BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pantai - Pemodelan Profil Pantai untuk Estimasi Jarak Sempadan Pantai di Kawasan Pantai Cermin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pantai

  Pantai adalah sebuah bentuk geografis yang terdiri dari pasir, dan terdapat di daerah pesisir laut. Daerah pantai menjadi batas antara daratan dan perairan laut.

  Panjang garis pantai ini diukur mengeliling seluruh pantai yang merupakan daerah teritorial suatu negara.

  Pantai terbentuk karena adanya gelombang yang menghantam tepi daratan tanpa henti, sehingga mengalami pengikisan, gelombang penghancur tersebut dinamakan gelombang destruktif. Penghantaman gelombang laut ke tepi daratan tanpa henti inilah yang mengakibatkan terjadinya erosial pada daratan pinggir pantai yang dimana terbawanya tanah dan lumpur ke dalam laut dan meninggalkan pasir dan kerikil yang tetap berada di Daerah pantai. Sehingga istilah inilah yang menjadikan element daratan pinggiran pantai adalah pasir. Padahal tidak semua daratan pinggiran pantai adalah pasir. Karena dibeberapa tempat terdat pula gelombang dan arus yang sangat kuat sehingga dapat menghanyutkan pasir kedalam laut dan hanya meninggalkan kerikil dan bebatuan yang merupakan hasil pengikisan laut.

  Pantai memiliki garis pantai, yang dimana garis pantai adalah batas pertemuan antara bagian laut dan daratan pada saat terjadi air laut pasang tertinggi. Garis laut dapat berubah karena adanya abrasi, yaitu pengikisan pantai oleh hantaman gelombang laut yang menyebabkan berkurangnya areal daratan.

2.2. Defefnisi Batasan Pantai Sampai saat ini terdapat beberapa definisi mengenai pesisir dan pantai.

  Namun terdapat kesepakatan umum beberapa ahli menyebutkan beberapa definisi yang berkaitan dengan pantai seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.1 (Triatmodjo, 1999):

  1. Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi langsung oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah.

  2. Pesisir adalah daerah di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan rembesan air laut. Jadi daerah pesisir jauh lebih luas dari pantai.

  3. Daerah daratan adalah daerah yang dimulai dari garis pasang tertinggi ke arah darat.

  4. Daerah lautan adalah daerah yang dimulai dari sisi laut pada garis surut terendah ke arah laut, termasuk dasar lautan dan bagian bumi di bawahnya.

  5. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut dimana posisinya dapat berubah sesuai dengan pasang air laut dan akibat erosi pantai.

  Sempadan ▼▼

  Pantai Pantai Mas

  ▼▼ Map Perairan Pantai

  Pesisir Laut Daratan

  Map : Muka air pasang Mas : Muka air Surut Gambar 2.1: Defenisi dan Batasan Pantai (Triatmodjo, 1999) Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline), maka wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries) dan arah. pertama, batas dan arah yang sejajar garis pantai (longshore). kedua, batas dan arah yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross-shore).

  Menurut SPM (1984) pantai dan daerah pantai adalah daerah dimana gaya dari laut bereaksi terhadap tanah. Sistem fisika di dalm daerah ini adalah terdiri dari gerakan air laut, yang menyuplai energy ke dalam sistem dan pantai yang menyerap energi ini. Karena garis pantai adalah perpotongan udara, tanah dan air, maka interaksi fisika yang terjadi di Daerah ini sangat unik, kompleks dan sulit dipahami dengan baik. Akibatnya bagian terbesar dari pemahaman pantai dan sistem fisika garis pantai adalah bersifat deskriptif.

2.3 Bentuk Pantai

  Bentuk profil pantai sangatlah dipengaruhi oleh serangan badai gelombang, sifat-sifat sedimen seperti rapat massa dan tahanan terhadap erosi, ukuran dan bentuk partikel, kondisi gelombang dan arus perairan pantai.

  Sedimen pantai dapat berupa lumpur, pasir ataupun kerikil. Kemiringan pantai tergantung dari bentuk dan ukuran material dasar pantai. Pantai berlumpur dapat mempunyai slope yang sangat landai yaitu mencapai 1 : 5000. Sedangkan pantai berpasir berkisar 1 : 20 sampai dengan 1 : 50. Dan untuk pantai berkerikil dapat mempunyai slope yang lebih besar yaitu mencapai 1 : 4.

