INDUSTRI MANUFAKTUR DAN PEMBANGUNAN EKON

INDUSTRI MANUFAKTUR DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
INDONESIA:
TEORI PENGEMBANGAN DAN PROTEKSIONISME ERA KETERBUKAAN

OLEH :

Fahrulraz M. Faruk
Maria Sumaryati Tolok

2017

Abstract
The manufacturing industry has a huge role for the Indonesian economy. Therefore, the development
strategy of the manufacturing industry must be targeted. Development strategy refers to the policies
undertaken by the developed countries in building their manufacturing industry. The development of
the manufacturing industry is divided into several stages: planning, development, management, and
marketing. In addition, protectionist policies are needed to protect Indonesia's manufacturing
industry to keep it running. Protectionism is meant more to protectionism in accordance with global
developments in this era of openness.
Keywords: Industry, Manufacturing, Protectionism, economy


Abstrak
Industri manufaktur memiliki peran yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia. Oleh sebab itu
strategi pengembangan industri manufaktur harus tepat sasaran. Strategi pengembangan mengacu
pada kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh negara-negara maju dalam membangun industri
manufaktur mereka. Pengembangan industri manufaktur terbagi ke dalam beberapa tahap yaitu
perencanaan, pembangunan, pengelolalaan, dan pemasaran. Selain itu, dibutuhkan kebijakan terkait
dengan proteksionisme untuk dapat melindungi industri manufaktur Indonesia agar tetap berjalan.
Proteksionisme yang dimaksudkan lebih kepada proteksionisme yang disesuaikan dengan
perkembangan global di era keterbukaan ini.
Kata Kunci : Industri, Manufaktur, Proteksionisme, ekonomi

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang
Sejarah ekonomi dunia menunjukan bahwa industrialisasi merupakan suatu proses interaksi
antara pengembangan teknologi, inovasi, spesialisasi, produksi, dan perdagangan, antar negara yang
pada akhirnya sejalan dengan meningkatnya pendapatan mayarakat, mendorong perekonomian di
banyak negara dari yang tadinya berbasis pertanian menjadi berbasis industri (Tulus T.H.
Tambunan:2003). Industrialisasi dipandang sebagai


mesin pertumbuhan ekonomi yang sangat

penting (Dan Su & Yang Yao : 2016). Perkembangan industri memiliki peran penting dalam hal
pertumbuhan ekonomi negara-negara seperti Tiongkok, Korea Selatan, Taiwan, dan Indonesia.
Seiring dengan percepatan pertumbuhan, tingkat kemiskinan telah menurun di banyak negara.
Beberapa negara telah berhasil mencapai pertumbuhan dengan ekuitas, sedangkan ketimpangan
pendapatan masih tetap tinggi (Matleena Kniivilä : 2007).
Sejak tahun 1950 banyak negara mulai melakukan peralihan sektor perekonomian utama, dari
negara yang berbasis agraris menjadi sebuah negara yang berbasis industri. Hampir di setiap negara
maju, perekonomiannya tidak bergantung pada sektor primer (pertanian, pertambangan, dsb),
2|Working Paper

melainkan berorientasi pada sektor-sektor industri. Beberapa negara maju seperti Jepang , Korea
Selatan, dan Taiwan, melakukan pengembangan industrialisasi melalui pembangunan sektor industri
sekunder di bidang manufaktur. Industri manufaktur adalah industri pengolahan, yaitu suatu usaha
yang mengolah atau mengubah bahan mentah menjadi barang jadi ataupun barang setengah jadi yang
mempunyai nilai tambah yang dilakukan secara mekanis dengan mesin ataupun tanpa menggunakan
mesin (manual) (BPS:2008). Beberapa contoh dari industri manufaktur diantaranya yaitu industri
tekstil, industri baja, industri pengolahan makanan, industri furnitur, dsb. Produksi barang mentah
menjadi barang jadi atau barang setengah jadi, dan produksi barang setengah jadi menjadi barang jadi

secara masal, dapat berkontribusi dalam menambah lapangan pekerjaan. Hal ini secara tidak langsung
berdampak pada meningkatnya pendapatan nasional per kapita. Indonesia sejak masa pemerintahan
orde baru, mulai mengadaptasi beberapa negara maju dalam hal pembangunan ekonomi melalui
industrialisasi. Transformasi struktural yang terjadi di Indonesia telah mengubah peranan dominan
sektor pertanian yang bergeser ke sektor industri. Hal ini sejalan dengan teori yang diutarakan
Chenery dan Syrquin (1975). Teori transformasi struktural itu sendiri mengatakan bahwa peran
dominan tersebut tidak hanya akan terjadi dalam struktur produksi, namun juga akan terjadi pada
struktur konsumsi dan penyerapan tenaga kerja (Suhasil Nazara : 2008).
Beberapa penelitian terbaru mengungkapkan bahwa industri manufaktur tidak lagi menjadi
pilihan utama dalam hal pembangunan ekonomi di negara berkembang. Tetapi studi empiris tersebut
dibantah dengan beberapa bukti dari literatur menunjukkan bahwa mesin hipotesis pertumbuhan
untuk manufaktur pada umumnya masih berlaku untuk negara berkembang, terutama yang memiliki
tingkat sumber daya manusia lebih tinggi. Setelah tahun 1990, sektor manufaktur di negara-negara
berkembang masih memenuhi persyaratan sebagai pendorong pembangunan ekonomi, terutama
untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan dan mempertahankan ukuran yang sama dalam
PDB dan lapangan pekerjaaan seperti pada periode 1970 sampai 1990. Dengan demikian, penurunan
MVA dan pangsa lapangan kerja manufaktur di banyak negara berkembang tidak disebabkan oleh
perubahan kualitas atau kuantitas kegiatan manufaktur, namun sebagian besar disebabkan oleh
kegagalan pengembangan manufaktur di sejumlah besar negara berkembang dengan latar belakang
perkembangan yang pesat (Nobuya Haraguchi,dkk : 2016).

