan menyandarkan kepala padanya, bagaimana mereka berdua saling mengungkapkan perasaan-perasaan, sampai dengan melakukan hubungan seksual. Relasi suami isteri di luar kamar tidur mempengaruhi relasi mereka di dalam kamar. Semua orang mempunyai seksualitas, baik yang sudah menikah maupun yang belum. Dalam hal ini, seksualitas dalam arti kata yang luas, bukan hubungan seks saja, tetapi bagaimana kita sebagai laki-laki atau perempuan berperilaku terhadap orang lain dengan perbedaan jenis kelamin lain (Maramis, 2006:196).

Dorongan seksual mempunyai dua aspek, yaitu aspek daya kemampuan dan aspek arah tujuan. Freud membagi lagi arah tujuan ini menjadi objek seksual dan


(21)

maksud seksual.Pada kedua aspek itu daya-kemampuan dan arah-tujuan, dapat saja terjadi gangguan yang ternyata tidak saling berhubung, yaitu gangguan pada satu aspek bukan karena ada gangguan pada aspek lain, umpanya homoseksualitas (gangguan arah tujuan) bukan karena hiperseksualitas (gangguan daya kemampuan) (Maramis, 2006:196).

Dorongan seksual yang berlebihan umumnya disebut hiperseksualitas terdapat pada pria dan wanita, biasanya pada akhir masa remaja atau pada dewasa muda; kalau karena ada gangguan primer, umpama gangguan afektif atau semensia, maka ini yang harus didiagnosis dan diobati. Pada kedua-duanya, pria dan wanita, mungkin keinginan atau dorongan seksual itu hanya kecil atau sebaliknya besar. Bilamana hal ini sudah patologis, sukar sekali dikatakan.Sebagai patokan dapat dipakai keluhan dari mereka sendiri atau dari partnernya, artinya bila mereka sendiri atau partnernya sudah merasa terganggu karenanya (Maramis, 2006:196).

Reiss (dalam Duvall & Miller 1985), membagi bentuk perilaku seks pranikah itu menjadi beberapa kategori, yaitu:

1. Bersentuhan (touching), antara lain berpegangan tangan, berpelukan.

2. Berciuman (kissing), batasan dari perilaku ini adalah mulai dari hanya sekedar kecupan (light kissing), sampai dengan (french kiss) yaitu adanya aktivitas atau gerakan lidah di mulut (deep kissing).

3. Bercumbu (petting), yaitu merupakan bentuk dari berbagai aktivitas fisik secara seksual, antara pria dan perempuan, yang lebih dari sekedar berciuman atau berpelukan yang mengarah kepada pembangkit gairah seksual, namun belum sampai berhubungan kelamin. Pada umumnya bentuk aktivitas yang terlibat dalam petting ini, melibatkan perilaku mencium, menyentuh atau meraba, menghisap, dan menjilat pada daerah-daerah pasangan; seperti mencium payudara pasangan perempuan, atau mencium alat kelamin pasangan pria.

4. Berhubungan kelamin (sexsual intercourse), yaitu adanya kontak antara penis dan vagina, dan terjadi penetrasi penis ke dalam vagina.


(22)

1.5.2. Dating Couple

Dating Couple berasal dari dua suku kata ”dating” dan “couple”. Dimana dalam pengartian secara harafiah kata “dating” berasal dari kata “date” yang berarti kencan, sedangkan “couple” memiliki arti pasangan. Dating Couple sendiri memiliki arti sebagai pasangan yang sedang berkencan atau lebih dikenal dengan pacaran.

Pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan be tersebut masih sangat jauh dari tujuan yang sebenarnya. variasi dalam pelaksanaannya dan sangat dipengaruhi oleh tradisi individu-individu dalam masyarakat yang terlibat. Dimulai dari proses pendekatan, pengenalan pribadi, hingga akhirnya menjalani hubungan afeksi yang ekslusif. Perbedaan tradisi dalam pacaran, sangat dipengaruhi oleh Menurut persepsi yang salah, sebuah hubungan dikatakan pacaran jika telah menjalin hubungan cinta kasih yang ditandai dengan adanya aktivitas tidak memahami makna kehormatan diri perempuan, tradisi seperti ini dipengaruhi oleh perempuan. Sampai sekarang, tradisi berpacaran yang telah nyata melanggar secara turun-temurun dari generasi ke generasi yang mememiliki pengetahuan untuk menjaga kehormatan dan harga diri yang semestinya mereka jaga dan pelihara.

Agoes (2004) mengatakan masa pacaran dianggap sebagai masa pendekatan antar individu dari kedua lawan jenis, yaitu ditandai dengan pengenalan pribadi baik kekurangan dan kelebihan dari masing-masing individu. Adanya kedekatan intimasi dimana adanya hubungan akrab, intim, menyatu, saling percaya dan saling menerima yang satu dengan yang lainnya.Selain itu ada juga aspek passion yakni adanya hubungan antarindividu tersebut, lebih dikarenakan oleh unsur-unsur biologis, ketertarikan fisik, atau dorongan seksual. Dengan adanya faktor ini, maka para ahli menyebutnya sebagai masa percintaan atau pacaran yang romantis (romantic love).


(23)

Dalam penelitian ini “Dating couples” merupakan pasangan perselingkuhan yang dilakukan oleh individu yang masing-masing atau salah satu individu masih memiliki status pernikahan dengan pasangan hidupnya yang sah. Penelitian ini mengkaji pasangan yang berkencan pada kelompok orang yang sudah menikah, dibatasi pada usia 35-55 dan memiliki pasangan kencan yang tidak disertai oleh pengakuan yang sah dari institusi negara dan agama. Dimana dalam penelitian ini pasangan tersebut masing-masing telah memiliki anak-anak dalam rumah tangganya dan merupakan pasangan yang dalam rumah tangganya masih tinggal bersama, pasangan yang dalam rumah tangganya tinggal berpisah namun tidak memiliki status perceraian yang sah, dan pasangan yang suaminya telah meninggal dunia.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelian yang pernah dilakukan berhubung dengan perilaku seksual “dating couples”: penelitian yang dilakukan oleh Zakiah Sholihah Nusya (2003) melihat adanya beberapa aspek perilaku selingkuh yaitu perselingkuhan fisik dan perselingkuhan emosional. Sedangkan aspek kepuasan perkawinan adalah sebagai berikut : (1) kesesuaian penilaian terhadap perkawinan yang dijalani dengan kriteria yang diidealkan oleh masyarakat; (2) kepuasan terhadap perkawinan secara umur; (3) ungkapan kasih sayang dan pengertian yang diberikan oleh pasangan; (4) kerjasama untuk memecahkan masalah dan kemampuan mencari penyelesaian pada perselisihan; (5) kesediaan dalam menggunakan waktu bersama; (6) kesepakatan dalam mengatur keuangan rumali tangga; (7) aktivitas seksual bersama; (8) persamaan orientasi peran yang dipakai sebagai orang tua; (9) kesamaan dalam cara mendidik anak hasil perkawinan. Subjek pokok pada penelitian ini adalah laki-laki yang sudah menikah dan memiliki anak menunjukan bawa semakin tingginya kepuasan perkawinan, maka semakin rendah intensi selingkuh pada suami, demikian sebaliknya semakin rendah kepuasan perkawinan, akan semakin tinggi intense selingkuh pada suami dikarenakan.

Purdiningsih (2008) melakukan penelitan untuk mengetahui penyebab dan dampak perselingkuhan. Dalam setiap rumah tangga biasanya diwarnai dengan adanya permasalahan permasalahan antara suami dan istri akibat adanya konflik diantara mereka. Konflik dalam rumah tangga ada yang dapat mereka selesaikan dan juga tidak. Dengan adanya konflik yang berlarut-larut dalam keluarga membuat salah satu pihak mencari jalan penyelesaian dengan mencari solusi di luar rumah. Seperti halnya dengan melakukan komunikasi dengan pihak lain di luar rumah hingga sampai pada tindakan perselingkuhan.


