BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual Di SMA Negeri 7 Medan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang dari 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parsit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

  

chlamydia, sypilis, trichomoniasis, chancroid, herpes genitalis, infeksi human

immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis B. Beberapa diantaranya, yakni

  HIV dan sypilis, dapat juga ditularkan dari ibu ke janin selama kehamilan dan kelahiran, dan melalui darah serta jaringan tubuh.

  Tahun 1999 WHO memperkirakan, 340 juta kasus baru PMS dapat disembuhkan (sifilis, gonore, klamidia dan trikomoniasis) terjadi setiap tahun di seluruh dunia pada orang dewasa berusia 15 - 49 tahun. (Ini adalah data yang tersedia yang terbaru. Baru perkiraan sampai dengan tahun 2005 sedang dalam pengembangan untuk publikasi menjelang akhir tahun 2007) Di negara berkembang, infeksi menular seksual dan komplikasi mereka di peringkat lima teratas kategori penyakit yang dewasa mencari perawatan kesehatan. Infeksi dengan infeksi menular seksual dapat menyebabkan gejala akut, infeksi kronis dan konsekuensi tertunda serius seperti infertilitas, kehamilan ektopik, kanker leher rahim dan kematian mendakak bayi dan orang dewasa. Infeksi Menular Seksual merupakan salah satu dari sepuluh penyebab pertama penyakit yang tidak menyenangkan pada remaja laki - laki dan penyebab kedua terbesar pada remaja perempuan di negara berkembang. Dewasa dan remaja (15-24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi yang aktif secara seksual, tetapi memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus baru yang didapat.

  Di Indonesia sendiri, telah banyak laporan mengenai prevalensi infeksi menular seksual ini. Beberapa laporan yang ada dari beberapa lokasi antara tahun 1999 sampai 2001 menunjukkan prevalensi infeksi gonore dan klamidia yang tinggi antara 20% - 35% (Jazan, 2003). Di Banjarmasin Kalimantan Tengah jumlah penderita infeksi menular seksual terus meningkat berdasarkan data dari Dinas Kesehatan tercatat 231 kasus Pada tahun 2011 dan peningkatan kasus tak hanya terjadi pada penderita yang memiliki profesi rentan akan penularan infeksi menular seksual, tapi juga pada remaja usia pelajar, antara pelajar SMP sampai dengan Pelajar SMA. Hal tersebut diungkapkan oleh Kadinkes Kota Banjar Masin. (Praswasti, 2011).

  Di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009, Kasus infeksi menular seksual (IMS) di obati sebesar 77,8% mengalami penurunan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2008 sebesar 98,14% ini berarti belum seluruh kasus infeksi menular seksual (IMS) yang ditemukan diobati atau belum mencapai target yaitu 100%. Selain melakukan kegiatan survey human immuno

  

deficiency virus (HIV) , pengamatan kasus acquired immune deviciency

syndrome (AIDS) , Dinas kesehatan juga melakukan pengamatan terhadap hasil

  virus human immuno deficiency virus (HIV), pada tahun 2008 hasil menunjukan jumlah human immuno deficiency virus (HIV) yang paling tinggi yaitu sebesar 520 dari 345.795 jumlah sampel yang diperiksa (1,49).

  Sedangkan tahun 2009 terjadi penurunan hasil reaksi yang cukup besar yaitu 275 dari 312.795 jumlah sampel yang diperiksa (0,88). (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2009).

  Kematian karena AIDS hingga tahun 2008 sebanyak 3.362 kematian (Depkes RI, 2009) Dari data dan fakta di atas, jelas bahwa infeksi menular seksual telah menjadi masalah tersendiri bagi pemerintah. Tingginya angka kejadian infeksi menular seksual dikalangan remaja dan dewasa muda, terutama wanita, merupakan bukti bahwa masih rendahnya pengetahuan remaja akan infeksi menular seksual. Wanita dalam hal ini sering menjadi korban dari infeksi menular seksual. Hal ini mungkin disebabkan masih kurangnya penyuluhan - penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah dan badan - badan kesehatan lainnya. Tidak adanya mata pelajaran yang secara khusus mengajarkan dan memberikan informasi bagi murid sekolah menengah atas, terutama siswi, juga menjadi salah satu penyebab tingginya angka kejadian infeksi menular seksual di kalangan remaja. Namun telah dilakukan berbagai upaya pencegahan agar angka dan kasus penyakit menular seksual di kalangan remaja ini dapat ditekan. Menurut WHO (2006), pencegahan infeksi menular seksual terdiri dari dua bagian, yakni pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Di Indonesia juga telah dilakukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan remaja dan perilaku seksual mereka. Hasil penelitian Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) di kota Palembang, Kupang, Tasikmalaya, Cirebon dan Singkawang tahun 2005 menunjukkan bahwa 9,1 % remaja telah melakukan hubungan seks sebelum menikah dan 85

  % melakukan hubungan seks pertama mereka pada usia 13 - 15 tahun di rumah mereka dengan pacar (BKKBN, 2006).

