Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Debitur Dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Pada Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Ar- Ridhwan di Kota Medan

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN DEBITUR DARI UKM PADA KOPERASI BAITUL MAAL WAT TAMWIL

(BMT) AR-RIDHWAN DI KOTA MEDAN SKRIPSI

Disusun Oleh:

Depi Suheny

070501027

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Ekonomi 2011


(2)

ABSTRACT

The objectives of the research is to analyze the determinants that affect the revenue of debtors from small and medium enterprises in the Cooperative Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Ar-Ridhwan in Medan. Variables deemed to affect the revenue of debtors from small and medium enterprises (Y) and the object of research is Capital (X1) and Working Capital Credit (X2). This research use 40 small and medium enterprises that get financing from Cooperative Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Ar-Ridhwan in Medan as sample, and analyze the revenue of small and medium enterprises differences between before and after they get that financing. This research use applies Ordinary Least Square (OLS) analytic method in estimating the result of the research. The result of the estimation that determination coeficient (R²) is 72%. Capital (X1), Working Capital Credit (X2) as the independent variables thoroughly have an affect on the dependent variable is revenue of debtors from small and medium enterprises (Y), it is proved from the overall test.Based on the partial test, it is known that each of the independent variables has positive affect on the independent variable.

Keyword : revenue of debtors from small and medium enterprises, capital, working capital credit.


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan debitur dari usaha kecil dan menengah (UKM) pada Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Ar-Ridhwan di Kota Medan. Variabel-variabel yang dianggap mempengaruhi pendapatan debitur dari usaha kecil dan menengah (Y) dan menjadi objek penelitian adalah Modal Sendiri (X1) dan Kredit Modal Kerja (X2). Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 40 usaha kecil dan menengah di Kota Medan yang menerima pembiayaan atau kredit dari Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Ar-Ridhwan, dan melihat perbedaan pendapatan dari usaha kecil dan menengah (UKM) tersebut antara sebelum dan sesudah diberi pembiayaan atau kredit. Penelitian ini menggunakan metode analisis Ordinary Least Square (OLS) dalam mengestimasi hasil penelitiannya. Hasil estimasi koefisien determinasi (R²) sama dengan 72%. Variabel independen yaitu modal sendiri (X1) dan kredit modal kerja (X2) memberikan pengaruh terhadap variabel dependen yaitu pendapatan debitur dari usaha kecil dan menengah (Y) secara bersama-sama, terbukti dari F-hitung lebih besar dari F-tabel. Berdasarkan hasil uji parsial (uji t ) diketahui bahwa masing-masing variabel berpengaruh positif terhadap variabel independen.


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Debitur Dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Pada Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Ar-Ridhwan di Kota Medan.

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu pelaksanaan akademis untuk memenuhi syarat perkuliahan di jenjang studi strata-1 dalam rangka meraih gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyelesaian skripsi ini, disebabkan keterbatasan penulis. Untuk itu penulis memohon maaf, kritik serta saran yang membangun dari seluruh pihak untuk membantu dan memotivasi penulis agar lebih baik di masa yang akan datang.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat serta sumbangsih wawasan dan pemikiran bagi seluruh pihak yang membacanya.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu secara moril dam materil dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, yaitu:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Sumatera Utara.


(5)

2. Bapak Irsyad Lubis,SE,M.SOC.SC,PHD selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Sumatera Utara.

3. Bapak Paidi Hidayat,SE,MSI selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Syaad Afifuddin,SE,M.EC selaku dosen pembimbing penulis yang telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini, memberikan saran, masukan dan petunjuk yang sangat berarti bagi penulis.

5. Bapak Drs. Rachmat Sumanjaya HSB.,M.Si, selaku dosen pembanding penulis yang telah memberikan kritik, saran, masukan bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si, selaku dosen pembanding penulis yang telah memberikan kritik, saran, masukan bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini. 7. Kepada Orang tua penulis, Sufriyanto dan Nelly Herawati atas kasih sayang, doa,

serta dukungan moril dan materil yang telah diberikan kepada penulis.

8. Kepada Abang penulis Dody Suheri,SH yang memberikan dukungan moril dan menjadi motivasi saya dirumah.

9. Kepada Pimpinan di Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Ar-Ridhwan, Bapak Drs.H.Mohd Al Masri, staf dan pegawai di Koperasi BMT Ar-Ridhwan dan kepada seluruh pihak yang telah membantu dan membimbing penulis saat melakukan riset dan pengumpulan data di Koperasi BMT Ar-Ridhwan.

10.Kepada sahabat penulis EP 2007 (Dewi, Danti, Ayu, Rara, Rindy dan Ridha) yang selalu memberikan masukan, dan dukungan moril dikala penulis mengalami hambatan dalam menyelesaikan penelitian saya.


(6)

11.Seluruh staf pengajar (dosen) Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah memberikan ilmu yang sangat berguna bagi penulis yang dapat digunakan pada masa yang akan datang.

12.Pegawai administrasi Departemen Ekonomi Pembangunan, Bang Sugi, Kak Leny, yang tanpa lelah membantu penulis menyelesaikan segala kelengkapan administrasi penulis.

Akhir kata penulis mengharapkan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan membantu semua pihak yang memerlukannya, terutama rekan mahasiswa Ekonomi Pembangunan.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Medan, 29 Januari 2011

Penulis

Depi Suheny


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ...i

ABSTRAK ……….ii

KATA PENGANTAR ……….iii

DAFTAR ISI ………vi

DAFTAR TABEL ………...x

DAFTAR GAMBAR ………xi

DAFTAR LAMPIRAN ………...xii

BAB I PENDAHULUAN ……….1

1.1Latar Belakang ………1

1.2Perumusan Masalah ………...8

1.3Hipotesis ………...8

1.4Tujuan Penelitian ………9

1.5Manfaat Penelitian ………..9

BAB II URAIAN TEORITIS ………..10

2.1 Pengertian dan Fungsi Koperasi ……….10

2.1.1 Permodalan Koperasi ……….12

2.1.2 Mekanisme Pendirian Koperasi ……….13

2.1.3 Pengurus Koperasi ……….14

2.1.4 Perangkat Organisasi Koperasi ………..14

2.1.5 Pembagian Sisa Hasil Usaha Koperasi ………..15


(8)

2.2 Pendapatan ………21

2.2.1 Pengertian Pendapatan ………...21

2.2.2 Teori Pendapatan ………...23

2.3 Modal ……….25

2.3.1 Pengertian Modal ………...25

2.4 Pengertian Kredit Modal Kerja ………..27

2.5 Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ………33

2.5.1 Pengertian dan Ciri-Ciri Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ………..33

2.5.2 Permasalahan Yang dihadapi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ………...36

2.5.3 Upaya Untuk Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ………...42

BAB III METODE PENELITIAN ………...45

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ………...45

3.2 Jenis dan Sumber Data ……….45

3.3 Teknik Pengumpulan Data ………..46

3.4 Populasi dan Sampel ……….46

3.4.1 Populasi ………..47

3.4.2 Sampel ………....47

3.5 Teknik Analisis Data ………48

3.5.1 Pengolahan Data ………48


(9)

3.6 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ………49

3.6.1 Koefisien Determinasi (R-Square) ……….49

3.6.2 Uji F-statistik ……….50

3.6.3 Uji t-statistik ………...51

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ………...53

3.7.1 Multikolinearity ……….53

3.7.2 Heterokedastisitas ………..53

3.8 Definisi Operasional Variabel ………..54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………...55

4.1 Deskriptif Daerah Penelitian ………...55

4.1.1 Gambaran Umum Kota Medan ………..55

4.1.1.1 Kota Medan Secara Geografis ………...55

4.1.1.2 Kota Medan Secara Demografis ………57

4.1.1.3 Kota Medan Secara Sosial Ekonomi ………..59

4.1.2 Gambaran Umum Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Ar-Ridhwan...60

4.1.2.1 Sejarah Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Ar-Ridhwan ………..60

4.1.2.2 Profil Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Ar-Ridhwan ………..61

4.1.2.3 Visi dan Misi Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Ar-Ridhwan ………..62 4.1.2.4 Struktur Organisasi Koperasi Baitul Maal


(10)

Wat Tamwil (BMT) Ar-Ridhwan ………..63

4.1.2.5 Permodalan ………67

4.1.3 Hasil Penelitian ………..71

4.1.3.1 Karakteristik Sampel ………..71

4.1.3.2 Distribusi Usia Sampel ………..71

4.1.3.3 Distribusi Pendapatan Debitur dari UKM ………..72

4.1.3.4 Distribusi Modal Sendiri ………72

4.1.3.5 Distribusi Kredit Modal Kerja ………...73

4.2 Hasil Analisis Data ………74

4.2.1 Regresi Linear Berganda ………74

4.2.2 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ………..76

4.2.3.1 Analisis Koefisien Determinasi (R-Square) …………...76

4.2.3.2 Uji F-statistik (Overall Test) ………..76

4.2.3.3 Uji t-statistik (Partial Test) ……….77

4.2.3 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ……….79

4.2.4.1 Multikolinearity (Kolinearitas Ganda) ………...79

4.2.4.2 Heterokedastisitas ………..80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………...83

5.1 Kesimpulan ………83

5.2 Saran ………..84 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

4.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia ………71

4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Pendapatan Debitur dari UKM ………..72

4.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Modal Sendiri ………...72

4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Kredit Modal Kerja ……….73


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

3.1 Kurva Uji F-statistik ………...51

3.2 Kurva Uji t-statistik ………52

4.1 Bagan Organisasi Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil Ar-Ridhwan ………...67

4.2 Uji F-statistik ………...77

4.3 Uji t-statistik terhadap Modal Sendiri ………..78


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Kuisioner Penelitian

LAMPIRAN 2 Data Sampel Variabel

LAMPIRAN 3 Hasil Regresi Pengaruh Pendapatan Debitur Dari UKM (Y) Terhadap Modal Sendiri (X1) Dan Kredit Modal Kerja (X2)

LAMPIRAN 4 Uji Multikolienaritas Antara Modal Sendiri (X1) Terhadap Kredit Modal Kerja (X2)


(14)

ABSTRACT

The objectives of the research is to analyze the determinants that affect the revenue of debtors from small and medium enterprises in the Cooperative Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Ar-Ridhwan in Medan. Variables deemed to affect the revenue of debtors from small and medium enterprises (Y) and the object of research is Capital (X1) and Working Capital Credit (X2). This research use 40 small and medium enterprises that get financing from Cooperative Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Ar-Ridhwan in Medan as sample, and analyze the revenue of small and medium enterprises differences between before and after they get that financing. This research use applies Ordinary Least Square (OLS) analytic method in estimating the result of the research. The result of the estimation that determination coeficient (R²) is 72%. Capital (X1), Working Capital Credit (X2) as the independent variables thoroughly have an affect on the dependent variable is revenue of debtors from small and medium enterprises (Y), it is proved from the overall test.Based on the partial test, it is known that each of the independent variables has positive affect on the independent variable.

