Matematika Bisnis Teori dan Praktek (1)

Teori dan Terapan

Edisi Pertama IMAM TAHYUDIN ZAHIRA MEDIA PUBLISHER

BAB I HIMPUNAN

A. Pengertian Himpunan

Himpunan adalah kumpulan benda atau objek-objek atau lambang-lambang yang mempunyai arti yang dapat didefinisikan dengan jelas mana yang merupakan anggota himpunan dan mana bukan anggota himpunan. Objek di dalam himpunan disebut elemen, unsur, atau anggota.

Perhatikan objek yang berada di sekeliling kita, misal ada sekelompok mahasiswa yang sedang belajar di kelas A, setumpuk buku yang berada di atas meja belajar, sehimpunan kursi di dalam kelas A, sekawanan itik berbaris menuju sawah, sederetan mobil yang antri karena macet dan sebagainya, semuanya merupakan contoh himpunan dalam kehidupan sehari-hari.

Jika kita amati semua objek yang berada disekeliling kita yang dijadikan contoh di atas, dapat didefinisikan dengan jelas dan dapat dibedakan mana anggota himpunan tersebut dan mana yang bukan.

Himpunan makanan yang lezat, himpunan gadis yang cantik dan himpunan bunga yang indah adalah contoh himpunan yang tidak dapat didefinisikan dengan jelas. Lezatnya makanan, cantiknya gadis dan indahnya bunga bagi setiap orang relatif. Lezatnya suatu hidangan bagi seseorang atau sekelompok orang belum tentu lezat bagi orang lain atau sekelompok orang lainya.

Demikian juga indahnya sekuntum bunga bagi seseorang belum tentu indah bagi orang lain. Bagi A yang indah adalah mawar merah bagi B yang indah adalah melati. Jadi relatif bagi setiap orang.

Benda atau objek yang termasuk dalam himpunan disebut anggota atau elemen atau unsur himpunan tersebut. Umumnya penulisan himpunan menggunakan huruf kapital A, B, C dan seterusnya, dan anggota himpunan ditulis dengan huruf kecil.

Tipe himpunan adalah tipe yang bisa menerima himpunan nilai yang masing-masing elemennya adalah tipe enumerasi. Perhatikan: tidak semua bahasa pemrograman prosedural memiliki tipe SET.

Himpunan (Set) dalam turbo Pascal serupa dengan himpunan pada matematika. Sebuah himpunan adalah koleksi dari sejumlah nilai yang bertipe sama dan sifatnya tidak ada data yang kembar. Pada Turbo Pascal, anggota dari suatu himpunan terbatas pada dat ordinal yang nilai ordinalnya terletak antara nol (0) sampai dengan 255.

1. Pendeklarasian Himpunan

Suatu himpunan biasa dideklarasikan pada bagian TYPE (meskipun bisa saja pada bagian VAR). Bentuk pendeklarasiannya adalah:

Type hari = (senin, selasa, rabu, kamis, jumat, sabtu, minggu); setkar = set of char; harihari = set of hari;

Type Nama_tipe = SET OF tipe_elemen;

Dalam hal ini tipe_elemen dapat berupa misalnya Char, Byte, tipe enumerasi atau subjangkauan. Beberapa contoh pendeklarasian tipe_elemen :

Type Bulan = (Jan, Feb, Mar, Apr, Mei, Jun, Jul, Agu, Sep, Okt, Nov, Des); HimpKarakter = Set Of Char; HimpDigit = Set Of 0..9; HimpBulan = Set Of Bulan;

2. Konstanta Himpunan

Suatu konstanta himpunan adalah daftar elemen atau subjangkauan yang terletak didalam tanda kurung. Contoh:

a. [0..9] {Himpunan Digit dengan nilai : 1, 2,3,4,5,6,7,8,9}

b. [’A’,’B’,’C’,’D’,’E’] { Himpunan Karakter}

c. [Jan, Feb, Mar] { Himpunan Nilai Enumerasi }

Contoh Program:

Program Himpunan; Uses Wincrt; Const

KumpulanHuruf : Set Of Char

= [ ‘D’ .. ‘G’, ‘M’,’X’ ];

Var Kar : Char; Begin Writeln(‘Isi Kumpulan Huruf : ‘); For Kar : #0 to #225 do If Kar In KumpulanHuruf Then

Writeln(Kar); Readln; End.

B. Cara Penyajian Himpunan

1. Enumerasi adalah cara penyajian himpunan yang elemen- elemennya bisa disebutkan satu persatu (dapat dicacah).

Contoh 1.

- Himpunan empat bilangan asli pertama: A = {1, 2, 3, 4}. - Himpunan lima bilangan genap positif pertama: B = {4, 6, 8, 10}. - C = {kucing, a, Amir, 10, paku} - R = { a, b, {a, b, c}, {a, c} } - C = {a, {a}, {{a}} } - K = { {} } - Himpunan 100 buah bilangan asli pertama: {1, 2, ..., 100 } - Himpunan bilangan bulat ditulis sebagai {…, -2, -1, 0, 1, 2, …}.

Keanggotaan

x  A : x merupakan anggota himpunan A; x  A : x bukan merupakan anggota himpunan A.

Contoh 2.

Misalkan: A = {1, 2, 3, 4}, R = { a, b, {a, b, c}, {a, c} } K = {}

Bila P 1 = {a, b}, P 2 = { {a, b} }, P 3 = {{{a, b}}}, maka

2. Simbol-simbol Baku

P = himpunan bilangan bulat positif = { 1, 2, 3, ... } N = himpunan bilangan alami (natural) = { 1, 2, ... } Z = himpunan bilangan bulat = { ..., -2, -1, 0, 1, 2, ... } Q = himpunan bilangan rasional R = himpunan bilangan riil

C = himpunan bilangan kompleks  Himpunan yang universal: semesta, disimbolkan dengan U. Contoh: Misalkan U = {1, 2, 3, 4, 5} dan A adalah himpunan

bagian dari U, dengan A = {1, 3, 5}.

3. Notasi Pembentuk Himpunan

Notasi: { x  syarat yang harus dipenuhi oleh x }

Contoh 4.

(i) A adalah himpunan bilangan bulat positif yang kecil dari 5

A = { x | x adalah bilangan bulat positif lebih kecil dari 5} atau

A = {x|x  P, x < 5 } yang ekivalen dengan A = {1, 2, 3, 4} (ii) M = { x | x adalah mahasiswa yang mengambil kuliah IF2151}

4. Diagram Venn Contoh 5.

Misalkan U = {1, 2, …, 7, 8}, A = {1, 2, 3, 5} dan B = {2, 5, 6, 8}. Diagram Venn:

5. Kardinalitas

 Jumlah elemen di dalam A disebut kardinal dari himpunan A.  Notasi: n(A) atau A 

Contoh 6.

(i) B = { x | x merupakan bilangan prima yang lebih kecil dari 20 }, atau B = {2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19} maka B = 8 (ii) T = {kucing, a, Amir, 10, paku}, maka T = 5 (iii) A = {a, {a}, {{a}} }, maka A = 3

6. Himpunan Kosong

 Himpunan dengan kardinal = 0 disebut himpunan kosong (null set).  Notasi :  atau {}

Contoh 7.

(i) E = { x | x < x }, maka n(E) = 0 (ii) P = { orang Indonesia yang pernah ke bulan }, maka n(P) = 0

(iii) A = {x | x adalah akar persamaan kuadrat x 2 + 1 = 0 }, n(A) = 0

 himpunan {{ }} dapat juga ditulis sebagai {}  himpunan {{ }, {{ }}} dapat juga ditulis sebagai {, {}}  {} bukan himpunan kosong karena ia memuat satu elemen

yaitu himpunan kosong.

7. Himpunan Bagian (Subset)

 Himpunan A dikatakan himpunan bagian dari himpunan B jika dan hanya jika setiap elemen A merupakan elemen dari B.