  2.3.1 Pantai Berpasir Pantai berpasir pada umumnya mempunyai bentuk seperti Gambar 2.2.

  Pantai pada gambar tersebut dibagi atas 2 bagian yaitu pantai belakang

  (backshore) dan pantai depan (foreshore). Batas antara kedua zona adalah bibir pantai (berm) yang merupakan titik dari runup maksimum pada kondisi gelombang normal. Runup sendiri adalah naiknya gelombang pada permukaan miring. Gelombang dapat melampaui bibir pantai pada saat badai besar terjadi bersamaan dengan pasang naik. Surf zone terbentang dari titik dimana gelombang pertama kali pecah sampai titik mulai terjadi runup. Di lokasi gelombang mulai pecah biasanya terdapat longshore bar yang merupakan gundukan pasir didasar laut yang memanjang searah garis pantai.

  Gambar 2.2: Profil Pantai Berpasir (Tarigan, 2002)

2.3.2 Pantai Berlumpur

  Pantai berlumpur biasanya terdapat pada daerah dimana muara sungai banyak membawa sedimen tersuspensi dalam jumlah yang besar menuju laut.

Gambar 2.3 menjelaskan kondisi gelombang di pantai pada saat relatif normal yang tidak mampu membawa sedimen tersuspensi ke perairan dalam. Gelombang

  kemudian teredam sehingga lenyap sebelum sampai ke garis pantai. Hal ini disebabkan kemiringan dasar pantai yang sangat landai. Namun pada saat badai dengan gelombang sangat besar, sedimen tersuspensi dapat terangkut jauh bahkan sampai ke perairan dalam. Ini disebabkan oleh kecepatan jatuh (settling velocity) lumpur yang sangat kecil (Tarigan, 2002). Biasanya pantai berlumpur memiliki daerah rendah di belakang garis pantai yang terendam air pada saat air laut pasang (coastal wetland) dan merupakan daerah yang sangat subur untuk tumbuhan mangrove.

  Gambar 2.3: Profil Pantai Berlumpur (Tarigan, 2002) Pada umumnya sedimen yang berada di daerah pantai berlumpur adalah sedimen kohesif dengan diameter yang berukuran sangat kecil. Berdasarkan klasifikasinya, butiran pasir berdiameter 0,063

  • – 2,0 mm, sedangkan untuk lumpur berdiameter di bawah 0,063 mm yang dapat merupakan sedimen kohesif.

  Erosi Pantai

2.4 Morpologi pantai adalah gambaran nyata interaksi dinamis antara air, angin

  dan material penyusun dasar laut. Angin dan air yang bergerak membawa material (sedimen) dari satu tempat ke tempat lain, mengikis tanah maupun pasir dan kemudian mengendapkannya ke suatu tempat secara bertahap (Widi, dkk., 1996).

  Energi yang diperoleh untuk pergerakan air laut sebahagian berasal dari pemanasan sinar matahari dan sebahagian lagi berasal dari gravitasi matahari, bulan dan bumi. Angin yang berpindah terjadi akibat adanya perbedaan tekanan udara dan hal tersebut disebabkan oleh pemanasan sinar matahari yang tidak merata. Interaksi antara angin dan permukaan laut kemudian menyebabkan terjadinya pergerakan air laut (gelombang).

  Rentang pasang surut (gelombang panjang) dan kekuatan arus pasang surut ditentukan oleh kombinasi gaya gravitasi matahari, bulan dan bumi. Sedangkan gelombang pendek umumnya disebabkan oleh hembusan angin. Ketika gelombang terbentuk di perairan dalam, partikel air di permukaan bergerak dalam suatu lingkaran besar dan membentuk puncak pada lintasan tertinggi dan lembah pada lintasan terendah. Di bawah permukaan air bergerak dalam orbit lingkaran yang mengecil sampai menuju kedalaman yang lebih besar.

  Pada saat mendekati pantai, gelombang memiliki orbit melingkar yang memipih dan mulai bergesekan dengan dasar laut. Hal inilah yang menyebabkan pecahnya gelombang di tepi pantai. Kemudian turbulensi yang terbentuk membawa material yang ada di dasar pantai sehingga mengakibatkan terkikisnya sedimen yang membentuk profil pantai. Proses terjadinya erosi pantai dapat dilihat pada Gambar 2.4 (SPM, 1984).

  Keterangan Gambar 2.4 dapat dijabarkan sebagai berikut. Profil A, menunjukkan profil pantai dengan gelombang normal yang terjadi sehari-hari. Di

  Profil B, pada saat mulai terjadi badai yang bersamaan dengan muka air naik,

  gelombang mulai mengerosi sand dunes (bukit berpasir) dan membawa material sedimen ke laut lalu mengendapkannya. Di Profil C, gelombang badai berlangsung lama dan semakin mengerosi bukit berpasir. Di Profil D, setelah badai reda, maka terlihat perubahan profil pantai. Dengan membandingkan profil pantai sebelum dan sesudah badai, dapatlah diketahui volume sedimen yang tererosi dan mundurnya garis pantai.

