Perlindungan Terhadap Hak Hak Penyandang

PERLINDUNGAN TERHADAP HAK-HAK DISABILITAS DI INDONESIA
Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup mengakomodir
mengenai

perlindungan

terhadap

hak-hak

yang

diperoleh

untuk

penyandang disabilitas. Salah pembuktiannya yaitu ikut meratifikasi
Convention On The Rights Of Person With Disabilities atau juga dapat
disebut dengan Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas
yang diratifikasi Indonesia pada tanggal 10 November 2011 akan tetapi
konvensi ini telah diratifikasi dari tanggal 30 Maret 2007. Adapun konvensi

ini diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 dan kurang
lebih

ada

16

peraturan

setingkat

undang-undang

yang

telah

mengakomodir hak-hak penyandang disabilitas di Indonesia, yaitu :
1.
2.

3.
4.
5.
6.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional
7. Undang-Undang

Nomor

3

Tahun


2005

tentang

Sistem

Keolahragaan Nasional
8. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
9. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial
10. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan

KASUS PENYANDANG DISABILITAS YANG DITOLAK
MASKAPAI ETIHAD AIRWAYS
Seorang penyandang disabilitas, Dwi Ariyani (36), ditolak oleh maskapai
penerbangan Etihad saat hendak terbang dari Jakarta ke Jenewa.

1


Petugas meminta Dwi turun dari pesawat karena menggunakan kursi roda
dan tidak mampu menyelamatkan diri sendiri dalam keadaan darurat.
Dwi mengatakan, kejadian ini dialaminya pada tanggal 3 April 2016 saat
hendak menghadiri Kovensi Hak-hak Penyandang Disabilitas di Jenewa.
Kecewa dengan perlakuan pihak Etihad yang diskriminatif, Dwi lantas
menuliskan petisi di laman change.org pada tanggal 5 April. Berikut bunyi
petisi tersebut:
"Saya pikir ini ironi. Saat saya hendak berangkat mengikuti acara
Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas, saya justru mengalami
diskriminasi. Maskapai Etihad Airways menolak menerbangkan saya
karena saya memakai kursi roda.
Saat check-in di counter Etihad sebelum naik pesawat menuju Jenewa
dari Jakarta, saya beri tahu petugas check-in bahwa saya membutuhkan
kursi roda khusus untuk masuk ke kabin pesawat. Ini selalu saya lakukan
sebelum terbang. Saat boarding pun saya diantar oleh petugas ground
staff masuk ke dalam pesawat.
Tapi masalah muncul 20 menit setelah saya duduk di pesawat. Pimpinan
kru menghampiri dan mencecar saya dengan beberapa pertanyaan, yang
menurut saya merendahkan kelompok disabilitas. Ia misalnya bertanya

apa saya bisa evakuasi diri sendiri jika pesawat kecelakaan. Saya bilang,
saya butuh bantuan untuk evakuasi.
Tak lama, datang petugas Airport Operation Officer, Bapak Abrar. Dia
kembali menanyakan apakah saya bisa berjalan. Saya jawab bahwa saya
bisa berjalan dengan pegangan. Lalu katanya, menurut kru kabin, saya
harus turun dari pesawat karena tidak ada pendamping," tulis Dwi dalam
petisinya di laman change.org. Kini petisi tersebut telah ditandatangani
oleh lebih dari 24 ribu tanda tangan.

2

Atas petisi tersebut, melalui website resminya, pihak Etihad menyatakan
permintaan maaf kepada Dwi. Etihad menyatakan telah melakukan
penyelidikan internal atas kasus ini. Begini bunyi lengkap permintaan maaf
tersebut:
"Kami mohon maaf yang sedalam-dalamnya atas ketidaknyamanan yang
telah dialami oleh Ibu Aryani pada waktu diminta untuk turun pesawat
yang rutenya dari Jakarta ke Geneva minggu ini.
Kenyamanan dan keselamatan penumpang sangat penting bagi kami dan
kami menangani kasus ini secara serius.

Pada kejadian ini, kami tidak mengikuti prosedur khusus untuk
penumpang

pengguna

kursi

roda.

Penyelidikan

internal

secara

menyeluruh telah dilaksanakan dan kami mengambil tindakan yang sesuai
untuk

memperbaiki


langkah-langkah

selanjutnya

dan

menghindari

terjadinya hal yang sama di masa yang akan datang.
Kami telah menghubungi Ibu Ariyani untuk mohon maaf dan menawarkan
perjalanan alternatif.
Kami telah berhasil membawa banyak penumpang disabilitas ke berbagai
negara tanpa ada kejadian seperti ini dan kami berkomitmen untuk
memberikan pelayanan yang terbaik untuk semua penumpang kami," tulis
Etihad.

HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS
A. Convention On The Rights Of Person With Disabilities
1. Article 16
Freedom from exploitation, violence and abuse

3

(1) States

Parties

shall

take

all

appropriate

legislative,

administrative, social, educational and other measures to
protect persons with disabilities, both within and outside the
home, from all forms of exploitation, violence and abuse,
including their gender-based aspects.

(2) States Parties shall also take all appropriate measures to
prevent all forms of exploitation, violence and abuse by
ensuring, inter alia, appropriate forms of gender- and agesensitive assistance and support for persons with disabilities
and their families and caregivers, including through the
provision of information and education on how to avoid,
recognize and report instances of exploitation, violence and
abuse. States Parties shall ensure that protection services
are age-, gender- and disability-sensitive.
(3) In order to prevent the occurrence of all forms of exploitation,
violence and abuse, States Parties shall ensure that all
facilities and programmes designed to serve persons with
disabilities

are

effectively

monitored

by


independent

authorities.
(4) States Parties shall take all appropriate measures to
promote the physical, cognitive and psychological recovery,
rehabilitation and social reintegration of persons with
disabilities who become victims of any form of exploitation,
violence or abuse, including through the provision of
protection services. Such recovery and reintegration shall
take place in an environment that fosters the health, welfare,
self-respect, dignity and autonomy of the person and takes
into account gender- and age-specific needs.
(5) States Parties shall put in place effective legislation and
policies, including women- and child-focused legislation and
policies, to ensure that instances of exploitation, violence

4

and abuse against persons with disabilities are identified,

investigated and, where appropriate, prosecuted.
2. Article 20
Personal mobility
States Parties shall take effective measures to ensure personal
mobility with the greatest possible independence for persons
with disabilities, including by:
a. Facilitating the personal mobility of persons with disabilities
in the manner and at the time of their choice, and at
affordable cost;
b. Facilitating access by persons with disabilities to quality
mobility aids, devices, assistive technologies and forms of
live assistance and intermediaries, including by making them
available at affordable cost;
c. Providing training in mobility skills to persons with disabilities
and to specialist staff working with persons with disabilities;
d. Encouraging entities that produce mobility aids, devices and
assistive technologies to take into account all aspects of
mobility for persons with disabilities.
B. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak
1. Pasal 1 Ayat (9)
Anak cacat adalah anak yang mengalami hambatan rohani dan
atau

jasmani

sehingga

mengganggu

pertumbuhan

dan

perkembangannya dengan wajar.
2. Pasal 7
Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk
mencapai tingkatan pertumbuhan dan perkembangansejauh
batas kemampuan dan kesanggupan anak yang bersangkutan.
3. Pasal 8
Bantuan dan pelayanan yang bertujuan mewujudkan
kesejahteraan anak menjadi hak setiap anak tanpa membedabedakan jenis kelamin, agama, pendirian politik dan kedudukan
sosial.

5

C. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang
Cacat
1. Pasal 5
Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan
yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
2. Pasal 6
Setiap penyandang cacat berhak memperoleh :
1. Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan;
2. Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis
dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya;
3. Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan
dan menikmati hasil-hasilnya;
4. Aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya;
5. Rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan

taraf

kesejahteraan sosial; dan
6. Hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat,
kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi
penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan
masyarakat.
D. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia
1. Pasal 1 Ayat (6)
Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan
seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik
disengaja maupun tidak sengaja, atau kelalaian yang secara
melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan
atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok
orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak
mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang

adil dan benar, berdasarkan

mekanisme hukum yang berlaku.
2. Pasal 4
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan
pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak

6

diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di
hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak hak manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan keadaan apapun dan oleh siapapun.
3. Pasal 33 Ayat (1)
Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan,
penghukuman, atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi,
merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.
E. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak
1. Pasal 1 Ayat (2)
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan
harkat

dan

martabat

kemanusiaan,

serta

mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
2. Pasal 1 Ayat (7)
Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami
hambatan

fisik

dan/atau

mental

sehingga

mengganggu

pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
3. Pasal 13
(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau
pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas
pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
a. Diskriminasi;
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. Penelantaraan;
d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. Ketidakadilan; dan
f. Perlakuan salah lainnya.
(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan
segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.
F. Undang-Undang
Nomor
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan
1. Pasal 67

