BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oleokimia - Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Etilendiamin Dan Anilina Dengan Senyawa Aldehida Hasil Ozonolisis Metil Oleat Serta Pemanfaatannya Sebagai inhibitor Korosi Pada Logam Seng

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Oleokimia

  Oleokimia merupakan bahan kimia yang berasal dari minyak atau lemak alami, baik dari tumbuhan maupun hewan. Pada saat ini dan pada waktu yang akan datang produk oleokimia akan semakin banyak berperan menggantikan produk-produk turunan minyak bumi (petrokimia). Oleokimia memliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan produk petrokimia, seperti harga, sumber yang dapat diperbaharui dan produk yang ramah lingkungan (Tambun, 2008). Oleokimia didefenisikan sebagai pembuatan asam lemak dan gliserin serta turunannya baik yang berasal dari hasil pemecahan trigliserida yang terkandung minyak atau lemak alami maupun yang berasal dari produk petrokimia. Produk oleokimia dasar yang utama adalah asam lemak, ester asam lemak, alkohol asam lemak, amina asam lemak, serta gliserol yang merupakan produk samping yang juga tidak kalah pentingnya (Elisabet, 1999). Beberapa bahan-bahan oleokimia dapat diperoleh dari petrokimia. Perbedaannya adalah oleokimia alami merupakan turunan dari minyak atau lemak, oleokimia sintesis diperoleh dari bahan-bahan petrokimia seperti asam lemak dari bahan etilena dan parafin, dan gliserin dari bahan propilena (Richtler and Knaut, 1984). Diagram alur oleokimia dapat digambarkan pada tabel 2.1. dibawah ini.

Tabel 2.1. Diagram Alur Proses Oleokimia dari Bahan Dasar Minyak atau Lemak menjadi Oleokimia dan Turunan Oleokimia Bahan Dasar Bahan Dasar Oleokimia Turunan Oleokimia Minyak / Lemak Asam Lemak Diikuti reaksi-reaksi seperti : Aminasi Klorinasi Dimerisasi Epoksidasi Etoksidasi Hidrogenasi Kuarternisasi Sulfasi Transesterifikasi Esterifikasi Saponifikasi Amina Asam Lemak Alkohol Asam Lemak Amina Asam Lemak Metil Ester Asam Lemak Propilen, Parafin dan Etilen Sumber : Richtler and Knaut, 1984 : Alami : Sintesis Gliserol

2.2.Asam lemak

  Asam lemak merupakan asam karboksilat alifatis berantai panjang (Sastrohamidjojo, 2005). Jenis asam lemak menjadi penentu perbedaan sifat dari trigliserida namun komponen gliserol bersifat identik untuk setiap trigliserida.

  Beberapa aspek yang membedakan jenis asam lemak yaitu:

  a. panjang rantai karbon

  b. Jumlah ikatan rangkap

  c. Posisi ikatan rangkap d. Konfigurasi dari atom hidrogen yang berikatan dengan karbon berikatan rangkap, posisi cis atau trans dan e. Posisi dari ikatan asam lemak dengan gliserol Asam lemak ditemukan dalam lemak makanan pada panjang rantai karbon 4-24 atom karbon (O’brien, 2009). Asam lemak sebagai penyusun lemak ini dapat dibedakan antara asam lemak jenuh dan tak jenuh. Asam lemak disebut jenuh bila semua atom karbon dalam rantainya diikat tidak kurang daripada dua atom hidrogen, sehingga dengan demikian tidak ada ikatan rangkap. Asam-asam lemak jenuh yang telah dapat diidentifikasi sebagai bagian dari lemak mempunyai atom C

  4 hingga C 26. Jenis-jenis asam lemak jenuh dijelaskan pada tabel 2.2.

  Adapun struktur umum rantai karbon dari asam lemak jenuh adalah sebagai berikut:

  H H H H H H H H H H H O C C C C C C C C C C C C OH H H H H H H H H H H H

Gambar 2.1. Struktur asam lemak jenuh

  Asam-asam lemak yang didalam rantai karbonnya mengandung ikatan rangkap dinamakan sebagai asam lemak tak jenuh. Derajat ketidakjenuhan dari minyak tergantung pada jumlah rata-rata dari ikatan rangkap didalam asam lemak. Jenis- jenis asam lemak tak jenuh dijelaskan pada tabel 2.3.

  O H

  2 (CH 2 )

4 C C (CH

2 ) 7 C C H H OH

Gambar 2.2. Struktur asam lemak tak jenuh Rantai karbon dari asam lemak tak jenuh (Sastrohamidjojo, 2005).

  Asam lemak dengan jumlah atom karbon lebih dari 12 tidak larut dalam air dingin maupun air panas, tetapi dalam jumlah rantai atom karbon yang pendek bersifat larut dalam air, demikian juga sifat kelarutan garam dari asam lemak yang mempunyai berat molekul rendah dan tidak jenuh lebih mudah larut dalam alkohol daripada garam dari asam lemak yang mempunyai berat molekul tinggi dan jenuh (Winarno, 1984). Asam oleat mempunyai rantai karbon yang sangat panjang dengan asam stearat, tetapi pada suhu kamar, asam oleat berupa bentuk cairan. Disamping itu, makin banyak jumlah ikatan rangkap pada suatu asam lemak maka makin rendah titik leburnya (Poedjiadi, 1994).