Keyword : revenue of debtors from small and medium enterprises, capital, working capital credit.


(15)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan debitur dari usaha kecil dan menengah (UKM) pada Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Ar-Ridhwan di Kota Medan. Variabel-variabel yang dianggap mempengaruhi pendapatan debitur dari usaha kecil dan menengah (Y) dan menjadi objek penelitian adalah Modal Sendiri (X1) dan Kredit Modal Kerja (X2). Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 40 usaha kecil dan menengah di Kota Medan yang menerima pembiayaan atau kredit dari Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Ar-Ridhwan, dan melihat perbedaan pendapatan dari usaha kecil dan menengah (UKM) tersebut antara sebelum dan sesudah diberi pembiayaan atau kredit. Penelitian ini menggunakan metode analisis Ordinary Least Square (OLS) dalam mengestimasi hasil penelitiannya. Hasil estimasi koefisien determinasi (R²) sama dengan 72%. Variabel independen yaitu modal sendiri (X1) dan kredit modal kerja (X2) memberikan pengaruh terhadap variabel dependen yaitu pendapatan debitur dari usaha kecil dan menengah (Y) secara bersama-sama, terbukti dari F-hitung lebih besar dari F-tabel. Berdasarkan hasil uji parsial (uji t ) diketahui bahwa masing-masing variabel berpengaruh positif terhadap variabel independen.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Krisis ekonomi yang mendera bangsa kita mulai pertengahan tahun 1997 hingga beberapa tahun terakhir ini yang kemudian berkembang menjadi krisis multidimensional telah memberikan pelajaran kepada kita bahwa kegiatan ekonomi yang terpusat di tangan beberapa kelompok ekonomi tertentu saja, mempunyai resiko keruntuhan yang besar di kala krisis melanda. Hal ini terbukti dengan banyaknya kegiatan usaha skala besar yang harus gulung tikar dengan meninggalkan beban pengangguran yang tidak sedikit. Peristiwa ini membuka mata pemerintah Indonesia berkaitan dengan timpangnya struktur usaha (industri) yang terlalu memihak pada industri besar. Di sisi lain, usaha kecil dan menengah (UKM) yang tumbuh ditengah masyarakat secara spontan justru menunjukkan daya tahan yang lebih tinggi dan menjadi penyangga kehidupan jutaan jiwa.

Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia. Pada awalnya usaha kecil dan menengah (UKM) dilihat hanya sebagai sumber penting kesempatan kerja dan motor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi di daerah pedesaan, di luar sektor pertanian. Namun demikian, terakhir-terakhir ini seiring dengan semakin dekatnya era perdagangan bebas dan semakin gencarnya proses di Indonesia juga mengalami suatu perubahan. Usaha kecil dan menengah ( UKM) pada dasarnya sebagian besar bersifat informal dan karena itu relatif mudah untuk dimasuki oleh pelaku-pelaku usaha yang baru, dikarenakan menggunakan sumber daya lokal, dan jenis produknya bernuansa kultur.


(17)

Pengembangan terhadap usaha kecil haruslah kita jadikan sorotan penting yang harus lebih disempurnakan dan lebih ditingkatkan dengan maksud agar pengelolaannya semakin efektif. Pembangunan dan pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat, namun dalam kebersamaan itu harus ada yang bertanggung jawab terhadap pengembangan dan pembinaan usaha kecil dan menengah (UKM).

Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) salah satunya, yakni sebagai organisasi ekonomi yang sudah berdiri terhitung sejak Indonesia mengalami krisis ekonomi dan moneter pada akhir tahun 1997, peranan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) cukup besar dalam membantu kalangan usaha kecil dan menengah. Peranan BMT tersebut sangat penting dalam membangun kembali iklim usaha yang sehat di Indonesia. Bahkan ketika terjadi krisis ekonomi dan moneter, BMT sering melakukan observasi dan supervisi keberbagai lapisan masyarakat untuk membantu bagi terbukanya peluang kemitraan usaha. Hal tersebut ditujukan untuk membangkitkan kembali sektor riil yang banyak digeluti oleh kalangan usaha kecil dan menengah (UKM) serta untuk memperbaiki kesejahteraan ekonomi masyarakat serta keseluruhan (Hendi Suhendi, 2004:27).

Ketika pemerintah menetapkan kebijakan tentang pengembangan lembaga keuangan syariah, muncul berbagai pandangan positif terhadap peran aktif lembaga Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) yang telah memberi prioritas penting bagi perbaikan taraf hidup dan perekonomian masyarakat. Melihat kedudukannya yang cukup strategis, lembaga Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) diharapkan mampu menjadi pilar penyangga utama sistem ketahanan ekonomi Indonesia. Dari kenyataan tersebut, BMT memerlukan strategi yang tepat untuk merumuskan solusi bagi pemberdayaan usaha kecil dan


(18)

menengah. Strategi itu diharapkan menjadi salah satu alat untuk membangun kembali kekuatan ekonomi rakyat yang berakar pada masyarakat dan mampu memperkokoh sistem perekonomian nasional. Sehingga problem kemiskinan dan tuntutan kesejahteraan ekonomi di masyarakat secara berangsur-angsur dapat teratasi.

Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) merupakan balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan lembaga bait al-mal wa al-tamwil, yakni merupakan lembaga usaha masyarakat yang mengembangkan aspek-aspek produksi dan investasi untuk meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi dalam skala kecil dan menengah. Selain merupakan lembaga pengelola dana masyarakat yang memberikan pelayanan tabungan, pinjaman kredit dan pembiayaan, Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) juga dapat berfungsi mengelola dana sosial umat di antaranya menerima titipan dana zakat, infak, shadaqah dan wakaf. Semua produk pelayanan dan jasa Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dilakukan menurut ketentuan syariah yakni prinsip bagi hasil (Yadi Janwari, 2000:107).

Sebagai lembaga usaha yang mandiri, Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Berorientasi bisnis, yakni memiliki tujuan mencari laba bersama dan meningkatkan pemanfaatan segala potensi ekonomi yang sebanyak-banyaknya bagi para anggota dan lingkungannya.

2. Bukan merupakan lembaga sosial, tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengelola dana sosial umat seperti zakat, infak, shadaqah, hibah dan wakaf.

3. Lembaga ekonomi umat yang dibangun dari bawah secara swadaya yang melibatkan peran serta masyarakat di sekitarnya.


(19)

4. Lembaga ekonomi milik bersama antara kalangan masyarakat bawah dan kecil serta bukan milik perorangan atau kelompok tertentu di luar masyarakat sekitar BMT.

Dukungan masyarakat terhadap optimalisasi peran Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) sangat penting, sebab lembaga Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) didirikan dari, oleh dan untuk masyarakat. Segala ide dasar dan tujuan dari didirikannya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) antara lain adalah untuk kepentingan masyarakat itu sendiri dan dilakukan secara swadaya dan berkesinambungan. Jika dilihat dalam kerangka sistem ekonomi Islam, tujuan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT ) dapat berperan melakukan hal-hal berikut :

1. Membantu meningkatkan dan mengembangkan potensi umat dalam program pengentasan kemiskinan.

2. Memberikan sumbangan aktif terhadap upaya pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan umat.

3. Menciptakan sumber pembiayaan dan penyediaan modal bagi anggota dengan prinsip syariah.

4. Mengembangkan sikap hemat dan mendorong kegiatan gemar menabung.

5. Menumbuhkembangkan usaha-usaha yang produkif dan sekaligus memberikan bimbingan dan konsultasi bagi anggota dibidang usahanya.

6. Meningkatkan Wawasan dan kesadaran umat tentang sistem dan pola perekonomian Islam.


(20)

8. Menjadi lembaga keuangan alternatif yang dapat menopang percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.

Pada saat bersamaan kalangan usaha kecil dan menengah mendapatkan peluang baru untuk memanfaatkan jasa-jasa dan pelayanan yang ditawarkan oleh Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dianggap sebagai mitra baru mereka selain lembaga keuangan konvensional. Tingginya suku bunga pada lembaga keuangan konvensional, semakin mendorong minat kalangan usaha kecil dan menengah (UKM) untuk bekerja sama dengan lembaga keuangan syariah. Keadaan ini hendaknya dilihat sebagai peluang yang positif. Disaat kalangan usaha kecil dan menengah (UKM) mulai beralih memanfaatkan pelayanan jasa keuangan syariah yang ditawarkan oleh Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), mereka menuntut suatu kepercayaan bahwa sistem bagi hasil dilembaga keuangan syariah tidak akan membebani mereka dalam aspek pengembalian kredit dan pembiayaan seperti di lembaga keuangan konvensional. Keluarnya UU No.10/1998 tentang Perbankan telah membuka kran-kran

bagi terbentuknya lembaga keuangan syariah baik bank maupun non bank (Muhammad, 2000:44)

Keluarnya kebijakan pemerintah melalui Departemen Keuangan dan Bank Indonesia untuk membantu pengembangan lembaga keuangan syariah sangat tepat. Hal ini merupakan sikap positif yang mesti diambil agar kalangan usaha kecil dan menengah tidak terpinggirkan. Kerja sama antara usaha kecil dan menengah dengan lembaga keuangan syariah terkait perlu terus ditingkatkan agar keduanya dapat berperan dalam membangun kembali sistem perekonomian nasional. Pemerintah perlu memberikan


(21)

keleluasaan bagi optimalisasi peran Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) lebih dari sekedar lembaga keuangan swadaya milik masyarakat, tetapi pemerintah juga perlu berupaya membentuk lembaga keuangan sejenis yang berada dibawah naungan sebuah departemen.

