kontekstualisasi hadis-hadis korupsi sebuah kajian hadis maudu'i

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Teologi Islam (S.Th.I)

Muhib Rosyidi 106034001206

JURUSAN TAFSIR-HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

Skripsi yang berjudul “Kontekstualisasi Hadis-Hadis Korupsi; Sebuah Kajian Hadis Maudu’i” telah diujikan dalam siding munaqasyah Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 16 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana program strata satau (S1) pada Jurusan Tafsir-Hadis.

Jakarta, 18 Juni 2010

Sidang Munaqasyah

Anggota,

Masykur Hakim MA, Ph.D NIP. 19570223 19903 1 001

Pembimbing,

Dr. Bustamin M.Si NIP.19630701 199803 1 1003

Ketua merangkap anggota, Sekretaris merangkap anggota,

Dr. Bustamin M.Si NIP. 19630701 199803 1 003

Rifqi Muhammad Fatkhi M.Ag NIP. 19770120 200312 1 003


(3)

vii

“Islam sebagai agama terbesar di dunia memuliki peran penting dalam menjaga moral manusia. Ia diharapkan mampu memberikan peran aktif dalam memajukan peradaban dunia. Muhammad sebagai pembawanya hanya mengatakan bahwa ia meninggalkan dua hal bagi umatnya, yakni alquran dan hadis. Di sisi lain sejarah hidupnya menjadi bagian penting dari pembentukan sejarah peradaban manusia. Peradaban yang bersih dan penuh kejujuran dari

tindakan korupsi. Korupsi yang saat ini menjadi extra ordinary crime harus

menjadikan Islam memiliki jawaban tersendiri dalam memberi solusi terhadapnya. Dan hadis yang menjadi gambaran kehidupan nabi menjadi penting untuk diketahui karena telah memberi jawaban solutif terhadap korupsi. Karena memang korupsi bukan barang baru untuk diatasi oleh umat islam. Sehingga bentuk kontekstualisasi hadis adalah kemutlakan pilihan dalam era yang berbeda ini, yakni era yang lebih modern dengan budaya yang berbeda, istilah yang berbeda, dan sistem hukum yang berbeda. Atau bahkan definisi korupsi yang rumit ditemukan dalam kesalahan dan kebenaran tindakan.”


(4)

viii

"Islam as the world's largest religion has an important role in maintaining human morality. It is expected to provide an active role in advancing world civilization. Muhammad as a prophet only says that he left two things for his people, Quran and Hadith. On the other hand the history of his life became an important part of the formation history of human civilization. Civilization is clean and full of honesty from acts of corruption. Corruption is now a crime must be extraordinary to make Islam has its own answer to give a solutions. And Hadith, that a description of the life of the prophet became important to know because it has given answers solutes against corruption. Because corruption is not new to resolved by the Islamic Ummah. So the form of contextualization of the hadith is the absoluteness of different options in this era, namely the more modern era with a different culture, different terms, and different legal systems. Or even an elaborate definition of corruption found in the error and truth of action."


(5)

xiii

KATA PENGANTAR... iii

ABSTRAK... vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan, Batasan dan Identifikasi Masalah ... 9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9

D. Kajian Pustaka ... 10

E. Metode Penelitian... 12

F. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II MENENGENALI KORUPSI... 16

A. Pengertian Korupsi... 16

B. Jenis dan Tipologi Korupsi ... 18

C. Korupsi Sebagai Problematika... 26

D. Korupsi dalam Pandangan Islam ... 29

BAB III KONTEKSTUALISASI HADIS ... 34

A. Wacana Kontekstualisasi Hadis Nabi ... 34

B. Pemahaman Tekstual Dan Kontekstual Atas Sejarah Hadis 35 C. Latar Belakang Kontekstualisasi Hadis... 39


(6)

xiv

A.1.Ghulûl ... 47

a. Hadis GhulûlUmum... 48

b. Hadis Ghulûl Ghanimah... 49

c. Hadis Ghulûl Hadiyyah ... 55

d. Hadis Ghulûl al-Ardh ... 59

A.2. Risywah... 60

A.3. Suht ... 62

A.4.Bai’ât al-Imâm Li ad-Dunyâ... 66

A.5. Jaur al-Qadhi aw al-Imâm ... 67

B. Hukuman Bagi Pelaku Korupsi ... 69

BAB IV KONTEKSTUALISASI HADIS-HADIS KORUPSI... 79

A. Kontekstualisasi Hadis ... 79

B. Campaign Corruption Practice... 81

C. Discretionary Corruption... 82

D. Illegal Corruption ... 83

E. Political Bribery ... 84

F. Amanah; Sebuah Benteng Anti Korupsi ... 85

BAB V PENUTUP ... 89

A. Kesimpulan ... 89

B. Saran-saran... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93


(7)

iii

23 tahun bukanlah waktu yang singkat bagi Muhammad untuk menyempurnakan pemahaman Islam kepada umatnya, selain memang hal ini pun memudahkan Muhammad untuk memahami apa yang akan disampaikan dari Tuhannya. Kehidupannya selalu menarik untuk disimak, ia tidak hanya tampil sebagai nabi yang membawa risalah Allah namun ia dijadikan Allah sebagai sebaik-baik contoh bagi seluruh umatnya dalam berbagai bidang. Ia adalah

seorang guru, seorang bisnisman, seorang filosof, seorang hakim, seorang

panglima perang, seorang suami, seorang ayah, dan ia adalah manusia biasa. Disini kemudian menuntut siapapun para pembaca kehidupannya untuk mencari contoh dari peran terbaik sang Nabi.

Membacanya pun tak boleh dan tak bisa dari satu arah saja. Kadang ketika ia dimintai seseorang nasehat ia memerintahkan orang itu untuk tidak marah, namun kadang pula ada orang lain yang meminta nasehat padanya ia memerintahkan untuk tidak berbohong. Dua hal yang berbeda, namun Muhammad seolah memahami apa yang diperlukan oleh umatnya. Itulah Muhammad yang selalu dibimbing oleh Tuhannya.

Ia hidup bukan dalam keadaan yang mudah, tentram dan sejahtera. Ia hidup dalam nuansa masyarakat dalam kegalauan akal akan Tuhan, ketertindasan, ketidakadilan, ketidakjujuran, dan tentu tindakan korupsi. Sebuah tindakan yang sulit didefinisikan karena telah menjadi laten dan keharusan tindakan bagi sebagian orang. Kejahatan korporasi yang bisa merugikan jutaan orang dalam waktu puluhan atau mungkin ratusan tahun. Kejahatan yang perlu tindakan berani,


(8)

iv

Tindakannya untuk tidak menshalati jenazah koruptor adalah bentuk

penghinaan tertinggi pada manusia yang telah menjadi bangkai tanpa

penghormatan, tanpa memperdulikan apapun jasa yang pernah seseorang lakukan. Atau amal dari hasil korupsipun tidak berarti apapun sebagaimana shalat seseorang tanpa bersuci serta berbagai ancaman dan laknat nabi yang diberikan kepada pelaku korupsi.

Selanjutnya respon nabi ini tidak boleh kalah dan berhenti, namun ia akan terus terjadi dan tertuang dalam berbagai pikiran umatnya untuk memahami bahwa korupsi adalah tindakan haram. Muhammad harus dihidupkan terus lewat berbagai ucapannya, selain memang perlu penyesuaian kehidupan melawan

Jahiliyyah dengan tantangan modernitas. Disinilah kontekstualisasi menjadi penting, agar teks tetap terjaga dalam universalitasnya dan menjadi aplikatif dalam bentuk kontekstualisasinya. Inilah yang menjadi kegelisahan tersendiri bagi penulis dan merasa perlu menungkannya menjadi bacaan yang diharapkan bisa membuka kembali respon Muhammad dalam bentuk skripsi yang berjudul “Kontekstualisasi hadis-hadis korupsi; sebuah kajian hadis maudu’i”.

Di sisi lain, tulisan ini tidak hadir begitu saja namun telah banyak yang ikut berkontribusi dalam penulisan ini, maka perlu kiranya penulis menyampaikan rasa terima kasih secara khusus. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan menjadi amal tersendiri untuk mengumpulkan kita bersama seluruh umat Muhammad di sisi Allah nanti. Amin. Oleh karena itu, tanpa mengurangi rasa


(9)

v

a. Bpk. Prof. Zaenun Kamal selaku Dekan baru di fakultas Ushuluddin dan Filsafat dan Bpk. Dr. M. Amin Nurdin yang telah digantikannya.

b. Bpk Sekaligus kanda Dr. Masri Mansoer, MA, selaku pembantu dekan II yang selalu membimbing, dan membantu adik-adiknya selaku junior di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Ciputat.

c. Bpk Dr. Bustamin MA, selaku Ketua Jurusan sekaligus pembimbing skripsi yang dengan sabar, selalu mengarahkan dan membimbing penulis

untuk menyelesaikan tulisan ini. jazakumullah khairan katsira

d. Ayah ibu tercinta Murochis dan Muntamah yang selama 10 tahun terahir tak banyak melihat anak yang satu ini tumbuh, Kakak-kakak terbaik Widati Rosyidah dan Muhammad Muhbib, kakak ipar Kasmuin dan Putri

Faridha Arsiani serta “my little nephew” Zafira Liana Husna. Skripsi ini

untuk kalian semua.

e. Kawan-kawan KKN; Rina, Nita, Hera, Malik, Ali dan semua yang membantu dalam kegiatan itu, semoga menjadi pelajaran hidup yang berharga

f. Kawan-kawan yang aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, para

alumni Kanda Izza Rahman, Nur Achmad, Sudarnoto, Mas’to, Cecep, atas segala bimbingannya dan yang senior lain yang tak mungkin tersebut satu persatu, teman-teman Pimpinan Cabang 2009-2010 Welli, Iqbal, Aos,

Muis, Arji, Ipul, Irma, Sarah, Rini dan Ewi, thanks for the Book.


