Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kajian Soteriologi terhadap Ritual Cheng Beng (清明节) yang Dilakukan oleh Anggota Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi
KAJIAN SOTERIOLOGI TERHADAP RITUAL CHENG BENG (清明
节)
YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA JEMAAT GMIT POLA TRIBUANA KALABAHI
Oleh: FERONIKA KANDARS
712012036 TUGAS AKHIR
Diajukan kepada program Studi Teologi, Fakultas: Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si Teol)
Program Studi Teologi
FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA
MOTTO
“Lakukan Segala sesuatu dengan cinta kasih”
“Jawab Yesus kepadanya: Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan
segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang
pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu,
ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. “
Matius 22 : 37-39
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang oleh karena kasih dan rahmat-Nya penulis dimampukan melalui setiap proses perkuliahan yang ditempuh kurang-lebih selama lima tahun di Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana.
Tugas akhir merupakan karya ilmiah yang disusun oleh mahasiswa/i sebagai salah satu persyaratan kelulusan dari Program Studi Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga. Penulis bersyukur atas pencapaian yang telah diraih. Tugas akhir yang dibuat oleh penulis tidak hanya bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Sains dalam bidang studi Teologi (S.Si Teol) melainkan karena penulis melihat ada kebudayaan yang unik yang ada dalam masyarakat yang selama ini dinilai bertentangan dengan ajaran kekristenan, namun kebudayaan tersebut masih dilestarikan oleh masyarakat yang beragama Kristen. Penulis berharap melalui karya tulis ini, gereja memahami bahwa kebudayaan bukanlah sesuatu yang harus di perangi oleh kekristenan melainkan melalui kebudayaan gereja mampu membangun suatu makna teologis yang kontekstual.
Selama menjalani proses perkuliahan sampai pada penyusunan Tugas Akhir, penulis dibimbing oleh berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua, bapak dan ibu yang dengan tulus mendoakan, mengasihi, membimbing dan mendukung penulis dalam menjalani kehidupan, serta seluruh keluarga yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis.
2. Pdt. Yusak B. Setyawan, MATS, Ph.D Selaku dosen pembimbing yang bersedia membantu penulis dalam proses penyelesaian Tugas Akhir.
3. Pdt. Dr. Retnowati, M.si selaku wali studi penulis yang bersedia menyediakan waktu untuk mendegarkan pengalaman penulis selama menjalani pendidikan serta memberikan nasehat dan arahan kepada penulis ketika penulis mengalami kendala dalam proses pendidikan.
4. Bapak, ibu dosen yang bersedia membagikan ilmu dan membimbing penulis selama masa perkuliahan, serta ibu budi selaku tata usaha(TU) yang bersedia melayani kebutuhan akademik penulis.
Klasis Alor Tengah Utara, Pendeta, Majelis dan jemaat Gereja Bethania Kuyamasang, Imanuel Mainang, Ebenhezer Fungwati, Betel Mahuting.
6. Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi etnis Tionghoa selaku narasumber yang bersedia membantu penulis selama masa penelitian Tugas Akhir.
7. Sahabat-sahabat terkasih dari Taman Kanak-kanan, SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi serta sahabat-sahabat Persekutuan Mahasiswa Kristen (Perkantas) yang senantiasa mendoakan dan mendukung penulisa dalam menjalani kehidupan dan pendidikan.
Salatiga_______________ Feronika Kandars
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hakikat Cheng Beng menurut pandangan anggota jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi etnis Tionghoa serta melakukan kajian soteriologi terhadap pemahaman jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi etnis Tionghoa tentang tradisiCheng Beng. Cheng Beng(清明
节)merupakan tradisi sembahyang leluhur.
Cheng Beng adalah tradisi turun temurun yang dilakukan dari para leluhur yang masih
dilestarikan oleh warga masyarakat GMIT Pola Tribuana Kalabahi etnis Tionghoa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menyatakan bahwa leluhur yang dipercaya oleh warga Tionghoa sebagai perantara berkat dan keselamatan bagi keturunannya sama dengan Yesus yang diimani dalam kekristenan sebagai perantara berkat dan keselamatan bagi umat manusia.
Kata Kunci : Cheng Beng, Ritual, Soteriologi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................. i LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................... ii PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ..................................................................................... iii PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES .......................................................................... iv PERNYATAAN BEBAS ROYALTI DAN PUBLIKASI .................................................... v MOTTO ................................................................................................................................. vi KATA PENGANTAR ........................................................................................................... vii ABSTRAK ............................................................................................................................. ix DAFTAR ISI .......................................................................................................................... x
I. Pendahuluan........................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat ..................................................................... 4
1.3 Metode Penelitian ........................................................................................................ 5
1.4 Sistematika Penulisan .................................................................................................. 6
II. Landasan Teori .................................................................................................................. 6
2.1 Soteriologi Dalam Teologi Kristen ............................................................................. 6
2.2 Hakikat Keselamatan .................................................................................................. 8
2.3 Perayaan Keselamatan ................................................................................................ 9
III. Hasil Penelitian ................................................................................................................ 12
3.1Gambaran Umum Tentang Cheng Beng di Pulau Alor ................................................ 12
3.2 Hakikat Tradisi Cheng Beng ....................................................................................... 17
V. Penutup ............................................................................................................................. 20
5.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 20
5.2 Saran ................................................................................................................................ 23 Daftar Pustaka ........................................................................................................................ 25
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, Festival Qing Ming atau Qing Ming jie (清明 节) lebih
1
dikenal dengan istilah Cheng Beng dalam bahasa Hokkian. Secara etimologis,
Cheng
berarti „bersih‟ dan „murni‟,Bengberarti „terang‟. Cheng Beng berarti “bersih dan terang”. Cheng Beng bagi warga Tionghoa keturunan di mana pun mereka berada merupakan hari untuk mengenang dan menghormati para
2
leluhurnya. Konsepsi di balik Cheng Beng adalah bahwa penghormatan kepada arwah nenek moyang atau leluhur yang sudah meninggal merupakan salah satu bagian terpenting dari kebudayaan warga Tionghoa di Indonesia. Menurut orang Tionghoa arwah nenek moyang atau leluhur yang sudah meninggal dapat melindungi keturunannya dari malapetaka, dan memberkahkan rezeki bagi
3 mereka.