Optimalisasi peran Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) tidak hanya dapat dilakukan dengan pendekatan kultural, di mana hanya masyarakat dan beberapa pengusaha swasta yang membangun Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). Tetapi Pemerintah juga perlu melakukan hal serupa, sebab pemerintah memiliki alokasi dana yang jelas dan sekaligus menjadi pemegang kebijakan ekonomi dalam skala nasional.

Ketika Indonesia mengalami masa-masa sulit selama krisis ekonomi dan moneter, Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) banyak berperan hingga kelapisan bawah. Dengan kata lain, Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) sering melakukan pendekatan dan bantuan kepada kalangan usaha kecil dan menengah (UKM) untuk mendorong kemajuan usaha mereka. Hal ini merupakan wujud tanggung jawab Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) untuk berperan dalam mensejahterakan masyarakat. Satu hal yang perlu untuk dicermati adalah bangsa Indonesia tidak ingin diposisikan sebagai bangsa yang konsumeris dan negara penghutang terbesar di dunia. Hal penting yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia saat ini adalah munculnya harapan terhadap peran optimal Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dalam bidang pemberdayaan masyarakat miskin.

Posisi kalangan usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia nasibnya memang tidak sebaik mereka yang ada di negara-negara berkembang lainnya. Terlebih lagi jika di bandingkan dengan posisi usaha kecil dan menengah di negara-negara maju seperti di Eropa dan Amerika, status mereka termasuk ke dalam level masyarakat menengah ke atas. Sebagai lembaga pengelola dana masyarakat dalam skala kecil dan menengah,


(22)

Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) sesungguhnya menawarkan pelayanan jasa dalam bentuk kredit dan pembiayaan kepada masyarakat. Beberapa manfaat yang dapat di peroleh dari pelayanan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), antara lain :

1. Meraih keuntungan bagi hasil dan investasi dengan cara syariah.

2. Pengelolaan dana berdasarkan nilai-nilai kejujuran dan keadilan akan menjadikan setiap simpanan dan pinjaman di Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) aman baik secara syariah maupun ekonomi.

3. Komitmen kepada ekonomi kerakyatan, di mana Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) membuat setiap transaksi keuangan, memperoleh kredit berikut pengelolaannya bermanfaat bagi pengembangan ekonomi umat islam.

4. Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dan masyarakat dapat berperan membangun citra perekonomian yang di kelola umat islam.

5. Menggairahkan usaha-usaha kecil produktif dan membebaskan mereka dari jeratan rentenir.

6. Partisipasi positif bagi kemajuan lembaga-lembaga keuangan dan perbankan islam termasuk di dalamnya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT).

Dari segi Konsep, Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) ditujukan untuk menjadi lembaga keuangan syariah yang menyelenggarakan kegiatan usahanya dalam bidang pengelolaan dana dan menyalurkan kredit usaha bagi masyarakat. Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) merupakan miniatur lembaga perbankan syariah seperti yang dikenal saat ini yakni Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (Karnaen Perwataatmadja, 1996:216).


(23)

Berdirinya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), ditujukan untuk membangun pilar-pilar sistem ekonomi Islam di Indonesia diharapkan mampu menjadi lembaga keuangan yang dapat mendorong bagi perbaikan ekonomi. Melalui pengembangan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), diharapkan pula terjalin kerja sama positif antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil dan menengah. Kemitraan usaha antara Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dan kalangan usaha kecil dan menengah perlu lebih ditingkatkan lagi dimasa yang akan datang. Sehingga Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) mampu menjadi lembaga keuangan syariah yang berdaya guna bagi kepentingan masyarakat banyak.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti keadaan usaha kecil dan menengah

dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Debitur Dari UKM Pada Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil Ar-Ridhwan Di Kota Medan”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang dapat diambil sebagai dasar dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh modal sendiri terhadap pendapatan debitur dari UKM di Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil Ar-Ridhwan di Kota Medan?

2. Bagaimana pengaruh kredit modal kerja terhadap pendapatan debitur dari UKM di Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil Ar-Ridhwan di Kota Medan?

1.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban atau dugaan yang bersifat sementara dari suatu persoalan yang diajukan, yang kebenarannya masih perlu diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka dibuat hipotesis sebagai berikut :


(24)

1. Modal sendiri memiliki pengaruh positif terhadap pendapatan debitur dari UKM. 2. Kredit modal kerja memiliki pengaruh positif terhadap pendapatan debitur dari

UKM.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh modal sendiri terhadap pendapatan debitur dari UKM yang ada di Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil Ar-Ridhwan. 2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kredit modal kerja terhadap pendapatan

debitur dari UKM yang ada di Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil Ar-Ridhwan. 3. Untuk mengetahui perkembangan usaha kecil dan menengah saat ini.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, terutama bagi mahasiswa departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

2. Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dibidang ekonomi terutama untuk peneliti.

3. Sebagai tambahan informasi dan referensi dalam melakukan penelitian dibidang Ekonomi yang terkait dengan permasalahan yang sama.

4. Bagi perusahaan atau sejenisnya menjadi informasi dan pengetahuan untuk pengembangan usaha kecil dan menengah.


(25)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Pengertian dan Fungsi Koperasi

Koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat sekaligus badan usaha, yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggotanya dan masyarakat umumnya. Ini berarti koperasi berperan dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur.

Dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945 secara tegas menempatkan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional dan sebagai bagian integral perekonomian nasional. Koperasi Indonesia lahir dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsipnya sendiri yang sangat ideal, yang tidak memfokuskan pada individu dan keuntungan yang maksimal, melainkan pada kebersamaan dan untuk kesejahteraan anggota. Hal ini wajar, karena koperasi merupakan perkumpulan orang (anggota), sehingga anggotalah sebagai pemilik sekaligus pengguna koperasi.

Berdasarkan fungsinya, koperasi memiliki ciri khusus yang amat berbeda dari Badan Usaha Milik Negara maupun Badan Usaha Milik Swasta, sebagai berikut :

1. Koperasi merupakan salah satu alat pemerintah dalam memperkokoh perekonomian nasional, yaitu sebagai sokoguru perekonomian nasional.

2. Koperasi membangun dan mengembangkan potensi ekonomi anggota dan masyarakat umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. 3. Koperasi merupakan partner pemerintah dalam upaya mewujudkan masyarakat

yang adil dan makmur, merata material dan spiritual.

4. Tujuan koperasi harus benar-benar merupakan kepentingan bersama para anggotanya.


(26)

Menurut UU No. 25 tahun 1992 Pasal 5 disebutkan prinsip koperasi, yaitu: 1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka.

2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis.

3. Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota (andil anggota tersebut dalam koperasi).

4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal. 5. Kemandirian.

6. Pendidikan perkoperasian. 7. Kerjasama antar koperasi.

Koperasi secara umum dapat dikelompokkan menjadi koperasi konsumen, koperasi produsen dan koperasi kredit (jasa keuangan). Koperasi dapat pula dikelompokkan berdasarkan sektor usahanya. Jenis-jenis dari koperasi adalah :

a. Koperasi Simpan Pinjam

Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang bergerak di bidang simpanan dan pinjaman.

b. Koperasi Konsumen

Koperasi Konsumen adalah koperasi beranggotakan para konsumen dengan menjalankan kegiatannya jual beli menjual barang konsumsi.

c. Koperasi Produsen

Koperasi Produsen adalah koperasi beranggotakan para pengusaha kecil menengah (UKM) dengan menjalankan kegiatan pengadaan bahan baku dan penolong untuk anggotanya.


(27)

d. Koperasi Pemasaran

Koperasi Pemasaran adalah koperasi yang menjalankan kegiatan penjualan produk/jasa koperasinya atau anggotanya.

e. Koperasi Jasa

Koperasi Jasa adalah koperasi yang bergerak di bidang usaha jasa lainnya. 2.1.1 Permodalan Koperasi

Seperti halnya bentuk badan usaha yang lain, untuk menjalankan kegiatan usahanya koperasi memerlukan modal. Adapun modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman.

1. Modal Sendiri

Modal sendiri bersumber dari : a. Simpanan Pokok Anggota

Yaitu sejumlah uang yang sama banyaknya, yang wajib dibayarkan oleh masing-masing anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok ini bersifat permanent, artinya tidak dapat diambil selama yang bersangkutan menjadi anggota.

b. Simpanan Wajib

Yaitu sejumlah uang simpanan tertentu yang wajib dibayar oleh setiap anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu, yang nilainya untuk masing-masing anggota tidak harus sama. Dengan demikian anggota yang lebih mampu dari segi keuangan dapat memberikan lebih kepada koperasi di banding anggota lainnya sebagai simpanan wajibnya. Simpanan wajib ini tidak dapat diambil kembali oleh anggotanya, selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi tersebut.


(28)

c. Dana Cadangan

Yaitu sejumlah dana yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha dan dicadangkan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.

d. Donasi atau Hibah

Yaitu sejumlah uang atau barang yang dengan nilai tertentu yang disumbangkan oleh pihak ketiga, tanpa ada suatu kewajiban untuk mengembalikannya.