(10)

vi

amanah bukanlah apa yang kalian cari atau kalian inginkan, tanpi tanggung jawab dari Tuhan dan hanya kalian yang tahu.

g. Kawan Relawan di Padang, Khilda yang sibuk PII di Bali, Mukhtar, Fahmi, Farhan dan yang lain. Rizki ‘ringgo’, adik-adikku rizki, Irma dan

keluarga di Padang. I’ll never forget U all.

h. Kawan Pondok yang di Jakarta Mas Lathif, Afnan yang sekarang di Saudi, Ipul, Figur, Dina dan yang lain semoga kita tetap bisa menjaga almamater dengan baik dan lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.

i. Kawan jurusan di Tafsir-Hadis khususnya kelas A, Hasan, Khalid, Junaidi,

Irfan, Azma, Firda, Mega, dan semua semoga kita tetap bisa berjuang

menegakan Syiar Tajdîddan Ta’lîm Al-Turats al-Islamy.

Selanjutnya, penulis tak lupa untuk menyadari bahwa tulisan ini pastilah ada kekurangan disana-sini. Untuk itu, kiranya saran, kritikan dan berbagai sambutan yang konstruktif masih sangat penulis butuhkan guna kesempurnaan tulisan dan pengetahuan penulis.

Akhirnya, penulis berharap tulisan ini akan bermanfaat dan tidak hanya sekedar jadi tuntutan kuliah ataupun etalase hiasan dinding belaka.

Billâhi fî sabîlilhaq fastabiqulkhairât..

Ciputat, 25 Mei 2010 Penulis


(11)

ix

Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

! tidak dilambangkan

! B be

! T te

! Ts te dan es

! J Je

! H h dengan garis bawah

! Kh ka dan ha

! D da

! Dz De dan zet

! R Er

! Z Zet

! S Es

! Sy es dan ye

! S es dengan garis bawah

! D de dengan garis bawah

! T te dengan garis bawah

! Z zet dengan garis bawah

! ‘ koma terbalik keatas, menghadap ke kanan

! Gh ge dan ha

1

Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006/2007, hal. 101 - 105


(12)

x

! Q Ki

! K Ka

! L El

! M Em

! N En

! W We

º ! H Ha

! ‘ Apostrof

! Y Ye

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih aksaranya adalah sebai beeriku:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

___َ___ a fathah

___ِ___ i kasrah

___ُ___ u dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي__َ__ ai a dan i

__َ__


(13)

xi

Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ﺎَــ â a dengan topi di atas

ﻲــ î i dengan topi di atas

ﻮـــ û u dengan topi di atas

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.

Syaddah(Tashdid)

Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”, demikian seterusnya.

Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtahterdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtahtersebut diikuti oleh kata sifat (na’t)(lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtahtersebut diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebutdialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).


(14)

xii

no Kata Arab Alih aksara

1 !!!!! tarîqah

2 !!!! ! ! !!!!!!! ! al-jâmî ah al-islâmiyyah

3 !!! !!!!!! ! ! wahdat al-wujûd

Huruf Kapital

Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid Al-Ghazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu kejahatan manusia yang paling berpengaruh saat ini adalah korupsi. Itulah yang disinyalir mampu mengisi setiap berita pada media masa di abad 21 ini, terlebih di Indonesia pada beberapa tahun terakhir. Kejahatan ini ternyata tidak memandang usia, waktu, bahkan agama sekalipun, sehingga kejahatan sebagai kejahatan manusia yang paling memunculkan banyak polemik seperti kasus Bank Centuri pada tahun 2010 ini. Kejahatan ini memang sungguh banyak menyisakan masalah, hingga Amin Rais1 dalam sebuah komentarnya menyamakan kasus Century itu seperti kasus Nabi Isa yang menemui kaumnya yang akan menghukum orang yang sedang berzina, lalu nabi Isa mengatakan bahwa yang boleh menghukumnya adalah yang tidak pernah melakukan dosa zina, namun yang terjadi justru semua mundur dan tidak jadi menghukum karena semua ternyata pernah melakukan hal yang sama. Kisah ini sebenarnya ingin menunjukkan bahwa sebagaimana korupsi ternyata tak banyak yang menyuarakan kebenaran bagi mereka yang mengetahuinya adalah karena memang yang akan menunjukkan itu bisa jadi mereka pun telah melakukan korupsi itu, maka tidaklah mungkin terlihat bahwa maling akan teriak maling.

1

Lihat tulisan Jaya Suprana, Amin Rais, Pansus dan Kisah Nabi Isa, dalam kolom Kelirumonologi, harian Seputar Indonesia; 20 Februari 2010, hal.1


(16)

Bentuk di atas adalah satu dari sebuah gunung es macam korupsi yang ada. Secara umum dalam Black’s Law Dictionary salah satu bentuk korupsi yakni penyuapan saja di artikan sebagai berikut :

any valuable thing given or promised, or any preferment, advantage, privilege or emolument, given or promised corruptly and against law as an inducement to any person acting in official or public capacity to violate or forbear for his duty, or to improperly influence his behavior in the performance of his duty”2

Bentuk pembayaran penyuapan bisa berupa uang cash, hadiah barang kekayaan (emas perhiasan, jam, lukisan, free samples, dan lain-lain), hadiah berupa pelayanan (services) (penggunaan mobil, tiket pesawat terbang, mencarikan tempat tinggal, membayar rumah, dan lain-lain), pembayaran biaya jalan-jalan dan berhibur, menyediakan beasiswa untuk anak atau saudara pihak yang disuap dan lain-lain. Walaupun penyuapan ini dianggap sebagai kriminal oleh berbagai peraturan perundangan di seluruh dunia, tetapi ia berkembang sangat luas, terutama di birokrasi negara sedang berkembang, sehingga seakan-akan menjadi kepercayaan bahwa orang dapat membeli apa saja yang ia mau dan ia suka dengan uang (suap).

Memang dalam bahasa latin korupsi barasal dari corruptio yang berarti penyuapan dan corrumpere yang berarti merusak. Namun dalam perjalanannya korupsi ini berkembang di masyarakat dengan berbagai istilah seperti sogok, uang tempel, uang pelicin dan sebagainya.3

Tentu pasti tidak akan ada asap tanpa api, sebagaimana pula tidak akan ada sebuah korupsi yang tanpa sebab. Dalam hal ini KPK (Komisi Pemberantasan

2

St. Paul,Blacks’ Law Dictionary, ed. 3, (Inggris:Mint West, 1968) hal. 250.

3

Munawar Fuad Noeh, Islam dan Gerakan Moral Anti Korupsi, (Jakarta:Dzikrul Hakim, 1997) hal. 41


(17)

Korupsi) memberikan setidaknya sembilan penyebab terjadinya korupsi. Pertama, penegakan hukum yang tidak konsisten, dimana sering terjadi tindakan hukum hanya berjalan seperti mata pisau yang tajam kebawah dan tumpul keatas. Hal ini telah banyak terjadi, khususnya di negeri ini. Kedua, penyalahgunaan wewenang/ kekuasaan, terlebih jika terjadi sebuah idiom yang menggejala pada masyarakat seperti adanya anggapan bodoh jika tidak menggunakan kesempatan apapun itu bentuknya. Ketiga, langkanya lingkungan yang anti korupsi, sebagaimana kisah nabi Isa diatas bahwa seringnya dampak mengetahui korupsi sehingga hal itu akan dianggap biasa, terlebih pedoman ataupun norma hukum hanya berlaku secara formalitas belaka. Keempat, rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Sehingga tindakan korupsi ini memang lebih sering terjadi di negara miskin maupun berkembang. Dalam prinsipnya pendapatan yang diperoleh harus memenuhi kebutuhan penyelenggara negara dan mampu mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.