  Berikut diuraikan sebab-sebab terjadinya erosi secara lebih rinci. Meskipun sering terjadi permasalahan serius dengan erosi pantai yang diakibatkan oleh alam, masih lebih banyak permasalahan erosi yang terjadi yang disebabkan secara alami yang prosesnya dipicu oleh ulah manusia.

  Gambar 2.4: Proses Erosi Pantai (SPM, 1984) Erosi secara alamiah terjadi sebagai akibat respon garis pantai terhadap gaya-gaya laut yang menyebabkan erosi. Sedangkan erosi yang disebabkan oleh manusia adalah karena manusia berusaha keras merubah sistem yang ada pada alam.

  Beberapa sebab erosi secara alamiah dapat diungkap sebagai berikut (SPM,

  1984 ):

  1. Naiknya muka air laut secara global akibat pemanasan dunia (global

  warming ). Kenaikan muka air laut dapat terjadi secara perlahan dan menyebabkan mundurnya garis pantai.

  2. Penurunan suplai sedimen dari daerah pesisir. Hal ini biasanya sebagai akibat penurunan debit banjir pada sungai yang pada gilirannya membawa sedikit sedimen menuju pantai.

  2. Gelombang tinggi yang disebabkan oleh badai. Hal ini menyebabkan terbawanya pasir menjauh dari pantai dan disimpan sementara di beting pantai. Kemudian sebagian kembali ke tepi pantai dalam waktu yang cukup lama saat ombak kembali tenang. Tetapi dalam proses ini beberapa material secara permanen hilang ketika menuju garis pantai.

  3. Kurangnya angkutan sedimen pada arah longshore yang dibangkitkan oleh ombak yang datang membentuk sudut terhadap arah tegak lurus garis pantai.

  Arus searah pantai yang terjadi merupakan sarana angkutan yang membawa pasir (sedimen) dalam arah sejajar pantai (longshore). Bila debit sedimen yang dibawa keluar pada arah longshore melebihi debit suplai sedimen ke dalam lokasi tertentu maka akan mengakibatkan erosi di lokasi tersebut.

  Beberapa sebab erosi yang diinduksi oleh manusia dapat diungkap sebagai berikut:

  1. Eksploitasi sumber daya alam seperti gas, minyak, batubara dan air bawah tanah menyebabkan longsor pada pantai.

  2. Pengerukan beting pantai dapat merubah pola energi gelombang pada perairan pantai. Perubahan perlindungan alam pada pantai ini mengakibatkan erosi, seperti rusaknya sistem dunes, vegetasi pantai dan konstruksi yang berada di sekitar area pantai tersebut.

  Struktur bangunan laut (seperti groin dan breakwater) dapat merupah pola gelombang dan arus yang pada gilirannya mengakibatkan akresi di satu tempat, namun erosi di tempat yang lain.

2.5 Kerentanan Pesisir

  Kerentanan atau vulnerability telah muncul sebagai suatu konsep sentral dalam memahami akibat bencana alam serta untuk mengembangkan strategi pengelolaan risiko bencana. Definisi secara umum kerentanan adalah tingkatan suatu sistem yang mudah terkena atau tidak mampu menanggulangi bencana.

  Triutomo, et al. [6] mendefinisikan kerentanan sebagai kondisi suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi bencana. Tingkat kerentanan dapat ditinjau dari aspek fisik, sosial kependudukan dan ekonomi. Kerentanan fisik menggambarkan suatu kondisi fisik yang rawan terhadap faktor bahaya (hazard) tertentu.

  Kerentanan pantai adalah suatu kondisi yang menggambarkan keadaan “susceptibility” (mudah terkena) dari suatu sistem alami serta keadaan sosial pantai (manusia, kelompok atau komunitas) terhadap bencana pantai. Pada tahun 1998, Arthurton dari British Geologicl Survey telah mengusulkan beberapa rekomendasi yang antara lain aksi pengurangan kerentanan pantai sebagai cara mitigasi bencana alam laut dan pantai di kota-kota pantai di Pasifik. Penilaian kerentanan pantai merupakan prerekues yang penting dalam menentukan daerah yang berisiko tinggi, mengapa mereka berada dalam risiko serta bagaimana cara mengurangi tingkat risiko tersebut.