Berdasarkan fakta yang menggambarkan pentingnya sebuah Industri terutama yang berbasis
manufaktur pada suatu negara, maka kebijakan terkait dengan sektor ini harus benar-benar relevan.
Kebijakan terkait penciptaan inovasi, pengelolaan industri manufaktur, sampai pada peningkatan
daya saing produksi harus efektif. Ouput dari industri manufaktur diharapkan tidak hanya sebagai
barang subtitusi impor, melainkan dapat bersaing secara internasional. Untuk mengikuti
perkembangan pasar, maka produksi yang dihasilkan diharapkan berupa barang padat karya yang
3|Working Paper

berbasis teknologi. Hal ini untuk mengantisipasi jika terjadi gejolak di sektor-sektor industri primer
seperti fluktuasi harga. Sebab produk-produk yang berbasis teknologi cenderung tidak terlalu
terpengaruh dengan gejolak-gejolak yang terjadi di pasar.
Tantangan selanjutnya yang muncul yaitu bagaimana memproduksi barang yang mempunyai
daya saing tinggi di pasar internasional maupun dalam negeri. Selain mengembangkan inovasiinovasi baru, alternatif lain yang dapat dilakukan pemerintah yaitu dengan memproteksi industriindustri manufaktur lokal. Menurut KBBI, proteksionisme adalah paham bahwa ekonomi dalam
negeri harus dilindungi pemerintah dari persaingan luar negeri. Hal ini bermanfaat untuk menjaga
dan mengembangkan industri-industri manufaktur terutama industri manufaktur pemula, agar tetap
eksis dan dapat bersaing minimal sebagai penghasil barang subtitusi impor untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri. Proteksi industri manufaktur bisa dilakukan bersamaan dengan
pengembangan industri-industri baru tersebut. Proteksi dapat dilakukan sampai kepada titik dimana
produksi yang dihasilkan oleh industri tersebut, sudah memenuhi syarat untuk dapat bersaing dengan
barang-barang dari negara lain di pasar internasional. Strategi ini terbukti efektif dalam menjaga serta

menambah daya saing brand-brand lokal, sebagaimana dilakukan oleh Jepang pada awal-awal
pembangunan sektor industri mereka. Dimana barang-barang yang dapat diproduksi sendiri,
dilakukan proteksi melalui pembatasan impor, sembari mebuka selebar-lebarnya keran ekspor agar
barang yang di produksi di dalam negeri dapat bersaing secara internasional.

1.2 Rumusan masalah
Kebijakan pemerintah yang melandasi pembangunan industri manufaktur harus efektif dan
efisien. Pembangunan industri manufaktur dapat dilakukan dengan mengadopsi kebijakan-kebijakan
dari negara-negara maju yang sudah lebih dulu berjaya dengan sektor industri manufakturnya. Selain
itu strategi yang digunakan oleh pemerintah dalam menjaga daya saing produk yang dihasilkan oleh
industri manufaktur harus tepat. Kebijakan proteksionisme industri manufaktur yang dilakukan oleh
negara-negara maju sudah mulai harus diterapkan di Indonesia. Oleh karena itu rumusan masalah
yang diangkat dalam kajian ini adalah bagaimana kebijakan pemerintah yang tepat dalam
membangun industri manufaktur yang kuat, serta bagaimana pemerintah melindungi industri-industri
manufaktur lokal dalam meghadapi persaingan global ?.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis permasalahan yang menghambat
perkembangan pembangunan industri manufaktur di Indonesia, serta menganalisis kebijakan4|Working Paper

kebijakan yang tepat untuk pembangunan industri manufaktur yang kuat salah satunya dengan cara

memproteksi output yang diproduksi oleh industri-industri manufaktur di Indonesia, agar dapat
bersaing dengan produk-produk manufaktur dari luar negeri.

2. Landasan Teori
Perdebatan seputar dampak globalisasi semakin melebar dan mendalam. Beberapa negara
seperti India dan Tiongkok, serta negara-negara yang telah membangun sektor manufaktur selama
lima dekade secara sadar tampil sebagai pemenang. Sejumlah besar negara Dunia Ketiga yang lebih
kecil tampaknya kalah dalam persaingan globalisasi (Erik S. Reinert : 2008). Pembangunan sektorsektor industri harus dilakukan secara terintegrasi dalam suatu sistem industri (S.A.F Silalahi : 2014).
Selama lebih dari dua puluh tahun, peran industri manufaktur dalam perekonomian Indonesia telah
meningkat secara substansial, dari 19% terhadap PDB tahun 1990 menjadi 26% tahun 2009 .
Walaupun selama tahun 1990-2008, sektor industri juga sempat mengalami penurunan pertumbuhan
akibat adanya krisis. Di sisi lain, peningkatan lapangan kerja industri manufaktur hanya naik dari 10
% menjadi 12 %. Dinamika sektor industri secara umum bergerak sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi. Ketika krisis Asia melanda Indonesia tahun 1997/1998, PDB tahun 1998 tumbuh negatif
sebesar 13.3 % yang juga diikuti oleh penurunan pertumbuhan sektor manufaktur sebesar 15.4 % .
Penurunan yang tajam pada output manufaktur tahun 1998 ini juga diikuti oleh penurunan tajam
lapangan kerja di sektor manufaktur yaitu sebesar 9% (Yati Kurniati,Yanfitri : 2010). Rekam jejak
industri manufaktur dan sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi menunnjukan bahwa industri
manufaktur merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam peningkatan produk domestik
bruto Indonesia.

20
19.5
19

18.5
18
17.5
17
16.5
2014

2015

2016

Diagram 1.1 Kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB (2014, 2015, 2016)
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)

5|Working Paper


Kontribusi sektor manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi di tahun 2014 mencapai
17,89% yaitu sebesar Rp. 2.089 triliun. Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB di tahun 2015
dan 2016 meningkat yaitu masing-masing sebesar 18,1% dan 18.2%. Data ini menunjukan betapa
pentingnya industri manufaktur dan perannya dalam pembangunan ekonomi nasional. Angka ini
masih kecil jika dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya terkait dengan sumbangan sektor
manufaktur terhadap PDB nasional. Salah satu definisi negara maju yaitu dimana industri
manufakturnya berkontribusi sekitar 30% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Kontribusi sektor
manufaktur yang besar terhadap perekonomian yang menyebabkan siklus perekonomian, tidak
terlepas dari dinamika sektor manufaktur. Siklus boom dan bust dalam ekonomi sering dikaitkan
dengan jumlah perusahaan yang masuk dan keluar dari suatu industri (Yati Kurniati & Yanfitri :
2010).
Strategi pengembangan industri manufaktur harus tepat sasaran, sehingga barang yang
dihasilkan dapat bernilai jual tinggi. Industri manufaktur diharapkan tidak hanya berperan sebagai
produsen barang subtitusi impor, melainkan harus dapat bersaing secara internasional melalui ekspor.
Menurut Radius Prawira dalam bukunya “Pergulatan Indonesia Membangun Ekonomi”, Kebijakan
perdagangan berorientasi ekspor merupakan raja dari model-model pembangunan, dan subtitusi
impor sudah kehilangan pamornya. Walaupun dalam 20 tahun belakangan ini ada proses diversifikasi
produk manufaktur untuk tujuan ekspor, hingga saat ini, industri-industri yang menjadi andalan
ekspor manufaktur Indonesia berasal dari beberapa industri saja, termasuk industri minyak kelapa
sawit mentah (NPO), industri kulit (termasuk alas kaki), dan industri TPT (Tulus Tambunan : 2008 :