Kelima, yakni sebuah hal yang berkebalikan, kemiskinan dan keserakahan. Hal ini dianggap berkebalikan dari sisi pelakunya, dimana yang kurang mampu atau miskin akan melakukan korupsi karena kesulitan ekonomi dan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi sebagai bentuk keserakahan, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Keenam, budaya memberi upeti, imbalan ataupun hadiah, sekalipun hal ini adalah suatu kelumrahan dalam kehidupan sebagai bentuk ucapan terima kasih, namun hal ini pula yang sering samar menjadi bentuk korupsi karena budaya itu sendiri. Ketujuh, konsekuensi hukum yang salah, dimana keuntungan yang didapat lewat


(18)

korupsi lebih besar dari pada hukuman yang diterima, atau bahkan saat tertangkap misalnya bisa menyuap penegak hukum sehingga bisa mendapatkan hukuman yang seringan mungkin. Kedelapan, budaya permisif / serba membolehkan, tidak mau tahu, menganggap biasa bila terjaadi korupsi karena seringnya terjadi.

Kesembilan, gagalnya pendidikan agama dan etika. Inilah yang nanti banyak berhubungan dengan keseluruhan penilitian yang akan diajukan. Sebagaimana bahasa Franz Magnis Suseno yang mengatakan bahwa agama telah gagal membendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Dimana agama hanya dianggap sebagai ritual ibadah saja dan tidak berhubungan sama sekali dalam bentuk peduli dalam hubungan sosial, dan menyadarkan bahwa korupsi adalah pula bentuk kejahatan dalam agama.4

Selanjutnya bagaimanakah dengan Islam? Agama yang dibawa oleh Muhammad ternyata sangat jelas menjelaskan tentang korupsi ini, bahkan dengan berbagai bentuk bahasa dan kasus korupsi. Secara jelas Allah menjelaskan dalam firman-Nya;

! !!

!

!!!!!! ƒ!!!

!

!! !! !!!!!!!!!

!

!! !! !!!!!!

!

!! !! !!!ƒ!!!!

!

!!!!!! !!!!

!

!!!!!

!

! !!!!

!

!!!!! !! ƒ!!

!

!!!!!! ƒ!!!!!

!

!!!!!!!!

!

!! !!

!

!! !!!!!!!

!

!! !!!!!

!

! !!!

!! ƒ!

!

!! !!!!!!!!

!

!! !!!!!!!!!

!!

!!!!!!

!

! ! !

!

Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 188)

4

Arya Maheka, Mengenali dan Memberantas Korupsi, (Jakarta: KPK -Komisi Pemperantasan Korupsi- RI, tth). Hal. 23


(19)

Dalam ayat ini dijelaskan larangan bagi umat Islam untuk memakan harta dengan tidak halal termasuk didalamnya yakni menyuap seorang hakim maupun penguasa. Karena hal itu merupakan sebuah kecurangan yang nyata. Seorang hakim ataupun penguasa haruslah orang yang melakukan amanahnya dengan sunguh-sunguh dan ikhlas bukannya meminta balasan apalagi meminta imbalan sesuatu guna melancarkan tugasnya dan jika tidak diberi ia melalaikan tanggung jawabnya.

Mengenai ayat tersebut di atas Ibnu Hâtim dari Ibnu Abbâs menyatakan bahwa ayat ini turun sehubungan dengan orang yang bernama Qais bin Abis dan Abdan bin Asywân al-Hadrami yang bertengkar masalah tanah. Qais bin Abis berusaha mendapatkan tanahnya dengan bersumpah dihadapan hakim. Ayat ini diturunkan oleh Allah swt untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang suka merampas hak orang lain dengan cara tidak benar. Namun Ibnu Talhah juga dari Ibnu Abbâs mengatakan bahwa pada ketika itu ada seorang sahabat yang memiliki harta kekayaan yang dipersengketakan. Padahal dia sebagai pemilik asli tidak memiliki saksi yang kuat, sehingga ada seseorang yang bermaksud memilikinya mengadu kepada hakim. Padahal orang itu mengerti bahwa makan harta seperti itu adalah dosa.5

Dari penjelasan asbab nuzul telah nampak bahwa memakan harta orang lain dengan cara mendekati hakim maupun penguasa guna mendapatkan sesuatu yang bukan haknya merupakan dosa tak terkecuali dengan bahasa terkini yang dikenal sebagai korupsi. Dalam ayat lain Allah menjelaskan:

5


(20)

!!!!È

!!!

!

! !!!!!!!ƒ!!

!

!! !!!!!!!!!!!

!

! !!

!!!

!!!!!! !!!!

!

!! !!!!! ƒ!!

!

!! !!!! !!!!

!

! !!

!

!!!!!! ƒ!!!

!

!! !!!!!!!!!!!

!

! !!!!

!

!! !! !!!!!!!!!

!

!!!!!!

!

!! !!!

!

!!!!!!

!

!!! !!!!

!!

!!! !!!

!

!!

Artinya: Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.(QS. An-Nisa :2)

Bahkan hal ini sebenarnya merupakan kebiasaan dari orang alim bangsa Yahudi dan Nasrani dan jelas agama Islam berbeda. Sebagaimana Allah menyatakan.

!!!

!

!!!!!!!

!

!! !!! !!!

!

!!!!!!È

!

!

!! !!

!

!!! !!!!

!

!! !!

!

È

! !

!!!!!!!

!

!! !!!!!!!!!!!

!

!! !!!!! ƒ!!!!!

!

!! !!!!!!!

!

!! !!!!!

!

!! !! !!!ƒ!!!!

!

!! !!! !! !!!!

!

!! !!

!

!! !!!!!

!

!!!!!!

!

!! !!! !!!!!

!

!! !!!!!ƒ!!!

!

!! !!!! !!

!

!!!! !!ƒ!!!!

!

! !!

!

!!!!!!!!!!!!!!

!

! !!

!

!! !!!!!

!

!!!!!!

!

!!!!!! !!!!

!!!

!! !!! !!!!

!

!! !!!!!

!!

!!!!!!

!

! !

!

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. (QS. At-Taubah :34). Sekilas dari ayat-ayat diatas memang sangat jelas bagaimana Islam berbicara tentang korupsi, terlebih hal itu sebagai wujud kebiasaan dari kaum Yahuid dan Nasrani. Kaum yang selalu digambarkan sebagai contoh kaum yang buruk di dalam al-Quran.

Selanjutnya, perlu juga di telaah adalah bagaimana sunnah nabi berbicara mengenai hal ini. Sebegaimana tergambar diatas mengenai ayat-ayat al-Quran, maka sudah barang tentu korupsi dengan berbagai jenisnya pun telah terjadi pada zaman nabi Muhammad. Tentunya dengan istilah yang berbeda pula seperti ghulûl, suht, hadiah dan sebagainya, yang kesemua itu pada saat ini teridentifikasi dalam kasus korupsi. Hal ini tentu akan menimbulkan wacana baru tentang


(21)

problematika korupsi kontemporer pada abad modern dengan problematika pada zaman Nabi. Dengan demikian perlulah kiranya situasi upaya untuk mengaktualisasikan kembali dalam wujud kontektualisasi terhadap hadis-hadis yang menyangkut korupsi.

Diantara hadis tersebut ada yang berbentuk kata-kata yang dapat disepadankan dengan korupsi. Seperti risywah, yang berarti penyuapan yang merupakan bagian dari korupsi. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abû Hurairah;

!!!!!!! !!

!

!!!!!!!!!!

!

!!!!!!! !!

!

!!!!!

!

!!!!!!!!!

!

!! !!

!

!!!!!!

!

!! !!

!

! !!!!

!

!!!!!!!!

!

!! !!

!

!!!!!!!

!

!! !!

!

! !!!!

!

!!!!!!!!!!

!

!! !!!

!! !!!!

!

!! !!! !!

!

!!!!!!

!

! !!!!

!

!!!!!!

!

!!!!!!!!

!

!! !!!! !!

!

!! !! !!!!!

!

!! !! !!!!!!ƒ!!!!

!

! !!

!

!! ƒ!!! ƒ!!

!

6

!

Artinya: Dari Qutaibah dari riwwayat Abû Awânah dari ‘Umar bin Abi Salmah dari ayahnya berkata dari Abû Hurairah berkata: Rasûlullah saw. melaknat orang yang melakukan penyuapan dan yang disuap dalam perkara hukum/kebijakan”.

Selain itu ada pula yang berupa tindakan sekalipun tidak menggunakan tidak menggunakan kata yang sepadan dengan korupsi namun tindakan tersebut bisa disepadankan dengan korupsi. Seperti baiâtul imâm li al-dunyâ yakni memilih pemimpin hanya demi keuntungan pribadi tanpa memperdulikan untung ruginya bagi orang lain. Sebagaimana yang diriwayatkan Abû Hurairah;

!!!!!!! !!

!

!! !!! !!!!

!

!! !!

!

! !!!!

!

!!!!!!!!

!

!! !!

!

È

! !

!! !!!!

!

!! !!

!

! !!!!

!

!! !!!!!

!

!! !!!!!!!!!!!!!!!! !!!!!!! !!