  Membagi klasifikasi kerentanan pantai menjadi enam kategori, variabel risiko yaitu;

  1. Ketinggian Elevasi Pantai,

  4. Geomorfologi,

  2. Kenaikan Muka Air Laut,

  5. Pasang Surut,

  3. Kemunduran Garis Pantai, 6. Tinggi Gelombang.

2.5.1 Ketinggian Pantai ( Mean Elevation)

  Elevsi pantai dalah perbedaan vertikal antar 2 titik atau jarak dari bidang referensi yang telah ditetapkan ke suatu titik tertentu sepanjang garis tertentu.

  Elevasi muka air laut merupakan parameter yang sangat penting untuk perencanaan bangunan pantai. Beberapa proses alam yang terjadi dalam waktu yang bersamaan membentuk variasi muka air laut dengan periode yang pendek hingga panjang. Proses tersebut meliputi tsunami, gelombang badai, kenaikan muka air akibat gelombang oleh kapal, kenaikan muka air akibat pemanasan global dan pasang surut.

  Mengingat elevasi di laut selalu berubah satiap saat, maka diperlukan suatu elevasi yang ditetapkan berdasar data pasang surut, yang dapat digunakan sebagai pedoman, beberapa elevasi tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Muka air tinggi (high water level), muka air tertinggi yang dicapai pada saat air pasang dalam satu siklus pasang surut.

  2. Muka air rendah (low water level), kedudukan air terendah yang dicapai pada saat air surut dalam satu siklus pasang surut.

  3. Muka air tinggi rata-rata (mean high water level, MHWL), adalah rataan dari muka air tinggi selama periode 19 tahun.

  4. Muka air rendah rerata (mean low water level, MLWL), adalah rerata dari muka air rendah selama periode 19 tahun.

  5. Muka air laut rerata (mean sea level, MSL), adalah muka air rerata antara sebagai referensi untuk elevasi di daratan.

  6. Muka air tinggi tertinggi (highest high water level, HHWL), adalah air tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.

  7. Muka air rendah terendah (lowest low water level, LLWL), adalah air terendah pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.

  8. Higher high water level, adalah air tertinggi dari dua air tinggi dalam satu hari, seperti dalam pasang surut tipe campuran.

  9. Lower low water level, adalah air terendah dari dua air rendah dalam satu hari.

2.5.2 Kenaikan Muka Air laut

  Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangan rentan terhadap tekanan lingkungan baik yang berasal dari daratan dan lautan. Salah satu tekanan yang sering terjadi akhir-akhir ini mengancam keberlangsungan wilayah pesisir di seluruh belahan duia adalah adanya kenaikan muka air laut. Fenomena alam ini perlu diperhitungkan dalam semua kegiatan pengelolaan wilayah pesisir karena dapat bedampak langsung pada kerusakan asset-asset penduduk, mengganggu perkembangan ekonomi penduduk. Secara umum, kenaikan muka air laut merupakan dampak dari pemanasan global (global warming) yang melanda seluruh belahan bumi ini. Berdasarkan laporan

  IPCC (International Panel On Climate Change) bahwa rata - rata suhu permukaan global meningkat 0,3 - 0,6 0C sejak akhir abad 19 dan sampai tahun 2100 suhu bumi diperkirakan akan naik sekitar 1,4 - 5,80C (Dahuri, 2002 dan Bratasida, 2002).

  Naiknya suhu permukaan global menyebabkan mencairnya es di kutub utara dan selatan bumi sehingga terjadilahkenaikan muka air laut (Sea Level Rise).

2.5.3 Kemunduran Garis Pantai

  Garis pantai adalah garis batas pertemuan daratan dan air laut dengan posisi tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi pantaiyang terjadi (B.Triatmojo, 1999), upaya pemanfaatan sumber daya pesisir dan lautan akan dapat menimbulkan dampak negatif pada wilayah tertentu, salah satunya adalah perubahan garis pantai karena terjadi ketidak seimbangan pada ekosistem wilayah pesisir.

  Zhang et al (2004) menyatakan bahwa sehubungan dengan dampak kenaikan muka iar laut, setidaknya 70 persen pantai pesisir di dunia di ketahui mengalamu kemunduran sehingga menjadi problem global. Laju perubahan garis pantai dapat diartikan sebagai profil suatu garis pantai dalam proses kesetabilannya (maju atau mundur) setiap tahun. Dalam metode penentuan laju perubahan garis pantai ditetapkan jarak dari suatu posisi garis pantai mengalami perpindahan dalam tiap tahun nya ( Himmelstoss, 2009).

