Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual Di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor Tahun 2015

(1)

TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL DI SMA AL-ASIYAH CIBINONG BOGOR

TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Keperawatan (SKep)

OLEH:

NUR TRININGTYAS P 1111104000033

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN IILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1436 H/2015 M


(2)

(3)

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SCHOOL OF NURSING

SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA

Undergraduate Thesis, July 2015

Nur Triningtyas P, NIM: 1111104000033

Teens Level of Knowledge on Sexually Transmitted Infections Al-Asiyah Senior High School Cibinong, Bogor, 2015

xvii + 91 pages + 16 Tables + 2 Schemes+ 6 Attachments ABSTRACT

Sexually Transmitted Infections is a disease that can be transmitted through sexual intercourse. Most people with sexually transmitted infection are between 15-24 years old. High risk factors for this disease are teenagers because premarital sexual behavior is usually done. Sexually transmitted infections remains a health problem in many countries. One of the reason is the level of understanding on this problem is still relatively low. The purpose of this research was to determine and knowing the level of knowledge of adolescents about sexually transmitted infections in Al-Aisyah Senior High School Cibinong, Bogor. The sample was 132 respondents aged 15-17 years with a sampling technique that is disproportionate stratified sampling. This type of research is quantitative with analysis design descriptive draft with cross sectional approach. This research instrument questionnaire with content validity test and reliability test Spearman Brown R11 0616> rtabel 0374. Technique analysis data used univariate with statistical application program. From the results of this study are expected to further improve adolescent knowledge by means of actively seeking information and more alert to the signs and symptoms of sexually transmitted infections.

Keyword : Knowledge, Adolescent, Sexually Transmitted Infections. Reference: 63 (years 2000-2014)


(4)

iv

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Juli 2015

Nur Triningtyas P, NIM: 1111104000033

Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual Di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor Tahun 2015

xvii + 91 halaman + 16 Tabel + 2 Skema + 6 Lampiran ABSTRAK

Infeksi Menular Seksual adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kebanyakan penderita penyakit ini adalah remaja usia 15-24 tahun. Faktor resiko tinggi terkena penyakit ini adalah remaja karena perilaku seksual pranikah yang biasa dilakukan. Infeksi menular seksual masih menjadi permasalahan kesehatan diberbagai Negara. Salah satu penyebabnya adalah tingkat pengetahuan remaja yang relatif masih rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang infeksi menular seksual di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor. Sampel penelitian ini adalah 132 responden usia 15-17 tahun dengan teknik pengambilan sampel yaitu disproporsional stratified sampling. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan rancangan desain analisis deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Instrumen penelitian ini kuesioner dengan uji validitas content dan uji reliabilitas spearman brown r11 0.616 > rtabel 0.374. Teknik analisa data yang digunakan adalah univariat dengan menggunakan bantuan program aplikasi statistik dalam pengolahanya. Hasil analisa kuesioner menunjukan (37.9%) responden mengetahui dengan benar mengenai tanda dan gejala infeksi menular seksual pada pernyataan no.16’keputihan dan nyeri sekitar perut merupakan gejala dari IMS’. Pengetahuan remaja tentang tanda dan gejala memberikan hasil <70%. Secara keseluruhan tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah berada pada kategori cukup. Dari hasil penelitian ini diharapkan remaja lebih meningkatkan pengetahuan dengan cara aktif mencari informasi serta lebih waspada terhadap tanda dan gejala dari infeksi menular seksual.

Kata Kunci : Pengetahuan, Remaja, Infeksi Menular Seksual. Referensi : 63 (tahun 2000-2014)


(5)

(6)

(7)

(8)

viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : NUR TRININGTYAS P

Tempat, tanggal lahir : Riau, 19 Oktober 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Perumahan Jatijajar Blok E2 No 40 RT/RW

05/14 Tapos 16455

HP : +62085718868675

E-mail : t.putri62@yahoo.com

Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/ Program Studi Ilmu Keperawatan

PENDIDIKAN

1. TK Cendana Mandau 1997-1999

2. Sekolah Dasar Islam Al-Azhar 7 Sukabumi 1999-2005

3. SMP Negeri 1 Sukabumi 2005-2008

4. SMA Negeri 4 Sukabumi 2008-2011

5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2011-Sekarang

RIWAYAT ORGANISASI

1. Staf Ahli BEM PSIK 2012-2013


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tak terhingga penulis haturkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia serta ridha-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor”.

Skripsi ini disusun sebagaimana untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) UIN Jakarta, serta menerapkan dan mengembangkan teori-teori selama kuliah.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendaaptkan banyak pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Berkat bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan, walaupun masih banyak kekurangan. Karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, S.Km., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

4. Ibu Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan.

5. Ibu Nia Damiati, S.Kp,M.SN. selaku Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah membimbing dan memberi motivasi selama 4 tahun duduk di bangku kuliah.

6. Ibu Yenita Agus,M.Kep,Sp.Mat.Ph.D dan Ibu Ratna Pelawati, S.Kp.M.Biomed selaku Dosen Pembimbing, terima kasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah meluangkan waktu serta memberi arahan dan bimbingan dengan sabar kepada penulis selama proses pembuatan skripsi ini

7. Bapak / Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis serta seluruh staf dan karyawan di lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(10)

x

8. Orang tuaku, Ibu Hj Mur dan Bapak Alm. H.Basuki yang telah mendidik, mencurahkan semua kasih sayang tiada tara, mendo’akan keberhasilan penulis.

9. Teman-teman PSIK 2010-2014, Pinkers, Silvia, Rizka, Ica, teman-teman yang selalu ada memberi warna bagi penulis dan untuk kak Ikrom, kak yoga, kak Ayi, kak Lili yang banyak membantu dalam penyelesaian proposal skripsi ini.

10. Bagus Rizkyaji Kusuma, yang selalu memberikan inspirasi, menghibur, memberi masukan, mengundang tawa dan semangat kepada penulis.

11. Kepada Kepala Sekolah SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor beserta guru dan staff yang telah membantu penulis untuk kelancaran proses penelitian.

12. Kepada siswa siswi SMA AL-Asiyah Cibinong Bogor, Putri Aulia dan teman-teman yang telah membantu dan bersedia meluangkan waktu untuk kelancaran proses penyusunan skripsi.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun penulis harap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukannya.

Jakarta, Juli 2015


(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Pernyataan Keaslian Karya ... ii

Abstract ... iii

Abstrak ... iv

Pernyataan Persetujuan ... v

Lembar Pengesahan ... vi

Daftar Riwayat Hidup ... viii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Isi ... xi

Daftar Singkatan ... xiv

Daftar Bagan ... xv

Daftar Tabel ... xvi

Daftar Lampiran ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Pengetahuan ... 10

1. Definisi pengetahuan ... 10

2. Tingkat Pengetahuan ... 10

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 12

4. Pengukuran Tingkat Pengetahuan ... 14


(12)

xii

6. Penelitian Terkait ... 17

B. Remaja ... 18

1. Definisi Remaja ... 18

2. Batasan remaja ... 20

3. Karakteristik Remaja ... 21

4. Sumber Informasi Remaja ... 22

5. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja ... 24

6. Peran guru terhadap permasalahn remaja ... 26

C. Infeksi Menular Seksual ... 27

1. Definisi Infeksi Menular Seksual ... 27

2. Jenis-Jenis Infeksi Menular Seksual ... 28

3. Faktor Resiko Infeksi Menular Seksual ... 36

4. Komplikasi Infeksi Menular Seksual ... 37

5. Pencegahan Terhadap Infeksi Menular Seksual ... 38

6. Infeksi menular seksual dalam perspektif islam ... 39

7. Kerangka Teori ... 41

BAB III KERANGKA KERJA PENELITIAN ... 42

A. Kerangka Konsep ... 42

B. Definisi Operasional ... 43

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 46

A. Desain Penelitian ... 46

B. Tempat dan Waktu ... 46

C. Populasi dan Sampel ... 47

D. Instrument Penelitian ... 49

E. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 51


(13)

xiii

G. Pengolahan Data ... 54

H. Analisa Data ... 56

I. Etika Penelitian ... 58

BAB V HASIL PENELITIAN ... 60

A. Profil SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor ... 60

B. Karakteristik Responden di SMA Al-Asiyah Cibinog ... 60

C. Mean dan Standar Deviasi ... 63

D. Tingkat Pengetahuan Tentang Infeksi Menular Seksual ... 64

E. Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual di SMA Al-Asiyah Cibinong ... 71

BAB VI PEMBAHASAN ... 75

A. Karakteristik Responden di SMA Al-Asiyah Cibinong ... 75

B. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual ... 79

C. Keterbatasan Penelitian ... 87

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 90 Daftar Pustaka


(14)

xiv

DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Acquired Immune Defiency Syndrome

BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BPS : Badan Pusat Statistik

Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Dinkes : Dinas Kesehatan

HPV : Human Paviloma Virus

HIV : Human Immunodeficiency Virus

IMS : Infeksi Menular Seksual

KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia KTD : Kehamilan yang Tidak Diinginkan

NAPZA : Narkoba Psikotropika dan Zat Adiktif lainya PMS : Penyakit Menular Seksual

SDKI : Survei Demografi Kesehatan Indonesia

SKRRI : Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia

SMA : Sekolah Menengah Atas

SPSS : Statistic Package for Sosial Science

STI : Sexually Transmited Infection

STDs : Sexually Transmited Disease UKS : Usaha Kesehatan di Sekolah

VD : Veneral Disease


(15)

xv

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 2.1 Kerangka Teori 41


(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

3.1 Definisi Oprasional 43

4.1 Pembagian Strata Berdasarkan Tingkatan 48

4.2 Kisi-Kisi Pertanyaan Kuesioner 57

5.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut 61

Usia di SMA Al-Asiyah Cibinong

5.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut 62

Jenis Kelamin di SMA Al-Asiyah Cibinong

5.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sumber 62 Informasi Kesehatan Reproduksi di SMA Al-Asiyah Cibinong

5.4 Mean dan Standar Deviasi 63

5.5 Kategori Tingkat Pengetahuan 64

5.6 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Pengertian IMS 65 5.7 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Jenis IMS 66 5.8 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Cara Penularan IMS 67 5.9 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Tanda dan Gejala IMS 68 5.10 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Faktor Resiko IMS 68 5.11 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Komplikasi IMS 69 5.12 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Pencegahan IMS 70

5.13 Pengetahuan Remaja Di SMA Al-Asiyah 71


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumen Perizinan Lampiran 2. Informed Consent Lampiran 3. Kuesioner

Lampiran 4. Surat Keterangan Penelitian Lampiran 5. Hasil Olahan SPSS Univariat


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut Depkes RI (2007) adalah 10-19 tahun dan belum menikah. Remaja menurut BKKBN (2012) adalah penduduk laki-laki atau perempuan yang berusia 10 sampai 24 tahun. Pada tahun 2010 jumlah remaja terdapat sekitar 27% dari jumlah penduduk Indonesia (BKKBN, 2014).

