Tabat Sebagai Usaha Bersama Masyarakat D

TABAT SEBAGAI USAHA BERSAMA MASYARAKAT DALAM UPAYA
PENCEGAH DEGRADASI LAHAN GAMBUT
DI TAMAN NASIONAL SEBANGAU, KALIMANTAN TENGAH

Oleh:
Eldy Indra Purnawan 1), Royda Dara Ertini Damanik 2), Petrisly Perkasa 3)
1) & 2)

Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya
3)

World Wildlife Fund (WWF)

Email: eldyindra.p@gmail.com
Canal blocking is a restoration method for reducing fire through the canal
channel closure, controling surface water in peatlands in order not to loose so fast.
Canal blocking is done in Sebangau National Park aims to improve hydrological
functions of peat swamp forest. With the canal blocking is expected to keep the
peat does not lose more water. Source of data writing scientific papers to know
the how much benefit was obtained in preventing the degradation of peat swamp
forest in the National Park Sebangau through canal blocking sourced from the

collection of secondary data, questionnaires and literature. The results show the
canal blocking activity, the impact of making the canal performed on waterlogged
peat would sweep dissolved carbon that affect the carbon balance. Drainage will
cause the oxidation of pyrite that produces sulfuric acid are toxic to plants that
affect the productivity of the land. Drainage will also lead to a decrease
(subsidence) the thickness of the peat and further affect the function of peatland
hydrology. Fluctuations in water level during the rainy season and dry season will
increase because of its ability to hold water decreases. Besides drainage will also
increase the chances of salt water intrusion from the sea.
Channel Canal blocking an attempt by aiming to hold the water in the canal
by making bulkhead in it. With the Canal blocking canals in peatlands will cause
the peat water is not released into the nearby river or to another location so that
the peat will be maintained as a wetland ecosystem as its original. Blocking the
canal or ditch is closed or make canal blocking on several fragments (upstream,
between the upstream-downstream, and downstream) canal. Canal blocking is
classified into several types or particular form that is permanent, semi-permanent,
and simple. In 2004, the channel wiping methods tested in one of the former canal
PT. Sanitra Sebangau Indah (SSI). This canal has dimensions of length 24 km,
with a depth of 4-6 m, and a width of 8-10 m. From the aspect of water
governance, WWF-Indonesia in cooperation with the Sebangau National Park

periodically to conduct groundwater monitoring. In the vicinity of the channel
SSI, there are 50 monitoring pipe mounted with a certain distance intervals on the
left and right block. Groundwater monitoring during the past four years shows
fluctuations in groundwater is relatively stable. Visually, various fast growing
pioneer plant cover areas previously barren.
Keywords: Peat swamp forest, Canal blocking, Water, Drainage

1

I. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Tanah gambut merupakan tanah yang terbentuk dari lapukan bahan organik

terutama dari tumpukan sisa-sisa jaringan tumbuhan di masa lampau. Pada tahap
awal, proses pengendapan bahan organik terjadi di daerah depresi atau cekungan
di belakang tanggul sungai. Dengan adanya air tawar dan air payau yang
menggenangi daerah depresi, proses dekomposisi bahan organik menjadi sangat

lambat. Selanjutnya secara perlahan-lahan terjadilah akumulasi bahan organik,
yang akhirnya terbentuk endapan gambut dengan ketebalan yang bervariasi,
bergantung pada keadaan topografi tanah mineral di bawah lapisan gambut
(Widjaja-Adhi et al. 2000; Subagjo 2006).
Dilihat dari proses dekomposisi tanah gambut yang sangat lambat, tentunya
dapat dipastikan jika tanah gambut mengalami degradasi yaitu penurunan kualitas
tanah, dalam arti menghilangnya satu atau lebih fungsi tanah disebabkan aktifitas
manusia (Blumm, 1988 dalam van Lynden, 2000) tentunya akan menghabiskan
waktu yang sangat lama untuk mengembalikan keadaan tanah gambut seperti
semula.
Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu
sekitar 21 juta ha, yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua (BB
Litbang SDLP, 2008). Pada Pulau Kalimantan, khususnya provinsi Kalimantan
Tengah seluas tiga juta Ha adalah lahan gambut yang berpusat di daerah Taman
Nasional Sebangau Kalimantan Tengah.
Salah satu penyebab degradasi lahan gambut di Taman Nasional Sebangau
(TN Sebangau) adalah kanal-kanal yang dibangun oleh masyarakat untuk
mempermudah akses

pemanfaatan sumberdaya alam yang ada di dalamnya.