Tabel 2.2. Asam Lemak Jenuh yang Terdapat dalam Lemak dan Minyak Asam Rumus molekul Sumber (Asal) Titik lemak

  cair o jenuh (

  C)

  n- Butirat CH

  3 (CH 2 )

  2 COOH lemak susu sapi, mentega -7,6

  n-Kaproat CH

  3 (CH 2 )

  4 COOH mentega, minyak kelapa, minyak -1,5

  kelapa sawit n-Kaprilat CH

  3 (CH 2 )

  6 COOH Domba 1,6

  Kaprat CH

  3 (CH 2 )

  8 COOH susu sapi dan kambing, minyak 31,5

  kelapa, minyak kelapa sawit Laurat CH

  3 (CH 2 )

  10 COOH susu, minyak inti sawit, spermaseti,

  44 mnyak laural, minyak kelapa Miristat CH (CH ) COOH minyak pala, susu ternak, dan lemak

  58

  3

  2

  12

  nabati; minyak babi dan minyak ikan hiu Palmitat CH

  3 (CH 3 )

  14 COOH sebagian besar terdapat dalam

  64 lemak hewani dan minyak nabati Stearat CH

  3 (CH 3 )

  16 COOH Domba 69,4

  Sumber : Ketaren, 2008

Tabel 2.3. Asam Lemak Tidak Jenuh yang Terdapat dalam Lemak dan Minyak

  Asam Rumus molekul Sumber (asal) Titik o lemak tak cair( jenuh C)

  Palmitoleat CH

  3 (CH 2 )

  5 CH=CH(CH 2 )

  7 COOH minyak kacang dan

  33 jagung

  Oleat CH (CH ) CH=CH(CH ) COOH disebagian besar

  14

  3

  2

  7

  2

  7 minyak dan lemak Linoleat CH

  3 (CH 2 )

4 CH=CHCH

  2 CH=CH(CH 2 )

  7 Minyak biji kapas, -3

COOH biji lin, biji poppy

Linolenat CH

  3 CH

  2 CH=CHCH

  2 CH=CHCH

  2 CH= Minyak -11 CH(CH 2 )

  7 COOH perilla, biji lin

  Sumber: Ketaren, 2008 Hampir semua asam lemak yang terdapat dalam alam mempunyai jumlah atom karbon yang genap karena asam ini dibiosintesis dari gugus asetil berkarbon dua dalam asetil koenzim A (Fessenden dan Fessenden, 1992).

2.3.Asam Oleat Asam oleat merupakan penyusun dari lemak-lemak tanaman atau hewan.

  Asam oleat dapat dipisahkan dari zat tersebut dengan cara hidrolisis, sebagian asam oleat berada bersama-sama dengan asam stearat dan asam palmitat. Struktur asam oleat adalah CH (CH ) CH=CH(CH ) COOH. Asam lemak yang

  3

  2

  7

  2

  7

  tidak jenuh ini masing-masing mempunyai bentuk cis yaitu asam oleat dan trans dari asam oleat sering juga disebut asam allooleat. Asam oleat membentuk cis karena mempunyai titik lebur yang rendah dan pembakaran yang tinggi.

  Bentuk struktur asam oleat dalam bentuk cis dan trans yakni sebagai berikut:

  CH (CH ) 3 2 7 (CH ) COOH H (CH ) COOH 2 7 2 7 C C C C H H H CH (CH ) 3 2 7 Asam oleat Asam oleat

  (Asam cis-9-oktadekanoat) (Asam trans-9-oktadekanoat) Gambar 2.3. Struktur cis dan trans asam oleat.

  (Sastrohamidjojo, 2005). Asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat biasanya terdapat bersama dengan asam lemak lain seperti asam laurat, asam miristat, asam palmitat, asam stearat dan asam lemak lainnya. Asam lemak tidak jenuh tersebut dapat diubah ke berbagai bentuk turunannya antara lain dalam pembentukan ester asam lemak dengan poliol seperti sorbitol, manitol dan sebagainya untuk membentuk surfaktan. Ester asam lemak dengan poliol tersebut memiliki sifat surfaktan karena disamping memiliki gugus ester juga masih memiliki gugus hidroksil sehingga terjadi keseimbangan antara gugus yang bersifat lipofil dengan gugus yang bersifat hidrofil (Tarigan, 2005). Penelitian tentang asam oleat telah banyak dikembangkan, misalnya dalam pembuatan bahan bakar alternatif (biodiesel). Asam oleat dikonversi menjadi produk biodiesel di unit reaksi dengan penambahan alkohol dan katalis, kemudian dimurnikan di unit pemisahan (Kusmiyati, 2008)

2.4.Ester Asam Lemak

  Ester adalah turunan asam karboksilat yang dibentuk oleh gugus alkoksi dan asil merupakan salah satu dari kelas-kelas senyawa organik yang sangat berguna, dapat diubah melalui berbagai proses menjadi aneka ragam senyawa lain

  ’

  (Fessenden dan Fessenden, 1992). Rumus umum ester adalah RCOOR (Besari dkk, 1982). Ester merupakan turunan dari asam karboksilat, dimana dapat dibentuk melalui reaksi langsung antara suatu asam karboksilat dengan alkohol yang disebut dengan reaksi esterifikasi (Shreve, 1 956). Yang dikelompokkan sebagai ester asam lemak meliputi:

  a. Ester karboksilat tunggal dengan panjang rantai karbon mulai dari C

  6 sampai C .