Melihat jumlah remaja sangat besar, maka remaja sebagai generasi penerus bangsa perlu dipersiapkan menjadi manusia yang sehat secara jasmani, rohani, mental dan spiritual. Status kesehatan remaja merupakan hal yang perlu dipelihara dan ditingkatkan agar dapat menghasilkan generasi penerus bangsa yang sehat dan berkualitas (Buzarudina, 2013).

Remaja masih harus menghadapi permasalahan yang sangat kompleks seiring dengan masa transisi yang dialami remaja. Masalah yang menonjol di kalangan remaja yaitu permasalahan seputar seksualitas seperti perilaku seks pranikah, HIV/AIDS, Infeksi Menular Seksual dan NAPZA (BKKBN, 2012). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 (SDKI, 2012), menunjukan di Indonesia terjadi peningkatan hubungan seks pranikah pada remaja dari tahun 2002, 2007 sampai 2012 didapatkan peningkatan 8,3% remaja laki-laki dan 1% remaja perempuan melakukan hubungan seks pranikah.


(19)

2

Hubungan seksual terbanyak dilakukan pada remaja usia 20-24 tahun sebesar 9.9% dan 2.7% pada usia 15-19 tahun (BKKBN, 2014). Boyke menyebutkan bahwa terdapat sebuah penelitian yang menyuguhkan data 6% sampai 20% anak SMA dan mahasiswa pernah melakukan hubungan seks pra nikah (Boyke, 2014 dalam Muijiran, 2014).

Ajaran islam melarang hubungan seksual pranikah, karena hal ini merupakan masalah bagi norma, adat istiadat, agama dan peraturan hukum melarang hubungan seksual pranikah. Jika dinilai secara hukum Islam maka perbuatan seksual pranikah tersebut termasuk perbuatan zina yang dilarang Allah SWT. Al Qur’an telah menjelaskan dalam surat al-isra’:32 yang artinya” Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan sesuatu yang buruk” (Mauliddiana & Albar, 2013).

Perilaku seksual pranikah yang dilakukan pada usia remaja menjadi faktor resiko tinggi tekena infeksi menular seksual (Brooker, 2008). Infeksi Menular Seksual (IMS) disebut juga dengan Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual (Efendi, 2009). Menurut WHO (2013), terdapat kurang lebih 30 jenis mikroba (bakteri, virus dan parasit) yang dapat ditularkan melalui kontak seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah gonorrhea, chlamydia, herpesgenitalis, Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Trichomonas Vaginalis.


(20)

IMS masih menjadi masalah kesehatan remaja, dampak yang timbul pada remaja tidak dapat diabaikan begitu saja, pada remaja usia 15 sampai 24 tahun yang terinfeksi gonorrhea bisa mengakibatkan infertilitas atau kemandulan. Meskipun insiden gonorrhea telah menurun, diperkirakan terdapat lebih dari 400.000 kasus baru muncul setiap tahunya. Gejala pada gonorrhea cenderung terlihat pada laki-laki, yang merasa panas ketika buang air kecil. Syphilis merupakan jenis IMS yang dapat menularkan dari perempuan yang hamil ke janinya dan IMS dapat mempermudah penularan HIV/AIDS (Santrock, 2007).

Berkaitan dengan tingkat pengetahuan tentang penyakit menular seksual pada siswa SMAN Banjarmasin, yaitu tingkat pengetahuan dengan kategori baik 6.05%, cukup 56.05%, kurang 37.89%. Nilai paling dominan berada pada kategori cukup 56.06% (Panenga, 2014). Hasil studi literature menurut Samkange N Florence (2011) di Eropa tingkat pengetahuan remaja tinggi mengenai HIV/AIDS (90%) dan rendah untuk jenis penyakit menular yang lain seperti gonnorhea, syphilis, HPV (5.4%) (Samkange, 2011).

Peningkatan IMS dari kelompok yang berusia antara 15 hingga 24 tahun di Amerika Serikat, remaja yang telah terinfeksi syphilis sebanyak 8000 kasus (Santrock, 2007). Di Indonesia banyak laporan mengenai prevalensi IMS dan cenderung meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Wirakusuma (2011) di RSUP Sanglah tahun 2009-2011 didapatkan 640 orang (3,05%) merupakan pasien IMS yang terjadi pada laki-laki dan perempuan. Dari kasus IMS yang ada gonorrhea 131 orang (20.5%) dan syphilis 47 orang (7,4%) (Wirakusuma, 2011).


(21)

4

Angka kejadian IMS di Depok dan Bogor menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Barat, sebanyak 155 kasus dan 61 kasus pada tahun 2011 (BPS, 2012). Kasus HIV/AIDS menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013 setelah tiga tahun berturut-turut (2010-2012) cukup stabil didapatkan perkembangan jumlah kasus HIV positif pada tahun 2013 terjadi peningkatan secara signifikan, dengan kenaikan mencapai 35% dibanding tahun 2012. Perkembangan HIV positif sampai tahun 2013 mencapai 29.037 kasus (PKI, 2013).

Tingginya angka kejadian IMS dan HIV/AIDS disebabkan karena kurangnya perhatian orangtua dalam pembentukan karakter dan perilaku remaja sehingga membuat remaja mencoba hal yang berhubungan dengan seksual, sebuah studi literature memaparkan bahwa orangtua memegang peranan cukup besar dalam menentukan perilaku anak. Hal ini dalam perilaku seksual remaja, orangtua yang dekat dengan remaja cenderung membuat remaja menunda aktifitas seksualnya (Dinkes, 2012).

Penelitian ini dilakukan di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor, yang beralamat di Jl.Raya Jakarta-Bogor tujuan didirikan SMA Al-Asiyah yaitu untuk menciptakan generasi muda yang berakhlakul karimah untuk menuju muslim dan muslimah yang taat, unggul, tangguh, berkualitas, bernuansa islam dan mampu menjawab tantangan masa depan.

Berdasarkan tujuannya tersebut, remaja di SMA Al-Asiyah telah menerapkan pengajian di pagi hari dan juga mengisi waktu luang dengan solat duha bersama. Melihat hal tersebut remaja di SMA Al-Asiyah telah


(22)

mengetahui dengan baik cara bersuci (thaharah), selain dari pelajaran agama mereka dapat mencari informasi dengan cara menggunakan media internet yang disediakan di sekolah.

Untuk menjawab tantangan masa depan remaja di SMA Al-Asiyah perlu menghadapi permasalahan yang muncul pada masa remaja salah satunya masalah seksualitas. Peran guru BK sangat diperlukan untuk membantu para remaja dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan mengarahkan remaja pada perilaku yang lebih positif.

Peneliti melakukan wawancara kepada salah satu guru di SMA Al-Asiyah Cibinong;guru mengatakan “SMA AL-Asiyah belum ada guru BK karena keterbatasan guru, padahal remaja SMA itu perlu perhatian apalagi terkait dengan masalah seksualitas, dilihat dari karakteristik remaja yang selalu ingin mencoba hal baru dan tanpa adanya pengarahan yang benar akan membuat remaja beresiko terkena IMS”.

Peneliti tertarik melakukan penelitian di SMA Al-Asiyah karena dilihat dari permasalahan yang ada dan kurangnya sumber informasi kesehatan reproduksi. Remaja hanya mendapat informasi pada salah satu mata pelajaran biologi. Remaja membutuhkan informasi tambahan dari guru BK mengenai masalah seksualitas dan IMS. Sehingga peneliti ingin mengetahui tingkat pengetahuan remaja mengenai infeksi menular seksual di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang di lakukan di SMA Al-Asiyah Cibinong-Bogor pada tanggal 03 Desember 2014 didapatkan jumlah


(23)

6

siswa 171 siswa. Diberikan kuesioner kepada 10 siswa dengan 5 soal mengenai cara penularan IMS, jenis-jenis IMS, dan pengertian IMS didapatkan hasil 2 orang dengan pengetahuan baik (20%), 3 orang dengan pengetahuan cukup (30%), dan 5 orang dengan pengetahuan kurang (50%).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan dari latar belakang di atas, peneliti menyimpulkan bahwa IMS masih menjadi masalah kesehatan remaja salah satunya IMS bisa menyebabkan rasa panas ketika buang air kecil dan IMS dapat mempermudah penularan HIV/AIDS (Santrock, 2007). Pada penelitian yang dilakukan oleh Wirakusuma pada RSUP Sanglah terdapat 640 orang (3,05%) pasien IMS dan ditemukan kasus IMS di Bogor sebanyak 61 kasus. Tingginya angka kejadian IMS pada remaja disebabkan oleh kurangnya pengetahuan remaja mengenai IMS dan remaja merupakan kelompok usia yang beresiko terkena IMS karena usia remaja yang masih transisi, bukan anak-anak, namun belum disebut dewasa. Semua tidak lepas dari kejiwaan remaja yang memang mengalami fase ketidakstabilan emosional dan sering mengambil tindakan cepat tanpa mempertimbangkan secara matang sehingga membuat remaja melakukan hal yang dapat berakibat buruk untuk kesehatan mereka, seperti melakukan hubungan seksual pranikah yang meningkatkan resiko remaja terkena IMS.