Pembuatan kanal-kanal tersebut berdampak negatif karena juga berfungsi sebagai
drainase bagi kawasan lahan rawa gambut, yang selanjutnya menyebabkan
perubahan kondisi hidrologis alami kawasan tersebut. Masyarakat sekitar harus
dituntun untuk mengetahui, menyadari, dan menanggulangi bersama degradasi
lahan gambut ini demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

2

Solusi yang sangat memungkinkan untuk menanggulangi degradasi lahan gambut
ialah

dengan

mernutup

kanal-kanal

yang


ada

dengan

mengupayakan

pembangunan tabat di setiap kanal agar permukaan air dan muka air tanah yang
berada di lahan gambut tidak mengalami penurunan yang signifikan pada musim
kemarau yang dapat menyebabkan lahan gambut mengalami kekeringan.

1.2

Rumusan Masalah
Dengan mempertimbangkan latar belakang masalah yang telah diuraikan,

maka dapat dirumuskan masalah dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut:
“Bagaimana cara menanggulangi masalah degradasi di lahan gambut dengan
upaya pembuatan tambat yang dilakukan bersama masyarakat di wilayah TN
Sebangau Kalimantan Tengah.”
1.3


Tujuan

a. Mendeskripsikan penyebab terjadinya degradasi pada lahan gambut di
kawasan Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah.
b. Memberikan pengetahuan dan informasi tentang manfaat tabat sebagai upaya
restorasi lahan gambut di kawasan Taman Nasional Sebangau, Kalimantan
Tengah.
c. Menjadikan upaya pembangunan tabat sebagai salah satu solusi untuk
menanggulangi degradasi lahan gambut.
d. Mendorong kesadaran dan keinginan masyarakat dalam upaya rehabilitasi
lahan gambut demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
1.4

Manfaat
Manfaat yang diharapkan dalam karya tulis ilmiah ini ialah masyarakat

mengetahui dampak dari degradasi lahan gambut dan upaya restorasi di lahan
gambut


terdegradasi akibat adanya pembuatan kanal-kanal di lahan gambut.

Melalui karya tulis ini masyarakat mampu memahami upaya yang dilakukan
untuk menanggulangi bersama degradasi lahan gambut demi kelestarian
lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

3

II. TELAAH PUSTAKA

2.1 Tanah Gambut
Tanah gambut adalah tanah-tanah yang jenuh air, tersusun dari bahan tanah
organik berupa sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang telah melapuk
dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Dalam sistem klasifikasi taksonomi tanah,
tanah gambut disebut Histosols (histos, tissue: jaringan) atau sebelumnya bernama
Organosols (tanah tersusun dari bahan organik). Tanah gambut selalu terbentuk
pada tempat yang kondisinya jenuh air atau tergenang, seperti pada cekungancekungan daerah pelembahan, rawa bekas danau, atau daerah depresi atau basin
pada dataran pantai di antara dua sungai besar, dengan bahan organik dalam
jumlah banyak yang dihasilkan tumbuhan alami yang telah beradaptasi dengan
lingkungan jenuh air. Penumpukan bahan organik secara terus menerus

menyebabkan lahan gambut membentuk kubah (peat dome). Aliran air yang
berasal dari hutan gambut bersifat asam dan berwarna hitam atau kemerahan
sehingga di kenal dengan nama ‘sungai air hitam’ (Tim Sintesis Kebijakan, 2008).
2.2 Kanal
Kanal merupakan suatu istilah istilah umum yang sering digunakan terhadap
suatu alur galian tanah atau lahan, memiliki ukuran panjang dan merupakan hasil
aktifitas dari manusia (Awang,2006). Dampak pembuatan kanal yang dilakukan
terhadap lahan gambut yang tergenang akan menghanyutkan karbon terlarut
sehingga mempengaruhi kesetimbangan karbon. Drainase yang terus berlanjut ini
akan menyebabkan terjadinya oksidasi pirit yang menghasilkan asam sulfat
beracun bagi tanaman sehingga mempengaruhi produktivitas lahan. Drainase juga
akan menyebabkan penurunan (subsidence) ketebalan lahan gambut dan
selanjutnya mempengaruhi fungsi hidrologi lahan gambut. Fluktuasi tinggi muka
air pada musim hujan dan musim kemarau akan meningkat karena
kemampuannya ndalam menampung air menurun. Disamping itu drainase juga
akan memperbesar peluang intrusi air bergaram dari laut (Murdiyarso Daniel dkk,
2004).