  2.5.4 Geomorfologi

  Geomorfologi didefenisikan sebagai ilmu tentang bentuk permukaan bumi beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya. Pada dasarnya geomorfologi mempelajari bentuk bentang alam atau lahan, terkain dengan dampak kenaikan muka air laut, tipe bentuk lahan perlu diketahui untuk mengindikasikan ketahanan atau resistensi suatu bagian pantai terhadap erosi dan akresi akibat kenaikan muka air laut.

  Proses geomorfologi adalah perubahan-perubahan baik secara fisik maupun kimiawi yang dialami permukaan bumi. Penyebab proses tersebut yaitu benda-benda alam yang kita kenal dengan nama geomorphic agent, berupa air dan angin. Keduanya bekerja bersama-sama dalam melakukan perubahan terhadap permukaan muka bumi.

  2.5.5 Pasang Surut

  Pasang surut adalah flutuasi muka air laut sebagai fungsi waktu karena adalah gaya tarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi. Meskipun massa bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena jaraknya terhadap bumi jauh lebih dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih besar daripada pengaruh gaya tarik matahari (Triatmodjo, 2003).

  Gaya tarik menarik dan fakta bahwasanya matahari, bulan dan bumi selalu dalam gerakan relative satu terhadap yang lain, menyebabkan air di daerah pantai bergerak. Gerakan pasang surut dari air ini adalah bentuk gerkan gelombang priode yang sangat panjang yang menghasilkan peningkatan dan penurunan permukaan air pada titik tertentu yag menghasilkan pasang surut permukaan air.

  Tinggi pasang surut adalah jarak vertikal antara air tertinggi (puncak air pasang) dan air terendah (lembah air surut) yang berurutan. Periode pasang surut adalah waktu yang diperlukan dari posisi muka air pada muka air rerata ke posisi yang sama berikutnya. Periode pasang surut bisa 12 jam 25 menit atau 24 jam 50 menit, yang tergantung pada tipe pasang surut. Periode pada muka air naik disebut pasang, sedang pada saat sir turun disebut surut.

  Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Di suatu daerah dalam satu hari dapat terjadi satu kali atau dua kali pasang surut. Secara umum pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan dalam empat tipe, yaitu:

  1. Pasang Surut Harian Tunggal (Diurnal Tide) yaitu dalam satu hari terdapat satu kali pasang dan satu kali surut. terdapat dua kali pasang dan dua kali surut.

  3. Pasang Surut Campuran condong keharian tunggal (Mixed Tide Prevailing Diurnal) yaitu dalam satu hari terdapat satu kali pasang dan satu kali surut tapi kadang-kadang terjadi dua kali pasang atau dua kali surut.

  4. Pasang surut campuran condong keharian ganda (Mixed Tide prevailing Semidurnal) yaitu dalam satu hari terdapat dua kali pasang dan dua kali surut namun tinggi dan periodenya sangat berbeda (Triatmodjo, 1999).

2.5.6 Tinggi Gelombang (significant wave height)

  Gelombang yang terbentuk di permukaan laut pada umumnya karena adannya proses alih energi dari angin kepermukaan laut, gelombang yang merambat ke segala arah membawa energi yang kemudian dilepaskan ke pantai dalam bentuk hempasan ombak. Rambatan gelombnag ini dapat menempuh jarak ribuan kilometer sebelum mencapai suati pantai.

  Bentuk gelombang dilautan ketika mendekati perairan dangkal akan berubah dan akhirnya pecah ketika sampai di pantai, hal ini disebabkan oleh gesekan dari dasar laut di perairan dangkal sehingga bentuknya berubah dimana tinggi gelombang meningkat dan panjang gelombang berkurang bentuk ini kemudian menjadi tidak stabil dan akhirnya pecah yang disertai dengan gerakana maju ke depan yang berkekuatan sangat besar sampai mencapai daerah panatai.

  Pada umumnya bentuk gelombang di alam sangatlah kompleks dan sulit untuk digambarkan secara matematis. Beberapa teori yang ada hanya menerangkan bentuk gelombang yang sederhana. Adapun skema definisi dari teori tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.5 dengan keterangan notasi penting sebagai berikut: d = jarak antara muka air rerata dan kedalaman laut. η (x,t) t dan jarak x.

  = amplitudo. a H = tinggi gelombang = 2a.

  = panjang gelombang, yaitu jarak antara dua puncak gelombang yang L berurutan.

  = periode gelombang, yaitu interval waktu yang diperlukan oleh partikel T air untuk kembali pada kedudukan puncak dari kedudukan puncak sebelumnya.

