KUALITAS LAPORAN KEUANGAN UMKM SERTA PRO (1)
KUALITAS LAPORAN KEUANGAN UMKM SERTA PROSPEK IMPLEMENTASI SAK ETAP
Rizki Rudiantoro
Universitas Indonesia rizki.rudiantoro@gmail.com
Sylvia Veronica Siregar
Universitas Indonesia sylvia.veronica@ui.ac.id
Abstract
This study examines the effect of quality of the SMEs’ inancial statements on level of credit received by SMEs, as well as prospect of inancial accounting standard for entity without public accountability (FAS EWPA ) implementation in 2011 to improve the quality of the inancial statements of SMEs. The data of this study is obtained from the questionnaires returned by 50 SME entrepreneurs in the area of Jakarta, Bogor, Depok, and other parts of Java. The results of this study show that the quality of SME inancial statements do not affect the amount of credit received by SMEs. This may be due to the low quality of inancial statements of SMEs so that banks are still in doubt with the relevancy and reliability of inancial reporting. Prospect of FAS EWPA implementation to improve the quality of inancial report may have been constrained due to the low understanding of the SME entrepreneurs over the FAS EWPA.
Keywords: inancial statement quality, SMEs, FAS EWPA
Abstrak
Penelitian ini menguji pengaruh dari kualitas laporan keuangan UMKM terhadap tingkat kredit yang diterima UMKM tersebut, serta prospek dari implementasi SAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) di tahun 2011 terhadap peningkatan kualitas laporan keuangan UMKM. Data dalam penelitian ini diperoleh dari kuesioner dengan responden pengusaha UMKM yang berada di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan beberapa wilayah lain di pulau Jawa. Responden berjumlah 50 yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata kualitas laporan keuangan UMKM tidak berpengaruh terhadap jumlah kredit yang diterima UMKM, hal ini dikarenakan masih rendahnya kualitas laporan keuangan UMKM sehingga perbankan masih meragukan relevansi dan keandalan kualitas laporan keuangannya. Prospek implementasi SAK ETAP terhadap peningkatan kualitas laporan keuangan sampai sejauh ini masih menghadapi kendala akibat masih rendahnya pemahaman para pengusaha UMKM atas SAK ETAP tersebut.
Kata kunci: kualitas laporan keuangan, UMKM, kredit, SAK ETAP
2 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2012, Volume 9 - No. 1, hal 1 - 21
PENDAHULUAN
program pembiayaan UMKM yang dijalankan oleh pemerintah. Salah satu program tersebut
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang (UMKM) terbukti memberikan kontribusi pada tahun 2009 ditargetkan sekitar Rp20 bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun triliun. Tujuan dari KUR tersebut adalah untuk 2009 tercatat kontribusi UMKM terhadap menjadi solusi pembiayaan modal yang efektif PDB Indonesia mencapai sekitar 45% atau bagi UMKM, sebab selama ini banyak UMKM senilai Rp 2.000 triliun, sedangkan tahun yang terkendala akses terhadap perbankan 2010 diperkirakan UMKM mampu memberi untuk mendapatkan pembiayaaan (Osa 2010). kontribusi lebih besar lagi kepada PDB Namun realisasi KUR tersebut jauh dari target Indonesia yakni sekitar Rp3.000 triliun. Rp 20 triliun yakni hanya sebesar Rp 14,8 Besarnya kontribusi juga terlihat dari tingginya
triliun.
penyerapan tenaga kerja dari sektor UMKM Penyebab rendahnya penyaluran KUR ini, yaitu hingga tahun 2009 sebanyak 91,8 tersebut karena bank yang ditunjuk sebagai juta atau 97,3% dari seluruh tenaga kerja di penyalur KUR sangat berhati-hati dalam Indonesia (Departemen Koperasi 2010).
penyaluran kredit, karena mereka tidak Pada tahun 2010 jumlah unit UMKM di mendapatkan informasi yang memadai terkait Indonesia mencapai 52,2 juta unit usaha yang kondisi UMKM. Mayoritas pengusaha UMKM tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Besarnya
tidak mampu memberikan informasi akuntansi jumlah UMKM tersebut mencerminkan terkait kondisi usahanya (Baas dan Schrooten besarnya potensi yang dapat dikembangkan 2006). dan ditingkatkan bagi UMKM untuk dapat
Dengan akuntansi yang memadai lebih berkontribusi bagi negeri ini. UMKM maka pengusaha UMKM dapat memenuhi mampu bertahan dari krisis yang pernah terjadi
persyaratan dalam pengajuan kredit, seperti di negeri ini, seperti krisis ekonomi 1997- pembuatan laporan keuangan (Warsono 2009). 1998 dan krisis ekonomi global 2008. Di saat Namun pelaksanaan pembukuan tersebut banyak perusahaan besar yang bangkrut dan merupakan hal yang sulit bagi UMKM karena melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK),
keterbatasan pengetahuan mengenai akuntansi, UMKM mampu menyerap para pengangguran
rumitnya proses akuntansi, dan anggapan untuk dapat bekerja kembali.
bahwa laporan keuangan bukanlah hal yang Di banyak negara, UKM juga memberikan
penting bagi UMKM (Said 2009). Berbagai kontribusi yang sama besarnya seperti yang macam keterbatasan lain yang dihadapi terdapat di Indonesia. Tercatat jumlah UKM UMKM adalah latar belakang pendidikan yang
di negara maju rata-rata mencapai 90% dari tidak paham akuntansi atau tata buku, kurang total seluruh unit usaha, dan menyerap 2/3 disiplin dalam melaksanakan pembukuan tenaga kerja dari jumlah pengangguran yang akuntansi, serta tidak adanya dana yang cukup ada (Baas dan Schrooten 2006). Afrika Selatan
untuk mempekerjakan akuntan atau membeli merupakan salah satu negara dengan 95% software akuntansi untuk mempermudah
sektor usahanya merupakan UMKM. Sektor pelaksanaan pembukuan akuntansi. ini setiap tahunnya rata-rata memberikan
Dewan Standar Akuntansi Keuangan kontribusi sebesar 35% terhadap produk (DSAK) pada tahun 2009 telah mensahkan domestik bruto, serta mampu mengurangi Standar Akuntansi untuk Entitas Tanpa sebanyak 50% tingkat pengangguran di negara
Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). SAK tersebut (Zimele 2009).
ETAP tersebut akan berlaku efektif per 1 Potensi yang besar dari UMKM tersebut Januari 2011 namun penerapan sebelum sering terkendala masalah permodalan untuk tanggal efektif diperbolehkan. Penggunaan mengembangkan usaha. Sebenarnya terdapat SAK ETAP ini adalah ditujukan untuk entitas
tanpa akuntabilitas publik yakni entitas yang:
Rizki Rudiantoro, Sylvia Veronica Siregar, Kualitas Laporan Keuangan UMKM serta… 3
1) Tidak memiliki akuntabilitas publik yang signiikan, dan 2) Entitas yang menerbitkan
laporan keuangan untuk tujuan umum bagi pengguna eksternal. SAK ETAP merupakan standar akuntansi yang penggunaannya dituju- kan untuk entitas usaha yang tidak memiliki akuntabilitas publik, seperti entitas usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). SAK ETAP ini lebih mudah dipahami dan tidak sekompleks SAK Umum. Selain adanya SAK ETAP tersebut, kemudahan lain bagi UMKM dalam hal pembukuan akuntansi adalah semakin banyaknya software akuntansi yang dapat digunakan UMKM. Ke depannya diharapkan UMKM mampu melakukan pembukuan akuntansi untuk menyajikan laporan keuangan sehingga lebih mudah bagi para pengusaha UMKM untuk memperoleh pembiayaan.