Hasil studi literatur menurut Florence (2011) di Eropa tingkat pengetahuan remaja tinggi mengenai HIV/AIDS (90%) dan rendah untuk


(24)

jenis penyakit menular lainya seperti gonnorhea, syphilis, HPV (5,4%). Studi pendahuluan yang di lakukan di SMA Al-Asiyah Cibinong-Bogor pada tanggal 03 Desember 2014 didapatkan jumlah siswa 171 siswa. Diberikan kuesioner kepada 10 siswa dengan 5 soal mengenai cara penularan IMS, jenis-jenis IMS, dan pengertian IMS didapatkan hasil 2 orang dengan pengetahuan baik (20%), 3 orang dengan pengetahuan cukup (30%), dan 5 orang dengan pengetahuan kurang (50%).

Tingginnya angka kejadian IMS di kalangan remaja dan dewasa muda merupakan salah satu bukti masih rendahnya pengetahuan remaja akan IMS. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti lebih dalam mengenai tingkat pengetahuan remaja tentang IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian adalah untuk mengetahui:

a. Mengetahui karakteristik remaja atau responden

b. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah tentang pengertian IMS


(25)

8

c. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah tentang jenis-jenis IMS

d. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah tentang cara penularan IMS

e. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah tentang tanda dan gejala IMS

f. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah tentang faktor resiko IMS

g. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah tentang komplikasi IMS

h. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah tentang pencegahan IMS.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis diharapkan mampu menjadi landasan untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang IMS.

2. Manfaat Praktis

a. Institusi Pendidikan Keperawatan

Dapat digunakan sebagai acuan untuk peningkatan kualitas pendidikan maternitas serta pendidikan dalam keperawatan khususnya tentang kesehatan reproduksi remaja.


(26)

b. SMA Al-Asiyah Cibinong

Dapat digunakan sebagai pedoman SMA Al-Asiyah untuk memberi pandangan dan sosialisasi mengenai IMS.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi panduan dalam upaya meningkatkan pengetahuan remaja tentang IMS.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang IMS. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan rancangan desain deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Metode pengambilan data dengan menyebarkan kuisioner, penelitian ini dilakukan pada siswa siswi di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor. Teknik yang digunakan pada penelitian ini adalah disproporsional stratified sampling dan waktu penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18-21 April 2015.


(27)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan

1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui alat indera (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam, seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia, serta keadaan sosial budaya (KBBI, 2005 dalam Budiman, 2013).

Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun pengalaman orang lain. Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan “what” misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Menurut Bloom (Bloom, 1956 dikutip oleh Notoatmodjo, 2010) pengetahuan mencakup enam tingkat


(28)

domain kognitif tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi, yaitu:

a. Tahu (know), merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu, adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.

b. Memahami (comprehension), artinya kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh dan menyimpulkan.

c. Aplikasi (application), yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.

d. Analisis (analysis), artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses.

e. Sintesis (synthetic), yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.


(29)

12

f. Evaluasi (evaluation), evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan atau menggunakan kriteria yang telah ada.

Jadi, pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penghidu, perasa dan peraba (Efendi, 2009).

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Pengetahuan juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pendidikan, informasi, budaya, lingkungan dan pengalaman (Notoatmodjo, 2007 dikutip oleh Budiman, 2013), yaitu:

a. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah (baik formal maupun non formal). Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media masa. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah.


(30)

b. Informasi

Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisis dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu. Informasi tersebut dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari data dan pengamatan terhadap dunia sekitar, serta diteruskan melalui komunikasi. Informasi mencangkup data, teks, gambar, suara, kode, program computer dan basis data.

c. Sosial, budaya dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akan bertambah pengetahuanya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

d. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.


(31)

14

e. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional.

f. Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikiranya sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik.

4. Pengukuran tingkat pengetahuan

Menurut Arikunto (2010), pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau menggunakan angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin di ukur atau di ketahui dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatanya (Arikunto, 2010).

Pengetahuan tentang IMS dalam penelitian ini dapat diukur dengan menggunakanan pertanyaan obyektif, seperti pertanyaan pilihan ganda, betul salah dan pertanyaan menjodohkan disebut pertanyaan obyektif karena pertanyaan itu dapat dinilai secara pasti oleh penilai. Pertanyaan


(32)

pilihan betul salah digunakan untuk dijadikan sebagai alat ukur dalam pengetahuan karena lebih mudah disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dan penilaianya akan lebih cepat (Arikunto, 2010).

Menurut Riwidikdo (2013) mendeskripsikan gambaran tingkat pengetahuan dengan perhitungan sebagai berikut dengan membagi skor menjadi 3 kategori yaitu baik, cukup, kurang.

a. Baik : Bila nilai responden yang diperoleh (x) > mean + 1 SD

b. Cukup : Bila nilai responden mean - 1 SD ≤ x ≤ mean + 1 SD

c. Kurang : Bila nilai responden yang diperoleh (x) < mean -1 SD

Sedangkan menurut Riwidikdo (2013) apabila dikategorikan dalam 5 kategori menjadi sangat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang maka ketentuan parameter yang digunakan:

a. Sangat Baik : Bila x > mean + 1,5 SD

b. Baik : Bila mean + 0,5 SD < x< mean+ 1,5 SD

c. Cukup : Bila mean – 0.5 SD < x< mean + 0,5 SD

d. Kurang : Bila mean – 1.5 SD <x<mean - 0,5 SD

e. Kurang Sekali : Bila x < mean – 1.5 SD

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 3 kategori untuk tingkat pengetahuan, yaitu baik, cukup dan kurang (Riwidikdo, 2013).


(33)

16

5. Pengetahuan remaja tentang IMS

Hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI, 2007) pengetahuan remaja tentang IMS salah satunya yaitu HIV/AIDS, pengetahuan remaja tentang cara paling penting untuk menghindari infeksi HIV masih terbatas, hanya 14% remaja perempuan dan 95% remaja laki-laki menyebutkan pantang berhubungan seks, 18% remaja perempuan dan 25% remaja laki-laki menyebutkan menggunakan kondom serta 11% remaja perempuan dan 8% remaja laki-laki menyebutkan membatasi jumlah pasangan sebagai cara menghindari HIV dan AIDS (SKRRI, 2007 dalam BKKBN, 2012).

Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tentang pengetahuan remaja usia 10 sampai 19 tahun mengenai HIV/AIDS dan cara untuk mengurangi resiko tertular penyakit tersebut. Secara keseluruhan 67% perempuan dan 63% laki-laki mengatakan bahwa HIV/AIDS dapat dicegah dengan menggunakan kondom setiap kali melakukan hubungan seksual. Cara lain untuk mencegah HIV/AIDS adalah membatasi hubungan seksual dengan satu pasangan, metode ini diketahui oleh 46% perempuan dan 59% laki-laki (SDKI, 2012).

Berdasarkan penelitian Rofiq (2009) di Sekolah Menengah Kejuruan Bogor, dari 103 responden didapatkan hasil tingkat pengetahuan hasil terbanyak diperoleh kategori tinggi variable pengertian IMS (52.4%), jenis-jenis IMS (55.3%), cara penularan IMS (73.8%), faktor resiko terkena IMS (68.0%). Sedangkan tingkat pengetahuan sedang diperoleh


(34)

pada akibat yang ditimbulkan oleh IMS (56.3%) dan cara pencegahan IMS (48.5%) dan tidak ada responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah (Rofiq, 2009).

6. Penelitian terkait

a. Siti Wahyuni 2012, hubungan antara pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual (PMS) dengan jenis kelamin dan sumber informasi di SMAN 3 Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan metode survey analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja di SMU Negeri 3 Banda Aceh. Penelitian ini dilaksanakan di SMU Negeri 3 Banda Aceh. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja yang mengikuti studi di SMU Negeri 3 Banda Aceh dengan jumlah 747 dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 290 remaja. Hasil distribusi frekuensi pengetahuan remaja tentang IMS tinggi (67.6%) dan rendah (32.4%). Dan distribusi frekuensi sumber informasi yang diperoleh remaja yaitu orangtua (23.5%), teman (31.0%) dan media masa (45.5%) (Wahyuni, 2012).

b. Mariza Yolanda 2013, hubungan pengetahuan remaja usia 15-17 tahun tentang penyakit menular seksual (PMS) dengan perilaku remaja di SMA Bukittinggi. Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan desain cross sectional. Penelitian ini dlaksanakan di SMAS PSM Bukittinggi dengan subjek dalam penelitian ini adalah seluruh remaja dan siswi SMAS PSM Bukittinggi yang berusia 15-17


(35)

18

tahun. Hasil dari distribusi frekuensi pengetahuan remaja usia 15-17 tahun tentang IMS rendah (63.6%) dan tinggi (36,4%). Jadi tingkat pengetahuan remaja tentang IMS terbanyak pada tingkat pengetahuan rendah yaitu sebanyak (63.6%) (Yolanda, 2013).

c. Dwiputra Taesan Panenga 2014, tingkat pengetahuan tentang penyakit menular seksual pada remaja SMA Negeri di Banjarmasin. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional, yang dilaksanakan di SMA Negeri di Banjarmasin. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster random sampling. SMA Negeri di Banjarmasin dikelompokan, masing-masing dari tiap kecamatan dipilih satu sekolah sebagai sampel yaitu SMAN 2, 7, 4, 8, dan 10. Jumlah populasi seluruh remaja SMAN di Banjarmasin adalah 7.607 orang. Setelah dilakukan kalkulasi jumlah sampel yang dibutuhkan sebanyak 380 orang. Hasil distribusi frekuensi tingkat pengetahuan yaitu baik (6.05%), cukup (56,05%) dan kurang (37,89%). Jadi tingkat pengetahuan remaja tentang IMS terbanyak pada tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak (56.06%) (Panenga, 2014).