382). Kedepannya strategi industri manufaktur ini sudah mulai harus lebih dikembangkan, dari yang
hanya terfokus pada industri manufaktur primer (pertanian dan pertambangan), ke industri
manufaktur berbasis teknologi. Hal ini mengingat sektor manufaktur primer cenderung mudah
terpengaruh dengan gejolak yang terjadi di pasar. Berbanding terbalik dengan sektor primer, sektor
manufaktur berbasis teknologi cenderung tidak terpengaruh dengan gejolak pasar.
Selain itu, kebijakan pemerintah harus mengacu kepada kebutuhan untuk menjaga industri
manufaktur Indonesia tetap jalan. Hal ini diperlukan terutama untuk industri-industri manufaktur
yang pemula, untuk dapat bersaing dengan industri-industri dari mancanegara di pasar dalam negeri
atau secara internasional. Kebijakan proteksionisme ini bukanlah sesuatu yang baru dalam hal
pembangunan industri manufaktur yang kuat. Ada banyak fakta sejarah yang mengisyaratkan bahwa
mungkin proteksionisme telah mempercepat pembangunan. Peningkatan penghasilan per kapita
sekarang meningkat tajam dari bagian penghasilan total yang bersal dari industri manufaktur (Everet
Hagen : 1958). Negara-negara maju seperti Jepang, Amerika, dan beberapa negara di Eropa barat,

6|Working Paper

menggunakan kebijakan proteksi ini untuk menjaga industri-industri lokal sampai benar-benar
matang untuk dapat bersaing secar internasional.

3. Metode Penelitian

Analisis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang mengacu pada metode studi
kasus dan teori dasar. Penelitian ini mencoba menjelaskan fenomena yang terjadi secara nyata, untuk
dapat dianalis tiap variabel yang berhubungan dengan tema penelitian. Data yang dianalisis, mengacu
pada data yang dikumpulkan melalui buku, jurnal, artikel, dan beberapa literatur ilmiah lainnya.
Pengaksesan data dilakukan dengan dua cara, yaitu secara manual, dan secara digital dengan
memanfaatkan beberapa media elektronik yang tersambung ke jaringan. Data yang dikumpulkan
terkait dengan data perkembangan industri manufaktur di Indonesia selama kurun waktu tertentu
(perkembangan nilai tambah), sektor-sektor komoditas utama industri manufaktur, contoh studi kasus
pembangunan sektor hulu industri manufaktur di beberapa negara maju, dan kebijakan proteksi yang
dilakukan oleh beberapa negara maju. Analisis dilakukan secara kualitatif dengan mengaitkan setiap
variabel yang diteliti untuk ditarik kesimpulannya berdasarkan fenomena yang terjadi.
4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Perkembangan dan Orientasi Industri Manufaktur Indonesia
Industri manufaktur menjadi salah satu sektor penting yang kontribusinya besar untuk
menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Industri manufaktur sudah sejak lama menjadi andalan
dalam hal mendukung pembangunan ekonomi nasional. Kontribusi industri manufaktur terhadap
produk domestik bruto (PDB), merupakan salah satu fakta yang menunjukan besarnya peran industri
manufaktur dalam hal pembangunan ekonomi nasional (Diagram 1.1). Perkembangan industri
manufaktur Indonesia bila dilihat dari beberapa indikator, salah satunya yaitu nilai tambah (value

added) industri besar dan sedang sejak tahun 2010 yang menunjukan tren peningkatan. Hal ini
membuktikan semakin banyak barang-barang mentah yang mulai diolah menjadi barang setengah
jadi atau barang jadi, maupun barang setengah jadi yang diolah menjadi barang jadi. Tren peningkatan
yang positif ini menjadikan Indonesia masuk dalam 10 besar negara dengan perkembangan nilai
tambah industri manufaktur terbesar di dunia menurut data yang dirilis oleh United Nations Industrial
Development Organization (UNINDO).

7|Working Paper

Diagram 1.2 Nilai tambah industri besar dan sedang 2011-2015

Sumber : Badan Pusat Statistik 2015 (BPS)
Tabel 1.1 Negara dengan peringkat nilai tambah manufaktur terbaik di dunia tahun 2016

No.

Negara

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

China
Amerika Serikat
Jepang
Jerman
Korea Selatan
India
Italia
Prancis
Brasil
Indonesia

Nilai Tambah
Manufaktur
(US$)
2.838.691.500.000
1.969.028.700.000
1.063.028.400.000
758.993.292.695
368.159.711.723
291.288.887.830
287.736.513.024
278.604.238.584
269.422.028.933
229.663.498.300

Porsi Atas Nilai Tambah
Manufaktur Dunia
23,84%
16,54%
8,93%
6,37%
3,09%
2,45%
2,42%
2,34%
2,26%
1,93%

Sumber : UNINDO (diolah oleh bisnis.com)

Pertumbuhan nilai tambah industri besar dan sedang dari tahun 2011 hingga 2015
mengalami peningkatan rata-rata 16,95 persen. Kenaikan tertinggi terjadi di tahun 2013 yang
mencapai 27,91 persen. Sedangkan pertumbuhan nilai tambah terendah terjadi ditahun 2015 sebesar
12,09 persen. Tahun 2012 dan 2014 pertumbuhan nilai tambah masing-masing 13,27 persen dan
8|Working Paper

14,51 persen. Secara rata-rata kontribusi nilai tambah industri sedang dari tahun 2011 sampai 2015
sebesar 8,93 persen, skala usaha industri besar berkontribusi rata-rata sebesar 91,07 persen (Sumber
: BPS 2015).