 Dalam hal ini, B dikatakan superset dari A.  Notasi: A  B  Diagram Venn:

Contoh 8.

(i) { 1, 2, 3}  {1, 2, 3, 4, 5} (ii) {1, 2, 3}  {1, 2, 3} (iii) N ZRC (iv) Jika A = { (x, y) | x + y < 4, x , y  0 } dan

B = { (x, y) | 2x + y < 4, x  0 dan y  0 }, maka B  A.

TEOREMA 1. Untuk sembarang himpunan A berlaku hal-hal sebagai berikut:

(a) A adalah himpunan bagian dari A itu sendiri (yaitu, A  A). (b) Himpunan kosong merupakan himpunan bagian dari A (   A). (c) Jika A  B dan B  C, maka A  C    A dan A  A, maka  dan A disebut himpunan bagian tak

sebenarnya (improper subset) dari himpunan A. Contoh: A = {1, 2, 3}, maka {1, 2, 3} dan  adalah improper subset dari A.

 A  B berbeda dengan A  B  A  B : A adalah himpunan bagian dari B tetapi A  B.

A adalah himpunan bagian sebenarnya (proper subset) dari B. Contoh: {1} dan {2, 3} adalah proper subset dari {1, 2, 3} (ii) A  B : digunakan untuk menyatakan bahwa A adalah himpunan bagian (subset) dari B yang memungkinkan A = B.

8. Himpunan yang Sama

 A = B jika dan hanya jika setiap elemen A merupakan elemen B

dan sebaliknya setiap elemen B merupakan elemen A.  A = B jika A adalah himpunan bagian dari B dan B adalah himpunan bagian dari A. Jika tidak demikian, maka A  B.  Notasi : A = B  A  B dan B  A

Contoh 9.

(i) Jika A = { 0, 1 } dan B = { x | x (x – 1) = 0 }, maka A = B (ii) Jika A = { 3, 5, 8, 5 } dan B = {5, 3, 8 }, maka A = B (iii) Jika A = { 3, 5, 8, 5 } dan B = {3, 8}, maka A B Untuk tiga buah himpunan, A, B, dan C berlaku aksioma berikut: (a) A = A, B = B, dan C = C (b) jika A = B, maka B = A (c) jika A = B dan B = C, maka A = C

9. Himpunan yang Ekivalen

 Himpunan A dikatakan ekivalen dengan himpunan B jika dan

hanya jika kardinal dari kedua himpunan tersebut sama.  Notasi : A ~ B  A = B

Contoh 10.

Misalkan A = { 1, 3, 5, 7 } dan B = { a, b, c, d }, maka A ~ B sebab A = B = 4

10. Himpunan Saling Lepas

 Dua himpunan A dan B dikatakan saling lepas (disjoint) jika

keduanya tidak memiliki elemen yang sama.  Notasi : A // B

 Diagram Venn:

Contoh 11.

Jika A = { x | x  P, x < 8 } dan B = { 10, 20, 30, ... }, maka A // B.

11. Himpunan Kuasa

 Himpunan kuasa (power set) dari himpunan A adalah suatu himpunan yang elemennya merupakan semua himpunan

bagian dari A, termasuk himpunan kosong dan himpunan A sendiri.

 Notasi : P(A) atau 2 A  Jika A = m, maka P(A) = 2m.

Contoh 12.

Jika A = { 1, 2 }, maka P(A) = { , { 1 }, { 2 }, { 1, 2 }}

Contoh 13.

Himpunan kuasa dari himpunan kosong adalah P( ) = {}, dan himpunan kuasa dari himpunan { } adalah P({}) = {, {}}.

12. Operasi Terhadap Himpunan

a. Irisan (intersection)

 Notasi : A  B = { x  x  A dan x  B }

Contoh 14.

(i) Jika A = {2, 4, 6, 8, 10} dan B = {4, 10, 14, 18}, maka A  B = {4, 10} (ii) Jika A = { 3, 5, 9 } dan B = { -2, 6 }, maka A  B = . Artinya: A // B

b. Gabungan (union)

 Notasi : A  B = { x  x  A atau x  B }

Contoh 15.

(i) Jika A = { 2, 5, 8} dan B = {7, 5, 22}, maka A  B = {2, 5, 7, 8, 22} (ii) A =A

c. Komplemen (complement)

 Notasi : A ={x  x  U, x  A }

Contoh 16.

Misalkan U = { 1, 2, 3, ..., 9 },

(i) jika A = {1, 3, 7, 9}, maka A = {2, 4, 6, 8}

(ii) jika A = { x | x/2  P, x < 9 }, maka A = { 1, 3, 5, 7, 9 }

Contoh 17. Misalkan:

A = himpunan semua mobil buatan dalam negeri

B = himpunan semua mobil impor

C = himpunan semua mobil yang dibuat sebelum tahun 1990

D = himpunan semua mobil yang nilai jualnya kurang dari Rp 100 juta

E = himpunan semua mobil milik mahasiswa universitas tertentu (i) “mobil mahasiswa di universitas ini produksi dalam negeri atau diimpor dari luar negeri”  (E  A)  (E  B) atau E  (A  B) (ii) “semua mobil produksi dalam negeri yang dibuat sebelum tahun 1990 yang nilai jualnya kurang dari Rp 100 juta” ACD

(iii) “semua mobil impor buatan setelah tahun 1990 mempunyai

nilai jual lebih dari Rp 100 juta” 

d. Selisih (difference)

 Notasi : A – B = { x  x  A dan x  B } = A  B

Contoh 18.

(i) Jika A = { 1, 2, 3, ..., 10 } dan B = { 2, 4, 6, 8, 10 }, maka A – B = { 1, 3, 5, 7, 9 } dan B – A =  (ii) {1, 3, 5} – {1, 2, 3} = {5}, tetapi {1, 2, 3} – {1, 3, 5} = {2}

e. Beda Setangkup (Symmetric Difference)

 Notasi: A  B = (A  B) – (A  B) = (A – B)  (B – A)

Contoh 19.

Jika A = { 2, 4, 6 } dan B = { 2, 3, 5 }, maka A  B = { 3, 4, 5, 6 } Contoh 20. Misalkan

U = himpunan mahasiswa P = himpunan mahasiswa yang nilai ujian UTS di atas 80 Q = himpunan mahasiswa yang nilain ujian UAS di atas 80 Seorang mahasiswa mendapat nilai A jika nilai UTS dan nilai UAS keduanya di atas 80, mendapat nilai B jika salah satu ujian di atas

80, dan mendapat nilai C jika kedua ujian di bawah 80. (i) “Semua mahasiswa yang mendapat nilai A” : P Q

(ii) “Semua mahasiswa yang mendapat nilai B” : P Q (iii) “Ssemua mahasiswa yang mendapat nilai C” : U – (P  Q)

TEOREMA 2. Beda setangkup memenuhi sifat-sifat berikut:

(a) A B=BA (hukum komutatif) (b) (A  B )  C = A  (B  C )

(hukum asosiatif)

f. Perkalian Kartesian (cartesian product)

 Notasi: A  B = {(a, b)  a  A dan b  B }

Contoh 21.

(i) Misalkan C = { 1, 2, 3 }, dan D = { a, b }, maka

C  D = { (1, a), (1, b), (2, a), (2, b), (3, a), (3, b) } (ii) Misalkan A = B = himpunan semua bilangan riil, maka

A  B = himpunan semua titik di bidang datar Catatan:

1. Jika A dan B merupakan himpunan berhingga, maka: A  B= A. B.

2. Pasangan berurutan (a, b) berbeda dengan (b, a), dengan kata lain (a, b)  (b, a).

3. Perkalian kartesian tidak komutatif, yaitu A  B  B  A dengan syarat A atau B tidak kosong. Pada Contoh 20(i) di atas, D  C = {(a, 1), (a, 2),(a, 3),(b, 1),(b, 2),(b,3)}  C  D.