Penghormatan kepada leluhur yang dilakukan oleh warga Tionghoa sangat dimotivasi oleh kesalehan filial (kepatuhan anak-anak terhadap para orangtua). Pada umumnya para leluhur diyakini memiliki kekuatan tertentu yang kurang- lebih sama dengan kekuatan para dewa dan dewi, oleh karena itu, para leluhur dianggap mampu mempengaruhi para sanak kerabat mereka yang masih hidup. Pemahaman tertentu tentang para leluhur sangat kuat dipengaruhi oleh gagasan- gagasan tentang wujud-wujud adikodrati lainnya dalam sistem religius masyarakat bersangkutan. Para leluhur didekati dalam doa dan dimohonkan menjadi perantara berkat atau menjauhkan malapetaka serta kemalangan. Sikap religius yang termasuk dalam penghormatan kepada para leluhur meliputi sikap hormat, cinta, simpati, kadang kala rasa takut, dan satu sikap religius yang khususnya dominan dalam kelompok-kelompok etnik Cina adalah kepatuhan anak-anak terhadap para orangtua. 1 Dinaviriya, Festival Qing Ming atau Cheng Beng, diakses dari
pada tanggal 01 Agustus 2017 pukul 09.00
WIB 2 A. Rani Usman, Etnis Cina Perantauan di Aceh (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2009), 209.Praktik religius penghormatan kepada para leluhur juga mencakup semua sikap dan tindakan yang biasanya ada hubungan dengan penghormatan terhadap para dewa dan dewi serta roh- roh lainnya. “Para leluhur” adalah konsep antorpomorfis dari kekuatan-kekuatan adikodrati. Artinya, roh-roh para leluhur dipandang memiliki berbagai kualitas dan kapabilitas seperti seorang manusia namun dengan satu potensi adikodrati. Begitulah yang dipahami bahwa para leluhur dapat melihat, mendengar, merasakan, memahami dan berkomunikasi dengan orang-orang yang masih hidup.
Hampir semua unsur dari berbagai praktek religius yang dianggap lumrah dan berkenan dengan segala macam wujud adikodrati lainnya juga ditemukan dalam ritus-ritus penghormatan kepada para leluhur, seperti penghormatan dan upacara perdamaian dalam bentuk doa, kurban, persembahan, menjaga kaidah- kaidah moral serta berbagai festival penghormatan. Bila para leluhur diyakini memiliki kendali langsung atas berbagai urusan orang-orang yang masih hidup, maka berkat mereka yang berkesinambungan senantiasa dimohonkan melalui
4 berbagai ritus yang diselenggarakan.
Tradisi Cheng Beng bagi masyarakat Tionghoa di pulau Alor, yang sebagian menjadi anggota jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi merupakan tradisi yang dilaksanakan setahun sekali.Hari Cheng Beng tidak memiliki tanggal yang pasti dalam kalender Imlek. Hal ini dikarenakan, hari Cheng Beng
5
ditetapkan berdasalkan 24 Jie Qi atau perubahan musim dan iklim. Setelah hari raya Imlek, masyarakat keturunan Tionghoa percaya bahwa pintu gerbang orang meninggal terbuka, dan pada saat-saat itulah, keluarga dapat memperbaiki dan membersihkan makam leluhur atau orangtuanya.
Pada hari tersebut, keluarga mengunjungi makam leluhur atau orangtuanya dan berdoa. Ritus dipimpin oleh salah seorang dari orang tua yang ditunjuk oleh keluarga. Ritus yang biasanya dilakukan oleh orang Tionghoa di kuburan ialah: pertama, menyajikan makanan berupa nasi-lauk, buah-buahan dan minuman berupa arak. Kedua, sembahyang. Orang yang memimpin ritus Cheng Beng 4 Alex Jebadu, BukanBerhala : Penghormatan Kepada Para Leluhur (Maumere : Penerbit Ledalero, 2009), 85-89. 5 Dinaviriya, Festival Qing Ming atau Cheng Beng, diakses dari
berdiri berhadapan dengan Bong Pai (batu nisan). Doa dimulai dengan membakar
hio (dupa), kemudia menundukkan kepala dan berdoa. Ketiga, membakar kertas
mas dan kertas perak serta menancapkan hio (dupa) di makam.Sehari setelah hari Cheng Beng, dipercaya oleh masyarakat Tionghoa sebagai hari dimana pintu gerbang orang meninggal akan tertutup. Karena itulah masyarakat keturunan Tionghoa di Alor (Komunitas Tionghoa) mengadakan doa bersama dan memberikan kurban persembahan berupa binatang, yang biasa disebut homping, dengan maksud mengundang arwah orang meninggal untuk makan bersama sebelum pintu orang meninggal tertutup. Ritus dipimpin oleh
6 ketua yayasan orang Tionghoa di pulau Alor (Yayasan Mulia orang Tionghoa).