Industri manufaktur Indonesia terkonsentrasi hanya pada beberapa komoditas utama berupa
sektor-sektor primer (pertanian dan pertambangan). Hal ini berpengaruh pada tingkat ekspor produk
manufaktur Indonesia yang lemah sebab hanya terpusat pada beberapa komoditas saja. Sektor-sektor
primer sebagaimana diketahui, mudah terpengaruh oleh gejolak yang terjadi di pasar. Apabila terjadi
resesi di pasar global, dampak yang ditimbulkan terhadap sektor manufaktur bisa sangat besar.
Tabel. 1.2 Banyaknya perusaahaan industri besar dan sedang menurut KBLI 2011-2015
Kode
Uraian
Industri
10
Makanan (Food Products)
11
Minuman (Beverages)
12
Pengolahan Tembakau (Tobacco
Products)
13
Tekstil (Textiles)
16
Kayu, Gabus (Tidak Termasuk
Furnitur) dan Anyaman dari
Bambu, Rotan dsj
22
Karet, Barang dari Karet dan Plastik
23
Bahan Galian Bukan Logam
26
Komputer, Barang elektronik dan optik
27
Peralatan Listrik
28
Mesin dan Perlengkapan ytdl
29
Kendaraan Bermotor, Trailer, dan Semi
Trailer
31
Furniture

2011
5.463
335
989

Tahun
2012
2013
5.662 5.795
345
367
945
866

2014
5.975
374
862

2015
6.453
422
940

2.251
1.150

2.246
1.112

2.287
1.067

2.555
1.106

2.612
1.220

1.612
1.606
297
303
315
303

1.603
1.624
308
306
341
307

1.729
1.581
351
333
364
366

1.794
1.618
342
336
379
380

1.875
1.714
365
345
407
412

1.463

1.469

1.284

1.327

1.400

Sumber : Badan Pusat Statistik (2015)

Tabel di atas menunjukan sektor manufaktur Indonesia yang masih berpusat pada sektorsektor primer. Banyak perusahaan-perusahaan di dalam negeri yang berkecimpung di bidang
manufaktur primer seperti pengolahan produk-produk pertanian dan pertambangan. Sedangkan untuk
perusahaan pengolahan barang-barang yang berbasis mesin dan barang-barang elektronik terbilang
masih kecil.
Menjadi negara berbasis agraris merupakan salah satu keunggulan Indonesia dibandingkan
negara lain. Tetapi hal tersebut tak lantas membuat kebijakan industrialisasi kita terutama pada sektor
9|Working Paper

manufaktur, hanya terpusat pada sektor-sektor primer. Sektor-sektor manufaktur berbasis teknologi
juga sudah mulai harus dikembangkan, mengingat besarnya permintaan pasar terhadap produkproduk manufaktur berbasis teknologi ini.

4.2 Pengembangan Industri Manufaktur Indonesia
Era globalilasi menuntut kita untuk bisa menjadi bangsa yang berkemajuan melalui inovasiinovasi produk yang padat karya. Orientasi dari kebijakan industrialisasi manufaktur kita harus
menyebar, tidak hanya terpusat pada sektor-sektor manufaktur primer, melainkan juga sektor-sektor
manufaktur sekunder. Pembangunan dan pengembangan industri-industri manufaktur sekunder
seperti mobil, pesawat, smarthphone dll, yang notaben nya berbasis teknologi sudah harus dilakukan,
hal ini mengingat pasar produk-produk manufaktur berbasis teknologi yang sangat besar. Ide dan
gagasan-gagasan produktif dan inovatif harus didukung penuh oleh pemerintah. Pengembangan
industri manufaktur Indonesia harus terintegrasi mulai dari hulu sampai ke hilir. Kebijakan yang
diambil oleh pemerintah juga harus efektif dan efisien. Setiap produk yang dihasilkan dalam bentuk
barang mentah diharapkan dapat diolah terlebih dahulu untuk kemudian di ekspor. Hal ini bermanfaat
untuk meningkatkan nilai tambah (value added) dari barang tersebut, sehingga bisa dijual dengan
harga yang lebih besar.
4.2.1 Paradigma Pembangunan Industri Manufaktur Indonesia
Muncul sebuah komparasi yang menarik tentang pembangunan ekonomi suatu negara, apakah
berorientasi pada sektor pertanian atau sektor industri. Kedua sektor memiliki rekam jejak yang baik
dalam hal pembangunan ekonomi nasional sebagaimana digunakan oleh negara-negara maju. Negara
seperti Amerika, Taiwan, Tiongkok, dll, cenderung menggunakan sektor industri untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi negaranya. Sedangkan Denmark dan Selandia Baru terbukti berhasil
membangun perekonomian negara melalui sektor agrikultural. Bagaimana dengan Indonesia ?,
kebijakan pembangunan model apa yang akan kita ambil ?. Dengan kekayaan sumber daya alam yang
melimpah, Indonesia bisa menjadi salah satu negara agraris terbesar di dunia. Tapi di satu sisi, dengan
jumlah penduduk yang mencapai 250 juta orang, ada kebutuhan untuk dapat menyediakan lapangan
pekerjaan dalam jumlah yang besar. Begitupun dengan pemikiran orang-orang bahwa apabila semua
angkatan kerja di fokuskan untuk bekerja di sektor industri, maka tidak akan ada yang bertani,
sehingga pengaruhnya akan buruk bagi ketersediaan pangan nasional. Pada hakikatnya Indonesia
diuntungkan karena memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga pembangunan pada kedua
sektor ini dapat dilakukan sekaligus. Dengan melimpahnya sumber daya alam yang dimiliki
Indonesia, sebenarnya lebih memudahkan Indonesia dalam hal penyediaan bahan baku industri. Hal
10 | W o r k i n g P a p e r

ini dapat meningkatkan efisiensi neraca perdagangan Indonesia, karena terjadi pengurangan impor
barang-barang mentah untuh kebutuhan industrialisasi itu sendiri. Oleh sebab itu, sektor pertanian
dan industri bukanlah sesuatu yang bisa dikomparasikan, sebab kedua sektor ini punya keunggulan
masing-masing untuk pembangunan ekonomi nasional.
4.2.2 Pola Pengembangan Sektor Industri Manufaktur

