STUDI AKSESIBILITAS PERKOTAAN BAGI PENGG
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Kajian Perancangan Arsitektur
STUDI AKSESIBILITAS PERKOTAAN
BAGI PENGGUNA KURSI RODA
DI HALTE DAN BUS TRANSJAKARTA
Dosen : Ir. Petrus Rudi Kasimun, M. Ars.
Pembimbing : Ir. Franky Liauw, M.T.
STEFANIE
315140064
Fakultas Teknik
Jurusan Arsitektur
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga laporan penelitian ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga
penulis mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari banyak pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan penelitian melalui sumbangan kritik dan
saran yang membantu khususnya Bapak Petrus Rudi Kasimun selaku dosen mata
kuliah Kajian Perancangan Arsitektur, Bapak Franky Liauw selaku pembimbing
mata kuliah Kajian Perancangan Arsitektur, dan semua Bapak/Ibu yang sudah
bersedia menjadi sumber.
Harapan penulis dalam pembuatan laporan penelitian ini adalah dapat
menambah pengetahuan yang berguna bukan hanya untuk penulis namun juga
untuk orang – orang sekitar yang membutuhkan termasuk bagi pengguna kursi
roda sendiri. Lewat penelitian ini diharapkan dapat menemukan solusi dan
konsep desain sarana dan prasarana transportasi di perkotaan terutama di
fasilitas Bus Transjakarta yang sesuai dan ramah bagi pengguna kursi roda.
Karena keterbatasan pengetahuan, waktu, sumber daya informasi,
maupun pengalaman, penulis meyakini masih banyak terdapat banyak
kekurangan dalam pembuatan laporan penelitian ini. Penulis mohon maaf jika
terdapat kesalahan data, penulisan, maupun jika ada tulisan yang kurang
berkenan. Semoga pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun demi kelengkapan laporan penelitian ini. Terima kasih.
Jakarta, Maret 2017
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................1
1. Latar Belakang ........................................................................................1
2. Rumusan Masalah ..................................................................................4
3. Tujuan Penelitian ....................................................................................4
4. Manfaat Penelitian .................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI DAN PUSTAKA ...................................................................6
1. Prakarta ..................................................................................................6
2. Landasan Teori ........................................................................................7
3. Studi Kasus ............................................................................................13
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................................19
1. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................19
2. Jenis Penelitian .....................................................................................19
3. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................20
a. Waktu ........................................................................................20
b. Tempat ......................................................................................20
4. Tema Penelitian ...................................................................................20
5. Hipotesis ..............................................................................................20
6. Variabel Penelitian ..............................................................................20
a. Variabel Terikat .........................................................................20
b. Variabel Bebas ..........................................................................20
c. Variabel Kontrol ........................................................................20
7. Populasi dan Sampel ...........................................................................21
8. Kerangka Berpikir ................................................................................21
ii
9. Kerangka Penelitian .............................................................................21
10. Kerangka Konsep .................................................................................22
11. Langkah – Langkah Penelitian .............................................................22
BAB IV HASIL PENELITIAN ......................................................................................25
1. Data .......................................................................................................25
2. Hasil ......................................................................................................26
3. Pembahasan .........................................................................................28
BAB V PENUTUP ....................................................................................................37
1. Kesimpulan ...........................................................................................37
2. Saran .....................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... iv
iii
BAB I PENDAHULUAN
Abstrak
Proposal penelitian ini dibuat untuk mengangkat kepedulian kita
terhadap orang – orang penyandang disabilitas terutama pengguna kursi roda
dalam masalah fasilitas perkotaan yang masih kurang memadai bagi mereka.
Lewat penelitian ini, penulis ingin menemukan solusi konsep desain yang nyaman
dan aman bagi pengguna kursi roda terutama pada moda transportasi Bus
transjakarta. Metode penelitian ini akan diukung oleh studi literatur dari buku
dan jurnal serta studi lapangan seperti observasi dan wawancara. Hasil dari
penelitian ini akan terbentuk suatu solusi baru untuk konsep desain pada Halte
dan Bus transjakarta yang memadai bagi pengguna kursi roda. Setelah hasil ini
didapatkan, penulis berharap solusi tersebut dapat diapliaksikan untuk
memudahkan aksesibilitas pengguna kursi roda di kawasan perkotaan.
Kata kunci : kursi roda, aksesibilitas, halte, Bus Transjakarta.
1. Latar Belakang
Sebagai salah satu faktor penting dalam siklus kehidupan Jakarta, sarana
dan prasarana transportasi di Jakarta masih jauh dari standar yang berlaku.
Masih banyak ditemukan lubang di jalanan, trotoar yang hancur, jembatan
penyebrangan yang tidak dapat dilalui penyandang disabilitas, halte yang
tidak memiliki penutup/atap, maupun hal – hal lainnya. Hal ini menyebabkan
aksesibilitas mereka terganggu, terutama bagi penyandang disabilitas yang
memiliki keterbatasan fisik.
Tidak semua warga Jakarta menggunakan mobil dan motor pribadi,
sehingga banyak juga dari mereka yang memilih menggunakan transportasi
umum. Salah satu transportasi umum yang paling banyak digunakan oleh
warga Jakarta adalah Bus Transjakarta. Hal ini dikarenakan harganya yang
1
sangat murah dan aksesnya yang sangat luas meliputi hampir seluruh Jakarta
dan bahkan sekarang meluas ke daerah JABODETABEK.
Dengan luasnya jangkauan dan murahnya biaya dari Bus Transjakarta,
begitu banyak warga Jakarta menggunakan transportasi ini sebagai penunjang
kebutuhan mereka sehari – hari seperti kerja, sekolah, wisata, dan lain – lain.
Namun tidak semua orang dapat menggunakan sarana dan prasarana
perkotaan terutama fasilitas Bus Transjakarta. Orang – orang inilah yang kita
sebut sebagai penyandang disabilitas.
Jumlah penyandang disabilitas di Indonesia menurut data dari
Kementerian Sosial RI (tahun 2011) mencapai 3,11%, atau sebesar 6,7 juta
jiwa. Menurut Kementerian Kesehatan RI, jumlah penyandang disabilitas jauh
lebih besar lagi, yaitu 6% dari total populasi penduduk Indonesia. Akan tetapi,
bila mengacu pada standar Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) yang lebih
ketat, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 10 % dari total
penduduk atau sekitar 24 juta jiwa.
Kesimpulan dari Pendataan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS) Penyandang Cacat Berdasarkan Klasifikasi ICF Departemen Sosial RI
dan Surveyor Indonesia (2008) adalah jumlah penyandang disabilitas tertinggi
terdapat dalam usia 18 – 60 tahun (umur produktif) dan jenis kecacatan yang
paling banyak dialami adalah sebagai berikut : cacat kaki sekitar (21.86 %),
cacat mental retardasi (15.41 %), dan cacat bicara (13.08 %).
DKI Jakarta, sebagai ibukota dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,
haruslah mampu menjadi contoh bagi daerah – daerah lain dalam memenuhi
kebutuhan bagi pengguna – pengguna kursi roda ini. Sayangnya, pemerintah
maupun masyarakat masih belum dapat bekerja sama untuk membantu
saudara – saudara kita yang memiliki kekurangan. Kita masih memiliki stigma
yang buruk bagi mereka yang menggunakan kursi roda.
2
Pengertian “disabilitas” adalah seseorang yang termasuk dalam
penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental, ataupun gabungan
penyandang cacat fisik dan mental (UUD No.4 Tahun 1997 Tentang
Penyandang Cacat). Menurut World Health Organization atau WHO,
disabilitas merupakan istilah umum yang meliputi gangguan, keterbatasan
aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan yang dimaksud meliputi
masalah dalam fungsi atau struktur tubuh; keterbatasan aktivitas yang
dimaksud berupa kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melaksanan
tugas atau tindakan; sementara pembatasan partisipasi berupa masalah yang
dialami oleh individu dalam keterlibatan dalam situasi kehidupan.
Definisi dari disabiltas dan difabel sangatlah berbeda. Kata difabel
umumnya digunakan untuk menggambarkan seseorang (kata benda), tidak
seperti kata disabilitas yang menggambarkan kondisi tertentu (kata sifat).
Kaum difabel adalah sekelompok orang yang memiliki kemampuan baik fisik,
mental, ataupun keduanya, yang berbeda daripada orang kebanyakan, bukan
orang yang memiliki kekurangan. Sedangkan, penyandang disabilitas adalah
orang yang memiliki kondisi yang belum dapat diakomodir oleh lingkungan
sekitarnya. Ketika kondisi lingkungan luar sudah akomodatif, maka dia akan
menjadi “orang” seutuhnya tanpa embel – embel disabilitas lagi.
Menurut data jumlah penduduk cacat tahun 2015 yang dikeluarkan oleh
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta, ada sekitar 421
orang penyandang cacat fisik di DKI Jakarta yang tercatat secara resmi. Data
ini belum termasuk cacat – cacat lain, seperti cacat ganda antara cacat fisik
dan mental, dan belum termasuk orang – orang penyandang cacat fisik yang
belum terdaftar secara resmi. Dibandingkan dengan jumlah penduduk Jakarta,
mereka adalah kaum minoritas. Namun, hal itu bukan berarti mereka harus
tersingkirkan dan tidak diperdulikan kebutuhannya.
3
Bus Transjakarta merupakan moda transportasi yang menjadi nodes ke
daerah – daerah di Jakarta. Ada yang membutuhkan pergi dari Jakarta Utara
ke Jakarta Barat untuk bersekolah, ada yang pergi dari Jakarta Timur ke
Jakarta Pusat untuk bekerja, ada yang pergi dari Jakarta Selatan ke Jakarta
Barat untuk berobat, dan lain sebagainya.
Nantinya, hasil solusi berupa konsep desain dari observasi pada Halte dan
Bus Transjakarta diharapkan dapat diaplikasikan di kawasan Jakarta dan
sekitarnya sehingga dapat membantu pengguna kursi roda dalam mengatasi
masalah aksesibilitas mereka di kawasan perkotaan dalam bentuk Halte dan
Bus Transjakarta yang lebih ramah untuk pengguna kursi roda.
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan di atas, berikut adalah rumusan
masalah dari penelitian ini :
Bagaimana standar kondisi agar Halte dan Bus Transjakarta di kawasan
Jakarta dan sekitarnya dapat digunakan bagi pengguna kursi roda?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu : tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum dari penelitian ini adalah menemukan
permasalahan sarana dan prasarana transportasi di perkotaan yang menjadi
kendala aksesibilitas bagi pengguna kursi roda. Sedangkan, tujuan khusus dari
penelitian ini adalah menemukan solusi berupa konsep desain untuk
permasalahan fasilitas Bus Transjakarta agar dapat digunakan juga oleh
pengguna kursi roda.
4. Manfaat Penelitian
Setelah menguraikan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan dari
penelitian ini; manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Manfaat bagi pengguna kursi roda : mendapatkan solusi berupa
konsep desain yang memudahkan aksesibilitas berkelanjutan untuk
4
aktivitas sehari – hari di kawasan Jakarta dan sekitarnya terutama pada
fasilitas Bus Transjakarta
b. Manfaat bagi penulis : menemukan solusi berupa konsep desain bagi
pengguna kursi roda agar memiliki aksesibilitas yang lebih ramah,
aman, dan nyaman di kawasan Jakarta dan sekitarnya terutama pada
fasilitas Bus Transjakarta
c. Manfaat bagi ilmu pengetahuan : menemukan solusi berupa konsep
desain aksesibilitas yang baru yang dapat diaplikasikan di Jakarta dan
sekitarnya untuk pengguna kursi roda terutama pada fasilitas Bus
Transjakarta.
5
BAB II TINJAUAN TEORI DAN PUSTAKA
1. Prakarta
Tidak hanya mengacu pada si subyek, tapi penelitian ini juga akan
mengkaji lingkungan tempat si subyek beraktivitas. Sarana dan prasarana
transportasi yang tersedia harus dapat digunakan untuk kedua belah pihak,
baik pihak yang normal maupun pihak yang berkebutuhan khusus. Jangan
sampai lebih memihak kepada satu sisi. Hal itu akan menyebabkan
ketidakseimbangan pemenuhan kebutuhan yang berkibat kesenjangan sosial.
Contohnya Halte Bus Transjakarta Grogol 1 dan Grogol 2.
Meninjau dari Halte Bus Transjakarta Grogol 1, halte ini memiliki akses
yang menyulitkan bagi pengguna jalan dikarenakan jembatan
penyebrangannya memiliki kemiringan tangga yang tidak sesuai standar
kenyamanan manusia. Hal lain yang memprihatinkan dari halte ini adalah
tidak tersedianya ramp di sisi jembatan penyebrangan di Jalan Kyai Tapa yang
menuju arah Kalideres.