  = cepat rambat gelombang = L/T. C k

  = angka gelombang = 2π/L. = frekwensi gelombang = 2π/T. ω

  Gambar 2.5: Definisi Gelombang

2.6 Sempadan Pantai (Setback)

  Kawasan pantai merupakan wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan, baik perubahan akibat ulah manusia maupun perubahan alam, desakan kebutuhan ekonomi menyebabkan wilayah pantai yang seharusnya menjadi wilayah penyangga daratan menjadi tidak dapat mempertahankan fungsinya sehingga kerusakan lingkungan pesisirpun terjadi.

  Untuk mencegah terjadinya kerusakan pantai lebih jauh pemerintah Indonesia melalui undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil di tegaskan bahwa salah satu terobosan yang harus di lakukan adalah dengan menetapkan batas sempadan pantai, ada beberapa pendapat menjelaskan tentang defenisi sempadan pantai.

  Menurut praktiko (1997) sempadan adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukkan bagi pengamanan dan pelestarian pantai.

  Sedangkan menurut Triatmojo (1999) sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestaria fungsi pantai.

  Menurut Kepmen Kelautan dan perikanan No. 10 tahun 2002 tentang pengelolaan, sempadan pantai adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukkan bagai pengamanan dan pelestarian pantai. Kawasan sempadan pantai berfungsi untuk mencegah terjadinya abrasi pantai dan melindungi pantai dari kegiatan yang dapat mengganggu/merusak fungsi dan kelestarian kawasan pantai. Daerah sempadan pantai hanya diperbolehkan untuk tanaman yang berfungsi sebagai pelindung dan pengamanan pantai, penggunaan fasilitas umum yang tidak merubah fungsi lahan sebagai pengamanan dan pelestarian pantai.

  Batasan sempadan pantai menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia No.32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung bahwa : Sempadan Pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.

  Sisi legalitas urgensi sempadan pantai sudah tersedia dalam berbagai peraturan yaitu:

  1. Peraturan Mentri Pekerjaan Umum No 40/PRT/2007 tentang Kawasan Reklamasi Pantai.

  2. Peraturan Mentri Pekerjaan Umum No 09/PRT/2010 tentang Pedoma Pengamanan Pantai.

  3. Undang-Undang repoblik Indonesia No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilyah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

  Dan dengan demikian daratan sepanjang tepian pantai yang telah di sebutkan di atas perlu dikendalikan penggunaannya, difungsikan sebagai kawasan sempadan pantai yang mana merupakan salah satu terobosan penting dalam perlindungan dan pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan. Dimana tujuan dari penetapan batasan sempadan pantai antara lain untuk memelihara kelestarian ekoistem dan melindungi keseluruhan sumberdaya pesisir dan kepentingan social budaya masaraka yang ada di sekitar wilayah setempat.

  Kreteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya sepanjang 100 meter dari titik pasang tertinggi kearah daratan ada beberapa parameter yang di gunakan untuk menentukan permodelan garis sempadan pantai (purpura,1974):

  1. Pergerakan garis pantai yang dikaitan dengan sejarah badai dan angin;

  2. Gelombang maksimum yang mungkin terjadi;

  3. Kontur kedalaman di daerah dekat pantai dan jauh pantai (offshore);

  4. Daerah kawasan hijau (vegetasi/green belt);

  5. Bukit berpasir (dune) dan bibir pantai (berm);

  6. Keadaan existing pembangunan daerah pantai; 7. Kecenderungan akan terjadinya erosi.

  Sementara itu, menurut Cambers (1998), pengembangan sempadan pantai mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:

  1. Sempadan pantai berfungsi sebagai zona penyangga diantara lautan dan infrastruktur. Pada zona penyangga ini, pantai mungkin dikembangkan secara alami tanpa menggunakan struktur (beton ataupun baja) yang dapat membahayakan sistem pantai;

  2. Sempadan pantai mengurangi kerusakan lahan pantai dari gelombang yang tinggi;

3. Sempadan pantai memberikan kebebasan kepada publik untuk menikmati (rekreasi) di pantai.

  Dasar metode yang dianjurkan untuk dipakai dalam menetapkan lebar sempadan sepanjang pantai adalah sebuah konsep yang sama untuk dapat dipakai dimana saja. Namun demikian untuk suatu lokasi tertentu diperlukan penafsiran kualitatif dan kuantitatif terhadap faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi morfologinya. Selain itu faktor keamanan yang ditetapkan akan sangat mempengaruhi besarnya lebar sampadan pantai.