B. Remaja

1. Definisi Remaja

Remaja yang dalam bahasa inggris “adolescene”, berasal dari bahasa latin “adolescere” yang berati tumbuh menjadi dewasa atau dalam


(36)

perkembangan menjadi dewasa (BKKBN, 2011). Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 10 sampai 19 tahun (WHO, 2013). Remaja menurut BKKBN adalah penduduk laki-laki atau perempuan yang berusia 10 sampai 24 tahun (BKKBN, 2011). Menurut Depkes RI usia remaja adalah 10 sampai 19 tahun dan belum menikah (Depkes RI, 2007). Namun jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka tergolong dalam dewasa bukan lagi remaja. Sebaliknya, jika usia sudah bukan remaja tetapi masih tergantung orang tua (tidak mandiri), maka tetap dimasukan kelompok remaja (Efendi, 2009).

Pada masa ini remaja mulai mencari jati dirinya dimana hal ini akan menentukan kehidupanya dimasa dewasa nanti. Orangtua memegang peranan penting khususnya pada masa remaja karena akan mencegah remaja terjerumus oleh teman sebaya dan lingkungan. Pada masa ini remaja ingin dirinya diterima sebagai individu yang memiliki wawasan yang sama dengan orang dewasa lainya (Maetiningsih, 2008).

Kematangan seksual pada masa remaja membuat remaja dihadapkan pada keadaan yang memerlukan penyesuaian untuk dapat menerima perubahan-perubahan yang terjadi. Kematangan seksual dan terjadinya perubahan bentuk tubuh akan sangat berpengaruh pada kejiwaan remaja. Apabila remaja sudah mendapatkan informasi yang cukup tentang kesehatan reproduksi, mereka tidak akan mengalami kecemasan dan reaksi negatif, kematangan seksual yang cepat atau lambat mempengaruhi perkembangan psikologisnya.


(37)

20

2. Batasan Remaja

Ciri perkembangan remaja dibagi menjadi tiga tahap yaitu masa remaja awal, tengah dan akhir, menurut Santrock (2007) batasan remaja berdasarkan usia yaitu:

a. Masa remaja awal, usia 10-12 tahun (early adolescence)

Masa remaja awal mencangkup kebanyakan perubahan pubertas. Karakteristik remaja awal yaitu mengalami percepatan dalam pertumbuhan fisik dan seksual. Mereka kerap kali membandingkan sesuatu dengan teman sebaya, dan sangat mementingkan penerimaan oleh teman sebaya, hal ini melibatkan timbulnya kemandirian dan mulai mengabaikan pengaruh yang berasal dari luar lingkungan.

b. Masa remaja tengah, usia 13-15 tahun (middle adolescent)

Masa mencari identitas diri, mempunyai rasa tertarik kepada lawan jenis, mengembangkan kemampuan berfikir abstrak, berkhayal tentang aktivitas seks. Remaja menengah memiliki karakteristik yaitu berkembangnya kesadaran terhadap identitas diri. Mereka lebih mementingkan menghabiskan aktifitas di luar lingkungan rumah dan lebih terpengaruh oleh teman sebaya. Periode remaja merupakan periode dimana terjadi pergolakan tekanan seksual dan sosial, dan mereka berusaha diterima dan mendapatkan dukungan dari teman sebaya dan orang tua.


(38)

c. Masa remaja akhir, usia 16-19 tahun (late adolescence)

Minat pada karir, pacaran, dan eksplorasi identitas sering kali lebih nyata dalam masa remaja akhir ketimbang dalam masa remaja awal. Remaja akhir ditandai dengan kematangan atau kesiapan menuju tahap kedewasaan dan lebih fokus pada masa depan baik dalam bidang pendidikan, pekerjaan, seksual dan individu. Karakteristik remaja akhir umumnya sudah merasa nyaman dengan dirinya dan pengaruh teman sebayanya sudah berkurang.

3. Karakteristik Remaja

Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja. Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja yang mencakup perubahan transisi biologis, transisi kognitif, dan transisi sosial menurut Santrock (2007) yaitu:

a. Transisi Biologis

Perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat nampak pada saat masa pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan serta kematangan sosial. Diantara perubahan fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang dan tinggi). Selanjutnya, mulai berfungsinya alat-alat reproduksi


(39)

22

b. Transisi Kognitif

Pemikiran operasional formal berlangsung antara usia 11 sampai 15 tahun. Pemikiran operasional formal lebih abstrak, idealis, dan logis daripada pemikiran operasional konkret. Remaja terdorong untuk memahami dunianya karena tindakan yang dilakukannya penyesuaian diri biologis. Secara lebih lebih nyata mereka mengaitkan suatu gagasan dengan gagasan lain. Mereka bukan hanya mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman akan tetapi juga menyesuaikan cara berfikir mereka untuk menyertakan gagasan baru karena informasi tambahan membuat pemahaman lebih mendalam.

c. Transisi Sosial

Bahwa pada transisi sosial remaja mengalami perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain yaitu dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam perkembangan. Membantah orang tua, serangan agresif terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja dalam peristiwa tertentu serta peran gender dalam masyarakat merefleksikan peran proses sosial-emosional dalam perkembangan remaja.

4. Sumber Informasi Remaja

Remaja seringkali merasa tidak nyaman atau tabu untuk membicarakan masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya. Tetapi


(40)

karena faktor rasa ingin tau mereka akan berusaha untuk mendapatkan informasi ini. Remaja merasa bahwa orangtuanya menolak membicarakan mengenai kesehatan reproduksi dan kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman dan media masa. Sehingga membuat informasi menjadi simpang siur atau pemahaman yang salah karena tidak ada bimbingan dari orangtua (Wulandari, 2012).

Orangtua memegang peranan penting khususnya pada masa remaja karena akan mencegah remaja terjerumus oleh lingkungan dan teman sebaya yang memberikan pengaruh negatif kekerasan fisik, seks bebas dan penyalahgunaan narkoba. Remaja juga mengalami perkembangan dan perubahan intelegensi yang cukup pesat sehingga remaja giat mencari informasi mengenai hal-hal baru baginya (Maentiningsih, 2008).

Pendidikan seks paling banyak didapat dari media masa 56.81%. Hal tersebut sesuai dengan penelitian dari Caroline, yang secara umum remaja yang paling banyak mendapat dorongan seksual dari media cenderung melakukan seks pada usia 14 hingga 16 tahun 2,2 kali lebih tinggi dibanding dengan remaja lain yang sedikit melihat eksploitasi seks dari media (Sarwono, 2012).

Remaja memasuki usia reproduksi pada hakekatnya remaja mengalami suatu masa kritis, jika dimasa kritis itu tidak mendapatkan informasi dan pengetahuan yang cukup tentang kesehatan reproduksi yang dibutuhkan dari keluarga, remaja cenderung mencari dari luar pendidikan formal yang sering tidak bisa dipertanggung jawabkan seperti menonton


(41)

24

film dan membaca majalah porno ataupun dari teman sebaya yang sama-sama memiliki keterbatasan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sehingga cenderung memperoleh informasi yang salah (Kusyogo, 2008).

Menurut Kothai (2003) meningkatnya minat seksual remaja membuat remaja berusaha mencari informasi dalam berbagai bentuk. Sumber informasi itu dapat diperoleh dengan bebas mulai dari teman sebaya, buku-buku, film, video, dan situs-situs internet. Namun sedikit remaja memperoleh pendidikan yang berkaitan dengan seksual dan kesehatan reproduksi, baik dari guru ataupun orangtua sehingga tidak jarang remaja melangkah sampai tahap percobaan. Pengaruh informasi global yang semakin mudah di akses justru memancing remaja untuk meniru kebiasaan-kebiasaan yang tidak sehat yaitu berbagai macam perilaku seksual seperti melakukan hubungan seksual pra-nikah. Penyimpangan terhadap perilaku seksual selain disebabkan kurangnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi, juga sebagai akibat pengaruh media masa dan internet yang menyediakan informasi yang kurang tepat dan salah. Akibatnya rasa ingin tahu yang kuat membuat remaja menjadi terjebak ke dalam permasalahan seksualitas (Kothai, 2003 dalam Adnani, 2010).

5. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja

Masalah kesehatan reproduksi melibatkan peranan lingkungan. Remaja membutuhkan pengertian-pengertian tentang hal-hal yang dialaminya misalnya mengenai mimpi basah dan lain sebagainya.


(42)

Ketertutupan dari lingkungan dan orangtua yang merasa tabu membicarakan masalah seksual dengan anaknya dapat menyebabkan dampak negatif bagi anaknya (Gunarsah, 2008).