4.2.2.1 Perencanaan Pembangunan Industri Manufaktur
Untuk menciptakan sektor industri manufaktur yang kuat, dibutuhkan perencanaan kebijakan
yang baik. Strategi kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah harus benar-benar matang guna
menciptakan industri manufaktur yang kuat juga memiliki daya saing. Berbagai faktor penunjang
pengembangan industri manufaktur, mulai dari fiskal, moneter, konektivitas, sampai kepada strategi
pemasaran yang baik harus diperhatikan. Strategi kebijakan terkait dengan pembayaran pajak,
pinjaman bank untuk pembiyaan, distribusi barang hasil produksi, sampai kepada pemasaran harus
benar-benar tepat sasaran dan bermanfaat bagi pengembangan industri manufaktur kedepannya.
Pemerintah juga harus membangun skema kerja sama yang baik dengan swasta baik perusahaan
nasional atau multinasional untuk membangun investasi pengembangan industri manufaktur. Selain
itu pengembangan ide-ide dan inovasi terkait dengan pengembangan industri manufaktur yang
berbasis teknologi harus didukung penuh oleh pemerintah. Hal ini terkait dengan penyediaan sumber
daya manusia yang berkualitas. Negara-negara maju seperti Korea Selatan dan Singapura yang
notabennya bukan termasuk negara yang kaya akan sumber daya alam, mampu menjadi negara
dengan industri manufaktur terbaik, karena berinvestasi secara besar-besaran untuk pengembangan
sumber daya manusia. Melalui sumber daya manusia yang memadai inilah tenaga-tenaga kerja yang
handal dapat dihasilkan, sehingga dapat meningkatkan daya saing sebuah industri manufaktur.
4.2.2.2 Pembangunan Sektor Hulu Industri Manufaktur
Membangun sebuah industri manufaktur yang kuat, memerlukan perencanaan yang
terintegrasi di setiap lini. Industri hulu berperan dalam mendorong produktivitas industri antara dan
industri hilir. Kebijakan terkait pengembangan sektor hulu sampai ke hilir harus relevan. Hal ini
mengingat industri manufaktur sendiri merupakan sebuah industri pengolahan, sehingga dibutuhkan
ketersediaan berupa barang mentah ataupun barang setengah jadi yang akan diolah. Selama ini impor
menjadi salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan akan barang mentah ataupun setengah jadi yang
akan diproduksi pada indsutri manufaktur. Oleh sebab itu dengan pembangunan sektor hulu industri
manufaktur yang kuat, secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap pengurangan jumlah impor
terutama bahan baku yang akan diolah. Selain itu, pembangunan sektor hulu industri manufaktur
11 | W o r k i n g P a p e r

untuk pengolahan barang mentah menjadi barang setengah jadi sangat mungkin dilakukan, mengingat
Indonesia kaya akan sumber daya alam sehingga stok bahan mentah pengolahan mudah untuk
didapatkan. Banyak negara maju memulai perencanaan dan aktifitas pembangunan industri
manufaktur dengan membangun sektor-sektor hulu. Korea selatan, Tiongkok, Jepang, dan beberapa
negara maju lainnya, memulai pengembangan industri manufaktur mereka dengan membangun
pabrik baja. Produksi baja Tiongkok bahkan sampai dengan tahun 2017 dapat berkontribusi hampir
setengah dari total produksi baja dunia. Strategi pengembangan industri baja di Tiongkok sudah
dimulai sejak tahun 1990.

Diagram 1.3 produksi baja dunia dan produksi baja Tiongkok (Worldsteel.org)

Diagram 1.4 Perkembangan Industri Baja Tiongkok 1990-2015 (Tradingeconomics.com/World Steel
Association)

12 | W o r k i n g P a p e r

Kebutuhan akan konsumsi baja di Indonesia mencapai 14 juta ton sedangkan kemampuan
produksi industri baja Indonesia hanya sekitar 8 juta ton. Akibatnya impor baja yang kurang lebih 6
juta ton harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi baja nasional. Untuk regional Asia
sampai tahun 2015, Indonesia baru menduduki urutan ke tujuh untuk negara dengan produksi baja
terbesar setelah Tiongkok, Jepang, India, Korea Selatan, Taiwan, dan Vietnam.

Tabel 1.3 Total Produksi Baja Negara Regional Asia tahun 2012-2015 (ribu ton)
Tahun
Negara
Tiongkok
Jepang
India
Korea Selatan
Taiwan
Vietnam
Indonesia

2012

2013

2014

2015

731 040

822 000

822 750

803 825

107 232

110 595

110 666

105 134

77 264

81 299

87 292

89 026

69 073

66 061

71 543

69 670

20 664

22 282

23 121

21 392

5 298

5 474

5 847

5 647

2 254

2 644

4 428

4 854

Sumber : Steel Statistical Year Book 2016 (World Steel Association)

Industri baja merupakan salah satu sektor hulu manufaktur yang sangat berpengaruh terhadap
produksi industri manufaktur lain. Hal ini mengingat baja merupakan salah satu bahan baku utama
dari beberapa industri pengolahan lain. Studi kasus ini dapat menggambarkan bagaimana negaranegara maju dapat memaksimalkan produksi sektor-sektor hulu manufaktur mereka.
4.2.2.3 Ekspor vs Subtitusi Impor
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk melihat kebutuhan pemasaran produkproduk hasil industri manufaktur. Pendekatan yang dapat digunakan yaitu pendekatan ekspor dan
subtitusi impor. Negara-negara maju yang tergolong sebagai negara dengan kekayaan sumber daya
alam seperti Jerman dan Amerika Serikat menggunakan pola pendekatan subtitusi impor, artinya
barang yang diproduksi kebanyakan dijual untuk pasar dalam negeri. Sedangkan negara-negara maju
yang minim akan sumber daya alam seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan menggunakan pola
pendekatan ekspor, artinya barang yang diproduksi lebih banyak untuk diekspor ke luar negeri. Oleh
sebab itu strategi yang digunakan oleh Indonesia harus efektif dalam hal pemasaran produk.
-

Pola Ekspor
Strategi pengembangan ini terbukti berhasil dieksekusi oleh beberapa negara-negara maju di

dunia. Kebanyakan dari negara-negara maju menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan
lintas negara untuk dapat berinvestasi dalam pembangunan industri manufaktur di negara mereka.
13 | W o r k i n g P a p e r

Hal ini mempermudah mereka dalam hal pemasaran produk di pasar internasional karena kebanyakan
inevstor asing, mempunyai koneksi yang bagus dengan pasar internasional. Selain itu, pola ini sangat
dibutuhkan oleh Indonesia yang notabennya sedang membangun Industri manufaktur yang kuat untuk
dapat meningkatkan daya saing di pasar global.

Tabel 1.4 Data ekspor produk Transportasi Jepang
Negara Tujuan

Ekspor (US$ ribu)

Amerika Serikat

54.595.698,92

Tiongkok

11.409.571,23

Australia

6.762.573,08

Panama

5.406.090,10

Uni Emirat Arab

4.713.118,46

Sumber : World Integratet Trade Soluution (World Bank)

Untuk Indonesia sendiri sektor manufaktur menyumbang kurang lebih setengah dari total
ekspor barang Indonesia dengan nilai total mencapai kurang lebih US$ 50 miliyar. Kedepannya
pola ekspor produk manufaktur ini harus dikembangkan. Ekspor ini nantinya akan sangat
berkontribusi dalam menambah devisa negara.