2. Modal Pinjaman

Modal pinjaman atau modal luar bersumber dari : a. Anggota

Yaitu pinjaman dari anggota ataupun calon anggota koperasi yang bersangkutan. b. Koperasi Lainnya atau anggotanya

Yaitu pinjaman dari koperasi lainnya atau anggotanya didasari dari perjanjian kerjasama antar koperasi.

c. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya

Yaitu pinjaman dari bank dan lembaga keuangan lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

d. Penerbitan Obligasi dan Surat Hutang Lainnya

Yaitu dana yang diperoleh dari penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2.1.2 Mekanisme Pendirian Koperasi

Mekanisme pendirian koperasi terdiri dari beberapa tahap, yaitu :

1. Pengumpulan anggota, karena untuk menjalankan koperasi membutuhkan minimal 20 anggota.


(29)

2. Para anggota tersebut akan mengadakan rapat anggota, untuk melakukan pemilihan pengurus koperasi ( ketua, sekretaris, dan bendahara ).

3. Setelah itu, koperasi tersebut harus merencanakan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga koperasi itu. Lalu meminta perizinan dari negara. Barulah bisa menjalankan koperasi dengan baik dan benar.

2.1.3 Pengurus Koperasi

Pengurus koperasi dipilih dari kalangan dan oleh anggota dalam suatu rapat anggota. Ada kalanya rapat anggota tersebut tidak berhasil memilih seluruh anggota pengurus dari kalangan anggota sendiri. Hal demikian umpamanya terjadi jika calon-calon yang berasal dari kalangan-kalangan anggota sendiri tidak memiliki kesanggupan yang diperlukan untuk memimpin koperasi yang bersangkutan, sedangkan ternyata bahwa yang dapat memenuhi syarat-syarat ialah mereka yang bukan anggota atau belum anggota koperasi (mungkin sudah turut dilayani oleh koperasi akan tetapi resminya belum meminta menjadi anggota). Dalam hal ini dapatlah diterima pengecualian, dimana yang bukan anggota dapat dipilih menjadi anggota pengurus koperasi.

2.1.4 Perangkat Organisasi Koperasi A. Rapat Anggota

Rapat anggota adalah wadah aspirasi anggota dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, maka segala kebijakan yang berlaku dalam koperasi harus melewati persetujuan rapat anggota terlebih dahulu, termasuk pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian personalia pengurus dan pengawas.


(30)

B. Pengurus

Pengurus adalah badan yang dibentuk oleh rapat anggota yang disertai dan diserahi mandat untuk melaksanakan kepemimpinan koperasi, baik dibidang organisasi maupun usaha. Anggota pengurus dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota. Dalam menjalankan tugasnya, pengurus bertanggung jawab terhadap rapat anggota. Atas persetujuan rapat anggota pengurus dapat mengangkat manajer untuk mengelola koperasi. Namun pengurus tetap bertanggung jawab pada rapat anggota.

C. Pengawas

Pengawas adalah suatu badan yang dibentuk untuk melaksanakan pengawasan terhadap kinerja pengurus. Anggota pengawas dipilih oleh anggota koperasi di rapat anggota. Dalam pelaksanaannya, pengawas berhak mendapatkan setiap laporan pengurus, tetapi merahasiakannya kepada pihak ketiga. Pengawas bertanggung jawab kepada rapat anggota. Tugas dan wewenang perangkat organisasi koperasi diatur oleh Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Koperasi yang disesuaikan dengan ideologi koperasi. Dalam manajemen koperasi perangkat organisasi koperasi juga disebut sebagai tim manajemen. 2.1.5 Pembagian Sisa Hasil Usaha Koperasi

Dalam prakteknya apabila terjadi sisa usaha (atau sisa hasil usaha), maka sisa itu akan tidak dikembalikan seluruhnya kepada anggota. Seperti sebagian perlu ditahan untuk di jadikan cadangan. Selain itu koperasi juga tidak boleh melupakan, bahwa sesungguhnya ada orang-orang yang bekerja tetapi belum diberi pengharapan dari uang persediaan ongkos pelayanan itu. Mereka itu adalah pengurus dan karyawan-karyawan yang setiap hari menjaga toko, mengerjakan pembukuan, mengatur gudang dan sebagainya. Oleh sebab itu sebagian lagi ditahan untuk orang-orang tersebut.


(31)

Masih ada lagi yang harus di perhatikan, yaitu: untuk pendidikan. Ternyata bahwa anggota pengurus dan karyawan-karyawan selalu harus diberi pendidikan/latihan agar supaya mengerti, paham dan terampil melayani anggota koperasi. Juga koperasi tidak boleh lupa akan fungsi sosialnya pada masyarakat, kalau di daerah tersebut ada bencana yang menimpa. Selain itu koperasi pun wajib meningkatkan kemajuan daerah dimana koperasi bekerja. Bukankah koperasi menggunakan jalan desa/kabupaten atau kota serta jembatan untuk mengangkut beras? Bukankah toko atau gudang koperasi aman karena ada penjagaan keamanan di daerah? Maka untuk itu perlu disisikan sebagian dari sisa hasil usaha.

Didalam tiap-tiap koperasi seharusnya sudah di tentukan bagaimana cara membagi sisa hasil usaha itu. Dengan demikian pembagian SHU kopersi dilakukan menurut anggaran dasarnya. Sesungguhnya bukan anggota saja yang membayar ongkos pelayanan, dan memberi “keuntungan-keuntungan” itu, tetapi juga bukan anggota, Hal ini disebabkan karena koperasi juga melayani masyarakat. Akan tetapi karena pelayanan kepada bukan anggota sangat sukar dicatat maka sisa usaha yang mestinya harus dikembalikan dengan cara lain. Caranya yaitu dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk dana sosial dan dana pembangunan daerah kerja.

Pembagian sisa hasil usaha sebagai berikut : 1. 25% untuk cadangan

2. 30% untuk anggota menurut pembagian banyaknya pembelian pada koperasi. 3. 20% untuk anggota penyimpan (setinggi-tingginya 8% dari simpanan anggota). 4. 10% untuk dana pengurus.


(32)

6. 5% untuk dana pendidikan koperasi. 7. 2,5% untuk dana sosial.

8. 2,5% untuk dana pembangunan kerja.

Kalau koperasi tersebut juga melayani bukan anggota, maka jumlah sisa usaha yang diperoleh dari bukan anggota dibagi sebagai berikut:

1. 30% untuk cadangan. 2. 10% untuk dana pengurus. 3. 5% untuk dana karyawan.

4. 50% untuk dana pembangunan daerah kerja.

Pembagian dalam persen (%) di atas ini hanyalah berupa pedoman dan dapat diubah menurut rapat anggota, dengan mengingat ketentuan-ketentuan yang berlaku. Sebagai lembaga ekonomi, maka koperasi juga melakukan berbagai kegiatan usaha dalam rangka pelayanan kepada anggotanya. Usaha-usaha tersebut juga harus dikelola secara profesional dan secara efisien agar dapat menghasilkan barang-barang yang bermutu dengan harga yang layak sehingga anggota dapat merasakan manfaatnya. Selain itu perusahaan tersebut juga harus dapat mendatangkan keuntungan, sehingga perusahaan koperasi dapat mengembangkan usahanya, serta manfaat yang dirasakan anggota juga semakin besar.

Sehubungan dengan keuntungan usaha ini, ada yang sementara orang yang berpendapat, bahwa koperasi tidak boleh mengambil untung. “koperasi harus menjual barang-barangnya lebih murah dari pada dipasaran umum kepada anggotanya, meskipun hal ini akan mengakibatkan kerugian”, kata mereka. Pendapat tersebut berkaitan dengan ungkapan, bahwa koperasi itu tidak beriorentasi pada upaya mencari keuntungan


(33)

melainkan beriorentasi pada manfaat. Benar memang semua kegiatan yang dilakukan oleh koperasi harus bertujuan memberi manfaat kepada anggotanya, terutama dalam bentuk kesejahteraan materil. Tapi bukan berarti, jika manfaat yang diutamakan, kemudian keuntungan tidak diperhatikan. Keuntungan dalam koperasi tetap penting bahkan suatu keharusan, sama halnya dengan di perusahaan bukan koperasi, sebagai pertanda perusahaan koperasi juga di kelola secara profesional dan secara efisien.

Dalam koperasi keuntungan itu bisa disebut dengan istilah Sisa Hasil Usaha (SHU). Pada pasal 34 ayat (1) UU No.12/26 dinyatakan: “Sisa Hasil Usaha adalah pendapatan koperasi yang diperoleh di dalam satu tahun buku setelah di kurangi dengan penyusutan-penyusutan dan biaya-biaya dari tahun buku yang bersangkutan”. Sesuai dengan salah satu sendi-sendi dasar koperasi, yang mengatakan “Pembagian Sisa Hasil Usaha diatur menurut jasa masing-masing anggota”, maka pembagian SHU dibedakan antar yang berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk anggota dan berasal dari anggota usaha yang berasal dari usaha yang diselengarakan untuk bukan anggota.

SHU yang berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk anggota dibagi untuk : 1. Cadangan koperasi.

2. Anggota sebanding dengan jasa yang diberikannya. 3. Dana pengurus.

4. Dana pegawai/karyawan 5. Dana pendidikan koperasi. 6. Dana sosial.


(34)

SHU yang berasal dari usaha yang diselenggarakan bukan dibagi untuk: 1. Cadangan koperasi.

2. Dana pengurus.

3. Dana pegawai/karyawan. 4. Dana pendidikan.

5. Dana sosial

6. Dana Pembangunan Daerah Kerja.

Besarnya pembagian masing-masing bagian diatur dalam Anggaran Dasar. Seperti terlihat pada pembagian SHU yang diperoleh dari pelayanan terhadap pihak ketiga/bukan anggota, tidak boleh dibagikan kepada anggota, karena bagian pendapatan ini bukan di peroleh dari jasa anggota. Dengan demikian, hanya SHU yang berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk anggotalah yang dapat diabaikan kepada anggota. Hal ini sesuai dengan salah satu sendi dasar koperasi seperti disebutkan diatas.