Dalam Kekristenan, Yesus yang diberi gelar dan nama “Kristus” menjadi
7
sasaran iman kepercayaan orang Kristen. Dalam literatur Kristen abad mula- mula, Kristus disebutkan sebagai Allah dan manusia, anak manusia, juga anak
8 Allah. Kesatuan dari Yesus sang manusia dan Allah dilukiskan sebagai kesatuan
moral dan kesatuan kehendak. Yesus sang manusia sejati dan Allah sejati, Lahir dari rahim seorang perempuan namun Yesus adalah perwujudan Allah yang memiliki kuasa Ilahi yang adalah Mesias yang diharapkan, tokoh penyelamat bagi
9 umat manusia.
Dari perspektif Kristen berbicara mengenai keselamatan berarti tidak terlepas dari Sang Juruselamat, yaitu Yesus Kristus. Alkitab menjelaskan bahwa keselamatan adalah anugerah dan hanya tersedia melalui iman dalam Yesus Krsitus. Keselamatan hanya tersedia dalam Yesus dan hanya bergantung kepada
10 penyediaan, kepastian, dan jaminan Allah semata-mata.
Istilah “selamat” dan “keselamatan” secara umum menunjukkan kepada keadaan manusia yang bebas dari dosa, keadaan baik serta keadaan bahagia
11 karena manusia dipersatukan kembali dengan Allah.
Dalam perjanjian lama, keadaan manusia yang selamat atau dirahmati, disebut keadaan “damai sejahtera” atau dalam bahasa ibradi disebut . Dalam 6 7 Hasil wawancara dengan Bapak Nomensen Gogalim tanggal 24 April 2016. 8 C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi (Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 1988), 17. 9 Louis Berkhof, Teologi Sistematika 3 (Surabaya : Penerbit Momentum, 2011) 8-9. 10 Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 1 (Yogyakarta : Penerbit Kanisius 2004), 204.
Jonas T.H. Sitomorang, Soteriologi : DoktrinKeselamatan (Yogyakarta : Penerbit arti absolut, kata mencakup segala sesuatu yang berupa kebahagiaan manusia seluruhnya dan seutuhnya, baik rohani maupun jasmani, baik sebagai orang perorangan maupun sebagai persekutuan, bahkan seluruh alam disekitarnya termasuk dalam keadaan bahagia itu. Dalam arti relatif, syalom menunjukkan relasi yang baik antarorang, antarkeluarga, dan antar bangsa yang berbeda-beda serta relasi yang baik antar manusia dan Allah. Dalam arti yang luas, syalom merupakan pemberian Allah. Khususnya sebagai hasil tindakan Allah yang membebaskan manusia dari bahaya. musuh polotik yang menindas, dari kesusahan materiil ataupun dari genggaman dosa.
Dalam Perjanjian Baru, keadaan selamat dan damai sejahtra yang dianugerahkan Allah kepada manusia dihubungkan dengan diri Yesus Kristus dan dengan karya Roh Kudus serta terletak pada hubungan pribadi manusia dan Allah. Seluruh kitab Perjanjian Baru diresapi keyakinan bahwa harapan Perjanjian Lama akan keselamatan itu digenapi oleh dan dalam Yesus dari Nasaret, sang Mesias
12 yang diutus Allah.
Hubungan Allah dan manusia diliputi dan diresapi oleh rahmat. Yang dimaksud dengan rahmat adalah kasih sayang, kasih setia, dan belas kasihan yang diberikan Allah kepada manusia di dunia ini sebagai anugerah, artinya tanpa keharusan atau kewajiban apapun dari pihak Allah, dan tanpa hak atau jasa sedikit
13 pun dari pihak manusia.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa leluhur mempunyai kemampuan adikodrati yang dipercaya sebagai penyelamat (menjauhkan dari malapetaka ) dan sebagai perantara berkat, seperti halnya Kristus dalam pemahaman orang kristen. Hal ini membuat penulis tertarik untuk melakukan studi soteriologi terhadap ritual Cheng Beng .
1.2 Rumusan Masalah
Di tengah perkembangan kekristenan di Indonesia terkhususnya di pulau Alor, penulis melihat bahwa masih nampak kebudayaan-kebudayaan yang melukiskan kepercayaan terhadap leluhur. Salah satunya nampak dalam tradisi 12 Dister, Teologi Sistematika 2, 138-142.
Cheng Beng. Tradisi tersebut dilaksanakan dan dilestarikan oleh orang-orang
Kristen keturunan Tionghoa. Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan penelitian pada Anggota Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi etnis Tionghoa.
Berdasarkan uraian diatas, penulis bermaksud untuk menemukan apa hakikat dari tradisi Cheng Beng menurut pandangan anggota jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi etnis Tionghoa serta bagaimana kajian soteriologi terhadap pemahaman jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi etnis Tionghoa tentang tradisi
Cheng Beng .
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hakikat Cheng Beng menurut pandangan anggota jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi etnis Tionghoa serta melakukan kajian soteriologi terhadap pemahaman jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi etnis Tionghoa tentang tradisi Cheng Beng.