  20

  b. Ester asam lemak yang hanya mengandung karbon, hidrogen dan oksigen

  c. Ester alkohol dari asam lemak tersebut diatas termasuk juga dalam kelompok ester asam lemak Ester yang paling sederhana adalah metil ester asam lemak yang dapat dihasilkan melalui reaksi esterifikasi antara asam lemak dengan metanol. Ester asam lemak sering dimodifikasi untuk digunakan sebagai bahan makanan, surfaktan, polimer, sintesis, zat aditif, bahan kosmetik, dan kebutuhan lain (Meffert,1984). Metil ester asam lemak yang merupakan bagian dari pada ester asam lemak mono alkohol merupakan zat antara dalam industri oleokimia disamping dapat digunakan sebagai bahan bakar diesel (Ozgul, l993).

  Ester diturunkan dari asam dengan mengganti gugus -OH dan gugus -OR. Ester dinamai dengan cara yang sama dengan garam asam karboksilatnya. Bagian R dari gugus –OR ditulis dahulu, diikuti dengan nama asam dengan akhiran -at.

  Bila asam karboksilat dan alkohol dipanaskan dengan kehadiran katalis asam (biasanya HCl atau H

  2 SO 4 ) kesetimbangan tercapai dengan ester dan air, proses

  ini disebut dengan esterifikasi Fischer (Hart, 2003). Ester-Ester umumnya mempunyai bau yang enak, seperti rasa buah dan wangi buah-buahan atau bagian tumbuhan yang lain yang memiliki aroma bau yang enak (Hart, 1990). Ester biasanya dipreparasi dari asam atau klorida asam. Asam karboksilat diubah secara langsung menjadi ester melalui reaksi substitusi nukleofilik (SN

  2 ) garam karboksilat dengan alkil halida primer atau melalui reaksi asam dengan alkohol.

  Klorida asam dikonversikan menjadi ester melalui reaksi dengan alkohol dalam suasana basa (Murry, 1994).

  Ester asam lemak terdapat dalam bentuk ester antara gliserol dengan asam lemak ataupun dengan phospat seperti phospolipid. Disamping itu ada juga ester antara asam lemak dengan alkoholnya yang membentuk monoester terdapat pada minyak jojoba. Ester asam lemak sering dimodifikasi baik untuk bahan makanan maupun untuk bahan surfaktan, aditif, detergen dan lain sebagainya (Endo et al, 1997).

  Esterifikasi adalah suatu reaksi ionik yang merupakan gabungan dari reaksi adisi dan reaksi penataan ulang eliminasi (Davidek, 1990). Esterifikasi juga dapat didefenisikan sebagai reaksi antara asam karboksilat dan alkohol (Gandhi, 1997). Esterifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan katalis enzim (lipase) dan asam anorganik (asam sulfat dan asam klorida), dengan berbagai variasi alkohol biasanya metanol, etanol, l-propanol, 1-butanol, amyl alkohol, dan lain-lain (Ozgulsun, 2008). Asam anorganik yang digunakan sebagai katalis akan menyebabkan asam karboksilat mengalami konjugasi sehingga asam konjugat dari asam karboksilat tersebutlah yang akan berperan sebagai substrat.

  Cara lain dalam pembentukan ester adalah dengan melewatkan HCI kedalam campuran reaksi tersebut dan direfluks. Cara ini dikenal dengan nama metode Fischer-Spieser. Esterifikasi tanpa katalis dapat juga dilakukan dengan satu molekul asam karboksilat dan satu pereaksi secara berlebih. Pertambahan hasil juga dipengaruhi oleh dehidrasi yang artinya menarik air yang terbentuk sebagai hasil samping reaksi. Air dapat dipisahkan dengan cara menambahkan pelarut yang bersifat non polar seperti misalnya benzena dan kloroform sehingga air yang terbentuk akan segera terikat pada pelarut yang digunakan atau dengan manambahkan molekular sieves (Yan, 2001).

  Esterifikasi asam karboksilat dengan asam alkohol merupakan reaksi reversibel. Bila asam karboksilat diesterkan, digunakan alkohol berlebih. Untuk membuat reaksi kebalikannya, yakni hidrolisis berkataliskan asam dari ester menjadi asam karboksilat digunakan air berlebihan. Kelebihan air akan menggeser kesetimbangan ke arah sisi asam karboksilat (Fessenden, 1992).

2.5. Ozonolisis

  Ozonolisis (pemaksapisahan oleh ozon) telah banyak digunakan untuk menetapkan struktur senyawa tak jenuh karena reaksi ini menyebabkan degradasi molekul besar menjadi molekul yang lebih kecil yang dapat diidentifikasi. Ozonolisis terdiri dari dua reaksi yang terpisah : Oksidasi alkena oleh ozon menjadi ozonida, dimana dengan mengalirkan ozon kedalam larutan alkena akan ikatan π untuk menghasilkan zat antara tak stabil yang disebut 1,2,3-triosolana (ozonida) yang jarang diisolasi (Fessenden dan Fessenden, 1986). Contoh reaksi yang terjadi yaitu:

  R R _ R O

  O R O R C R C O

  • _ + C

  O O C +

  O C O R C O R R R R R ozon alkena

  

1,2,3-trioksolana

( molozonida) R R C O O O C R R

  1,2,4-trioksolana (ozonida)

Gambar 2.4. Reaksi Oksidasi Alkena oleh Ozon (Tedder,J.M. 1987)

  Reaksi kedua dalam ozonolisis adalah oksidasi atau reduksi ozonida tersebut. Jika ozonida itu diselesaikan secara reduktif, maka karbon monosubstitusi dari alkena asli akan menghasilkan suatu aldehida. Reaksi yang terjadi yaitu:

  O O O O CH

3 H C

  Zn

  • 3

  H C C

  

3

H C C CH C C

  3

  3

  • H

  H , H O

  2 H O CH

  3 aldehid keton

  1,2,4- trioksolana Gambar 2.5. Reaksi Reduksi Ozonida menjadi Aldehida.