(25)

Penelitian ini menunjukan penyebab utama perselingkuhan adalah faktor komunikasi yang kurang, adanya perkawinan yang terpaksa, adanya trauma pengalaman masa lalu, self esteem yang rendah dalam pergaulan sehingga mudah terpengaruh dan juga sifat arogan yang dimiliki subyek atau pasangan.Dan juga kurangnya perhatian pada pasangan serta pemahaman agama yang kurang pada subyek. Disamping juga karena pengaruh kepentingan untuk menuntut karier yang menyebabkan subyek kurang memiliki waktu untuk mengurusi keluarganya. Perselingkuhan itu mengakibatkan dampak yang cukup berarti pada subyek dan keluarganya. Adapun dampak itu adalah adanya ketidakharmonisan keluarga, aib sosial, depresi pada pasangan, ucapan talak dari pasangan dan juga anak anak yang benci pada subyek. Dan dampak pada subyek adalah kehamilan, aborsi, stress karena perasaan cemas dan khawatir serta pernikahan siri tanpa ijin pasangannya.

Dian dan Sri (2010) melihat bagaimana mengukur hubungan skema perselingkuhan dalam pernikahan dengan intensi untuk menikah pada wanita dewasa muda yang orang tuanya selingkuh. Dalam penelitian ini menunjukan bahwa hubungan skema perselingkuhan dalam pernikahan dengan intensi untuk menikah tidak signifikan. Selain itu juga diketahui bahwa meskipun skema perselingkuhan dalam pernikahan yang dimiliki responden adalah negatif tetapi intensi untuk menikah tetap cenderung tinggi.

Dari penelitian yang dilakukan tidak ditemukan adanya hubungan perselingkuhan orang tua terhadap pernikahan pada wanita dewasa muda, hal ini memperlihatkan bahwa kejadian perselingkuhan orang tua yang diketahui oleh anak merupakan dasar untuk mengantisipasi masa depan dan membuat rencana dan tujuan yang lebih matang. Perselingkuhan orang tua menyebabkan seorang anak mengetahui pasangan seperti apakah yang memiliki kecenderungan lebih besar untuk melakukan perselingkuhan, keadaan apa saja yang dapat menyebabkan munculnya perselingkuhan dalam pernikahan, kerugian apa saja yang dirasakan oleh seseorang yang pasangannya selingkuh, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan perselingkuhan dalam pernikahan. Adanya dasar untuk mengantisipasi terjadinya perselingkuhan dalam pernikahan, serta pembuatan rencana dan tujuan dari pernikahan di masa


(26)

depan, menyebabkan anak yang orang tuanya berselingkuh tidak terpengaruh dengan kejadian tersebut.

Hepi (2009) bahwa perselingkuhan itu sendiri tidak hanya didominasi oleh para pria, tetapi juga wanita sehingga dalam perselingkuhan tidak menutup kemungkinan siapa yang berselingkuh, bisa suami ataupun isteri. Jika isteri berselingkuh maka perselingkuhan itu akan membawa dampak moral yang harus ditanggung suami karena masyarakat memang belum dapat mentoleransi keadaan itu, yaitu rasa malu dan harga diri yang rendah dimana kehormatannya sebagai laki-laki dan sebagai suami terancam pihak lain, menahan penghinaan semacam itu dari masyarakat dan keluarga bukan hal yang mudah, maka suami akan merasa terperangkap dalam keadaan yang sangat sulit untuk dilakukan. Namun pada kenyataannya masih ada beberapa suami yang berusaha mempertahankan pernikahannya dengan istri yang berselingkuh.

Penelitian ini menunjukan bahwa faktor yang melatarbelakangi suami mempertahan pernikahannya dengan istri yang berselingkuh adalah karena merasa harapan terhadap perkawinannya telah terpenuhi dan hal itu merupakan rasionalisasi subjek terhadap konflik yang dihadapi. Selain itu, alasan yang lain yaitu keberadaan anak, standar keberhasilan dan kegagalan perkawinan, serta keyakinan subjek bahwa istri tidak berselingkuh dan hal itu merupakan mekanisme pertahanan subjek terhadap perselingkuhan istrinya dalam bentuk prngingkaran, dan karena perasaan takut terabaikan serta rasa cinta. Banyaknya faktor-faktor yang merupakan alasan seorang suami mempertahankan pernikahan karena merasa segala apa yang telah dilalui bersama adalah kewajiban oleh pihak suami maupun isteri dalam menanggungjawabi sebuah keluarga.

Yohan, dkk (2010) menunjukkan hasil penelitiannya untuk mengenal pasti apakah faktor kesepian dan keperluan menjalin hubungan rapat dengan orang lain akan mempengaruhi perilaku curang pada isteri yang suaminya bekerja di luar kota. Dalam penelitian ini menunjukkan wanita yang melakukan perbuata curang berdasarkan pada usia yaitu berusia 26 tahun hingga 30 tahun terdapat 16 orang, wanita yang berumur 31 tahun hingga 35 tahun sebanyak 13 orang. Sedangkan


(27)

wanita yang berumur 20 tahun hingga 25 tahun dan 36 tahun hingga 40 tahun sebanyak tiga orang. Sedangkan dari kuantitas lamanya memiliki hubungan gelap terdapat 30 wanita telah berselingkuh selama lebih enam bulan, dan lima wanita yang berselingkuh selama kurang dari sebulan.

Selain itu, Yohan dkk menemukan perselingkuhan berdasarkan data pekerjaan yang dimiliki oleh suami, dimana sebagian besarnya suami bekerja sebagai wirausaha sebanyak 20 orang. Namun, terdapat juga wanita dengan suami bekerja sebagai pegawai pemerintahan dan pegawai swasta sebanyak 15 orang. Suami yang bekerja di luar kota sebanyak 21 orang dan 14 orang mengatakan bahwa suaminya jarang ke luar kota. Dalam data ini memperlihatkan bahwa isteri yang berselingkuh yang disebabkan oleh suami yang sering berpergian ke luar kota. Berdasarkan data tempat tinggal yang diperoleh dalam penelitian ini sebanyak 19 orang isteri tinggal sendirian di rumah dan sebanyak tiga isteri yang memilih untuk tinggal bersama pembantunya.

Penelitian Yohan dkk juga menunjukkan adanya ras kesepian yang dimiliki seorang suami yang bekerja di luar kota, adanya kebutuhan untuk berhubungan intim, dan adanya kecendrungan untuk berselingkuh. Berdasarkan hasil perhitungan dalam analisis regresi diketahui nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,722, berarti hubungan variabel kesepian dan keperluan untuk berhubungan intim cendrung tinggi karena memiliki nilai 0,722 > 0,5.

Wanita yang melakukan perselingkuhan dikarenakan tidak adanya sosok pasangan yang sebenarnya sangat diharapkan untuk selalu hadir dalam berbagai situasi, sehingga seorang isteri mencari pengganti suami yang membuat mereka ikut terlibat dalam hubungan intim. Wanita yang berselingkuh menunjukkan bahwa lemahnya suatu keimanan seorang bukan dengan alasan kesepian, karena menunjukkan isteri juga tinggal bersama pembantunya.

Widya Asriana (2012) menunjukkan bahwa perselingkuhan berawal dari media yang menimbulkan suatu kecemburuan. Terdapat empat hasil utama dari penelitian ini, pertama adalah terdapat perbedaan yang signifikan pada partisipan perempuan dalam kecemburuan menghadapi tipe perselingkuhan emosional dan


(28)

seksual melalui internet dimana partisipan perempuan lebih merasa cemburu dalam menghadapi perselingkuhan emosional daripada seksual. Kedua adalah terdapat perbedaan yang signifikan pada partisipan laki-laki dalam kecemburuan menghadapi tipe perselingkuhan emosional dan seksual melalui internet, dimana partisipan laki-laki akan lebih merasa cemburu dalam menghadapi perselingkuhan emosiaonal daripada seksual. Ketiga, terdapat perbedaan yang signifikan pada laki-laki dan perempuan dalam kecemburuan menghadapi tipe perselingkuhan emosional melalui internet dimana perempuan akan lebih merasa cemburu daripada laki-laki jika pasangannya melakukan perselingkuhan emosional. Keempat, adalah tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam laki-laki dan perempuan dalam kecemburuan menghadapi tipe perselingkuhan seksual melalui internet, dengan kata lain perempuan maupun laki-laki akan merasakan cemburu jika pasangannya melakukan perselingkuhan seksual.