1.4 Manfaat Penelitian 1.
Mengetahui pandangan warga jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi etnis Tionghoa tentang Cheng Beng 2. Melihat adanya makna soteriologi dari perayaan ritual Cheng Beng
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dan juga memakai pendekatan kepustakaan dengan tujuan untuk merekonstruksi landasan teoritis atau untuk memaparkan makna berkat dalam perspektif soteriologi. Metode penelitian deskriptif ( descriptive research) adalah suatu metode yang mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan
14
dengan masalah dan unit yang diteliti. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data berupa wawancara yakni proses
15
tanya jawab dari peneliti terhadap orang yang diteliti. Teknik Wawancara digunakan karena dengan wawancara, data yang diperoleh akan lebih mendalam 14 Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), 20. karena mampu menggali pemikiran atau pendapat secara detail. Lokasi penelitian di jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi, khususnya warga jemaat etnis Tionghoa.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan terdiri dari empat bagian, yaitu : bagian pertama, pendahuluan yang berupa latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bagian kedua, teori atau padangan tentang berkat dari perspektif soteriologi. Bagian ketiga, analisa terhadap data penelitian lapangan. Bagian keempat, tinjauan Kritis atas ritus Cheng Beng. Bagian kelima, penutup berupa kesimpulan dan saran.
II. LANDASAN TEORI
2.1 Soteriologi dalam Teologi Kristen Soteriologi dalam teologi Kristen dipahami sebagai doktrin keselamatan atau ajaran tentang keselamatan. Keselamatan dalam istilah teologis disebut
16
dengan pokok iman Kristen. Doktrin keselamatan berasal dari kata dalam bahasa o. Yunani, ya dan ς. Istilah “selamat” dan “keselamatan” dapat
λ γο dipahami dari sisi positif dan negatif. Secara positif, istilah “selamat” dan “keselamatan” menunjuk kepada keadaan manusia yang ada dalam keadaan baik serta bahagia karena manuisa telah dipersatukan dengan Allah. Sedangkan, secara negatif, istilah “selamat”dan keselamatan” menunjuk kepada keadaan manusia
17
yang bebas dari dosa. Soteriologi berkaitan erat dengan pelimpahan berkat keselamatan kepada manusia, dan dalam soteriologi ditekankan bahwa sumber
18 tertinggi kehidupan, kekuatan dan kebahagiaan manusia ialah Allah.
Dalam kitab suci, Ada dua pandangan tentang keselamatan, yakni pandangan dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Keselamatan dalam Perjanjian Lama dirangkum dalam dua istilah bahasa Ibrani, yakni kata dan
[v;y"
16 A. Heuken, Ensiklopedia Gereja, jilid IV (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka 1995), 330. 17 Nico SyukurDister,OFM, Teologi Sistematika 2 (Yogyakarta: Kanisisus, 2004), 132.
. Sedangkan Perjanjian Baru menggunakan kata dalam bahasa Yunani, yakni kata n eivrh,nh.
Perjanjian Lama
Kata berarti memerdekakan, melepaskan, menolong dan
[v;y
menyelamatkan. Keselamatan dalam perjanjian lama berarti melepaskan manusia dari bahaya yang mematikan dan penyembuhan dari penyakit, pembebasan dari tawanan, tebusan dari perhambaan, bantuan dalam gugatan dan kemenangan dalam perang. Didalam Pelaksanaan keselamatan, Tuhan dapat memakai manusia seperti raja atau pemimpin, namun Tuhanlah yang menyelamatkan manusia dengan cara yang beraneka ragam. Penyelamatan merupakan inisiatif dari Allah
19 dan bukan usaha manusia.
Kata berarti damai sejahtera, selamat, sehat, baik, benar, adil, dan makmur. secara umum berarti hubungan yang baik antara manusia dan Tuhan. Sumber adalah Yahweh, merupakan pemberian Tuhan kepada orang yang hidup sesuai dengan kehendakNya. datang bukan atas usaha manusia tetapi datang dari Tuhan Allah sendiri. Adapun maksud perkataan erat hubungannya dengan keselamatan dalam materi seperti air, panen yang melimpah juga keselamatan dari ancaman binatang buas serta keselamatan dari musuh. juga mencakup pengertian keselamatan yang meliputi kesehatan dan
20 kelepasan dari marabahaya.
merupakan pemberian Allah, khususnya
21 sebagai tindakan Allah yang membebaskan manusia dari bahaya apa saja.
Perjanjian Baru
Kata dan menghantar kita pada pemahaman tentang keselamatan secara fisik yang dihubungkan dengan keadaan spiritual. Perjanjian
Baru memberikan arti sebagai keselamatan dari hukuman, keselamatan dengan pengampunan dosa, keselamatan dengan sembuhnya dari penyakit, serta pembebasan dari kuasa dosa. Kata dalam Perjanjian Baru berkenanan
dengan penyembuhan dan juga digunakan dalam bidang kerohanian tentang 19 A.A Yewangoe, Kontekstualisasi Pemikiran Dogmatika di Indonesia (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004), 170. berkat dalam arti penebusan dan pekerjaan Kristus. Sedangkan kata berkaitan dengan keselamatan hidup jasmani dan rohani dan titik pangkal
22
keselamatan itu adalah pengampunan dosa. Inti pengertian dan
dalam Perjanjian Baru ialah pelepasan serta keselamatan dari kesesakan dan
23 kuasa Allahlah yang memberikan kelepasan dan keselamatan.
