Latar Belakang - Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan Terhadap Kinerja dan Pendapatan Usahatani Anggota Kelompok Tani

  PENDAHULUAN Latar Belakang

  Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang selama ini masih diandalkan oleh negara kita karena sektor pertanian memberikan banyak kontribusi dalam pembangunan ekonomi. Kontribusi pertanian dalam pembangunan ekonomi diantaranya adalah sebagai penyerap tenaga kerja; kontribusi terhadap pendapatan; kontribusi dalam penyediaan pangan; pertanian sebagai penyedia bahan baku; kontribusi dalam bentuk kapital; dan pertanian sebagai sumber devisa

  a (Anonimus , 2011).

  Sebagai penunjang kehidupan berjuta-juta masyarakat Indonesia, sektor pertanian memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kukuh dan pesat. Sektor ini juga perlu menjadi salah satu komponen utama dalam program dan strategi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Di masa lampau, pertanian Indonesia telah mencapai hasil yang baik dan memberikan kontribusi penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menciptakan lapangan pekerjaan dan pengurangan

  b kemiskinan secara drastis (Anonimus , 2011).

  Sejak lama pelaksanaan pembangunan nasional, daerah dan perdesaan selalu mengagendakan dan memprioritaskan penanggulangan kemiskinan. Berbagai kebijakan, strategi dan program telah dirumuskan dan diimplementasikan dalam skala nasional dan regional, baik bersifat langsung maupun tidak langsung. Hasil dari implementasi tersebut awalnya cukup menggembirakan, karena menurut angka statistik terdapat penurunan jumlah masyarakat miskin di daerah dan secara nasional. Pada awal krisis moneter (pertengahan 1997) yang berdampak terhadap krisis ekonomi mengakibatkan lumpuhnya perekonomian sebagian masyarakat, dan angka kemiskinan hampir di seluruh daerah meningkat tajam (Ginting, 2005).

  Sasaran yang ingin dicapai melalui pembangunan pertanian adalah meningkatnya ketahanan pangan nasional, yang tercermin melalui peningkatan kapasitas produksi komoditas pertanian serta berkurangnya ketergantungan pangan impor, meningkatnya nilai tambah dan daya saing komoditas pertanian, serta meningkatnya pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Sasaran akhir adalah peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat desa lainnya yang tercermin dari meningkatnya pendapatan petani, meningkatnya produktivitas tenaga kerja pertanian, berkurangnya jumlah penduduk miskin, berkurangnya jumlah penduduk yang kekurangan pangan dan turunnya ketimpangan pendapatan antar kelompok masyarakat

  c (Departemen Pertanian , 2009).

  Pada umumnya masalah kemiskinan berhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Menurut Hakim (2008), beberapa masalah pertanian yang dimaksud yaitu pertama, sebagian besar petani Indonesia sulit untuk mengadopsi teknologi sederhana untuk meningkatkan produktivitas hasil pertaniannya. Tidak sedikit petani yang masih menggunakan cara-cara tradisional. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan ruang gerak petani terhadap fasilitas yang dimiliki sehingga membuat petani menjadi tertutup dan lambat dalam merespon perubahan yang terjadi di dunia luar. Kedua, petani mengalami keterbatasan pada akses informasi pertanian. Adanya penguasaan informasi oleh sebagian kecil pelaku pasar komoditas pertanian menjadikan petani semakin tersudut. Terlihat dari realitas ketidaktahuan petani akan adanya HPP (Harga Pembelian Pemerintah) dan pembelian oleh oknum terhadap hasil pertanian dibawah harga yang ditentukan oleh pemerintah, sehingga tidak sedikit dari petani yang tidak memperoleh keuntungan dari hasil pertaniannya bahkan mengalami kerugian. Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagian besar petani Indonesia tidak mengandalkan dari sektor pertanian, tetapi dari luar sektor petanian seperti kerja sampingan buruh pabrik, kuli bangunan dan lain sebagainya. Ketiga, petani memiliki kendala atas sumberdaya manusia yang dimiliki. Terlihat dari rendahnya pendidikan yang dimiliki petani. Ini terjadi karena masih adanya stigma atau pandangan yang berkembang di tengah masyarakat bahwa menjadi petani adalah karena pilihan terakhir dikarenakan tidak memperoleh tempat di sektor lain. Faktor penyebab lainnya adalah pemerintah yang berpihak pada sektor industri dari pada sektor pertanian yang berdampak pada semakin menyempitnya lahan yang dimiliki oleh petani akibat konversi lahan menjadi lahan industri maupun pemukiman. Keempat masalah paling dasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Jika ditelusuri lebih jauh, permasalahan yang dihadapi dalam permodalan pertanian berkaitan langsung dengan kelembagaan selama ini yaitu lemahnya organisasi tani, sistem dan prosedur penyaluran kredit yang rumit, birokratis dan kurang memperhatikan kondisi lingkungan sosial budaya perdesaan, sehingga sulit menyentuh kepentingan petani yang sebenarnya. Kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber permodalan sangat terbatas karena lembaga keuangan perbankan dan non-perbankan menerapkan prinsip 5-C (Character, Collateral,

  

Capacity, Capital dan Condition) dalam menilai usaha pertanian yang tidak semua persyaratan yang diminta dapat dipenuhi oleh petani. Secara umum, usaha di sektor pertanian masih dianggap beresiko tinggi, sedangkan skim kredit masih terbatas untuk usaha produksi, belum menyentuh kegiatan pra dan pasca produksi dan sampai saat ini belum berkembangnya lembaga penjamin serta belum adanya lembaga keuangan khusus yang menangani sektor pertanian (Syahyuti, 2007). Untuk mempercepat tumbuh dan berkembangnya usaha agribisnis sekaligus mengurangi kemiskinan dan pengangguran di perdesaan, pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri). Salah satu kegiatan dari PNPM-M di Departemen Pertanian dilakukan melalui kegiatan

  b

  Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) (Departemen Pertanian , 2009).