Hasil penelitian Widya Asriana (2012) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada partisipan perempuan dalam kecemburuan menghadapi tipe perselingkuhan emosional dan seksual melalui internet dimana partisipan perempuan akan lebih merasa cemburu dalam menghadapi perselingkuhan emosional daripada seksual. Mengenai kecendrungan perempuan untuk lebih merasa cemburu pada perselingkuhan emosional jika dibandingkan dengan perselingkuhan seksual. Namun, jika pasangan terlibat secara emosional dengan perempuan tersebut maka perselingkuhan tersebut dapat memberikan resiko pada perempuan bahwa sumber daya yang dimiliki pasangannya seperti energi, komitmen, investasi akan terbagi dengan adanya kehadiran orang ketiga tersebut. Dengan adanya alasan tersbut, perempuan akan lebi merasa cemburu apabila pasangannya melakukan perselingkuhan emosional daripada seksual.

Penelitian ini juga melihat adanya perbedaan yang signifikan pada laki-laki dan perempuan dalam menghadapi tipe perselingkuhan emosional melalui internet dimana perempuan akan mersa lebih cemburu daripada laki-laki jika pasangannya melakukan perselingkuhan emosional melalui media internet. Selain iti penelitian ini memperlihatkan bahwa tidak terdapat perbedaan dalam menghadapi tipe perselingkuhan seksual melalui internet dimana perempuan tersebut akan merasa lebi


(29)

cemburu daripada laki-laki jika pasangannya melakukan perselingkuhan emosional melalui media internet.

Novika Sari dan Heppy Wahyuni (2006) melakukan penelitian yang menguji apakah ada hubungan negatif antara kepuasan seksual terhadap perselingkuhan yang dilakukan suami ataupun isteri. Dimana pria dan wanita yang menikah diatas lima tahun menjadi subjek dalam penelitian ini. Penelitian ini menunjukkan secara empirik hipotesis dapat dibuktikan dengan rxy = 0,404 hubungan negatif degan hasil korelasi 0,002 (p < 0,01). Semakin rendahnya kepuasan seksual yang terdapat dalam hubungan suami isteri maka akan semakin tinggi perselingkuhan yang terjadi pada sebuah rumah tangga. Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya korelasi antara komunikasi dan penyikapan seksual terhadap perselingkuhan yang melibatkan perasaan. Namun, tidak memiliki hubungan antara keseimbangan seksual diantara keduanya.

Hasil penelitian ini melihat bahwa kepuasan seksual dengan mean empirik 63,36 dan mean hepotetik 50. Selain itu presentase subjek tentang kepuasan seksual sebanyak 60 % (30 orang) memperoleh skor tinggi dan 40 % (20 orang) memperoleh skor sedang. Berdasarkan hasil ketegorisasi skor tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar subjek memiliki kepuasan seksual yang tinggi. Selanjutnya hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perselingkuhan dengan mean empirik 47,26 dan mean hipotetok 52,5. Selain itu presentase subjek yang memiliki persepsi sebanyak 12 % (6orang) memperoleh skor rendah. Hal ini berarti perselingkuhan mendapat perhatian kurang banyak dari subjek penelitian meskipun dari presentase yang dihasilkan bervariasi namun dominan skor yang diperoleh subjek adalah sedang dan cenderung sedikit.

Dalam sebuah pernikahan seks merupakan hal yang kecil dalam hubunagan pernikahan, tetapi hal tersebut merupakan suatu hal yang penting untuk mempertahankan suatu keharmonisan di dalam rumah tangga. Banyak keluhan yang terjadi adalah mengenai ketidakpuasan seksual terhadap pasangannya karena adanya kesenjangan komunikasi sehingga menimbulkan suatu kebosanan ataupun kurangnya


(30)

tanggapan atas kebutuhan seksual serta masalah-masalah yang lainnya yang tidak dikomunikasikan dalam berhubungan seksual.

Kartika (2012) melakukan penelitian untuk mengungkapkan bagaimana upaya seorang isteri dalam mengembalikan keutuhan keluarga dan bagaimana usaha yang dilakukan untuk memberikan maaf terhadap perselingkuhan yang dilakukan oleh suami. Adanya ketidakterbukaan oleh penghasilan suami merupakan awal dari masalah yang terdapat dalam penelitian ini dan adanya daya tarik sesaat serta disertai dengan ketertarikan emosional.

Perselingkuhan yang terjadi dikarenakan adanya respon suami yang selalu menyangkal dan menghindar untuk menyelesaikan masalah. Perilaku memaafkan isteri hanya ditunjukkan dalam kegiatan mereka sehari-hari saja, tetapi isteri masih memiliki rasa kecewa kepada suami. Isteri masih melayani kebutuhan suami seperti menyediakan sarapan sampai kepada kegiatan seksual.

Proses bertahannya pernikahan dalam penelitian ini dikarenakan adanya anak dalam keluarga dan ketergantungan ekonomi terhadap suami. Perceraian dan pernikahan yang baru tidak menjanjikan bahwa seorang isteri mendapatkan yang lebih baik lagi dari pada suaminya walaupun suaminya telah mengkhianati kepercayaan dalam suatu perikahan

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Teori Interaksionisme Simbolik

Simbol merupakan esensi dari teori interaksionisme simbolik. Teori ini menekankan pada hubungan antara simbol dan interaksi. Teori interaksionisme simbolik merupakan sebuah kerangka referensi untuk memahami bagaimana manusia, bersama dengan manusia lainnya, menciptakan dunia simbolik dan bagaimana dunia ini, dan bagaimana nantinya simbol tersebut membentuk perilaku manusia. Teori ini juga membentuk sebuah jembatan antara teori yang berfokus pada individu-individu dan teori yang berfokus pada kekuatan sosial.


(31)

Charon (1998) memaparkan interaksionisme simbolik adalah perspektif teoritis dimana perilaku manusia dijelaskan dengan memahami proses interaksi sosial yang terjadi pada sebuah masyarakat. Doherty menyatakan banyak orang yang belajar tentang perbaikan diri serta bagaimana meningkatkan hubungan keluarga. Perhatian pada kerangka konsep interaksionisme simbolik adalah pada self-concept, komunikasi, dan pentingnya hubungan untuk kesejahteraan individu berhubungan dengan ide-ide yang popular pada masa itu (dalam Bidwell dan Vandel Mey, 2000).

Blumer mengemukakan tiga prinsip dasar interaksionisme simbolik yang berhubungan dengan meaning (makna), language (bahasa), dan thought (pemikiran). Premis ini kemudian mengarah pada kesimpulan tentang pembentukan diri seseorang (person’s self) dan sosialisasinya dalam komunitas yang lebih besar.

1. Meaning (makna): Konstruksi Realitas Sosial.

Blumer mengawali teorinya dengan premis bahwa perilaku seseorang terhadap sebuah objek atau orang lain ditentukan oleh makna yang dia pahami tentang objek atau orang tersebut.

2. Language (bahasa): Sumber Makna.

Seseorang memperoleh makna atas sesuatu hal melalui interaksi. Sehingga dapat dikatakan bahwa makna adalah hasil interaksi social. Makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Bahasa adalah bentuk dari simbol. Oleh karena itu, teori ini kemudian disebut sebagai interaksionisme simbolik. Berdasarkan makna yang dipahaminya, seseorang kemudian dapat memberi nama yang berguna untuk membedakan suatu objek, sifat atau tindakan dengan objek, sifat atau tindakan lainnya. Dengan demikian premis Blumer yang kedua adalah manusia memiliki kemampuan untuk menamai sesuatu. Simbol, termasuk nama, adalah tanda yang arbiter. Percakapan adalah sebuah media pencitaan makna dan pengembangan wacana. Pemberian nama secara simbolik adalah basis terbentuknya masyarakat. Para interaksionis meyakini bahwa upaya mengetahui sangat tergantung pada proses pemberian nama, sehingga dikatakan bahwa interaksionisme simbolik adalah cara kita belajar menginterpretasikan dunia.


(32)

Proses pengambilan peran orang lain. Premis ketiga Blumer adalah interpretasi simbol seseorang dimodifikasi oleh proses pemikirannya. Interaksionisme simbolik menjelaskan proses berpikir sebagai inner conversation, Mead menyebut aktivitas ini sebagai minding. Secara sederhana proses ini menjelaskan bahwa seseorang melakukan dialog dengan dirinya sendiri ketika berhadapan dengan sebuah situasi tersebut. Untuk bisa berpikir maka seseorang memerlukan bahasa dan harus mampu untuk berinteraksi secara simbolik.Bahasa adalah software untuk bisa mengaktifkan mind (dalam Bidwell dan Vandel Mey, 2000).