  Jika diikuti penyelesaian oksidatif, maka karbon monosubstitusi akan menghasilkan asam karboksilat. Dalam kasus kedua ini, karbon disubstitusi alkena kan menghasilkan keton.

  O O CH

  3 O O H C 3 + H O , H

  2

2 C C

  • H C C

  3 H C C CH H

  3

  3 O CH

3 OH

  1,2,4- trioksolana keton

asam karboksilat

Gambar 2.6. Reaksi Oksidasi Ozonida menjadi Aldehida ( Fessenden dan Fessenden, 1986).

2.6.Aldehida

  Aldehida mempunyai paling sedikit satu atom hidrogen pada gugus karbonilnya. Sedangkan gugus lainnya boleh berupa atom hidrogen, gugus alkil ataupun gugus aril.

  O R C H

Gambar 2.7. struktur aldehida

  Senyawa aldehida secara umum diberi nama dengan mengganti akhiran - na pada alkana dengan –al. Rantai utamanya harus mengandung gugus –CHO dan atom karbon pada CHO diberi prioritas dengan nomor terendah (Riswiyanto, 2010).

  Aldehida bereaksi dengan beberapa zat pengoksidasi yaitu pereaksi

  • 2+

  Tollens (Ag dalam larutan NH ), pereaksi Benedict (Cu dalam larutan natrium

  3 2+

  sitrat) dan pereaksi Fehling (Cu dalam larutan kalium natrium tartrat). Pereaksi ini mengoksidasi aldehida menjadi asam karboksilat dan ditandai dengan perubahan warna. Aldehida akan mereduksi pereaksi Fehling dan Benedict sedangkan ia sendiri akan teroksidasi dan ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata Cu 2 O (Sarker andLutfun, 2007).

  Adanya gugus karbonil menyebabkan aldehida bersifat polar dan mempunyai gaya intermolekul dan titik didih yang lebih besar daripada alkana yang bersesuaian. Atom oksigen pada senyawa karbonil dapat membentuk ikatan hidrogen yang cukup kuat dengan molekul air. Senyawa karbonil dengan berat molekul yang rendah dapat larut di dalam air, sedangkan aseton dan asetaldehida larut dalam air dalam segala perbandingan (Riswiyanto, 2009).

  Adapun metode-metode pembuatan aldehida adalah sebagai berikut:

  1. Oksidasi alkohol primer

  O

  • K Cr O / H

  2

  2

  7 RCH OH R CH

  2 o 1 alkohol aldehida

  Alkohol primer memiliki dua hidrogen alfa yang salah satu atau keduanya dilepas, sehingga alkohol primer berubah menjadi aldehida atau asam karboksilat tetapi dalam oksidasinya harus memperhatikan pemilihan pereaksi dan kondisi reaksinya.

  (Riswiyanto, 2009)

  2. Oksidasi metilbenzena

  Cl , panas H O 2 2 ArCHCl 2 ArCHO ArCH 3 H O CrO , anidrida asetat 3 2 ArCH(OOCCH ) 3 2 Jika turunan toluena direaksikan dengan CrO

  3 dalam anhidrida asetat diikuti dengan hidrolisis akan dihasilkan senyawa aldehida.

  3. Reduksi asil klorida

  O O O O atau LiAlH(Bu-t) 3 C C atau

  C C Ar H R H R Cl Ar Cl

  Asil Klorida Aldehida

  (Morrison, 2002). Jika asam karboksilat direaksikan dengan SOCl

  2 dan asil klorida yang dihasilkan o

  direaksikan dengan tri-t-bubutoksialuminium hidrida pada suhu -78 C akan terbentuk senyawa aldehida.

  4. Ozonolisis alkena

  CH 3 O O

  1. O 3 H C CH CH CH CH C CH 2 2 2 2 3

  2. Zn, CH COOH 3 H 6-Oksoheptanal 1-metilsikloheksena

  Alkena yang mempunyai paling tidak satu hidrogen vinilik akan mengalami pemecahan reaksi oksidasi dengan ozon menghasilkan aldehida. Jika ozonolisis dilakukan pada alkena siklik, maka dihasilkan senyawa dikarbonil. Metode yang paling baik dan telah lama diketahui untuk mensintesis senyawa aldehida adalah oksidasi alkohol primer dan oksidasi pemutusan alkena seperti ozonolisis senyawa alkena (Riswiyanto, 2009).

  Aldehida dapat dioksidasi dengan permanganat dan dikromat, namun

  • dapat juga dioksidasi dengan zat pengoksidasi yang sangat lembut, seperti Ag

  2+

  dan Cu . Reagen Tollens digunakan sebagai reagensia uji untuk aldehida dimana uji positif ditandai dengan terbentuknya cermin perak pada dinding dalam tabung reaksi. Tetapi dengan meluasnya penggunaan spektroskopi , uji ini tidak dipilih lagi untuk identifikasi aldehida, namun kadang-kadang cermin tersebut masih dibuat (Fessenden dan Fessenden, 1992).

  Reaksi dari senyawa aldehida paling banyak yang terjadi adalah reaksi adisi nukleofilik. Dimana pada adisi nukleofilik dapat menghasilkan dua kemungkinan hasil reaksi , yaitu: i. Intermediet tetrahedral yang dapat diprotonasi dengan asam atau air menghasilkan alkohol. ii. Atom oksigen karbonil dapat dieliminasi sebagai OH atau H O menghasilkan

  2 ikatan C=Nu.