Bagaimana cara pembagian SHU kepada anggota? Sesuai dengan salah satu sendi dasar yang telah disebutkan, maka SHU harus di bagikan kepada anggota sesuai jasa masing-masing anggota. Jika jasa seorang anggota besar yaitu jumlah transaksi yang dilakukan dengan koperasi besar maka dia juga akan menerima pengambilan SHU yang besar. Jika transaksinya kecil maka penerimaan SHU akan kecil. Hal ini sesuai dengan prinsip keadilan.

Untuk mendapatkan anggota transaksi ini maka koperasi harus selalu mencatatnya dalam suatu buku belanja anggota. Dapat pula sebaliknya anggota mengumpulkan kwitansi belanjanya untuk setelah Rapat Anggota Tahunan nanti ditujukan kepada pengurus untuk menentukan jumlah pengambilan SHU yang diterima. Jumlah SHU untuk


(35)

dibagikan kepada anggota ini umumnya dalam anggaran dasar ditetapkan sebesar 10% dari seluruh SHU.

Dalam koperasi, anggota tidak hanya menerima bagian keuntungan tetapi juga ikut menanggung kerugian, dalam hal kerugian tidak bisa ditutup dengan cadangan. Tanggungan anggota terhadap kerugian ini dapat bersifat terbatas (dengan menetapkan suatu jumlah uang berapa kali jumlah simpanan pokok) dapat pula bersifat tidak terbatas (meliputi harta pribadi anggota jika ternyata kekayaan Koperasi tidak mampu menutup kerugian pada waktu Koperasi dibutuhkannya). Tentang sifat tanggungan ini diuraikan dalam Anggaran Dasar Koperasi yang bersangkutan.

2.1.6 Pengertian Bagi Hasil

Jika dalam mekanisme ekonomi konvensional menggunakan instrumen pengganti bunga, maka dalam mekanisme ekonomi islam dengan menggunakan instrumen bagi hasil. Salah satu bentuk instrumen kelembagaan yang menerapkan instrumen bagi hasil adalah bisnis dalam lembaga keuangan syariah. Mekanisme lembaga keuangan islam dengan menggunakan sistem bagi hasil, tampaknya menjadi salah satu alternatif pilihan bagi masyarakat bisnis. Kendatipun demikian prilaku bagi hasil dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam menyusun kebijaksanaan moneter. Sebab perilaku bagi hasil akan mempengaruhi kondisi perekonomian suatu negara.

Bagi hasil menurut terminology asing (Inggris) dikemal dengan profit sharing. Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara defenisi, profit sharing diartikan “distribusi beberapa bagian dari laba pada para pegawai dari suatu perusahaan”. Lebih lanjut dikatakan, bahwa hal itu dapat berbentuk suatu bonus uang


(36)

tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran mingguan atau bulanan.

Pada mekanisme lembaga keuangan syariah atau bagi hasil, pendapatan bagi hasil ini berlaku untuk produk-produk penyertaan, baik penyertaan menyeluruh maupun sebagian-sebagian, atau bentuk bisnis korporasi (kerjasama). Pihak-pihak yang terlibat harus melakukan transparansi dan kemitraan secara baik dan ideal. Sebab semua pengeluaran dan pemasukan rutin yang berkaitan dengan bisnis penyertaan bukan untuk kepentingan pribadi.

Keuntungan yang dibagi hasilkan harus dibagi secara proposional. Dengan demikian, semua pengeluaran rutin yang berkaitan dengan bisnis mudharabah, bukan untuk kepentingan pribadi mudharib atau pengelola dana, dapat dimasukkan kedalam biaya operasional. Keuntungan bersih harus dibagi antara shahibul maal atau pemilik dana dengan mudharib atau pengelola dana sesuai dengan proposi yang disepakati sebelumnya dan secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal. Tidak ada pembagian laba sampai semua kerugian telah ditutup dan ekuiti shahibul mal telah dibayar kembali. Jika ada pembagian keuntungan sebelum habis masa perjanjian akan dianggap sebagai pembagian keuntungan di muka.

2.2Pendapatan

2.2.1 Pengertian Pendapatan

Dalam mengukur kondisi ekonomi seseorang atau suatu perusahaan baik usaha kecil, menengah ataupun besar, salah satu konsep pokok yang paling sering digunakan yaitu melalui tingkat pendapatan. Pendapatan menunjukkan seluruh uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa yang diterima oleh


(37)

seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi . (Winardi, 1998:245).

Dengan kata lain, pendapatan dapat juga diuraikan sebagai keseluruhan penerimaan yang diterima pekerja, buruh atau rumah tangga, baik berupa fisik maupun non fisik selama dia melakukan pekerjaan pada suatu perusahaan instansi atau pendapatan selama dia bekerja atau berusaha. Setiap orang yang bekerja akan berusaha untuk memperoleh pendapatan dengan jumlah yang maksimum agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Maksud utama para pekerja yang bersedia melakukan berbagai pekerjaan adalah untuk mendapatkan pendapatan yang cukup baginya, sehingga kebutuhan hidupnya ataupun rumah tangganya akan tercapai.

Penduduk perkotaan umumnya dan golongan keluarga berpenghasilan rendah khususnya mempunyai berbagai sumber pendapatan. Pendapatan yang dimaksud dalam hal ini adalah pendapatan uang yang diterima dan diberikan kepada subjek ekonomi berdasarkan prestasi-prestasi yang diserahkan, yaitu berupa pendapatan dari pekerjaan, pendapatan yang diterima dari profesi yang diterima sendiri, usaha perseorangan dan pendapatan dari kekayaan, serta dari sektor subsisten, yaitu untuk bertahan hidup secara wajar dan didapatkannya suatu jaminan kebutuhan primer. Pendapatan subsisten adalah pendapatan yang diterima dari usaha-usaha tambahan yang tidak dipasarkan untuk memenuhi keperluan hidupnya sekeluarga (Mubyarto, 1973:39).

Pendapatan masyarakat dapat berasal dari bermacam-macam sumbernya, yaitu: ada yang di sektor formal (gaji atau upah yang diterima secara bertahap), sektor informal (sebagai penghasilan tambahan dagang, tukang, buruh, dan lain-lain) dan di sektor subsisten (hasil usaha sendiri berupa tanaman, ternak dan pemberian orang lain).


(38)

2.2.2 Teori Pendapatan

Dalam ilmu ekonomi modern terdapat dua cabang utama teori, yaitu teori harga dan teori pendapatan. Teori pendapatan termasuk dalam lingkup ekonomi makro, yaitu teori-teori yang mempelajari hal-hal sebagai berikut :

 Perilaku jutaan rupiah pengeluaran konsumen  Investasi dunia usaha

 Pembelian yang dilakukan pemerintah

Menurut pelopor ilmu ekonomi klasik, Adam Smith dan David Ricardo, distribusi pendapatan digolongkan dalam tiga klas sosial yang utama: Pekerja, pemilik modal dan tuan tanah. Ketiganya menentukan 3 faktor produksi, yaitu tenaga kerja, modal, dan tanah. Penghasilan yang diterima setiap faktor dianggap sebagai pendapatan masing-masing keluarga terlatih terhadap pendapatan nasional. Teori mereka meramalkan bahwa begitu masyarakat makin maju, para tuan tanah akan relatif lebih baik keadannya dan para kapitalis (pemilik modal) menjadi lebih buruk keadaannya (Sumitro, 1991:29).

Menurut pareto, distribusi pendapatan berdasarkan besarnya (size distribution of income) yaitu distribusi pendapatan diantara rumah tangga yang berbeda, tanpa mengacu pada sumber-sumber pendapatan atau kelas sosialnya dan ketidakmerataan distribusi pendapatan cukup besar di semua negara.

Pendapatan atau income masyarakat adalah hasil penjualan dari faktor-faktor produksi yang dimilikinya pada sektor produksi dan sektor ini membeli faktor-faktor produksi tersebut untuk digunakan sebagai input proses produksi dengan harga yang berlaku di pasar faktor produksi. Harga faktor produksi di pasar ditentukan oleh tarik-menarik antara penawaran dan permintaan.


(39)

Dalam ilmu ekonomi, untuk meningkatkan profit dari suatu aktivitas ekonomi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. Pendekatan memaksimumkan keuntungan atau profit maximization.

Yaitu usaha yang dilakukan untuk memeaksimalkan profit dengan berkonsentrasi pada penjualan yang lebih banyak untuk meningkatkan pendapatan. Untuk meningkatkan volume penjualan tersebut dapat dilakukan dengan cara marketing mix, yaitu kombinasi dari empat variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran pengusaha yaitu: produk, struktur harga, kegiatan promosi dan sistem distribusi (Kadariah, 1994:83).

2. Pendekatan meminimumkan biaya atau cost minimization.

Yaitu usaha kegiatan pelaku ekonomi yang mengkonsentrasikan kepada alokasi biaya yang telah dilakukan dapat diminimalkan. Upaya-upaya peminimuman biaya ini akan menciptakan alokasi biaya yang akan lebih efisien atau lebih kecil dibandingkan dengan alokasi biaya yang sebelumnya. Dengan demikian biaya alokasi yang turun tersebut akan berpengaruh terhadap profit atau laba, misalnya jumlah alokasi biaya pada suatu bidang kerja tertentu yang selama ini dikerjakan oleh banyak orang dapat dikerjakan oleh lebih sedikit orang. Ini berarti ada minimalisasi penggunaan biaya untuk gaji atau upah karyawan. Dengan demikian total biaya berkurang dengan turunya total biaya ini (ceteris paribus), profit secara otomatis meningkat (Kadariah, 1994:217). Kenaikan ini dapat diilustrasikan dalam persamaan sebagai berikut :

Keterangan :

π = Profit


(40)

TR = Total Revenue (TR = P × C) TC = Total Cost (TC = FC + VC) 2.3 Modal

2.3.1 Pengertian modal

Modal merupakan kontribusi dari investasi dalam bentuk uang maupun modal fisik (pabrik, kantor, mesin, peralatan ) dan kontribusi dari modal manusia, yaitu pendidikan umum, pelatihan khusus dalam kegiatan produksi utama disamping tenaga kerja (labor) dan sumber daya alam. Modal fisik (manusia) memberikan kontribusi yang berarti dalam pertumbuhan ekonomi. ( Collin, 1994 : 65).