Pendangan lain dari Mead yaitu bagaimana untuk memahami proses berpikir adalah pendapatnya yang menyatakan bahwa manusia memiliki kemampuan yang unik untuk memerankan orang lain (taking the role of the other). Sebagai contoh, pada masa kecilnya, anak-anak sering bermain peran sebagai orang tuanya, berbicara dengan teman imajiner dan secara terus menerus sering menirukan peran-peran orang lain. Pada saat dewasa seseorang akan meneruskan untuk menempatkan dirinya pada posisi orang lain dan bertindak sebagaimana orang itu bertindak. Mengambil orang lain sebagai model untuk ia tiru dalam setiap tindak tanduk keseharian.

Setelah memahami konsep meaning, language dan thought, maka kita dapat memperkirakan konsep Mead tentang diri (self). Mead menolak anggapan bahwa seseorang bisa megetahui siapa dirinya melalui introspeksi. Ia menyatakan bahwa untuk mengetahui siapa diri kita maka kita harus melukis potret diri kita melalui sapuan kuas yang datang dari proses pengambilan peran (taking the role of the other). Proses ini berusaha membayangkan apa yang dipikirkan orang lain tentang diri kita. Para interaksionis menyebut gambaran mental ini sebagai the looking glass self dan hal itu dikonstruksi secara sosial.

Interaksi simbolis dapat digunakan dalam berbagai cara untuk menjelaskan dan mengartikan masalah atau persoalan dalam keluarga. Konsep-konsep seperti kelompok primer pada sebuah lingkungan sosial, peran sosial, konsep diri sendiri, situasi atau keadaan keluarga, dan pembicaraan internal, semuanya itu digunakan untuk menentukan dinamika yang terjadi dalam keluarga.


(33)

Interaksionisme simbol menyebutkan beberapa premis yang digunakan untuk merumuskan teori ini yaitu :

1. Manusia adalah makhluk yang unik karena dapat membuat dan memanipulasi simbol. Kemampuan untuk berpikir dalam hal simbol yang abstrak memungkinkan individu untuk mengklasifikasikan pengalaman mereka, mengingat peristiwa masa lalu, dan memprediksi apa yang mungkin terjadi di masa depan.

2. Arti simbol dibuat dalam interaksi sosial. Interaksi simbolis menegaskan bahwa semua orang, benda dan peristiwa sampai batas tertentu mendapatkan makna melalui proses interaksi sosial. Dengan kata lain individu dalam memandang suatu benda, suatu peristiwa yang mempengaruhi perilaku manusia ataupun peristiwa yang melekat pada dirinya permanen. Melainkan dapat berubah dari waktu ke waktu dan dalam situasi yang berbeda-beda

3. Persepsi situasi mempengaruhi perilaku manusia. Dalam Thomas (1928) perilaku manusia sepenuhnya baik dalam keadaan objektif dan penafsiran subjektif dari situasi harus di analisa.

4. Manusia dilahirkan menjadi masyarakat yang sedang berlangsung. Perilaku manusia dipengaruhi oleh norma sosial dan nilai sosial tertentu. Untuk itu seorang individu harus belajar melalui sosialisasi agar memahami norma-norma dan nilai-nilai budaya mereka.

5. Individu tidak dilahirkan dengan rasa tetapi mengembangkan konsep diri melalui interaksi sosial. Looking glass self oleh Cooley (1902) memiliki tiga elemen utama: imajinasi kita tentang bagaimana kita muncul dihadapan orang lain, imajinasi kita tentang bagaimana orang lain menilai penampilan kita, dan perasaan diri seperti kebanggaan atau rasa malu, bahwa hasil dari bagaimana kita membayangkan orang lain telah dievaluasi oleh kita.

6. Diri adalah proses dan objek yang baik. Mead (1934) “I” (sebagai proses) dan“me” (sebagai objek) berargumen bahwa konsep diri terus-menerus diperoleh seperti kita berinteraksi dengan orang lain kemudian kita dapat merefleksikan sendiri, kita berpikir tentang perilaku dan apa yang orang lain mungkin berpikir dari kita.


(34)

7. Manusia harus mempelajari lingkungan alam mereka dan konteks budaya. Manusia adalah makhluk yang unik karena perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan dan tidak dapat dipahami secara terpisah dari konteks budaya.

2.2.2 Teori Penyimpangan Sosial

Pandangan terhadap penyimpangan sosial tentu berangkat dari kebudayaan atau pandangan hidup. Oleh sebab itu terdapat perbedaan mengenai penyimpangan sosial antar satu peradaban dengan peradaban lain. Akan tetapi akan ada hal kesamaan apabila penyimpangan sosial dikembalikan kepada standar yang dapat diterima oleh semua manusia. Nilai yang dapat memiliki kesamaan antar peradaban yaitu tentang larang perilaku seks yang menyimpang. Semua agama di dunia pasti melawan perbuatan seks yang berlebihan, akan tetapi nilai tersebut yang seharusnya melekat pada diri semua orang telah bergeser. Hal tersebut menjadi biasa terjadi karena memang pergaulan kumpul kebo atau free sex mendapatkan dukungan dari berbagai media barat dan media-media lain.

Durkheim melihat bahwa penyimpangan sosial bisa terjadi karena penekanan hidup yang sangat besar. Kesibukan pekerjaan dan masalah-masalah sosial yang selalu datang setiap hari membuat masyarakat menjadi stress. Anomi atau teori penyimpangan sosial secara sederhana bisa disebut sebagai perilaku yang jauh dari norma atau perilaku tanpa norma. Anomi adalah bentuk penyimpangan yang murni muncul dari gejala sosial masyarakat.

Hidup tentu akan diukur dengan baik atau buruknya suatu tindakan. Bagi sebagian orang hal yang dapat membahagiakan dirinya dianggap sebagai suatu yang baik. Kesenangan menjadi alat ukur seseorang melakukan perbuatan, tidak perduli norma disekitarnya melarang. Apabila kesenangan yang menjadi acuan, maka masyarakat akan melakukan perbuatan apapun walau perbuatan itu termasuk perbuatan yang menyimpang.

Dalam teori penyimpangan sosial, kesadaran umum merupakan langkah untuk mencegah penyimpangan itu. Kesadaran umum meliputi norma-norma atau nilai-nilai yang mulia, hal tersebut harus dibangun di tengah-tengah masyarakat.


(35)

Membangun kesadaran umum akan nilai-nilai sosial yang mulia membutuhkan keseriusan dari berbagai pihak.

Menurut Merton, dalam setiap masyarakat terdapat tujuan-tujuan tertentu yang ditanamkan kepada seluruh warganya. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat sarana-sarana yang dapat dipergunakan.Tetapi dalam kenyataan tidak setiap orang dapat menggunakan sarana-sarana yang tersedia. Hal ini menyebabkan penggunaan cara yang tidak sah dalam mencapai tujuan. Dengan demikian akan timbul penyimpangan-penyimpangan dalam mencapai tujuan. Dalam perkembangan selanjutnya. Merton tidak lagi menekankan pada tidak meratanya sarana-sarana yang tersedia, tetapi lebih menekankan pada perbedaan-perbedaan struktur kesempatan. Dalam setiap masyarakat selalu terdapat struktur sosial. Struktur sosial, yang berbentuk kelas-kelas, menyebabkan adanya perbedaan-perbedaan kesempatan dalam mencapai tujuan. Keadaan-keadaan tersebut (tidak meratanya sarana-sarana serta perbedaan perbadaan struktur kesempatan) akan menimbulkan frustasi di kalangan para warga yang tidak mempunyai kesempatan dalam mencapai tujuan. Dengan demikian ketidakpuasan, konflik, frustasi dan penyimpangan muncul karena tidak adanya kesempatan bagi mereka dalam mencapai tujuan. Situasi ini akan menimbulkan keadaan di mana para warga tidak lagi mempunyai ikatan yang kuat terhadap tujuan serta sarana-sarana atau kesempatan-kesempatan yang terdapat dalam masyarakat. Hal inilah yang dinamakan anomi. Merton mengemukakan lima cara untuk mengatasi anomi, yaitu:

1. Konformitas (conforming), yaitu suatu keadaan dimana warga

masyarakat tetap menerima tujuan-tujuan dan sarana-sarana yang terdapat dalam masyarakat karena adanya tekanan moral;

2. Inovasi (innovation) , yaitu suatu keadaan di mana tujuan yang terdapat dalam masyarakat diakui dan dipelihara tetapi mereka mengubah sarana- sarana yang dipergunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Misalnya untuk mendapatkan / memiliki uang yang banyak seharusnya mereka menabung. Tetapi untuk mendapatkan banyak uang secara cepat mereka merampok bank;


(36)

3. Ritualisme (ritualism) , adalah suatu keadaan di mana warga masyarakat menolak tujuan yang telah ditetapkan dan memilih sarana-sarana yang telah ditentukan;

4. Penarikan Diri (retreatism) merupakan keadaan di mana para warga menolak tujuan dan sarana-sarana yang telah tersedia dalam masyarakat; 5. Pemberontakan (rebellion) adalah suatu keadaan di mana tujuan dan

sarana-sarana yang terdapat dalam masyarakat ditolak dan berusaha untuk mengganti atau mengubah seluruhnya (dalam Siti Nuraini, 2012).