!!

!!! !!!

!!!!!!!!!!!!!!!!! !!!! !!!!!!!!!! !!! !!

!! !!!! !!

!!!!

!!!!!! !!

!

!!!

!! !!!!!!!! !!

!

É

! !

!

!!!!!!

!

!!!!!!!!ƒ!

!!!

!! !!

!

!! !!!!!! !!!!

!

!! !!!!!!

!

!! !!! !!

!

!! !!!!!!

!!

!! !! !!

!

! !!!!

!

!! !! !!

!

Ç

!!!!

!

!! !!!!!! !!!!

!

!! !!!!!!

!

!!!!!!

!

!! !!!

!

!! !!!!!! !!

!!

!! !! !!!!

!

!! !!!!!

!

!!!!!!!!

!

!!!!!!!!!!!!!

!

!! !!

!

!!!!!!!!! !!

!!

6

Tirmizi mengatakan hadis ini berkedudukan sebagai hadis hasan hadis, lihat Al-Tirmizi, Sunan, Bab Mâ Jâ’a fî Rasyî wa Murtasyî fî Hukmi no. 1336, (Beirut: Dar al-Ma’arif, 2002) h. 560.


(22)

ƒ!!!

!

!!!!! !!!!

!

!! !!!!!!!!!

!

! !!!!

!

!!!!

!

!! !!!!

!

!! !!

!

!! !!

!

!!!!

!!

!! !! !!!!

!

!! !!!!!!!

!

!! !! !!

!

!!!!ƒ!Ê

! !!

!

!! !!!!

!

!!!! !!!ƒ!

!!

!! !!!! !!

!

Ê

! !!!

!

!! !!!!

!

! !! !!!!

!

!!!!!

!

!!! !!

!

!!! !! !!

!

!!!!!! !! !!

!!

!!!!! !! !!!!

!!

!! !!!!

!

!! !!!!

!

!!!!!

!

!

7

Artinya: Dari Abdân dari Hamzah dari al-a’masy dari Abû Shâlih dari Abû Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Ada tiga kelompok manusia yang Allah swt tidak mau berbicara kepada mereka di hari kiamat dan tidak mau menyucikan (dosa dan kesalahan) mereka dan bagi mereka siksa yang pedih,

yaitu: pertama, menusia yang memiliki kelebihan air diperjalanan yang ia

menghalangi ibn al-sabîl (para pejalan, musafir) untuk mendapatkannya; kedua,

manusia yang member bai’at kepada seorang pemimpin hanya karena kepentingan duniawi, jika ia diberi sesuai keinginannya, ia akan memenuhi baiat

itu dan jika tidak diberikan, ia tidak memenuhi baiatnya; ketiga, manusia yang

menjual dagangan kepada seseorang di sore hari sesudah asar, lalu ia bersumpah kepada Allah bahwa barang tersebut telah ia berikan (tawaran) dengan (harga) sekian dan sekian (untuk mengecoh pembeli), lalu ia membenarkannya. Kemudian si pembeli jadi membelinya. Padahal si penjual tidak memberikan

(tawaraan) dengan harga sekian dan sekian”.

Hal ini adalah sebagai bentuk tanggung jawab agama dalam menangani permasalahan kemanusiaan yang cukup mengakar saat ini, yakni korupsi. Dimana agama selalu ditarik sebagai pengkiat moral suatu peradaban manusia maka Islam yang dalam hal ini adalah hadis perlu menjadi filter yang solutif terhadap permasalah korupsi tersebut.

Dengan berbagai latar belakang diatas, maka penulis merasa perlu untuk menunjukkan sebuah penelitian terhadap hadis-hadis nabi yang membicarakan tentang kasus-kasus yang di identikkan dengan korupsi dan berbagai aspeknya dari hadis tersebut. Terlebih memang hadis merupakan sumber primer dalam kehidupan umat Islam setelah al-Quran. Sehingga dalam penelitian ini penulis memberinya judul “KONTEKTUALISASI HADIS-HADIS KORUPSI; SEBUAH KAJIAN HADIS MAUDU’I

7

Al-Bukhari, Sahîh, Kitâb Ahkâm, Bâb Man Baya‘a Rajulan lâ Yubayi‘uhu illa li al-Dunya,no. 7212, 808; Kitâb al-Syahâdat, Bâb al-Yamin ba‘da al-‘Asri, no. 2672, (Riyadh: Bait al-Afkar al-Dauliyah, 1998) h. 298; KitabMusaqah, Bab Ismu man Mana‘a ibn Sabil min al-Ma’i, no. 2358 (dengan sedikit berbeda redaksi, ada tambahan ayat QS. Ali ‘Imran: 77), h. 261.


(23)

B. Rumusan, Pembatasan, Dan Identifikasi Masalah

Berangkat dari penjelasan diatas, maka diperlukanlah suatu rumusan masalah guna menjaga agar penelitian ini fokus pada pembahasan dan lebih terarah. Kendati istilah korupsi belum pernah muncul –karena memang istilah ini sendiri bukan dari bahasa Arab- namun kasusnya telah muncul terlebih dahulu.

Adapun penelitian ini memiliki beberapa batasan masalah sebagai berikut: 1. Memaparkan hadis-hadis nabi yang berbicara tentang korupsi dengan

berbagai aspeknya, mulai dari kasus-kasusnya serta komentar nabi tentang korupsi.

2. Mengungkap hukuman pelaku korupsi yang tergambar dalam hadis nabi serta wacana para ulama.

3. Kontekstualisasi hadis-hadis tersebut pada kehidupan dan permasalahan saat ini.

Untuk itu penelitian ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut:

“Bagaimana melakukan pemahaman hadis-hadis tentang korupsi dalam bentuk kontekstualisasi terhadap permasalahan kekinian”

Sedang dalam pembahasan penelitian ini akan mencoba mengindentifikasi kata yang dalam hadis nabi yang sepadan dengan tindakan korupsi. Seperti ghulûl, suht, risywahdan juga tindakan seperti baiâtul imâm li al-dunyâdan jaur al-imâm wa al-qâdhi.

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini, sebagaimana latar belakaang yang disuguhkan dan rumusan masalah yang diberikan penulis adalah sebagai berikut:


(24)

1. Untuk mengetahui hadis-hadis nabi yang berbicara seputar korupsi. 2. Untuk mendeskripsikan bagaimana kasus-kasus korupsi pada masa

nabi dan berbagai aspeknya serta menyuguhkannya sebagai bentuk kepedulian Islam dalam kasus korupsi sebagai bentuk kejahatan kemanusiaan.

3. Menjadi upaya baru dalam bentuk kontekstualisasi hadis-hadis tentang korupsi, manjadi hal yang membumi dan mudah dicerna dalam konteks kekinian.

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah;

1. Secara akademik, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih pemikiran dalam pemikiran Islam khusunya dalam bidang hadis tentang korupsi yang saat ini menjadi kejahatan yang paling fenomenal.

2. Sebagai syarat memperoleh gelar Strata-1 bidang Theologi Islam pada program studi Tafsir-Hadis di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Kajian Pustaka

Dalam penelitian ini tentu penulis perlu memfokuskan pada kitab-kitab induk matan hadis, yaknial-kutûb al-sittah. Hal ini guna menemukan kasus-kasus korupsi dan berbagai aspek yang terkait dengan korupsi itu sendiri di dalam hadis nabi. Inilah yang sebenarnya menjadi fokus dari penulis untuk menemukan teks-teks hadis yang berkaitan dengan intilah korupsi zaman nabi seperi ghulûl, suht, maupunrisywah.


(25)

Selain itu penulis juga akan meneliti beberapa buku tentang korupsi seperti buku kecil berjudul “Mengenali dan Memberantas Korupsi”. Buku tersebut adalah terbitan dari KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Republik Indonesia. Dalam buku tersebut telah dijelaskan secara ringkas dan padat tentang definisi korupsi dan bagaimana mengidentifikasi suatu masalah hingga bisa disebut tindakan korup ataukah tidak. Selain itu buku ini memiliki sebuah keunikan tersendiri sebagai buku saku bagi semua orang yang ingin mengenal korupsi secara mudah dan ringkas. Sehingga dalam buku ini nantinya penulis mengharapkan untuk bisa menjadi penjelas bagaimanakah kasus-kasus yang terjadi pada zaman nabi yang tergambar dalam hadis nabi mampu teridentifikasi sebagai kasus korupsi.

Selain buku tersebut penulis juga tentang akan meneliti beberapa buku yang terkait dengan korupsi dan Islam secara komprehensif seperti buku “Korupsi Di Negeri Kaum Beragama ; Ikhtiar Membangun Fiqih Anti Korupsi”. Buku ini dalam menurut penulis cukup mampu menjadi salah satu sumber tulisan terhadap fenomena korupsi dalam pandangan Islam secara umum dan bagaimana para ulama memandang tentang korupsi itu sendiri. Buku yang diterbitkan bersama oleh lembaga Partnership for Governance Reform in Indonesia dan juga P3M (Perhimpunan Pengembangan pesantren dan Masyarakat) ini juga telah menjabarkan bagaimana keterkaitan korupsi dan demokrasi sebagai masalah sebuah bangsa terutama Indonesia yang menggunakannya sebagai sistem kebernegaraan. Dalam hal ini korupsi memang menjadi salah satu penyakit dari demokrasi itu sendiri.