(Gambar 4, sumber : google dan dokumen pribadi)
6
Adapula Halte Bus Transjakarta Grogol 2 yang jembatan
penyebrangannya memiliki medan cukup sulit untuk dilalui karena terlalu
panjang dan berkelok – kelok lintasannya. Selain itu, meskipun tangga dari
jembatan penyebrangan halte ini tersedia dalam bentuk lurus dan ramp yang
masih cukup nyaman dialui, kondisi dari halte ini cukup memprihatinkan
karena tidak terurus seperti lampu yang mati (bahkan hilang) dan tidak
dibersihkan secara berkala sehingga banyak kotoran menumpuk.
(Gambar 5, sumber : dokumen pribadi)
2. Landasan Teori
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
7
1) Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang
cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan
2) Bangunan umum dan lingkungan adalah semua bangunan, tapak
bangunan, dan lingkungan luar bangunannya, baik yang dimiliki oleh
Pemerintah dan Swasta, maupun perorangan yang berfungsi selain
sebagai rumah tinggal pribadi, yang didirikan, dikunjungi, dan
digunakan oleh masyarakat umum termasuk penyandang cacat.
3) Penyandang cacat adalah sebab orang yang mempunyai kelainan fisik
dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan
dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya,
yang terdiri dari :
a) penyandang cacat fisik
b) penyandang cacat mental
c) penyandang cacat fisik dan mental
Jalur Pedestrian
Jalur yang digunakan untuk berjalan kaki atau berkursi roda bagi
penyandang cacat, yang dirancang berdasarkan kebutuhan orang untuk
bergerak aman, nyaman dan tak terhalang.
Persyaratan :
1) Permukaan Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca,
bertekstur halus tetapi tidak licin. Hindari sambungan atau gundukan
pada permukaan, kalaupun terpaksa ada, tingginya harus tidak lebih
dari 1,25 cm. Apabia menggunakan karpet, maka ujungnya harus
kencang dan mempunyai trim yang permanen
2) Kemiringan Kemiringan maksimum 7° dan pada setiap jarak 9 m
disarankan terdapat pemberhentian untuk istirahat
8
3) Area istirahat Terutama digunakan untuk membantu pengguna jalan
penyandang cacat
4) Pencahayaan Berkisar antara 50 – 150 lux tergantung pada intensitas
pemakaian, tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan
5) Perawatan Dibutuhkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kecelakaan
6) Drainase Dibuat tegak lurus dengan arah jalur dengan kedalaman
maksimal 1,5 cm, mudah dibersihkan dan perletakan lubang dijauhkan
dari tepi ramp.
7) Ukuran Lebar minimum jelur pedestrian adalah 120 cm untuk jalur
searah dan 160 cm untuk dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari
pohon, tiang rambu-rambu dan benda-benda pelengkap jalan yang
menghalang
8) Tepi pengaman Penting bagi penghentian roda kendaraan dan tongkat
tuna netra ke arah area yang berbahaya. Tepi pengaman dibuat
setinggi minimum 10 cm dan lebar 15 cm sepanjang jalur pedestrian.
Pintu
Pintu adalah bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruang yang
merupakan tempat untuk masuk dan keluar dan pada umumnya
dilengkapi dengan penutup (daun pintu).
Persyaratan :
1) Pintu pagar ke tapak bangunan harus mudah dibuka dan ditutup oleh
penyandang cacat
2) Pintu keluar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 90 cm, dan
pintu-pintu yang kurang penting memiliki lebar bukaan minimal 80 cm
3) Di daaerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya
ramp atau perbedaan ketinggian lantai
4) Jenis pintu yang penggunaannya tidak dianjurkan :
9
a) Pintu geser
b) Pintu yang berat, dan sulit untuk dibuka/ditutup
c) Pintu dengan dua daun pintu yang berukuran kecil
d) Pintu yang terbuka kekedua arah ( "dorong" dan "tarik")
e) Pintu dengan bentuk pegangan yang sulit dioperasikan terutama
bagi tuna netra
5) Penggunaan pintu otomatis diutamakan yang peka terhadap bahaya
kebakaran. Pintu tersebut tidak boleh membuka sepenuhnya dalam
waktu lebih cepat dari 5 detik dan mudah untuk menutup kembali
6) Hindari penggunean bahan lantai yang licin di sekitar pintu
7) Alat-alat penutup pintu otomatis perlu dipasang agar pintu dapat
menutup dengan sempurna, karena pintu yang terbuka sebagian dapat
membahayakan penyandang cacat
8) Plat tendang yang diletakkan di bagian bawah pintu diperlukan bagi
pengguna kursi roda.
Ramp
Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan
tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan
tangga.
Persyaratan :
1) Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 7°,
perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan atau akhiran
ramp (curb ramps/landing) Sedangkan kemiringan suatu ramp yang
ada di luar bangunan maksimum 6°
2) Panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 7°) tidak boleh
lebih dari 900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah
dapat lebih panjang
10
3) Lebar minimum dari ramp adalah 95 cm tanpa tepi pengaman, dan 120
cm dengan tepi pengaman. Untuk ramp yang juga digunakan sekaligus
untuk pejalan kaki dan pelayanan angkutan barang harus
dipertimbangkan secara seksama lebarnya, sedemikian sehingga bisa
dipakai untuk kedua fungsi tersebut, atau dilakukan pemisahan ramp
dengan fungsi sendiri-sendiri
4) Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus
bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk
memutar kursi roda dengan ukuran minimum 160 cm
5) Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki
tekstur sehingga tidak licin baik diwaktu hujan
6) Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10 cm, dirancang untok
menghalangi roda kursi roda agal tidak terperosok atau keluar dari
jalur ramp. Apabila berbatasan langsung dengan lalu-lintas jalan umum
atau persimpangan harus dibuat sedemikian rupa agar tidak
mengganggu jalan umum
7) Ramp harus diterangi dengan pencahayean yang cukup sehingga
membantu penggunaan ramp saat malam hari. Pencahayaan
disediakan pada bagianbagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap
muka tanah sekitarnya dan bagian- bagian yang membahayakan
8) Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang
dijamin kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai.
Tangga
Fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang dengan
mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan
lebar yang memadai.
Persyaratan :
1) Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam
11
2) Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 60°
3) Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan
pengguna tangga
4) Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) minimum pada
salah satu sisi tangga
5) Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 80 cm
dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu, dan
bagian ujungnya harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke arah
lantai, dinding atau tiang
6) Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujungujungnya (puncak dan bagian bawah) dengan 30 cm
7) Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang sehingga
tidak ada air hujan yang menggenang pada lantainya.
Lift
Lift adalah alat mekanis elektris untuk membantu pergerakan vertikal di
dalam bangunan, baik yang digunakan khusus bagi penyandang cacat
maupun yang merangkap sebagai lift barang.
Persyaratan :
1) Untuk bangunan lebih dari 5 lantai paling tidak satu buah lift yang
aksesibel harus terdapat pada jalur aksesibel den memenuhi standar
teknis yang berlaku
2) Toleransi perbedasn muka lantai bangunan dengan muka lantai ruang
lift maksimurn 1,25 mm
3) Koridor/lobby lift :
a) Ruang perantara yang digunakan untuk menunggu kedatangan lift,
sekaligus mewadahi penumpang yang baru keluar dari lift, harus
disediakan. Lebar ruangan ini minimal 185 cm, den tergantung pada
konfigurasi ruang yang ada
12
b) Perletakan tombol dan layar tampilan yang mudah dilihat den
dijangkau
c) Panel luar yang berisikan tombol lift harus dipasang di tengahtengah ruang lobby atau hall lift dengan ketinggian 90-110 cm dari
muka lantai bangunan
d) Panel dalam dari tombol lift dipasang dengan ketinggian 90-120 cm
dari muka lantai ruang lift
e) Selain terdapat indikator suara, layar/tampilan yang secara visual
menunjukkan posisi lift harus dipasang di atas panel kontrol dan di
atas pintu lift, baik di dalam maupun di luar lift (hall/koridor)
4) Ruang lift :
a) Ukuran ruang lift harus dapat memuat pengguna kursi roda, mulai
dari masuk melewati pintu lift, gerakan memutar, menjangkau
panel tombol dan keluar melewati pintu lift. Ukuran bersih minimal
ruang lift adalah 140cm x 140cm
b) Ruang lift harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail)
menerus pada ketiga sisinya.
5) Pintu lift :
a) Waktu minimum bagi pintu lift untuk tetap terbuka karena
menjawab panggilan adalah 3 detik
b) Mekanisme pembukaan dan penutupan pintu harus sedemikian
rupa sehingga memberikan waktu yang cukup bagi penyandang
cacat terutama untuk masuk dan keluar dengan mudah. Untuk itu
lift harus dilengkapi dengan sensor photo-electric yang dipasang
pada ketinggian yang sesuai.
3. Studi Kasus
a. Tokyo, Jepang
Jepang juga merupakan negara dengan penataan kota yang sangat rapi dan
teratur. Trotoar di Jepang memang dibangun sedemikan rupa mengingat
13
rata-rata orang Jepang memang suka berjalan atau jarang yang
menggunakan kendaraan pribadi. Trotoar di Jepang juga sangat lebar
sehingga para pejalan kaki bebas berlalu lalang. Kebanyakan trotoar di
Jepang memiliki batas seperti pagar kecil dengan jalan raya. Hal tersebut
tentunya akan membuat trotoar menjadi lebih aman untuk digunakan.
Selain itu ternyata pagar pembatas tersebut memang memiliki fungsi untuk
memarkir sepeda karena orang Jepang memang sering kali menggunakan
sepeda. Selanjutnya trotoar di Jepang memiliki jalur untuk penyandang
disabilitas yaitu berupa jalur berwarna kuning yang timbul. Bahkan trotoar
di Jepang juga kerap kali dibagi menjadi 2 bagian yaitu untuk pejalan kaki
dan untuk sepeda.
(Gambar 31, sumber : daftar pustaka)
(Gambar 32, sumber : daftar pustaka)
14
(Gambar 33, sumber : daftar pustaka)
(Gambar 34, sumber : daftar pustaka)
b. Australia
Kepedulian Sydney kepada para penyandang disabilitas sangat tinggi.
Sydney kini memiliki jaringan braille dan tanda tactile paling luas di seluruh
dunia. Tanda-tanda penunjuk jalan ini digunakan untuk membantu para
pejalan kaki yang memiliki gangguan penglihatan atau penyandang
disabilitas.
Panel aluminium penunjuk nama jalan dan nomor bangunan, tidak hanya
dicetak dalam huruf braille, tapi juga berukuran cukup besar dan lebar.
Tanda tersebut telah ditempatkan di dekat tombol tanda untuk melintas.
15
(Gambar 35, sumber : daftar pustaka)
(Gambar 36, sumber : daftar pustaka)
(Gambar 37, sumber : daftar pustaka)
Tak salah jika Melbourne, Ibu Kota negara bagian Victoria, Australia,
sebagai salah satu kota yang dinilai ramah bagi penduduknya.
Tepi trotoar dibuat landai, sehingga orang yang membantu mendorong
tidak harus mengangkat kursi roda kala akan berpindah dari satu trotoar ke
trotoar lainnya. Begitu pula dengan sarana transportasi juga dirancang
16
dengan nyaman dan aman bagi pengguna kursi roda. Di depan pintu depan
bus, di bagian lantainya terdapat tambahan lempengan logam yang bisa
dilipat dan dibuka sebagai jembatan antara pintu dan trotoar.
(Gambar 40, sumber : daftar pustaka)
(Gambar 41, sumber : daftar pustaka)
(Gambar 42, sumber : daftar pustaka)
17
(Gambar 43, sumber : daftar pustaka)
(Gambar 44, sumber : daftar pustaka)
(Gambar 45, sumber : daftar pustaka)
18
BAB III METODE PENELITIAN
1. Teknik Pengumpulan Data
Data dari penelitian ini akan dikumpulkan dengan cara :
a.
Angket (kuisioner) jenis angket yang akan disebarkan adalah angket
terbuka dan semi terbuka yang akan disebarkan untuk pengguna kursi
roda, komunitas pengguna kursi roda, keluarga/kerabat/pengurus dari
pengguna kursi roda, ahli medis, ahli arsitektur, penjual/pabrik kursi roda,
dan awam (terdapat lampiran daftar pertanyaan)
b. Wawancara secara langsung dan media sosial (facebook)
c.
Dokumen hasil rapat, peraturan pemerintah, foto, statistik, dll
d. Observasi pengamatan ke lapangan yang akan dijadwalkan waktunya
baik secara sekilas maupun mendalam dan menggunakan alat indera
serta alat bantu berupa smartphone
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif kuantitatif. Definisi
kualitatif yang dimaksud adalah penelitian tentang riset yang bersifat
deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Proses dari penelitian ini
akan lebih ditonjolkan dan landasan teori akan digunakan untuk lebih fokus
dalam penelitian yang dilakukan. Sedangkan, definisi kuantitatif yang
dimaksud adalah jenis penelitian yang lebih spesifik, sistematis, terencana,
dan juga terstruktur dari awal hingga kesimpulan. Penelitian jenis ini
menekankan pada penggunaan angka – angka, tabel, diagram, dan grafik yang
mendukung.