4. Jika A =  atau B = , maka A  B = B  A = 

Contoh 22. Misalkan

A = himpunan makanan = { s = soto, g = gado-gado, n = nasi goreng, m = mie rebus }

B = himpunan minuman = { c = coca-cola, t = teh, d = es dawet }

Berapa banyak kombinasi makanan dan minuman yang dapat disusun dari kedua himpunan di atas?

Jawab: A  B = AB = 4  3 = 12 kombinasi dan minuman, yaitu {(s, c), (s, t), (s, d), (g, c), (g, t), (g, d), (n, c), (n, t), (n, d), (m, c), (m, t),

(m, d)}. Contoh 23. Daftarkan semua anggota himpunan berikut: (a) P( )

(b)   P() (c) {} P() (d) P(P({3})) Penyelesaian: (a) P( ) = {} (b)   P() =  (ket: jika A =  atau B =  maka A  B = ) (c) { } P() = {} {} = {(,)) (d) P(P({3})) = P({ , {3} }) = {, {}, {{3}}, {, {3}} }

13. Perampatan Operasi Himpunan

A 1  A 2  ...  A n   A i

A 1  A 2  ...  A n   A i

A 1  A 2  ...  A n  i  1 A

A 1  A 2  ...  A n   i

Contoh 24.

(i) A (B1B2  ... Bn) = (A B1)  (A  B2)  ...  (A  Bn)

(ii) Misalkan A = {1, 2}, B = {a, b}, dan C = { , }, maka

A  B  C = {(1, a, ), (1, a, ), (1, b, ), (1, b, ), (2, a, ), (2, a, ), (2, b, ), (2, b, ) }

14. Hukum-hukum Himpunan

1. Hukum identitas:

2. Hukum null/dominasi:  A =A

 A =  A U=A

 A U=U

3. Hukum komplemen:

4. Hukum idempoten:

 A  A =U

 A A=A

 A A=A

5. Hukum involusi:

6. Hukum penyerapan (absorpsi):

 ( A ) =A

 A  (A  B) = A  A  (A  B) = A

7. Hukum komutatif:

8. Hukum asosiatif:  A B=BA

 A  (B  C) = (A  B)  A B=BA

C

 A  (B  C) = (A  B) C

9. Hukum distributif:

10. Hukum De Morgan:  A  (B  C) = (A  B) 

  =U  U = 

Prinsip Dualitas

 Prinsip dualitas: dua konsep yang berbeda dapat dipertukarkan namun tetap memberikan jawaban yang benar. Contoh: AS  kemudi mobil di kiri depan Inggris (juga Indonesia)  kemudi mobil di kanan depan

Peraturan: (a) di Amerika Serikat,

- mobil harus berjalan di bagian kanan jalan, - pada jalan yang berlajur banyak, lajur kiri untuk mendahului, - bila lampu merah menyala, mobil belok kanan boleh

langsung (b) di Inggris,

- mobil harus berjalan di bagian kiri jalan, - pada jalur yang berlajur banyak, lajur kanan untuk

mendahului, - bila lampu merah menyala, mobil belok kiri boleh langsung

Prinsip dualitas:

Konsep kiri dan kanan dapat dipertukarkan pada kedua negara tersebut sehingga peraturan yang berlaku di Amerika Serikat menjadi berlaku pula di Inggris.  (Prinsip Dualitas pada Himpunan). Misalkan S adalah suatu

kesamaan (identity) yang melibatkan himpunan dan operasi-operasi seperti , , dan komplemen. Jika S* diperoleh dari S dengan mengganti   ,   ,   U, U  , sedangkan komplemen dibiarkan seperti semula, maka kesamaan S* juga benar dan disebut dual dari kesamaan S.

1. Hukum identitas:

Dualnya:

A =A

A U =A

2. Hukum null/dominasi:

Dualnya:

A =

A U=U

3. Hukum komplemen:

Dualnya:

A  A =U

4. Hukum idempoten:

Dualnya:

A A=A

A A=A

5. Hukum penyerapan:

6. Hukum komutatif:

Dualnya:

A B=BA

A B=BA

7. Hukum asosiatif:

8. Hukum distributif:

Dualnya:

A  (B  C)=(A  B)  (A  C) A  (B  C) = (A  B)  (A  C)

9. Hukum De Morgan:

 =U

Contoh 25. Dual dari (A  B)  (A  B ) = A adalah

(A  B)  (A  B ) = A.

Prinsip Inklusi-Eksklusi

Untuk dua himpunan A dan B:

A  B = A + B – A  B

A  B = A +B – 2A  B

Contoh 26. Berapa banyaknya bilangan bulat antara 1 dan 100 yang habis dibagi 3 atau 5? Penyelesaian:

A = himpunan bilangan bulat yang habis dibagi 3,

B = himpunan bilangan bulat yang habis dibagi 5,

A  B = himpunan bilangan bulat yang habis dibagi 3 dan 5 (yaitu himpunan bilangan bulat yang habis dibagi oleh KPK – Kelipatan Persekutuan Terkecil – dari 3 dan 5, yaitu 15), yang ditanyakan adalah A  B. A = 100/3 = 33, B = 100/5 = 20,

A  B = 100/15 = 6 A  B = A + B – A  B = 33 + 20 – 6 = 47

Jadi, ada 47 buah bilangan yang habis dibagi 3 atau 5.

Untuk tiga buah himpunan A, B, dan C, berlaku A  B  C = A + B + C – A  B –

A  C – B  C + A  B  C

Untuk himpunan A 1 ,A 2 , …, A r , berlaku:

A 1 A 2 …A r =  A i –  A i A j +

 A i A

j A k +…+

(-1) r-1 A

1 A 2 …A r 

Partisi

 Partisi dari sebuah himpunan A adalah sekumpulan himpunan bagian tidak kosong A 1 ,A 2 , … dari A sedemikian sehingga:

(a) A 1 A 2  … = A, dan (b) A i A j =  untuk i  j

Contoh 27. Misalkan A = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8}, maka { {1}, {2, 3, 4}, {7, 8}, {5, 6} } adalah partisi A.

Himpunan Ganda

 Himpunan yang elemennya boleh berulang (tidak harus berbeda) disebut himpunan ganda (multiset).

Contohnya, {1, 1, 1, 2, 2, 3}, {2, 2, 2}, {2, 3, 4}, {}.  Multiplisitas dari suatu elemen pada himpunan ganda adalah jumlah kemunculan elemen tersebut pada himpunan ganda.

Contoh: M = { 0, 1, 1, 1, 0, 0, 0, 1 }, multiplisitas 0 adalah 4.  Himpunan (set) merupakan contoh khusus dari suatu multiset,

yang dalam hal ini multiplisitas dari setiap elemennya adalah 0 atau 1.

 Kardinalitas dari suatu multiset didefinisikan sebagai kardinalitas himpunan padanannya (ekivalen), dengan mengasumsikan elemen-elemen di dalam multiset semua berbeda.

Operasi Antara Dua Buah Multiset:

Misalkan P dan Q adalah multiset:

1. P  Q adalah suatu multiset yang multiplisitas elemennya sama dengan multiplisitas maksimum elemen tersebut pada himpunan P dan Q. Contoh: P = { a, a, a, c, d, d } dan Q ={ a, a, b, c, c }, P  Q = { a, a, a, b, c, c, d, d }

2. P  Q adalah suatu multiset yang multiplisitas elemennya sama dengan multiplisitas minimum elemen tersebut pada himpunan P dan Q. Contoh: P = { a, a, a, c, d, d } dan Q = { a, a, b, c, c } P  Q = { a, a, c }

3. P – Q adalah suatu multiset yang multiplisitas elemennya sama dengan: - multiplisitas elemen tersebut pada P dikurangi multiplisitasnya

pada Q, jika selisihnya positif -

0, jika selisihnya nol atau negatif. Contoh: P = { a, a, a, b, b, c, d, d, e } dan Q = { a, a, b, b, b, c,

c, d, d, f } maka P – Q = { a, e }

4. P + Q, yang didefinisikan sebagai jumlah (sum) dua buah himpunan ganda, adalah suatu multiset yang multiplisitas elemennya sama dengan penjumlahan dari multiplisitas elemen tersebut pada P dan Q.