(26)

Pada dasarnya penelitian tentang hadis korupsi ini sudah pernah dilakukan oleh Mahfuz dalam bentuk skripsi yang ia beri judul “Takhrij Hadis Tentang Laknat Allah Bagi Pelaku Suap-Menyuap” tahun 2006 di Jurusan Tafsir-Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah jakarta. Namun penelitian ini masih sangatlah kurang –menurut pernulis-, hal ini dikarenakan beberapa hal seperti; hanya satu hadis dan satu istilah yang ia kemukakan dalam penelitian tersebut yakni tentang risywah. Risywah atau suap adalah salah satu bentuk dari korupsi dan dalam hal ini nabi banyak menggunakan istilah lain dalam berbagai kasus korupsi seperti ghulûl, suht dan sebagainya. Kedua, penelitian tersebut hanya fokus pada kajian kritik hadis atau takhrij hadis dalam bentuk kritik matan dan sanad hadis sehingga menurut penulis penelitian itu masih sederhana dan perlu dikembangkan agar mampu manjadi sebuah perilaku kontektual dari hadis itu sendiri.

Adapun dalam membedakan pembahasan ini dengan beberapa buku diatas adalah bahwa penelitian ini berusaha memahami ulang hadis-hadis tentang korupsi yang kemudian menyajikannya dalam bentuk kontekstualisasi hadis nabi. Hal inilah yang menurut penulis belum dibahas dalam berbagai buku yang pernah penulis temui. Dengan penelitian ini diharapkan memang agar hadis nabi lebih mudah difahami dalam konteks kekinian dan mampu menjadi bagian yang solutif terhadap permasalahan kemanusiaan yang kini berkembang yakni korupsi.

E. Metode Penelitian

Di dalam skripsi ini penulis menggunakan tiga aspek metodologi penelitian. Hal ini sebagai upaya pemaparan yang penulis anggap lebih


(27)

komprehensif dan mudah difahami. Adapun metode penelitian tersebut antara lain:

1. Metode Pengumpulan Data

Penulis mengadakan pengumpulan data dengan cara penelitian kepustakaan (library research) atas kitab-kitab matan hadis yang ada, kemudian buku-buku yang terkait dengan korupsi dan semua aspek yang ada disekitarnya. Di dalam penelitian kepustakaan (library research) terhadap data-data yang telah dikumpulkan, penulis mencoba meneliti data-data tersebut, menimbangnya, membandingkannya, dan kemudian penulis menawarkan solusinya sebagai sebuah bentuk tanggapan atas masalah.

2. Metode Pembahasan

Adapun dalam metode pembahasan skripsi ini, penulis akan menggunakan metode deskriptif terhadap hadis-hadis nabi yang terkait dengan korupsi dan segala istilah yang terkait dengannya sebagai bahasa nabi seperti ghulûl, risywah dan yang lainnya. Dari sini kemudian penulis akan mensistematisasikannya sehingga mudah difahami sebagai masing-masing kasus korupsi yang tergambar pada hadis-hadis nabi. Hal ini sebagai wujud penelitian metode pendekatan deskriptif yang diharuskan untuk mendeskripsikan masalaah yang sedang diteliti dengan cara memaparkan fakta dan data yang akurat.8

3. Metode Penulisan

Sedangkan mengenai metode atau teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Akademik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006/2007. Buku ini telah

8

Hamka Hasan, Metodologi Penelitian Tafsir Hadis, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008) hal. 128


(28)

diedarkan sejak tahun 2006 oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini disusun secara bab perbab guna memudahkan pemahaman terkait dengan bahasan yang di kaji. Pada bab pertama yakni bab pendahuluan, penulis perlu membahas latar belakang masalah dari kajian ini, kemudian rumusan masalah, manfaat dari pembahasan, kajian pustaka, kemudian metode peneltian dan juga sistematika penulisan dari penelitian ini.

Pada bab kedua, penulis mencoba menjelaskan tentang korupsi secara umum, hal ini adalah mulai pada definisi korupsi itu sendiri, kemudian macam-macam kasus korupsi yang terjadi saat ini guna menunjukkan adanya kesamaan kasus yang terjadi pula pada zaman nabi. Kemudian penulis menjelaskan tentang korupsi sebagai sebuah problematika kemanusiaan yang dalam bahasa sekarang di sebut sebagai kejahatan berdampak sistemik. Lalu di akhir bab ini penulis akan membicaraan bagaimana Islam secara umum berbicara tentang tindakan korupsi.

Bab ketiga, akan membahas tentang kontekstualisasi hadis, mulai dari definisi, wacana kontekstualisasi hadis, latar belakang perlunya kontekstualisasi hadis hingga batas-batas dan metode kontekstualisasi hadis.

Bab keempat, penulis mulai menyuguhkan tentang hadis-hadis yang berbicara tentang korupsi dengan berbagai isilahnya, karena memang istilah korupsi tidak pernah ada pada zaman nabi. Mulai dari istilah yang sering dipakai para ulama seperti ghulûl, risywahdan juga suht. Kemudian penulis akan mecoba memaparkan bagaimana hukuman terkait kasus korupsi ini terkait khusunya ta’zîr


(29)

serta hukuman yang di paparkan oleh Nabi sendiri terkait beberapa kasus korupsi yang pernah terjadi pada masa Nabi.

Bab kelima selanjutnya berisikan tentang bentuk dan upaya kontekstualisasi hadis-hadis nabi tentang korupsi. Dimana setiap hadis yang pada bab sebelumnya disebutkan akan dikontekstualisasikan dengan berbagai tindakan dan kasus korupsi yang terjadi saat ini.

Terakhir adalah bab keenam dari penelitian ini. Disini penulis akan mencoba memberikan beberapa kesimpulan terkait dengan korupsi dalam pandangan al-Sunnah ini dan kemudian penulis akan mencoba memberikan beberapa saran agar penelitian ini bisa berlanjut dan lebih bermanfaat pada akhirnya.


(30)

BAB II

MENGENAL KORUPSI

A. Pengertian Korupsi

Istilah korupsi berasal dari bahasa latin kuno yakni “corrumpere”, yang

kemudian masuk kedalam bahasa latin modern menjadi corruptioatau corruptus.

Dari bahasa Latin ini kemudian turun kedalam berbagai bahasa di Eropa seperti

Inggris: corruption, corrupt; Perancis: corruption; Belanda: corruptie, korruptie.

Dari bahasa Belanda inilah kemudian masuk ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata korupsi.1

Adapun pengertian harfiah korupsi kata ini cukup variatif. Korupsi bisa

berarti busuk, palsu, dapat disuap, tidak bermoral kejahatan, dan ketidakjujuran.2

Dapat pula diartikan penyelewengan atau penggelapan uang negara, perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Sedang koruptif dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai sifat takut berkorban dan menyebabkan

mereka –yang memiliki sifat tersebut- mudah ditaklukkan musuh.3

Dalam bahasa Arab istilah korupsi secara umum hanya bisa ditemui dalam

kamus modern4seperti al-Munawwir, al-Mawriddan juga Hans Wehr. Kata yang

1

Arya Maheka, Mengenali dan Memberantas Korupsi,( Jakarta: KPK-RI, 2006) hal. 12, lihat juga Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi,( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005) hal. 4

2

S. Wojowasito dan W.J.S. Poerwadarminto, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia,

Indonesia-Inggris, (Bandung: Hasta, tth). Hal. 33 dan 150

3

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1988), hal 462

4

Fakrur Rozi, Urgensi Hadis-Hadis Anti Korupsi dalam Upaya Pemberantasan Korupsi, Theologia, Vol.19, No. 2, Juli 2008 hal. 364


(31)

sebanding dengan korupsi adalah risywah, yang dimaknai uang suap5, penyuapan

dan korupsi6, penyuapan (bribery), korupsi (corruption), dan ketidakjujuran

(dishonesty).7 Selain itu dalam kamus bahasa Arab – Prancis, Al-Kamel,

corruption disepadankan dengan kata ifsâd atau fasâd (perusakan), tahrifun nash

(Penyelewengan data), risywah (suap), danfasâdul akhlâk (kerusakan akhlak).8

Istilah korupsi seringkali disandingan dengan kata kolusi dan nepotisme yang kemudian dikenal dengan istilah KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Tindakan ini telah menjadi masalah besar di dunia dengan menyandang istilah

extra ordinary crimeatau kejahatan luar biasa, yang dalam hal ini Transparency International memberikan definisi tentang korupsi sebagai perbuatan

menyalahgunakan kekuasaan dan kepercayaan publik untuk keuntungan pribadi.9

Dari definisi tersebut terdapat beberapa unsur korupsi atau dengan kata lain korupsi ada jika hal tersebut ada. Yakni;

a. adanya pelaku atau pelaku-pelaku korupsi.

b. adanya tindakan yang melanggar norma-norma yang berlaku, dalam hal ini dapat berbentuk moral (aspek agama), etika (aspek profesi), maupun aturan perundang-undangan (aspek hukum).