Berdasarkan hal tersebut, maka menarik untuk dilakukan penelitian mengenai 1) faktor- faktor yang mempengaruhi persepsi pengusaha UMKM terkait pentingnya pembukuan dan pelaporan keuangan bagi usahanya kualitas laporan keuangan UMKM, 2) apakah kualitas laporan tersebut berpengaruh pada besaran kredit yang disetujui oleh bank, dan 3) menilai prospek penerapan SAK ETAP di tahun 2011 yang didasarkan pada pemahaman yang dimiliki oleh pengusaha UMKM terkait SAK ETAP tersebut.
KERANGKA TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Kebanyakan dari UMKM hanya men- catat jumlah uang yang diterima dan dikeluarkan, jumlah barang yang dibeli dan dijual, dan jumlah piutang/utang. Namun pembukuan tersebut tidak dengan format yang diinginkan oleh pihak perbankan (Jati 2004). Mempekerjakan seseorang secara khusus untuk melakukan pembukuan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan masih menjadi hal yang kurang realistis bagi banyak UMKM sebab akan menambah pengeluaran untuk membayar gaji tenaga akuntansi tersebut.
Murniati (2002) meneliti mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi penyiapan dan penggunaan informasi akuntansi pada perusahaan kecil di Jawa Tengah dengan sampel sebanyak 283 pengusaha kecil dan menengah. Ditemukan bahwa karakteristik pemilik/manajer (masa memimpin, pendidikan formal manajer/pemilik, dan pelatihan akuntansi yang diikuti manajer/pemilik) serta karakteristik perusahaan kecil dan menengah (umur perusahaan, sektor industri, dan skala usaha) secara signiikan berpengaruh positif
terhadap penyiapan dan penggunaan informasi akuntansi pada perusahaan.
Penelitian Pinasti (2001) menemukan bahwa para pedagang kecil di pasar tradisional di kabupaten Banyumas tidak menyelenggarakan dan tidak menggunakan informasi akuntansi dalam pengelolaan usahanya. Keputusan- keputusan dalam pengelolaan usaha lebih banyak didasarkan pada informasi-informasi non akuntansi dan pengamatan sepintas atas situasi pasar. Secara umum mereka menganggap informasi akuntansi tidak penting. Alasan-alasan yang dikemukakan antara lain: mereka merasa terlalu direpotkan dengan penyelenggaraan catatan akuntansi tersebut dan yang penting mereka mendapatkan laba tanpa dibebani dengan penyelenggaraan akuntansi. Mereka belum merasakan manfaat dari penyelenggaraan pembukuan.
Baas dan Schrooten (2006) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa perbankan dalam penyaluran kreditnya kepada UMKM menggunakan Soft Information & Hard Information. Soft Information menggunakan teknik Relationship Lending yakni penyaluran kredit atas dasar kepercayaan dan hubungan yang telah terbina baik antara bank dengan pengusaha. Hard information diantaranya menggunakan: 1) Financial Statement Lending, yakni dengan menggunakan laporan keuangan yang telah sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku sebagai sumber informasi untuk pemberian kredit, 2) Assets Based Lending yakni dengan menggunakan informasi terkait aset-aset yang dijadikan jaminan, 3) Credit Scoring, penggunaan teknik statistik dengan
4 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2012, Volume 9 - No. 1, hal 1 - 21
menggunakan data-data keuangan dari laporan atas pilihan untuk melakukan pinjaman yang keuangan dan juga creditworthiness dan
terlihat dari besarnya bunga pinjaman yang latar belakang dari pemilik UMKM untuk berlaku. diberikan peringkat. Baas dan Schrooten
Jati et al. (2004) menyatakan bahwa pada berkesimpulan bahwa hampir di seluruh saat ini kebanyakan UMKM masih belum dunia UMKM mengalami kesulitan dalam menyelenggarakan pembukuan akuntansi mendapatkan kredit perbankan. Salah satu dan pelaporannya dengan baik. Pelaksanaan penyebabnya adalah adanya keterbatasan pembukuan akuntansi untuk menyediakan informasi yang mampu diberikan oleh UMKM
laporan keuangan yang informatif merupakan kepada pihak eksternal. Saran yang diberikan hal yang masih sulit bagi UMKM. Hal ini dalam penelitian tersebut adalah pentingnya disebabkan karena keterbatasan pengetahuan standar akuntansi yang mampu mengakomodir
dalam pembukuan akuntansi, rumitnya proses kebutuhan dari pengusaha UMKM, agar akuntansi, dan anggapan bahwa laporan dapat membantu UMKM dalam menyediakan keuangan bukanlah hal yang penting bagi informasi keuangan yang lebih berkualitas.
UMKM (Said 2009). Maseko dan Manyani
Cziráky et al . (2005) meneliti mengenai (2011) juga menemukan bahwa mayoritas faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya UKM di Zimbabwe tidak mempunyai pen- pemberian kredit UMKM di Kroasia. Program
catatan akuntansi yang lengkap karena kredit UMKM yang dijalankan pemerintah keterbatasan pengetahuan akuntansi. Kroasia ternyata penyaluran kreditnya rendah,
Persepsi merupakan suatu proses dari padahal pemerintah telah memberikan subsidi individu dalam memilih, mengelola, dan terhadap tingkat suku bunganya serta pasokan menginterpretasikan suatu rangsangan yang dana yang dianggap mencukupi kebutuhan diterimanya ke dalam suatu penilaian terkait apa kredit bagi UMKM. Hasil penelitian mereka yang ada di sekitarnya (Schiffman dan Kanuk menunjukkan bahwa rata-rata perbankan 2010). Persepsi menjadi titik awal seseorang tidak konsisten dalam hal penggunaan kriteria dalam menilai dan menjalankan suatu hal, persetujuan kredit. Ketidakkonsistenan tersebut
termasuk pembukuan dan pelaporan keuangan. dikarenakan adanya perbedaan keahlian dan Dengan memandang bahwa pembukuan dan pengetahuan dalam penilaian kredit dari para pelaporan merupakan hal yang penting bagi pegawai bank di negara tersebut. Terdapat berkembangnnya usaha, maka akan mendorong preferensi dari pihak perbankan untuk lebih mereka untuk memulai melakukan pembukuan menyetujui pemberian kredit dengan jumlah atau bagi yang sudah memulai dapat lebih lagi kecil dan untuk perusahaan kecil yang meningkatkan kualitas laporan keuangannya. tergolong lebih aman. Kondisi tersebut terjadi
Terdapat beberapa hal yang diduga dapat akibat perbankan tergolong risk averse yang mempengaruhi persepsi pengusaha terkait disebabkan kurangnya informasi dalam proses
pentingnya pembukuan dan pelaporan penilaian kredit.
keuangan bagi tumbuh dan berkembangnya Bornheim dan Herbeck (1996) menyebutkan
usaha seperti jenjang pendidikan terakhir, latar faktor-faktor yang mampu mempengaruhi belakang pendidikan, ukuran usaha, serta lama hubungan antara bank dan pengusaha UMKM,
usaha berdiri.