Contoh: P = { a, a, b, c, c } dan Q = { a, b, b, d }, P + Q = { a, a, a, b, b, b, c, c, d }

15. Pembuktian Pernyataan Perihal Himpunan

 Pernyataan himpunan adalah argumen yang menggunakan notasi himpunan.

 Pernyataan dapat berupa:

1. Kesamaan (identity)

Contoh: Buktikan “A  (B  C) = (A  B)  (A  C)”

2. Implikasi Contoh: Buktikan bahwa “Jika A  B =  dan A  (B  C) maka selalu berlaku bahwa A  C”.

1. Pembuktian dengan menggunakan diagram Venn

Contoh 28. Misalkan A, B, dan C adalah himpunan. Buktikan A  (B  C) = (A  B)  (A  C) dengan diagram Venn. Bukti:

A  (B  C)  B)  (A  (A C)

Kedua digaram Venn memberikan area arsiran yang sama. Terbukti bahwa A  (B  C) = (A  B)  (A  C).  Diagram Venn hanya dapat digunakan jika himpunan yang

digambarkan tidak banyak jumlahnya.  Metode ini mengilustrasikan ketimbang membuktikan fakta.

Diagram Venn tidak dianggap sebagai metode yang valid untuk pembuktian secara formal.

2. Pembuktikan dengan menggunakan tabel keanggotaan

Contoh 29. Misalkan A, B, dan C adalah himpunan. Buktikan bahwa

A  (B  C) = (A  B)  (A  C).

Bukti:

A B C B  C A  (B  C) A  B A  C (A  B)  (A  C)

Karena kolom A  (B  C) dan kolom (A  B)  (A  C) sama, maka A  (B  C) = (A  B)  (A  C).

3. Pembuktian dengan menggunakan aljabar himpunan.

Contoh 30. Misalkan A dan B himpunan.

Buktikan bahwa (A  B)  (A  B )=A

Bukti:

(A  B)  (A  B )=A  (B  B ) (Hukum distributif)

=A U

(Hukum komplemen)

=A

(Hukum identitas)

Contoh 31. Misalkan A dan B himpunan. Buktikan bahwa A  (B – A) = A  B Bukti:

A  (B – A) = A  (B  A )

(Definisi operasi selisih) = (A  B)  (A  A ) (Hukum distributif)

= (A  B)  U

(Hukum komplemen)

=A B

(Hukum identitas)

Contoh 32.

Buktikan bahwa untuk sembarang himpunan A dan B, bahwa

(i) A ( A  B) = A  B dan (ii) A ( A  B) = A  B Bukti:

(i) A ( A  B) = ( A  A )  (A  B) (H. distributif)

= U  (A  B)

(H. komplemen)

= A B

(H. identitas)

(ii) adalah dual dari (i)

A ( A  B) = (A  A )  (A  B) (H. distributif)

=   (A  B)

(H. komplemen)

= A B

(H. identitas)

4. Pembuktian dengan menggunakan definisi

 Metode ini digunakan untuk membuktikan pernyataan himpunan yang tidak berbentuk kesamaan, tetapi pernyataan yang berbentuk implikasi. Biasanya di dalam implikasi tersebut

terdapat notasi himpunan bagian (  atau ).

Contoh 33. Misalkan A dan B himpunan. Jika A  B =  dan A  (B  C) maka A  C. Buktikan! Bukti: (i) Dari definisi himpunan bagian, P  Q jika dan hanya jika setiap

x  P juga  Q. Misalkan x  A. Karena A  (B  C), maka dari definisi himpunan bagian, x juga  (B  C). Dari definisi operasi gabungan ( ), x  (B  C) berarti x  B atau x  C.

(ii) Karena x  A dan A  B = , maka x  B

Dari (i) dan (ii), x  C harus benar. Karena x  A juga berlaku x 

C, maka dapat disimpulkan A C.

C. Tipe Set dalam Bahasa Pascal

 Bahasa Pascal menyediakan tipe data khusus untuk himpunan, yang bernama set. Tipe set menyatakan himpunan kuasa dari tipe ordinal (integer, character).

Contoh:

type

HurufBesar = ‘A’..‘Z’; { enumerasi }

Huruf = set of HurufBesar; var HurufKu : Huruf;

Nilai untuk peubah HurufKu dapat diisi dengan pernyataan berikut:

HurufKu:=[‘A’, ‘C’, ‘D’]; HurufKu:=[‘M’]; HurufKu:=[]; { himpunan kosong }

 Operasi yang dapat dilakukan pada tipe himpunan adalah operasi

gabungan, irisan, dan selisih seperti pada contoh berikut:

{gabungan} HurufKu:=[‘A’, ‘C’, ‘D’] + [‘C’, ‘D’, ‘E’];

{irisan} HurufKu:=[‘A’, ‘C’, ‘D’] * [‘C’, ‘D’, ‘E’];

{selisih} HurufKu:=[‘A’, ‘C’, ‘D’] - [‘C’, ‘D’, ‘E’];

 Uji keanggotaan sebuah elemen di dalam himpunan dilakukan dengan menggunakan opeator in seperti contoh berikut:

if ‘A’ in HurufKu then

 Di dalam kakas pemrograman Delphi, set sering digunakan untuk

mengindikasikan flag. Misalnya himpunan icon untuk window:

type TBorderIcon=(biSystemMenu, biMinimize,

biMaximaze);

Huruf = set of TBoderIcon;

BAB II BENTUK PANGKAT, AKAR DAN LOGARITMA

A. Pangkat

Pangkat dari sebuah bilangan ialah suatu indeks yang menunjukkan banyaknya perkalian bilangan yang sama secara berurutan.

Notasi x a : bahwa x harus dikalikan dengan x itu sendiri secara berturut-turut sebanyak a kali.

Kaidah Pemangkatan Bilangan

6.   a

y 

7. x   x

1 a b ab

a b c 3 b . 0  0 8. x  x dimana c  a

Kaidah perkalian bilangan berpangkat

2 4 2 contoh 4 3 : 

a a a x  y  

xy

2 2 2 2 contoh 3 :  5  ( 3  5 )  15  225

Kaidah pembagian bilangan berpangkat

Sifat-sifat Bentuk Pangkat.

1. a p+q xa =a Bukti :

pq

a p  ( axaxax ...... xa )

fa kto r

a q  ( axaxax ....... xa )

fa kto r

a xa  ( axaxax ... xa ) x ( axaxax ... xa )

2 3 Contoh : 2 p+q x2 =a 2+3 =2

–n 1

2. a = n

0 a

Bukti :

p 3. a –q :a =a Bukti :

Bukti p : ( a )  ( a ) x ( a ) x ( a ) x .........( a )

q faktor

 ( axax ... xa ) x ( axax ... xa ) x ........ ( axax .... xa )

 ( axax .... xa ) x ( axax ..... xa ).......( axaxa ..... xa )

( p xq )

fa kto r

 p xq a

Contoh:

5. a o =1 Bukti :

B. Akar

Akar merupakan bentuk lain untuk menyatakan bilangan berpangkat. Akar dari sebuah bilangan ialah basis (x) yang memenuhi bilangan tersebut berkenaan dengan pangkat akarnya (a). Bentuk umum :

a m a  x jika x  m

Kaidah pengakaran bilangan

b b 3 . xy  x  y

xx

Kaidah penjumlahan (pengurangan) bilangan terakar

 Bilangan-bilangan terakar hanya dapat ditambahkan atau dikurangkan apabila akar-akarnya sejenis.

