Apa arti sebuah perjalanan docx

Bagi seorang Nurinwa Ki S. Hendrowinoto tampaknya perjalanan adalah sebuah sejarah
membuahkan berbagai perenungan yang kemudian dituangkan dalam buku ‘PIETA,
Senandung Indonesia Raya’.
Polimedia Publishing dan KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) menggelar acara
peluncuran dan bedah buku ‘PIETA, Senandung Indonesia Raya’ karya Nurinwa Ki S.
Hendrowinoto dengan pembahas Frans M. Parera dan Ayu Utami serta moderator DR.
Purnomo di Hall Tower Politeknik Negeri Media Kreatif Jl. Srengseng Sawah Raya,
Jagakarsa, Jakarta Selatan, Selasa, 12 Mei 2015.
Ayu Utami menyoroti buku tersebut antara lain Pieta yang berasal dari Piety yang berarti
penderitaan. Buku ini bukan biografi tapi sebuah memoar perjalanan. Kalau kita melakukan
perjalanan sebenarnya kita tidak hanya perjalanan fisik, tapi juga perjalanan batin.
“Perjalanan fisiknya ke Eropa, tapi perjalanan batinnya cenderung ke Tanah Air. Perjalanan
fisiknya hanya beberapa hari, tapi perjalanan batinnya membawa dia ke lapisan-lapisan masa
lalu yang dialami dan juga berbagai lagu yang dihayati,” ucap Ayu.
Lebih lanjut, Ayu lebih dalam membahas bukunya, bahwa yang menarik dalam buku ini,
hadirnya figur ibu. Patung Pieta menggambarkan seorang ibu menerima anaknya yang mati.
Ibu yang berduka. Itu tragedi kemanusiaan yang terus ada dari dulu sampai sekarang.
“Misalnya, dalam bencana maupun peperangan, banyak ibu yang kehilangan anaknya. Ibu
yang menerima kehilangan anaknya itu luar biasa, kalau kita baca bukunya kita juga akan
mendapatkan cerita tentang ibunya sang penulis. Dalam buku ini, Pak Nur begitu
menghormati figur ibu yang begitu luhur, yang tidak hanya ibu kandungnya sendiri, tapi juga

ibu para presiden Indonesia, “ tandasnya.
Adapun Frans M. Parera mengupas buku tersebut bahwa semula Pieta mungkin kado seorang
anak kepada ibu. Dikerangkai kisah tur keliling Eropa, Pieta tak melulu mencatat cerita
perjalanan pribadi. Karya sastra-biografi ini merupakan testimonium Nurinwa sebagai aktivis
sosial atas tema-tema besar kehidupan manusia dan eksperimentasi diri bercermin kepada
Soekarno Si Manusia Derita. “Nurinwa seorang pencerita yang piawai. Dengan luwes ia
mengajak pembaca berlari-lari dan berpindah mengunjungi beragam tempat dan peristiwa
dari panggung gladiator Riawi ke pekarangan depan rumah tempat adu semut gladiator, dari
toko soto langganan ibunya ke cerita Cornellis de Houtman. Akan tetapi yang pertama-tama
perlu diapresiasi dari karya Nurinwa adalah bahwa doktor sosiologi ini tidak berteori. Ia
berkisah, “ ungkapnya.
Dalam buku ini, Nurinwa memang mencatat dengan amat cermat berbagai peristiwa lalu dan
kini. Tak hanya sekedar kagum pada Eropa, ia berbagi beraneka ingatan romantik serta
berefleksi tentang menjadi Indonesia, tentang arti Pieta. Sebagai sebuah penghormatan pada
figur ibu yang luhur. (Akhmad Sekhu)