Diagram 1.5 Kontribusi manufaktur terhadap total ekspor 1990-2012
Sumber :EU-Indonesia Trade Cooperation Facilty

14 | W o r k i n g P a p e r

-

Subtitusi Impor
Industri manufaktur dapat berperan sebagai sebuah industri penghasil bahan baku pengolahan

untuk memenuhi kebutuhan produksi di dalam negeri. Tipe ini memang memiliki kelemahan, salah
satunya yaitu menurunnya kualitas produk yang dihasilkan akibat kurangnya daya saing. Walupun
memiliki kelemahan, strategi ini termasuk salah satu yang paling efektif dan efisien dalam hal
pengembangan industri manufaktur Indonesia. Hal ini mengingat tingkat konsumsi masyarakat
Indonesia yang sangat besar, sehingga apabila produk yang dikonsumsi dibuat di dalam negeri maka
sektor-sektor industri manufaktur akan memperoleh keuntungan yang besar sehingga dapat
berkembang. Indonesia juga sering mengalami kelangkaan bahan baku produksi, sehingga produksi
barang subtitusi impor menjadi salah satu alternatif untuk mencegah kelangkaan ini. Dengan
memproduksi barang subtitusi impor, dapat mengurangi kegiatan impor barang dari luar negeri
sehingga berdampak baik terhadap penghematan devisa negara.
Tabel 1.5 Perkembangan Impor Non Migas Indonesia 2012-2016
Uraian

2012

2013

2014

2015

2016

MESIN-MESIN/PESAWAT
MEKANIK
MESIN/PERLATAN LISTRIK

28.428,10

27.290,50

25.834,80

22.376,70

21.070,90

18.904,70

18.201,10

17.226,50

15.518,30

15.430,90

PLASTIK DAN BARANG DARI
PLASTIK
BESI DAN BAJA

7.126,00

7.774,30

7.921,00

6.920,00

7.045,10

10.138,90

9.553,60

8.354,40

6.316,50

6.180,10

BAHAN KIMIA ORGANIK

6.896,90

7.041,30

7.096,30

5.727,40

4.808,70

KENDARAAN DAN BAGIANNYA

9.757,00

7.914,80

6.253,50

5.343,10

5.298,40

BENDA-BENDA DARI BESI DAN
BAJA
GANDUM-GANDUMAN

4.889,60

4.747,70

4.293,00

3.716,50

2.931,60

3.714,40

3.621,40

3.605,90

3.156,10

3.191,80

AMPAS/SISA INDUSTRI
MAKANAN
KAPAS

2.798,10

3.042,10

3.273,80

2.734,60

2.479,90

2.513,80

2.554,80

2.499,60

2.124,40

2.096,20

PUPUK

2.619,30

1.747,60

1.822,10

2.011,70

1.555,60

PERANGKAT OPTIK

2.168,40

2.353,10

2.070,00

1.922,50

2.353,50

BERBAGAI PRODUK KIMIA

1.803,10

2.103,00

2.074,60

1.886,50

1.911,20

KARET DAN BARANG DARI
KARET
BAHAN KIMIA ANORGANIK

2.624,20

2.212,90

2.005,30

1.685,50

1.703,60

2.246,30

1.914,50

1.817,40

1.605,90

1.500,50

GULA DAN KEMBANG GULA

1.884,90

1.983,20

1.567,50

1.498,60

2.367,50

ALUMINIUM

1.916,70

1.777,50

1.656,40

1.468,80

1.420,20

KAIN RAJUTAN

1.293,30

1.336,60

1.352,10

1.365,80

1.329,90

KERTAS/KARTON

1.357,10

1.381,90

1.367,60

1.311,50

1.277,10

BIJI-BIJIAN BERMINYAK

1.481,00

1.482,00

1.504,00

1.291,60

1.202,90

TEMBAGA

1.536,00

1.306,00

1.373,40

1.286,20

1.127,60

BUBUR KAYU/PULP

1.551,40

1.733,20

1.749,50

1.282,40

1.346,80

FILAMEN BUATAN

1.185,70

1.217,80

1.316,40

1.277,10

1.412,40

15 | W o r k i n g P a p e r

SERAT STAFEL BUATAN

1.322,40

1.352,00

1.366,70

1.264,60

1.325,50

SARI BAHAN SAMAK & CELUP

1.302,50

1.374,70

1.368,70

1.241,40

1.308,60

KAPAL LAUT

1.807,60

1.131,00

1.212,70

1.107,50

990,3

GARAM, BELERANG, KAPUR

1.099,70

1.083,40

1.127,20

1.030,20

856,6

MINYAK ATSIRI, KOSMETIK
WANGI-WANGIAN

861,7

1.101,50

1.027,60

962,6

1.043,30

SUSU, MENTEGA, TELUR

1.121,40

1.337,00

1.374,20

911,7

832,4

KAPAL TERBANG DAN
BAGIANNYA
PERHIAASAN/PERMATA

4.494,70

1.530,80

580,6

784,9

797

113,2

95,3

87,4

765,1

894,6

PRODUK INDUSTRI FARMASI

565,1

626,1

692,8

727,1

783,6

BERBAGAI MAKANAN OLAHAN

662,8

750,9

697,9

680,2

666,5

BUAH-BUAHAN

848,7

667,3

789,2

666,4

848,1

PERABOT, PENERANGAN
RUMAH
SAYURAN

579,3

656,2

626,2

622,1

725,2

503,6

640,8

644

558,1

695,9

BINATANG HIDUP

286,6

342,1

682,4

553,2

616,1

BERBAGAI BARANG LOGAM
DASAR
KAIN DITENUN BERLAPIS

671,6

683,1

619,8

534

567,4

586,8

617,8

612

532,1

500,2

SABUN DAN PREPARAT
PEMBERSIH
JANGAT DAN KULIT MERAH

581,8

552,7

567,9

493,8

491,4

408,7

427,5

519,4

478,9

455

PERKAKAS, PERANGKAT
POTONG
TEMBAKAU

601,9

512,1

464,4

462,4

463,9

765,6

723,6

671,7

458,2

541,2

KAPAS GUMPALAN, TALI

353,5

376,2

431,2

457,8

457,4

BIJIH, KERAK,, DAN ABU
LOGAM
BAHAN BAKAR MINERAL

355

490,1

446,5

447,8

283,9

199,9

278,3

487,5

436,4

511,1

HASIL PENGGILINGAN

645,7

292,7

349,2

435,6

399

PEREKAT, ENZIM

442,6

469,8

458,9

426,3

427,5

ALAS KAKI

387

434,9

408,5

418,4

489,5

BERBAGAI BARANG BUATAN
PABRIK
LAINNYA

367

395,4

383,6

372,9

414

8.353,90

8.128,30

7.985,60

6.424,10

7.485,80

NON MIGAS

149.125,30

141.362,30

134.718,90

118.081,60

116.913,60

Sumber: Badan Pusat Statistik (Diolah oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia)