Terkait dengan hal ini pasangan “dating couple” memperlihatkan bagaimana simbol-simbol yang diberikan dalam berinteraksi dengan perilaku-perilaku menyimpang dalam sebuah pernikahan. Pasangan “dating couple” mempunyai cara-cara tersendiri untuk menutupi kejenuhan dalam diri mereka dari masalah yang terdapat dalam kehidupan rumah tangga. Hal ini dimulai dengan pemberian penilaian negatif kepada pasangan mereka sendiri dikarenakan adanya suatu ketidakpuasan dan penolakan terhadap kekurangan yang dimiliki oleh pasangan hidupnya baik itu berupa kebutuhan batin maupun materi.

Cara-cara atau simbol-simbol yang diberikan oleh pasangan merupakan perilaku yang menyimpang dalam sebuah pernikahan sehingga semakin menimbulkan jarak antara kedua belah pihak yang melanggar sumpah dalam sebuah pernikahan. Perilaku yang menyimpang tersebut merupakan aktivitas perselingkuhan yang pada awalnya untuk menghilangkan beban dipikiran dengan kesenangan-kesenangan dari pihak ketiga. Namun ternyata, hal perilaku tersebut berkelanjutan dan menyebabkan salah satu pasangan lebih menikmati kehidupan bersama pasangan lain di luar hubungan pernikahan.


(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Penelitian kualitatif adalah metode yang bermaksud untuk memahami apa yang dialami oleh subjek peneliti secara holistik dengan cara deskriptif dalam kata-kata dan bahasa pada konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan metode ilmiah (Burhan,2003:35). Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus dimana penelitian hanya terbatas pada usaha-usaha untuk mengungkapkan kebenaran dari suatu permasalahan, keadaan, atau peristiwa sebagaimana yang terjadi secara menyeluruh, intensif, dan mendalam.

3.2. Unit Analisis dan Informan 3.2.1. Unit Analisis

Unit analisis adalah hal-hal yang diperhitungkan menjadi subjek penelitian atau unsur yang menjadi fokus penelitian (Bugin, 2007:76). Unit analisis dalam penelitian ini adalah ”dating couples” yang mengunjungi warung remang-remang di Kecamatan Selayang.

3.2.2.Informan

Informan merupakan subjek memahami permasalahan penelitian sebagai pelaku maupun orang yang memahami permasalahan penelitian (Bungin, 2007:76). Dalam penelitian ini informan adalah orang yang berkunjung secara rutin dan yang dianggap penikmat warung remang-remang di sekitar Kecamatan Selayang. Lebih lanjut, informan yang akan diwawancarai terdiri dari:

Penyanyi cafe


(38)

3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Data Primer

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pengumpulan data primer dimana data langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau objek penelitian (Bungin, 2004). Untuk mendapatkan data primer dilakukan dua metode yaitu observasi dan wawancara mendalam.

1. Observasi

Observasi atau pengamatan kegiatan adalah setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran, pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan, observasi berstruktur dimana peneliti memusatkan perhatian pada tingkah laku “dating couples” pada siang hari di rumah dan menghabiskan waktu malamnya di kafe remang-remang.

2. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam dimana adanya proses tanya jawab secara dari peneliti terhadap informan mengenai masalah-masalah yang terkait secara lengkap dan mendalam. Wawancara yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan informasi yang ingin diperoleh dari “dating couples” yang berkunjung ke warung remang-remang.

3.3.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan (Burhan Bungin, 2007). Data Sekunder diperoleh dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari beberapa literature diantaranya adalah buku-buku referensi, dokumen, majalah, jurnal, serta internet yang dianggap relevan dengan masalah yang ingin diteliti. Oleh karena itu, sumber data sekunder diharapkan dapat berperan membantu mengungkapkan data yang diharpkan membantu member keterangan sebagai pelengkap atau bahan pembanding.


(39)

3.4. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Medan - Sumatra Utara. Dengan fokus penelitian pada beberapa warung remang-remang di sekitar Kecamatan Selayang karena daerah tersebut secara fisik telah banyak berdiri warung yang terbuat dari tepas-tepas untuk dijadikan sarana penampung para pecinta kehidupan malam, hampir secara keseluruhan bangunan yang ada dipinggiran jalan raya Kecamatan Selayang adalah warung remang-remang dengan hiburan-hiburan melalui alunan musik yang berbunyi keras disertai lampu-lampu yang berkerlip dengan aneka macam warnanya. Lokasi ini terdapat dipinggir jalan di sekitar Kecamatan Selayang, selain itu lokasi ini relatif mudah dijangkau oleh peneliti karena jumlah sarana transportasi umum yang melintas relatif banyak. Warung remang-remang yang akan menjadi tempat untuk meneliti diantaranya ialah Tante Café, Palar Café, Mexico Café, Bamboo Café, dan Sembada Café. Selain itu penelitian juga dilakukan dirumah-rumah “dating couples” karena lingkungan rumah para “dating couples” berdekatan dengan rumah peneliti, dimana rumah tersebut dijadikan sebagai tempat berkumpul “dating couples” pada siang hari.

3.4.1. Deskripsi Wilayah dan Lokalisasi Prostitusi 3.4.1.1.Keadaan Geografis Kota Medan

Nibung Raya dan Berastagi, terdapat banyak bungalow atau hotel kelas melati.


(40)

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah, letak astronomis, batasan utara, selatan, timur dan barat.

Kota Medan dipimpin oleh seorang menjadi

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

Lokasi warung remang-remang


(41)

3.4.1.2. Lokalisasi di Kota Medan

Kota Medan sendiri merupakan kota yang terpadat penduduknya dengan jumlah 4.144.583 jiwa setelah kota Jakarta (Jabotabek) 28.019.545 jiwa dan Surabaya 9.115.485 jiwa. Akibatnya Kota Medan sudah memasuki tahapan wilayah metropolitan dengan kehidupan yang serba ada, mall, hotel, hiburan malam serta restoran-restoran sudah berdiri dimana-mana. Akibatnya model Kota Medan sudah mendekati kota metropolitan dimana segala kebutuhan sudah bisa didapatkan dengan serba instan.

Dari kepadatan kota yang hampir seluruh sudut jalan terlihat bangunan raksasa menuntut masyarakat untuk memiliki keinginan menghibur diri dari segala aktifitas sehari-hari. Di lain sisi banyak masyarakat di kota Medan memiliki perekonomian yang dibawah normal sehingga sulitnya masyarakat untuk menikmati sarana-sarana hiburan yang berkualitas yang disediakan oleh pemerintah. Sementara pada masyarakat dewasa kini hiburan yang sangat dibutuhkan adalah hiburan yang mengarah kepada seksualitas, akibatnya banyak sekali menjamur tempat-tempat prostitusi di berbagai tempat yang ada di Kota Medan.

Munculnya prostitusi menunjukkan benar Kota Medan memiliki perkembangan yang cukup pesat. Perkembangan tersebut dapat terlihat dari perkembangan bangunan-bangunan raksasa yakni berdiri megahnya hotel serta penginapan seperti bungalow serta motel, club malam, loungs, discotique, warung remang-remangg dan tempat hiburan lainnya.