antara lain: dari sisi perbankan yang berupa Jenjang pendidikan yang lebih tinggi ketersediaan informasi debitur, persaingan akan meningkatkan kemampuan menyerap antar perbankan, dan biaya promosi produk, (termasuk kemampuan akuisisi, asimilasi, sedangkan dari sisi pengusaha UMKM transformasi, dan eksploitasi) dari pengetahuan faktor yang mempengaruhi hubungan dengan baru (Gray 2006; Van Hermert et al. 2011). perbankan dapat berupa besarnya jaminan, Murniati (2002) menemukan bahwa pengusaha akses terhadap kredit, dan cost of capital
dengan jenjang pendidikan formal yang rendah cenderung tidak memiliki persiapan
Rizki Rudiantoro, Sylvia Veronica Siregar, Kualitas Laporan Keuangan UMKM serta… 5
dan penggunaan informasi akuntansi yang dengan umur yang lebih panjang yang memadai dibandingkan pengusaha yang melakukan pembukuan dengan lebih teratur, memiliki pendidikan formal lebih tinggi. diduga akan mempunyai persepsi yang lebih Hal tersebut dikarenakan materi akuntansi baik mengenai SAK ETAP. didapatkan pada jenjang pendidikan yang lebih
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas tinggi. Selain itu, latar belakang pengusaha maka hipotesis yang diajukan adalah: UMKM dapat mempengaruhi persepsinya
terkait pentingnya pembukuan dan pelaporan H 1a : Jenjang pendidikan terakhir ber-
keuangan bagi tumbuh dan berkembangnya
pengaruh positif terhadap persepsi
usaha. Pengetahuan mengenai akuntansi dan
pengusaha terkait pentingnya
kegunaan dari laporan keuangan terutama
pembukuan dan pelaporan keuangan
didapatkan apabila seseorang menempuh
bagi usahanya. pendidikan dengan jurusan akuntansi. H 1b : Latar belakang pendidikan ber-
Pengusaha dengan latar belakang akuntansi
pengaruh positif terhadap persepsi
diyakini akan mempunyai persepsi yang lebih
pengusaha terkait pentingnya
baik mengenai SAK ETAP dibandingkan
pembukuan dan pelaporan keuangan
pengusaha dengan latar belakang pendidikan
bagi usahanya.
non akuntansi.
H 1c : Ukuran usaha berpengaruh positif
Pinasti (2001) menemukan bahwa ukuran
terhadap persepsi pengusaha ter-
usaha merupakan faktor yang sulit dipisahkan
kait pentingnya pembukuan dan
dengan lingkungan pengusaha UMKM.
pelaporan keuangan bagi usahanya.
Ukuran usaha dapat mempengaruhi pemikiran
H 1d : Lama usaha berdiri berpengaruh
pengusaha terkait dengan kompleksitas dan
positif terhadap persepsi pengusaha
semakin tingginya tingkat transaksi perusahaan
terkait pentingnya pembukuan dan
sehingga diharapkan dengan makin besarnya
pelaporan keuangan bagi usahanya.
ukuran usaha dapat mendorong sesorang untuk berpikir dan belajar terkait solusi untuk
Kondisi ekspansi kredit untuk UMKM menghadapinya. Ukuran usaha yang besar pada triwulan pertama tahun 2010 yang telah berimplikasi perusahaan mempunyai sumber mencapai Rp. 45,5 triliun atau meningkat daya yang lebih besar dan juga lebih mampu
sangat pesat dari triwulan pertama tahun mempekerjakan karyawan dengan keahlian 2009 yang hanya mencapai Rp. 3,4 triliun yang lebih baik (Gray 2006). Ukuran usaha (meningkat sekitar 1.238,2%). Hal tersebut diduga akan berpengaruh positif terhadap mengindikasikan tingginya penyaluran kredit persepsi UMKM.
perbankan terhadap UMKM. Lama suatu usaha berdiri diduga
Berdasarkan Baas dan Schrooten (2006) memberikan pengaruh positif terhadap
bahwa salah satu teknik pemberian kredit persepsi pengusaha UMKM mengenai SAK yang paling banyak digunakan adalah ETAP. Menurut Amburgey et al. (1993) dan
inancial statement lending yang mendasarkan Henderson (1999), dalam Anderson dan pemberian kreditnya atas informasi keuangan
Eshima (2011), umur usaha yang semakin dari debiturnya. Namun di sisi lain hal panjang memberikan keuntungan dalam hal tersebut menjadi kendala tersendiri sebab telah mempunyai struktur dan proses yang UMKM ternyata tidak mampu menyediakan rutin yang mendisiplinkan setiap tindakan informasi yang diperlukan oleh bank tersebut. perusahaan. Termasuk dalam proses tersebut
Cziráky et al. (2005) menyatakan bahwa adalah proses pembukuan. Das dan Dey penyebab rendahnya tingkat penyaluran (2005) menemukan adanya hubungan positif
kredit UMKM adalah perbankan tidak antara umur usaha UMKM dengan frekuensi
memiliki cukup informasi dalam melakukan melakukan pembukuan secara teratur. UMKM
penilaian kelayakan kredit. Kedua penelitian
6 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2012, Volume 9 - No. 1, hal 1 - 21
tersebut semakin menguatkan bahwa laporan hubungan positif, yang artinya semakin besar keuangan memiliki peran penting sebagai jangka waktu kredit maka akan meningkatkan sarana informasi bagi perbankan untuk menilai
risiko pinjaman. Oleh karena itu diduga jangka kelayakan pemberian kredit.
waktu (termin kredit) akan berpengaruh Selain kualitas laporan keuangan, terdapat
negatif terhadap jumlah kredit yang diberikan beberapa faktor lain yang menurut penelitian
perbankan ke pengusaha UMKM. terdahulu mempengaruhi besaran kredit yang
Berikut adalah hipotesis yang diajukan diterima UKM. Ukuran perusahaan merupakan
terkait dengan jumlah kredit yang diberikan salah satu faktor penting dalam mendapatkan
perbankan ke UMKM:
akses pendanaan (Audretsch dan Elston
1997). Perusahaan yang lebih kecil dianggap H 2a : Kualitas laporan keuangan ber-
mempunyai risiko yang lebih besar mengalami
pengaruh positif terhadap jumlah
kesulitan keuangan (Mac an Bhaird dan Lucey
kredit perbankan yang diterima oleh
2010). Semakin besar ukuran perusahaan akan
UMKM.
semakin mudah untuk mendapatkan pendanaan
H 2b : Ukuran usaha berpengaruh positif dari perbankan.
terhadap jumlah kredit perbankan
Selain ukuran usaha, umur perusahaan juga
yang diterima oleh UMKM.