Kaidah perkalian bilangan terakar

Hasil kali bilangan-bilangan terakar adalah akar dari hasil kali bilangan-bilanganya. Perkalian hanya dapat dilakukan apabila akar- akarnya berpangkat sama.

Akar ganda dari sebuah bilangan adalah akar pangkat baru dari bilangan bersangkutan, pangkat baru akarnya ialah hasil kali pangkat dari akar-akar sebelumnya.

Kaidah pembagian bilangan terakar

Hasil bagi bilangan-bilangan terakar adalah akar dari hasil bagi bilangan-bilangannya. Pembagian hanya dapat dilakukan apabila akar-akarnya berpangkat sama.

a. Menyederhanakan, Mengalikan dan Membagi 1). Menyederhanakan

Contoh:

75  25 x 3  25 x 3  5 3

2). Mengalikan

Contoh: 6 x 12  72  36 x 2

 36 x 2  6 2

3). Membagi a a

Contoh: 48  48

b. Penjumlahan dan Pengurangan. 1). Penjumlahan

a x  b x  ( a  b ) x Contoh: 3 7  5 7  ( 3  5 ) 7

 8 7 2). Pengurangan

a y  b y  ( a  b ) y Contoh: a y  b y  ( a  b ) y Contoh:

2 2 (x+y) 2 =x + 2xy + y

Jika x  a dan y  b maka

2 2 (x-y) 2 =x - 2xy + y

Jika x  a dan y  b maka 2 2 ( 2 a  b )  ( a )  2 a . b  ( b )

 a  2 ab  b

 ( a  b )  2 ab a  b  ( a  b )  2 ab

dengan a  b Contoh:

d. Akar Pangkat n suatu bilangan Akar Pangkat n suatu bilangan (bentuk akar) dapat dinyatakan dengan pangkat rasional.

mn

a m a  n dengan m , n  bilangan bulat dan n  2 Jika n tidak ditulis ber ar ti n  2 Jika m tidak ditulis ber ar ti m  1

Contoh: 3 3 64 6  2

e. Kesekawanan Bentuk Akar. Kesekawanan Bentuk Akar adalah pasangan bentuk akar (bilangan irasional) yang hasil kalinya bukan bentuk akar (bil.rasional).

Untuk a, b, m dan n  bilangan rasional selain nol, maka : Bentuk Akar

Bentuk Sekawan

Hasil Kali

a  b  c a  b  c a  ( b  c )  2 bc

Contoh:

1). Sekawan dari 3+ 2 adalah 3 - 2

Hasil kali bentuk akar dengan sekawannya:

( 3  2 )( 3  2  )  9 -2 =7 2). Sekawan dari 5  adalah 2 5  2

Hasil kali bentuk akar dengan sekawannya

 1 3). Sekawan dari ( 7  5 ) adalah ( 7  5 )

Hasil kali bentuk akar dengan sekawan:

f. Merasionalkan Penyebut Pecahan Bentuk Akar. Merasionalkan penyebut pecahan bentuk akar artinya mengubah penyebut pecahan bentuk akar ( bilangan irasan) menjadi bilangan rasional, tetapi tidak mengubah nilai pecahan tersebut.

1). Pecahan bentuk : *)

dan * *)

b b Menyelesaikan bentuk : * b

 a bb

Contoh: 6 6  3

Menyelesaikan bentuk :

ab

2). Pecahan bentuk : *)

dan * *)

a b a b a Menyelesaikan bentuk: b       

a 2  b Contoh:

a  b ( a  b ) ( a  b ) Menyelesaikan bentuk :

Contoh:

3). Pecahan bentuk *)

dan * *)

a  b  a  b  a b Menyelesaikan bentuk :

   c ( a  b )

a  b Contoh:

a  b  a  b Menyelesaikan bentuk :

  a  b  c ( a  b )

a  b Contoh:

C. Logaritma

Logaritma pada hakekatnya merupakan kebalikan dari proses pemangkatan dan/atau pengakaran.

Bentuk pangkat

Bentuk akar

Bentuk Logaritma

a  x m m  x log m  a

Suku-suku pada ruas kanan menunjukkan bilangan yang dicari atau hendak dihitung pada masing-masing bentuk

Basis Logaritma

 Logaritma dapat dihitung untuk basis berapapun.  Biasanya berupa bilangan positif dan tidak sama dengan satu.  Basis logaritma yang paling lazim dipakai adalah 10 (common

logarithm)/(logaritma briggs)

10  log 10

m berarti log m , log 24 berarti log 24

 Logaritma berbasis bilangan e (2,72) disebut bilangan logaritma alam (natural logarithm) atau logaritma Napier

 ln e m berarti log m

Kaidah-kaidah Logaritma

Penyelesaian Persamaan dengan Logaritma

 Logaritma dapat digunakan untuk mencari bilangan yang belum diketahui (bilangan tertentu) dalam sebuah persamaan, khususnya persamaan eksponensial dan persamaan logaritmik.

 Persamaan logaritmik ialah persamaan yang bilangan tertentu berupa bilangan logaritma, sebagai contoh : log (3x + 298) = 3

Bentuk Umum : b log a  b  a  p Syarat : p > 0 dan p  1

a>0

p = bilangan pokok jika tidak ditulis artinya p=10

a = numerus

b = hasil logaritma.

Jika p=10 dan a= 10 m maka log 10 =m

log 1 = log 10 0 =o log 10 = log 10 1 =1 log 100 = log 10 2 =2 log 1000 = log 10 3 =3

a. Sifat-sifat Logaritma.

pp

1 p ). log a . b  log a  log b

Bukti x : misalkan log a  x  a  p

6 6 log 72 + 6 log 3 = log (72x3)

6 log 216 =

6 3 log 6 =

6 log 6 = 3. = 3.1

Bukti x : misalkan log a  x  a  p

log 100  log 4  log(

Bukti p : log a  log ( axaxax ........ axa )

fa kto r

 log a  log a  log a  .......  log a

fa kto r

 p n . log a Contoh:

2 2 log 4 16  log 2  2 4 log 2

4 ). log b  p log a

a log b

Bukti x : Misalkan log a  x  a  p

Contoh: 27 log 729

a Bukti c : log b  c  b  a a log ber ar ti b b  a

4 1 4 log  3 

4 4 log 1 3  4

6 ). log a  a

log b

Bukti : log a  p

a log b Contoh:

b. Persamaan Logaritma.

a 1). a log f(x)= log p f(x)=p dengan syarat f(x)>0

Contoh 1 :

5 log( 2 x  3 )  3

5  3 log 5  5 log 125

( 2 x  3 )  125

2 x  122 x  61  selidiki f ( x )  0

2 . 61  3  0 125  0 memenuhi

maka himpunan penyelesai annya  61 maka himpunan penyelesai annya  61

3 log(x 2 -x-3)=2

3 log3 2 =

3 log 9 = (x 2 -x-3) = 9 x 2 +x -12 = 0

(x+4)(x-3)=0 x+4=0 atau x-3=0 x= - 4 x=3 Syarat : f(x) > 0

x 2 +x -3>0

2 x= - 4 2  (-4) +(-4) – 3>0 | x=3  3 +3 -3>0

16 - 4 -3 > 0 | 9 > 0 memenuhi

16 - 7 > 0

9 > 0 memenuhi Hp={-4 , 3}

a 3). b log f(x)= log f(x) f(x)=1 syarat : a  b

Contoh 1 :

5 log (2x-3)= 7 log(2x-3) Syarat f(x)=1

2x –3=1 2x = 4 x=2 Syarat : a  b

 5 7 memenuhi maka Hp={2}

Contoh 2 :