19
Metode penelitian yang akan digunakan adalah survei (informasi dari
suatu kelompok besar maupun individual yang menjadi sampel), deskriptif
(menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi atau sedang berlangsung pada
masa sekarang maupun pada masa lampau), dan korelasional (kelanjutan dari
metode deskriptif dimana hubungan antar variabel diteliti dan dijelaskan).
3. Ruang Lingkup Penelitian
a.
Waktu
Lingkup waktu penelitian ini adalah dimulai dari tanggal 9 Februari 2017
sampai dengan 23 Mei 2017 saat Pleno UAS KPA.
b. Tempat
Lingkup tempat penelitian ini adalah seluruh Halte dan Bus Transjakarta
yang beroperasi di daerah Jakarta dan sekitarnya.
4. Tema Penelitian
Tema dari penelitian ini adalah “Aksesibilitas bagi Pengguna Kursi Roda di
Jakarta dan sekitarnya pada fasilitas Bus Transjakarta”.
5. Hipotesis
Dugaan sementara dari penelitian ini adalah sebagai berikut : pengguna
kursi roda enggan dan jarang terlihat menggunakan menggunakan fasilitas
Bus Transjakarta di kawasan Jakarta dan sekitarnya dikarenakan kondisinya
yang belum memadai untuk menunjang aksesibilitas mereka.
6. Variabel Penelitian
a. Variabel Terikat
Variabel terikat dari penelitian ini adalah kondisi Halte dan Bus
Transjakarta.
b. Variabel Bebas
Variabel bebas dari penelitian ini adalah aksesibilitas pengguna kursi roda.
c. Variabel Kontrol
Variabel kontrol dari penelitian ini adalah jenis – jenis kursi roda serta
kondisi fisik dan mental pengguna kursi roda.
20
7. Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah semua orang pengguna kursi roda di
beberapa daerah di Indonesia.
Sampel dari penelitian ini adalah semua orang pengguna kursi roda di
daerah Jakarta dan sekitarnya yang akan menggunakan fasilitas Bus
Transjakarta. Berumur produktif (15 – 64 tahun menurut BPS), baik dari lahir
maupun bukan dari lahir, serta karena kecelakaan maupun penyakit/genetik.
Menurut pengamatan, mempunyai ekonomi menengah kebawah karena akan
menggunakan fasilitas transportasi umum (diasumsikan masyarakat
menengah ke atas yang tidak mampu secara fisik beraktivitas dengan normal
tidak akan dibiarkan beraktivitas menggunakan transportasi umum).
8. Kerangka Berpikir
Fasilitas Bus Transjakarta
tidak ramah penyandang
disabilitas
Pemerintah kurang
memperhatikan kebutuhan
penyandang disabilitas
Stigma buruk masyarackat
kepada penyandang
disabilitas
• Penyandang disabilitas terbesar
adalah cacat fisik
• Gangguan aksesibilitas = cacat kaki
(menggunakan kursi roda)
• Pengguna kursi roda jarang
beraktivitas diluar
• Jalur bagi pengguna kursi roda
tidak tersedia dengan layak
• Pengguna kursi roda merasa
tersingkir
• Sikap defensif dari pengguna kursi
roda kepada orang normal
Pemerintah mulai sadar dan
menyediakan kebutuhan
penyandang disabilitas
Masyarakat mulai peduli
kepada penyandang
disabilitas
• Muncul Transjakarta Care
• Muncul banyak kegiatan sosial dan
komunitas untuk pengguna kursi
roda
Perbaikan fasilitas Bus
Transjakarta
• Halte dibuat lebih memadai agar
pengguna kursi roda dapat
melintasinya
• Bus dibuat lebih nyaman agar
pengguna kursi roda tidak repot
keluar/masuk bus
Kebutuhan aksesibilitas
penyandang disabilitas
terpenuhi
• Pengguna kursi roda dapat
menggunakan fasilitas Bus
Transjakarta dengan nyaman
(Tabel 3)
9. Kerangka Penelitian
21
Bus Transjakarta adalah
moda transportasi
murah dengan
jangkauan yang cukup
luas
Halte dibuat lebih
memadai agar
pengguna kursi roda
dapat melintasinya
Bus dibuat lebih
nyaman agar pengguna
kursi roda tidak repot
keluar/masuk bus
Penyandang disabilitas
terbesar adalah cacat
fisik
Sikap defensif dari
pengguna kursi roda
kepada orang normal
Pengguna kursi roda
dapat menggunakan
fasilitas Bus
Transjakarta dengan
nyaman
Gangguan aksesibilitas =
cacat kaki
(menggunakan kursi
roda)
Pengguna kursi roda
merasa tersingkir
Pengguna kursi roda
jarang beraktivitas
diluar
Jalur bagi pengguna
kursi roda tidak tersedia
dengan layak pada
fasilitas Bus
Transjakarta
(Tabel 4)
10.
Kerangka Konsep
Jumlah penyandang disabilitas
meningkat setiap tahun di
Jakarta
Tingkat disabilitas
tertinggi adalah cacat
fisik (kaki)
Cacat kaki yang parah
membutuhkan kursi
roda untuk menungjang
geraknya
Kondisi Halte dan Bus
Transjakarta belum ramah
bagi pengguna kursi roda
Salah satu sarana dan
prasarana transportasi favorit
di Jakarta adalah Bus
Transjakarta
Sarana dan prasarana
transportasi di butuhkan di
Jakarta untuk menunjang
aksesbilitas
Padahal, Bus Transjakarta
berbiaya murah dan
jangkauannya mencakup
Jakarta dan sekitarnya
Hasilnya, pengguna kursi roda
enggan menggunakan fasilitas
Bus Transjakarta karena tidak
dapat "mengayomi" mereka
Pengguna kursi roda perlu
dikaji kebutuhannya di
fasilitas Bus Transjakarta
(Tabel 5)
11.
Langkah – Langkah Penelitian
22
9 Februari 2017 –
Cari buku design for all,
Identifikasi,
14 Februari 2017
definisi orang tua/cacat,
pemilihan, dan
peraturan/standar,
perumusan
accessible design in building masalah
14 Februari 2017
Batasan kawasan, cari
– 21 Februari
sumber (missal : panti
2017
jompo), tingkat
ketidakmampuan, standar
21 Februari 2017
Klasifikasi, tabel statistik,
Melakukan studi
– 28 Februari
batasan sampel,
pendahuluan dan
2017
mengumpulkan data,
kepustakaan
komunitas kursi roda
28 Februari 2017
Analisis kebutuhan,
Merumuskan
– 7 Maret 2017
wawancara
hipotesis
langsung/online,
mengumpulan data,
bangunan berstandar
7 Maret 2017 –
Wawancara
Mengidentifikasi
14 Maret 2017
langsung/online, mulai
variabel dan
menentukan judul dan
definisi operasional
membuat kerangka
variabel; pemilihan
proposal
dan
pengembangan
alat pengambil
data
14 Maret 2017 –
Survey, wawancara
Pemilihan atau
28 Maret 2017
langsung/online, analisis
pengembangan
data yang sudah di dapat
alat pengambil
23
data (instrument
penelitian)
16 Maret 2017
Kritik 1
Perbaikan
23 Maret 2017
UTS Pleno KPA
Kumpul
4 April 2017 – 11
Perbaikan setiap kesalahan
Menentukan
April 2017
kerangka dan analisis, mulai rancangan dan
membahas secara
desain penelitian
mendalam hasil data
11 April 2017 –
Studi kasus, pembahasan
18 April 2017
Menentukan
subyek penelitian
atau sampel
18 April 2017 –
Survey lapangan,
Melaksanankan
25 April 2017
wawancara
penelitian dan
pengumpulan data
25 April 2017 – 2
Pembahasan data dan studi
Melakukan analisis
Mei 2017
kasus
dan pengolahan
2 Mei 2017 – 9
Pembahasan bangunan
data
Mei 2017
yang punya akses
9 Mei 2017 – 16
Melengkapi semua yang
Merumuskan hasil
Mei 2017
belum lengkap
penelitian dan
pembahasan
16 Mei 2017 – 23
Perbaikan teknis
Mei 2017
Menyusun laporan
dan melakukan
diseminasi
16 Mei 1017
Kritik 2
Perbaikan
23 Mei 2017
UAS Pleno KPA
Kumpul
(Tabel 6)
24
BAB IV HASIL PENELITIAN
1. Data
a.
Angket/Kuisioner
Sebagian besar dari pengguna kursi roda yang memberikan
kesediaannya untuk mengisi angket/kuisioner ini dihubungi lewat media
sosial online FB (Facebook).
1) Daftar pertanyaan untuk pengguna kursi roda (lewat pertanyaan ini,
dapat di ketahui informasi langsung dari pengguna kursi roda berupa
kebutuhan – kebutuhan mereka yang tidak semua orang dapat
mengerti/mengetahui dan kondisi mereka serta harapan mereka
dalam penyediaan fasilitas bagi pengguna kursi roda).
2) Daftar pertanyaan untuk komunitas/yayasan online (maupun bukan
online) pengguna kursi roda (lewat pertanyaan ini, dapat diketahui
informasi mengenai kebutuhan – kebutuhan pengguna kursi roda
terutama secara berkelompok dan apa saja kegiatan mereka dan
kondisi mereka serta harapan mereka bagi penyediaan fasilitas untuk
pengguna kursi roda).
3) Daftar pertanyaan untuk masyarakat/awam (lewat pertanyaan ini,
dapat diketahui pandangan masyarakat mengenai pengguna kursi roda
dan perkiraan kebutuhan mereka secara umum, serta harapan mereka
bagi penyediaan fasilitas untuk pengguna kursi roda).
4) Daftar pertanyaan untuk ahli arsitektur (lewat pertanyaan ini, dapat
diketahui mengenai pendapat ahli secara langsung tentang apa saja
kebutuhan pengguna kursi roda secara arsitektural dan pandangan
25
mereka mengenai pengguna kursi roda serta harapan mereka bagi
penyediaan fasilitas untuk pengguna kursi roda).
b. Observasi
Observasi akan dilakukan secara langsung (pengamatan lapangan) di
beberapa Halte Bus Transjakarta, yaitu :
1)
2)
3)
4)
Halte Asmi (melayani koridor 2)
Halte Jelambar (melayani koridor 3 dan 8)
Halte Tosari (melayani koridor 1)
Halte Sarinah (melayani koridor !)
2. Hasil
a.
Angket/Kuisioner
(Lampiran)
b. Observasi
1) Halte yang Belum Memenuhi Standar
a) Halte Asmi
Lokasi : Jl. Perintis Kemerdekaan, Jakarta Timur
Kondisi :
(Gambar 64, sumber : dokumen pribadi)
b) Halte Jelambar
Lokasi : Jl. Daan Mogot, Jakarta Barat
26
Kondisi :
(Gambar 65, sumber : dokumen pribadi)
5) Halte yang Sudah Memenuhi Standar
a) Halte Tosari
Lokasi : Jl. M.H. Thamrin, Jakarta Pusat
Kondisi :
27
(Gambar 66, sumber : google)
b) Halte Sarinah
Lokasi : Jl. M.H. Thamrin, Jakarta Pusat
Kondisi :
(Gambar 67, sumber : google)
3. Pembahasan
a.
Angket/Kuisioner
28
1) Pengguna Kursi Roda
KEBUTUHAN
Sekunder
10%
Ramp
9%
Sandang,
Pangan, dan
Papan
23%
Fasilitas
Pendukung
58%
Dapat ditarik kesimpulan bahwa fasilitas pendukung adalah yang
paling dibutuhkan bagi pengguna kursi roda. Hal yang termasuk
fasilitas pendukung antara lain adalah lift, eskalator khusus, maupun
mobil bantuan yang menunjang mobilitas mereka dalam menyebrang.
BAHAYA
Tidak ada
17%
Trotoar nonaccessible
16%
Penyakit
17%
Jatuh
50%
Dapat ditarik kesimpulan bahwa bahaya terbesar yang dihadapi oleh
pengguna kursi roda adalah terjatuh. Hal ini sangat berbahaya karena
jatuh bukan hanya menimbulkan luka luar, tapi juga dapat
menimbulkan luka dalam. Saat terjatuh, kondisi mereka sangat rawan
baik secara keamanan maupun keselamatan karena mereka sedang
tidak berdaya akibat keterbatasan ruang gerak.
29
KEGIATAN SEHARI - HARI
Di Luar Rumah
50%
Di Dalam
Rumah
50%
Dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan sehari – hari dari pengguna
kursi roda ada yang diluar rumah dan ada yang di dalam rumah. Di luar
rumah mereka dapat bekerja sebagai auditor, bersekolah, mengikuti
pelatihan, bahkan memancing, dan lain sebagainya. Namun ada juga
yang berkegiatan sehari – hari dirumah seperti usaha fotokopi dan
peternak ayam.