Pada masa remaja akan terjadi proses terpaparnya remaja dengan masalah kesehatan reproduksi; yaitu terjadi proses produksi hormone seksual dalam tubuh yang mengakibatkan timbulnya dorongan emosi dan seksual. Organ reproduksi sangat rentan terhadap infeksi saluran reproduksi, kehamilan dan infeksi menular seksual. Permasalahan kesehatan reproduksi, pada remaja perempuan dimulai pada saat usia remaja, yaitu saat perempuan mengalami menstruasi pertama dan pelepasan sel telur yang akan berakhir sampai tidak haid lagi. Usia remaja memiliki resiko terhadap terjadinya kehamilan sebelum menikah, tertular penyakit menular seksual dan ketergantungan terhadap NAPZA (Hanifah, 2012).

Masalah kesehatan reproduksi selain berdampak secara fisik, juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental, emosi, dan kesejahteraan sosial. Permasalahan kesehatan reproduksi remaja yaitu kehamilan tidak diinginkan (KTD), masalah ketergantungan napza yang meningkatkan resiko penyakit menular seksual (Azinar, 2013). Masalah yang seringkali muncul dalam kehidupan remaja karena remaja ingin mencoba-coba segala hal. Faktor internal yang paling mempengaruhi perilaku seksual remaja sehingga mengarah pada perilaku seksual pranikah pada remaja adalah berkembangnya organ seksual (Sarwono, 2012).


(43)

26

6. Peran Guru Terhadap Permasalahan Remaja

Pendidikan disekolah sangat dibutuhkan oleh remaja, pendidikan diharuskan memuat bimbingan dari guru Bimbingan Konseling (BK) sehingga remaja dapat terarah dan lebih bermanfaat bagi kehidupan remaja. Peran wali kelas yaitu mengatasi masalah remaja seperti malas belajar, tidak mengerjakan tugas dan tidak memperhatikan pelajaran. Apabila ada remaja yang mengalami masalah maka wali kelas akan memanggil remaja tersebut untuk memberikan arahan dan motivasi serta memberikan perhatian kepada remaja tersebut. Namun, apabila wali kelas tidak bisa mengatasinya maka wali kelas menghubungi guru BK untuk membantu masalah tersebut. Sedangkan peran guru BK memberikan arahan dan sedikit hukuman, guru BK mengatasi masalah remaja diluar kelas misalnya, ada remaja yang berkelahi, terlambat datang upacara dan lain sebagainya (Baroroh, 2013).

Remaja tidak terlepas dari permasalahan yang mereka hadapi terutama pada masa transisi. Masalah yang muncul dan dirasakan remaja akan mengakibatkan terganggunya kegiatan belajar remaja di sekolah (Khofifah, 2013). Peran guru BK sangat diperlukan untuk membantu para remaja dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan mengarahkan remaja pada perilaku yang lebih positif, dan memberi motivasi belajar pada remaja (Handayani, 2009).


(44)

C. Infeksi Menular Seksual

1. Definisi Infeksi Menular Seksual

Infeksi menular seksual (IMS) disebut juga Penyakit Menular Seksual (PMS) atau dalam bahasa Inggrisnya Sexually Transmitted Disease (STDs), Sexually Transmitted Infection (STI) or Venereal Disease (VD). IMS adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan seksual dengan pasangan yang sudah tertular. IMS disebut juga penyakit kelamin (Ayu, 2009). Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah istilah umum dan organisme penyebabnya tinggal dalam darah atau cairan tubuh, meliputi virus, mikroplasma, bakteri, jamur, dan parasit-parasit kecil (misalnya: scabies). Terdapat rentang keintiman kontak tubuh yang dapat menularkan IMS (Ralph, 2008).

IMS atau Sexually Transmitted Infection (STI) ditularkan melalui kontak seksual. Kontak ini tidak terbatas pada hubungan seksual namun juga kontak genital-oral dan kontak genital-anal. Di tahun 2004 diperkirakan terdapat 19 juta kasus baru STI, sedikit lebih banyak dibandingkan 9 juta kasus yang mengenai remaja berusia antara 15 hingga 24 tahun (Santrock, 2007).

Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan terutama melalui hubungan seksual. Cara penularan penyakit ini tidak hanya melalui hubungan seksual tetapi dapat juga ditularkan langsung melalui kontak langsung seperti, jarum suntik yang tidak steril. Penyakit yang termasuk dalam golongan penyakit menular seksual adalah gonorrhea,


(45)

28

chlamydia, sifilis, herpes genitalis dan infeksi human immunodeficiency virus (HIV) (Djuanda 2011 dikutip oleh Panenga, 2014).

Peningkatan insiden IMS dan penyebaranya di seluruh dunia tidak dapat diperkirakan secara tepat. Di beberapa Negara disebutkan bahwa pelaksanaan program penyuluhan yang intensif akan menurunkan insiden IMS atau paling tidak relatif tetap. Namun, sebagian besar Negara insiden IMS relatif masih tinggi dan setiap tahun beberapa juta kasus baru beserta komplikasi medisnya antara lain kemandulan, kecacatan, ganguan kehamilan, ganguan pertumbuhan, kanker bahkan juga kematian memerlukan penanggulangan, sehingga hal ini meningkatkan biaya kesehatan (Hakim, 2009 dalam Daili, 2009).

2. Jenis-Jenis Infeksi Menular Seksual

Menurut WHO (2013), terdapat kurang lebih 30 jenis mikroba (bakteri, virus dan parasit) yang dapat ditularkan melalui kontak seksual dan non-seksual. Kondisi yang paling sering di temukan adalah gonorrhea, chlamydia, herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan trikomoniasis. Jenis-jenis IMS diantaranya disebabkan oleh bakteri (gonorrhea, sifilis), disebabkan oleh virus (HIV/AIDS) dan parasit (trikomoniasis).


(46)

a. Gonorrhea

1) Definisi

Gonorrhea adalah penyakit menular seksual yang paling sering terjadi. Nama awam penyakit seksual ini adalah “Kencing Nanah”. Penyebabnya adalah bakteri Neisseria Gonorrhoeae, tergolong bakteri diplokokus gram negatif berbentuk buah kopi. Masa inkubasi berkisar antara 3-5 hari setelah infeksi (Ayu, 2009). Tempat bakteri Neisseria Gonorrhaeae masuk yaitu: penis, vagina, anus, dan mulut. Insiden tertinggi yang rentan terinfeksi gonorrhea berkisar pada rentang usia 15-35 tahun (Isnaini, 2006 dalam Putri, Kartikasari dkk, 2012).

2) Cara Penularan

Penularan melalui kontak seksual dengan penderita yang sudah terinfeksi bakteri Neisseria Gonorrhaeae (Ayu, 2009) dan menginfeksi lapisan dalam urethra, leher rahim, rectum dan tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva) (Sari, 2012).

3) Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pada penderita yang sudah terinfeksi bakteri Neisseria Gonorrhaeae bergantung pada letak infeksi, misalnya ureteritis (mengakibatkan dysuria dan rabas purulent), servisitis (mengakibatkan rabas vagina), proktitis dengan rabas dan faringitis. Akan tetapi banyak wanita mengalami infeksi


(47)

30

asimtomatik (Brooker, 2008). Menurut Ayu (2009) pada pria gejala umumnya adalah rasa gatal dan panas di ujung kemaluan, rasa sakit saat kencing dan banyak kencing, diikuti pengeluaran nanah di ujung kemaluan dan dapat bercampur darah. Pada pemeriksaan akan dijumpai ujung kemaluan merah, membengkak, dan menonjol, diujungnya bila dipijat akan keluar nanah (Ayu, 2009).

Pada wanita, dengan perbedaan anatomi alat kelamin luar yang terkena infeksi pertama adalah mulut rahim. Apalagi bila telah terdapat perlukaan sehingga penyebaranya ke bagian bawah dan bagian atas alat kelamin semakin cepat. Gejala klinis yang menonjol yaitu rasa nyeri pada daerah punggung, mengeluarkan keputihan encer seperti nanah. Pemeriksaan serviks akan tampak berwarna merah, membengkak, perlukaan, dan tertutup oleh lendir bernanah (Ayu, 2009). Gejala infeksi gonorrhea menahun yaitu rasa nyeri sekitar perut bagian bawah, terdapat keputihan, perasaan tidak enak di bagian bawah perut, sakit hubungan seksual, keluhan tidak mendapatkan keturunan (Ayu, 2009).


(48)

b. Sifilis

1) Definisi

Sifilis atau dikenal dengan (Raja Singa) adalah infeksi menular yang sistemik merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh spirokaeta treponema pallidum. Sifilis didapat memiliki dua stadium-dini dan lanjut, tetapi beberapa sumber membaginya menjadi empat tahap-primer, sekunder, laten, dan tersier. Tahap dini ditandai oleh lesi primer di tempat kuman masuk kedalam tubuh, yang sembuh dalam waktu sekitar 1 bulan. Tahap lanjut (terjadi bertahun-tahun kemudian setelah tahap dini), menunjukan lesi kulit dan organ dalam (Brooker, 2008).

2) Cara Penularan

Penyakit ini menyerang semua organ tubuh sehingga cairan tubuh mengandung T.Pallidum yang di tularkan melalui kontak langsung dengan lesi basah yang infeksius. Organisme ini dapat menembus membrane mukosa intra atau kulit yang terkelupas atau didapat melalui transplasenta (Ralph, 2008).

3) Tanda dan Gejala

Sifilis, masa inkubasinya cukup panjang sekitar 10-90 hari dan rata-rata tiga minggu. Karena penyakit ini bersifat sistemik, maka sering di jumpai demam, myalgia, limfadenopati, sakit flu, dan sakit kepala (Heffner, 2005).


(49)

32

c. HIV/AIDS

1) Definisi

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV (Sudoyo, 2006).