Memberi ijin kepada tempat prostitusi merupakan hal yang bertentangan dengan norma-norma sosial karena dalam berbagai sudut pandang dan pemahaman apapun kegiatan prostitusi tetap merupakan pelanggatan dalam nilai-nilai kemanusiaan terutama etika masyarakat Indonesia yang dikenal menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan budaya yang masih mendarah daging. Begitupula suatu lokalisasi dimana suatu tempat dilegalkan untuk tempat mencurahkan nafsu seksualnya kepada lawan jenis yang bukan suami ataupun isterinya.

Praktik-praktik prostitusi yang masih berjalan sampai saat ini di lokalisasi menimbulkan pro dan kontra di dalam masyarakat. Masyarakat yang pro ataupun mendukung kegiatan prostitusi menganggap kegiatan tersebut merupakan hak azazi


(42)

setiap manusia dikarenakan berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan baik itu kebutuhan batiniah ataupun pemenuhan kebutuhan ekonomi yang dilakukan dengan transaksi dan persetujuan kedua belah pihak dan mendapatkan imbalan tertentu oleh karena itu pihak yang pro terhadap prostitusi berpendapat tidak ada alasan untuk melarang pembangunan lokalisasi. Di lain sisi pihak yang tidak mendukung ataupun kontra dengan prostitusi menganggap hal tersebut merupakan penyimpangan sosial yang bertentangan dan membawa pengaruh yang tidak baik terhadap kehidupan sosial masyarakat.

Praktik-praktik prostitusi di lokalisasi dianggap masyarakat merupakan bagian dari lemahnya pemerinta dikarenakan hal tersebut berkaitan dengan kebijakan pemerintah sendiri, dimana pemerintah diberikan sebuah wewenang untuk membuat suatu kebijakan dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat. Oleh kareana itu, lokalisasi yang memberikan dampak buruk bagi kenyamanan masyarakat seharusnya ditutup. Beberapa usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam penutupan lahan prostitusi tersebut tetap saja tidak memberikan fungsi yang memuaskan, beberapa penginapan hanya menghentikan operasionalnya untuk sementara saja lalu membuka

Kota Medan memiliki bebarapa tempat yang apabila hari menjelang malam maka daerah tertentu berubah menjadi tempat untuk pertemuan antara wanita dan pria dewasa.

3.4.1.2.1. Jalan Nibung Raya dan Jalan Gajah Mada atau Jalan Iskandar Muda antara Mall Ramayana dan Medan Plaza

Jalan Nibung Raya di Kecamatan Medan Petisah berderet tempat-tempat prostitusi dengan tampilan salon dan spa tetapi mereka menyediakan fasilitas lebih dengan wanita-wanita yang akan menemani pengunjung laki-laki yang ingin mendapatkan pijatan sampai pada bagian tubuh vital. Tidak jauh dari Jalan Nibung Raya terdapat lagi sebuah kawasan prostitusi dimana pada siang hari lokasi ini merupakan sebuah showroom mobil yang berada pada sebuah ruko-ruko yang berderet memenuhi jalan menuju kawasan Jalan Nibung Raya. Pada malam hari swohroom mobil tersebut berubah menjadi kawasan yang senyap dikarenakan kegiatan prostitusi mulai beroperasi. Lantai dua sebuah swohroom mobil


(43)

merupakan bangunan hotel kelas melati yang digunakan sebagai wadah untuk melakukan hubungan seksual.

Menuju Jalan Gajah Mada dan Iskandar Muda dimana pada siang hari terlihat sangat ramai dilalui oleh kendaraan yang hilir mudik menuju pusat kota, namun sepanjang jalan ini apabila hari sudah menjelang malam maka suasana akan berubah seperti pameran-pameran wanita di Kota Medan. Daerah ini terkenal dengan wanita yang menjaja seks secara langsung tanpa perantara atau germo. Para wanita-wanita ini datang dari berbagai wilayah dan mereka juga tidak saling mengenal satu sama yang lainnya.

Wanita tuna susila yang ingin melakukan transaksi tidak menggunakan modal apapun selain keberanian mereka untuk berdiri dan menggunakan busana dan make up yang sedikit mencolok agar para lelaki yang melewati jalan ini memilih mereka untuk pemuasan seksual. Wanita-wanita tuna susila tersebut berdiri dipinggiran jalan raya dengan menggunakan pakaian ketat dan rok mini dengan memberikan senyuman-senyuman kecil yang dibantu penerangan oleh lampu jalan untuk memikat hati pengguna jalan yang hendak melintasi kawasan ini.

Wanita-wanita tersebut ditemani pria yang merupakan pengemudi becak bermotor atau bentor dengan kesepakatan diantara keduanya, apabila wanita tuna susila mendapatkan kesepakatan transaksi dengan pria yang ingin menyewa tubunya maka si pengendara bentor akan siap mengantar serta menjemput wanita tuna susila tersebut. Mereka akan menemani para lelaki yang berani memberi tawaran dengan harga tinggi kepada mereka dan siap untuk menemani ke mana saja.

Tidak hanya wanita melainkan pria yang berupa wanita atau disebut dengan waria terlihat berdiri disepanjang kuburan yang terdapat disana dengan busana dan dandanan mereka yang menyerupai seorang wanita maka waria-waria ini juga tidak ingin kalah bersaing dengan wanita tuna susila yang berada disekitar kawasan ini.


(44)

3.4.1.2.2. Hotel antara Jalan Jamin Ginting menuju Pancur Batu

Hotel-hotel di Pancur Batu

Bisnis yang berbau prostitusi dari waktu ke waktu tidak akan pernah habisnya. Hampir diseluruh lapisan dunia memiliki kegiatan prostitusi. Di Kota Medan prostitusi juga terkenal dimulai dari prostitusi terselubung sampai pada prostitusi yang terang-terangan menunjukan kegitan pemenuhan nafsu seksual. Para pekerja seksual ataupun wanita tuna susila terlihat dari berbagai kalangan usia dimulai dari belia sampai pada wanita yang mulai menua.


(45)

Prostitusi yang beroperasional secara terang-terangan biasanya wanita tuna susila menjajakan dirinya di pinggir jalan dengan dandanan semenarik mungkin serta pakaian yang menunjukan auratnya. Sedangkan prostitusi terselubung biasanya menunjukan suatu tempat sebagai tempat berusaha seperti salon, pijat refleksi, karoke, oukup, dan hotel. Tampilan bangunan membuat beberapa pendatang tidak dapat membedakan usaha dan tempat terselubung yang menyediakan fasilitas prostitusi. Masyarakat akan mengetahui perbedaannya ketika mereka mulai masuk ke tempat yang berkedok usaha tersebut.

Sepanjang Jalan Jamin Gintng menuju Pancur Batu hampir semua hotel yang terlihat memiliki perhatian khusus terutama hotel melati, hotel bintang satu, hotel bintang dua tidak steril dari prostitusi. Keberadaan hotel-hotel tersebut diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat di Kota Medan merupakan hotel yang memiliki prostitusi yang terselubung atau hotel di sepanjang Jalan Jamin Ginting dan Pancur Batu rawan dengan perbuatan mesum. Bangunan yang berbentuk penginapan tersebut menyediakan fasilitas sebagai tempat pemuasan nafsu seksual ataupun prostitusi.

Bungalow atau hotel-hotel kecil ini berada dipinggiran Kota Medan. Tempatnya memiiki bentuk-bentuk bangunan yang bervariasi ada yang memiliki kenyamanan dengan fasilitas ac dan televisi dengan harga yang sangat murah dan ada juga yang hanya terbuat dari tepas-tepas saja.


(46)

Hotel yang berada disekitaran jalan tersebut terdapat panti pijat, oukup dan karoke. Ketika hari mulai menjelang petang hotel tersebut dikunjungi oleh tamu-tamu baik yang ingin menikmati pijatan ataupun berendam, ada pula tamu-tamu yang datang hanya untuk menginap sebentar dengan pasangan kencannya. Oukup yang terdapat dalam hotel member fasilitas kepada tamu yang berkunjung yaitu pegawai yang memberi jasa pijat atau penjaga pemandian air hangat tersebut juga menjajakan diri mereka dalam pemenuhan seksual kepada setiap tamu yang berkunjung ke hotel tersebut. Demikian juga bagi tamu yang datang karoke bisa langsung memesan wanita dan langsung menyewakan kamar. Ada juga beberapa pengunjung mendapatkan penawaran dari bell boy untuk memberi fasilitas dengan menyediakan wanita-wanita pemuas seksual untuk para tamu-tamu pria.