4


2.3 Taman Nasional Sebangau
Tatabatas kawasan Taman Nasnal Seangau berdasarkan SK Mentri
Kehutanan No.SK423/Menhut/II/2004. Pada tanggal19 Oktober 2004 dengan luas
±568.700 ha (Balai Taman Nasiona Sebangau, 2008). Taman nasional sebangau
adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan
sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi alam, yang mempunyai
fungsi sebagai berikut:
a. Kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan.
b. Kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa.
c. Kawasan pemanfaatan secara lestari potensi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya.
Pengelolaan taman nasional dapat memberikan manfaat antara lain :
a. Ekonomi, dapat dikembangkan sebagai kawasan yang mempunyai nilai
ekonomis, sebagai contoh potensi terumbu karang merupakan sumber yang
memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi sehingga membantu
meningkatkan pendapatan bagi nelayan, penduduk pesisir bahkan devisa
negara.
b. Ekologi, dapat menjaga keseimbangan kehidupan baik biotik maupun abiotik
di daratan maupun perairan.

c. Estetika, memiliki keindahan sebagai obyek wisata alam yang dikembangkan
sebagai usaha pariwisata alam / bahari.
d. Pendidikan dan penelitian, merupakan obyek dalam pengembangan ilmu
pengetahuan, pendidikan dan penelitian.
Keanekaragaman sumber daya alam kawasan konservasi baik di darat
maupun di perairan memiliki jaminan untuk dimanfaatkan secara batasan bagi
kehidupan yang lebih baik untuk generasi kini dan yang akan datang. Pengelolaan
Taman Nasional Sebangau didasarkan atas sistem zonasi, yang dapat dibagi atas :
Zona inti, Zona pemanfaatan dan Zona rimba. Menurut penelitian yang dilakukan
pada tahun 2007, terdapat 150 spesies mamalia, spesies mamalia tersebut
termasuk orang hutan yang ditemukan di hutan sebangau. Sebuah penelitian pada

5

tahun 2002 mengidentifikasikan 35 spesies ikan dan 166 spesies flora dengan 7
hutan dengan tipe: hutan sungai, hutan rawa campuran, huran transisi, hutan tiang
rendah, hutan tiang tinggi, hutan granit. Telah diperkirakan bahwa 6.900
orangutan tinggal di daerah ini. Namun, survei yang dilakukan oleh WWF pada
tahun 2006 memperkirakan populasi orangutan di Taman Nasional Sebangau
berjumlah 9.063.

2.4 Hidrologi
Sebuah hutan rawa gambut yang masih berfungsi sebagai resevoir air,
karbon dan keanekaragaman hayati. Pada umumnya tingkat air tanah yang dekat
dengan permukaaan tanah, karbon dihasilkan pada rata-rata sekitar 1mm total
gambut per tahun dan area iki kaya akan flora dan fauna, termasuk orangutan
yang langka. air yang mengalir dari lahan gambut ini berwarna hitam karena
tingginya tingkat asam humat dan fulvat, polivenol dan jenis lainnya yang berasal
dari dekomposisi bahan organik.
Gambut di utara Sebangau. Di setiap tahunnya tingkat air tanah tetap dalam
jangkauan pada permukaan tanah sampai 40 cm di bawah tanah dan tingkat air
tanah ini mencerminkan pola curah hujan dengan musim hujan dan kemarau pada
waktu tahun kekeringan EL Nino, tingkat air tanah mengalami penurunan hingga
100 cm dibawah permukaan tanah setelah tingkat air tanah mengalami penurunan
dibawah permukaan tanah, oksigen memasuki penampang tanah dan proses
oksidasi gambut dimulai. Semakin dalam tingkat air tanah, semakin tinggi tingkat
oksidasi. Seperti yang di tunjukan dalam tingkat air tanah di hutan rawa gambut
juga naik turun dengan hasil menyatakan bahwa selama periode musim kemarau
gambut beroksidasi sementara selama periode musim hujan terakumulasi.
Keterkaitan antara gambut dan air dipelajari dengan menggunakan
pendekatan pemodelan hypedological untuk lahan gambut yang relatif utuh dan
lahan gambut yang terdegradasi di Kalimantan Tengah, Indonesia. Cara mudah
untuk mengamati tingkat humification gambut berdasarkan petunjuk yang benar
untuk penilaian yang lebih sulit untuk mengukur konduktivitas hidrolik jenuh
dengan sistem hidrolik acrotelm-catotelm. idealnya untuk mencegah penurunan
air tanah dan api, tingkat air tanah harus dipertahankan antara 40 cm di bawah dan