BUS TRANSJAKARTA
Tidak Tahu
33%
Kurang Baik
17%
Sangat Kurang
50%
Data ditarik kesimpulan bahwa menurut sebagian besar dari pengguna
kursi roda, fasilitas Bus Transjakarta masih sangat kurang. Salah satu
contohnya adalah jembatan penyebrangan yang tidak dapat diakses
dam jalanan pedestriannya yang berlubang – lubang.
30
2) Komunitas/Yayasan Pengguna Kursi Roda
KEBUTUHAN
Aksesibilitas
di Jalanan
33%
Fasilitas yang
Lebih Baik
67%
Dapat ditarik kesimpulan bahwa aksesibilitas di jalanan adalah yang
paling dibutuhkan menurut komunitas/yayasan pengguna kursi roda.
Hal ini dapat menunjang mobilitas mereka dalam berpindah dari satu
tempat ke tempat yang lain.
BAHAYA
Kematian
33%
Terjatuh
67%
Dapat ditarik kesimpulan bawah bahaya terbesar bagi pengguna kursi
roda adalah terjatuh. Hal ini dikarenakan kondisi dari pengguna kursi
roda sangatlah rentan saat terjatuh baik secara keselamatan maupun
keamanan.
KONDISI FISIK
Terbatas
33%
Sehat
34%
Membaik
33%
31
Dapat ditarik kesimpulan bahwa rata – rata pengguna kursi roda
memiliki kondisi fisik yang baik (kecuali kaki) karena sudah terlatih
dalam menggunakannya (mengayuh kursi roda).
KONDISI PSIKIS
Terbiasa
33%
Down, Normal
34%
Down
33%
Dapat ditarik kesimpulan bahwa rata – rata pengguna kursi roda
sangat down dengan kondisi mereka. Tapi, seiring berjalannya waktu
mereka mulai belajar untuk menerima keadaan sehingga lama
kelamaan mereka terbiasa dengan keadaan mereka dan dapat
beraktivitas dengan normal.
BUS TRANSJAKARTA
Membaik
33%
Masih Kurang
67%
Dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar komunitas/yayasan
pengguna kursi roda menyatakan fasilitas Bus Tranjakarta masih
kurang dari standar yang seharusnya. Contohnya adalah ramp miring
yang belum sesuai.
32
3) Masyarakat/Awam
Kebutuhan
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Sangat Butuh
Butuh
Kurang Butuh
Tidak Butuh
Dapat ditarik kesimpulan bahwa kebutuhan yang dirasakan masyarakat
sangat diperlukan untuk pengguna kursi roda adalah ramp yang lebih
banyak dan landai. Hal ini dikarenakan sangat mudah sekali
menemukan ramp yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
untuk pengguna kursi roda. Banyak jalanan dan jembatan di Jakarta
yang tidak dilengkapi dengan ramp. Ada juga yang sudah dilengkapi
dengan ramp namun masih tidak ramah untuk pengguna kursi roda
bahkan untuk orang normal.
.
BUS TRANSJAKARTA
Belum
100%
33
Dapat diambil kesimpulan bahwa semua sampel masyarakat
menyatakan bahwa fasilitas Bus Transjakarta masih belum memadai
untuk pengguna kursi roda. Contohnya adalah trotoar yang memiliki
perbedaan ketinggian (tidak ada ramp), jalan yang terlalu sempit dan
curam, dan jembatan penyebrangan yang tidak punya lift.
4) Ahli Arsitektur
PENGALAMAN
Ada
100%
Dapat diambil kesimpulan bahwa semua ahli arsitektur memiliki
pengalaman dengan pengguna kursi roda maupun pengalaman
mendesain untuk pengguna kursi roda baik secara langsung maupun
tidak langsung. Hal ini sangat penting untuk wawasan mereka dalam
mendesain suatu bangunan/fasilitas yang dapat diakses oleh semua
orang.
KEBUTUHAN
Railling
25%
Ramp
50%
Lift
25%
Dapat diambil kesimpulan bahwa ramp adalah kebutuhan yang paling
dibutuhkan bagi pengguna kursi roda menurut para ahli ahli arsitektur.
34
Ramp sangat membantu pengguna kursi roda berpindah dari suatu
level lantai ke level lantai yang lain.
BAHAYA
Sulit Bergerak
25%
Fasilitas yang
Belum
Memadai
25%
Jalanan Licin
dan Curam
25%
Jalanan Tidak
Rata
25%
Dapat diambil kesimpulan bahwa terdapar banyak bahaya yang
mengancam bagi pengguna kursi roda, yaitu : sulit bergerak, jalanan
licin dan curam, fasilitas yang belum memadai, dan jalanan yang tidak
rata. Tanjakan yang tidak memiliki railing juga berbahaya karena
pengguna kursi roda dapat terjatuh/terguling.
BUS TRANSJAKARTA
Belum
100%
Dapat diambil kesimpulan bahwa menurut para ahli yang menjadi
responden (semua), fasilitas Bus Transjakarta belum memadai.
Terdapat fasilitas lift yang masih belum merata, akses masuk ke bus
yang belum ramah untuk pengguna kursi roda, ramp yang terlalu
curam dan panjang, serta kapasitas yang masih belum memadai.
b. Observasi
35
Secara garis besar, halte – halte di daerah Jakarta Pusat lebih
diperhatikan dan lebih ramah terhadap pengguna kursi roda karena
tersedianya lift di halte Bus Transjakarta Koridor 1.
Jika ditarik kesimpulan dari hasil analisis observasi, maka :
Kelebihan
Kekurangan
Kemiringan ramp sudah cukup
Meskipun banyak halte yang tidak
baik
menyediakan ramp yang layak
maupun lift
Lebar jembatan cukup luas
Namun, jarak jembatan dan halted
an cukup jauh ditambah terdapat
bollard yang menutup akses
Area masuk (ticketing) cukup luas
Meskipun banyak halte yang jalur
masuknya hanya satu, contohnya
Halte S. Parman Podomoro City
-
Tidak adanya papan maupun alat
bantu untuk melangkah dari dan
ke bus, sedangkan terdapat jarak
langkah yang cukup lebar antara
halte dan bus
-
Perbedaan ketinggian antara jalan
aspal dengan trotoar yang tidak
dilengkapi ramp
36
BAB V PENUTUP
1. Kesimpulan
Hal yang dapat diambil mulai bab 1 sampai dengan bab 4 dari penelitian
kajian ini adalah Halte dan Bus Transjakarta masih belum ramah untuk
pengguna kursi roda. Hal ini terbukti dari banyaknya pengguna kursi roda
sendiri, komunitas mereka, para masyarakat, bahkan ahli arsitektur yang
setuju bahwa fasilitas ini masih belum memadai. Hasil observasi juga
memperlihatkan masih banyak halte yang tidak bisa diakses oleh pengguna
kursi roda. Jika ada fasilitas yang baik seperti lift, fasilitas ini tidak selalu
beroperasi. Padahal, moda transportasi ini sangatlah disenangi karena tarifnya
yang murah dan jangkauannya yang luas.
Pengguna kursi roda sekalipun pasti juga membutuhkan sarana dan
prasarana transportasi seperti Bus Transjakarta untuk dapat menunjang
kebutuhan aksesibilitas mereka yang beragam; mulai dari bersekolah, bekerja,
berwisata, dan lain sebagainya. Pengguna kursi roda juga bukan hanya berada
di tempat tertentu, tetapi menyebar dan bisa dimana saja. Oleh karena itu,
penting sekali pemerataan fasilitas yang menunjang bagi pengguna kursi roda
di Halte dan Bus Transjakarta agar semua halte dan bus ini dapat digunakan
oleh pengguna kursi roda secara berkelanjutan.
2. Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis untuk peningkatan kualitas dari
Halte dan Bus Transjakarta agar dapat digunakan juga untuk pengguna kursi
roda :
37
a.
Pemerataan fasilitas pada halte berupa lift pada kedua ujung jembatan
yang dapat beroperasi dan dirawat dengan baik sehingga kapanpun
dibutuhkan oleh pengguna kursi roda maupun orang tua dan ibu hamil
dapat digunakan. Jangan sampai hanya di daerah Jakarta Pusat saja
karena jangkauan dari moda transportasi ini adalah seluruh Jakarta dan
sekitarnya
b. Kemiringan ramp jembatan yang dipertahankan pada besaran 1:12 agar
memudahkan pengguna kursi roda dalam melaluinya, serta jaraknya yang
tidak terlalu jauh atau berliku – liku
c.
Menghilangkan bollard yang menghalangi pada awal jembatan sehingga
pengguna kursi roda dapat lewat dan masuk melalui jembatan tersebut
d. Menyediakan ramp untuk perbedaan ketinggian antara jalan aspal dan
trotoar agar pengguna kursi roda dapat melewati trotoar tersebut
e.
Menyediakan area masuk (ticketing) dan area halte yang lebih luas untuk
jalur sirkulasi bagi pengguna kursi roda
f.
Menyediakan fasilitas papan ataupun alat bantu lain yang memungkinkan
pengguna kursi roda melewati jarak antara halte dan bus, jika
memungkinkan mengganti bus menjadi bus yang memiliki spesifikasi
untuk pengguna kursi roda (bukan hanya pengosongan beberapa bangku
untuk area kursi roda) seperti bus yang digunakan di luar negeri (dapat
memiringkan badan bus dan memanjangkan papan)
g.
Menyeleksi narasumber dan mempersiapkan dengan lebih baik agar tidak
terjadi kesalahpahaman saat akan mewawancarai dikarenakan
pertanyaan yang kurang berkenan, ijin yang kurang meyakinkan, maupun
penampilan yang kurang sesuai
h. Membuat daftar pertanyaan yang benar – benar dikhususkan, karena
pada prosesnya akan terjadi seleksi pertanyaan – pertanyaan yang jika
dirasa tidak menghasilkan target yang ditetapkan pada awalnya akan
dihilangkan
38
Daftar Pustaka
Aisyah, Tifania Roro. 2016. Situasi Penyandang Disabilitas. Jakarta : Kementrian
Kesehatan RI.
Centre for Excellence in Universal Design. 2015. Building for Everyone: A
Universal Design Approach. Dublin : NDA.
Ewing, Reid dan Otto Clemente. 2013. Measuring Urban Design. Washington :
IslandPress.
Firdaus, Ferry dan Fajar Iswahyudi. 2010. Aksesibilitas dalam Pelayanan Publik
untuk Masyarakat dengan Kebutuhan Khusus. Jakarta : Pusat Kajian MPLAN.
http://mynewblogtifaniaroro.blogspot.co.id/2016/03/situasi-penyandang-disabili
tas.html/
http://news.detik.com/internasional/3071363/enaknya-disabilitas-diservishabis-di-melbourne
http://noren-id.com/life-in-japan/2016/09/9165/
http://www.denpasar.id.embjapan.go.jp/indonesia/konnichiwa%2013/konnichiwa13_126.html
https://filandrians.wordpress.com/2016/01/19/pedestrian-untuk-disabilitas/
https://hwpcipusat.wordpress.com/2010/08/17/peraturan-perundangundangan-aksesibilitas-bangunan-umum-bagi-penyandang-disabilitas/
https://nationalgeographic.co.id/berita/2015/12/2015-fasilitas-publik-di-jakartabelum-ramah-difabel/
https://pramudyawardhani.wordpress.com/2010/10/27/penataan-ruang-bagipenyandang-cacat/
ILO. 2011. Inklusi Penyandang Disabilitas di Indonesia. Jakarta : ILO.
iv
Irwanto, dkk. 2010. Analisis Situasi Penyandang Disabilitas di Indonesia : Sebuah
Desk-Review. Depok : Pusat Kajian Disabilitas FISP UI.
Keputusan Menteri Pekerjan Umum Republik Indonesia Nomor: 468/ KPTS/
1998 Tanggal: 1 Desember 1998 Tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada
Bangunan Umum dan Lingkungan
Komisi Nasional Lanjut Usia. 2010. Aksesibiltas dan Kemudahan dalam
Penggunaan Sarana dan Prasarana. Jakarta : Menteri Perhubungan.
NACTO. 2013. Urban Street Design Guide. New York : Nacto.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 30/PRT/M/2006 Tentang
Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan
Pusat Data dan Informasi Kementerian Sosial Republik Indonesia Tahun 2012.
Syafi’ie, M.. 2014. Pemenuhan Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat. Yogyakarta :
Jurnal INKLUSI. Vol. 1 No. 2.
UNICEF. 2013. Rangkuman Eksekutif : Anak Penyandang Disabilitas. New York :
UNICEF.
Utami, Risnawati. 2006. Kota yang Berperspektif HAM : Ramah Difabel. Jakarta :
Konas Difabel OHANA.
UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.
UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
World Health Organization. (2011). World Report on Disability. Geneva: World
Health Organization.
v
Kajian Perancangan Arsitektur
STUDI AKSESIBILITAS PERKOTAAN
BAGI PENGGUNA KURSI RODA
DI HALTE DAN BUS TRANSJAKARTA
Dosen : Ir. Petrus Rudi Kasimun, M. Ars.
Pembimbing : Ir. Franky Liauw, M.T.
STEFANIE
315140064
Fakultas Teknik
Jurusan Arsitektur
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga laporan penelitian ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga
penulis mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari banyak pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan penelitian melalui sumbangan kritik dan
saran yang membantu khususnya Bapak Petrus Rudi Kasimun selaku dosen mata
kuliah Kajian Perancangan Arsitektur, Bapak Franky Liauw selaku pembimbing
mata kuliah Kajian Perancangan Arsitektur, dan semua Bapak/Ibu yang sudah
bersedia menjadi sumber.
Harapan penulis dalam pembuatan laporan penelitian ini adalah dapat
menambah pengetahuan yang berguna bukan hanya untuk penulis namun juga
untuk orang – orang sekitar yang membutuhkan termasuk bagi pengguna kursi
roda sendiri. Lewat penelitian ini diharapkan dapat menemukan solusi dan
konsep desain sarana dan prasarana transportasi di perkotaan terutama di
fasilitas Bus Transjakarta yang sesuai dan ramah bagi pengguna kursi roda.
Karena keterbatasan pengetahuan, waktu, sumber daya informasi,
maupun pengalaman, penulis meyakini masih banyak terdapat banyak
kekurangan dalam pembuatan laporan penelitian ini. Penulis mohon maaf jika
terdapat kesalahan data, penulisan, maupun jika ada tulisan yang kurang
berkenan. Semoga pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun demi kelengkapan laporan penelitian ini. Terima kasih.
Jakarta, Maret 2017
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................1
1. Latar Belakang ........................................................................................1
2. Rumusan Masalah ..................................................................................4
3. Tujuan Penelitian ....................................................................................4
4. Manfaat Penelitian .................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI DAN PUSTAKA ...................................................................6
1. Prakarta ..................................................................................................6
2. Landasan Teori ........................................................................................7
3. Studi Kasus ............................................................................................13
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................................19
1. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................19
2. Jenis Penelitian .....................................................................................19
3. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................20
a. Waktu ........................................................................................20
b. Tempat ......................................................................................20
4. Tema Penelitian ...................................................................................20
5. Hipotesis ..............................................................................................20
6. Variabel Penelitian ..............................................................................20
a. Variabel Terikat .........................................................................20
b. Variabel Bebas ..........................................................................20
c. Variabel Kontrol ........................................................................20
7. Populasi dan Sampel ...........................................................................21
8. Kerangka Berpikir ................................................................................21
ii
9. Kerangka Penelitian .............................................................................21
10. Kerangka Konsep .................................................................................22
11. Langkah – Langkah Penelitian .............................................................22
BAB IV HASIL PENELITIAN ......................................................................................25
1. Data .......................................................................................................25
2. Hasil ......................................................................................................26
3. Pembahasan .........................................................................................28
BAB V PENUTUP ....................................................................................................37
1. Kesimpulan ...........................................................................................37
2. Saran .....................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... iv
iii
BAB I PENDAHULUAN
Abstrak
Proposal penelitian ini dibuat untuk mengangkat kepedulian kita
terhadap orang – orang penyandang disabilitas terutama pengguna kursi roda
dalam masalah fasilitas perkotaan yang masih kurang memadai bagi mereka.
Lewat penelitian ini, penulis ingin menemukan solusi konsep desain yang nyaman
dan aman bagi pengguna kursi roda terutama pada moda transportasi Bus
transjakarta. Metode penelitian ini akan diukung oleh studi literatur dari buku
dan jurnal serta studi lapangan seperti observasi dan wawancara. Hasil dari
penelitian ini akan terbentuk suatu solusi baru untuk konsep desain pada Halte
dan Bus transjakarta yang memadai bagi pengguna kursi roda. Setelah hasil ini
didapatkan, penulis berharap solusi tersebut dapat diapliaksikan untuk
memudahkan aksesibilitas pengguna kursi roda di kawasan perkotaan.
Kata kunci : kursi roda, aksesibilitas, halte, Bus Transjakarta.
1. Latar Belakang
Sebagai salah satu faktor penting dalam siklus kehidupan Jakarta, sarana
dan prasarana transportasi di Jakarta masih jauh dari standar yang berlaku.
Masih banyak ditemukan lubang di jalanan, trotoar yang hancur, jembatan
penyebrangan yang tidak dapat dilalui penyandang disabilitas, halte yang
tidak memiliki penutup/atap, maupun hal – hal lainnya. Hal ini menyebabkan
aksesibilitas mereka terganggu, terutama bagi penyandang disabilitas yang
memiliki keterbatasan fisik.
Tidak semua warga Jakarta menggunakan mobil dan motor pribadi,
sehingga banyak juga dari mereka yang memilih menggunakan transportasi
umum. Salah satu transportasi umum yang paling banyak digunakan oleh
warga Jakarta adalah Bus Transjakarta. Hal ini dikarenakan harganya yang
1
sangat murah dan aksesnya yang sangat luas meliputi hampir seluruh Jakarta
dan bahkan sekarang meluas ke daerah JABODETABEK.
Dengan luasnya jangkauan dan murahnya biaya dari Bus Transjakarta,
begitu banyak warga Jakarta menggunakan transportasi ini sebagai penunjang
kebutuhan mereka sehari – hari seperti kerja, sekolah, wisata, dan lain – lain.
Namun tidak semua orang dapat menggunakan sarana dan prasarana
perkotaan terutama fasilitas Bus Transjakarta. Orang – orang inilah yang kita
sebut sebagai penyandang disabilitas.
Jumlah penyandang disabilitas di Indonesia menurut data dari
Kementerian Sosial RI (tahun 2011) mencapai 3,11%, atau sebesar 6,7 juta
jiwa. Menurut Kementerian Kesehatan RI, jumlah penyandang disabilitas jauh
lebih besar lagi, yaitu 6% dari total populasi penduduk Indonesia. Akan tetapi,
bila mengacu pada standar Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) yang lebih
ketat, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 10 % dari total
penduduk atau sekitar 24 juta jiwa.
Kesimpulan dari Pendataan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS) Penyandang Cacat Berdasarkan Klasifikasi ICF Departemen Sosial RI
dan Surveyor Indonesia (2008) adalah jumlah penyandang disabilitas tertinggi
terdapat dalam usia 18 – 60 tahun (umur produktif) dan jenis kecacatan yang
paling banyak dialami adalah sebagai berikut : cacat kaki sekitar (21.86 %),
cacat mental retardasi (15.41 %), dan cacat bicara (13.08 %).
DKI Jakarta, sebagai ibukota dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,
haruslah mampu menjadi contoh bagi daerah – daerah lain dalam memenuhi
kebutuhan bagi pengguna – pengguna kursi roda ini. Sayangnya, pemerintah
maupun masyarakat masih belum dapat bekerja sama untuk membantu
saudara – saudara kita yang memiliki kekurangan. Kita masih memiliki stigma
yang buruk bagi mereka yang menggunakan kursi roda.
2
Pengertian “disabilitas” adalah seseorang yang termasuk dalam
penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental, ataupun gabungan
penyandang cacat fisik dan mental (UUD No.4 Tahun 1997 Tentang
Penyandang Cacat). Menurut World Health Organization atau WHO,
disabilitas merupakan istilah umum yang meliputi gangguan, keterbatasan
aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan yang dimaksud meliputi
masalah dalam fungsi atau struktur tubuh; keterbatasan aktivitas yang
dimaksud berupa kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melaksanan
tugas atau tindakan; sementara pembatasan partisipasi berupa masalah yang
dialami oleh individu dalam keterlibatan dalam situasi kehidupan.
Definisi dari disabiltas dan difabel sangatlah berbeda. Kata difabel
umumnya digunakan untuk menggambarkan seseorang (kata benda), tidak
seperti kata disabilitas yang menggambarkan kondisi tertentu (kata sifat).
Kaum difabel adalah sekelompok orang yang memiliki kemampuan baik fisik,
mental, ataupun keduanya, yang berbeda daripada orang kebanyakan, bukan
orang yang memiliki kekurangan. Sedangkan, penyandang disabilitas adalah
orang yang memiliki kondisi yang belum dapat diakomodir oleh lingkungan
sekitarnya. Ketika kondisi lingkungan luar sudah akomodatif, maka dia akan
menjadi “orang” seutuhnya tanpa embel – embel disabilitas lagi.
Menurut data jumlah penduduk cacat tahun 2015 yang dikeluarkan oleh
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta, ada sekitar 421
orang penyandang cacat fisik di DKI Jakarta yang tercatat secara resmi. Data
ini belum termasuk cacat – cacat lain, seperti cacat ganda antara cacat fisik
dan mental, dan belum termasuk orang – orang penyandang cacat fisik yang
belum terdaftar secara resmi. Dibandingkan dengan jumlah penduduk Jakarta,
mereka adalah kaum minoritas. Namun, hal itu bukan berarti mereka harus
tersingkirkan dan tidak diperdulikan kebutuhannya.
3
Bus Transjakarta merupakan moda transportasi yang menjadi nodes ke
daerah – daerah di Jakarta. Ada yang membutuhkan pergi dari Jakarta Utara
ke Jakarta Barat untuk bersekolah, ada yang pergi dari Jakarta Timur ke
Jakarta Pusat untuk bekerja, ada yang pergi dari Jakarta Selatan ke Jakarta
Barat untuk berobat, dan lain sebagainya.
Nantinya, hasil solusi berupa konsep desain dari observasi pada Halte dan
Bus Transjakarta diharapkan dapat diaplikasikan di kawasan Jakarta dan
sekitarnya sehingga dapat membantu pengguna kursi roda dalam mengatasi
masalah aksesibilitas mereka di kawasan perkotaan dalam bentuk Halte dan
Bus Transjakarta yang lebih ramah untuk pengguna kursi roda.
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan di atas, berikut adalah rumusan
masalah dari penelitian ini :
Bagaimana standar kondisi agar Halte dan Bus Transjakarta di kawasan
Jakarta dan sekitarnya dapat digunakan bagi pengguna kursi roda?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu : tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum dari penelitian ini adalah menemukan
permasalahan sarana dan prasarana transportasi di perkotaan yang menjadi
kendala aksesibilitas bagi pengguna kursi roda. Sedangkan, tujuan khusus dari
penelitian ini adalah menemukan solusi berupa konsep desain untuk
permasalahan fasilitas Bus Transjakarta agar dapat digunakan juga oleh
pengguna kursi roda.
4. Manfaat Penelitian
Setelah menguraikan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan dari
penelitian ini; manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Manfaat bagi pengguna kursi roda : mendapatkan solusi berupa
konsep desain yang memudahkan aksesibilitas berkelanjutan untuk
4
aktivitas sehari – hari di kawasan Jakarta dan sekitarnya terutama pada
fasilitas Bus Transjakarta
b. Manfaat bagi penulis : menemukan solusi berupa konsep desain bagi
pengguna kursi roda agar memiliki aksesibilitas yang lebih ramah,
aman, dan nyaman di kawasan Jakarta dan sekitarnya terutama pada
fasilitas Bus Transjakarta
c. Manfaat bagi ilmu pengetahuan : menemukan solusi berupa konsep
desain aksesibilitas yang baru yang dapat diaplikasikan di Jakarta dan
sekitarnya untuk pengguna kursi roda terutama pada fasilitas Bus
Transjakarta.
5
BAB II TINJAUAN TEORI DAN PUSTAKA
1. Prakarta
Tidak hanya mengacu pada si subyek, tapi penelitian ini juga akan
mengkaji lingkungan tempat si subyek beraktivitas. Sarana dan prasarana
transportasi yang tersedia harus dapat digunakan untuk kedua belah pihak,
baik pihak yang normal maupun pihak yang berkebutuhan khusus. Jangan
sampai lebih memihak kepada satu sisi. Hal itu akan menyebabkan
ketidakseimbangan pemenuhan kebutuhan yang berkibat kesenjangan sosial.
Contohnya Halte Bus Transjakarta Grogol 1 dan Grogol 2.
Meninjau dari Halte Bus Transjakarta Grogol 1, halte ini memiliki akses
yang menyulitkan bagi pengguna jalan dikarenakan jembatan
penyebrangannya memiliki kemiringan tangga yang tidak sesuai standar
kenyamanan manusia. Hal lain yang memprihatinkan dari halte ini adalah
tidak tersedianya ramp di sisi jembatan penyebrangan di Jalan Kyai Tapa yang
menuju arah Kalideres.