5

A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab – Indonesia Terlengkap, (Surabaya:

Pustaka Progressif, 1997), hal. 501

6

Rohi Baalbaki, al-Mawrid: A Modern Arabic – English Dictionary, (Beirut: Dar al-Ilm al-Malayin, 2000) hal. 585

7

Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, (Beirut: Libraire du Liban, 1980) hal. 342

8

Yusuf Muhammad Ridho, Al-Kamel; France – Arabic Dictionary, (Libanon: Maktabah Libanon 1990), hal 185

9

Jeremy Pope, Strategi Memberantas Korupsi, (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia 2003) hal 6


(32)

c. adanya unsur merugikan keuangan/keuangan negara atau masyarakat langsung ataupun tidak langsung serta

d. adanya unsur atau tujuan kepentingan atau keuntungan pribadi/ keluarga/

golongan.10

Dengan demikian pengertian korupsi bisa dimengerti sebagai perbuatan yang dengannya menyebabkan kerugian terhadap negara atau masyarakat dan berdampak pada keuntungan pribadi maupun golongan dengan cara penyalahgunaan kewenangan atau kepercayaan.

B. Jenis Dan Tipologi Korupsi

Dalam perkembangannya korupsi banyak terjadi dalam berbagai lini dalam realitas kehidupan. Instrument korupsi yang menjalar ini, kemudian

memunculkan prototypeatau bentuk dan jenis korupsi yang begitu luas sehingga

tidak mudah di hadapi sarana hukum semata. Hal ini kemudian menurut Husein Alatas memiliki 7 (tujuh) tipology, watak atau bentuk korupsi yaitu;

a. Korupsi transaktif (transitive corruption), jenis korupsi yang menunjuk

adanya kesepakatan timbal balik atau transaksi antara pihak pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kepada kedua belah pihak demi tercapainya keuntungan yang biasanya melibatkan dunia usaha atau bisnis dengan pemerintah

b. Korupsi pengkerabatan (nepotistic corruption), yakni yang

menyangkut penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang untuk berbagai keuntungan bagi teman, sanak saudara ataupun golongan.

10

Igm Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi; Perpektif Tegaknya


(33)

c. Korupsi yang memeras (extortive corruption), adalah suatu korupsi yang dipaksakan kepada suatu pihak yang biasanya disertai ancaman,

teror, penekanan (pressure) terhadap kepentingan orang-orang dan hal

yang dimilikinya. Biasanya hal ini dilakukan oleh pihk ketiga untuk kemudian memudahkan langkah pihak kedua dihadapan pihak petama.

d. Korupsi investif (invective corruption), yakni memberikan jasa atau

barang tertentu kepada pihak lain demi keuntungan pribadi dimasa depan dalam bentuk jabatan ataupun kemudahan dalam bekerja.

e. Korupsi defensive (defensive corruption), adalah pihak yang akan

dirugikan terpaksa ikut terlibat didalamnya atau bentuk ini membuat terjebak bahkan menjadi korban perbuatan korupsi. Hal ini biasanya memunculkan idiom untuk merasa lebih baik korupsi lebih dulu dari orang lain atau mau dikorupsi.

f. Korupsi otogenik (autogenic corruption) yaitu korupsi yang dilakukan

seorang diri (single fighter), tidak ada orang lain ataau pihak lain yang

terlibat, yang lebih sering dalam bentuk penggelapan.

g. Serta korupsi suportif (supportive corruption) adalah korupsi

dukungan atau support dan tidak ada orang lain atau pihak lain yang

terlibat. Biasanya dilakukan oleh orang yang memiliki kedudukan tinggi.11.

Dengan berbagai bentuk atau typology dari korupsi tersebut menjadi

semakin kronis serta komplek dalam segala permasalahan dan realitas kehidupan,

11

Kusumah M.W, Tegaknya Supremasi Hukum, (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya,


(34)

tidak hanya pada ranah golongan maupun nasional, namun sudah menjadi masalah internasional. Dengan demikian dibutuhkan pula penjelasan tentang jenis korupsi dari segi potensinya dalam menimbulkan kerugian bagi negara maupun masyarakat. Diantaranya adalah;

a. Petit Corruption

Atau yang dikenal dengan korupsi kelas teri, dengan bentuk kasus pelayanan publik pada seluruh lemabaga instansi. Korupsi jenis ini adalah yang paling banyak terjadi dan selalu meresahkan dan memberatkan masyarakat walaupun kadang secara tidak langsung masyarakat lebih sering melakukannya karena potensi resikonya pun kecil. Contoh perbuatan jenis ini antara lain; pengurusan KTP, SIM, surat kelakuan baik, sertifikat tanah dan bentuk pelayanan kepada masyarakat lainnya yang meminta imbalan. Disini kemudian muncul

idiom bahwa public servantatau pelayanan publik tidak lagi melayani mesyarakat

tetapi to be served by the publicatau meminta dilayani oleh masyarakat.12

b. Ethics in Government Corruption

Pola jenis korupsi ini merupakan internal theft yang tergolong pada jenis

korupsi kelas kakap. Korupsi pada ethics in government corruption ini terjadi

pada unit-unit kerja pemerintahan dalam pengelolaan uang negara, APBN, APBD maupun bea dan cukai dalam bentuk penyelewengan data dan kewenanangan yang dimiliki. Contoh yang merupakan tindakan korupsi jenis ini adalah adanya makr-up terhadap terhadap pengadaan barang atau tanpa melalui tender. Hal ini berujung pada kerugian negara yang tidak sedikit walau memang tidak secara langsung terlihat kejahatannya dimasyarakat.

12

Awaludin Djamin, Penyalahgunaan Aparatur Negara RI dalam Era Reformasi,


(35)

c. Gurita Corruption

Kata gurita yang disangkut pautkan dengan korupsi ini sempat dikenal banyak orang kala ditulisnya buku Gurita Cikeas yang mencoba membongkar adanya korupsi pada presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono oleh George

Adicondro13. Korupsi ini adalah bentuk dari destroyer economic yang paling

berbahaya karena dianggap bisa menghancurkan ekonomi negara secara laten dan permanen. Bentuk korupsi ini terkait dengan sistem pelayanan publik

perdagangan global yang dilakukan oleh national corporation maupun

international corporationdan sering kali dimotori oleh para konglomerat hitam.14 Inilah korupsi yang paling diincar oleh para koruptor karena akan merdampak besar pada keuntungan dirinya melalui bisnis yang kolutif pada berbagai kebijakan dan juga sumber daya alam seperti pertambangan emas, timah,

gas bumi dan sebagainya. Yang kemudian berdampak pada munculnya illegal

logging, illegal fishing, business collusion serta perdagangan bebas seperti monopoli dan manipulasi.

Selain itu terdapat pula berbagai jenis istilah korupsi modern yang harus diketahui guna menjadi wacana baru tindakan korupsi kontemporer di abad ini, diantaranya sebagai berikut;

13

George Junus Aditjondro, Membongkar Gurita CIkeas; Di Balik Skandal Bank Century, (Yogjakarta; Galang Press, 2009)

14

Igm Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi; Perpektif Tegaknya


(36)

a. Corrupt Campaign Practice15

Yakni berupa praktek kampanye dengan menggunakan fasilitas maupun keuangan negara. Dimana yang terjadi biasanya orang yang mencalonkan diri sebagai calon pemimpin kemudian memberikan sesuatu kepada calon pemilih agar pemilih tersebut bersedia memilihnya. Inilah yang kemudian dikenal sebagai politik balas budi. Sedang yang lebih bahaya lagi adalah jika ternyata pemberian yang diberikan oleh calon pemimpin tersebut adalah barang yang bukan miliknya, yakni fasilitas negara atau umum.

Kampanye tidaklah dilarang jika memang berguna untuk memperkenalkan diri kepada calon pemilih, apapun jabatan yang akan diraihnya. Terlebih memang hal ini akan memudahkan bagi pemilih untuk menentukan seseorang untuk menjadi pimpinannya. Namun hal ini akan berbeda jika praktek korupsi ini terjadi, karena para pemilih memang memilihnya, disisi lain mereka akan mengatakan bahwa mereka hanyalah diberi, lalu apa jika salahnya diterima? Begitu juga para calon akan mengatakan, memberi kepada seseorang adalah ibadah, bukankah demikian?