  Adapun mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut (Riswiyanto, 2009):

  NuH Nu

  2 O O O C R C R C R' R

  R' NuH 2 R' Nu

  • A

  beberapa langkah OH

  Nu R C

  • OH

  R' Nu C

  R R' Dua pola reaksi adisi nukleofilik yang dapat terjadi pada senyawa aldehida atau keton

Gambar 2.8. Mekanisme Reaksi Adisi Nukleofilik pada Aldehida atau Keton

  Contoh-contoh reaksi aldehida dengan senyawa lain :

  a. Oksidasi dengan Reagen Tollens

  2Ag + CH COO + 4NH + 2H O CH CHO + 2Ag(NH ) + 3OH

  3

  3

  2

  3

  3

  2

  larutan cermin bening perak b. Reduksi menjadi alkohol

  H + Ni, Pt, atau Pd 2 C OH + C O

LiAlH atau NaBH, H

4 H

  c. Adisi Nukleofilik pereaksi Grignard + C O + RMgX C R C R H O 3 OMgX OH (Morrison, 2002). d. Adisi turunan ammonia O C + NH OH C NHOH C OH 2

  • + H O
  • 2 hidroksilamin OH oksim (Riswiyanto, 2009).

      O

    +

    NHCH 3 H C

    CH NH C

    3 2 + H O

    • 2 H C H
    • 3 H C H 3 imina metilamina etanal

        (Patrick, 2003). Salah satu jalan untuk membuat aldehida adalah dengan jalan ozonolisis alkena. Atom karbon yang terlibat dengan ikatan rangkap yang mempunyai atom hidrogen akan membentuk aldehida (Siregar, 1988).

      2.7.Etilendiamina

        Etilendiamina (1,2- diamino etana) dibuat dari etilen diklorida dan amonia, sifatnya adalah tidak berwarna,jernih, mempunyai bau amonia,

      • 3

        densitasnya 0,898 g/cm , titik didihnya 116-117°C, titik lebur 8,5, sedikit larut dalam eter, tidak larut dalam benzena, bersifat sangat basa sehingga mudah mengadsorbsi CO dari udara membentuk karbonat yang tak mudah menguap.

      2 Etilendiamina digunakan sebagai pelarut untuk kasein, albumin dan sulfur, juga

        digunakan sebagai emulsifier, penstabil lateks serta sebagai penghambat atau inhibitor dalam larutan anti beku (Anonimous, 1976).

        H H H N C C NH

        2

        2 H H

      Gambar 2.9. Struktur Kimia Etilendiamina Etilendiamina merupakan poliamina primer yang larut dalam air dan sangat higroskopis. Etilendiamina harus dilindungi dari kelembaban atmosfer dan CO

        

      2 selama pemurnian dan pemakaiannya karena akan menyebabkan banyak

      kesalahan dalam hasil yang diperoleh.(Roberts, 1982).

      2.8.Anilina

        Anilina memiliki bentuk cairan berminyak berwarna jernih sampai kecoklatan dan berbau amis. Berat molekul anilina yaitu 93,13, dengan rumus molekul C

        6 H

        5 NH 2 . Anilina memiliki nama lain aminobenzena atau benzenamin.

        Adapun sifat-sifat anilina yaitu:

        o

        Titik didih : 184 C

        o

        Titik beku : -6 C

        o

        Titik nyala : 228 C Berat jenis : 1,0217 gr/ml

        Kelarutan : larut dalam air sebesar 3,5%, larut dalam metanol, eter, aseton, benzena, kloroform, pelarut organik, air dingin dan air panas.

        Anilina banyak digunakan sebagai bahan antioksidan, akselerator, dan vulkanisir dalam industri karet,digunakan dalam pembuatan analgin, isopropil antipirin, obat sulfa, oksifen butazon, dan vitamin B2 dalam industri farmasi, digunakan dalam industri pembuatan pestisida, digunakan dalam industri pembuatan bahan peledak, digunakan sebagai zat antara dalam industri pembuatan bahan kimia dan bahan pewarna sintetis, digunakan dalam pembuatan parfum, digunakan dalam industri resin dan pernis. (sumber bahan BPOM RI)

      2.9. Basa Schiff

        Suatu senyawa yang mengandung gugus azomethin (-CH=N-) dinamakan sebagai Basa Schiff. Senyawa ini biasanya dibentuk oleh reaksi kondensasi antara suatu senyawa amina primer dengan suatu senyawa karbonil. (Bell,S.C.,1963) Seperti pada persamaan dibawah ini: R-NH + R-CHO R-N=CH-R + H O

        2

        2 Dimana R dapat dimisalkan sebagai senyawa alifatik maupun senyawa aromatik.

        Basa Schiff yang berasal dari senyawa aldehida aromatik memiliki keefektifan sistem konjugasi yang lebih stabil. (Munir,C., 1985). Contoh reaksi pembentukan Basa Schiff yaitu pembuatan N-(1,1-dimetil etil)-2- metil propilimina. H 3 C C CH CH 3 O H H 2 N C CH CH CH 3

      3 H

      3 H 3 C C C CH CH CH + CH 3 N + CH 3 3 3 H O Air 2

        2-metil-propanal 1,1-dimetil-etilamin N-(1,1-dimetil etil)-2-metil propilimina

      Gambar 2.10. Contoh reaksi pembentukan N-(1,1-dimetil etil)-2-metil propilimina.