Kata eivrh,nh diartikan damai sejahteram aman, makmur dan selamat. Arti sebenarnya dari kata eivrh,nh adalah “kesejahteraan” dan “keselamatan”, baik secara jasmani maupun rohani. Pada awalnya kata ini digunakan sebagai perkataan salam yang memberi arti keadaan baik. Jadi pengertian eivrh,nh tidak terlapas dari kehidupan sehari-hari. eivrh,nh berarti ada damai dalam hubungan
24
dengan yang lain, Oleh karena itu paulus menekankan bahwa kerajaan Allah bukanlah soal makan dan minum tetapi soal damai sejahtera dan sukacita. eivrh,nh adalah manusia yang turut membangun damai. Manusia yang dalam Dalam Perjanjian Baru, Kristuslah damai sejahtera itu dan kedatangan-Nya ke
25
dunia ini menyatakan keselamatan untuk manusia dan dunia. Dalam tradisi kekristenan, manusia tidak bisa membenarkan dan membebaskan dirinya sendiri,
26
melainkan manusia membutuhkan pembenaran dari Allah. Keadaan selamat dan damai sejahtera yang terkandung dalam kata dan eivrh,nh merupakan rahmat yang diberikan Allah kepada manusia yang dihubungkan dengan diri
27 Yesus Kristus.
2.1 Hakikat Keselamatan Pada hakikatnya, keselamatan merupakan anugerah atau pemberian dari
Allah. Dalam Perjanjian Lama, kata anugerah berasal dari akar kata yang memiliki arti “kebaikan atau keindahan”. Secara umum arti ialah kemurnian hati atau kemauan baik. Pengertian dasar dari anugerah adalah, bahwa berkat- berkat tersebut dicurahkan secara melimpah dan diberikan dengan Cuma-Cuma tanpa memperhitungkan jasa apapun dari manusia. 22 23 Yewangoe, Kontekstualisasi Pemikiran Dogmatika di Indonesia,174. 24 Yewangoe, Kontekstualisasi Pemikiran Dogmatika di Indonesia,175. 25 Yewangoe, Kontekstualisasi Pemikiran Dogmatika di Indonesia,178.
Yewangoe,Kontekstualisasi Pemikiran Dogmatika di Indonesia,179. Dalam Perjanjian Baru, kata anugerah berasal dari akar kata cavri ς yang berarti “bersukacita”. Kata anugerah memiliki makna suatu penampilan yang
28 menyenangkan ,
“keindahan”, “disetujui ”dan “diterima”. Kata anugerah juga berarti “maksud atau kehendak yang baik. Selain itu, kata anugerah juga menyatakan emosi yang bangkit dari hati manusia yang menerima anugerah itu, dan kemudia hadirlah “rasa syukur” atau “pengucapan syukur”. Kata cavriς
29 menunjuk kepada pekerjaan Allah yang tidak membutuhkan usaha manusia.
Anugerah merupakan kasih Allah kepada manusia yang diberikan secara Cuma-Cuma, berdaulat, tidak berubah. Anugerah itu dinyatakan di dalam Kristus.
30 Kristus adalah bukti hidup dari anugerah Allah.
Dalam kekristenan, Yesus diimani sebagai Kristus, yang melalui-Nya, karya keselamatan dinyatakan bagi dunia. Yesus Kristus adalah jalan dan pintu masuk ke dalam keselamatan. Manusia yang percaya kepada Yesus Kristus akan beroleh hidup yang kekal. Keselamatan dianugerahkan kepada manusia tanpa terkecuali. Namun kehidupan yang kekal hanya akan menjadi bagian dari manusia
31 yang percaya kepada Yesus Kristus.
2.2 Perayaan Keselamatan
Keselamatan yang disediakan oleh Allah bagi manusia lewat karya Yesus Kristus dan yang diperoleh manusia dalam kerajaan Allah, sebagaimana yang diyakini Gereja di dalam kredo, adalah persekutuan orang kudus, pengampunan
dosa, kebangkitan daging dan kehidupan kekal . Keempat aspek tersebut terbagi
32 dalam dua kategori yakni persekutuan dan individu.
Manusia yang diselamatkan dituntut untuk terlibat di dalam persekutuan untuk membentuk satu keluarga. Terbentuknya suatu persekutuan dilatarbelakangi oleh kejatuhan manusia dalam dosa yang ditandai dengan solth, ketertutupan, atau keterasingan. Gereja merumuskan itu di dalam frase persekutuan orang-orang kudus (communion sanctorum). Dalam keterasingan itu manusia terperosok makin 28 29 Berkhof, Teologi Sistematika 4, 31. 30 Berkhof, Teologi Sistematika 4, 32. 31 Berkhof, Teologi Sistematika 4, 33.
EbenhaizerI. NubanTimo, Allah Menahan Diri tetapi Pantang Berdiam Diri (Jakarta : jauh ke dalam dosa dan tidak dapat meyelamatkan dirinya sendiri, oleh karena itu, Allah mengutus Yesus Kristus untuk memyelamatkan manusia. Manusia yang terasing dari dirinya, dari sesamanya, dan dari Allah ditarik masuk oleh Allah ke dalam gereja untuk mengalami kembali hidup dalam arti yang sesungguhnya,
33 yakni being in relation.