7

(1) Pengusaha

yang

memperkerjakan

tenanga

kerja

penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai
dengan jenis dan derajat kecacatannya.
(2) Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
G. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
1. Pasal 5 Ayat (2)
Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan
khusus.
2. Pasal 32 Ayat (1)
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik
yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
H. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem
Keolahragaan Nasional
1. Pasal 1 Ayat (16)
Olahraga penyandang cacat adalah olahraga yang khusus
dilakukan sesuai dengan kondisi kelainan fisik dan/atau mental
seseorang.
2. Pasal 30
(1) Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat
dilaksanakan dan diarahkan untuk meningkatkan kesehatan,
rasa percaya diri, dan prestasi olahraga.
(2) Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat
dilaksanakan oleh organisasi olahraga penyandang cacat
yang

bersangkutan

melalui

kegiatan

penataran

dan

pelatihan serta kompetisi yang berjenjang dan berkelanjutan
pada tingkat daerah, nasional, dan internasional.
(3) Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau organisasi
olahraga penyandang cacat yang ada dalam masyarakat

8

berkewajiban

membentuk

sentra

pembinaan

dan

pengembangan olahraga khusus penyandang cacat.
(4) Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat
diselenggarakan

pada

lingkup

olahraga

pendidikan,

olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi berdasarkan jenis
olahraga khusus bagi penyandang cacat yang sesuai
dengan kondisi kelainan fisik dan/atau mental seseorang.
3. Pasal 56
(1) Olahragawan penyandang cacat melaksanakan kegiatan
olahraga khusus bagi penyandang cacat.
(2) Setiap olahragawan penyandang cacat
dimaksud pada ayat (1) berhak untuk :
a. meningkatkan
prestasi
melalui

sebagaimana

klub

perkumpulan olahraga penyandang cacat;
b. mendapatkan pembinaan cabang olahraga

dan/atau
sesuai

dengan kondisi kelainan fisik dan/atau mental; dan
c. mengikuti kejuaraan olahraga penyandang cacat yang
bersifat daerah, nasional, dan internasional setelah
melalui seleksi dan/atau kompetisi.
I. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
1. Pasal 134
(1) Penyandang cacat, orang lanjut usia, anak-anak dibawah
usia 12 (dua belas) tahun, dan/atau orang sakit berhak
memperoleh pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas
khusus dari badan usaha angkutan udara niaga.
(2) Pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas

khusus

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
meliputi :
a. Pemberian prioritas tambahan tempat duduk;
b. Penyediaan fasilitas kemudahan untuk naik ke dan turun
dari pesawat udara;
c. Penyediaan fasilitas kemudahan untuk penyandang
cacat selama berada di pesawat udara;
d. Sarana bantu bagi orang sakit;
e. Penyediaan fasilitas untuk anak-anak selama berada
dipesawat udara

9

f. Tersedianya personel yang dapat berkomunikasi dengan
penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak, dan/atau
orang sakit; dan
g. Tersedianya buku petunjuk tentang keselamatan dan
keamanan penerbangan bagi penumpang pesawat udara
dan sarana lain yang dapat dimengerti oleh penyandang
cacat, lanjut usia, dan orang sakit.
(3) Pemberian perlakuan dan fasilitas khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak dipungut biaya tambahan.
J. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial
1. Pasal 5
(1) Penyelenggaraan kesejahteraan sosial ditujukan kepada:
a. Perseorangan;
b. Keluarga;
c. Kelompok; dan/atau
d. Masyarakat
(2) Penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan kepada mereka yang
memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan
dan memiliki kriteria masalah sosial:
a. Kemiskinan;
b. Ketelantaran;
c. Kecacatan;
d. Keterpencilan;
e. Ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku;
f. Korba bencana; dan/atau
g. Korban tidak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi.
2. Pasal 9 Ayat (1)
Jaminan sosial dimaksudkan untuk :
a. menjamin fakir miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia
terlantar, penyandang cacat fisik, cacat mental, cacat fisik
dan mental, eks penderita penyakit kronis yang mengalami
masalah ketidakmampuan sosial-ekonomi agar kebutuhan
dasarnya terpenuhi.
b. menghargai pejuang, perintis kemerdekaan, dan keluarga
pahlawan atas jasa-jasanya.