3 2 4 log (x 2 +2x-2)= log (x +2x-2) Syarat f(x)=1 3 2 4 log (x 2 +2x-2)= log (x +2x-2) Syarat f(x)=1

(x+3)(x-1)=0 x + 3=0 atau x -1=0 x = -3 x= 1

Syarat : a  b  3 4 memenuhi Hp={-3, 1}

a 4). a log f(x)= log g(x)  f(x) = g(x)

Syarat f(x) > 0 dan g(x) > 0 Contoh 1 :

log (x 2 +3x-7)=log (x+8)

2 +3x-7)= (x+8) (x

2 +2x -15=0 x (x+ 5)(x- 3)=0

x + 5 = 0 atau x – 3=0 x = - 5 x=3

Syarat : f(x) > 0

2 +3x-7>0 x

2 x=-5 2  (-5) +3(-5)-7>0 | x=3  (3) +3(3)-7>0

25 -15 -7 >0 9 + 9 -7 >0

3 > 0 memenuhi 11 >0 memenuhi Syarat : g(x) > 0 x+8>0 x=-5  (-5)+8 > 0 | x=3  (3)+8 > 0

3 >0 memenuhi 11 > 0 memenuhi Maka Hp={ -5, 3 } Contoh 2 : log log 2x = log(log 2x + 6)-log 4

log log 2x = log  log x 2  6     log log 2x = log  log x 2  6    

log 2x =

4log 2x = log 2x + 6 3log 2x = 6

log 2x= 2 2x= 10 2

2x= 100

x= 50 Syarat f(x)>0 | Syarat g(x)>0

log 2 x  6 log 2x > 0

log 2 . 50  6 log 2.50>0

log 100  6 log 100 >0

2>0

Hp = { 50 }

DERET

A. Pengertian

Deret merupakan rangkaian bilangan yang disusun secara teratur dan memenuhi kaidah-kaidah tertentu. Dalam deret ada yang disebut sebagai suku,pembeda ,pengganda dan yang lainya. Suku adalahbilangan-bilangan yang merupakan unsur dan pembentuk sebuah deret. Pembeda/beda merupakan penunjuk pola perubahan pada suatu deret begitu pula pengganda/rasio. Bedanya adalah kalo pembeda itu dalam deret hitung sedangkan pengganda dalam deret ukur/deret geometri.

B. Jenis deret

Pada makalah ini kami akan menyebutkan dua jenis deret,yaitu deret hitung dan deret ukur/deret geometri.

1. Deret hitung

Deret hitung merupakan deret yang perubahan-perubahan sukunya berdasarkan penjumlahan sebuah bilangan tertentu. Bias juga diartikan sebagai barisan yang suku berurutannya mempunyai tambahan bilangan yang tetap. Tambahan bilangan itulah yang di sebut pembeda.

Perhatikan contoh berikut! 1000,750,500,250 ini adalah contoh deret hitung yang memiliki pembeda 250.

Jadi pada suku setelah suku pertama(a) akan berubah secara konstan pada suku berikutnya Perubahan tersebut dapat berupa penambahan nilai suku atau pengurangan nilai suku. Contoh diatas berarti merupakan Jadi pada suku setelah suku pertama(a) akan berubah secara konstan pada suku berikutnya Perubahan tersebut dapat berupa penambahan nilai suku atau pengurangan nilai suku. Contoh diatas berarti merupakan

a. Suku ke-n dari Deret hitung

Ada beberapa cara untuk menentukan berapakah nilai suku ke-n. Kita bisa mencarinya dengan mengurutkan mulai dari suku pertama sampai dengan suku yang hendak kita cari. Mungkin cara itu sepintas terlihat simple,tapi apa jadinya kalau yang kita cari sukunya yang ke seribu atau mungkin lebih banyak? Oleh karena itu kita perlu mencari cara yang lebih mudah yaitu dengan mencari rumus untuk menentukan nilai suku ke-n Berikut caranya, Missal kita mempunyai deret sebagai berikut;

U1 U2 U3 U4

U1/a = 4 U2

Dengan demikian kita dapat menyimpulkan rumus untuk mencari nilai suku ke-n sebagai berikut:

Keterangan a= suku pertama b= pembeda n= indek suku Keterangan a= suku pertama b= pembeda n= indek suku

3,5,7,9,11,…..tentukanlah nilai suku ke-20 pada deret tersebut! Jawab: Diketahui: a=3 b=2 Ditanya: U 20 U n = a + (n - 1)b

U 20 = 3 + (20 - 1)2 U 20 = 3 + 38

U 20 = 41

b. Jumlah n suku pertama pada Deret hitung

Jumlah n suku pertama biasanya dinotasikan dengan Sn. Untuk mencari jumlah n suku yang pertama bias menggunakan cara manual,yaitu ditulis secara langsung deret yang akan dicari

S n  na 

Kemudian tingal dijumlahkan. Tetapi untuk mencari Sn yang sekalanya besar bisa kita cari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Contoh: Diketahui sebuah deret,

5,8,11,14,….berapakah jumlah 12 suku pertama pada deret tersebut? Jawab : Diketahui : a=5 b=3 ditanya :

S 12 , U 12 = 5 + (12-1)3 U 12 = 38

2. Deret ukur

Deret ukur disebut juga dengan nama deret geometri. Deret ukur ialah deret yang perubahan suku-sukunya berdasarkan perkalian terhadap sebuah bilangan tertentu. Bilangan yang membedakan suku-suku sebuah deret ukur dinamakan pengganda, yakni merupakan hasil bagi nilai suatu suku terhadap nilai suku di depannya. Contoh : 2, 6, 18, 54, 162, . . .

(pengganda = 3)

a. Suku ke-n dari Deret ukur

Untuk mencari suku ke-n dari deret ukur kita dapat menggunakan rumus berikut :

U n-1

n = ap

Ket :

a : suku pertama p : pengganda n : indeks suku

b. Jumlah n suku pada Deret ukur

Seperti halnya dalam deret hitung, jumlah sebuah deret ukur sampai dengan suku tertentu adalah jumlah nilai suku-sukunya sejak suku pertama sampai dengan suku ke-n yang bersangkutan. Untuk mencarinya kita lakukan penjabaran rumus dibawah ini:

Berdasarkan rumus suku ke-n dari Deret Ukur,kita jabarkan masing-masing U i . sehingga menjadi:

Jika persamaan diatas dikalikan dengan pengganda “p”,maka menjadi :

Setelah kita memperoleh kedua persamaan tersebut,maka kurangkan persamaan yang kedua dengan persamaan yang pertama.sehingga akan diperoleh persamaan sebagai berikut:

Dari data diatas secara ringkas kita dapat menuliskan rumus secara ringkas untuk mencari S n sebagai berikut:

untuk p < 1 untuk p > 1

Untuk lebih jelasnya ,lihatlah contoh dibawah ini: Sebuah deret ukur memiliki suku pertama 5 dengan pengganda 2. Tentukan jumlah lima suku pertama dari deret tersebut!

Karena penggandanya memiliki nilai lebih besar daripada 1 maka kita gunakan rumus yang kedua:

C. Penerapan ekonomi

Pada makalah ini kita akan sedikit membahas deret dalam perananya dalam bidang ekonomi. Diantaranya ialah penerapan deret dalam hal perhitungan perkembangan usaha dan penerapan deret dalam penentuan modal bunga majemuk.

1. Model perkembangan usaha

Inilah salah satu penerapan deret dalam kehidupan sehari- hari. Deret dapat kita gunakan untuk melakukan penghitungan perkembangan usaha. Kita bisa menggunakan deret hitung melakukan perhitungan ini,dengan catatan perkembangan usaha yang kita akan hitung memiliki perkembangan yang konstan,tidak berubah-ubah.