Pertama, pemberian tersebut adalah bentuk penyuapan kepada masyarakat yang dikemudian hari mereka akan merubah keputusannya bukan berdasarkan kapasitas dan kemampuan seseorang, tapi seberapa banyak para calon itu bisa memberikan sesuatu kepadanya atau membeli hak suaranya.

15

Istilah ini terdapat dalam kamus hukum pada Arya Maheka, Mengenali dan


(37)

Selain kecurangan dalam bentuk pemberian sesuatu pada penentu pilihan itu, ada juga kecurangan kampanye dalam bentuk pemalsuan data yang di kenal

sebagai Election Fraud16 Yang kemudian dimaknai sebagai kecurangan yang

bertalian langsung dengan pemilihan umum seperti pemalsuan calon anggota legislatif atau memberikan sesuatu kepada calon pemilih untuk mempengaruhi

pilihannya. Di mana fraud berarti penipuan, yang tentu di tujukan kepada

siapapun yang dapat mempermudah seseorang untuk meraih kekuasaan yang diincarnya.

b. Discretionary Corruption17

Discretionary merupakan kata sifat yang berarti dengan kebebasan untuk

menentukan atau memilih, terserah kepada kebijaksanaan seseorang18. Kemudian

dalam kamus hukum di maknai sebagai tindakan korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan dalam menentukan kebijakan. Hal ini tentu dilakukan oleh orang-orang yang memiliki otoritas kebijakan terhadap sesuatu, yang sebaliknya orang yang tidak memiliki otoritas kebijakan tersebut selalu menjadi korban dari

tindakan korupsi tersebut.19

Kejahatan ini dalam sejarahnya dimulai ketika orang telah memiliki kebijakan atau lebih khususnya memegang kendali keuangan negara atau perusahaan. Karena merekalah yang lebih tahu kemana seharusnya keuangan

16

Arya Maheka,Mengenali dan Memberantas Korupsi, (Jakarta: KPK-RI 2006), hal 75

17

Arya Maheka,Mengenali dan Memberantas Korupsi, (Jakarta: KPK-RI 2006), hal 75

18

Jhon M. Echols dan Hasan Sadili, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia, cet 26 2007, hal 186

19

Penyelewengan ini sangat beragam, ketika seseorang memiliki otoritas dalam kewenangan namun ia tidak melakukan sesuai aturan dan hanya mementingkan keuntungan pribadi maupun golongan tentu adalah hal yang sungguh tercela.


(38)

negara itu diatur, namun tidak melakukan amanahnya dengan baik. Menarik sebagai contoh beberapa bulan yang lalu yakni kasus Gayus Tumbunan sebagai makelar kasus (Markus) karena telah menggelapkan uang pajak negara. Yang kemudian tindakan ini berdampak cukup buruk karena munculnya mosi ketidakmauan masyarakat untuk membayar bajak karena khawatir hanya sebagai lahan korupsi pemegang kebijakan keuangan tersebut.

c. Illegal Corruption20

Yang dimaksud dengan illegal corruption disini adalah bentuk korupsi

dengan mengacaukan bahasa dalam bidang hukum. Yang tentu tindakan ini banyak dilakukan oleh mereka para praktisi hukum, baik itu para advokat, hakim dan sebagainya. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk merubah keputusan hukum atas tindakan seseorang yang melakukan sesuatu, baik yang dari asalnya korupsi kemudian menjadi tidak maupun sebaliknya.

Dimana sering terjadi pemberitaan tentang seseorang yang melakukan korupsi kemudian diganti dengan hanya melakukan kelalaian, atau adanya kesalahan prosedur, kesalahan admnistrasi yang kesemuanya berujung pada pembenaran atas tindakan yang dilakukan orang tersebut agar tidak lagi disebut sebagai pelaku korupsi.

Ini adalah bentuk pengacauan terhadap intelektual yang dilakukan pula oleh para intelektual. Seorang yang mengerti hukum hendaklah menghukum seseorang sesuai dengan tindakan yang dilakukan oleh pelaku, namun yang seringkali terjadi adalah pengacara mencoba membela para kliennya yang minimal akan memperingan hukuman yang akan di peroleh pelaku kejahatan atau

20


(39)

korupsi. Disamping itulah tugas seorang pengacara, namun yang lebih menyedihkan adalah jika memang terdapat pasal-pasal karet (undang-undang yang memiliki banyak interpretasi) pada sebuah undang-undang yang kemudian setiap kesalahan bisa mendapatkan pidana ringan maupun berat sesuai kemampuan pelaku korupsi membayar para pengacara, hakim dan para penegak hukum yang lain.

d. Political bribery21

Dimana tindakan korupsi jenis ini sering tidak dipahami oleh masyarakat umum. Yakni bahwa korupsi ini adalah bentuk kegiatan parlemen yang berkaitan dengan pembentukan undang-undang yang dikendalikan oleh kepentingan suatu

golongan tertentu dengan harapan parlemen membuat aturan yang

menguntungkan golongan tersebut. Hal ini bukanlah sesuatu yang tidak mungkin terjadi kala suatu golongan atau partai politik mendominasi jumlahnya pada suatu parlemen.

Tentu hal ini adalah sebagai konsekuensi terhadap pemilihan demokrasi sebagai sistem kebernegaraan, dimana keputusan selalu diambil oleh suara

terbanyak. Sehingga ada sebuah guyonandemokrasi yakni jika ada 4 ulama dan 6

pencuri menentukan hukum mengambil barang orang lain dengan cara mencuri tentu hasilnya adalah diperbolehkan karena 6 suara lebih menghendaki demikian. Inilah korupsi yang sangat berbahaya bagi kemaslahatan rakyat di suatu negara. Selain ini memang disebut sebagai penyimpangan kekuasaan, inilah salah satu

bentut gurita corruption pada bab sebelumnya. Dimana bentuk korupsi raksasa

yang tak mudah dilawan dan menimbulkan banyak kerugian negara. Sebagai

21


(40)

contoh di Indonesia, seberapa sering parlemen atau DPR membicarakan tentang kekayaan negara yang selalu dikeruk oleh negara asing, apakah ini terkait dengan siapa pemegang kekuasaan atau suara terbanyak di DPR tersebut? Sejarahlah yang akan membuktikannya.

C. Korupsi Sebagai Problematika

Dalam realitas abad 21 korupsi telah menjadi extra ordinary crime yang

sangat berbahaya dan laten di mata masyarakat22. Secara nyata korupsi

mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat, mulai dari ini individu maupun masyarakat secara umum, sosial, politik, hingga birokrasi yang menjadi keseharian masyarakat terhadap pemerintah. Problematika ini tentu harus dijelaskan sebagai sebuah anti tesis terhadap pelaku korupsi yang menganggapnya sebagai perilaku yang biasa atau bahkan saling menguntungkan.

a. Problematika korupsi terhadap masyarakat dan individu

Jika korupsi terjadi pada suatu masyarakat dan telah berakar menjadi perilaku keseharian dalam suatu masyarakat, tentu hal ini akan mengakhibatkan masyarakat tersebut kacau dan tidak akan ada sistem yang mampu mengaturnya dengan baik. Hal ini terjadi karena sering kali peraturan akan dianggap hanya mementingkan siapa yang membuatnya sebagai suatu tindakan korupsi terhadap kebijakan tersebut. Dimana setiap individu dalam masyarakat akan selalu

mementingkan dirinya sendirinya sebagai self interest dan terlepas dari bentuk

kerjasama yang tulus.

22

Atau lebih tepatnya pada saat konvesi internasional PBB di Wina pada 7 Oktober 2003 menetapkan “Corruption” sebagai extra ordinary crime. Lihat IGM. Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi; Perpektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, (Yogjakarta: Pustaka Pelajar 2010) hal. 44


(41)

Selain itu, masyarakat juga akan kehilangan kepercayaan satu dengan yang lainnya. Dengan demikian akan menghilangkan sifat sosial dalam masyarakat tersebut, terlebih jika dalam kesetaraan sosial selalu memandang semua berbeda dan mementingkan pribadinya masing-masing. Di sini kemudian muncul kehilangan rasa apresiasi terhadap seseorang karena rasa ego dan muncul

kedengkian dan kecurigaan dimana-mana23.