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
H 2c : Lama usaha berdiri berpengaruh UKM untuk memperoleh kredit dari
positif terhadap jumlah kredit
perbankan. Semakin matang suatu perusahaan
perbankan yang diterima oleh
akan lebih mudah untuk memperoleh kredit,
UMKM. karena perusahaan yang lebih muda lebih H 2d : Besaran jaminan berpengaruh positif
besar kemungkinannya mengalami kegagalan
terhadap jumlah kredit perbankan
usaha dibandingkan perusahaan dengan
yang diterima oleh UMKM. umur usaha yang lebih panjang (Cressy H 2e : Termin kredit berpengaruh negatif
2006). Mac an Bhaird dan Lucey (2010)
terhadap jumlah kredit perbankan
menyatakan bahwa perusahaan yang baru
yang diterima oleh UMKM.
berdiri seringkali mengalami kesulitan untuk mendapatkan pendanaan dari bank karena
SAK ETAP bertujuan untuk dapat adanya permasalahan asimetri informasi dan mengakomodir kebutuhan entitas yang tidak kemungkinan masalah keagenan yang timbul memiliki akuntabilitas publik signiikan. Selain terkait belum pernahnya bank memberikan itu juga untuk membantu membuat standar kredit ke perusahaan tersebut.
akuntansi yang dapat digunakan oleh UMKM
UKM seringkali mempunyai keterbatasan karena sifatnya yang lebih ringkas dan mudah aset untuk dijadikan jaminan kredit. Padahal digunakan dibandingkan dengan SAK Umum. salah satu informasi yang digunakan perbankan
Hal terpenting dari implementasi SAK ETAP dalam keputusan menyalurkan kredit adalah adalah pemahaman yang baik atas SAK ETAP menggunakan informasi terkait aset-aset yang tersebut oleh UMKM tersebut. dijadikan jaminan (Assets Based Lending)
Pemahaman terkait SAK ETAP tersebut (Baas dan Schrooten 2006). UKM yang erat kaitannya dengan proses pemberian memiliki aset untuk dijadikan jaminan kredit, informasi dan sosialisasi. Apabila pengusaha akan lebih besar kemungkinannya untuk mendapatkan informasi dan sosialisasi dengan mendapatkan kredit dari perbankan.
baik, maka pemahaman mereka terkait SAK
Kirschenmann dan Norden (2010) ETAP akan menjadi lebih baik dan mendukung melakukan penelitian mengenai hubungan proses implementasi SAK ETAP di tahun antara risiko debitur dan jangka waktu kredit 2011. Selain proses pemberian informasi dan untuk kredit yang diberikan perbankan ke sosialisasi terkait SAK ETAP, diduga juga usaha kecil. Mereka menemukan adanya terdapat pengaruh dari jenjang pendidikan
Rizki Rudiantoro, Sylvia Veronica Siregar, Kualitas Laporan Keuangan UMKM serta… 7
terakhir serta latar belakang pendidikan dari
METODE PENELITIAN
pengusaha UMKM terhadap pemahaman atas SAK ETAP. Sebagaimana dijelaskan di bagian
Berikut adalah model penelitian, yaitu sebelumnya, jenjang pendidikan yang lebih model 1 untuk menguji hipotesis H1, model
tinggi mampu meningkatkan kemampuan
2 terkait hipotesis H2, dan model 3 untuk seseorang untuk menyerap pengetahuan baru hipotesis H3:
(Gray 2006; van Hermert et al. 2011).
Model 1:
=α 1 +α 2 EDU_LEV i +α 3 kemampuan menyerap pengetahuan dipengarui
Gray (2006) menyatakan bahwa SME_PERCEPT
EDU_BACKG i +α 4 SIZE i +α 5 AGE i +e i juga oleh ukuran usaha. Ukuran usaha yang
besar mengindikasikan perusahaan mempunyai
Model 2:
sumber daya yang lebih banyak, termasuk
CREDITSZ i =β 1 +β
2 REP_QUAL i +β 3
karyawan dengan keahlian yang lebih baik,
SIZE
i +β 4 AGE i +β 5 CLTRL i +β 6 TERM i
sehingga UMKM dengan ukuran yang lebih
+e i
besar diharapkan mempunyai pemahaman yang lebih baik mengenai SAK ETAP.
Penelitian sebelumnya menemukan adanya
Model 3:
hubungan positif antara umur usaha UMKM SME_UNDERST i = γ 1 +γ 2 INFO i +γ 3
dengan frekuensi melakukan pembukuan EDU_LEV i +γ 4 EDU_BACKG i +γ 5 SIZE i +
γ 6 AGE i +e i
secara teratur (Das dan Dey 2005). Pembukuan
yang teratur mengindikasikan UMKM
memahami mengenai kegunaan pembukuan = persepsi para pengusaha
SME_PERCEPT
UMKM terhadap pentingnya
dan juga kebutuhan atas standar akuntansi
pembukuan dan pelaporan
untuk melakukan pembukuan tersebut. Oleh
keuangan terhadap perkem-
karena itu, diduga UMKM dengan umur yang
bangan usaha mereka
lebih panjang akan mempunyai pemahaman CREDITSZ
= jumlah kredit yang diterima
yang lebih baik mengenai SAK ETAP. oleh UMKM
SME_UNDERST
= besarnya pemahaman peng-
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka
usaha UMKM terkait SAK
hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:
ETAP
EDU_LEV
= pendidikan terakhir respon-
3a : Pemberian informasi dan sosialisasi
den
SAK ETAP berpengaruh positif = latar belakang pendidikan
EDU_BACKG
responden
terhadap pemahaman pengusaha SIZE
= ukuran usaha
UMKM terkait SAK ETAP.
AGE
= lama usaha berdiri
H 3b :Jenjang pendidikan terakhir REP_QUAL
= kualitas laporan keuangan
pengusaha berpengaruh positif terhadap
UMKM.
pemahaman pengusaha UMKM terkait = jaminan yang diberikan
CLTRL
terkait pengajuan kredit.
SAK ETAP.
TERM
= termin kredit atau jangka
H 3c : Latar belakang pendidikan pengusaha
waktu kreditnya
berpengaruh positif tehadap pema-
INFO
= tingkat informasi dan
haman pengusaha UMKM terkait SAK
sosialisasi yang diterima
ETAP. oleh pengusaha UMKM
terkait penerapan SAK
H 3d : Ukuran usaha berpengaruh positif
ETAP
terhadap pemahaman pengusaha UMKM
e = error
terkait SAK ETAP.
H 3e : Lama berdiri usaha berpengaruh
Kuesioner yang digunakan untuk
positif tehadap pemahaman pengusaha
pengumpulan data penelitian ini (Lampiran
UMKM terkait SAK ETAP.
8 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2012, Volume 9 - No. 1, hal 1 - 21
1) merupakan pengembangan dari Siregar et sangat tidak penting atau jika tidak menjawab al. (2011). Data yang digunakan berasal dari
sampai sangat penting) 1 .
kuesioner yang dibagikan kepada 30 pengusaha
Jumlah kredit yang diterima UMKM UMKM yang terdapat di wilayah sekitar (CREDITSZ)
Depok dan Jakarta, dengan cara mendatangi Poin yang diberkan atas jawaban dari langsung sehingga semua kuesioner dapat pertanyaan ini adalah 1 untuk kredit kurang
terisi. 30 responden yang dipilih tersebut adalah dari Rp10.000.000, 2 untuk (Rp10.000.001 responden yang berdasarkan pengamatan – Rp25.000.000), 3 untuk Rp25.000.001 mempunyai skala usaha yang belum terlalu – Rp50.000.000, 4 untuk Rp50.000.001 – besar. Di dalam kuesioner juga terdapat Rp100.000.000, serta 5 untuk kredit lebih dari pertanyaan mengenai jumlah pegawai, total Rp100.000.000.
aset, dan total penjualan untuk menentukan Pemahaman terkait SAK ETAP (SME_
apakah responden tersebut memang merupakan
UNDERST)
UMKM. Berdasarkan jawaban yang diberikan Variabel ini dihitung dengan menilai ke 30 responden tersebut, semuanya merupakan
jawaban responden atas pertanyaan berikut: UMKM. Selain itu juga dilakukan pengiriman
1. Apakah Bapak / Ibu cukup memahami isi dari kuesioner melalui email kepada pengusaha
SAK ETAP?