Berikut contoh kasus yang dapat kita lakukan penghitungan menggunakan deret: Abu adalah seorang pedagang madu. Pada bulan pertama Abu berhasil menjual 30 botol madu. Pada bulan ke dua berhasil menjual 40 botol dan pada bulan-bulan berikutnya bertambah secara konstan. Jika harga madu perbotolnya Rp 22.500,00 , berapakah uang yang diperoleh Abu pada bulan ke Sembilan ?

Jawab : Diketahui : a = 30

b = 10 Ditanya : U9 ? (untuk mengetahui berapa banyak botol yang dapat

terjual) U9 = a + (n-1) b = 30 + (9-1) 10 = 110

Jadi, uang yang di peroleh Abu = 110 x 22.500

2. Model bunga majemuk

Model bunga majemuk merupakan penerapan deret ukur kasus dalam simpan pinjam dan kasus investasi. Dengan menggunakan deret ukur, kita bisa mengetahui jumlah bunga dari uang yang telah kita pinjam untuk rentang waktu tertentu. Selain itu kita juga dapat menghitung hasil investasi yang akan kita terima di masa yang akan datang.

Misalkan kita memiliki modal sebesar P dibungakan secara majemuk dengan bunga setingkat i dan jumlah akumulatif dimasa yang akan datang setelah n tahun adalah F n ,maka secara matematis didapat rumus sebagai berikut:

F n = P(1 + n)

Keterangan: n = indeks tahun Keterangan: n = indeks tahun

Dalam dunia bisnis (1 + i) dan (1 + i/m) disebut factor bunga majemuk/compounding interest factor yaitu suku bilangan lebih dari 1 yang dapat digunakan untuk mencari F n dan bisa juga untuk mencari P.

3. Model pertumbuhan penduduk

Menurut Malthus,penduduk yang ad di dunia ini tumbuh mengikuti pola deret ukur. Jika jumlah pada tahun pertama (basis) = P 1 , jumlah setelah t tahun = P t , r = presentase pertumbuhan/tahun dan R = 1 + r, Maka secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

P t-1

t =P 1 R

Kasus: Pada tahun 1990 penduduk kota A sebesar 500.000 orang,berapakah jumlah penduduk kota A pada tahun 1993 jika presentase pertumbuhan penduduk pertahun = 2%?

Jawab: P t-1

t =P 1 R =500.000 x (1 + 0,02) 3-1

=500.000 x 1,0404 =520.200

Jadi pada tahun 1993 penduduk kota A sebanyak 520.000 orang.

D. Latihan soal

1. Tentukan nilai suku ke-10 dari deret dibawah ini

a. 2,5,8,11…..

b. 20,15,10,5….

2. Sebuah deret hitung sebagai berikut: 3,7,11,15,…

Tentukanlah:

a. U 10 dan U 15

b. Bentuk rumus suku ke-n

3. Sebuah deret hitung dengan U 8 =18 dan U 15 =46 tentukanlah

a. Suku ke10 dan 4 suku pertama

b. Bentuk rumus suku ke-n

4. Hitunglah jumlah 20 suku pertama dari deret hitung 4,7,10,13,….

5. Dari suatu barisan aritmetika, suku ketiga adalh 36, jumlah suku kelima dan ketujuh adalah 144. Jumlah sepuluh suku pertama deret

tersebut adalah ….

6. Seorang ibu membagikan permen kepada 5 orang anaknya menurut aturan deret aritmetika. Semakin muda usia anak semakin banyak permen yang diperoleh. Jika banyak permen yang diterima anak kedua 11 buah dan anak keempat 19 buah, maka jumlah seluruh permen adalah …buah.

7. Seorang anak menabung di suatu bnk dengan selisih kenaikan tabungan antar bulan tetap. Pada bulan pertama sebesar Rp. 50.000,00, bulan kedua Rp.55.000,00, bulan ketiga Rp.60.000,00, 7. Seorang anak menabung di suatu bnk dengan selisih kenaikan tabungan antar bulan tetap. Pada bulan pertama sebesar Rp. 50.000,00, bulan kedua Rp.55.000,00, bulan ketiga Rp.60.000,00,

8. Dari suatu deret aritmetika diketahui U3 = 13 dan U7 = 29. Jumlah dua puluh lima suku pertama deret tersebut adalah ….

9. Suku ke – n suatu deret aritmetika Un = 3n – 5. Rumus jumlah n suku pertama deret tersebut adalah ….

10. Jumlah n buah suku pertama deret aritmetika dinyatakan oleh Sn = n/2 ( 5n – 19 ). Beda deret tersebut adalah ….

11. Jumlah n suku pertama deret aritmetika adalah Sn = n2 + 5/2n. Beda dari deret aritmetika tersebut adalah ….

12. Dari deret aritmetika diketahui suku tengah 32. Jika jumlah n suku pertama deret itu 672, banyak suku deret tersebut adalah ….

13. Sebuah mobil dibeli dengan haga Rp. 80.000.000,00. Setiap tahun nlai jualnya menjadi ¾ dari harga sebelumnya. Berapa nilai jual setelah dipakai 3 tahun ?

14. Sebuah bola jatuh dari ketinggian 10 m dan memnatul kembali dengan ketinggian ¾ kali tinggi sebelumnya, begitu seterusnya hingga bola berhenti. Jumlah seluruh lintasan bola adalah ….

15. Seutas tali dipotong menjadi 7 bagian dan panjang masing – masing potongan membentuk barisan geometri. Jika panjang potongan tali terpendek sama dengan 6 cm dan potongan tali terpanjang sama dengan 384 cm, panjang keseluruhan tali tersebut adalah … cm.

16. Sebuah bola pingpong dijatuhkan dari ketinggian 25 m dan memantul kembali dengan ketinggian 4/5 kali tinggi semula. Pematulan ini berlangsung terus menerus hingga bola berhenti. Jumlah seluruh lintasan bola adalah … m.

17. Pertambahan penduduk suatu kota tiap tahun mengikuti aturan barisan geometri. Pada tahun 1996 pertambahannya sebanyak 6 orang, tahun 1998 sebanyak 54 orang. Pertambahan penduduk

pada tahun 2001 adalah … orang.

BAB III FUNGSI

A. Pengertian Fungsi

Fungsi adalah suatu bentuk hubungan matematis yang menyatakan hubungan ketergantungan ( hubungan fungsional ) antara satu variabel dengan variabel lain. Sebuah fungsi dibentuk oleh beberapa unsur. Unsur-unsur pembentuk fungsi adalah variabel, koefisien,dan konstanta. Sebuah fungsi, yang secara konkret dinyatakan dalam bentuk persamaan atau pertidaksamaan. Koefisien dan variabel sering melengkapi sebuah fungsi, namun konstanta jarang melengkapi/terdapat pada fungsi. Namun ada tidaknya konstanta pada sebuah fungsi, tak mengurangi arti dari fungsi tersebut.

Variabel adalah unsur pembentuk fungsi yang mencerminkan atau mewakili faktor tertentu, dilambangkan ( berdasarkan keseakatan umum ) dengan huruf-huruf Latin. Dalam matematika, variabel- variabel dalam sebuah persamaan lazimnya ditulis dengan huruf kecil, melambangkan sumbu dalam sistem koordinat ( absis dan ordinat ). Namun dalam ekonomika, tidak ada ketentuan dalam penulisan variabel. Berdasarkan kedudukan dan sifatnya, di dalam sebuah fungsi terdapat dua macam variabel,yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang nilainya tidak tergantung pada variabel lain, sedangkan variabel terikat adalah variabel yang nilainya tergantung pada variabel lain.

Koefisien dan konstanta. Koefisien adalah bilangan atau angka yang terkait pada dan terletak di depan suatu variabel dalam sebuah fungsi. Konstanta adalah bilangan atau angka yang ( kadang-kadang ) turut membentuk sebuah fungsi tetapi berdiri sendiri sebagai bilangan dan tidak terkait pada suatu vaiabel tertentu.