6

100 cm di atas permukaan gambut. Penghitungan Tingkat air tanah pada tahun
yang berbeda dan selama berbulan-bulan yang berbeda dalam satu tahun
menunjukkan bahwa tingkat ini bisa turun lebih dalam lagi, kemudian dari
ambang kritis 40 cm di bawah permukaan gambut dan sementara banjir lebih dari
100 cm diatas permukaan juga diamati. Pada bulan juli 1997, adalah tahun
kemarau EL Nino daerah yang tingkat air tanah yang mendalam di hitung
bertepatan dengan daerah yang terbakar seperti yang terdeteksi dari citra radar.
Gambut relatif utuh menunjukkan ketahanan terhadap gangguan integritas
hidrologi dan sedangkan lahan basah terdegradasi yang rentan terhadap
kebakaran. Pemodelan hydropedological mengidentifikasikan daerah-daerah
dengan potensi restorasi yang baik berdasarkan prediksi kedalaman banjir dan
durasi.
2.5 Penyekatan Parit atau Penabatan
Penyekatan parit atau penabatan merupakan kegiatan-kegiatan yang
bertujuan untuk menahan air di dalam parit atau saluran dengan membuat sekat di
dalamnya. Dengan adanya penyekatan saluran/parit di lahan gambut akan
menyebabkan air gambut tidak terlepas xke sungai atau ke lokasi lain disekitarnya
sehingga gambut akan tetap dapat dipertahankan sebagai suatu ekosistem lahan
basah sebagaimana sifatnya semula. Di Kalimantan Tengah kegiatan penyekatan
dikenal pula dengan sebutan menabat (dari kata dasar TABAT), sedangkan di
Sumatera disebut menebat (kata dasar TEBAT). Jadi dalam hal ini menyekat
parit/saluran bukan berarti bahwa seluruh volume parit/saluran ditimbun kembali.
Penyekatan saluran air adalah salah satu cara untuk menaikan permukaan air tanah
terutama pada musim kemarau. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga
kelembaban tanah sekitarnya dan sekaligus mencegahnya dari bahaya kebakaran.
Saat kelembaban gambut dapat dipertahankan, kondisi tersebut akan memberikan
kesempatan tanaman di sekitar tumbuhan (Suryadiputra dkk, 2005).

7

III.

ANALISIS DAN SINTESIS

Dampak pembuatan kanal yang dilakukan terhadap lahan gambut yang
tergenang akan menghanyutkan karbon terlarut sehingga mempengaruhi
kesetimbangan karbon. Drainase yang terus berlanjut ini akan menyebabkan
terjadinya oksidasi pirit yang menghasilkan asam sulfat beracun bagi tanaman
sehingga mempengaruhi produktivitas lahan. Drainase juga akan menyebabkan
penurunan (subsidence) ketebalan lahan gambut dan selanjutnya mempengaruhi
fungsi hidrologi lahan gambut. Fluktuasi tinggi muka air pada musim hujan dan
musim kemarau akan meningkat karena kemampuannya dalam menampung air
menurun. Disamping itu drainase juga akan memperbesar peluang intrusi air
bergaram dari laut (Murdiyarso dkk, 2004).
Penabatan kanal atau atau parit merupakan upaya yang dilakukan bertujuan
untuk menahan air di dalam parit atau saluran dengan membuat sekat di
dalamnya. Dengan adanya penabatan kanal atau parit di lahan gambut akan
menyebabkan air gambut tidak terlepas ke sungai atau ke lokasi lain disekitarnya
sehingga gambut akan tetap dapat dipertahankan sebagai suatu ekosistem lahan
basah sebagaimana sifatnya semula. Penyekatan kanal atau parit adalah menutup
atau menabat kanal pada beberapa fragmen (hulu, antara hulu-hilir, dan hilir) parit
atau kanal. Tabat dikelompokan dalam beberapa tipe atau bentuk tertentu yaitu
Permanen, semi permanen, dan sederhana. Adapun tujuan penyeketan kanal
adalah sebagai berikut :
a.