A. Akumulasi modal dan pembentukan modal

Adapun pengertian dari akumulasi modal yaitu :

1. Proses penambahan persediaan modal fisik bersih dalam suatu perekonomian dalam upaya untuk meningkatkan total output. Akumulasi barang modal adalah gambaran dari konsumsi sebelumnya yang mengharuskan adanya suatu pengembalian dari modal yang didapat dalam bentuk bunga, keuntungan, yang semakin besar dan manfaat sosial. Tingkat akumulasi persediaan modal fisik suatu perekonomian merupakan suatu hal yang penting dalam penentuan pertumbuhan ekonomi dan digambarkan dalam beragam fungsi produksi dan model-model pertumbuhan ekonomi. Suatu cabang dari ilmu ekonomi , ekonomi pembangunan melakukan analisis untuk menentukan tingkat pengakumulasian modal yang sesuai, bentuk modal yang dibutuhkan dan bentuk proyek investasi untuk memaksimumkan pembangunan dinegara-negara terbelakang. Dinegara-negara maju tingkat bunga mempengaruhi keputusan mengenai tabungan (saving)


(41)

dan investasi atau akumulasi capital. Disektor swasta dan secara tidak langsung dapat dipengaruhi oleh pemerintah. Pemerintah sendiri melakukan investasi dibidang infrastruktur. Pengawasan langsung terhadap pengakumulasian modal ini dan pengawasan tidak langsung terhadap swasta menjadi kewajiban pemerintah dalam mencapai arah pertumbuhan ekonomi yang optimal. Sifat dari pengakumulasian modal atau pendalaman modal adalah juga sesuatu yang penting.

2. Proses peningkatan ketersediaan modal secara internal dari perusahaan tertentu dengan menahan keuntungan yang kemudian ditambahkan pada cadangan modal. Modal merupakan barang-barang yang diciptakan oleh manusia dengan tujuan untuk menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa yang akan digunakan masyarakat. Meskipun modal selalu dinyatakan nilainya dalm bentuk uang, namun ada juga penciptaan modal tanpa menggunakan uang. Meskipun demikian, uang masih merupakan alat utama dalam penciptaan modal. Modal atau kapital yang dimaksudkan adalah semua barang yang dihasilkan dan digunakan dalam proses produksi untuk masa yang akan datang. Dalam pengertian modal diatas termasuk juga pendapatan seperti mesin-mesin, alat-alat berat, bangunan, instalasi, pabrik, dan alat-alat transportasi. Modal juga meliputi persediaan barang mentah, barang setengah jadi yang akan digunakan dalam sektor industri.

Ditinjau dari kekuasaan menggunakannya, modal dapat digolongkan menjadi beberapa bagian utama, yaitu :

1. Modal abstrak, yaitu modal yang elemen-elemennya tidak berubah dalam jangka waktu tertentu dan relatif permanen. Dapat dikatakan modal pasif.


(42)

2. Modal kongkrit, yaitu modal yang elemen-elemennya selalu berubah-ubah akan selalu berganti baik dalam waktu pendek (kas, piutang, barang) maupun dalam jangka panjang ( aktiva tetap)

Dalam suatu kegiatan proses produksi, maka modal dapat dikatakan menjadi dua macam, yaitu modal yang tidak dapat bergerak atau disebut juga modal tetap yang dapat didefenisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi. Peristiwa ini terjadi dalam waktu yang relative pendek dan tidak berlaku untuk jangka panjang, yang termasuk modal tetap adalah tanah, bangunan, dan mesin-mesin. Sebaliknya dengan modal yang tidak tetap atau modal variabel, yaitu biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Sebagai contoh biaya yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja.

2.4 Kredit Modal Kerja

2.4.1 Pengertian Kredit Modal Kerja

Salah satu usaha dari koperasi adalah memberikan fasilitas kredit kepada nasabah. Kredit modal kerja merupakan salah satu dari jenis-jenis kredit yang diberikan koperasi kepada nasabah. Sebelum menjelaskan tentang pengertian kredit modal kerja maka akan dijelaskan terlebih dahulu pengertian kredit dan modal kerja.

Kata kredit berasal dari bahasa latin yaitu “credere”, yang artinya percaya. Menurut Hasibuan (2001:87), “kredit adalah semua jenis pinjaman yang harus dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati”. Sedangkan menurut Rivai dan Veithzal (2004:4), “kredit adalah penyerahan barang, jasa, atau uang dari satu pihak (kreditur atau pemberi pinjaman) atas dasar kepercayaan kepada pihak lain (nasabah atau pengutang) dengan janji membayar dari


(43)

penerima kredit kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak”.

Menurut Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (2008:117), “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga (UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1 angka 11)”. Berdasarkan pengertian-pengertian kredit diatas, dapat diketahui bahwa kredit mempunyai beberapa unsur, yaitu:

a. persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam;

b. aktivitas peminjaman uang atau tagihan sebesar biaya yang disepakati; c. jangka waktu tertentu;

d. pendapatan berupa bunga atau imbalan atau pembagian keuntungan; e. resiko; dan

f. jaminan atau agunan (jika ada). 2.4.2 Jenis-Jenis Kredit

Pengelompokan jenis-jenis kredit menurut Kasmir (2003:99-102) dapat dilihat dari :

A. Jenis Kredit Berdasarkan Jangka waktu Kredit:

1. Kredit jangka pendek (short term credit) yaitu suatu bentuk kredit yang berjangka waktu maksimum satu tahun.

2. Kredit jangka menengah (intermediate term credit) yaitu suatu bentuk kredit yang berjangka waktu satu tahun sampai tiga tahun.


(44)

3. Kredit jangka panjang (long term credit) yaitu suatu bentuk kredit yang berjangka waktu lebih dari tiga tahun.

B. Jenis Kredit Berdasarkan Lembaga yang Menerima Kredit:

1. Kredit untuk badan usaha pemerintah/daerah, yaitu kredit yang diberikan kepada perusahaan/badan usaha yang dimiliki pemerintah.

2. Kredit untuk badan usaha swasta, yaitu kredit yang diberikan kepada perusahaan/badan usaha yang dimiliki swasta.

3. Kredit perorangan, yaitu kredit yang diberikan bukan kepada perusahaan, tetapi kepada perorangan.

4. Kredit untuk bank koresponden, lembaga pembiayaan dan perusahaan asuransi. C. Jenis Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaannya:

1. Kredit Modal Kerja (KMK), yaitu kredit untuk modal kerja perusahaan dalam rangka pembiayaan aktiva lancar perusahaan, seperti pembelian bahan baku, piutang, dan lain-lain.

2. Kredit investasi, yaitu kredit (berjangka menengah atau panjang) yang diberikan kepada usaha-usaha guna merehabilitas, modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru, misalnya untuk pembelian mesin, bangunan dan tanah untuk pabrik. 3. Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan bank kepada pihak

ketiga/perorangan (termasuk karyawan bank sendiri) untuk keperluan konsumsi berupa barang dan jasa dengan cara membeli, menyewa atau dengan cara lain. D. Jenis Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi

Kredit menurut sektor ekonomi didasari atas kebutuhan untuk menentukan kebijakan pengarahan kredit koperasi secara kualitatif yang dititikberatkan pada sektor


(45)

ekonomi yang diutamakan dalam pembiayaan dengan kredit koperasi itu. Sektor ekonomi yang dimaksud antara lain adalah sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, konstruksi, jasa sosial, jasa dunia usaha dan lain-lain.

E. Jenis Kredit Berdasarkan Sifat:

1. Kredit atas dasar transaksi satu kali (eenmalig), yaitu kredit jangka pendek untuk pembiayaan suatu transaksi tertentu.

2. Kredit atas dasar transaksi berulang (revolving), yaitu kredit jangka pendek yang diberikan kepada nasabah untuk usaha yang merupakan suatu seri transaksi yang sejenis.

3. Kredit atas dasar plafon terkait, yaitu kredit yang diberikan dengan jumlah dan jangka waktu tertentu dengan tujuan untuk dipergunakan sebagai tambahan modal kerja bagi suatu unit produksi atas dasar penilaian kapasitas produksi/kebutuhan modal kerja dimana maksimum kredit yang diberikan tidak terikat pada kapasitas produksi normal atau realisasi penjualan.

4. Kredit atas dasar plafon terbuka, yaitu kredit untuk kebutuhan modal kerja dimana maksimum kredit yang diberikan tidak terikat pada kapasitas produksi normal atau realisasi penjualan.

5. Kredit atas dasar penurunan plafon secara berangsur (aflopend plafond), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah yang pelunasannya harus dilaksanakaan secara berangsur sesuai dengan jadwal pelunasan yang telah disetujui/ditentukan oleh bank.

F. Jenis Kredit Berdasarkan Sumber Dana: 1. Kredit dengan dana koperasi sendiri


(46)

2. Kredit dengan dana bersama-sama dengan koperasi lain 3. Kredit dengan dana dari luar negeri.

G. Jenis Kredit Berdasarkan Bentuk:

1. Cash Loan, yaitu pinjaman uang tunai yang diberikan oleh koperasi kepada

nasabahnya sehingga dengan pemberian fasilitas ini, koperasi telah menyediakan dana (fresh money) yang dapat digunakan oleh nasabah berdasarkan ketentuan yang ada dalam perjanjian kredit.

2. Non Cash Loan, yaitu fasilitas yang diberikan koperasi kepada nasabahnya, tetapi atas fasilitas ini bank belum mau mengeluarkan uang tunai.

H. Kredit Berdasarkan Wewenang Pemutusan

Berdasarkan wewenang putusannya, kredit dibedakan atas wewenang kantor pusat dan wewenang kantor cabang (kepala divisi dan direksi wilayah).