Aspek persekutuan dari keselamatan adalah bahwa kredo communio
sanctorum , persekutuan orang kudus memiliki dua arti. Pertama, orang-orang itu
disebut kudus karena mereka dihubungkan kepada yang kudus. Alkitab menyatakan bahwa yang kudus itu adalah Allah dalam Yesus Kristus. Persekutuan dengan Kristus adalah realitas iman. Persekutuan dengan Kristus berwujud secara nyata dalam sakramen perjamuan kudus, dimana manusia
34
diundang ke tafelgemeenschap dengan Allah. Tafelgemeenschap merupakan bentuk perayaan keselamatan yang menunjuk pada persekutuan di sekitar meja, di mana terjadi ritual makan bersama. Ritus tersebut merupakan sebuah proklamasi kepada masyarakat bahwa ada persaudaraan yang rukun dan ramah serta keselamatan di antara orang-orang yang ambil bagian dalam ritus makan
35
bersama. Kedua, communio sanctorum yang didemonsktrasikan dalam
tafelgemeenschap pada sakramen perjamuan kudus tidak hanya mempersatukan
manusia dengan Yesus Kristus, tetapi juga manusia dengan manusia yang ambil
36
bagian dalam tafelgemmeschap tersebut.Berkat keselamatan yang menjadi bagian individu dalam gereja ialah pengampunan dosa, kebangkitan daging dan hidup yang kekal. Calvin mengelompokkan itu dalam dua kategori. Pertama, berkat yang sementara direalisasikan pada masa kini, yakni sejak seseorang terlibat dalam persekutuan tubuh kristus. Berkat tersebut ialah pengampunan dosa (remisionem peccatorum). Kedua, berkat yang akan dinyatakan kelak, yakni ketika Yesus Kristus datang kembali sebagai bagian orang-orang yang hidup dalam percaya kepada Yesus Kristus. Berkat tersebut ialah kebangkitan daging (resurrectionem carnis) dan kehidupan kekal (vitae aeternam). Berkat tersebut disediakan Allah bagi semua 33 34 Nuban Timo, Allah Menahan Diri tetapi Pantang Berdiam Diri, 356.
Nuban Timo, Allah Menahan Diri tetapi Pantang Berdiam Diri, 377. manusia tanpa terkecuali. Meskipun demikian, berkat itu hanya bisa diterima oleh orang-orang yang ambil bagian dalam persekutuan keselamatan. Hal tersebut tidak bermaksud untuk mempersempit ruang lingkup keselamatan Allah. Penekanan keberadaan sebagai anggota gereja untuk memperoleh keselamatan dimaksud untuk menggarisbawahi pentingnya jawaban dan penerimaan manusia
37
kepada Allah. Keselamatan yang adalah berkat dari Allah tidak semata-mata hanya tindakan Allah, melainkan juga kesungguhan manusia dalam menerima rahmat dari Allah. Manusia dalam proses menerima berkat yang akan dinyatakan ketika Yesus Kristus datang yang kedua kalinya didorong oleh bimbingan Allah
38 dan usaha manusia dalam mentaati dan mengikuti bimbingan Allah.
Ajaran tentang keselamatan merupakan ajaran penting dalam kekristenan yang sudah ada sejak zaman Perjanjian Lama, zaman sebelum karya keselamatan dikerjakan oleh Allah melalui Yesus yang disebut Kristus. Keselamatan yang dikerjakan Allah menghantarkan manusia ke dalam persekutuan dengan Allah. Keselamatan yang dikerjakan Allah pada hakikatnya merupakan anugerah atau berkat dari Allah dan atas dasar inisiatif Allah. Berkat keselamatan yang menjadi bagian individu dikelompokkan dalam dua kategori. Pertama, berkat yang sementara direalisasikan pada masa kini, yakni sejak seseorang terlibat dalam persekutuan tubuh kristus. Berkat tersebut ialah pengampunan dosa (remisionem
peccatorum ). Kedua, berkat yang akan dinyatakan kelak, yakni ketika Yesus
Kristus datang kembali sebagai bagian orang-orang yang hidup dalam percaya kepada Yesus Kristus. Berkat tersebut ialah kebangkitan daging (resurrectionem
carnis ) dan kehidupan kekal (vitae aeternam). Berkat tersebut disediakan Allah
bagi semua manusia tanpa terkecuali. Meskipun demikian, berkat itu hanya bisa diterima oleh orang-orang yang ambil bagian dalam persekutuan keselamatan. Berbicara tentang keselamatan dalam kekristenan, keselamatan tidak hanya bersinggungan dengan kehidupan rohani manusia melainkan juga kehidupan jasmani manusia. Karya keselamatan yang dikerjakan Allah bagi manusia bukan hanya memulihkan relasi manusia dengan Allah serta terciptanya kehidupan rohani yang sehat, melainkan juga memulihkan hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan ciptaan yang lain, serta terciptanya kehidupan jasmani yang sehat.
III. LANDASAN TEORI
3.1 Gambaran Umum Tentang Cheng Bengdi Pulau Alor
Hari raya Cheng Beng merupakan hari besar bagi masyarakat keturunan Tionghoa yang dirayakan bersama seluruh keluarga. Cheng Beng merupakan hari sembahyang leluhur. Tradisi Cheng Beng dilaksanakan setahun sekali. Tanggal pelaksanaan hari Cheng Beng selalu berubah setiap tahunnya. Setelah hari raya imlek masyarakat keturunan Tionghoa percaya bahwa pada hari itu pintu gerbang orang meninggal terbuka, dan pada saat itulah, keluarga dapat mendatangi makam leluhur atau orang tua untuk berziarah, membersihkan atau memperbaiki makam serta bersembahyang. Dalam melaksanakan tradisi Cheng Beng, ada ritual-ritual tertentu yang dilakukan.
Pertama, pembersihan makam. Pembersian makan dilakukan tepat pada tanggal pelaksanaan tradisi Cheng Beng karena dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa hari Cheng Beng adalah hari terbukanya pintu orang meninggal, sehingga pada saat itulah keluarga dapat melakukan pembersihan atau perbaikan makam.