Tarif sewa kamar hotel kelas melati tersebut relatif murah berkisar antara Rp. 50.000 sampai Rp. 120.000 tergantung bagaimana keadaan kamar. Kamar yang seharga Rp. 50.000 hanya menyediakan tempat tidur dan kamar mandi didalam kamar tersebut, sedangkan kamar seharga Rp. 120.000 menyediakan fasilitas televisi, springbed, ac, kamar mandi didalam ruangan. Untuk kamar dengan harga termahal hotel memberikan kenyamanan seperti bentuk dekorasi ruangan yang bagus, ruangan yang wangi, serta memberikan alat-alat bantu untuk keperluan mandi.

Layanan yang lebih dari hotel diberikan dengan berbagai macam tawaran, dimulai dengan sentuhan-sentuhan ringan ke daerah vital sampai kepada berhubungan badan memiliki harga yang berbeda-beda. Wanita-wanita yang terdaftar sebagai pegawai di hotel kelas melati tersebut memberikan penawaran harga antara Rp. 150.000 sampai dengan Rp. 250.000 diluar dari biaya oukup, karoke, ataupun fasilitas pemijatan.

Hotel-hotel tersebut kerap kali diadakan pembersihan lokasi dimana rajia yang dilakukan dengan memeriksa kartu tanda pengenal para pegawai, sulitnya penggusuran atau penutupan usaha penyaluran prostitusi yang berkedok hotel dikarenakan beberapa hotel yang ada di sekitar Jalan Jamin Ginting menuju arah Pancur Batu memiliki ijin usaha yang kerap kali ditunjukan oleh pengelola hotel kepada dinas pariwisata sehingga tidak banyak yang dapat dilakukan untuk penutupan hotel tersebut.


(47)

3.4.1.2.3. Bandar Baru Medan

Hotel di Bandar Baru

Menuju ke arah Berastagi dari Kota Medan bernuansa seperti puncak ditemukan beberapa lakalisasi prostitusi yang paling terkenal di Medan. Di kawasan ini banyak terlihat bungalow-bungalow atau hotel kelas melati, hampir seluruh masyarakat yang tinggal di Medan mengetahui tempat ini yang dikenal dengan Kelurahan Bandar Baru, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo. Bungalow-bungalow disini memang terlihat secara sengaja dibangun untuk tempat prostitusi dengan kualitas kamar yang berbeda sesuai dengan harga yang ditawarkan kepada pengunjung yang ingin mneginap bersama pasangannya. Harga yang tawarkan relatif


(48)

murah dimulai dari harga Rp. 50.000 sampai dengan Rp.80.000 yang sangat jauh berbeda dari harga villa di puncak.

Harga-harga yang ditawarkan sesuai dengan fasilitas yang diberikan. Salah satu contoh kamar hotel Bungalow Latersia di Berastagi dengan harga Rp. 60.000 menyediakan tempat tidur springbed berkaki enam, dengan cermin dua buah kursi didalam kamar, satu buah lemari yang terbuat dari bamboo, kamar mandi dengan fasilitas bathup, di depan kamar terdapat ruang tamu dimana tamu-tamu yang berkunjung dapat menikmati kebersamaan mereka diruangan tersebut sambil menikmati suasana kabanjahe.


(49)

Kondisi kamar mandi Bungalow Latersia, Berastagi


(50)

Bagian teras Bungalow Latersia, Berastagi

Di daerah ini terlihat wanita-wanita penjaja seks baik di siang hari ataupun malam hari. Ada seorang yang bertugas untuk menyediakan wanita-wanita tuna susila tersebut dan harga wanita-wanita itu sendiri ditentukan oleh perantara yang menyediakan fasilitas tersebut.

Sepanjang jalan Bandar Baru ataupun lokalisasi-lokaslisasi yang berada di daerah yang berbeda di Kota Medan terdapat beberapa tiang-tiang yang bertuliskan pemakaian kondom sebagai alat kontrasepsi yang aman, hal tersebut memiliki pro dan kontra yang berasal dari masyarakat dimana penggunaan kondom memiliki arti bahwa seks bebas adalah perbuatan yang disahkan oleh pemerintah. Program pemerintah ini sendiri sebenranya bertujuan untuk mengurangi angka penyakit HIV/AIDS di Indonesia yang masih tergolong sangat tinggi dikarenakan hubungan seksual yang berisiko yang disebabkan oleh bergantian pasangan, selain itu program penggunaan kondom ini ditujukan untu menahan jumlah kepadatan penduduk dari angka kelahiran serta membantu program keluarga berencana.

Berbagai jenis dan harga kondom diciptakan agar pasangan yang berhubungan badan memiliki rasa aman serta kenyamanan, dimana hal ini dilakukan yang juga dikarenakan untuk membangun program pemerintah. Kondom sendiri merupakan alat kontrasepsi yang aman dalam berhubungan badan, proses kerja


(51)

kondom yaitu dengan menjadi penghalang atau menutup jalannya sperma yang diperlukan untuk membuahi sel telur yang ada pada wanita.

Tekstur bunga Rose serta double fit

Rp. 46.000

Kondom bertekstur gerigi (vibra ribbed)

Rp. 46.000

serasa tidak memakai apapun

Rp. 150.000

serasa tidak memakai apapun

Rp. 58.000

Tekstur bunga Rose serta double fit

Rp. 15.000

Kondom bertekstur gerigi (vibra ribbed)

Rp. 15.000

classic, superthin n soft...dari kondom no 1 di Jepang

Rp. 45.000

classic, superthin n soft...dari kondom no 1 di Jepang

Rp. 14.800

kondom Jepang bertekstur bentol-bentol dilengkapi gel warna hijau yang asyik


(52)

serasa tidak memakai apapun

Rp. 150.000

Tekstur bunga Rose serta double fit

Rp. 15.000

Kondom tertipis di dunia, hanya 0.02 mm

Rp. 310.000

Dilengkapi dengan cincin vibrator

Rp. 55.000

Rp. 85.000

Rp. 9.000

Rp. 9.800

Rp. 14.000


(1)

5. Komitmen

Kualitas untuk bertahannya suatu hubungan terikat pada suatu komitmen yang dijalani bersama sebagai pedoman untuk suatu hubungan yang awet. Cinta akan mengikat pasangan dalam hubungan dibantu dengan komitmen-komitmen yang dalam memulai hubungan tersebut. Sebuah perasaan cinta tanpa komitmen yang terjadi di dalam hubungan tersebut maka tidak ada yang bisa mengikat ke dua individu dalam menjalaninya.

Ketika pria atau wanita siap untuk memiliki komitmen dengan lawan jenisnya dengan kata lain mereka harus siap untuk menjaga jarak dan komunikasi dengan lawan jenis yang bukan pasangannya. Pertengkaran yang disebabkan oleh kejujuran diantara pasangan akan lebih baik daripada pertengkaran tersebut dikarenakan ketertutupan pasangan ataupun kebohongan yang pada akhirnya diketahui, hal ini akan menyebabkan pasangan merasa dikhianati.

5.2. Saran

Adapun beberpa saran yang bisa saya berikan kepada “dating couples” di Kota Medan adalah :

1. Rumah merupakan istana dimana rumah dijadikan sebagai tempat beribadah dan berkomunikasi. Rumah seharusnya adalah tempat tinggalnya keluarga yang terdapat suami, isteri dan anak-anak. Menjadikan rumah pada fungsi yang seharusnya akan lebih baik dan lebih bermanfaat baik dalam komunikasi bersama keluarga maupun pendalaman iman. Membimbing karakter atau keperibadian dalam pemeliharan keluarga merupakan salah satu fungsi dari orang tua yang dianggap sebagai Tuhan di dunia.

2. Pergaulan dan lingkungan tempat tinggal yang baik adalah pergaulan yang mengarahkan kita kepada arah yang lebih baik tanpa berpedoman kepada kesenangan semata. Bertukar pikiran dengan teman mengenai pengalaman hidup ada baiknya lebih mengarah kepada hal-hal yang positif yang dapat membangkitkan semangat.


