BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi - Prenlensi dan Karakteristik Epilepsi Pada Anak di RSVP Haji Adam Malik Periode :ZOII~2012

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prevalensi

  Prevalensi adalah bagian dari studi epidemiologi yang membawa maksud jumlah orang dalam populasi yang mengalami penyakit, gangguan atau kondisi tertentu pada suatu waktu dihubungkan dengan besar populasi dari mana kasus itu berasal. Prevalensi sepadan dengan insidensi dan tanpa insidensi penyakit maka tidak akan ada prevalensi penyakit. Insidensi merupakan jumlah kasus baru suatu pe nyakit yang muncul dalam satu period waktu dibandingkan dengan unit populasi tertentu dalam periode tertentu.Insidensi memberitahukan tentang kejadian kasus baru.Prevalensi memberitahukan tentang derajat penyakit yang berlangsung dalam populasi pada satu titik waktu (Timmereck, 2001).Dalam hal ini prevalensi setara dengan insidensi dikalikan dengan rata -rata durasi kasus (Lilienfeld dan Lilienfeld, 2001 dalam Timmereck, 2001). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi. Faktor -faktor tersebut adalah: a) Kasus baru yang dijumpai pada populasi sehingga angka insidensi meningkat.

  b) Durasi penyakit.

  c) Intervensi dan perlakuan yang mempunyai efek pada prevalensi.

  d) Jumlah populasi yang sehat.

2.2.1 Definisi

  Usia secara jelas mendefinisikan karakteris tik yang memisahkan anak -anak dari orang dewasa. Namun, mendefinisikan anak -anak dari segi usia dapat menjadi permasalahan besar karena penggunaan definisi yang berbeda oleh beragam negara dan lembaga internasional. Department of Child and Adolescent Heal th and Development, mendefinisikan anak-anak sebagai orang yang berusia di bawah 20 tahun.Sedangkan

  The Convention on the Rights ofthe Child mendefinisikan anak-anak sebagai orang

  yang berusia di bawah 18 tahun. Anak -anak antara usia 0 sampai 14 tahun ka rena di usia inilah risiko cenderung menjadi besar (WHO 2003).

  Menurut Badan Pusat Statistik, komposisi penduduk Indonesia menurut kelompok umur terdiri dari penduduk berusia muda (0 hingga 14 tahun), usia produktif (15 hingga 64 tahun) dan usia tua (≥ 65 tahun).

  Masa perkembangan anak dibagi oleh banyak ahli dalam beberapa periode dengan tujuan untuk mendapatkan wawasan yang jelas tentang definisi dan perkembangan anak. Hal ini disebabkan karena pada saat -saat perkembangan tertentu anak -anak secara umum memperlihatkan ciri -ciri dan tingkah laku karakteristik yang hampir sama.

2.3 Epilepsi

2.3.1 Definisi

  Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan manifestasi gangguan fungsi otak engan berbagai etiologi namun dengan gejala tunggal yang khas, yaitu serangan berkala yang disebabkan oleh lepas muatan listrik neuron -neuron secara tiba-tiba dan berlebihan. Gambaran klinik suatu serangan epilepsi tergantung pada aerah otak yang menjadi pusat lepas muatan listrik neuron -neuron dan pada jalur jalur penjalaran lepas muatan tersebut (Gofir dan Wibowo,2006).

  Kata epilepsi berasal dari kata Yunani “epilambanein” yang kurang lebih berarti “sesuatu yang menimpa seseorang dari luar hingga ia jatuh”. Kata tersebut mencerminkan bahwa serangan epilepsi bukan akibat suatu penyakit, akan tetapi disebabkan oleh sesuatu di luar badan si penderita yakni kutukan oleh roh jahat atau setan yang menimpa penderita. (Mutiawati, 2008).

  Dewasa ini epilepsi didefinisikan sebagai suatu gangguan atau terhentinya fungsi otak secara periodik yang disebabkan oleh terjadinya pelepasan muatan listrik secara berlebihan dan tidak teratur oleh sel -sel otak dengan tiba -tiba, sehingga penerimaan dan pengiriman impuls antara bagian otak dan dari otak ke bagian lain tubuh terganggu (Mutiawati, 2008).

  Menurut Gibbs epilepsi ialah suatu “ paroxysmal cerebral dysrhytmia ”, dengan gejala-gejala klinis seperti di atas. Dasar disritmia ini ialah elektrobiokimiaw i (Maramis, 2005).