yang berada di kota-kota lain di pulau Jawa, a. Ya (jika Ya, tolong jelaskan dengan singkat
sejumlah 90 dengan jumlah kuesioner yang terkait isi SAK ETAP tersebut)
kembali 20 buah. Total jumlah responden
b. Tidak
keseluruhan adalah 50 responden (rata-rata 2. Apakah Bapak / Ibu mengetahui perbedaan tingkat pengembalian adalah 41,67%), yaitu antara PSAK dengan SAK ETAP?
pengusaha UMKM yang ukuran usahanya (jika Ya, tolong jelaskan dengan singkat)
a. Ya
b. Tidak
tidak tergolong usaha besar, dan berlokasi di Jika menjawab Ya, akan mendapat nilai wilayah Jakarta, Depok, Bogor, dan kota-kota antara 1-5 tergantung dari ketepatan dan lain di pulau Jawa. Selain menggunakan data kelengkapan jawaban yang diberikan dan yang
dari kuesioner, penelitian ini ditunjang dengan menjawab Tidak akan mendapat poin 0 2 . proses wawancara dengan UKM Centre
Pendidikan Terakhir (EDU_LEV)
FEUI selaku pihak yang menjembatani antara Pemahaman yang lebih baik mengenai pengusaha UMKM dengan perbankan serta SAK ETAP dapat dipengaruhi dari jenjang pihak yang turut serta membantu memberikan pendidikan yang lebih tinggi. Pengukuran
pelatihan teknis terkait pengembangan usaha untuk variabel ini adalah 1 jika pendidikan
UMKM dan responden yang merupakan lebih rendah dari SMA/SMK, 2 jika mem- pengusaha UMKM.
punyai pendidikan SMA/SMK, 3 jika S1, Berikut adalah penjelasan mengenai
4 untuk jenjang pendidikan S2, serta 5 jika pengukuran variabel-variabel yang digunakan berpendidikan S3.
dalam penelitian ini.
1 Terdapat 9 responden yang tidak menjawab pertanyaan
Persepsi Pengusaha UMKM (SME_ ini. Untuk pengujian utama, 9 responden yang tidak menjawab tersebut diberi nilai 1. Pertimbangannya
PERCEPT)
adalah kemungkinan alasan mereka tidak menjawab
Persepsi pengusaha UMKM merupakan karena mereka tidak terlalu memahami mengenai
pentingnya pembukuan. Apabila 9 responden tersebut
variabel yang merepresentasikan pandangan dikeluarkan dari sampel, hasil pengujian secara kualitatif dari pengusaha UMKM terkait pentingnya tidak berubah. Oleh karena itu, hasil yang disajikan
adalah hasil untuk seluruh sampel.
pembukuan dan pelaporan keuangan UMKM
2 Apabila responden menjawab benar minimal 1
terhadap perkembangan usaha mereka. perbedaan PSAK dengan SAK ETAP diberi nilai 1 dan Pengukuran menggunakan skala 1 – 4 (dari semakin lengkap jawaban yang diberikan akan diberikan
nilai yang semakin tinggi.
Rizki Rudiantoro, Sylvia Veronica Siregar, Kualitas Laporan Keuangan UMKM serta… 9
Latar Belakang pendidikan (EDU_BACKG) Kualitas Laporan Keuangan UMKM (REP_
Jika mempunyai latar belakang pendidikan
QUAL)
Akuntansi diberi nilai 3, sedangkan jika Dalam penelitian ini, indeks kualitas berlatar belakang pendidikan Manajemen laporan keuangan dinilai berdasarkan: dan Ekonomi diberi nilai 2, serta untuk latar
1. Pelaku UMKM melakukan pembukuan belakang pendidikan lainnya (termasuk jika
akuntansi atau tidak, jika menjawab “Ya” berlatar belakang pendidikan SMA) mendapat
maka mendapat poin 1, dan 0 untuk jawaban nilai 1.
“Tidak”.
2. Terdapatnya bagian atau divisi atau
Ukuran usaha (SIZE)
pegawai khusus dalam perusahaan yang Ukuran usaha ditentukan berdasarkan
bertanggung jawab terkait pembukuan dan jumlah karyawan, total aset, dan nilai penjualan. pelaporan keuangannya, poin 1 diberikan Berikut adalah pertanyaan dan pilihan jawaban jika menjawab “Ada” dan 0 untuk jawaban
untuk mengetahui ukuran usaha:
“Tidak”.
1. Jumlah Karyawan:
3. Terdapatnya software akuntansi yang
a. < 4 orang; b. 5 – 19 orang, mendukung pembukuannya, poin 1
c. 20 – 99 orang, d. ≥ 100 orang diberikan jika menjawab “Ya” dan 0 untuk
2. Aset Perusahaan:
jawaban “Tidak”
a. < dari Rp 100 juta,
4. Awal laporan keuangan pertama kali dibuat.
b. Rp 100 juta – Rp 499 juta, Nilai diberikan sesuai dengan jumlah tahun
c. Rp 500 juta – Rp 2.5 miliar, dari awal laporan keuangan dibuat hingga
d. > dari Rp 2.5 miliar
tahun 2010.
3. Penjualan Perusahaan:
5. Rutin atau tidaknya pembukuan transaksi
a. < dari Rp 100 juta, serta pelaporan keuangan dibuat, jika
b. Rp 100 juta – Rp 499 juta, menjawab “Rutin” mendapat poin 1 dan 0
c. Rp 500 juta – Rp 2.5 miliar,
untuk jawaban “Tidak”.
d. > dari Rp2.5 miliar
6. Standar akuntansi yang digunakan, jika menjawab pilihan jawaban “PSAK”, atau
Masing-masing pilihan jawaban diberi nilai “Aturan Perpajakan” atau “Lainnya”
1 untuk jawaban “a”, 2 untuk jawaban “b”, 3 mendapat poin 1, dan poin 0 untuk jawaban untuk “c”, dan “4” untuk “d”. Nilai dari ketiga
“Tidak Tahu”.
pertanyaan dijumlahkan dan berdasarkan
7. Komponen laporan keuangan yang akan hasil penjumlahan tersebut ukuran usaha
dibuat (terdapat 5 komponen laporan dikelompokkan menjadi kelompok usaha
keuangan). Dapat menjawab lebih dari 1 mikro untuk nilai antara 1 – 4, usaha kecil
pilihan dan masing-masing pilihan memiliki antara 5 – 8, dan untuk nilai > 9 tergolong
poin 1, dengan poin maksimal adalah 5. usaha menengah.
Poin yang didapat dari masing-masing
Lama Berdirinya Usaha (AGE)
pertanyaan tersebut dijumlahkan sehingga Lama berdirinya usaha menjadi salah satu
mendapat angka indeks kualitas laporan pertimbangan dalam penilaian suatu usaha keuangan.
baik oleh perbankan maupun investor, sebab Jumlah kredit yang diterima (CREDITSZ)
dari usia usaha ini dapat diketahui business Merupakan besarnya nilai kredit yang stage dari usaha tersebut beserta track record
diterima oleh pengusaha dari perbankan. dari usaha yang dijalani selama ini. Nilai 1 Poin yang diberikan pertanyaan ini adalah diberikan jika lama usaha adalah 1 tahun,
1 untuk kurang dari Rp10.000.000, 2 untuk kemudian 2 untuk lama usaha berdiri antara 1
Rp 10.000.001 – Rp 25.000.000), 3 untuk Rp 25.000.001 – Rp 50.000.000, 4 untuk Rp
tahun hingga 3 tahun, dan 3 untuk lama usaha 50.000.001 – Rp 100.000.000, serta 5 untuk berdiri lebih dari 3 tahun.
lebih dari Rp100.000.000.