Tujuan Jangka Pendek
Mengurangi laju aliran air serta mencegah terjadinya penurunan permukaan

air tanah pada lahan gambut, sehingga diharapkan tidak terjadi kekeringan pada
musim kemarau yang akan mengakibatkan terjadinya kebakaran.
b.

Tujuan Jangka Panjang
Terciptanya kondisi lingkungan lahan dan hutan rawa gambut yang dapat

menjamin kelangsungan hidup keanekaragaman hayati disekitarnya. Memperbaiki
siklus hidrologi sehingga mengurangi resiko banjir pada musim hujan.

8

c.

Tujuan Sosial ekonomi
Penabatan akan menghasilkan satuan volume air pada musim kemarau

sehingga parit-parit yang akan ditabat juga diharapkan akan menjadi kolam ikan
(beje) alami, dan pada musim hujan akan berfungsi sebagai perangkap ikan.
Tahun 2004, metode penyekaan saluran diuji coba di salah satu kanal bekas PT.
Sanitra Sebangau Indah (SSI). Kanal ini memiliki dimensi panjang 24 Km,
dengan kedalaman 4-6 m, dan lebar 8-10 m. Dari aspek tata kelola air, WWFIndonesia bekerjasama dengan Balai Taman Nasional Sebangau secara periodik
untuk melakukan pemantauan air tanah. Di sekitar saluran SSI, terdapat 50 pipa
monitoring yang dipasang dengan interval jarak tertentu disisi kiri dan kanan
tabat. Pemantauan air tanah selama empat tahun terakhir menunjukan fluktuasi air
tanah yang relatif stabil. Secara visual, berbagai tumbuhan pionir dengan cepat
tumbuh menutupi areal yang sebelumnya gersang (Maya T, 2009).
Hingga tahun 2011, bersama-sama dengan masyarakat, Balai Taman
Nasional Sebangau dan WWF-Indonesia melakukan upaya restorasi fungsi
hidrologis di kawasan Taman Nasional Sebangau dengan penabatan kanal-kanal
di area proyek yang meliputi kawasan sub-DAS Bakung, Rasau dan Bangah.
Kegiatan restorasi ini diharapkan mampu mengurangi laju pengurangan air
gambut di permukaan air tanah agar aman dari bahaya api dan emisi karbon dari
kawasan tersebut. Penabatan dilakukan dengan membangun sejumlah tabat
dengan berbagai tipe, yaitu tipe simple, semi permanen dan permanen. Terdapat
pula 224 pipa monitoring yang dipasang pada sisi kiri dan kanan saluran untuk
mengukur pengaruh tabat terhadap kondisi areal sekitar. Pada Gambar 1.1
terdapat peta posisi tabat terbangun di sub-DAS Bakung.

9

Gambar 1.1 Peta posisi tabat terbangun di sub-DAS Bakung

Pada kawasan sub-DAS Bakung tabat dibangun pada tahun 2010 sejumlah
140 buah dam. Lokasi dam-dam ini telah dipetakan dengan baik, lengkap dengan
titik koordinatnya. Untuk menjaga fungsinya, pengecekan telah dilakukan secara
rutin untuk melihat kondisi akhir dari tabat-tabat tersebut.

10

Gambar 1.2 merupakan peta posisi tabat terbangun di sub-DAS Rasau.

Gambar 1.2 Peta posisi tabat terbangun di sub-DAS Rasau
Tabat-tabat yang dibangun di sub-DAS Rasau dibangun pada tahun 2011,
dibangun

sejumlah

mempertahankan

144

ketinggian

buah.
air

Tabat-tabat
dan

muka

ini
air

dimaksudkan
tanah

sehingga

untuk
dapat

meminimalisasi terjadinya emisi karbon dari kawasan tersebut. Sedangkan pada

11

Gambar 1.3 merupakan terdapat peta posisi tabat terbangun di sub-DAS
Bangah.