Kedua, ritual sembahyang. Sembahyang biasanya dilakukan di makam leluhur atau orang tua yang telah meninggal, tetapi ketika keluarga berhalangan untuk bersembahyang di makam, sembahyang bisa dilakukan di rumah.
Ketiga, ritual makan bersama. Ritual makan bersama biasanya dilakukan setelah melaksanakan ritual sembahyang. Ritual makan bersama selain diadakan oleh keluarga, ritual makan bersama juga dilakukan bersama komunitas yang dilaksanakan satu hari setelah berkunjung ke makam leluhur atau orang tua yang telah meninggal. Ritual makan bersama dilakukan dengan tujuan untuk mempererat tali silaturahmi keluarga karena pada saat itulah semua kerabat dekat, saudara dan anak-anak berkumpul. Ritual makan bersama menyatakan bahwa adanya persaudaraan yang rukun.
Peralatan Upacara
Dalam melaksanakan ritual tersebut, ada beberapa peralatan yang disediakan yakni: bunga dan lilin, makanan berupa nasi, lauk dan buah-buahan, minuman berupa arak, hio atau dupa, uang logam serta kertas uang emas dan kertas uang perak.
Jalannya Upacara Sembahyang
Ritual Cheng Beng dimulai dengan menyajikan sesajen berupa nasi-lauk, buah-buahan, dan minuman berupa arak di depan batu nisan (bong pai) kemudian dilanjutkan dengan berdoa. Orang yang memimpin ritual tersebut berdiri berhadapan dengan batu nisan (bong pai) kemudian membakar hio, menundukkan kepala dan berdoa. Ritual dilanjutkan dengan membakar kertas emas dan kertas perak, serta menancapkan hio yang sudah dibakar di makam dan melempar uang logam yang menandakan ritual telah selesai dilaksanakan. Setelah ritual selesai, keluarga yang mengunjungi makam mengadakan makan bersama di sekitaran
39 makam.
Sarana Upacara dan Simbolisasinya
Sarana upacara yang digunakan dalam tradisi Cheng Beng ialah bunga dan lilin, makanan berupa nasi, lauk dan buah-buahan, minuman berupa arak, hio atau dupa, uang logam serta kertas emas dan kertas perak, dan masing-masing memiliki arti tersendiri.
Bunga dan lilin pada dasarnya merupakan salah satu ungkapan penghormatan yang dilakukan oleh keluarga yang masih hidup kepada keluarga yang telah meninggal, sama seperti yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya.
Kertas uang emas ditujukkan kepada Tuhan dengan harapan akan adanya keberlimpahan berkat dan kejayaan sedangkan kertas uang perak ditujukan kepada leluhur atau orang tua yang telah meninggal sebagai bekal perjalanan mereka.
Makanan yang biasanya disajikan ketika melaksanakan ritual Cheng Beng adalah makanan kesukaan dari leluhur atau orang tua yang telah meninggal. Ritual makan yang dilakukan melambangkan kerukunan atau adanya relasi yang baik antar keluarga dan leluhur atau orang tua yang telah meninggal. Melalui Tradisi Cheng Beng, keluarga mengundang arwah leluhur atau orang tua yang telah meninggal untuk makan bersaman karena pada saat itu pintu gerbang orang meninggal terbuka.
Arak merupakan minuman khas yang tidak terpisahkan dari kebudayaan Tionghoa. Arak melambangkan penghormatan kepada orang yang lebih tua karena dalam sejarah kehidupan dan kebiasaan warga Tionghoa, penghormatan kepada orang yang lebih tua dilakukan dengan menyajikan arak.
Hio berarti harum. Hio melambangkan kehidupan yang berdampak bagi banyak orang. Dengan demikian, hendaklah perbuatan baik yang dilakukan dirasakan oleh banyak orang.
Uang perak digunakan sebagai pirantiuntuk bertanya kepada leluhur apakah sembahyang tersebut sudah dapat diakhiri. Bila uang logam ketika dilempar ke lantai jatuhnya terungkup dan terlentang, itu menandakan upacara sudah bisa diakhiri.
Dalam Ritual Sembahyang, warga Tionghoa biasanya mendoakan leluhur atau orang tuanya yang telah meninggal supaya jalan arwah leluhur atau orang tua bersih (cheng) dan terang (beng). Selain itu, warga Tionghoa juga memohon maaf atas kesalahan yang pernah mereka lakukan kepada leluhur atau orang tua yang telah meninggal, serta memohon berkat dan restu untuk mengerjakan segala
40 sesuatu, misalnya meminta restu untuk membuka usaha dan sebagainya.