        (Vogel, 1989) Sesuatu yang menarik dari Basa Schiff bahwa penggunaannya sebagai suatu inhibitor korosi yang efektif, dimana didasarkan pada kemampuan secara spontan membentuk suatu lapisan pada permukaan agar terlindungi. Banyak inhibitor komersial termasuk aldehida atau amina, tetapi adanya ikatan C=N pada Basa Schiff lebih effisien didalam banyak kasus. Prinsip interaksi antara inhibitor dengan permukaan logam adalah adsorpsi kimia (Ashraf, dkk, 2011).

        Selain sebagai anti korosi, Basa Schiff juga memiliki kegunaan lain. Ligan Basa Schiff yang mengandung atom pendonor (seperti N,O,S dan lainnya) menunjukkan aktivitas biologi dan memiliki ketertarikan tersendiri dimana ligan Basa Schiff dapat berikatan dengan ion logam. Hal ini dapat diketahui bahwa kehadiran dari ikatan ion logam pada senyawa aktif biologi dapat merubah aktivitas senyawa tersebut. Senyawa kompleks logam Basa Schiff menunjukkan aktivitas biologi yang baru sebagai antikonsulvan, anti jamur, anti-HIV , antiviral, anti kanker, antimikroba, dan sebagai agen antibakteri (Gwaram et al, 2012)

        Penelitian terlebih dahulu telah menunjukkan progres penggunaan dari kompleks logam sebagai obat-obatan untuk penyembuhan beberapa penyakit manusia seperti karsinoma, limphoma, kontrol infeksi, anti inflamasi, diabeter dan neurologi (Rafique et al, 2010). Salah satu penelitian terhadap kegunaan Basa Schiff yaitu penelitian yang dilakukan oleh Kusmin et al. Kusmin et al pada tahun 2000 telah melakukan penelitian hubungan pada aktivitas anti kanker dari Basa Schiff makrosiklik dari 2,6-bis (formilariloksimetil) piridin dengan metode topologi. Persamaan korelasi menjelaskan hubungan antara aktivitas anti kanker dan parameter struktural dari molekul yang dipelajari dan karakteristik deskripsi struktur senyawa tersebut yang mengandung dasar dari in vitro data skrining. Pada tahun 2005, dilakukan penelitian pada aktivitas anti kanker dari makrosiklik Basa Schiff yang didasarkan pada representasi simpleks dari struktur molekular. Pada penelitian ini dijelaskan bahwa kenaikan dan penurunan jumlah fragmen molekul mengindikasikan aktivitas antikanker dapat dilihat pada perubahan panjang fragmen molekul .

        Chaviara et al pada tahun 2005 mensintesis jenis baru dari senyawa kompleks tipe [Cu(dien)(2a-2tzn)Y(2)] and [Cu(dienXX)(2a-2tzn)Y(2)] dan struktur senyawa tersebut diidentifikasi dengan IR dan elektronik spektra, magnetik suspensibiliti, dan konduktivitas molar. Atom bromin yang kedua berlaku sebagai suatu anion diskret dan bersifat responsif terhadap kation alam dari senyawa kompleks. Penelitian ini mengindikasikan bahwa senyawa tersebut dapat bekerja sebagai anti tumor.

      2.10. Logam Seng

        o

        Seng (zink) adalah logam cukup mudah ditempa dan liat pada 110-150 C.

        o o

        Seng melebur pada 410 C dan mendidih pada 906

        C. Logamnya murni, melarut lambat sekali dalam asam dan alkali (Vogel, 1985). Sifat-sifat kimiawi dari logam seng adalah bersifat lunak dan sangat reaktif misalnya bereaksi dengan asam encer menghasilkan ion dipositif, seperti pada reaksi berikut ini:

      • 2+

        Zn (s) + 2 H

        3 O (aq) Zn (aq) + H 2 (g) + 2 H

        2 O (l)

        Dan jika dipanaskan secara perlahan dalam gas klorin akan menghasilkan ZnCl . Sumber utama logam seng adalah bijih seng sulfida, ZnS, namun cara

        2

        memperoleh logam ini tidaklah mudah dimana menggunakan pemanggangan

        o

        pada suhu 800 C kemudian mereduksi oksidanya dengan kokas berlebih pada

        o

        suhu 1400

        C. Reaksi pembuatan Zink murni yaitu:

        ZnS + 3O

        2ZnO + 2SO (s) 2(g) (s) 2(g)

        ZnO + C (s) (s)

        Zn + CO

      (l) (g)

        (Atkins, 1989) Salah satu penggunaan logam seng adalah untuk perlindungan logam besi terhadap korosi. Besi dicelupkan kedalam seng cair atau dengan proses pelapisan elektrolisis. Meskipun begitu, seng akan tetap bereaksi dengan air. Dimana reaksi yang terjadi yaitu seng melindungi logam dari ion karbonat dan oksida.

        ZnO + H Zn + H O

        2

        

      2

      Proteksi terhadap logam besi juga berhubungan dengan efek anoda

        dimana seng membentuk lapisan pada logam besi. Produk dari pelapisan besi dalam seng dinamakan sebagai galvanisasi. Penggunaan lainnya pada seng termasuk pelapisan pada logam kuningan dan sebagai anoda pada bagian asam sel kering (Mahan, 1987). Pelapisan dengan menggunakan seng lebih baik

        2+

        dibandingkan pelapisan dengan menggunakan timah karena Sn / Sn tidan seperti

        2+

        Zn /Zn yang bersifat lebih positif dibandingkan logam besi. Pelapisan timah lebih cepat mengalami pengeroposan, lebih kuat mereduksi persediaan elektron besi terhadap timah dan besi akan mengalami oksidasi lebih cepat. Berdasarkan hal ini, pelapisan dengan timah masih bisa mengalami korosi, maka dari itu penggunaan alumunium bersifat lebih umum untuk menggantikan logam timah.