Perjalanan penyakit ini dimulai dengan Human T-cell lymphotropic virus yang menyerang sistem pertahanan tubuh secara perlahan, menurunya daya tahan tubuh yang diketahui melalui pemeriksaan laboratorium berupa anemia dan tampak pucat, mudah terjangkit infeksi bakteri, jamur, parasit sehingga menunjukan gambaran penyakit yang kompleks (Ayu, 2009).

2) Cara Penularan

Penularan HIV/AIDS melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik pada pengguna narkotika, transfusi komponen darah dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkanya. Oleh karena itu kelompok resiko tinggi terhadap HIV/AIDS misalnya pengguna narkotika, pekerja seks komersil serta narapidana (Sudoyo, 2006).


(50)

Perjalanan penyakit sejak terinfeksi dengan virus berada pada periode 0-12 minggu lalu virus masuk ke dalam sirkulasi menuju sistem limfoid dan bereplikasi, kemudian akan terjadi viremia dan virus akan tersebar ke berbagai organ. Pada periode ini penderita mengalami sindrom HIV akut antara minggu ke 3-6. Pada periode 12 minggu-10 tahun merupakan masa laten yang terinfeksi oportunistiknya belum terjadi. Namun, selama masa ini virus terus bereplikasi aktif merusak sistem imun terutama sel T CD4, akibatnya akan terus terjadi penurunan CD4 sekilar 50 sel/tahun. Dan periode >10 tahun pada saat ini umumnya hitung CD4 < 200 dan sindrom AIDS mulai muncul, baik infeksi oportunistik maupun neoplasma. Sindrom awal biasanya berupa limfadenopati umum disertai demam dan penurunan berat badan persisten (Dewanto, 2009).

3) Tanda dan Gejala

Infeksi HIV tidak langsung memberikan tanda dan gejala tertentu. Sebagian memberikan tanda gejala tidak khas pada infeksi HIV akut 3-6 minggu setelah infeksi. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok kecil orang perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat hanya sekitar 2 tahun dan ada yang perjalananya lambat


(51)

34

(non-progesor). Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, odha mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening, diare (Sudoyo, 2006).

CDC menetapkan tiga kategori HIV/AIDS, kategori A (infeksi HIV tanpa menunjukan gejala), infeksi HIV primer akut yang ditandai dengan demam, malaise, limfadenopati dan ruam kulit. Limfadenopati menyeluruh persisten tanpa menunjukan gejala. Kategori B (kondisi simptomatik yang tidak termasuk kategori A atau C), kandidiasis vulvovaginal-persisten lebih dari sebulan kurang berespon terhadap pengobatan, kandidiasis orofaring, angiomatosis basilaris, dysplasia serviks-berkembang cepat menjadi karsinoma in situ. Gejala umum seperti: demam atau diare lebih dari sebulan. Kategori C (AIDS), hitung sel CD4<200, infeksi oportunistik (citomegalovirus yang menyebabkan retinitis dan kardiomiopati, sarcoma kaposi, pneumonia pneumocystis carinii, limfoma non-Hodgkin, ensefalitis toksoplasma), malnutrisi berat, penurunan berat badan dan kematian (Morgan, 2009).

d. Trikomoniasis

1) Definisi

Trichomonas vaginalis merupakan parasit golongan protozoa yang dapat menyebabkan trikomoniasis, suatu penyakit yang


(52)

ditularkan melalui hubungan seksual. Masa inkubasi 3‐28 hari. Parasit ini paling sering menyerang wanita, namun pria dapat terinfeksi lewat kontak seksual (Kusuma, 2009). Pada pria dapat berbentuk ureteritis, infeksi saluran kencing dan infeksi pada prostat. Sedangkan pada wanita berbentuk vaginitis trikomonas atau sistitis infeksi kandung kencing (Ayu, 2009).

2) Cara penularan

Trikomoniasis digolongkan dalam penyakit hubungan seksual karena sebagian besar penularanya melalui hubungan seksual (Ayu, 2009). Trikomoniasis adalah protozoa yang terdapat di saluran kemih dan kelamin manusia yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Individu yang suka berganti-ganti pasangan beresiko tinggi menderita trikomoniasis (Kusuma, 2009).

3) Tanda dan Gejala

Keputihan merupakan gejala awal terjadinya vaginitis. Keputihan karena trikomoniasis dapat dibedakan dengan penyebab lain seperti jamur dan bakteri. Pada kasus trikomoniasis, sekret vagina biasanya sangat banyak dan berwarna kuning kehijauan, berbusa dan berbau amis (Kusuma, 2009).

Trikomoniasis pada wanita, dalam keadaan infeksi akut terdapat gejala lendir vagina banyak dan berbusa, bentuk putih


(53)

36

bercampur nanah, terpadat perubahan warna (kuning hijau), dan berbau khas. Pada infeksi yang bersifat menahun lendir yang dikeluarkan tidak pernah kering. Lendirnya berwarna putih-kuning, sedikit berbau, terasa gatal dan nyeri saat berhubungan seksual (Ayu, 2009).

Infeksi trikomoniasis pada pria dengan gejala ringan terjadi pada infeksi saluran kemih, infeksi kelenjar prostat dan saluran spermatozoa (epididymis). Infeksi menahun sulit ditegakan karena gejalanya ringan (Ayu, 2009).

3. Faktor Resiko Infeksi Menular Seksual

Sebagian besar remaja yang aktif secara seksual memiliki resiko mengalami masalah-masalah seksual seperti mengalami kehamilan dan terkena infeksi yang ditularkan secara seksual. Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan Santelli (2004), bahwa penggunaan alkohol, obat-obatan, dan remaja yang memiliki keinginan melakukan hubungan seksual pranikah adalah yang beresiko terkena infeksi yang ditularkan secara seksual (Santelli, 2004 dalam Santrock 2007).

Faktor resiko IMS menurut Booskey (2008) yaitu, hubungan seksual tanpa pelindung (kondom), berganti-ganti pasangan, aktif secara seksual pada usia dini, homoseksual, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat (Booskey, 2008).

Prilaku risiko tinggi ialah perilaku yang menyebabkan seseorang mempunyai risiko besar terserang penyakit. Yang tergolong kelompok


(54)

risiko tinggi adalah adalah mencangkup usia muda, belum menikah dan orang yang memiliki pasangan seksual. Memakai kondom (kontrasepsi), baik untuk hubungan seksual via vagina, anus, atau oral, secara drastis menurunkan kemungkinan masalah, meskipun tindakan ini tidak benar-benar menghilangkan risiko (Brooker, 2008).

Perilaku berisiko yaitu, memiliki pasangan seks lebih dari satu, menggunakan jarum suntik bersama dengan orang lain, melakukan hubungan seksual secara anal, vaginal, atau oral tanpa menggunakan kondom, melakukan seksual vaginal atau oral dengan orang yang gemar menggunakan obat terlarang, melakukan hubungan seksual dengan beberapa pasangan seksual dan melakukan hubungan seksual tanpa pelindung (kondom) dengan individu yang telah terinfeksi (Santrock, 2007).

4. Komplikasi Infeksi Menular Seksual

Komplikasi yang disebabkan IMS, tergantung pada mikroorganisme yang terlibat, komplikasi ini terjadi pada remaja usia 15 hingga 24 tahun. Komplikasi gonorrhea pada remaja laki-laki dapat meliputi masalah prostat, kandung kemih, dan ginjal, maupun strerilitas. Pada perempuan gonorrhea dapat menyebabkan infertilitas yang berkaitan dengan Pelvic Inflammatory Disease (PID) (Santrock, 2007).

Masalah kesehatan reproduksi yang dihadapi oleh remaja jika tidak ditangani dengan tepat dapat memberikan dampak yang merugikan remaja. Penyakit radang panggul, merupakan kelanjutan dari infeksi


(55)

38

karena hubungan seksual yang tidak terlindung. Kejadian penyakit radang panggul semakin meningkat berkaitan dengan semakin bebasnya hubungan seksual pranikah pada remaja. Komplikasi penyakit radang panggul dapat berupa penyakit menahun dengan keluhan yang tidak pernah sembuh, terjadinya timbunan nanah dalam alat genitalia bagian dalam (abses saluran telur dan indung telur) (Ayu, 2009).

5. Pencegahan Infeksi Menular Seksual

Meningkatnya permasalahan remaja terkait IMS ditandai dengan bertambahnya penderita HIV/AIDS. Sekolah dapat dijadikan sarana untuk membekali diri dengan pengetahuan dan kemampuan dalam melindungi diri dari IMS. Promosi kesehatan perlu diberikan dalam masyarakat khususnya pada anak usia sekolah (Maulana, 2009). Strategi promosi kesehatan di sekolah salah satunya peer educator atau pendidik teman sebaya yang secara khusus mengikuti pelatihan sebagai bekal sehingga dapat mempengaruhi perubahan perilaku anggota kelompok mereka. Peer education mempunyai aspek positif mendorong remaja mendidik orang lain dari pengaruh teman sebaya (John, 2006).

Dalam garis besarnya usaha-usaha pencegahan dijalankan dengan cara sebagai berikut menurut Muhajir (2007), pencegahan terhadap IMS yaitu: tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah, melakukan kegiatan yang positif, agar remaja dapat mengalihkan keinginan untuk melakukan hubungan seksual, mencari informasi yang benar dan sebanyak mungkin tentang risiko IMS, mengendalikan diri dengan pendidikan


(56)

agama, tidak malu untuk bertanya dan mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan prilaku seksual dengan keluarga, atau guru dan menghindari penggunaan narkoba terutama dengan pemakaian secara bersamaan dengan suntikan (Muhajir, 2007).

Menurut Depkes RI cara pokok untuk pencegahan penularan antara lain, memilih untuk tidak melakukan hubungan seks pranikah, saling setia dengan pasanganya, menggunakan pelindung (kondom) secara konsisten dan benar, tolak penggunaan NAPZA, jangan pakai jarum suntik bersama (Depkes RI, 2007).