Makna Keselamatan Dalam Cheng Beng Cheng Beng pada hakikatnya merupakan tradisi yang dilakukan oleh
warga Tionghoa sebagai bentuk penghormatan dari keluarga kepada leluhur atau orang tua yang telah meninggal. Tradisi Cheng Beng dilaksanakan atas dasar pemahaman warga Tionghoa yang menyakini bahwa kematian bukanlah akhir dari kehidupan manusia, melainkan setelah kematian masih ada kehidupan yang baru, yang berarti masih ada hubungan antara orang yang hidup dan orang yang sudah meninggal, sehingga orang yang hidup masih dapat menjalin komunikasi dengan orang yang telah meninggal. Komunikasi dari orang yang masih hidup kepada leluhur atau orangtua yang telah meninggal dilakukan dengan pemberian sesajen dan pelaksanaan sembahyang leluhur. Oleh karena itu, setiap tanggal pelaksanaan tradisi Cheng Beng, keluarga yang berada di rantauan, bergegas untuk kembali ke daerah asalnya atau tempat dimana leluhur atau orang tua mereka dimakamkan. Apabila keluarga yang masih hidup lalai memberikan persembahan kepada leluhur atau orang tua yang telah meninggal melalui pelaksanaan tradisi Cheng Beng , maka akan mengakibatkan timbulnya kemarahan dari leluhur atau orangtua yang telah meninggal yang berdampak kesialan hidup bagi keturunan leluhur atau orangtua tersebut. Tetapi sebaliknya, apabila keluarga tidak lalai melaksanakan tradisi Cheng Beng maka keluarga akan terhindar dari kemarahan leluhur atau orangtua yang telah meninggal dan jika tradisi tersebut dilakukan dengan sungguh-sungguh maka akan mendatangkan rejeki bagi keturunan dari leluhur atau orangtua tersebut. Karena warga Tionghoa percaya bahwa leluhur atau orangtua yang telah meniggal mampu mempengaruhi kehidupan para sanak kerabat mereka yang masih hidup, maka mereka juga diyakini masih dapat malakukan tindakan berupa menghalangi rejeki dan mempersulit hidup keturunannya atau sebaliknya menolong dan menjadikan hidup keturunannya sukses.
Dengan demikian, dalam ritual sembahyang yang dilaksanakan oleh keluarga, keluarga tidak hanya terbatas menyajikan sesajen dan mendoakan leluhur atau orangtau yang telah meninggal supaya jalan arwah bersih (Cheng) dan terang (Beng), melainkan juga supaya keluarga yang masih hidup di berkati. Oleh karena itu, dalm doa yang dilaksanakan, keluarga memohon restu untuk melaksanakan pekerjaan mereka, memohon restu ketika hendak melaksanakan pernikahan, memohon perlindukan jika akan bepergian jauh, meminta izin untuk menjual rumah peninggalan leluhur atau orang tua yang telah meninggal, memohon restu untuk membuka usaha baru dan lain sebagainya. Selain memohon juga biasanya memohon maaf atas segala kesalahan yang pernah keluarga lakukan
41 kepada leluhur atau orang tua yang telah meninggal.
Pandangan Jemaat Tentang Yesus
Secara umum, jemaat memandang Yesus sebagai Kristus, sang Mesias, penyelamat umat manusia. Jemaat mengamini bahwa melalui kematian dan kebangkitan Yesus, manusia memperoleh kemenangan atas maut serta manusia diperdamaikan dengan Allah.
Dalam karya keselamatan, Yesus adalah pemeran utama. Dalam mengerjakan keselamatan, Yesus rela turun ke dunia dengan cara menjadi sama seperti manusia. Tujuannya ialah untuk turut merasakan apa yang dirasakan oleh umatNya dan mengerjakan keselamatan bagi dunia. Selama perjalanan hidupNya di dunia, meskipun dalam alkitab menggambarkan tindakan Yesus yang menyatakan sikap kemanusiaannya, misalnya: marah, melanggar hukum taurat dengan menyembuhkan orang sakit pada hari sabat dan lain sebagainya, namun tidak sekalipun didapati Yesus melakukan dosa atau melanggar perintah Allah. Peran Yesus sebagai penyelamat dilaksanakan Yesus dengan taat dan setia. Yesus rela ditolak, dihina, direndahkan, disiksa bahkan meskipun Yesus tidak melakukan dosa semasa hidup di dunia, Yesus rela dihukum dan mati di kayu salib yang adalah tempat orang-orang berdosa di hukum.
Dalam perjalanan hidup-Nya sebagai seorang manusia, Yesus melakukan banyak hal. Mulai dari mengajar (melalui perkataan dan perbuatan) sampai kepada mengadakan mujizat-mujizat yang membuktikan keAllahan atau keIlahian-Nya. Perbuatan-Nya dianggap mustahil apabila dilihat dari kaca mata manusia. Banyak perbuatan Yesus yang diluar nalar manusia, dan sampai saat inipun, karya-karya Yesus yang ajaib yang dialami oleh manusia diluar dari apa yang dipahami dan dimengerti oleh manusia.
Karya-karya Yesus yang ajaib yang sangat dirasakan oleh warga Tionghoa ialah pertama, kebebasan. Kebebasan yang dimaksud ialah kebebasan untuk menetap dan berkarya di Inonesia. Pada tahun-tahun sebelumnya, warga Tionghoa sangat ditolak dan dianggap musuh oleh warga Indonesia. Banyak warga Tionghoa yang dikucilkan, ditindas bahkan diusir keluar dari bangsa Indonesia. Namun karena kasih Tuhan, warga Tionghoa diberi kebebasan untuk menetap dan berkarya di Indonesia.
Kedua, kesuksesan. Dalam kenyataannya, kebanyakan warga Tionghoa yang ada di pulau Alor bukanlah orang yang punya kedudukan tinggi, bukanlah orang yang lulus dari perguruan tinggi, namun mereka mampu mencapai kesuksesan atau menjadi orang yang berhasil dalam pekerjaannya. Meskipun banyak orang memandang warga Tionghoa sebagai orang “pendatang”, orang “asing” yang dianggap berbeda, tetapi mereka bisa menjadi orang yang berhasil.
Kesuksesan yang dicapai bukanlah sematamata usaha dari manusia melainkan anugerah dari Tuhan. Seorang “pendatang”, seorang “asing”, yang dianggap
42 berbeda, dikasihi dan diberkati Tuhan.
3.2 Hakikat Tradisi Cheng Beng