        Secara komersial serbuk seng memiliki kemurnian 90% dan penambahan asam untuk menghilangkan oksida dipermukaan yang mengurangi keaktifannya. Seng ini diaktifkan dengan pengadukan dengan asam klorida selama 2 menit, disaring dan dicuci dengan air dan diikuti aseton (Vogel, 1989).

      2.11. Korosi

        Korosi adalah proses kerusakan/degradasi pada material akibat berinteraksi dengan lingkungannya. Terkorosinya suatu logam dalam lingkungan elektrolit (air) adalah suatu proses elektrokimia. Proses ini terjadi bila ada reaksi setengah sel yang melepaskan elektron (reaksi oksidasi pada anodik) dan reaksi setengah sel yang menerima elektron tersebut (reaksi reduksi pada katodik). Kedua reaksi ini akan terus berlangsung sampai terjadi kesetimbangan dinamis dimana jumlah elektron yang dilepas sama dengan jumlah elektron yang diterima. Suatu logam yang dicelupkan pada suatu larutan elektrolit, maka akan terbentuk dua lokasi yang disebut anoda dan katoda. Pada anoda terjadi reaksi oksidasi dan pada katoda terjadi reaksi reduksi seperti dinyatakan dalam persamaan di bawah ini. Pada anoda, tempat terjadinya reaksi oksidasi dan biasanya terkorosi

        z+ -

        M + ze (1) → M Pada katoda, tempat terjadinya reaksi reduksi dan tidak mengalami korosi.

        Dua reaksi penting yang umum terjadi pada katoda, tergantung pH larutan bersangkutan, adalah:

        pH < 7 : 2H + 2e

        2 (2)

        →H

        pH

        2 + 2H

      2 O +4e (Uhlig H,1985 )

        ≥7 : O → 4OH Salah satu logam yang sering mengalami korosi yaitu logam besi (Fe). Reaksi yang terjadi yaitu :

        Fe 2+ - (s) x 2 Anoda :

        Fe + 2e (aq)

        O Katoda :

      • 4 H + 4 e

        2(g) (aq)

        2 H O 2 (l)

      • 2+

      2 Fe + O + 4 H

        2(g) (aq)

        2 H O + 2 Fe 2 (l) (aq)

        2+

        Ion Fe umumnya membentuk FeO kemudian mengalami oksidasi lanjut menjadi Fe

        2 O 3 dan menyerap air menjadi Fe

        2 O 3 .xH

        2 O (Adriana et al, 2000 dan

        Firmansyah, 2011) Faktor-faktor yang menyebabkan korosi dibagi menjadi 2 jenis yaitu:

        a. Faktor internal Faktor yang menyebabkan korosi berasal dari struktur bahan itu sendiri. Faktor dari bahan meliputi kemurnian bahan, struktur bahan, bentuk kristal, unsur-unsur yang ada dalam bahan, teknik pencampuran bahan dan sebagainya.

        b. Faktor eksternal Faktor yang menyebabkan korosi berasal dari lingkungan. Faktor ini meliputi pencemaran udara, suhu, kelembaban, keberadaan zat kimia bersifat korosif dan sebagainya (Akhadi, 2000)

      2.11.1. Pencegahan Korosi

        Pencegahan korosi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

        1. Pelapisan/Coating Proses pelapisan/coating dilakukan dengan memberikan suatu lapisan yang dapat mengurangi kontak antara logam dengan lingkungannya. Lapisan pelindung yang sering dipakai adalah bahan metalik, anoganik ataupun organik yang relatif tipis (Djaprie, 1995).

        2. Aliasi logam Aliasi logam dibuat dengan cara mencampurkan suatu logam dengan logam yang lain. Unsur yang biasa ditambahkan dalam pencampuran logam adalah krom (Cr).

        Aliasi logam ini bertujuan agar mutu suatu logam akan meningkat (Djaprie, 1995).

        3. Proteksi katodik Proteksi katodik dilakukan dengan membuat suatu sel elektrokimia yang bersifat katodik dengan cara menghubungkan logam yang mempunyai potensial tinggi sebagai katoda (logam yang ingin diproteksi) ke struktur logam yang berpotensial rendah sebagai anoda (terkorosi) (Fahrurrozie, 2009).

        4. Penambahan inhibitor Inhibitor adalah senyawa tertentu yang ditambahkan pada larutan elektrolit untuk mengurangi korosi logam. Inhibitor terdiri dari anion atom-ganda yang dapat masuk ke permukaan logam, dengan demikian dapat menghasilkan selaput lapisan tunggal yang kaya oksigen (Djaprie, 1995).

      2.11.2. Inhibitor korosi

        Salah satu metode untuk menghambat kerusakan yang terjadi adalah dengan cara menggunakan inhibitor. Inhibitor korosi adalah senyawa kimia yang dapat mencegah atau memperlambat proses korosi. Sejauh ini, penggunaan inhibitor merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah korosi, karena biayanya yang relatif murah dan prosesnya yang sederhana. Biasanya proses korosi logam berlangsung secara elektrokimia yang terjadi secara simultan pada daerah anoda dan katoda yang membentuk rangkaian arus listrik tertutup. Inhibitor biasanya ditambahkan dalam jumlah sedikit, baik secara kontinu maupun periodik menurut suatu selang waktu tertentu (Indocor, 2011). Cara inhibitor mereduksi laju korosi adalah sebagai berikut:

        a) Memodifikasi polarisasi katodik dan anodik (Slope Tafel)

        b) Mengurangi pergerakan ion ke permukaan logam

        c) Menambah hambatan listrik dipermukaan logam

        d) Menangkap atau menjebak zat korosif dalam larutan melalui pembentukan senyawa yang tidak agresif.