  Program Pemberdayaan 10.000 desa yang digulirkan Menteri Pertanian pada tahun 2008 di Karawang, yaitu Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan strategi untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di perdesaan, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antar subsektor (Departemen

  a Pertanian , 2009).

  Program PUAP mencoba mengatasi masalah dana dengan cara menyalurkan dana kepada petani melalui kelompok tani/gapoktan. Dana PUAP pada prinsipnya hanya sebagai stimulus dalam menggerakkan usaha tani petani yang kemudian

  d dikelola melalui LKM (Departemen pertanian , 2009).

  Dana tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan produktif Budidaya (On-

  

farm ) seperti tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan, serta kegiatan Off-farm (non budidaya) yang terkait dengan komoditas pertanian yaitu industri rumah tangga pertanian, pemasaran hasil pertanian dan usaha lain

  

b

berbasis pertanian (Departemen Pertanian , 2009).

  PUAP merupakan program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di perdesaan dengan memberikan fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani yang salah satu tujuannya yaitu memberikan kepastian akses pembiayaan kepada petani anggota Gapoktan. Struktur PUAP terdiri dari Gapoktan, penyuluh pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT) sehingga dapat lebih memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) penerima dana PUAP sebagai kelembagaan tani pelaksana PUAP tentunya menjadi salah satu penentu sekaligus indikator bagi keberhasilan program PUAP

  f itu sendiri (Departemen Pertanian , 2010).

  Adapun tujuan dari program PUAP bertujuan untuk: (1) Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah; (2) Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyedia Mitra Tani; (3) Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis; (4) Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan

  b dalam rangka akses ke permodalan (Departemen Pertanian , 2010). Sasaran PUAP yang ingin dicapai yaitu sebagai berikut: (1) Berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin yang terjangkau sesuai dengan potensi pertanian desa; (2) Berkembangnya 10.000 Gapoktan/Poktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani; (3) Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani/peternak (pemilik dan/atau penggarap) skala kecil, buruh tani; dan (4) Berkembangnya usaha agribisnis petani yang mempunyai siklus usaha harian,

  b mingguan, maupun musiman (Departemen Pertanian , 2010).

  Gapoktan yang sudah melaksanakan program PUAP sampai saat ini berjumlah 20.426 Gapoktan yang berada di 33 Propinsi. Dari hasil evaluasi kinerja Gapoktan penerima dan pengelola bantuan program, PUAP telah banyak memberikan manfaat bagi petani terutama dalam bentuk fasilitasi pembiayaan usaha ekonomi

  c produktif yang murah dan mudah diakses (Departemen Pertanian , 2010).

  Menurut Cascio Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan,operasional, penilaian kinerja adalah sebuah gambaran atau deskripsi yang sistematis tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dari seseorang atau suatu kelompok. Desa Paluh Manan merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang yang menerima bantuan program PUAP pada tahun 2008. Dana ini dikelolah oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Jaya Bersama. Gapoktan Jaya Bersama terdiri dari 16 Kelompok

  Tani. Usaha produktif di Gapoktan Jaya Bersama adalah budidaya (on-farm) yaitu tanaman pangan seperti padi, jagung; hortikultura seperti cabai, papaya, kacang panjang, timun; perkebunan seperti sawit, pisang, coklat dan kelapa; perikanan seperti tambak udang dan keramba kepiting dan peternakan seperti ternak itik dan ayam; dan non budidaya (0ff-farm) yaitu penjualan saprodi dan jual beli gabah dan beras. Sampel dalam penelitian ini adalah usaha produktif di bidang budidaya (on-farm), yakni padi sawah. Pengelolahan pinjaman dana PUAP pada Desa Paluh Manan tidak berjalan dengan lancar. Hal ini tentunya diakibatkan oleh kinerja Kelompok Tani dalam pengolaha dana PUAP. Karena itu, penulis melakukan penelitian untuk mengetahui dampak PUAP terhadap kinerja dan pendapatan usaha tani Kelompok Tani di Desa Paluh Manan.

  Identifikasi Masalah

  Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut

  1. Bagaimana kinerja Kelompok Tani penerima bantuan PUAP di daerah penelitian ?

2. Bagaimana dampak PUAP terhadap kinerja Kelompok Tani penerima PUAP? 3.

  Bagaimana dampak PUAP terhadap pendapatan usaha tani anggota Kelompok Tani ?

  Tujuan Penelitian

  Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui bagaimana kinerja Kelompok Tani bantuan PUAP di daerah penelitian

2. Untuk menganalisis bagaimana dampak PUAP terhadap kinerja Kelompok

  Tani penerima PUAP 3. Untuk menganalisis dampak program PUAP terhadap pendapatan usaha tani anggota Kelompok Tani di daerah penelitian

  Manfaat Penelitian 1.

  Sebagai bahan masukan perbaikan terhadap perkembangan Kelompok Tani 2. Sebagai bahan informasi yang dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.