(2)

3. Pertemuan merupakan takdir yang diberikan untuk mengenal orang-orang disekitar yang seharusnya dapat dijadikan pertimbangan setiap kali kita melakukan aktifitas agar tidak menuju arah yang salah.

4. Melakukan komunikasi yang baik dengan suami ataupun isteri mengenai permasalahan yang membuat tidak betah dirumah sehingga mencari pelarian. Komunikasi dapat menimbulkan keterbukaan antara satu dan lainnya.

5. Mengagumi seseorang merupakan hal yang positif jika kita tidak salah mengarahkannya oleh karena itu mengagumi seseorang dapat diarahkan dengan mendengar nasihat seseorang tersebut tanpa menginginkan dia menjadi milik kita.

6. Sebaiknya kita dapat membedakan mana yang menjadi kebutuhan dan mana yang dijadikan keinginan. Ketika memilih untuk menjalani suatu hubungan yang istimewa cobalah untuk mengarahkan hal tersebut kepada hal-hal yang benar-benar dibutuhkan dalam memperlancar kehidupan, bukanlah dengan menginginkan seseorang untuk dapat membantu kita terlepas dari masalah sehingga mengalihkannya kepada cinta semu yang menggunakan nafsu dan fisik namun bukan dengan ketulusan ataupun cinta suci.

7. Mencoba mencari jalan lain dalam permasalahan keluarga, ada baiknya dengan pendalaman iman seperti ikut serta dalam acara pengajian, ibu-ibu arisan, ataupun kebaktian di gereja sehingga semua waktu luang yang dihabiskan bersama kekasih gelap dapat dialihkan ke hal-hal yang positif tersebut.


(3)

INTERVIEW GUIDE

• Data Pribadi Informan

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin :

4. Agama :

5. Alamat :

6. Pekerjaan : 7. Riwayat Pernikahan : • Interview

1. Apa yang anda rasakan tinggal terpisah dari keluarga

2. Berapa lama anda mengalami masalah ataupun tinggal berpisah dengan suami anda ?

3. Mengapa anda memilih untuk memiliki kekasih (selingkuh) ?

4. Apa yang anda sukai dari kekasih anda tersebut ? Apakah anda mengetahui bahwa hubungan yang anda jalani tidak baik? Lalu mengapa anda tetap menjalaninya ?

5. Dalam seminggu berapa kali anda melakukan pertemuan dengan kekasih anda ? 6. Bagaimana cara anda untuk bisa bertemu dengan kekasih anda?

7. Berapa harga rumah yang anda kontrak dan bagaimana keadaan rumah ? 8. Bagaimana kondisi lingkungan yang ada di daerah tempat tinggal anda ? 9. Komitmen seperti apa yang anda dan kekasih anda jalani dalam berhubungan ? 10.Apakah kekasih anda pernah berkunjung ke rumah . Lalu apakah sebaliknya,

anda perah berkunjung ke rumah kekasih anda tersebut?

11.Apa yang dilakukan ketika kekasih anda berkunjung ke rumah? 12.Apa usaha yang anda lakukan agar kekasih anda tidak berpaling ?


(4)

13.Bagaimana respon yang diberikan keluarga anda yang mengetahui hubungan gelap anda tersebut ?

14.Bagaimana hubungaan yang anda jalani dengan kekasih anda sekarang? Apakah merasakan sesuatu yang lebih baik dari pada yang diberikan oleh suami/isteri anda ?

15.Apa usaha yang anda lakukan agar kekasih anda tidak berpaling ?

16.Apakah anda langsung menemui kekasih anda ketika anda memiliki waktu luang 17.Apa alasan awal yang menyebabkan anda mengunjungi warung remang-remang

?

18.Bagaimana perasaan anda ketika berada di warung remang-remang ? 19.Seberapa pentingnya hubungan seksual bagi anda ?

20.Apa alasan yang membuat anda melakukan hubungan seksual dengan kekasih anda ?

21.Berapa kali dalam seminggu anda melakukan hubungan seksual ?

22.Dimana lokasi atau tempat yang biasanya anda gunakan untuk bertemu dengan pasangan ada sampai kepada hubungan seksual ?

23.Berapa harga hotel yang sering anda kunjungi bersama kekasih anda? Dan fasilitas seperti apa yang anda dapatkan di sana ?

24.Siapa yang mengeluarkan uang (membayar) ketika anda melakukan pertemuan dengan kekasih anda? Apakah anda diberi uang yang dikhususkan (bayaran) oleh kekasih anda ?

25.Respon sperti apa yang diberikan keluarga ketika anda tidak pulang ke rumah? Dan alasan seperti apa yang anda berikan untuk memberi penjalasan ?

26.Selain hubungan seksual, apa saja yang anda lakukan kepada kekasih anda untuk menunjukkan perasaan cinta anda ?

27.Apakah anda memiliki keinginan untuk menikah lagi dengan kekasih anda ? 28.Jika anda dihadapkan dengan dua pilahan antara isteri (keluarga) dan kekasih


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Prenada Group. Jakarta

Bidwell dan Vander Mey. 2000. Sociology of The Family Investigating Family Issues.

Dariyo, Agoes. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Ghalia Indonesia. Bogor Selatan

Khairuddin. 1997. Sosiologi Keluarga. Liberty. Yogyakarta

Maramis. 2006. Ilmu Perilaku dalam Kesehatan. Airlangga. University Press. Surabaya

Piotr. 2008. Sosiologi Perubahan Sosial. Prenada

Sari, Timur Citra. 2002. Jika Suami Anda Berselingkuh. Gunung Mulia. Jakarta terjemahan dari Then, Debbie. 1998. Woman Stay With Men Who Stray. Zachary Shcuster. Boston

Sarumpet, 1973. Surga Perkawinan. Indonesia Publishing House. Bandung

Sztompka, Pieter, H.Z.2011. Pengantar Psikologi Untuk Kebidanan. Kencana. Jakarta

T.O Ihromi. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta

Sumber lainnya :

Adriana, 2009. Proses Healing pada Isteri yang Mengalamu Perselingkuhan Suami wib

Ayu, 2011. Prostitusi Blessedday, 2010. Fungsi Rumah Bagi Keluarga

diakses 1Maret 2013 pkl 12.56 wib

Dian dan Sri, 2010. Skema Perselingkuhan dalam Pernikahan dan Intensi Untuk Menikah pada Wanita Dewasa Muda yang Orangtuanya Berselingkuh


(6)

2013 pkl 9.41 wib

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 3. Hak Cipta Pusat Bahasa (2008)

wib

Lindsay, 2008. Pasca Perselingkuha

Nih Luh Putu Suciptawati, 2005. Faktor-faktor Penyebab Perselingkuhan Serta Tindak Lanjut Mengatasiny

Nusya, Zakiah Shalihah. (2003). Hubungan Natara Kepuasan Perkawinan dengan Intensi Melakukan Selingkuh Pada Suami

Desember 2012 pkl 09.25 wib

Purdningsih. (2008). Perselingkuhan dalam Rumah Tangga.

Februari 2013 pkl 19.45 wib

Reiss, 2012. Bentuk Perilaku Seks Pranikah

diakses 15 Maret 2013 pkl 12.47 wib

Sari, Kartika. (2012). Forgiveness pada Istri sebagai Upaya untuk Mengembalikan Keutuhan Rumah Tangga akibat Perselingkuhan Suami. Jurnal Psikologi Undip Vol 11, No. 1.

Sari, Novika dan Heppy Wahyuni. (2006). Hubungan Antara Kepuasan Seksual Terhadap Perselingkuhan Pada Pasangan Suami-Istri.

Yohan dkk. (2010). Kecenderungan bertindak curang pada isteri yang suaminya bekerja di Luar Bandar di Tinjau daripada Faktor Kesepian dan Keperlua Afiliasi. Jurnal Vol 5, No.1, 94-102, 2010.

Yuniarti, Hepi. (2009). Latar Belakang Suami Mempertahankan Perkawinan. Februari 2013 pkl 21.05 wib

Widya Asriana. (2012). Kecemburuan pada Laki-laki dan Perempuan dalam Menghadapi Perselingkuhan Pasangan Melalui Media. Jurnal Psikologi Pitutur Volume 1 No.1