        Mekanisme kerja inhibitor dapat dibedakan sebagai berikut :

        1. Inhibitor teradsorpsi pada permukaan logam, dan membentuk suatu lapisan tipis dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor. Lapisan ini tidak dapat dilihat oleh mata biasa, namun dapat menghambat penyerangan lingkungan terhadap logamnya.

        2. Melalui pengaruh lingkungan (misal pH) menyebabkan inhibitor dapat mengendap dan selanjutnya teradsopsi pada permukaan logam serta melidunginya terhadap korosi. Endapan yang terjadi cukup banyak, sehingga lapisan yang terjadi dapat teramati oleh mata.

        3. Inhibitor lebih dulu mengkorosi logamnya, dan menghasilkan suatu zat kimia yang kemudian melalui peristiwa adsorpsi dari produk korosi tersebut membentuk suatu lapisan pasif pada permukaan logam.

        4. Inhibitor menghilangkan konstituen yang agresif dari lingkungannya (Tredhwey, Chamberlain,1991).

      2.11.3. Teknik Penentuan Efisiensi Inhibitor

        Ada beberapa cara untuk menguji atau mengevaluasi efisiensi suatu

        

      inhibitor adalah dengan teknik kehilangan berat, teknik gasometrik, teknik

      elektrokimia, spektroskopi impedansi elektrokimia, dan pengukuran polarisasi.

        1. Teknik Kehilangan Berat Untuk pengukuran kehilangan berat, persentasi efisiensi inhibitor dapat dihitung dengan variasi konsentrasi inhibitor menggunakan rumus berikut ini:

        W - W 1 EI (%) = x 100 % W

        Keterangan: EI = efisiensi inhibitor W = berat kehilangan tanpa inhibitor W = berat kehilangan menggunakan inhibitor

        1

        2. Teknik Gasometri Untuk penentuan efisiensi inhibitor dengan teknik ini didasarkan pada volume gas hidrogen yang dibebaskan, dimana dihitung dengan cara berikut ini.

        V - V B

      I

      EI (%) = x 100

        V B

        Keterangan:

        V B = volume gas hidrogen yang bertambah didalam tidak adanya inhibitor

        V I = volume gas hidrogen yang bertambah didalam adanya inhibitor

        3. Teknik elektrokimia Pengukuran efisiensi inhibitor dengan teknik ini menggunakan suatu anoda dan katoda pada permukaan suatu logam, dimana pengaruh inhibitor akan mereduksi arus.

        4. Spektroskopi impedansi elektrokimia Pada teknik ini dilakukan dengan bantuan komputer dengan mengukur perpindahan muatan resistansi pada logam.

        

      R (inh) - R (blank)

      t t EI (%) = x 100 R (inh)

      t

        Keterangan: R t (inh) = perpindahan muatan resistansi dengan adanya inhibitor R t (blank) = perpindahan muatan resistansi tanpa adanya inhibitor (Chitra et al, 2010)

Dokumen yang terkait

Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Etilendiamin Dan Anilina Dengan Senyawa Aldehida Hasil Ozonolisis Metil Oleat Serta Pemanfaatannya Sebagai inhibitor Korosi Pada Logam Seng

24 143 103

Sintesis Basa Schiff Melalui Reaksi Kondensasi Etilendiamina Dengan Aldehida Hasil Ozonolisis Minyak Jarak (Ricinus communis Linn) Dan Pemanfaatannya Sebagai Inhibitor Korosi Terhadap Logam Seng

7 134 87

Sintesis Senyawa Alkanolamida Dan Alkanolamida Fosfat Dari Asam Lemak Bebas Hasil Pengolahan Minyak Goreng Dari CPO

4 117 78

Sintesis Metil Ester Sulfonat Dari Asam Stearat Dan Metil Ester Sulfonat Dari Asam Oleat

5 56 83

Sintesis Senyawa 9,10-Dihidroksi N,N- BIS (2-Hidroksietil) Stearamida Campuran Dari Asam Oleat

2 60 62

Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Sinamaldehida Dengan Etilendiamin dan Fenilhidrazin Serta Pemanfaatannya Sebagai Inhibitor Korosi Pada Logam Seng

31 156 80

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Elektrokimia 2.1.1. Pengertian Elektrokimia - Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Korosi Logam Fe, Ni, Dan Cr Pada Korosi Baja SS 304 Dalam Medium Asam Sulfat ( H2SO4 ) 1M

1 1 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oleokimia - Sintesis Metil Ester Asam Lemak Dari Minyak Inti Sawit Menggunakan Katalis Kalsium Oksida (Cao)

0 0 17

Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Etilendiamin Dan Anilina Dengan Senyawa Aldehida Hasil Ozonolisis Metil Oleat Serta Pemanfaatannya Sebagai inhibitor Korosi Pada Logam Seng

0 0 13

Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Etilendiamin Dan Anilina Dengan Senyawa Aldehida Hasil Ozonolisis Metil Oleat Serta Pemanfaatannya Sebagai inhibitor Korosi Pada Logam Seng

0 0 20