10

K. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan
1. Pasal 25 Ayat (1)
Setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas wajin dilengkapi
dengan perlengkapan jalan berupa :
a. Rambu lalu lintas;
b. Marka jalan;
c. Alat pemberi isyarat lalu lintas;
d. Alat penerangan jalan;
e. Alat pengendali dan pengamanan jalan;
f. Alat pengawasan dan pengamaban jalan;
g. Fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat;
dan
h. Fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan
yang berada dijalan dan diluar badan jalan.
2. Pasal 45 Ayat (1)
Fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan
jalan meliputi ;
a. Trotoar;
b. Lajur sepeda;
c. Tempat penyebrangan pejalan kaki;
d. Halte dan/atau;
e. Fasilitas khusus bagi penyandang cacat dan manusia lanjut.
3. Pasal 80
Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor perseorangan
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 77 Aayat (2) huruf a
digolongkan menjadi :
a. Surat izin mengemudi A berlaku untuk mengemudikan mobil
penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat
yang diperbolehkan tidak melebihi 3.500 (tiga ribu lima ratus)
kilogram;
b. Surat izin mengemudi B I berlaku untuk mengemudikan
mobil penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah
berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 (tiga ribu lima
ratus) kilogram;
c. Surat izin mengemudi B II berlaku untuk mengemudikan
kendaraan alat berat, kendaraan penarik, atau kendaraan
bermotor dengan menaik kereta tempelan atau gandengan
11

perseorangan dengan berat yang diperbolehkan untuk
kereta tempelan atau gandengan lebih dari yang
diperbolehkan lebih dari 1.000 (seribu) kilogram;
d. Surat izin mengemudi C berlaku untuk mengemudikan
sepeda motor; dan
e. Surat izin mengemudi D berlaku untuk mengemudikan
kendaraan khusus bagi penyandang cacat.
4. Pasal 242
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/ atau Perusahaan
Angkutan Umum wajib memberikan perlakuan khusus
dibidang lalu lintas dan angkutan jalan kepada penyandang
cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan
orang sakit.
(2) Perlakuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi ;
a. Aksesibilitas;
b. Prioritas pelayanan; dan
c. Fasilitas pelayanan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian perlakuan
khusus dibidang lalu lintas dan angkutan jalan kepada
penyandang cacat, manusia lanjut, anak-anak, wanita hamil,
dan orang sakit diatur dengan peraturan pemerintah.
5. Pasal 244 Ayat (1)
Perusahaan Angkutan Umum yang tidak memenuhi kewajiban
menyediakan

sarana

dan

prasarana

pelayanan

kepada

penyandang cacat, manusia lanjut, anak-anak, wanita hamil,
dan orang sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 Ayat
(1) dapat dikenai sanksi administratif berupa :
a. Peringatan tertulis;
b. Denda administratif;
c. Pembekuan izin; dan/atau
d. Pencabutan izin.

12

ANALISIS KASUS PENYANDANG DISABILITAS YANG DITOLAK
MASKAPAI ETIHAD AIRWAYS
Analisis dari kasus ini bila melihat dari Undang-Undang Penerbangan
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan didalam Pasal 134 Ayat (1)
menjelaskan bahwa penyandang cacat atau disabilitas juga berhak untuk
memperoleh pelayanan serta perlakuan dan fasilitas khusus dari badan
angkutan udara niaga dimana maskapai Etihad Airways termasuk
kedalam badan angkutan niaga. Adapun fasilitas khusus dijelaskan dalam
Pasal 134 Ayat (2) salah satunya adalah penyediaan fasilitas untuk
penyandang cacat selama berada dipesawat udara sehingga alasan yang
diberikan oleh maskapai Etihad Airways yaitu menurunkan dengan alasan
tidak adanya pendamping terhadap penumpang disabilitas tersebut tidak
dapat diterima karena seharusnya pihak dari Etihad Airways yang
memberikan fasilitas tersebut termasuk didalamnya penyelamatan bagi
penyandang disabilitas yang memerlukan bantuan baik dalam keadaan
darurat maupun keadaan tidak darurat. Menurut Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, maskapai Etihad
Airways dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 244 Ayat (1) yang
mejelaskan bahwa Perusahaan Angkutan Umum yang tidak memenuhi
kewajiban menyediakan sarana dan prasarana pelayanan kepada

13

penyandang cacat, manusia lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan orang
sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 Ayat (1) dapat dikenai
sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda administratif,
pembekuan izin dan pencabutan izin.

14