Gambar 1.3 Peta posisi tabat terbangun di sub-DAS Bangah

Tabat yang dibangun pada tahun 2009 di sub-DAS Bangah berjumlah 147
buah di sub-Das Bangah dibangun 2009, jadi total tabat yang dibangun di tiga
sub-DAS Bakung, Rasau dan Bangah sebanyak 431 buah tabat. Hasil pengecekan
terakhir yang dilakukan antar bulan Juni sampai dengan Juli 2013 mendapati
bahwa telah terjadi kerusakan tabat di berbagai lokasi kegiatan proyek, dengan
rentang kerusakan mulai dari rusak sedang (moderately damage) sampai dengan
kondisi rusak berat (severely damage). Beberapa tabat masih dalam kondisi baik
(good). Jumlah tabat dari masing jenisnya (simple, permanen dan semi-permanen)
dan kondisi kerusakannya secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 1.

12

Tabel 1. Lokasi, tipe Tabat dan kondisi kerusakannya
Lokasi dan Tipe
Tabat
Sub-DAS Sei Bakung
(2010)
Simple
Semi-permanent
Permanent
Total
Sub-DAS Sei Rasau
(2011)
Simple
Semi-permanent
Permanent
Total
Sub-DAS Sei Bangah
(2009)
Simple
Semi-permanent
Ermanent
Total

Tingkat Kerusakan Tabat
Moderately
Severely
Good
Tabatage
Tabatage

Total
Tabat

0
0
0
0 (0%)

35
4
2
41 (29.29%)

94
4
1
99 (70,71%)

129
8
3
140

13
18
4
35 (24,31%)

0
0
0
0 (0%)

44
59
6
109 (75,69%)

57
77
10
144

63
0
3
66 (44.89%)
274
(63.57%)

139
0
8
147

64
12
0
0
3
2
67 (45.58%) 14 (9.52%)
102
55
Total Tabat
(23.67%)
(12.76%)
Sumber: WWF Indonesia-Kalimantan Tengah (2014)

431

Terkait tingginya jumlah kerusakan tabat pada masing-masing sub-DAS
yaitu Bakung, Rasau dan Bangah. Maka rekomendasi jenis perbaikan yang
dilakukan adalah redesain tabat yang meliputi perkuatan tebing dan pembuatan
jalur pelimpah (Spillway) yang bisa dilewati perahu tradisional (kelotok).
Hasil diskusi formal dengan masyarakat termasuk pemilik kanal dan
pengelola sungai di masing-masing sub-DAS memperlihatkan bahwa mereka
memiliki kepedulian terhadap upaya kanal bloking dan ingin dilibatkan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung mereka ingin terlibat di
dalam membangun tabat-tabat yang sudah direncanakan. Keterlibatan ini mereka

13

yakini akan dapat memberikan nilai tambah ekonomi bagi rumah tangga mereka.
Keterlibatan secara tidak langsung terlihat dari kemauan mereka untuk
mengadakan dialog atau diskusi untuk membahas rencana pembangunan tabattabat tersebut.
Namun disisi lain ada ke khawatiran bahwa pembuatan tabat-tabat tersebut
akan mempersulit akses mereka untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan yang
ada diareal pembangunan tabat tersebut, sehingga masyarakat ingin diyakinkan
bahwa desain tabat dibuat sedemikian rupa agar akses ke dalam areal proyek tidak
terganggu. Untuk itu upaya yang terus menerus diperlukan untuk meyakinkan
masyarakat bahwa kanal bloking merupakan upaya untuk memperbaiki kawasan
gambut yang telah terdegradasi yang akan memberikan manfaat jangka panjang
bagi kehidupan masyarakat disekitar kawasan proyek.