10 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2012, Volume 9 - No. 1, hal 1 - 21
Jaminan Kredit (CLTRL)
didominasi lulusan SMA/SMK yakni Merupakan nilai aset yang dimiliki sebanyak 34 responden. Berdasarkan jenis
pengusaha yang dijadikan jaminan dalam usaha yang dijalankan, mayoritas responden pengajuan kreditnya. Poin yang diberikan bergerak dalam bidang perdagangan atau jual untuk jawaban atas pertanyaan ini adalah 1 beli yakni sebanyak 34 responden, kemudian bila tidak ada jaminan, 2 untuk jaminan kurang
delapan responden usahanya bergerak di bidang dari Rp10.000.000, 3 untuk Rp10.000.001 jasa, enam responden di bidang manufaktur,
– Rp25.000.000, 4 untuk Rp50.000.001 dan dua responden di bidang agrobisnis – Rp.100.000.001, dan 5 untuk lebih dari (pertanian). Jika dikelompokkan berdasarkan Rp100.000.000.
ukuran usahanya, 24 responden memiliki usaha yang tergolong sebagai kelompok usaha mikro,
Termin Kredit (TERM)
16 responden masuk ke dalam kelompok usaha Merupakan jangka waktu yang diberikan
kecil, dan 10 responden tergolong kelompok kepada UMKM untuk dapat membayar atau
usaha menengah. Untuk responden yang melunasi pinjaman kreditnya. Nilai yang
pernah mendapatkan kredit perbankan adalah diberikan atas jawaban dari pertanyaan ini
sebanyak 33 responden.
adalah 1 untuk termin kredit kurang dari 1 Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa varia-
tahun, 2 untuk termin kredit > 1 tahun hingga bel persepsi (SME_PERCEPT) pengusaha
3 tahun, dan 3 untuk termin kredit lebih dari 3 UMKM terhadap pentingnya laporan keuangan
tahun. menunjukkan 54% responden menjawab
laporan keuangan sangat penting. Hal ini Merupakan usaha yang dilakukan dari IAI menunjukkan secara umum UKM yang dan lembaga lainnya dalam proses sosialisasi menjadi responden mempunyai kebutuhan terkait SAK ETAP. Variabel ini diukur dari untuk menghasilkan laporan keuangan. Per- penjumlahan nilai dari jawaban yang diberikan
Informasi dan Sosialisasi (INFO)
sepsi pentingnya pembukuan dan pelaporan untuk pertanyaan berikut:
keuangan tersebut kemungkinan muncul dari
1. Memiliki pengetahuan sebelumnya terkait semakin besarnya kebutuhan untuk memiliki SAK ETAP , jika menjawab “Ya” mendapat
suatu laporan keuangan untuk berbagai tujuan poin 1, dan jika “Tidak” mendapat poin 0.
seperti persyaratan pengajuan kredit, evaluasi
2. Sumber informasi yang didapat terkait usaha, dan sebagai input untuk keputusan SAK ETAP. Terdapat 4 pilihan jawaban melakukan ekspansi usaha. Basri dan Nugroho (Seminar/Pelatihan, Internet, Buletin/ (2009) menyebutkan bahwa permasalahan Majalah, Lainnya (sebutkan). Setiap pilihan utama dari UKM berkaitan dengan manajemen jawaban atas pertanyaan ini mendapat poin 1. keuangan, pengajuan kredit, pelatihan keahlian
3. Apakah pernah mendapat sosialisasi tenaga kerja, pelatihan kewirausahaan dan atau pelatihan tentang SAK ETAP, jika lain-lain. Banyak dari pengusaha UMKM menjawab “Ya” maka mendapat poin 1 dan
mulai memperhatikan proses pembukuan dan
0 untuk jawaban “Tidak”. pelaporan keuangan untuk dapat mengatasi permasalahan manajemen keuangan serta kredit tersebut.
ANALISIS HASIL DAN
Namun dilihat dari variabel kualitas laporan
PEMBAHASAN
keuangan (REP_QUAL) terlihat kualitas laporan keuangan memiliki kisaran yang cukup
Sebaran sampel berdasarkan lokasi lebar dan nilai standar deviasi yang cukup
usahanya adalah sebanyak 42 responden berada tinggi, yang menunjukkan kualitas laporan
di wilayah Jabodetabek dan 8 reponden berada keuangan yang dihasilkan responden cukup
di Jawa (luar Jabodetabek). Pendidikan formal bervariasi. Lebih lanjut, berdasarkan variabel
terakhir yang ditempuh oleh para responden pemahaman SAK ETAP (SME_UNDERST)
Rizki Rudiantoro, Sylvia Veronica Siregar, Kualitas Laporan Keuangan UMKM serta… 11
Tabel 1 Statistik Deskriptif
Variabel 0 1 2 3 4 5
n/a CREDITSZ
SME_PERCEPT
6% SME_UNDERST
- EDU_LEV
- EDU_BACKG
REP_QUAL
SME_PERCEPT = persepsi pengusaha terkait pentingnya pelaporan keuangan, CREDITSZ = jumlah kredit yang diterima oleh UMKM, SME_UNDERST = pemahaman pengusaha UMKM terkait SAK ETAP, EDU_LEV = pendidikan terakhir responden, EDU_BACKG = latar belakang pendidikan responden, SIZE = ukuran perusahaan, AGE = lama usaha berdiri, CLTRL = jumlah jaminan untuk kredit yang diberikan oleh UMKM, TERM = jangka waktu kredit, INFO = tingkat informasi dan sosialisasi yang diterima oleh
pengusaha UMKM terkait penerapan SAK ETAP, REP_QUAL = kualitas laporan keuangan UMKM
terlihat bahwa 90% dari responden belum responden di luar akuntansi, ekonomi atau mengetahui dan belum paham mengenai SAK
manajemen, sehingga kemungkinan mereka ETAP. Kemungkinan penyebabnya adalah kurang paham atas pentingnya akuntansi dan karena tingkat informasi dan sosialisasi (INFO)
pelaporan keuangan.
SAK ETAP yang diterima mereka masih relatif 34% dari responden tidak mempunyai terbatas. 64% responden mengaku belum kredit dari perbankan. Sekitar 50% mempunyai pernah menerima sosialisasi dan informasi kredit dari bank dengan jumlah yang relatif yang memadai terkait SAK ETAP.
kecil, yaitu maksimal hanya sebesar Rp25 Berdasarkan jenjang pendidikan terakhir juta, dan mayoritas juga mempunyai nilai (EDU_LEV), mayoritas responden (60%) jaminan untuk kredit maksimal sebesar Rp25 berpendidikan SMA/SMK yang dapat juta.. Termin kredit (TERM) yang diberikan menyebabkan terbatasnya pengetahuan mereka oleh perbankan untuk UMKM yang menjadi mengenai perkembangan terakhir yang responden penelitian hanya sampai 3 tahun. mempengaruhi bisnis mereka, termasuk
Untuk melihat hubungan antar variabel, perkembangan standar akuntansi. 48% skala di Tabel 2 disajikan korelasi variabel di usaha responden adalah skala mikro, 32% skala
Model 1. Variabel persepsi (SME_PERCEPT) kecil, dan 30% merupakan UKM dengan skala
berkorelasi paling kuat dengan ukuran usaha menengah. Mayoritas responden (75%) sudah
(SIZE). Hal tersebut memberikan indikasi berdiri lebih dari 3 tahun, artinya mayoritas awal bahwa variabel yang berpengaruh kuat responden bukan perusahaan yang baru berdiri.