6. Infeksi Menular Seksual Dalam Perspektif Islam

Perilaku selama berpacaran yang menjurus pada perilaku seksual pranikah mengkhawatirkan banyak pihak. Perilaku seks yang tidak sehat ini tentu berimplikasi pada hal lain, seperti IMS dan juga kehamilan yang tidak diinginkan. Perilaku seksual pranikah ini bertentangan dengan nilai dan norma, baik agama maupun sosial kemasyarakatan. Tidak ada satu agama pun yang memperbolehkan perilaku ini. Islam khususnya tidak mengenal pacaran, bentuk pacaran dari saling berpandagan sampai berciuman sudah merupakan tindakan yang mendekati zina. Rasulullah menghimbau umatnya untuk menjauhi zina, antara lain dengan menjatuhkan pandangan dari lawan jenis (Firmiana, 2012).

Perilaku seksual pranikah jika dinilai secara hukum Islam maka perbuatan tersebut termasuk perbuatan zina yang dilarang oleh Allah SWT. Al Qur’an telah menjelaskan dalam surat al-isra’:32 yang artinya


(57)

40

Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya itu adalah sesuatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk” (Mauliddiana, 2013). Dalam pandangan Islam IMS adalah penyakit kelamin karena perbuatan zina, Rasulullah SAW bersabda “Apabila perzinaan dan riba telah melanda suatu negeri, maka mereka sudah menghalalkan siksaan Allah atas mereka sendiri” (HR.Al-Tabrani dan Al-Hakim) (Hamidy, 2004).

Perilaku seksual pranikah sangat beresiko terkena IMS, dampak yang akan dirasakan oleh remaja akibat IMS salah satunya bisa menyebabkan kemandulan, dan bisa mengakibatkan komplikasi radang panggul (Ayu, 2009). Cara paling efektif untuk mencegah penularan IMS yaitu jangan berganti pasangan seksual. Dan dibarengi dengan kesehatan jiwa dan agama, karena salah satu ciri jiwa yang sehat adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri dari hawa nafsu (Hamidy, 2004).


(58)

7. Kerangka Teori

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka teori dalam penelitian ini adalah:

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber: (Notoatmodjo, 2007 dalam Budiman, 2013). (WHO, 2013). (Ida, Ayu, 2009).

Pengetahuan Remaja (WHO, 2013)

Faktor yang mempengaruhi pengetahuan:

1. 2.

3. Sosial budaya dan ekonomi

4. Pendidikan 5. Pengalaman 6. Lingkungan (Notoatmodjo, 2007 dalam

Budiman, 2013)

Infeksi Menular Seksual (IMS)

1. Pengertian IMS 2. Jenis-jenis IMS 3. Cara penularan IMS 4. Tanda dan gejala IMS 5. Faktor risiko IMS 6. Komplikasi dari IMS 7. Pencegahan IMS

(Ida, Ayu, 2009). 1. Usia


(59)

42 BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainya, atau antara variable yang satu dengan variable yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep menyajikan konsep atau teori dalam bentuk kerangka konsep penelitian. Berdasarkan judul penelitian mengenai “Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual di Sekolah Menengah Atas Al-Asiyah” Secara sistematis kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Karakteristik responden:

1. Usia

2. Jenis Kelamin 3. Informasi

Pengetahuan remaja tentang IMS 1. Pengertian IMS

2. Jenis-jenis IMS 3. Cara penularan IMS 4. Tanda dan gejala IMS 5. Faktor risiko IMS 6. Komplikasi dari IMS 7. Pencegahan terhadap IMS


(60)

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur 1. 2. Jenis kelamin Usia Perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak lahir.

(Ekawati dan Wulandari, 2011)

Tahap di perkembangan individu, pada waktu

seseorang sedang mudah tumbuh dan berkembang. (KBBI) Memberikan pertanyaan dalam kuesioner dengan pilihan jawaban laki-laki atau perempuan. Memberikan pertanyaan dalam kuesioner dengan pilihan < 16 tahun > 16 tahun

Kuesioner bagian A.

Kuesioner bagian A.

1. = laki-laki 2. = perempuan

1. = < 16 tahun 2. = > 16 tahun

Nominal


(61)

44

No Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur 3. Media Masa /

Sumber Informasi

Sarana penyampai pesan yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas misalnya melalui radio, televisi, dan surat kabar (Romli, 2013)

Memberikan pertanyaan dalam kuesioner dengan pilihan jawaban orang tua, teman, internet, tv, sekolah.

Kuesioner bagian A.

1. = Orang Tua 2. = Teman 3. = Media Masa 4. = Sekolah

(Jurnal Berkala Kedokteran, 2014)


(62)

No Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur 4. Tingkat

pengetahuan remaja tentang IMS

Hal yang dipahami oleh responden tentang infeksi menular

seksual yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan penderita (Ayu, 2009) Responden menjawab pertanyaan pada kuesioner dengan menggunakan skala Gutman yang terdiri dari:

a.18 pertanyaan positif dengan (1) benar dan (0) salah b.12 pertanyaan negative dengan (0) benar dan (1) salah.

(Siregar, 2013)

Kuesioner bagian B

Pemberian skor menggunakan skala

Guttman:

Jawaban benar =1

Jawaban salah =0

1. Baik= Bila nilai

responden yang

diperoleh (x) > mean + 1 SD

2. Cukup= Bila nilai

responden mean -1 SD ≤ x ≤ mean + 1 SD

3. Kurang = Bila nilai responden yang

diperoleh (x) < mean -1 SD

(Riwidikdo, 2013)


(63)

46 BAB IV

METODE PENELITIAN

Sebuah penelitian mengandung metode yang harus dilalui sebagai syarat dalam penelitian. Pada bab ini menguraikan beberapa cara pelaksanaan penelitian dengan menyajikan metode-metode yang digunakan serta teknik analisis untuk menjawab rumusan masalah penelitian.

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat kuantitatif, dengan menggunakan metode deskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pengetahuan remaja SMA Al-Asiyah terhadap IMS dengan menggunakan desain cross sectional dimana data dikumpulkan pada satu waktu tertentu. Tujuanya untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang IMS dengan cara mengajukan pertanyaan melalui kuesioner yang akan dijawab oleh siswa-siswi di SMA Al-Asiyah Cibinong-Bogor.

B. Tempat dan Waktu

Lokasi penelitian di lakukan di SMA Al-Asiyah Cibinong Kabupaten Bogor yang beralamat di Jl.Raya Jakarta-Bogor Pabuaran Cibinong-Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18-21 April 2015.


(64)

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan diukur oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya (Hastono, 2010). Menurut Notoatmodjo (2010), populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa/i SMA Al-Asiyah Cibinong. Populasi penelitian ini terdiri dari 171 siswa, populasi dalam penelitian ini adalah siswa yang termasuk kedalam kelompok remaja tengah dan remaja akhir yaitu siswa kelas X, XI dan XII.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi, atau dapat mewakili seluruh populasi yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Menurut Hastono (2010), sampel adalah sebagian populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau diukur. Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sesuai dengan rumus besar solvin.

= + ��

Keterangan : n = Sampel N = Populasi

e = Perkiraan tingkat kesalahan


(65)

48

= + 77 . 5

n =

.4 = �� �

Dengan perkiraan tingkat kesalahan 5%, maka jumlah sampel yang diperoleh dari rumus di atas berjumlah sekitar 120 orang. Untuk menghindari terjadinya sampel yang drop out dan sebagai cadangan maka peneliti menambahkan 10 % dari jumlah sampel minimal. Jadi total sampel dalam penelitian ini adalah 132 responden.

Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik disproporsional stratified sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan populasi yang memiliki strata atau tingkatan dengan jumlah sampel yang diambil dari setiap strata jumlahnya sama tidak sebanding dengan jumlah populasi dengan proporsi sampel disetiap strata (Siregar, 2013). Pengambilan sampel dilakukan dengan membagi strata tiap tingkatan

Tabel 4.1

Pembagian Strata Berdasarkan Tingkatan

Strata Anggota

Populasi

Jumlah Sampel (orang)

IPA X 23 22

IPS X 24 22

IPA XI 30 22

IPS XI 30 22

IPA XII 32 22

IPA XII 32 22


(66)

Pengambilan sampel dalam penelitian ini mengacu pada kriteria inklusi, sebagai berikut:

a. Siswa siswi SMA Al-Asiyah Cibinong b. Bersedia menjadi responden

Kriteria eksklusi

a. Tidak hadir saat penelitian/ Izin/ Sakit.

D. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan instrument penelitian berupa kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup yaitu kuesioner yang hanya menyediakan dua jawaban/alternatif benar dan salah (Notoatmodjo, 2010). Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian pertama (A) berisi tentang karakteristik responden dan bagian kedua (B) berisi pertanyaan tentang pengetahuan IMS.

1. Kuesioner A berisi tentang karakteristik responden terdiri dari jenis kelamin, usia dan sumber informasi. Untuk pengisian jenis kelamin, usia dan sumber informasi diisi dengan memberikan tanda check list pada borang yang paling sesuai dengan responden.

2. Kuesioner B berisi 30 pertanyaan tentang pengetahuan IMS yang terdiri dari 18 pertanyaan positif dan 12 pertanyaan negatif. Menurut Siregar (2013) pertanyaan positif dinilai dengan skala Guttman, yaitu (1) untuk jawaban benar dan (0) untuk jawaban salah,


(67)

50

sedangkan pertanyaan negatif dinilai dengan skala Guttman, yaitu (0) untuk jawaban benar dan (1) untuk jawaban salah.