Salah satu keuntungan dari pengembangan industri manufaktur Indonesia adalah pasar
konsumsi dalam negeri yang sangat besar. Konsumsi berperan sangat besar dalam hal menggenjot
pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu merupakan suatu kerugian yang besar apabila semua
kebutuhan konsumsi barang dari masyarakat di dalam negeri harus dipenuhi dari impor. Negaranegara seperti Amerika Serikat dan Jerman Barat melakukan kebijakan perdagangan dengan
berorientasi pada pasar dalam negeri. Pemasaran produk manufaktur untuk pasar dalam negeri sangat
efektif dilakukan oleh negara dengan jumlah penduduk dan konsumsi masyarakat per kapita yang
16 | W o r k i n g P a p e r

besar. Salah satu contoh kasus yaitu, dari data yang dirilis oleh eMarketer, pengguna smartphone di
Indonesia di tahun 2016 mencapai 65.2 juta orang dan diperkirakan meningkat di tahun 2017 yaitu
sekitar 74,9 juta orang. Hal yang patut diketahui bahwa 99% pembuatan smartphone dilakukan di
luar negeri. Hal ini dibuktikan dengan market share dari penjualan smarthphone di Indonesia yang
dikuasai oleh brand-brand asing.

Tabel 1.6 Market Share Brand Smarthphone di Indonesia

Brand
Samsung
OPPO
Asus
Advan
Lenovo

Country of Origin
South Korea
Tiongkok
Taiwan
Indonesia
Tiongkok

Market Share
26%
19%
9%
8%
6%

Sumber: International Data Corporation (IDC)

4.3 Proteksionisme Industri Manufaktur
Proteksionisme secara modern tidak dapat lagi diartikan hanya sebagai sebuah cara untuk
melindungi ekonomi di dalam negeri dari persaingan global. Proteksionisme secara lebih modern
diartikan sebagai sebuah upaya untuk mempersiapkan dan merencanakan perekonomian di dalam
negeri agar lebih kuat, sebelum dapat bersaing secara internasional. Menutup diri dari dunia
internasional bukanlah pilihan yang tepat di era keterbukaan sekarang. Setiap negara saling
membutuhkan satu sama lain untuk membangun perekonomian yang lebih kuat. Sehingga teori terkait
proteksionisme juga harus dikembangkan menyesuaikan dengan perkembangan globalisasi.
Memproteksi yang memang harus diproteksi, merupakan suatu strategi yang efektif dan efisien dalam
meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional.
Negara-negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Korea Selatan pada saat awal-awal
masa pembangunan industri manufaktur, menggunakan kebijakan proteksi untuk melindungi produkproduk dalam negeri agar tidak kalah saing dengan produk-produk dari luar. Hal ini terbukti berhasil
dan menjadikan mereka sebagai negara dengan industri manufaktur terbaik di dunia. Korea Selatan
pada saat masa-masa pembangunan industri baja secara besar-besaran, melakukan kebijakan proteksi
industri, dimana siapa pun yang berinisiatif untuk mengekspor baja ke luar negeri akan dimudahkan
prosesnya, dan siapa pun yang berniat untuk mengimpor baja dari luar akan dipersulit. Hal ini tentu
17 | W o r k i n g P a p e r

bisa dilakukan apabila produksi barang yang ada di dalam negeri dapat memenuhi semua permintaan
akan kebutuhan barang tersebut di dalam negeri agar tidak perlu lagi di impor.
Proteksionisme di era keterbukaan dapat dilakukan pemerintah dengan cara menahan arus
impor barang-barang yang masih dapat diproduksi di dalam negeri. Tapi selama ini yang menjadi
masalahnya adalah biaya produksi di dalam negeri cenderung lebih besar, karena mesin yang
digunakan dalam pengolahan cenderung tidak menggunakan teknologi yang canggih. Pada akhirnya
barang-barang produksi dalam negeri cenderung lebih mahal daripada produk impor. Selain itu
penyebab lain yang mengakibatkan harga barang-barang produksi dalam negeri menjadi lebih mahal,
adalah infrastruktur yang kurang baik. Infrastruktur yang kurang baik menyebabkan distribusi barang
menjadi terhambat. Hal ini berakibat pada biaya logistik barang yang lebih besar. Oleh sebab itu
pemerintah harus mencari strategi tepat untuk mengatasi masalah ini. Strategi kebijakan terkait fiskal
seperti penundaan pembayaran pajak, atau kebijakan moneter melalui pengurangan tingkat suku
bunga pinjaman bagi siapapun yang akan membangun industri manufaktur. Selain itu pemerintahl
juga harus menjamin kemudahan dalam hal pemasaran barang hasil produksi. Strategi kebijakan ini
sebenarnya merupakan salah satu bentuk proteksionisme yang bersifat lebih terbuka.
Proteksionisme dalam bentuk menaikan tarif barang impor sebenarnya juga diperlukan. Hal
ini mengingat rezim perdagangan kita yang cenderung terlalu liberal jika dibandingkan dengan
negara-negara maju yang lain. World Trade Organization (WTO) menetapkan aturan bagi setiap
negara agar tidak menghalangi setiap barang yang akan masuk ke negara tersebut. Tetapi tarif impor
produk-produk manufaktur di Indonesia terbilang kecil jika dibandingkan dengan negara-negara maju
lain. Salah satu contohnya tarif impor baja Indonesia sekitar 15%, sementara itu tarif yang dikenakan
oleh Amerika Serikat untuk impor baja dari Tiongkok mencapai 522%. Selain itu tarif impor gula di
Indonesia juga terbilang masih kecil, dimana impor gula dari Australia hanya dikenakan tarif 5%.
Manfaat lain dari penyesuaian tarif impor sebagai sebuah bentuk proteksi industri adalah mencegah
terjadinya praktik-praktik dumping. Untuk sekarang ini pemerintah perlu melakukan proteksi yang
lebih terhadap barang-barang produksi industri yang sudah banyak diproduksi di Indonesia, seperti
industri pengolahan makanan, industri tekstil, industri furnitur, dsb.
Salah satu bentuk proteksionisme yang juga efektif dan efisien yaitu dengan menggalakan
jargon untuk membeli produk-produk dalam negeri. Hal ini sangat bermanfaat bagi perkembangan
industi manufaktur di dalam negeri. Kualitas-kualitas produk manufaktur yang dihasilkan pun tidak
kalah dengan negara-negara lain. Oleh sebab itu masyarakat sudah harus mulai untuk menggunakan
produk-produk dari dalam negeri sebagai salah satu bentuk proteksi terhadap industri manufaktur
Indonesia agar dapat bersaing dengan produk-produk dari luar negeri.
18 | W o r k i n g P a p e r