2.6.1 Faktor-Faktor Lebar Sempadan Pantai

  Dua faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam penetapan garis sempadan pantai adalah stabilitas garis pantai dan topografi yang berhubungan dengan gelombang badai. Dari ke dua faktor tersebut yang terpenting adalah besar perubahan garis pantai dan kecenderungan erosinya yang membutuhkan data sejarah dalam kurun waktu yang cukup lama.

  Di bawah ini diterangkan beberapa faktor penting dalam menginvestigasi garis sempadan di Florida, (Purpura, 1974):

1. Profil pantai: Ukuran dan bentuk pantai serta dune sangat penting dalam memprediksi pengaruh gelombang badai.

  2. Data historis: Idealnya, data perubahan posisi garis pantai per tahun selama 100 tahun akan sangat membantu untuk melihat kecenderungan pergerakan garis pantai. Namun demikian, sering sekali data seperti ini tidak tersedia. Meskipun ada, biasanya hanya untuk selang beberapa tahun saja.

  3. Pasang surut: Data pasang surut seperti jarak vertical dan horizontal pasang surut, MHWL (mean high water lavel), dan sebagainya yang dapat diperoleh dari BMG (Badan Meteorologi Geofisika). Dari data ini dapat dipelajari sejauh mana air dapat masuk ke darat pada saat pasang tertinggi dan daya rusaknya.

  4. Data angin: Data arah, kecepatan dan waktu terjadinya angin biasanya dikeluarkan oleh badan meteorologi yang bertanggung jawab atas pengelolaan stasiun pengukur angin.

  5. Data gelombang: Bila data gelombang tidak pernah diukur langsung di lapangan, maka besar dan arah gelombang dapat diprediksi berdasarkan data angin di atas. Parameter gelombang yang diperoleh kemudian dipakai untuk memprediksi daya rusak dalam mengerosi pantai.

2.6.2 Prinsip Lebar Sempadan

  mengalikan besar erosi per tahun dengan lama tahun proyeksi. Dengan kata lain:

  sp

  L = e . t (2.1) dimana

  sp

  L = lebar sempadan pantai, e = tingkat erosi per tahun (m/tahun) dan t = lama tahun proyeksi (tahun). Cambers (1998) menghitung sempadan pantai untuk Pantai Barabuda di Pulau Karibia dengan menggunakan rumus :

  sp

  L = ( a + b + c ) d (2.2) dimana

  sp

  L = lebar sempadan a = proyeksi posisi garis pantai pada 30 tahun mendatang b = proyeksi perubahan garis pantai akibat badai besar c = prediksi kemunduran garis pantai akibat kenaikan muka air selama 30 tahun kedepan d = faktor lain yang mungkin mempengaruhi.

  S

  F = angka keamanan dengan interval 1,0 sampai dengan 2,0 Yang mana perlu di ketahiu

  NR = angka rata-rata erosi garis pantai (meter/tahun)

  p T = waktu perencanaan untuk analisis sempadan.

  (yang di gunakan di waktu perencanaan adalah zona 30 tahun (E-10 sampai dengan E-30) yang mana pembangunan sudah di ijinkan tetapi hannya untuk rumah tinggal sederhana yang dengan mudah dapat di pindahkan) pada Gambar 2.6 terjadi proses dimana Pantai mengalami proses erosi disebabkan oleh badai, data tentang mundurnya garis pantai akibat suatu badai dapat dievaluasi dengan melakukan peninjauan lapangan, bekas-bekas erosi dapat diobservasi dengan melihat bekas mundurnya bukit berpasir atau bekas longsornya sedimen pembentuk pantai. Wawancara dengan para penduduk (nelayan) setempat mungkin dapat membantu dalam menunjukkan jejak-jejak erosi akibat badai di laut.

  Gambar 2.6: Kenaikan Muka Air Laut Akibat Pemanasan Global Untuk menghitung nilai c pada persamaan 2.2 dapat dipakai rumus sitematik

  Bruun, dimana pada Gambar 2.6 menunjukkan akibat kenaikan muka air terhadap garis pantai, material yang tergerus yang berasal dari atas pantai dibawa arus gelombang dan tersimpan di dasar laut. Dengan kata lain, pantai mengalami erosi akibat terkikis oleh arus gelombang yang naik akibat naiknya muka air laut. dari

Gambar 2.7 yang ditunjukkan agar lebih mudah untuk memahami rumus yang dipakai untuk menghitung laju erosi adalah :

  s

  X z B

  

  Volume erosi h

  Volume tersimpan z y

Gambar 2.7 : Sekematik Bruun (tarigan 2002)