I. Kredit Berdasarkan sifat Fasilitas:

1. Commited Facility, yaitu suatu fasilitas yang secara hukum, koperasi

diperjanjikan kecuali terjadi suatu peristiwa yang memberikan hak kepada koperasi untuk menarik kembali ataumenangguhkan fasilitas tersebut sesuai surat atau dokumen lainnya.

2. Uncommited Facility, yaitu suatu fasilitas yang secara hukum, koperasi tidak mempunyai kewajiban untuk memenuhinya sesuai dengan yang telah diperjanjikan.

J. Kredit Berdasarkan Akad:

1. Pinjaman dengan akad kredit adalah pinjaman yang disertai dengan suatu perjanjian kredit tertulis antara koperasi dengan nasabah, yang antara lain


(47)

mengatur besarnya pinjaman kredit, suku bunga, jangka waktu, jaminan, cara pelunasan dan sebagainya.

2. Pinjaman tanpa akad kredit adalah pinjaman yang tidak disertai suatu perjanjian tertulis.

Berdasarkan uraian diatas, maka kredit modal kerja merupakan salah satu jenis kredit yang diberikan koperasi kepada nasabahnya untuk membiayai operasional perusahaan yang berhubungan dengan pengadaan barang maupun proses produksi sampai barang tersebut terjual. Pengertian kredit modal kerja menurut Dendawijaya (2001:27) adalah: “kredit yang diberikan koperasi kepada nasabah (debitur) untuk memenuhi kebutuhan modal kerja debitur”.

Prinsip dari modal kerja ini adalah penggunaan modal yang akan habis dalam satu siklus usaha yaitu dimulai dari perolehan uang tunai dari kredit koperasi kemudian digunakan untuk membeli barang dagangan atau bahan-bahan baku kemudian diproses menjadi barang jadi lalu dijual baik secara tunai atau kredit selanjutnya memperoleh uang tunai kembali. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, perusahaan membutuhkan dana yang cukup untuk menjamin kelangsungan operasinya tersebut.

Menurut Syahyunan (2004:40) faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan modal kerja adalah:

1. Volume penjualan

2. Besar kecilnya skala usaha perusahaan 3. Aktivitas perusahaan

4. Perkembangan teknologi


(48)

Menurut Bastian dan Suhardjono (2006:251) kredit modal kerja memiliki jangka waktu pengembalian maksimal satu tahun (bisa diperpanjang sesuai kebutuhan) yang dapat dimanfaatkan untuk membiayai stok barang, piutang dagang, pembelian bahan baku ataupun kebutuhan modal kerja perusahaan lainnya. Kredit modal kerja yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan produksi baik peningkatan kuantitatif maupun kualitatif. Bentuk-bentuk dari kredit modal kerja antara lain:

a. Kredit modal kerja untuk pedagang, antara lain: 1. Kredit ekspor.

2. Kredit pertokoan, dan sebagainya.

b. Kredit modal kerja bidang industri, antara lain:

1. Kredit modal kerja makanan atau minuman dalam kemasan. 2. Kredit modal kerja pabrik, tekstil, dan sebagainya.

c. Kredit modal kerja untuk bidang perkebunan dan pertanian, antara lain: 1. Kredit untuk membeli pupuk

2. Kredit untuk membeli obat-obatan anti hama, dan sebagainya. d. Kredit modal kerja untuk kontraktor bangunan.

e. Kredit modal kerja untuk perbengkelan pusat servis. 2.5 Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

2.5.1 Pengertian dan Ciri-Ciri Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Adapun pengertian dan ciri-ciri usaha kecil dan menengah (UKM) menurut beberapa narasumber adalah sebagai berikut:

1. Menurut Undang-undang No.9 tahun 1995 pasal 1 tentang usaha kecil, yang dimaksud dengan usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil


(49)

dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepamilikan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang ini. Adapun kriteria usaha kecil menurut UU No.9 Tahun 1995 tentang usaha kecil dan menengah adalah :

 Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan banguna usaha; atau

 Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah);

 Milik warga negara Indonesia;

 Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar;

 Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

2. Menurut Bank Indonesia, usaha kecil dan menengah adalah suatu perusahaan atau perseorangan yang mempunyai total asset maksimal Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) tidak termasuk rumah dan tanah yang ditempati (www.bi.go.id). 3. Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan, usaha kecil dan menengah

adalah kelompok industri kecil modern, industri tradisional, dan industri kerajinan yang mempunyai investasi modal untuk mesin-mesin dan peralatan sebesar Rp 70.000.000,- (tujuh puluh juta rupiah) ke bawah dengan resiko investasi modal/tenaga kerja Rp 625.000.000 ke bawah dan usahanya dimilili warga negara


(50)

Indonesia, namun saat ini diperoleh informasi bahwa kriteria usaha kecil sama dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

4. Menurut badan pusat statistik (BPS), Usaha kecil dan menengah adalah:  Usaha kecil menengah : 6 – 10 orang tenaga kerja

 Usaha menengah : 20 – 99 orang tenaga kerja  Usaha besar : 100 orang tenaga kerja 5. Menurut Kementrian Negara Koperasi dan UKM,

Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan dan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300 juta.

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50 juta sampai dengan paling banyak Rp. 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300 juta sampai dengan paling banyak Rp. 2,5 miliar.

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan. Memiliki kekayaan


(51)

bersih lebih dari Rp. 500 juta sampai dengan paling banyak Rp. 10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2,5 miliar sampai dengan paling banyak Rp. 50 miliar (www.depkop.go.id). Contoh usaha kecil :

 Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja;  Pedagang dipasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya;

 Pengrajin industri makanan dan minuman, industri kayu dan rotan, industri alat-alat rumah tangga, industri pakaian jadi dan industri kerajinan tangan;

 Peternakan ayam, itik dan perikanan;  Koperasi berskala kecil.

Contoh usaha menengah :

Jenis atau macam usaha menengah hampir menggarap komoditi dari hampir seluruh sektor mungkin hampir secara merata, yaitu :

 Usaha pertanian, perternakan, perkebunan, kehutanan skala menengah.  Usaha perdagangan (grosir) termasuk expor dan impor.

 Usaha jasa EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut), garment dan jasa transportasi taxi dan bus antar propinsi.

 Usaha industri makanan dan minuman, elektronik dan logam.

 Usaha pertambangan batu gunung untuk kontruksi dan marmer buatan. 2.5.2 Permasalahan yang dihadapi Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Pada umumnya, permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM), antara lain :


(52)

A. Faktor Internal

1. Kurangnya Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan

Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umunya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari sipemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi UKM adalah adanya ketentuan mengenai agunan, karena tidak semua UKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.

Terkait dengan hal ini, UKM juga menjumpai kesulitan dalam hal akses terhadap sumber pembiayaan. Selama ini cukup familiar dengan mereka adalah mekanisme pembiayaan yang disediakan oleh bank dimana disyaratkan adanya agunan. Terhadap akses pembiayaan lainnya seperti investasi, sebagian besar dari mereka belum memiliki akses untuk itu. Dari sisi investasi sendiri, masih terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila memang gerbang investasi hendak dibuka untuk UKM, antara lain kebijakan, jangka waktu, pajak, peraturan perlakuan, hak atas tanah, infrastruktur, dan iklim usaha.

2. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)

Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh


(53)

terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan kualitas SDM-nya. Unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.

a. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar

Usaha kecil yang pada umunya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, ditambah lagi produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang baik serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik.

b. Mentalitas Pengusaha UKM

Hal penting yang seringkali pula terlupakan dalam setiap pembahasan mengenai UKM, yaitu semangat entrepreneurship para pengusaha UKM itu sendiri. Semangat yang dimaksud disini antara lain kesediaan terus berinovasi, ulet tanpa menyerah, mau berkorban serta semangat ingin mengambil resiko. Suasana pedesaan yang menjadi latar belakang dari UKM, harus memiliki pengetahuan yang luas dalam membentuk kinerja. Sebagai contoh, ritme kerja UKM di daerah berjalan dengan santai dan kurang aktif sehingga seringkali menjadi penyebab hilangnya kesempatan-kesempatan yang ada. c. Kurangnya Transfaransi

Kurangnya transfaransi antara generasi awal pembangunan UKM tersebut terhadap generasi selanjutnya. Banyak informasi dan jaringan yang disembunyikan dan


(54)

tidak diberitahukan kepada pihak selanjutnya menjalankan usaha tersebut sehingga hal ini menimbulkan kesulitan bagi generasi penerus dalam mengembangkan usahanya.

B. Faktor Eksternal

1. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif

Upaya pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dari tahun ketahun selalu dimonitori dan dievaluasi perkembangannya dalam hal kontribusinya terhadap penciptaan produk domestik bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, ekspor dan perkembangan pelaku usahanya serta keberadaan investasi usaha kecil dan menengah melalui pembentukan modal tetap bruto investasi. Keseluruhan indikator ekonomi makro tersebut selalu dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan pemberdayaan UKM serta menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya.

Kebijakan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan UKM, meskipun dari tahun ketahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha-pengusaha-pengusaha-pengusaha besar. Kendala lain yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) adalah mendapatkan perijinan untuk menjalankan usaha mereka.

Keluhan yang seringkali terdengar mengenai banyaknya prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak murah ditambah lagi dengan jangka waktu yang lama. Hal ini sedikit banyak terkait dengan kebijakan perekonomian Pemerintah yang dinilai tidak memihak pihak kecil seperti Usaha Kecil dan Menengah (UKM), tetapi lebih mengkomodir kepentingan dari para pengusaha besar.


(55)

2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha

Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya, sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, tak jarang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) kesulitan dalam memperoleh tempat untuk menjalankan usahanya yang disebabkan karena mahalnya harga sewa atau tempat yang ada kurang strategis.

3. Pungutan Liar

Praktek pungutan tidak resmi atau lebih dikenal dengan pungutan liar menjadi salah satu kendala juga bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) karena menambah pengeluaran yang tidak sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi sekali, namun dapat berulangkali secara periodik, misalnya setiap minggu atau setiap bulan.