(Gambar 4, sumber : google dan dokumen pribadi)
6
Adapula Halte Bus Transjakarta Grogol 2 yang jembatan
penyebrangannya memiliki medan cukup sulit untuk dilalui karena terlalu
panjang dan berkelok – kelok lintasannya. Selain itu, meskipun tangga dari
jembatan penyebrangan halte ini tersedia dalam bentuk lurus dan ramp yang
masih cukup nyaman dialui, kondisi dari halte ini cukup memprihatinkan
karena tidak terurus seperti lampu yang mati (bahkan hilang) dan tidak
dibersihkan secara berkala sehingga banyak kotoran menumpuk.
(Gambar 5, sumber : dokumen pribadi)
2. Landasan Teori
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
7
1) Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang
cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan
2) Bangunan umum dan lingkungan adalah semua bangunan, tapak
bangunan, dan lingkungan luar bangunannya, baik yang dimiliki oleh
Pemerintah dan Swasta, maupun perorangan yang berfungsi selain
sebagai rumah tinggal pribadi, yang didirikan, dikunjungi, dan
digunakan oleh masyarakat umum termasuk penyandang cacat.
3) Penyandang cacat adalah sebab orang yang mempunyai kelainan fisik
dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan
dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya,
yang terdiri dari :
a) penyandang cacat fisik
b) penyandang cacat mental
c) penyandang cacat fisik dan mental
Jalur Pedestrian
Jalur yang digunakan untuk berjalan kaki atau berkursi roda bagi
penyandang cacat, yang dirancang berdasarkan kebutuhan orang untuk
bergerak aman, nyaman dan tak terhalang.
Persyaratan :
1) Permukaan Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca,
bertekstur halus tetapi tidak licin. Hindari sambungan atau gundukan
pada permukaan, kalaupun terpaksa ada, tingginya harus tidak lebih
dari 1,25 cm. Apabia menggunakan karpet, maka ujungnya harus
kencang dan mempunyai trim yang permanen
2) Kemiringan Kemiringan maksimum 7° dan pada setiap jarak 9 m
disarankan terdapat pemberhentian untuk istirahat
8
3) Area istirahat Terutama digunakan untuk membantu pengguna jalan
penyandang cacat
4) Pencahayaan Berkisar antara 50 – 150 lux tergantung pada intensitas
pemakaian, tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan
5) Perawatan Dibutuhkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kecelakaan
6) Drainase Dibuat tegak lurus dengan arah jalur dengan kedalaman
maksimal 1,5 cm, mudah dibersihkan dan perletakan lubang dijauhkan
dari tepi ramp.
7) Ukuran Lebar minimum jelur pedestrian adalah 120 cm untuk jalur
searah dan 160 cm untuk dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari
pohon, tiang rambu-rambu dan benda-benda pelengkap jalan yang
menghalang
8) Tepi pengaman Penting bagi penghentian roda kendaraan dan tongkat
tuna netra ke arah area yang berbahaya. Tepi pengaman dibuat
setinggi minimum 10 cm dan lebar 15 cm sepanjang jalur pedestrian.
Pintu
Pintu adalah bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruang yang
merupakan tempat untuk masuk dan keluar dan pada umumnya
dilengkapi dengan penutup (daun pintu).
Persyaratan :
1) Pintu pagar ke tapak bangunan harus mudah dibuka dan ditutup oleh
penyandang cacat
2) Pintu keluar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 90 cm, dan
pintu-pintu yang kurang penting memiliki lebar bukaan minimal 80 cm
3) Di daaerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya
ramp atau perbedaan ketinggian lantai
4) Jenis pintu yang penggunaannya tidak dianjurkan :
9
a) Pintu geser
b) Pintu yang berat, dan sulit untuk dibuka/ditutup
c) Pintu dengan dua daun pintu yang berukuran kecil
d) Pintu yang terbuka kekedua arah ( "dorong" dan "tarik")
e) Pintu dengan bentuk pegangan yang sulit dioperasikan terutama
bagi tuna netra
5) Penggunaan pintu otomatis diutamakan yang peka terhadap bahaya
kebakaran. Pintu tersebut tidak boleh membuka sepenuhnya dalam
waktu lebih cepat dari 5 detik dan mudah untuk menutup kembali
6) Hindari penggunean bahan lantai yang licin di sekitar pintu
7) Alat-alat penutup pintu otomatis perlu dipasang agar pintu dapat
menutup dengan sempurna, karena pintu yang terbuka sebagian dapat
membahayakan penyandang cacat
8) Plat tendang yang diletakkan di bagian bawah pintu diperlukan bagi
pengguna kursi roda.
Ramp
Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan
tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan
tangga.
Persyaratan :
1) Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 7°,
perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan atau akhiran
ramp (curb ramps/landing) Sedangkan kemiringan suatu ramp yang
ada di luar bangunan maksimum 6°
2) Panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 7°) tidak boleh
lebih dari 900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah
dapat lebih panjang
10
3) Lebar minimum dari ramp adalah 95 cm tanpa tepi pengaman, dan 120
cm dengan tepi pengaman. Untuk ramp yang juga digunakan sekaligus
untuk pejalan kaki dan pelayanan angkutan barang harus
dipertimbangkan secara seksama lebarnya, sedemikian sehingga bisa
dipakai untuk kedua fungsi tersebut, atau dilakukan pemisahan ramp
dengan fungsi sendiri-sendiri
4) Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus
bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk
memutar kursi roda dengan ukuran minimum 160 cm
5) Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki
tekstur sehingga tidak licin baik diwaktu hujan
6) Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10 cm, dirancang untok
menghalangi roda kursi roda agal tidak terperosok atau keluar dari
jalur ramp. Apabila berbatasan langsung dengan lalu-lintas jalan umum
atau persimpangan harus dibuat sedemikian rupa agar tidak
mengganggu jalan umum
7) Ramp harus diterangi dengan pencahayean yang cukup sehingga
membantu penggunaan ramp saat malam hari. Pencahayaan
disediakan pada bagianbagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap
muka tanah sekitarnya dan bagian- bagian yang membahayakan
8) Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang
dijamin kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai.
Tangga
Fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang dengan
mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan
lebar yang memadai.
Persyaratan :
1) Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam
11
2) Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 60°
3) Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan
pengguna tangga
4) Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) minimum pada
salah satu sisi tangga
5) Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 80 cm
dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu, dan
bagian ujungnya harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke arah
lantai, dinding atau tiang
6) Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujungujungnya (puncak dan bagian bawah) dengan 30 cm
7) Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang sehingga
tidak ada air hujan yang menggenang pada lantainya.
Lift
Lift adalah alat mekanis elektris untuk membantu pergerakan vertikal di
dalam bangunan, baik yang digunakan khusus bagi penyandang cacat
maupun yang merangkap sebagai lift barang.
Persyaratan :
1) Untuk bangunan lebih dari 5 lantai paling tidak satu buah lift yang
aksesibel harus terdapat pada jalur aksesibel den memenuhi standar
teknis yang berlaku
2) Toleransi perbedasn muka lantai bangunan dengan muka lantai ruang
lift maksimurn 1,25 mm
3) Koridor/lobby lift :
a) Ruang perantara yang digunakan untuk menunggu kedatangan lift,
sekaligus mewadahi penumpang yang baru keluar dari lift, harus
disediakan. Lebar ruangan ini minimal 185 cm, den tergantung pada
konfigurasi ruang yang ada
12
b) Perletakan tombol dan layar tampilan yang mudah dilihat den
dijangkau
c) Panel luar yang berisikan tombol lift harus dipasang di tengahtengah ruang lobby atau hall lift dengan ketinggian 90-110 cm dari
muka lantai bangunan
d) Panel dalam dari tombol lift dipasang dengan ketinggian 90-120 cm
dari muka lantai ruang lift
e) Selain terdapat indikator suara, layar/tampilan yang secara visual
menunjukkan posisi lift harus dipasang di atas panel kontrol dan di
atas pintu lift, baik di dalam maupun di luar lift (hall/koridor)
4) Ruang lift :
a) Ukuran ruang lift harus dapat memuat pengguna kursi roda, mulai
dari masuk melewati pintu lift, gerakan memutar, menjangkau
panel tombol dan keluar melewati pintu lift. Ukuran bersih minimal
ruang lift adalah 140cm x 140cm
b) Ruang lift harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail)
menerus pada ketiga sisinya.
5) Pintu lift :
a) Waktu minimum bagi pintu lift untuk tetap terbuka karena
menjawab panggilan adalah 3 detik
b) Mekanisme pembukaan dan penutupan pintu harus sedemikian
rupa sehingga memberikan waktu yang cukup bagi penyandang
cacat terutama untuk masuk dan keluar dengan mudah. Untuk itu
lift harus dilengkapi dengan sensor photo-electric yang dipasang
pada ketinggian yang sesuai.
3. Studi Kasus
a. Tokyo, Jepang
Jepang juga merupakan negara dengan penataan kota yang sangat rapi dan
teratur. Trotoar di Jepang memang dibangun sedemikan rupa mengingat
13
rata-rata orang Jepang memang suka berjalan atau jarang yang
menggunakan kendaraan pribadi. Trotoar di Jepang juga sangat lebar
sehingga para pejalan kaki bebas berlalu lalang. Kebanyakan trotoar di
Jepang memiliki batas seperti pagar kecil dengan jalan raya. Hal tersebut
tentunya akan membuat trotoar menjadi lebih aman untuk digunakan.
Selain itu ternyata pagar pembatas tersebut memang memiliki fungsi untuk
memarkir sepeda karena orang Jepang memang sering kali menggunakan
sepeda. Selanjutnya trotoar di Jepang memiliki jalur untuk penyandang
disabilitas yaitu berupa jalur berwarna kuning yang timbul. Bahkan trotoar
di Jepang juga kerap kali dibagi menjadi 2 bagian yaitu untuk pejalan kaki
dan untuk sepeda.
(Gambar 31, sumber : daftar pustaka)
(Gambar 32, sumber : daftar pustaka)
14
(Gambar 33, sumber : daftar pustaka)
(Gambar 34, sumber : daftar pustaka)
b. Australia
Kepedulian Sydney kepada para penyandang disabilitas sangat tinggi.
Sydney kini memiliki jaringan braille dan tanda tactile paling luas di seluruh
dunia. Tanda-tanda penunjuk jalan ini digunakan untuk membantu para
pejalan kaki yang memiliki gangguan penglihatan atau penyandang
disabilitas.
Panel aluminium penunjuk nama jalan dan nomor bangunan, tidak hanya
dicetak dalam huruf braille, tapi juga berukuran cukup besar dan lebar.
Tanda tersebut telah ditempatkan di dekat tombol tanda untuk melintas.
15
(Gambar 35, sumber : daftar pustaka)
(Gambar 36, sumber : daftar pustaka)
(Gambar 37, sumber : daftar pustaka)
Tak salah jika Melbourne, Ibu Kota negara bagian Victoria, Australia,
sebagai salah satu kota yang dinilai ramah bagi penduduknya.
Tepi trotoar dibuat landai, sehingga orang yang membantu mendorong
tidak harus mengangkat kursi roda kala akan berpindah dari satu trotoar ke
trotoar lainnya. Begitu pula dengan sarana transportasi juga dirancang
16
dengan nyaman dan aman bagi pengguna kursi roda. Di depan pintu depan
bus, di bagian lantainya terdapat tambahan lempengan logam yang bisa
dilipat dan dibuka sebagai jembatan antara pintu dan trotoar.
(Gambar 40, sumber : daftar pustaka)
(Gambar 41, sumber : daftar pustaka)
(Gambar 42, sumber : daftar pustaka)
17
(Gambar 43, sumber : daftar pustaka)
(Gambar 44, sumber : daftar pustaka)
(Gambar 45, sumber : daftar pustaka)
18
BAB III METODE PENELITIAN
1. Teknik Pengumpulan Data
Data dari penelitian ini akan dikumpulkan dengan cara :
a.
Angket (kuisioner) jenis angket yang akan disebarkan adalah angket
terbuka dan semi terbuka yang akan disebarkan untuk pengguna kursi
roda, komunitas pengguna kursi roda, keluarga/kerabat/pengurus dari
pengguna kursi roda, ahli medis, ahli arsitektur, penjual/pabrik kursi roda,
dan awam (terdapat lampiran daftar pertanyaan)
b. Wawancara secara langsung dan media sosial (facebook)
c.
Dokumen hasil rapat, peraturan pemerintah, foto, statistik, dll
d. Observasi pengamatan ke lapangan yang akan dijadwalkan waktunya
baik secara sekilas maupun mendalam dan menggunakan alat indera
serta alat bantu berupa smartphone
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif kuantitatif. Definisi
kualitatif yang dimaksud adalah penelitian tentang riset yang bersifat
deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Proses dari penelitian ini
akan lebih ditonjolkan dan landasan teori akan digunakan untuk lebih fokus
dalam penelitian yang dilakukan. Sedangkan, definisi kuantitatif yang
dimaksud adalah jenis penelitian yang lebih spesifik, sistematis, terencana,
dan juga terstruktur dari awal hingga kesimpulan. Penelitian jenis ini
menekankan pada penggunaan angka – angka, tabel, diagram, dan grafik yang
mendukung.