terhadap persepsi UKM mengenai SAK ETAP Variabel latar belakang pendidikan responden
adalah variabel ukuran usaha (SIZE). Dari (EDU_BACKG) menunjukkan mayoritas tabel korelasi terlihat tidak ada nilai korelasi responden memiliki latar belakang pendidikan
antar variabel independen yang lebih tinggi
12 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2012, Volume 9 - No. 1, hal 1 - 21
Tabel 2 Korelasi – Model 1
Variabel SME_PERCEPT
EDU_LEV
EDU_BACKG
SIZE AGE
SME_PERCEPT 1.00 0.13 0.18 0.67 *** -0.13 EDU_LEV
0.12 -0.31 ** EDU_BACKG
1.00 0.30 ** -0.20 SIZE
1.00 0.03 AGE
SME_PERCEPT = persepsi pengusaha terkait pentingnya pelaporan keuangan, EDU_LEV = pendidikan terakhir responden, EDU_BACKG = latar belakang pendidikan responden, SIZE = ukuran perusahaan, AGE = lama usaha berdiri
*** signiikan α = 1% (2-tailed) ** signiikan α = 5% (2-tailed)
Tabel 3 Korelasi – Model 2
Variabel CREDITSZ
REP_QUAL
SIZE
AGE
CLTRL TERM
0.08 0.96 *** 0.78 *** REP_QUAL
CREDITSZ = jumlah kredit yang diterima oleh UMKM, REP_QUAL = kualitas laporan keuangan UMKM, SIZE = ukuran perusahaan, AGE = lama usaha berdiri, CLTRL = jumlah jaminan untuk kredit yang diberikan oleh UMKM, TERM = jangka waktu kredit
*** signiikan α = 1% (2-tailed) ** signiikan α = 5% (2-tailed)
dari 0,80, sehingga tidak ada indikasi adanya besar responden memiliki jenjang pendidikan masalah multikolinearitas.
terakhir SMA/SMK, dengan latar belakang Korelasi model 2 (di Tabel 3) menunjukkan
pendidikan mayoritas non akuntansi. Hal inilah besarnya kredit yang diterima (CREDITSZ) yang kemungkinan menyebabkan jenjang berkorelasi positif signiikan dengan beberapa
pendidikan terakhir tidak mempengaruhi variabel independen antara lain: ukuran usaha persepsi mengenai pentingnya pembukuan. (SIZE), jaminan yang diberikan (CLTRL), dan
Variabel berikutnya adalah latar belakang termin kredit (TERM). Tabel 4 menunjukkan pendidikan pengusaha UMKM, yang tidak korelasi antar variabel dalam model 3. Variabel
berpengaruh terhadap persepsi pengusaha dependen SME_UNDERST hanya berkorelasi
UMKM (H1d ditolak). Hal ini mungkin secara signiikan dengan variabel INFO dan
disebabkan karena mayoritas latar belakang AGE. Dari tabel korelasi terlihat tidak ada nilai
pendidikan responden yang bukan berasal dari korelasi antar variabel independen yang lebih bidang akuntansi maupun ekonomi, sehingga tinggi dari 0,80, sehingga tidak ada indikasi tidak menganggap pembukuan penting adanya masalah multikolinearitas.
dilakukan secara teratur.
Hasil pengujian model 1 dapat dilihat Ukuran usaha (SIZE) berpengaruh di Tabel 5. Variabel jenjang pendidikan positif terhadap persepsi pengusaha UMKM terakhir (EDU_LEV) tidak berpengaruh (H1b tidak ditolak). Pengaruh yang positif positif terhadap persepsi yang terbentuk (H1a signiikan tersebut menunjukkan bahwa di ditolak). Hal ini kemungkinan karena sebagian
saat semakin tumbuh dan besarnya usaha
Rizki Rudiantoro, Sylvia Veronica Siregar, Kualitas Laporan Keuangan UMKM serta… 13
Tabel 4 Korelasi – Model 3
Variabel SME_UNDERST
INFO
EDU_LEV EDU_BACKG
SIZE AGE
SME_UNDERST
0.24 0.17 -0.02 -0.38 ** INFO
1.00 0.16 0.18 0.43 *** -0.06 EDU_LEV
0.12 -0.31 ** EDU_BACKG
1.00 0.30 ** -0.20 SIZE
1.00 0.03 AGE
SME_UNDERST = pemahaman pengusaha UMKM terkait SAK ETAP, INFO = tingkat informasi dan sosialisasi yang diterima oleh pengusaha UMKM terkait penerapan SAK ETAP, EDU_LEV = pendidikan terakhir responden, EDU_BACKG = latar belakang pendidikan responden, SIZE = ukuran perusahaan, AGE = lama usaha berdiri,
*** signiikan α = 1% (2-tailed) ** signiikan α = 5% (2-tailed)
Tabel 5 Hasil Regresi – Model 1
SME_PERCEPT i =α 1 +α 2 EDU_LEV i +α 3 EDU_BACKG i +α 4 SIZE i +α 5 AGE i +e i
0.0815 EDU_LEV
C 1.7666
0.4852 EDU_BACKG
0.0680 * Adjusted R Square
SME_PERCEPT = persepsi pengusaha terkait pentingnya pelaporan keuangan, EDU_LEV = pendidikan terakhir responden, EDU_BACKG = latar belakang pendidikan responden, SIZE = ukuran perusahaan, AGE = lama usaha berdiri
*** signiikan α = 1% * signiikan α = 10%
UMKM, maka pengusaha mulai memandang menjawab karena usaha mereka yang masih penting kebutuhan laporan keuangan tersebut.
sangat kecil ini belum membutuhkan hal Semakin besar usaha maka pemiliknya mulai
tersebut dan mereka masih dapat mengandalkan memikirkan pentingnya suatu pembukuan ingatan mereka dalam mengelola keuangannya. dan pelaporan keuangan untuk membantu
Variabel lama usaha berdiri (AGE) ber- dalam pengelolaan asset dan penilaian kinerja
pengaruh negatif signiikan. Hal ini berbeda keuangannya. Hasil kuesioner menunjukkan dengan dugaan awal bahwa lama usaha bahwa hanya sekitar 6% (3 responden) UMKM
berdiri berpengaruh positif terhadap persepsi yang belum melakukan pembukuan akuntansi
pengusaha (H1c ditolak). Kondisi tersebut dan penyusunan laporan keuangan meskipun menunjukkan bahwa semakin muda usia dalam bentuk yang sangat sederhana sekalipun
usaha justru akan membuat persepsi yang dan saat ditanyakan alasannya responden semakin baik terkait pentingnya pembukuan
14 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2012, Volume 9 - No. 1, hal 1 - 21
dan pelaporan usaha dan semakin lama usaha itu berdiri cenderung persepsi penting tersebut justru akan berpengaruh semakin kecil.