  Dari gambar diatas dapat di lihat sekematik Bruun di mana kemunduran garis pantai dapat di hitung dengan menggunakan variable kenaikan muka air laut dengan munggunakan rumus sitematik brun o z (2.3)

  z y Xs   o  B tan β h

  dimana = tingkat kenaikan muka air laut per tahun (m/tahun) z

  o o

  y = jarak dari garis pantai ke titik kedalaman terakhir h di laut (m) B = tinggi bibir pantai

  = kemiringan (slope) profil pantai tan β

2.6.3 Erosi Garis Pantai

  Secara garis besar permasalah dikawasan pantai adalah masalah erosi, yang akan terjadi di sempadan pantai, dan kemunduran garis pantai yang di akibatkan oleh kenaikan muka air laut.

  max

  Erosi maksimum dune yang mungkin terjadi (DE ) dapat di hitung dengan menggunakan model geomterik yang disajikan oleh Komar et al., (1999) yaitu :

Gambar 2.8 : Model Geometrik Erosi foredune (Komar et al., 1999) dikutip dari Ramsay, Gibberd, Dahm, Bell (2012).

  ( − ) + ∆

  (2.4) = dimana

  DEmax = erosi maksimum dune ΔBL = batas erosi yang terjadi WL = tinggi muka air maksimum. tan β = slope profil terpendek

  Hj = batas kaki dune

2.6.4 Zona Erosi Puluh Tahunan

  Konsep yang ditunjukkan oleh Gambar 2.8 menggambarkan konsep zona sempadan untuk periode 10, 20 dan 30 tahunan yang digunakan di North Carolina dan Florida (Dean dan Dalryumple, 1998) Setiap zona mempunyai peraturan yang berbeda untuk menentukan jenis bangunan maupun infrastruktur yang dibangun di atasnya. Sampai batas zona 10 tahun (E-10) tidak diijinkan sama sekali untuk membuat struktur bangunan sebab zona ini merupakan area yang sangat beresiko terhadap serangan badai. Untuk zona 30 tahun (E-10 sampai dengan E-30), pembangunan sudah dapat diijinkan, tetapi hanya untuk rumah tinggal sederhana yang dengan mudah dapat dipindahkan. Sedangkan untuk pembangunan fasilitas besar seperti hotel ataupun gedung bertingkat lokasinya dapat diletakkan di zona lebih besar dari periode 60 tahunan (E-60).

2.5 Zona Hijau Pantai

  Zona hijau pantai adalah kawasan alami yang terletak dikawasan pantai di sepanjang pesisir pantai yang merupakan jalur hijau yang mana ini dirancang guna melindungi pantai dan pemukiman penduduk dari ancaman badai yang sewaktu- waktu mungkin menyerang, zona ini biasanya terintegerasi dalam kawasan lindung.

  Zona hijau pantai mepunyai beberapa fungsi dan banyak kegunaan pada ekosistem di sekitar pantai dimana keuntungan zona hijau pantai adalah sebagai berikut : 1. melindungi kualitas air. 4. mengendalikan erosi.

  2. melindungi habitat pantai. 5. mengendalikan banjir. 3. melindungi pemandangan dan 6. melindungi sumber arkeolog keindahan. dan sejara.

  Hutan mangrove disebut juga hutan pantai, hutan pasang surut ataupun hutan payau (Dahuri, dkk., 2004). Hutan mangrove merupakan kumpulan tumbuhan yang istimewa yang tumbuh secara alami di sepanjang garis pantai di daerah yang tropis maupun yang non tropis di seluruh belahan dunia, mangrove banyak dijumpai di pesisir pantai yang terlindung dari ombak yang besar dan daerah yang landai.

  Wartaputra (1990) dalam Manurung (2002) menganjurkan jalur hijau hutan mangrove minimum di Pantai Timur Sumatera Utara adalah 325 meter (2,5 x 130).

  Menurut Bengen (2000) dalam Manurung (2002) dimana dilam penjelasan diatas dapat di ketahui bahwa hutan mangrove mempunyai banyak fungsi dan manfaat sebagai mana : 1. peredam gelombang dan dan angin badai.

  2. pelindung dari abrasi. 3. perekat lumpur dan sedimen. 4. tempat pencari makan berbagai jenis ikan. 5. pemasok larva ikan, udang dan biota laut lainnya. 6. bahan baku konstruksi dan obat-obatan.

  Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa perubahan hutan mangrove menjadi lahan tambak mempunyai dampak negatif terhadap pendapatan nelayan tradisonal, akibat menurunnya kualitas habitat biota laut sulit untuk mencari makan dan berkembang biak.

  Gamba 2.9 : Gambar Zona Erosi Puluhan Tahun ( National Research Council,1990) dikutip (tarigan 2002)