5. Kesimpulan
Pengembangan industri manufaktur Indonesia harus terintegrasi dengan baik. Pemerintah
bersama dengan swasta serta masyarakat harus bekerja sama dalam pengembangan industri
manufaktur agar lebih kuat. Pengembangan industri manufaktur dapat dilakukann dengan melakukan
perencanaan secara strategis yang terkait dengan dukungan berupa kebijakan pemerintah, penyiapan
infrastruktur, sampai kepada penyediaan sumber daya manusia yang dapat menghasilkan inovasiinovasi cerdas dalam pengembangan industri manufaktur. Selain itu pembangunan industri
manufaktur yang tidak hanya terfokus pada sektor-sektor primer melainkan juga harus mencakup
sektor-sektor sekunder berbasis teknologi. Hal ini sangat berguna dalam hal peningkatan nilai tambah
dari suatu barang yang diproduksi sehingga dapat dijual dengan harga yang lebih besar, Tahap ke dua
yaitu dengan menetapkan pola yang tepat untuk pengembangan industri manufaktur. Hal ini berkaitan
dengan orientasi pemasaran produk-produk manufaktur yang diharapkan tidak hanya sebagai barang
subtitusi impor, tetapi juga dapat bersaing secara internasional melalui ekspor.
Proteksionisme juga sangat dibutuhkan untuk pengembangan industri manufaktur Indonesia.
Proteksionisme yang dimaksud yaitu proteksionisme yang lebih terbuka dan menyesuaikan
perkembangan globalisasi. Proteksionisme dapat dilakukan salah satunya dengan membatasi impor
barang-barang yang dapat diproduksi di dalam negeri dan sudah bisa memenuhi permintaan pasar
dalam negeri. Kebijakan pembatasan yang dilakukan dapat berupa peningkatan tarif masuk impor
terhadap baranng sejenis. Selain itu kebijakan pemerintah berupa kebijakan fiskal, moneter, dan
perdagangan harus mencerminkan keberpihakan terhadap industri manufaktur dalam negeri.
Sosialisasi kepada masyarakat untuk memulai membeli produk-produk dalam negeri juga harus terus
dilakukan. Hal ini bermanfaat untuk meningkatkan cinta masyarakat akan produk-produk lokal,
sehingga mempunyai dampak terhadap pengembangan industri manufaktur Indonesia.
Industri manufaktur merupakan salah satu sektor utama Indonesia di masa depan. Oleh karena
itu strategi pembangunan di bidang ini harus benara-benar efektif. Industri manufaktur yang kuat
memang bukanlah tujuan akhir dari pembangunan ekonomi. Tetapi industri manufaktur dapat
menjadi dasar atau fondasi bagi Indonesia dalam mencpai tujuan ekonomi yang sebenarnya yaitu
menciptakan masyarakat yang sejahtera.
6. Saran

19 | W o r k i n g P a p e r

Berdasarkan kesimpulan penelitian, saran yang bisa diberikan yaitu, pemerintah perlu menerapkan
kebijakan yang tepat dalam hal pembangunan industri manufaktur. Kebijakan terkait yang dibuat
harus mencerminkan keberpihakan terhadap pembangunan industri manufaktur. Melakukan riset dan
penelitian terkait dengan inovasi-inovasi baru pengembangan industri manufaktur, mempermudah
fiskal dan regulasi, peringanan suku bunga pinjaman, membangun infrastruktur untuk memperlancar
distribusi barang, sampai kepada penyediaan pasar yang baik untuk pemasaran produk-produk
manufaktur, harus dilakukan pemerintah guna keberhasilan pembangunan industri manufaktur.
Selain itu proteksi terhadap industri-industri manufaktur dalam negeri perlu dikaji oleh pemerintah
untuk dapat diterapkan di Indonesia. Kajian proteksi yaitu sebagaimana kajian proteksi yang dibahas
pada penelitian ini, yaitu proteksionisme di era keterbukaan.

DAFTAR PUSTAKA
Tambunan, Tulus T.H. (2003). “Perekonomian Indonesia ” Beberapa Masalah Penting”. Jakarta:
Penerbit Ghalia Indonesia.

Tambunan, Tulus T.H. (2008). “Perkembangan Industri Nasional, Sejak Orba Hingga Pasca
Krisis”. Jakarta: Universitas Trisakti Jakarta.

Prawira, Radius. (1998). “Pergulatan Indonesia Membangun Ekonomi”. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
Irawan, & M. Suparmoko (1990). “Ekonomi Pembangunan”. Yogyakarta: BPPE Yogyakarta.
Su, Dan., & Yang Yao (2016). “Manufacturing as the Key Engine of Economic Growth for
MiddleIncome

Economies”.

ADBI

Working

Paper

Series.

573.

Tersedia

:

https://www.merit.unu.edu/publications/wppdf/2012/wp2012-041.pdf (19 Oktober 2017)

Reinert, Erik S. (2008). “Mercantilism and Economic Development: Schumpeterian Dynamics,
Institution Building and International Benchmarking”. How Rich nations got Rich Essays in the
History of Economic Policy. 01, (2004/01), 1-19

20 | W o r k i n g P a p e r

Kniivilä, Matleena (2007). “Industrial development and economic growth: Implications for poverty
reduction

and

income

Tersedia

inequality”.

:

http://www.un.org/esa/sustdev/publications/industrial_development/3_1.pdf (22 Oktober 2017)

Nobuya Haraguchi,dkk (2016). “The importance of manufacturing in economic development: Has
this changed?”. Inclusive and Sustainable Industrial Development Working Paper Series WP 1 | 2016
– UNIDO. 1/2016. Tersedia : https://www.unido.org/.../WP_1_2016_FINAL_fb.pdf

Nazara, Suhazil (2008). “Sektor Industri Manufaktur dan Pembangunan Daerah ”. Jurnal Riset
Industri. Vol. 2. No. 3. Desember 2008 : 145 – 155

Silalahi, S.A.F. (2014). “Kondisi Manufaktur Indonesia dalam Menghadapi Globalisasi” Jurnal
Ekonomi & Kebijakan Publik. Vol. 5 No.1 Juni 2014: 1-13

Kurnianti, Yati & Yanfitri (2010). ” Dinamika Industri Manufaktur dan Respon Terhadap Siklus
Bisnis”. Tersedia : http://www.bi.go.id/id/publikasi/jurnalekonomi/Documents/61b002931ccd4ea69323f55a7a3a54e9YatiKurniatiYanfitri.pdf (22 Oktober
2016).
“Indikator Industri Manufaktur 2015”. 2015. Jakarta : Badan Pusat Statistik

21 | W o r k i n g P a p e r