Menurut Anderson dan Eshima (2011), perusahaan yang lebih muda lebih cenderung mempunyai struktur organisasi yang lebih leksibel dan reaktif dibandingkan perusahaan yang lebih tua, dan juga lebih mempunyai sifat kewirausahaan yang lebih tinggi. Pada saat awal berdiri biasanya pengusaha mungkin lebih harus berusaha untuk melakukan berbagai hal (termasuk melakukan pencatatan dengan rapi agar dapat mengetahui kemajuan usahanya) agar dapat bertahan dan meningkatkan usahanya ke depan. Perusahaan yang baru berdiri juga masih pada tahap dengan potensi pendanaan internal yang masih terbatas sehingga lebih memerlukan akses ke sumber pendanaan eksternal (Mazanai dan Fatoki 2012). Laporan keuangan biasanya merupakan salah satu persyaratan untuk pengajuan kredit ke perbankan. Hal inilah yang kemungkinan menyebabkan persepsi dari UMKM yang lebih muda memandang pembukuan dan pelaporan keuangan sebagai hal yang lebih penting.
Hasil pengujian Model 2 disajikan di Tabel
6. Kualitas laporan keuangan UMKM tidak berpengaruh signiikan terhadap besaran kredit
yang diterimanya (H2a ditolak). Kemungkinan penjelasan hasil tersebut adalah karena laporan keuangan UMKM belum menjadi sumber informasi yang andal dan relevan bagi perbankan. Baas dan Schrooten (2006) menyatakan salah satu penyebab hampir di seluruh dunia UMKM mengalami kesulitan dalam mendapatkan kredit perbankan adalah adanya keterbatasan informasi bersifat Hard Information (yaitu laporan keuangan) dengan kualitas yang sesuai dengan standar perbankan yang mampu diberikan oleh UMKM. Kualitas laporan keuangan yang masih tergolong rendah tersebut menjadi kendala bagi pihak perbankan untuk dapat mengandalkan informasi keuangan yang terdapat dalam laporan keuangan tersebut.
Adanya keterbatasan hard information, kemungkinan menyebabkan perbankan akan lebih mengandalkan soft information, seperti assets-based lending (yaitu berdasarkan
aset-aset yang dimiliki UMKM yang dapat dijadikan jaminan kredit). Hal ini terbukti dari signiikannya pengaruh variabel CLTRL
(jaminan kredit) terhadap besaran kredit yang diterima UMKM (H2b tidak ditolak). Menurut hasil wawancara dengan salah satu staf bagian kredit di UKM Center FEUI, laporan keuangan dari pengusaha UMKM menjadi salah satu persyaratan administrasi yang seharusnya dipenuhi jika pengusaha hendak mengajukan kredit ke perbankan. Namun pengusaha UKM, terutama sektor mikro dan kecil, masih belum memiliki laporan keuangan yang dapat diandalkan sehingga dalam proses penentuan jumlah kredit yang diberikan akan ditentukan melalui faktor lain dengan bobot penilaian yang lebih besar dari ketersedian laporan keuangan, seperti hasil survei lapangan dari usaha yang dijalankan, yang meliputi penilaian aset tetap yang dimiliki serta kegiatan usaha secara langsung, dan juga lamanya termin kredit yang diajukan, serta jaminan yang diberikan oleh pengusaha.
Menurut salah satu responden, usahanya yang telah tergolong cukup besar dengan omzet usaha setahun mencapai lebih dari Rp. 250.000.000, namun sampai saat ini masih sangat sulit membuat laporan keuangan atas usahanya tersebut. Meskipun selama ini telah banyak yang memberikan pelatihan pembukuan akuntansi, namun karena keterbatasan pemahaman dan waktu untuk membuat pembukuan menyebabkan pembukuan tidak dilakukan secara teratur. Berkaitan dengan pinjaman bank yang diperolehnya, ia mengatakan bahwa laporan keuangan diperlukan sebagai persyaratan dalam pengajuan kreditnya, namun pada waktu itu ia dibantu oleh pihak lembaga pembina UKM untuk mempersiapkan semua kelengkapan administrasinya, termasuk laporan keuangan tiga bulan terakhir sehingga proses pengajuan kreditnya berjalan lancar dan mudah tanpa kendala.
Terdapat beberapa kendala yang di- alami oleh para pengusaha UMKM dalam menjalankan pembukuan akuntansinya. Kendala tersebut antara lain masalah kurang
Rizki Rudiantoro, Sylvia Veronica Siregar, Kualitas Laporan Keuangan UMKM serta… 15
rajinnya melakukan pembukuan, kesibukan usaha yang membuat pembukuan transaksinya menjadi sering terlupakan, hingga latar belakang pendidikan yang bukan berasal dari bidang akuntansi atau tata buku yang membuat pemahaman mereka menjadi terbatas. Jika pengusaha UMKM hendak mempekerjakan staf khusus akuntansi atau menggunakan software khusus akuntansi, bagi sebagian besar UMKM alternatif tersebut belumlah menjadi pilihan utama, mengingat biaya untuk mempekerjakan staf khusus atau membeli software akuntansi masih dirasa cukup memberatkan dan tidak sesuai dengan manfaat langsung yang akan diperolehnya. Mayoritas UMKM telah menjalankan proses pembukuan, seperti mendokumentasikan bukti transaksi seperti bon, kwitansi, faktur, dan juga telah melakukan proses pembukuan transaksi secara sederhana, seperti setiap penjualan barang yang dijual telah dicatat dalam catatan khusus. Mayoritas responden menyatakan pentingnya standar akuntansi untuk UMKM yang mampu membantu menghasilkan informasi yang lebih informatif serta dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan. Mereka menginginkan adanya perbaikan kualitas pembukuan dan
pelaporan keuangan yang ada saat ini supaya memberikan manfaat yang lebih besar bagi perkembangan usaha mereka.
Variabel ukuran usaha (SIZE) berpengaruh positif terhadap besarnya jumlah kredit yang diterimanya. Hal ini disebabkan karena perbankan seringkali memperhatikan ukuran usaha sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan jumlah kredit yang diberikan. Variabel lama usaha berdiri (AGE) berpengaruh
positif signiikan terhadap besarnya jumlah kredit yang diterima oleh pengusaha UMKM.
Perbankan akan lebih bersedia memberikan pinjaman yang lebih besar untuk perusahaan yang sudah cukup lama berdiri, karena risiko usahanya lebih kecil dibanding perusahaan yang baru berdiri. Adanya pengaruh positif
signiikan dari variabel SIZE dan AGE ini konsisten dengan Mac an Bhaird dan Lucey (2010). Sedangkan untuk variabel termin kredit
(TERM) berpengaruh negatif terhadap besaran kredit yang diterima, yang kemungkinan disebabkan karena semakin lama jangka waktu kredit menimbulkan tambahan risiko bagi pihak perbankan. Hubungan positif antara risiko peminjam dan jangka waktu kredit konsisten dengan penelitian Kirschenmann dan Norden (2010).
Tabel 6 Hasil Regresi – Model 2
CREDITSZ i =β 1 +β 2 REP_QUAL i +β 3 SIZE i +β 4 AGE i +β 5 CLTRL i +β 6 TERM i +e i
t-stat Sig.
C -0.6707
-2.2047 0.0328 REP_QUAL
-3.2009 0.0013 *** Adjusted R Square
CREDITSZ = jumlah kredit yang diterima oleh UMKM, REP_QUAL = kualitas laporan keuangan UMKM, SIZE = ukuran perusahaan, AGE = lama usaha berdiri, CLTRL = jumlah jaminan untuk kredit yang diberikan oleh UMKM, TERM = jangka waktu kredit
*** signiikan α = 1% * signiikan α = 10%
16 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2012, Volume 9 - No. 1, hal 1 - 21