14

IV. SIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1

Kesimpulan
Pembuatan parit atau kanal menyebabkan terganggunya ekosistem hidroogi

kawasan hutan dan lahan gambut karena menyebabkan air yang ada di dalam
ekosistem lahan gambut secara cepat keluar dan daya tampung air menjadi kecil
serta muka air tanah mengalami penurunan drastis. Dan apabila hal ini terus
berlansung, kawasan Taman Nasional Sebangau akan mengalami berbagai
persoalan lingkungan hidup yang cukup serius seperti kebakaran hutan,punahnya
flora fauna, sedimentasi, penurunan kualitas air serta hilangnya lapisan tanah
gambut. Dengan adanya penyekatan saluran/parit di lahan gambut akan
menyebabkan air gambut tidak terlepas ke sungai atau ke lokasi lain disekitarnya
sehingga gambut akan tetap dapat dipertahankan sebagai suatu ekosistem lahan
basah sebagaimana sifatnya semula.Penyekatan saluran air adalah salah satu cara
untuk menaikan permukaan air tanah terutama pada musim kemarau. Hal tersebut
dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah sekitarnya dan sekaligus
mencegahnya dari bahaya banjir dan kebakaran.
Masyarakat sekitar mampu mengawali langkah selanjutnya dalam
pengelolaan Lahan Gambut serta menanggulangi bersama degradasi lahan
gambuti demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
4.2

Rekomendasi
Berdasarkan analisis, dari hasil kegiatan penabatan yang telah dilakukan di

sub-DAS Bakung, Rasau dan Bangah, ada beberapa rekomendasi yang dapat
disampaikan sebagai berikut:
a. Untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal, pada saat pembangunan dan
perbaikan tabat, hendaknya masyarakat lokal yang ada dimasing-masing subDAS dilibatkan.
b. Perlu upaya sosialisasi yang terus menerus kepada masyarakat setempat untuk
meyakinkan bahwa upaya kanal bloking merupakan upaya konservasi atau
perbaikan dan perlindungan kawasan lahan gambut yang akan memberikan
tabat jangka panjang yang positif bagi kehidupan masyarakat setempat.

15

DAFTAR PUSTAKA

Awang, San.2006. Perencanaan Kolaborasi Taman Nasional Sebangau, analisis
konsep dan kegiatan. Kalimantan Tengah. WWF-Indonesia. Hal 23.
Balai Taman Nasional Sebangau,2008. Rencana Pengelolaan Taman Nasional
Sebangau. ISBN : 978-979-18721-0-2. Kalimantan Tengah. Departemen
Kehutanan Palangka Raya. Hal 3.
Maya, T.2009. Penyekatan Saluran/Parit di Ekosistem Gambut Sebangau. WWF
Indonesia. Hal 4.
Mudiyarso,D.,Upik Rosalina,Kurniatun Hairiah,Lili Muslihat,I N.N. Suryadiputra
dan Adi Jaya. 2004. Petunjuk Lapangan : Pendugaan Cadangan Karbon
pada Lahan Gambut. Proyek Climate Change, Forest and Peatlands in
Indonesia. Bogor. Indonesia.Wetlands International- Indonesia Programme
dan Wildlife Habitat Canada. Hal 5.
Suryadiputra, I N.N., Alue Dohong, Roh, S.B. Waspodo, Lili Muslihat, Irwansyah
R. Lubis, Ferry Hasudungan, dan Iwan T.C. Wibisono.2005. Panduan
Penyekatan Parit dan Saluran di Lahan Gambut Bersama Masyarakat.
Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands
International – Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor.
Hal 11.
Tim Sintesis Kebijakan. 2008. Pemanfaatan dan Konservasi Ekosistem Lahan
Rawa Gambut di Kalimantan. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian. Vol
1(2): 149-156
Widjaja-Adhi, I P.G., D.A Suriadikarta, M.T. Sutriadi, I G.M. Subiksa, dan I W.
Suastika. 2000. Dalam Suriadikarta dan Sutriadi. 2007. Jenis-Jenis Lahan
Berpotensi untuk Pengembangan Pertanian di Lahan Rawa. Jurnal Litbang
Pertanian. Vol 26(3): 115-122
WWF Indonesia-Kalimantan Tengah. 2014. Survey Lapangan Kondisi Fisik Dam
Terbangun dan Posisi Dam Rencana Di Kawasan Pilot Percontohan Bio
Karbon Di Kawasan Taman Nasional Sebangau Kalimantan Tengah. 2014.
Hal 5.

16