Pernyataan-pernyataan mengenai pengetahuan IMS diambil dan dimodifikasi dari kuesioner yang digunakan oleh Rofiq (2009) mengenai tingkat pengetahuan remaja kelas 1 dan 2 tentang infeksi menular seksual di SMK Bogor 2009. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan oleh peneliti melalui tinjauan pustaka kemudian dibuat item-item pernyataan beserta skala pengukuranya. Kisi-kisi instrument penelitian tingkat pengetahuan remaja tentang IMS terdiri dari variabel karakteristik responden dan pengetahuan IMS dengan indikator (definisi, jenis, cara penularan, tanda dan gejala, faktor resiko, komplikasi dan pencegahan) terdiri dari:

1. Variabel karakteristik responden terdiri dari 3 soal (usia, jenis kelamin, dan sumber informasi kesehatan reproduksi).

2. Variable pengetahuan tentang IMS terdiri dari indikator definisi IMS 4 soal dengan pernyataan positif terdapat di nomer (1,2) dan pernyataan negatif (3,4), jenis-jenis IMS 4 soal dengan pertanyaan positif terdapat di nomer (5,7,8) dan pertanyaan negatif (6), cara penularan IMS 4 soal pertanyaan positif terdapat di nomer (9,10) dan pertanyaan negatif (11,12), tanda dan gejala 5 soal dengan pertanyaan positif terdapat di nomer (13,15,16) dan pertanyaan negatif (14,17), faktor resiko IMS 4 soal dengan pertanyaan positif terdapat di nomer (20,21) dan pertanyaan negatif (18,19), komplikasi IMS 4 soal dengan pertanyaan positif terdapat di nomer


(68)

(22,24,25) dan pertanyaan negatif (23), dan indikator terakhir tentang pencegahan IMS 5 soal dengan pertanyaan positif terdapat di nomer (26,27,29) dan pertanyaan negatif (28,30).

Cara pengukuran dilakukan dengan kuesioner dengan menggunakan skala Guttman untuk variable pengetahuan. Selanjutnya untuk pengkategorian tingkat pengetahuan menurut Riwidikdo (2013) yaitu: a. Baik : Bila nilai responden yang diperoleh (x) > mean + 1 SD b. Cukup : Bila nilai responden mean -1 SD ≤ x ≤ mean + 1 SD c. Kurang : Bila nilai responden yang diperoleh (x) < mean -1 SD

E. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Untuk mengetahui kuesioner berkualitas terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas isi (content validity) dan validitas konstruk (construct validity) yang diujikan dan reliabilitas menggunakan teknik spearman brown.

1. Hasil Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang mampu menunjukan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini uji validitas yang digunakan adalah validitas isi (content validity). Validitas isi (content validity) merupakan validitas lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgment. Pertanyaan yang dicari jawabanya dalam validasi ini adalah sejauh mana item-item dalam tes mencangkup keseluruhan kawasan isi


(69)

52

objek yang hendak diukur atau sejauh mana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur (Azwar, 2000).

Instrumen ini akan diujikan lewat professional judgement atau seseorang yang ahli dalam bidangnya, yang diujikan oleh:

1. Puspita Palupi, S.Kp.,M.Kep.,Ns.Sp.Kep.Mat 2. Maulina Handayani, S.Kp.,M.Sc.

Pada penelitian ini, uji coba instrument dilakukan kepada para ahli sehingga tiap-tiap item pertanyaan dapat dikoreksi oleh para ahli dan diberi masukan. Hasil uji validitas isi (Content Validity) didapatkan 30 item pertanyaan yang dapat digunakan.

2. Hasil Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2010). Menurut Setiadi (2007), reliabilitas yaitu adanya suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda.

Kuesioner sebagai alat ukur untuk gejala-gejala sosial (nonfisik) harus memiliki reliabilitas yang tinggi (Notoatmodjo, 2010). Uji reliabilitas dapat menggunakan rumus Sperman Brown metode ini menggunakan satu instrument kemudian dibagi menjadi dua sama banyak, bagian yang pertama memuat skor dari unsur-unsur pokok bernomor ganjil dan bagian yang kedua memuat skor dari unsur-unsur pokok yang bernomor genap (Siregar, 2013)


(1)

2. Jenis-jenis IMS

Variabel Mean Standar

Deviasi Tingkat Pengetahuan Remaja

Tentang Jenis-Jenis Infeksi Menular Seksual (IMS)

2.35 0.751

Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai mean sebesar 2.35 dan standar deviasi sebesar 0.751 Berdasarkan nilai mean dan standar deviasi dapat dikategorikan 3 tingkat pengetahuan yaitu:

a. Baik : (x) > mean +1 SD

(x) > 2.35 + 0.751

(x) > 3.1

Jadi pengetahuan baik jika nilai responden x > 3.1

b. Cukup : mean –1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD

2.35 –0.751 ≤ x ≤ 2.35 + 0.751

1.5 ≤ x ≤ 3.1

Jadi pengetahuan cukup jika nilai responden 1.5 ≤ x ≤ 3.1

c. Kurang : (x) < mean – 1 SD

(x) < 2.35 – 0.751 (x) < 1.5


(2)

3. Cara Penularan IMS

Variabel Mean Standar

Deviasi Tingkat Pengetahuan Remaja

Tentang Cara Penularan Infeksi Menular Seksual (IMS)

2.97 0.800

Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai mean sebesar 2.97 dan standar deviasi sebesar 0.800 Berdasarkan nilai mean dan standar deviasi dapat dikategorikan 3 tingkat pengetahuan yaitu:

a. Baik : (x) > mean +1 SD

(x) > 2.97 + 0.800

(x) > 3.7

Jadi pengetahuan baik jika nilai responden x > 3.7

b. Cukup : mean –1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD

2.97 –0.800 ≤ x ≤ 2.97 + 0.800

2.17 ≤ x ≤ 3.7

Jadi pengetahuan cukup jika nilai responden 2.17 ≤ x ≤ 3.7

c. Kurang : (x) < mean – 1 SD

(x) < 2.97 – 0.800 (x) < 2.17


(3)

4. Tanda dan Gejala IMS

Variabel Mean Standar

Deviasi Tingkat Pengetahuan Remaja

Tentang Tanda dan Gejala Infeksi Menular Seksual (IMS)

3.48 0.977

Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai mean sebesar 3.48 dan standar deviasi sebesar 0.977 Berdasarkan nilai mean dan standar deviasi dapat dikategorikan 3 tingkat pengetahuan yaitu:

a. Baik : (x) > mean +1 SD

(x) > 3.48 + 0.977

(x) > 4.4

Jadi pengetahuan baik jika nilai responden x > 4.4

b. Cukup : mean –1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD

3.48 – 0.977 ≤ x ≤ 3.48+ 0.977

2.5 ≤ x ≤ 4.4

Jadi pengetahuan cukup jika nilai responden 2.5 ≤ x ≤ 4.4

c. Kurang : (x) < mean – 1 SD

(x) < 3.48 – 0.977 (x) < 2.5


(4)

5. Faktor Resiko IMS

Variabel Mean Standar

Deviasi Tingkat Pengetahuan Remaja

Tentang Faktor Resiko Infeksi Menular Seksual (IMS)

2.82 1.05

Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai mean sebesar 2.82 dan standar deviasi sebesar 1.05 Berdasarkan nilai mean dan standar deviasi dapat dikategorikan 3 tingkat pengetahuan yaitu:

a. Baik : (x) > mean +1 SD

(x) > 2.82 + 1.05

(x) > 3.8

Jadi pengetahuan baik jika nilai responden x > 3.8

b. Cukup : mean –1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD

2.82 –1.05 ≤ x ≤ 2.82 + 1.05

1.7 ≤ x ≤ 3.8

Jadi pengetahuan cukup jika nilai responden 1.7 ≤ x ≤ 3.8

c. Kurang : (x) < mean – 1 SD

(x) < 2.82 – 1.05 (x) < 1.7


(5)

6. Komplikasi IMS

Variabel Mean Standar

Deviasi Tingkat Pengetahuan Remaja

Tentang Komplikasi Infeksi Menular Seksual (IMS)

2.55 0.886

Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai mean sebesar 2.55 dan standar deviasi sebesar 0.886 Berdasarkan nilai mean dan standar deviasi dapat dikategorikan 3 tingkat pengetahuan yaitu:

a. Baik : (x) > mean +1 SD

(x) > 2.55+ 0.886

(x) > 3.4

Jadi pengetahuan baik jika nilai responden x > 3.4

b. Cukup : mean –1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD

2.55 –0.886 ≤ x ≤ 2.55 + 0.886

1.6 ≤ x ≤ 3.4

Jadi pengetahuan cukup jika nilai responden 1.6 ≤ x ≤ 3.5

c. Kurang : (x) < mean – 1 SD

(x) < 2.55 – 0.886 (x) < 1.6


(6)

7. Pencegahan IMS

Variabel Mean Standar

Deviasi Tingkat Pengetahuan Remaja

Tentang Pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS)

3.96 0.703

Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai mean sebesar 3.96 dan standar deviasi sebesar 0.703 Berdasarkan nilai mean dan standar deviasi dapat dikategorikan 3 tingkat pengetahuan yaitu:

a. Baik : (x) > mean +1 SD

(x) > 3.96 + 0.703

(x) > 4.6

Jadi pengetahuan baik jika nilai responden x > 4.6

b. Cukup : mean –1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD

3.96 –0.703 ≤ x ≤ 3.96 + 0.703

3.2 ≤ x ≤ 4.6

Jadi pengetahuan cukup jika nilai responden 3.2 ≤ x ≤ 4.6

c. Kurang : (x) < mean – 1 SD

(x) < 3.96 – 0.703 (x) < 3.2