19
Metode penelitian yang akan digunakan adalah survei (informasi dari
suatu kelompok besar maupun individual yang menjadi sampel), deskriptif
(menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi atau sedang berlangsung pada
masa sekarang maupun pada masa lampau), dan korelasional (kelanjutan dari
metode deskriptif dimana hubungan antar variabel diteliti dan dijelaskan).
3. Ruang Lingkup Penelitian
a.
Waktu
Lingkup waktu penelitian ini adalah dimulai dari tanggal 9 Februari 2017
sampai dengan 23 Mei 2017 saat Pleno UAS KPA.
b. Tempat
Lingkup tempat penelitian ini adalah seluruh Halte dan Bus Transjakarta
yang beroperasi di daerah Jakarta dan sekitarnya.
4. Tema Penelitian
Tema dari penelitian ini adalah “Aksesibilitas bagi Pengguna Kursi Roda di
Jakarta dan sekitarnya pada fasilitas Bus Transjakarta”.
5. Hipotesis
Dugaan sementara dari penelitian ini adalah sebagai berikut : pengguna
kursi roda enggan dan jarang terlihat menggunakan menggunakan fasilitas
Bus Transjakarta di kawasan Jakarta dan sekitarnya dikarenakan kondisinya
yang belum memadai untuk menunjang aksesibilitas mereka.
6. Variabel Penelitian
a. Variabel Terikat
Variabel terikat dari penelitian ini adalah kondisi Halte dan Bus
Transjakarta.
b. Variabel Bebas
Variabel bebas dari penelitian ini adalah aksesibilitas pengguna kursi roda.
c. Variabel Kontrol
Variabel kontrol dari penelitian ini adalah jenis – jenis kursi roda serta
kondisi fisik dan mental pengguna kursi roda.
20
7. Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah semua orang pengguna kursi roda di
beberapa daerah di Indonesia.
Sampel dari penelitian ini adalah semua orang pengguna kursi roda di
daerah Jakarta dan sekitarnya yang akan menggunakan fasilitas Bus
Transjakarta. Berumur produktif (15 – 64 tahun menurut BPS), baik dari lahir
maupun bukan dari lahir, serta karena kecelakaan maupun penyakit/genetik.
Menurut pengamatan, mempunyai ekonomi menengah kebawah karena akan
menggunakan fasilitas transportasi umum (diasumsikan masyarakat
menengah ke atas yang tidak mampu secara fisik beraktivitas dengan normal
tidak akan dibiarkan beraktivitas menggunakan transportasi umum).
8. Kerangka Berpikir
Fasilitas Bus Transjakarta
tidak ramah penyandang
disabilitas
Pemerintah kurang
memperhatikan kebutuhan
penyandang disabilitas
Stigma buruk masyarackat
kepada penyandang
disabilitas
• Penyandang disabilitas terbesar
adalah cacat fisik
• Gangguan aksesibilitas = cacat kaki
(menggunakan kursi roda)
• Pengguna kursi roda jarang
beraktivitas diluar
• Jalur bagi pengguna kursi roda
tidak tersedia dengan layak
• Pengguna kursi roda merasa
tersingkir
• Sikap defensif dari pengguna kursi
roda kepada orang normal
Pemerintah mulai sadar dan
menyediakan kebutuhan
penyandang disabilitas
Masyarakat mulai peduli
kepada penyandang
disabilitas
• Muncul Transjakarta Care
• Muncul banyak kegiatan sosial dan
komunitas untuk pengguna kursi
roda
Perbaikan fasilitas Bus
Transjakarta
• Halte dibuat lebih memadai agar
pengguna kursi roda dapat
melintasinya
• Bus dibuat lebih nyaman agar
pengguna kursi roda tidak repot
keluar/masuk bus
Kebutuhan aksesibilitas
penyandang disabilitas
terpenuhi
• Pengguna kursi roda dapat
menggunakan fasilitas Bus
Transjakarta dengan nyaman
(Tabel 3)
9. Kerangka Penelitian
21
Bus Transjakarta adalah
moda transportasi
murah dengan
jangkauan yang cukup
luas
Halte dibuat lebih
memadai agar
pengguna kursi roda
dapat melintasinya
Bus dibuat lebih
nyaman agar pengguna
kursi roda tidak repot
keluar/masuk bus
Penyandang disabilitas
terbesar adalah cacat
fisik
Sikap defensif dari
pengguna kursi roda
kepada orang normal
Pengguna kursi roda
dapat menggunakan
fasilitas Bus
Transjakarta dengan
nyaman
Gangguan aksesibilitas =
cacat kaki
(menggunakan kursi
roda)
Pengguna kursi roda
merasa tersingkir
Pengguna kursi roda
jarang beraktivitas
diluar
Jalur bagi pengguna
kursi roda tidak tersedia
dengan layak pada
fasilitas Bus
Transjakarta
(Tabel 4)
10.
Kerangka Konsep
Jumlah penyandang disabilitas
meningkat setiap tahun di
Jakarta
Tingkat disabilitas
tertinggi adalah cacat
fisik (kaki)
Cacat kaki yang parah
membutuhkan kursi
roda untuk menungjang
geraknya
Kondisi Halte dan Bus
Transjakarta belum ramah
bagi pengguna kursi roda
Salah satu sarana dan
prasarana transportasi favorit
di Jakarta adalah Bus
Transjakarta
Sarana dan prasarana
transportasi di butuhkan di
Jakarta untuk menunjang
aksesbilitas
Padahal, Bus Transjakarta
berbiaya murah dan
jangkauannya mencakup
Jakarta dan sekitarnya
Hasilnya, pengguna kursi roda
enggan menggunakan fasilitas
Bus Transjakarta karena tidak
dapat "mengayomi" mereka
Pengguna kursi roda perlu
dikaji kebutuhannya di
fasilitas Bus Transjakarta
(Tabel 5)
11.
Langkah – Langkah Penelitian
22
9 Februari 2017 –
Cari buku design for all,
Identifikasi,
14 Februari 2017
definisi orang tua/cacat,
pemilihan, dan
peraturan/standar,
perumusan
accessible design in building masalah
14 Februari 2017
Batasan kawasan, cari
– 21 Februari
sumber (missal : panti
2017
jompo), tingkat
ketidakmampuan, standar
21 Februari 2017
Klasifikasi, tabel statistik,
Melakukan studi
– 28 Februari
batasan sampel,
pendahuluan dan
2017
mengumpulkan data,
kepustakaan
komunitas kursi roda
28 Februari 2017
Analisis kebutuhan,
Merumuskan
– 7 Maret 2017
wawancara
hipotesis
langsung/online,
mengumpulan data,
bangunan berstandar
7 Maret 2017 –
Wawancara
Mengidentifikasi
14 Maret 2017
langsung/online, mulai
variabel dan
menentukan judul dan
definisi operasional
membuat kerangka
variabel; pemilihan
proposal
dan
pengembangan
alat pengambil
data
14 Maret 2017 –
Survey, wawancara
Pemilihan atau
28 Maret 2017
langsung/online, analisis
pengembangan
data yang sudah di dapat
alat pengambil
23
data (instrument
penelitian)
16 Maret 2017
Kritik 1
Perbaikan
23 Maret 2017
UTS Pleno KPA
Kumpul
4 April 2017 – 11
Perbaikan setiap kesalahan
Menentukan
April 2017
kerangka dan analisis, mulai rancangan dan
membahas secara
desain penelitian
mendalam hasil data
11 April 2017 –
Studi kasus, pembahasan
18 April 2017
Menentukan
subyek penelitian
atau sampel
18 April 2017 –
Survey lapangan,
Melaksanankan
25 April 2017
wawancara
penelitian dan
pengumpulan data
25 April 2017 – 2
Pembahasan data dan studi
Melakukan analisis
Mei 2017
kasus
dan pengolahan
2 Mei 2017 – 9
Pembahasan bangunan
data
Mei 2017
yang punya akses
9 Mei 2017 – 16
Melengkapi semua yang
Merumuskan hasil
Mei 2017
belum lengkap
penelitian dan
pembahasan
16 Mei 2017 – 23
Perbaikan teknis
Mei 2017
Menyusun laporan
dan melakukan
diseminasi
16 Mei 1017
Kritik 2
Perbaikan
23 Mei 2017
UAS Pleno KPA
Kumpul
(Tabel 6)
24
BAB IV HASIL PENELITIAN
1. Data
a.
Angket/Kuisioner
Sebagian besar dari pengguna kursi roda yang memberikan
kesediaannya untuk mengisi angket/kuisioner ini dihubungi lewat media
sosial online FB (Facebook).
1) Daftar pertanyaan untuk pengguna kursi roda (lewat pertanyaan ini,
dapat di ketahui informasi langsung dari pengguna kursi roda berupa
kebutuhan – kebutuhan mereka yang tidak semua orang dapat
mengerti/mengetahui dan kondisi mereka serta harapan mereka
dalam penyediaan fasilitas bagi pengguna kursi roda).
2) Daftar pertanyaan untuk komunitas/yayasan online (maupun bukan
online) pengguna kursi roda (lewat pertanyaan ini, dapat diketahui
informasi mengenai kebutuhan – kebutuhan pengguna kursi roda
terutama secara berkelompok dan apa saja kegiatan mereka dan
kondisi mereka serta harapan mereka bagi penyediaan fasilitas untuk
pengguna kursi roda).
3) Daftar pertanyaan untuk masyarakat/awam (lewat pertanyaan ini,
dapat diketahui pandangan masyarakat mengenai pengguna kursi roda
dan perkiraan kebutuhan mereka secara umum, serta harapan mereka
bagi penyediaan fasilitas untuk pengguna kursi roda).
4) Daftar pertanyaan untuk ahli arsitektur (lewat pertanyaan ini, dapat
diketahui mengenai pendapat ahli secara langsung tentang apa saja
kebutuhan pengguna kursi roda secara arsitektural dan pandangan
25
mereka mengenai pengguna kursi roda serta harapan mereka bagi
penyediaan fasilitas untuk pengguna kursi roda).
b. Observasi
Observasi akan dilakukan secara langsung (pengamatan lapangan) di
beberapa Halte Bus Transjakarta, yaitu :
1)
2)
3)
4)
Halte Asmi (melayani koridor 2)
Halte Jelambar (melayani koridor 3 dan 8)
Halte Tosari (melayani koridor 1)
Halte Sarinah (melayani koridor !)
2. Hasil
a.
Angket/Kuisioner
(Lampiran)
b. Observasi
1) Halte yang Belum Memenuhi Standar
a) Halte Asmi
Lokasi : Jl. Perintis Kemerdekaan, Jakarta Timur
Kondisi :
(Gambar 64, sumber : dokumen pribadi)
b) Halte Jelambar
Lokasi : Jl. Daan Mogot, Jakarta Barat
26
Kondisi :
(Gambar 65, sumber : dokumen pribadi)
5) Halte yang Sudah Memenuhi Standar
a) Halte Tosari
Lokasi : Jl. M.H. Thamrin, Jakarta Pusat
Kondisi :
27
(Gambar 66, sumber : google)
b) Halte Sarinah
Lokasi : Jl. M.H. Thamrin, Jakarta Pusat
Kondisi :
(Gambar 67, sumber : google)
3. Pembahasan
a.
Angket/Kuisioner
28
1) Pengguna Kursi Roda
KEBUTUHAN
Sekunder
10%
Ramp
9%
Sandang,
Pangan, dan
Papan
23%
Fasilitas
Pendukung
58%
Dapat ditarik kesimpulan bahwa fasilitas pendukung adalah yang
paling dibutuhkan bagi pengguna kursi roda. Hal yang termasuk
fasilitas pendukung antara lain adalah lift, eskalator khusus, maupun
mobil bantuan yang menunjang mobilitas mereka dalam menyebrang.
BAHAYA
Tidak ada
17%
Trotoar nonaccessible
16%
Penyakit
17%
Jatuh
50%
Dapat ditarik kesimpulan bahwa bahaya terbesar yang dihadapi oleh
pengguna kursi roda adalah terjatuh. Hal ini sangat berbahaya karena
jatuh bukan hanya menimbulkan luka luar, tapi juga dapat
menimbulkan luka dalam. Saat terjatuh, kondisi mereka sangat rawan
baik secara keamanan maupun keselamatan karena mereka sedang
tidak berdaya akibat keterbatasan ruang gerak.
29
KEGIATAN SEHARI - HARI
Di Luar Rumah
50%
Di Dalam
Rumah
50%
Dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan sehari – hari dari pengguna
kursi roda ada yang diluar rumah dan ada yang di dalam rumah. Di luar
rumah mereka dapat bekerja sebagai auditor, bersekolah, mengikuti
pelatihan, bahkan memancing, dan lain sebagainya. Namun ada juga
yang berkegiatan sehari – hari dirumah seperti usaha fotokopi dan
peternak ayam.