Contoh fungsi : y = 2x + 8 , y adalah variabel terikat karena nilainya tergantung pada variabel x, x merupakan variabel bebas karena nilainya tak terikat pada variabel y, 2 merupakan koefisien karena letaknya terikat pada variabel x, sedangkan 8 adalah konstanta karena letaknya berdiri sendiri.

Untuk mempermudah memahami sebuah fungsi maka dibuatlah sistem koordinat cartesius atau disebut juga sistem tegak lurus berasal dari nama Latin Rene Descartes. Sistem ini terdiri dari dua komponen yaitu garis mendatar, disebut sumbu X, dan garis tegak disebut sumbu Y. Sumbu X dan sumbu Y berpotongan tegak lurus di titik O(0,0) yang disebut titik asal.

Koordinat cartesius dibagi oleh sumbu X dan sumbu Y yang membagi menjadi empat bagian atau daerah yang disebut kuadran. Kuadran I

= { (x,y) | x > 0 dan y > 0 }

Kuadran II

= { (x,y) | x < 0 dan y > 0 }

Kuadran III

= { (x,y) | x < 0 dan y < 0 }

Kuadran IV

= { (x,y) | x > 0 dan y < 0 }

Kuadran II

Kuadran I

Kuadran III

Kuadran IV

Gambar 1 Koordinat Cartesius

Dalam ilmu ekonomi, daerah atau kuadran yang sering digunakan adalah kuadran I.

B. Jenis-Jenis Fungsi FUNGSI

Fungsi aljabar Fungsi non aljabar

f. polinom

f. pangkat f. ekspononsial

f. linear f.logaritmik

f. kuadrat f.trigonometrik

f. kubik f.hiprbolik

f. bikuadrat

1. Fungsi yang paling sederhana adalah fungsi konstan ( f(x) = k, k adalah konstan) dan fungsi identitas ( f(x) = x ). Namun secara garis besar, fungsi dikelompokan menjadi dua, yaitu fungsi aljabar dan fungsi non-aljabar( transenden ).

2. Fungsi aljabar adalah fungsi yang diperoleh dengan sejumlah berhingga operasi aljabar ( penjumlahan, perkalian, pembagian, perpangkatan, dan penarikan akar ) terhadap fungsi identitas dan fungsi konstan. Fungsi aljabar dibagi menjadi menjadi fungsi irrasional dan fungsi rasional. Fungsi rasional mempunyai beberapa jenis, diantaranya fungsi polinom, fungsi linear, dan fungsi berderajat n ( fungsi kuadrat, fungsi kubik, dan fungsi bikuadrat ), serta fungsi pangkat.

3. Fungsi polinom adalah fungsi yang mengandung banyak suku ( polinom ) dalam variabel bebasnya. Bentuk umum persamaan

2 polinom adalah : y = a n

0 + a 1 x + a 2 x + ...+ a n x . Pangkat tertinggi pada variabel suatu fungsi polinom menceriminkan derajat polinomnya, sekaligus juga mencerminkan derajat persamaan atau fungsi tersebut.

4. Fungsi linear adalah fungsi polinom khusus yang pangkat tertinggi dari variabelnya adalah pangkat satu, oleh karenanya sering 4. Fungsi linear adalah fungsi polinom khusus yang pangkat tertinggi dari variabelnya adalah pangkat satu, oleh karenanya sering

5. Fungsi berderajat n adalah fungsi yang pangkat tertinggi dari variabelnya adalah pangkat n ( n = bilangan nyata ). Bentuk

2 umumnya adalah : y = a n

0 +a 1 x+a 2 x + ...+ a n x . Fungsi kuadrat n =

2 ( bentuk umum y = a 2

0 +a 1 x+a 2 x ), fungsi kubik n = 3 ( bentuk

2 umum y = a 3

0 + a 1 x + a 2 x + a 2 x ), fungsi bikuadrat n =4 ( bentuk

2 3 umum y = a 4

0 +a 1 x+a 2 x +a 2 x +a 2 x ) dan seterusnya.

6. Fungsi pangkat adalah fungsi yang variabel bebasnya berpangkat bilangan nyata bukan nol. Bentuk umum : y = x n , n = bilangan

nyata bukan nol.

7. Fungsi non-aljabar adalah fungsi yang tidak termasuk fungsi aljabar. Jenis-jenis fungsi non-aljabar antara lain fungsi eksponensial, fungsi logaritmik, fungsi trigonometrik, dan fungsi hiperbolik.

8. Fungsi eksponensial adalah fungsi yang variabel bebasnya merupakan pangkat dari suatu konstanta bukan nol. Bentuk

umumnya adalah : y = n x n > 0.

9. Fungsi logaritmik adalah fungsi balik ( inverse ) dari fungsi eksponensial, variabel bebasnya merupakan bilangan logaritmik.

Bentuk umumnya : y = n log x.

10. Fungsi trigonometrik dan fungsi hiperbolik adalah fungsi yang variabel bebasnya adalah bilangan-bilangan goneometrik. Bentuk umum fungsi trigonometrik : y = sin 5x , sedangkan bentuk umum fungsi hiperbolik : y = arc cos 2x.

Bedasarkan letak ruas variabel-variabelnya fungsi dibedakan menjadi dua jenis yaitu fungsi eksplisit dan fungsi implisit. Fungsi eksplisit adalah fungsi yang variabel bebas dan variabel terikatnya Bedasarkan letak ruas variabel-variabelnya fungsi dibedakan menjadi dua jenis yaitu fungsi eksplisit dan fungsi implisit. Fungsi eksplisit adalah fungsi yang variabel bebas dan variabel terikatnya

yang sama. Contoh : fungsi eksplisit : y = a 0 +a 1 x , fungsi implisit : a 0 +a 1 x – y = 0 . Setiap fungsi yang berbentuk eksplisit senantiasa dapat diimplisitkan, tetapi tidak semua fungsi implisit dapat diubah menjadi bentuk eksplisit.

Selain pembagian jenis fungsi sebagaina yang baru saja diuraikan diatas, fungsi juga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu fungsi eksplisit dan fungsi implicit. Fungsi eksplisit adalah fungsi yang variable bebas dan variable terkaitnya terletak diruas yang berlainan. Sedangkan fungsi implicit adalah fungsi yang variable bebas dan variable trikatnya terletak disatu ruas yang sama. Secara operasional, bentuk umum persamaan fungsi yang eksplisit dan yang implicit dapat dilihat sebagai berikut:

Fungsi Bentuk Eksplisit Bentuk Implisit

C. Penggambaran Grafik Fungsi

Setiap fungsi (yang berbentuk eksplisit, atau bisa di eksplisitkan) dapat disajikan secara grafik pada bidang sepasang sumbu silang ( sistem koordinat ). Gambar yang dihasilakan dapat berupa garis lurus ataupun kurva, tergantung pada jenis fungsi yang bersangkutan. Gambar dari sebuah fungsi dapat dihasilkan dengan cara menghitung koordinat titik-titik yang memenuhi persamaannya, dan kemudian memindahkan pasangan-pasangan titik tersebut ke sistem sumbu silang. Dalam menggambarkan suatu fungsi terdapat Setiap fungsi (yang berbentuk eksplisit, atau bisa di eksplisitkan) dapat disajikan secara grafik pada bidang sepasang sumbu silang ( sistem koordinat ). Gambar yang dihasilakan dapat berupa garis lurus ataupun kurva, tergantung pada jenis fungsi yang bersangkutan. Gambar dari sebuah fungsi dapat dihasilkan dengan cara menghitung koordinat titik-titik yang memenuhi persamaannya, dan kemudian memindahkan pasangan-pasangan titik tersebut ke sistem sumbu silang. Dalam menggambarkan suatu fungsi terdapat