  Menurut survei Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), 52 % remaja di Medan sudah melakukan seks pranikah yang berdampak kepada terjangkitnya penyakit Infeksi Menular Seksual. Pasalnya, perilaku seks bebas atau seks di luar nikah sangat erat dalam kehidupan remaja saat ini. Dalam menanggulangi kasus infeksi menular seksual ini, Dinkes Sumut akan merencanakan seluruh kab / kota memiliki petugas medis dan administrasi dalam hal pelayanan Infeksi Menular Seksual. (Irwan Rangkuti, 2011).

  Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di Linda Chaiuman (2009), mengenai infeksi menular seksual di SMA Wiyata Dharma Medan dengan jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 84 orang menunjukkan bahwa mayoritas remaja atau siswa berada dalam kategori kurang baik, yaitu sebesar 52,4 % dan sikap siswa dalam kategori cukup 57.1%. Menurut Novia Rahmawati (2012), dalam penelitian yang berjudul terhadap tingkat pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual di SMA Batik 1 Surakarta dengan jumlah responden sebanyak 30 orang, menunjukkan hasil dengan kategori baik sebanyak 3 responden (10%), dan kategori cukup sebanyak 23 responden (77%) dan kategori kurang sebanyak 4 responden (13%). Dapat disimpulkan bahwa yang mempengaruhi pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual tidak hanya sebatas pengetahuan yang di dapat di sekolah saja, tetapi juga berpengaruh terhadap informasi, pengalaman, pergaulan dikalangan remaja dan kultur/budaya.

  Tingginya kasus penyakit infeksi menular seksual, khususnya pada kelompok usia remaja, salah satu penyebabnya adalah akibat pergaulan bebas kota - kota besar. Hasil penelitian di 12 kota besar di Indonesia termasuk Denpasar menunjukkan 10 - 31% remaja yang belum menikah sudah melakukan hubungan seksual. Pakar seks juga spesialis Obsetri dan Ginekologi dr. Boyke Dian Nugraha dijakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat.

  Dari 5% pada tahun 1980, menjadi 20% pada tahun 2000. Kisaran angka tersebut didapat dari berbagai penelitian di berbagai kota besar di Indonesia.

  Kelompok remaja yang masuk dalam penelitian tersubut umumnya masih bersekolah di Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Mahasiswa. Namun dalam beberapa kasus juga terjadi pada anak - anak yang duduk di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) (Rauf, 2008).

  Pengetahuan tentang infeksi menular seksual dapat ditingkatkan dengan pemberian pendidikan kesehatan reproduksi yang dimulai pada masa remaja.

  Pendidikan kesehatan reproduksi dikalangan remaja bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi juga mengenai bahaya akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular seksual dan kehamilan yang belum diharapkan atau kehamilan beresiko tinggi (BKKBN, 2008). Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran pengetahuan dan sikap remaja terhadap infeksi menular seksual agar dapat diketahui apakah diperlukan tambahan pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja dalam upaya menghambat peningkatan insiden infeksi menular seksual di kalangan remaja.

  1.2 Pertanyaan Penelitian

  Masalah yang menjadi dasar dilakukannya penelitian ini bahwa penulis ingin mengetahui, bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap remaja terhadap infeksi menular seksual, karena dari hasil berbagai penelitian di kota besar di Indonesia. Kelompok remaja pada umumnya masih bersekolah di Sekolah Menengah Atas (SMA) sudah melakukan hubungan seks bebas dan dari hasil survei Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), 52% remaja Medan sudah melakukan seks pranikah yang berdampak kepada terjangkitnya penyakit Infeksi Menular Seksual. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya penyakit menular seksual maka penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran pengetahuan dan sikap remaja SMA Negeri 7 Medan terhadap infeksi menular seksual agar dapat diketahui apakah diperlukan pendidikan tambahan tentang kesehatan reproduksi bagi remaja.

  1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

  Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap remaja tentang infeksi menular seksual di SMA Negeri 7 Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

  Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

  1.3.2.1 Untuk mengetahui gambaran pengetahuan remaja SMA Negeri 7 Medan tentang infeksi menular seksual.

  1.3.2.2 Untuk mengetahui gambaran sikap remaja SMA Negeri 7 Medan tentang infeksi menular seksual.

1.4 Manfaat Penelitian

  1.4.1 Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah dalam memberikan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi pada kalangan remaja.

  1.4.2 Sebagai bahan masukan bagi orang tua dalam upaya merangsang kepedulian orang tua terhadap pendidikan seksual anak dimulai pada usia remaja.

  1.4.3 Sebagai bahan masukan bagi remaja dalam menyikapi hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi.

  1.4.4 Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan pedoman dalam melakukan penelitian selanjutnya oleh peneliti – peneliti lain dengan memperluas variabel lainnya.