  2.3.2 Etiologi

  Epilepsi ini bisa disebabkan oleh beberapa hal, yaitu antaranya adalah : (Djoenadi & Benyamin, 2000)

  • Idiopatik  Faktor herediter, ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan kejang seperti sklerosis tuberose, neurofibromatosis, angiomatosisensefalotrigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.
  • Faktor genetik : pada kejang demam dan breath holding spells.
  • Kelainan kongenital otak : atropi, porensefali, agenesis korpus kalosum.
  • Gangguan metabolik : hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia.
  • Infeksi : radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan selaputnya,toxoplasmosis.
  • Trauma : kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural.
  • Neoplasma otak dan selaputnya.
  • Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen.
  • Keracunan : timbale (Pb), kapur barus, fenotiazin.
  • Lain-lain : penyakit darah,gangguan keseimbangan hormone, degenerasi.

  2.3.3 Faktor Pencetus

  Selain itu, terdapat banyak faktor -faktor pencetus yang boleh menyebabka n seseorang (Djoenaidi & Benyamin, 2000) :  Kurang tidur.

  • Stress emosional.
  • Infeksi.
  • Pengaruh obat-obatan.
  • Alkohol.
  • Perubahan hormonal.
  • Terlalu lelah.
  • Fotosensitif.

2.3.4 Tipe

  Klasifikasi dan sindrom epilepsi pada anak :Klasifikasi menurut International League

  Against Epilepsy (ILAE)1989 untuk sindroma epilepsi :

  1. Berkaitan dengan letak fokus i. Idiopatik (primer)

  • Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal
  • Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital
  • Primary reading epilepsi ii. Simptomatik (sekunder)
  • Lobus temporalis
  • Lobus frontalis
  • Lobus parietalis
  • Lobus oksipitalis
  • Kronik progresif parsialis kontinu iii. Kriptogenik

  2. Umum i. Idiopatik (primer)

  • Kejang neonatus familial benigna
  • Kejang neonatus benigna
  • Kejang epilepsi mioklonik pada bayi dan remaja Bisa terjadi setelah bangun tidur dengan ciri khas pasien mengalami sentakan yang tiba-tiba.
  • Epilepsi absans pada anak dan remaja. enis serangan yang jarang, umumnya hanya terjadi pada masa anak -anak atau awal remaja dengan ciri khas biasanya penderita tiba -tiba melotot, atau matanya berkedip -kedip, dengan kepala terkulai. Kejadiannya cuma beberapa detik dan bahkan sering tidak disadari.

  • Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga / dengan serangan acak. Merupakan bentuk paling banyak terjadi, gejala serangan ini adalah pasien pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas terengah -engah, keluar air liur. Dapat terjadi sianosis, ngompol, atau menggigit lidah pada pasien ini. Serangan ini terjadi beberapa menit, kemudian diikuti rasa lemah, kebingungan dan sakit kepala.

ii. Kriptogenik atau simtomatik  Sindroma West.

  • Sindroma Lennox Gastaut.
  • Epilepsi mioklonik astatic.
  • Epilepsi absans miokionik. iii. Simtomatik.
  • Etiologi non spesifik.
  • Etiologi / sindrom spesifik.

  3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum. i. Serangan umum dan foka l.

  • Serangan neonatal.
  • Epilepsi miokionik berat pada bayi.
  • Sindroma Taissinare.
  • Sindroma Landau Kleffner.

  4. Epilepsi berkaitan dengan situasi. i. Kejang demam. ii. Berkaitan dengan alkohol. iii. Berkaitan dengan obat-obatan. iv. Eklamsi.

  e) Serangan berkaitan dengan pencetus spesifik (reflek epilepsi).

2.3.5 Patofisiologi

  Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron -neuron otak dan transmisi pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron -neuron otak mempunyai kegiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membrane sel. Potensial membrane neuron bergantung pada permeabilitas selektif membrane neuron, yakni membrane sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel terdapat konsentrasi tinggi ion K dan konsentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaan sebaliknya terdapat di ruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion -ion inilah yang menimbulkan potensial membrane . Ujung termin al neuron-neuron berhubungan dengan dendrit - dendrit dan badan-badan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi membran neuron berikutnya. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik.Di antara neurotransmitter -neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat dan asetilkolin sedang kan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang.Hal ini misalnya terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensi al aksi tiba di neuron.Dalam keadaan istirahat, membrane neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membrane neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik. Oleh berbaga i faktor, di antaranya keadaan membrane mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler.

  Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membrane dan lepas mu atan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pe ngaruh proses inhibisi. Di duga inhibisi ini adalah pengaruh neuron -neuron sekitar sarang epileptik.Selain itu juga sistem -sistem inhibisi pra dan paska sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron - neuron akibat habisnya zat -zat yang penting untuk fungsi otak. (PERDOSSSI, 2007).

2.3.6 Diagnosis

  2.3.6.1 Anamnesa / Aloanamnesa

  Anamnesis harus dilakukan secara cerma t, rinci dan menyeluruh, karena pemeriksa hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita.Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang san gat berarti dan merupakan kunci diagnosis.Anamnesis juga memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat -obatan tertentu. Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi: (Chadwick,1996)

  • Pola / bentuk serangan
  • Lama serangan
  • Gejala sebelum, selama dan paska serangan
  • Frekwensi serangan
  • Faktor pencetus
  • Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang

  2.3.6.2 Pemeriksaan fisik

  • Pada bayi Pada pemeriksaan diselidiki apakah adanya kelainan bawaan, asimetri pada badan, ekstremitas, dicatat besarnya dan bentuk kepala, diukur kelilingnya, keadaan fontanel.Auskultasi dan transluminasi kepala.Kelainan yang mungkin ditemukan ialah makrosefali, miktosefali, hidrosefalis. Font anel akan menonjol bila tekanan dalam rongga kepala meningkat. Pada pemeriksaan neurologis harus diperiksa refleks Moro, refleks hisap, reflex genggam, dan refleks tonus leher (Djoenaidi,Benyamin 2000)
  • Pada anak Pemeriksaan umum dan neurologis dilakukan seperti biasa.Pada kulit dicari adanya tanda neurofibromatosis berupa bercak -bercak coklat, bercak-bercak putih, dan adenoma seboseum pada muka pada skleosis tuberose.Hemangioma pada muka dapat menjadi tanda adanya penyakit Sturge-Weber.Pada toksoplasmosis, fundus okuli mungkin menunjukkan tanda-tanda korio renitis. Mencari kelainan bawaan, asimetri pada kepala, muka, tubuh, ekstremitas(Djoenaidi,Benyamin 2000)

  2.3.6.3 Pemeriksaan Laboratorium

  Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium, natrium, bilirubin, ureum dalam darah. Yang sering menambahkan terjadinya kejang ialah keadaan hipoglikemia, hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia, hipernatremia, hiperbilirubinemia, uremia. Penting pula diperiksa pH dar ah karena alkalosis mungkin pula disertai kejang. Pemeriksaan cairan otak dapat mengungkapkan adanya radang pada otak atau selaputnya, toksoplasmosis susunan saraf sentral, leukemia yang menyerang otak, metastasis tumor ganas, adanya perdarahan otak atau perdarahan subaraknoid (Djoenaidi,Benyamin 2000).

  2.3.6.4 Pemeriksaan radiologis

  Pada foto rontgen kepala dapat dilihat adanya kelainan -kelainan pada sitomegalik, skleros is tuberosa, kraniofaringeoma, meningeoma, oligodendroglioma.Sken tomografik olahan computer menunjukkan kelainan -kelainan pada tengkorak dan dalam rongga intrakranium.Arteriografi dan pneumoensefalografi dilakukan bila perlu.Elektroensefalografi (EEG) mer upakan pemeriksaan penunjang yang informatif yang dapat dapat memastikan diagnosis epilepsi. Gelombang yang di temukan pada EEG berupa gelombang runcing, gelombang paku, runcing lambat, paku lamba t (Djoenaidi,Benyamin 2000).

  2.3.7 Pencegahan

  Hingga saat ini tidak ada cara untuk mencegah epilepsi karena kebanyakkan kasus terjadi tanpa diketahui penyebabnya (Djoenaidi &Benyamin, 2000).

  2.3.8 Prognosis

  Pasien epilepsi yang berobat teratur,1/3 akan bebas dari serangnan paling sedikit 2 tahun,dan bias lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir obat dihentikan, pasien tidak mengalami epilepsi lagi, dikatakan telah mengalami remisi. Diperkirakan 30% pasien tidak mengalami remisis meskipun minum obat dengan teratur.Sesudah remisi, kemungkinan munculnya s erangan ulang paling sering didapat pada epilepsi tonik-klonik dan epilepsi parsial kompleks. Demikian pula usia muda lebih mudah mengalami relaps sesudah remisi (WHO,2006).