BUS TRANSJAKARTA
Tidak Tahu
33%
Kurang Baik
17%
Sangat Kurang
50%
Data ditarik kesimpulan bahwa menurut sebagian besar dari pengguna
kursi roda, fasilitas Bus Transjakarta masih sangat kurang. Salah satu
contohnya adalah jembatan penyebrangan yang tidak dapat diakses
dam jalanan pedestriannya yang berlubang – lubang.
30
2) Komunitas/Yayasan Pengguna Kursi Roda
KEBUTUHAN
Aksesibilitas
di Jalanan
33%
Fasilitas yang
Lebih Baik
67%
Dapat ditarik kesimpulan bahwa aksesibilitas di jalanan adalah yang
paling dibutuhkan menurut komunitas/yayasan pengguna kursi roda.
Hal ini dapat menunjang mobilitas mereka dalam berpindah dari satu
tempat ke tempat yang lain.
BAHAYA
Kematian
33%
Terjatuh
67%
Dapat ditarik kesimpulan bawah bahaya terbesar bagi pengguna kursi
roda adalah terjatuh. Hal ini dikarenakan kondisi dari pengguna kursi
roda sangatlah rentan saat terjatuh baik secara keselamatan maupun
keamanan.
KONDISI FISIK
Terbatas
33%
Sehat
34%
Membaik
33%
31
Dapat ditarik kesimpulan bahwa rata – rata pengguna kursi roda
memiliki kondisi fisik yang baik (kecuali kaki) karena sudah terlatih
dalam menggunakannya (mengayuh kursi roda).
KONDISI PSIKIS
Terbiasa
33%
Down, Normal
34%
Down
33%
Dapat ditarik kesimpulan bahwa rata – rata pengguna kursi roda
sangat down dengan kondisi mereka. Tapi, seiring berjalannya waktu
mereka mulai belajar untuk menerima keadaan sehingga lama
kelamaan mereka terbiasa dengan keadaan mereka dan dapat
beraktivitas dengan normal.
BUS TRANSJAKARTA
Membaik
33%
Masih Kurang
67%
Dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar komunitas/yayasan
pengguna kursi roda menyatakan fasilitas Bus Tranjakarta masih
kurang dari standar yang seharusnya. Contohnya adalah ramp miring
yang belum sesuai.
32
3) Masyarakat/Awam
Kebutuhan
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Sangat Butuh
Butuh
Kurang Butuh
Tidak Butuh
Dapat ditarik kesimpulan bahwa kebutuhan yang dirasakan masyarakat
sangat diperlukan untuk pengguna kursi roda adalah ramp yang lebih
banyak dan landai. Hal ini dikarenakan sangat mudah sekali
menemukan ramp yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
untuk pengguna kursi roda. Banyak jalanan dan jembatan di Jakarta
yang tidak dilengkapi dengan ramp. Ada juga yang sudah dilengkapi
dengan ramp namun masih tidak ramah untuk pengguna kursi roda
bahkan untuk orang normal.
.
BUS TRANSJAKARTA
Belum
100%
33
Dapat diambil kesimpulan bahwa semua sampel masyarakat
menyatakan bahwa fasilitas Bus Transjakarta masih belum memadai
untuk pengguna kursi roda. Contohnya adalah trotoar yang memiliki
perbedaan ketinggian (tidak ada ramp), jalan yang terlalu sempit dan
curam, dan jembatan penyebrangan yang tidak punya lift.
4) Ahli Arsitektur
PENGALAMAN
Ada
100%
Dapat diambil kesimpulan bahwa semua ahli arsitektur memiliki
pengalaman dengan pengguna kursi roda maupun pengalaman
mendesain untuk pengguna kursi roda baik secara langsung maupun
tidak langsung. Hal ini sangat penting untuk wawasan mereka dalam
mendesain suatu bangunan/fasilitas yang dapat diakses oleh semua
orang.
KEBUTUHAN
Railling
25%
Ramp
50%
Lift
25%
Dapat diambil kesimpulan bahwa ramp adalah kebutuhan yang paling
dibutuhkan bagi pengguna kursi roda menurut para ahli ahli arsitektur.
34
Ramp sangat membantu pengguna kursi roda berpindah dari suatu
level lantai ke level lantai yang lain.
BAHAYA
Sulit Bergerak
25%
Fasilitas yang
Belum
Memadai
25%
Jalanan Licin
dan Curam
25%
Jalanan Tidak
Rata
25%
Dapat diambil kesimpulan bahwa terdapar banyak bahaya yang
mengancam bagi pengguna kursi roda, yaitu : sulit bergerak, jalanan
licin dan curam, fasilitas yang belum memadai, dan jalanan yang tidak
rata. Tanjakan yang tidak memiliki railing juga berbahaya karena
pengguna kursi roda dapat terjatuh/terguling.
BUS TRANSJAKARTA
Belum
100%
Dapat diambil kesimpulan bahwa menurut para ahli yang menjadi
responden (semua), fasilitas Bus Transjakarta belum memadai.
Terdapat fasilitas lift yang masih belum merata, akses masuk ke bus
yang belum ramah untuk pengguna kursi roda, ramp yang terlalu
curam dan panjang, serta kapasitas yang masih belum memadai.
b. Observasi
35
Secara garis besar, halte – halte di daerah Jakarta Pusat lebih
diperhatikan dan lebih ramah terhadap pengguna kursi roda karena
tersedianya lift di halte Bus Transjakarta Koridor 1.
Jika ditarik kesimpulan dari hasil analisis observasi, maka :
Kelebihan
Kekurangan
Kemiringan ramp sudah cukup
Meskipun banyak halte yang tidak
baik
menyediakan ramp yang layak
maupun lift
Lebar jembatan cukup luas
Namun, jarak jembatan dan halted
an cukup jauh ditambah terdapat
bollard yang menutup akses
Area masuk (ticketing) cukup luas
Meskipun banyak halte yang jalur
masuknya hanya satu, contohnya
Halte S. Parman Podomoro City
-
Tidak adanya papan maupun alat
bantu untuk melangkah dari dan
ke bus, sedangkan terdapat jarak
langkah yang cukup lebar antara
halte dan bus
-
Perbedaan ketinggian antara jalan
aspal dengan trotoar yang tidak
dilengkapi ramp
36
BAB V PENUTUP
1. Kesimpulan
Hal yang dapat diambil mulai bab 1 sampai dengan bab 4 dari penelitian
kajian ini adalah Halte dan Bus Transjakarta masih belum ramah untuk
pengguna kursi roda. Hal ini terbukti dari banyaknya pengguna kursi roda
sendiri, komunitas mereka, para masyarakat, bahkan ahli arsitektur yang
setuju bahwa fasilitas ini masih belum memadai. Hasil observasi juga
memperlihatkan masih banyak halte yang tidak bisa diakses oleh pengguna
kursi roda. Jika ada fasilitas yang baik seperti lift, fasilitas ini tidak selalu
beroperasi. Padahal, moda transportasi ini sangatlah disenangi karena tarifnya
yang murah dan jangkauannya yang luas.
Pengguna kursi roda sekalipun pasti juga membutuhkan sarana dan
prasarana transportasi seperti Bus Transjakarta untuk dapat menunjang
kebutuhan aksesibilitas mereka yang beragam; mulai dari bersekolah, bekerja,
berwisata, dan lain sebagainya. Pengguna kursi roda juga bukan hanya berada
di tempat tertentu, tetapi menyebar dan bisa dimana saja. Oleh karena itu,
penting sekali pemerataan fasilitas yang menunjang bagi pengguna kursi roda
di Halte dan Bus Transjakarta agar semua halte dan bus ini dapat digunakan
oleh pengguna kursi roda secara berkelanjutan.
2. Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis untuk peningkatan kualitas dari
Halte dan Bus Transjakarta agar dapat digunakan juga untuk pengguna kursi
roda :
37
a.
Pemerataan fasilitas pada halte berupa lift pada kedua ujung jembatan
yang dapat beroperasi dan dirawat dengan baik sehingga kapanpun
dibutuhkan oleh pengguna kursi roda maupun orang tua dan ibu hamil
dapat digunakan. Jangan sampai hanya di daerah Jakarta Pusat saja
karena jangkauan dari moda transportasi ini adalah seluruh Jakarta dan
sekitarnya
b. Kemiringan ramp jembatan yang dipertahankan pada besaran 1:12 agar
memudahkan pengguna kursi roda dalam melaluinya, serta jaraknya yang
tidak terlalu jauh atau berliku – liku
c.
Menghilangkan bollard yang menghalangi pada awal jembatan sehingga
pengguna kursi roda dapat lewat dan masuk melalui jembatan tersebut
d. Menyediakan ramp untuk perbedaan ketinggian antara jalan aspal dan
trotoar agar pengguna kursi roda dapat melewati trotoar tersebut
e.
Menyediakan area masuk (ticketing) dan area halte yang lebih luas untuk
jalur sirkulasi bagi pengguna kursi roda
f.
Menyediakan fasilitas papan ataupun alat bantu lain yang memungkinkan
pengguna kursi roda melewati jarak antara halte dan bus, jika
memungkinkan mengganti bus menjadi bus yang memiliki spesifikasi
untuk pengguna kursi roda (bukan hanya pengosongan beberapa bangku
untuk area kursi roda) seperti bus yang digunakan di luar negeri (dapat
memiringkan badan bus dan memanjangkan papan)
g.
Menyeleksi narasumber dan mempersiapkan dengan lebih baik agar tidak
terjadi kesalahpahaman saat akan mewawancarai dikarenakan
pertanyaan yang kurang berkenan, ijin yang kurang meyakinkan, maupun
penampilan yang kurang sesuai
h. Membuat daftar pertanyaan yang benar – benar dikhususkan, karena
pada prosesnya akan terjadi seleksi pertanyaan – pertanyaan yang jika
dirasa tidak menghasilkan target yang ditetapkan pada awalnya akan
dihilangkan
38
Daftar Pustaka
Aisyah, Tifania Roro. 2016. Situasi Penyandang Disabilitas. Jakarta : Kementrian
Kesehatan RI.
Centre for Excellence in Universal Design. 2015. Building for Everyone: A
Universal Design Approach. Dublin : NDA.
Ewing, Reid dan Otto Clemente. 2013. Measuring Urban Design. Washington :
IslandPress.
Firdaus, Ferry dan Fajar Iswahyudi. 2010. Aksesibilitas dalam Pelayanan Publik
untuk Masyarakat dengan Kebutuhan Khusus. Jakarta : Pusat Kajian MPLAN.
http://mynewblogtifaniaroro.blogspot.co.id/2016/03/situasi-penyandang-disabili
tas.html/
http://news.detik.com/internasional/3071363/enaknya-disabilitas-diservishabis-di-melbourne
http://noren-id.com/life-in-japan/2016/09/9165/
http://www.denpasar.id.embjapan.go.jp/indonesia/konnichiwa%2013/konnichiwa13_126.html
https://filandrians.wordpress.com/2016/01/19/pedestrian-untuk-disabilitas/
https://hwpcipusat.wordpress.com/2010/08/17/peraturan-perundangundangan-aksesibilitas-bangunan-umum-bagi-penyandang-disabilitas/
https://nationalgeographic.co.id/berita/2015/12/2015-fasilitas-publik-di-jakartabelum-ramah-difabel/
https://pramudyawardhani.wordpress.com/2010/10/27/penataan-ruang-bagipenyandang-cacat/
ILO. 2011. Inklusi Penyandang Disabilitas di Indonesia. Jakarta : ILO.
iv
Irwanto, dkk. 2010. Analisis Situasi Penyandang Disabilitas di Indonesia : Sebuah
Desk-Review. Depok : Pusat Kajian Disabilitas FISP UI.
Keputusan Menteri Pekerjan Umum Republik Indonesia Nomor: 468/ KPTS/
1998 Tanggal: 1 Desember 1998 Tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada
Bangunan Umum dan Lingkungan
Komisi Nasional Lanjut Usia. 2010. Aksesibiltas dan Kemudahan dalam
Penggunaan Sarana dan Prasarana. Jakarta : Menteri Perhubungan.
NACTO. 2013. Urban Street Design Guide. New York : Nacto.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 30/PRT/M/2006 Tentang
Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan
Pusat Data dan Informasi Kementerian Sosial Republik Indonesia Tahun 2012.
Syafi’ie, M.. 2014. Pemenuhan Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat. Yogyakarta :
Jurnal INKLUSI. Vol. 1 No. 2.
UNICEF. 2013. Rangkuman Eksekutif : Anak Penyandang Disabilitas. New York :
UNICEF.
Utami, Risnawati. 2006. Kota yang Berperspektif HAM : Ramah Difabel. Jakarta :
Konas Difabel OHANA.
UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.
UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
World Health Organization. (2011). World Report on Disability. Geneva: World
Health Organization.
v