4. Implikasi Otonomi Daerah

Dengan berlakunya Undang-Undang No.20 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian diubah dengan UU No.32 tahun 2004, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mempunyai implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka menurunkan daya saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.


(56)

5. Implikasi Perdagangan Bebas

Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku tahun 2003 dan APEC tahun 2020 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efesien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas, isu lingkungan, dan isu Hak Asasi Manusia, serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan. Untuk itu, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif. 6. Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek

Sebagian besar produk industri kecil memliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk dan kerajinan-kerajinan dengan ketahanan yang pendek. Dengan kata lain, produk-produk yang dihasilkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Indonesia mudah rusak dan tidak tahan lama.

7. Terbatasnya Akses Pasar

Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.

8. Terbatasnya Akses Informasi

Selain akses pembiayaan, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) juga menemui kesulitan dalam hal akses terhadap informasi. Minimnya informasi yang diketahui oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM), sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap kompetisi dari produk ataupun jasa dari unit usaha Usaha Kecil dan Menengah (UKM)


(57)

dengan produk lain dalam kualitas. Efek dari hal ini adalah tidak mempunyai produk dan jasa sebagai hasil dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM) untuk menembus pasar ekspor. Namun, disisi lain, terdapat pula produk atau jasa yang berpotensial untuk bertarung di pasar internasional karena tidak memiliki jalur ataupun akses terhadap pasar tersebut, pada akhirnya hanya di pasar domestik.

2.5.3 Upaya Untuk Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada hakekatnya merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Dengan, mencermati permasalahan yang dihadapi oleh usaha kecil dan menengah (UKM), maka kedepan perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut :

1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif

Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan ketentraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.

2. Bantuan Permodalan

Pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM), untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura.

Pembiayaan untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada, maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara lain Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Yang harus dilakukan sekarang ini adalah bagaimana mendorong pengembangan Lembaga Keuangan Mikro ini berjalan


(58)

dengan baik, karena selama ini Lembaga Keuangan Mikro (LKM) non koperasi memiliki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.

3. Perlindungan Usaha

Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui Undang-Undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan.

4. Pengembangan Kemitraan

Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara Usaha Kecil dan Menengah (UKM), atau antara Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efesien. Dengan demikian Usaha Kecil dan Menengah (UKM) akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.

5. Pelatihan

Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Disamping itu juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan.


(59)

6. Membentuk Lembaga Khusus

Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggungjawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

7. Memantapkan Asosiasi

Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.

8. Mengembangkan Promosi

Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya.

9. Mengembangkan Kerjasama yang Setara

Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha Usaha Kecil dan Menengah (UKM) untuk mengawasi berbagai isu-isu yang terkait dengan perkembangan usaha.


(1)

Ar-Ridhwan, apakah usaha saudara lebih maju dibandingkan dengan sebelumnya ?

A.

Ya

B.

Tidak

5. Berapa pendapatan saudara perbulan dari hasil UKM setelah mendapatkan pembiayaan

modal usaha dari Koperasi BMT Ar-Ridhwan ?

6. Berapa tingkat pengeluaran saudara perbulan setelah mendapatkan pembiayaan dari

koperasi tersebut ?

A.

Rp. 500.000,- sampai Rp. 1.000.000,-

B.

Rp. 1.000.000,- sampai Rp. 2.000.000,-

C.

Lebih dari Rp. 2.000.000,-

7. Apakah tingkat pengeluaran saudara lebih besar dari sebelum mendapatkan

pembiayaan dari Koperasi BMT Ar-Ridhwan ?

A.

Ya

B.

Tidak

C.

Sama saja

8. Apakah saudara pernah menunggak pembayaran cicilan pinjaman selama ini ?

A.

Pernah

B. Tidak pernah

Jika pernah, apa alasan saudara sampai menunggak pembayaran cicilan tersebut ?

A.

Cicilan terlalu berat

B.

Ada keperluan mendesak lainnya

C.

Bunga terlalu tinggi


(2)

Data Sampel Variabel

No Nama

Debitur Pendapatan

Debitur

dari UKM

(Y)

Modal Sendiri

(X1)

Kredit Modal

Kerja

(X2)

1. Mawardi

3.000.000

500.000

2.000.000

2. Merry

Alam

8.500.000

5.000.000

1.500.000

3. Imun

Lesmana

25.000.000

50.000.000

15.000.000

4.

Nur Eltifah Lubis

1.000.000

5.000.000

2.500.000

5. Rizka

Apriyani

9.500.000

30.000.000

1.500.000

6. Suriaty

8.000.000

20.000.000

4.000.000

7. Crairiah

8.000.000

5.000.000

10.000.000

8. Maskut

1.600.000

10.000.000

3.000.000

9. Dina

Mahyudin

6.000.000

500.000

2.000.000

10. Ansari

Siregar

900.000

250.000

1.000.000

11. Masyitah

8.500.000

3.000.000

2.800.000

12. Aminah

1.500.000

1.000.000

4.000.000

13. Suriani

11.000.000

15.000.000

2.500.000

14. Ade

Tiyawarman

9.000.000

35.000.000

5.000.000

15. Dian

Aryanto

6.000.000

1.500.000

2.000.000

16. Yusnita

2.300.000

10.000.000

1.000.000

17. Apriatin

900.000

200.000

1.000.000

18. Awaluddin

2.000.000

1.000.000

1.000.000

19. Kamisah

7.200.000

2.000.000

1.000.000

20. Mulyono

6.000.000

500.000

3.000.000

21. Irwan

Efendi

6.000.000

600.000

2.000.000

22. Muslimah

1.500.000

500.000

1.000.000

23. Indriaty

Sitompul

1.500.000

1.500.000

1.000.000

24. M.Suryanto

7.000.000

10.000.000

2.000.000

25. Edi

Yanto

3.000.000

200.000

1.000.000

26. Boynem

1.500.000

1.500.000

1.000.000

27. Sila

6.000.000

15.000.000

1.000.000

28. Deritawati

2.300.000

19.000.000

1.000.000

29. Supiani

1.500.000

200.000

1.500.000

30. Burhanuddin

Lubis

1.500.000

300.000

1.000.000

31. Irwan

Setiawan

2.500.000

20.000.000

1.000.000

32. Ismiati

500.000

200.00

500.000

33. Sartinem

500.000

200.000

500.000

34. Yusnaini

1.800.000

800.000

2.000.000

35. Masdalina

1.500.000

500.000

2.000.000

36. Siti

Aisyah

2.500.000

3.000.000.

1.000.000

37. Siti

Sundari

1.800.000

2.000.000

1.000.000

38. Lalita

Dewi

2.000.000

1.000.000

1.500.000

39. Poniati

1.000.000

500.000

2.000.000

40. Iriani

5.000.000

3.000.000

2.500.000

Sumber :

Kuesioner ( Data Hasil Penelitian)


(3)

Hasil Regresi Pengaruh Pendapatan Debitur Dari UKM (Y) Terhadap

Modal Sendiri (X1) Dan Kredit Modal Kerja (X2)

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 01/15/11 Time: 01:10 Sample: 1 40

Included observations: 40

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1314700. 514892.0 2.553351 0.0149 X1 0.198909 0.046275 4.298380 0.0001 X2 0.790930 0.191084 4.139178 0.0002 R-squared 0.723426 Mean dependent var 4420000. Adjusted R-squared 0.708476 S.D. dependent var 4506758. S.E. of regression 2433333. Akaike info criterion 32.31946 Sum squared resid 2.19E+14 Schwarz criterion 32.44613 Log likelihood -643.3892 F-statistic 48.38984 Durbin-Watson stat 2.441996 Prob(F-statistic) 0.000000


(4)

Uji Multikolienaritas Antara Modal Sendiri (X1) Terhadap

Kredit Modal Kerja (X2)

Dependent Variable: X1 Method: Least Squares Date: 01/15/11 Time: 01:12 Sample: 1 40

Included observations: 40

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 412796.0 1803746. 0.228855 0.8202 X2 2.610381 0.519029 5.029358 0.0000 R-squared 0.399631 Mean dependent var 6436250. Adjusted R-squared 0.383832 S.D. dependent var 10867017 S.E. of regression 8530212. Akaike info criterion 34.80483 Sum squared resid 2.77E+15 Schwarz criterion 34.88928 Log likelihood -694.0967 F-statistic 25.29445 Durbin-Watson stat 1.833087 Prob(F-statistic) 0.000012


(5)

Hasil Uji Heterokedastisitas

Dengan Uji White

White Heterokedasticity Test:

F-statistic 1.732833 Prob. F(5,34) 0.153696 Obs*R-squared 8.123129 Prob. Chi-Square(5) 0.149579

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 01/15/11 Time: 01:14 Sample: 1 40

Included observations: 40

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -9.17E+10 2.48E+12 -0.036906 0.9708 X1 683579.6 385096.9 1.775084 0.0848 X1^2 -0.029903 0.015974 -1.871994 0.0698 X1*X2 0.088977 0.054855 1.622038 0.1140 X2 2800024. 1633076. 1.714571 0.0955 X2^2 -0.289812 0.169930 -1.705484 0.0972 R-squared 0.203078 Mean dependent var 5.48E+12 Adjusted R-squared 0.085884 S.D. dependent var 6.98E+12 S.E. of regression 6.68E+12 Akaike info criterion 62.03418 Sum squared resid 1.51E+27 Schwarz criterion 62.28752 Log likelihood -1234.684 F-statistic 1.732833 Durbin-Watson stat 1.990286 Prob(F-statistic) 0.153696


(6)

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama

: Depi Suheny

NIM

:

070501027

Departemen :

Ekonomi

Pembangunan

Fakultas

: Ekonomi

Adalah benar telah membuat skripsi ini, guna memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

dengan judul : “

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Debitur Dari

UKM Pada Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Ar-Ridwan Di Kota Medan.

Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenar-benarnya, untuk

dapat dipergunakan seperlunya.

Medan,

31

Januari

2011

yang

membuat

pernyataan

Depi Suheny

070501027