Korupsi dalam masyarakat menjadi problem moral dan juga intelektual, kenapa demikian? Dalam masyarakat yang korup tidak akan terdapat nilai utama atau kemuliaan dalam masyarakat. Ini dibuktikan oleh munculnya iklim masyarakat yang tamak dan tak mau tahu kepentingan orang lain.

b. Problematika korupsi pada ekonomi dan politik

Dalam tindakan korupsi, ekonomi dan politik adalah sisi yang sulit dipisahkah. Hal ini terjadi karena pada hakekatnya setiap tindakan korupsi akan berdampak pada kesemarwutan ekonomi seseorang, baik itu individu, perusahaan maupun negara. Yang dalam hal ini tindakan korupsi seringkali dan hampir selalu melibatkan tindakan politis sebagai instrumen bahwa tindakan korupsi bisa

dibenarkan.24

Korupsi merusak perkembangan ekonomi suatu bangsa. Karena bagaimanapun jika suatu proyek ekonomi dijalankan dengan unsur-unsur korupsi (penyuapan demi kelancaran atau kelulusan proyek, nepotisme dalam

23

Syed Husein Alatas, Korupsi; Sifat, Sebab dan Fungsi, (Jakarta;LP3ES, 1997) h. 220

24

Disisi lain korupsi telah menjadi musuh nomor satu bagi penyakit masyarakat karena seluruh anggaran seperti; pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur tidak lepas dari para koruptor. Dalam hal ini Amin Rais memasukan Indonesia sebagai korporatokrasi, yakni dengan mensinyalir adanya tiga pilar dalam korporatokrasi yakni; big corporation, government,

daninternational bank. Lihat Amin Rais, Komitmen Bersama Melawan Korupsi, Jurnal INOVASI No. 1 Th 2006 yang diterbitkan oleh UNY. Hal. 8


(42)

menjalankannya, serta penggelapan dalam pelaksanaannya), maka jangan pernah berharap bahwa proyek tersebut akan selesai dengan baik dan hasil yang memuaskan. Selain pertumbuhan suatu ekonomi bangsa jika segala kegiatan ekonomi beriringan dengan kegiatan korup maka akan berdampak pada hilangnya kepercayaan masyarakat perekonomian negara juga akan berdampak pada hilangnya kepercayaan para investor dalam melaksanakan investasinya. Mereka akan berfikir dua kali untuk memberikan ivestasinya dari yang semestinya ia berikan kepada negara yang tingkat korupsinya lebih kecil. Seringkali yang terjadi adalah bentuk penyuapan pejabat agar dapat izin, biaya keamanan agar invetasinya bisa berjalan aman dan lain-lain yang sebenarnya tidak perlu jika tingkat korupsi itu rendah.

Di lain pihak, politik seringkali mencari keuntungan dalam bidang ekonomi. Yang kemudian kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan

menghilangakan pemerintah dan pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di

mata masyarakat. Jika demikian keadaannya, maka masyarakat tidak akan percaya kepada pemerintah dan pemimpin tersebut dan tentu tidak akan patuh pada otoritas mereka sebagai pemimpin. Di samping itu, keadaan yang demikian akan memunculkan terjadinya instabilitas nasional dalam bidang politik maupun sosial25.

Dari sini muncul berikutnya adalah pertentangan antara rakyat dan pemerintah, yang kemudian seringkali berujung pada jatuhnya kekuasaan pemerintah secara tidak terhormat, seperti yang terjadi di Indonesia.

25

Bagaimanapun tindakan otoriter menimbulkan ketidak terjaminnya HAM yang cenderung memunculkan ketidak harmonisan dalam kepemimpinan. Lihat. Susetiawan, Harmoni, Stabilitas Politik, dan Kritik Sosial; Kritik Sosial Dalam Wacanana Pembangunan, (Yogjakarta; UII Press, 1997) hal. 17-18


(43)

c. Problematika terhadap sikap religiusitas

Sejatinya tak ada agama yang menghalalkan umatnya untuk mengambil keuntungan dari orang lain dengan cara merugikan orang lain. Dalam sikap ketuhanan yang luhur terwujud kejujuran dan keadilan yang universal baik kepada Tuhan sebagai pencipta maupun kepada manusia. Karena jika Tuhan telah dipercaya keberadaan-Nya, maka dengan sendirinya ia tidak akan melakukan kecurangan (korupsi) sebagai konsekuensi terhadap dosa yang akan dimiliki jika hal itu dilakukan. Dalam teologi manapun, Tuhan dipercaya mengetahui segala perbuatan manusia sehingga dengan tindakan korupsi ini sejatinya bisa diartikan

menghilangkan keberadaan Tuhan sebagai sang maha Mengetahui26.

Di sisi lain, kadang agama juga menjadi alasan kenapa kemudian tindakan korupsi muncul tidak bersamaan dengan meningkatnya keberagaman formalitas keagamaan (baca, ibadah). Yang kemudian muncul bahwa agama tak lagi mampu

menjadi moral controlterhadap tindakan masyarakat dan umatnya.

D. Korupsi Dalam Pandangan Islam

Islam sebagai rahmatan lil ‘âlamîn27, itulah yang selalu menjadi slogan

umat Islam dalam menjaga keharmonisan seluruh manusia. Dalam perjalannya Islam memunculkan nilai-nilai agama universal dari pembawanya yakni

Muhammad. Misalnya keadilan (‘adâlah/ justice), persamaan derajat manusia

(equality), kejujuran (‘amânah/ truth), toleransi (al-tasâmuh) dan lain sebagainya.

26

Secara sederhana jika memang Tuhan diformalkan sebagai yang tahu akan perbuatan manusia dan akan memberi balasan baik dan buruk perbuatan tersebut tentu manusia akan mempertimbangkan apa perbuatannya, apakah melanggar aturan Tuhan ataau tidak. Lihat Surat al-Zalzalah ayat 7-8

27

Kelimat ini terdapat pada ayat 107 dari surat al-Anbiya’ yang menyatakan bahwa Muhammad terutus adalah sebagai rahmat bagi seluruh alam.


(44)

Secara jelas prinsip-prinsip universalitu telah ada dalam al-Quran dan hadis yang seharusnya muncul menjadi prinsip dalam kehidupan pemeluk agama ini. Sehingga tidaklah semestinya ungkapan muncul bahwa agama sebagai religiusitas formal tidak mampu berevolusi menjadi religiusitas sosial yang bias dirasakan oleh orang lain. Terkait dengan korupsi ini Azyumardi Azra berpendapat bahwa agama ternyata tidak memiliki korelasi signifikan terhadap kecenderungan korupsi. Artinya munculnya berbagai acara formal kegamaan seringkali tidak

dibarengi dengan menurunnya angka korupsi di negeri ini.28

Islam terlahir dalam ruang lingkup kehidupan Jahiliyah yang tentu bukan

masyarakan yang bersih dari tindakan korupsi. Islam sebagai Agama yang mementingkan keadilan, kemudian harus menjadi kontrol masyarakat terhadap berbagai tindakan amoral. Di sini kemudian Islam memunculkan syari’at yang

sebagai tujuannya (maqâshid al-syari’ah) ialah menjaga dan melindungi

kemanuisaan. Perlindungan ini kemudian dikenalkan dengan 5 tujuan (

al-maqâshid al-khamsah), yakni; perlindungan terhadap agama (hifz al-dîn),

perlindungan terhadap jiwa atau nyawa ( hifz al-nafs), perlindungan terhadap akal

(hifz al-aql), perlindungan terhadap keturunan (hifz al-nasl), dan perlindungan

terhadap harta (hifz al-mâl). Disini kemudian korupsi adalah bentuk pelanggaran

dalan perlindungan terhadap harta manusia (hifz al-mâl), dimana korupsi yang

dimaknai sebagai penyelewengan terhadap tanggung jawab keuangan baik itu negara, perusahaan, organisasi atau apapun itu adalah bentuk pengkhianatan dan ini adalah haram hukumnya.

28

Azyumardi Azra, Kompas, Agama dan Pmberantasan Korupsi, dalam Pramono U. Thantowi, dkk. (Ed), Membasmi Kanker Korupsi, (Jakarta; Pusat Studi Agama dan Peradaban, 2005) hal. 244


(45)

Namun demikian, sesungguhnya korupsi adalah penyakit yang merusak

semua tujuan hukum Islam (maqâsid syari’ah). Di mana tindakan korupsi yang

merugikan dalam bidang keuangan merupakan wujud dari kerusakan moral yang berujung pada reduksi terhadap nilai agama yang ada, di mana agam tidak lagi menjadi ukuran bagi seseorang untuk tidak melakukan tindakan korupsi. Di sini

kemudian wujud ketidak tercapainya perlindungan terhadap agama (hifz ad-dîn).

Selain itu korupsi akan berimbas pada ketidaksejahteraan orang lain yang berwujud pada kemiskinan, kelaparan. Selanjutnya perkembangan korupsi ternyata sampai kepada perubahan redaksi undang-undang yang berujung pada pembenaran terhadap tindakan korupsi, sebagai contoh seseorang yang melakukan korupsi akan berbeda dengan melakukan kelalaian dalam hukum. Sedang sesungguhnya tindakan korupsi tidak hanya merugikan pelaku sendiri namun juga keturunannya yang akan selalu diingat sebagai keturunan koruptor.

Dalam al-Quran Allah mengatakan bahwa bagian dari ke-ma’sum-an para

nabi adalah ketidakmungkinan mereka untuk melakukan tindakan ghulûl atau

korupsi, sebagaimana ayat berikut:

!!!!!

!

!! !!!

!

!! !!!!!!

!

ƒ!!!

!

!! !!!!

!

!! !!!!

!

ƒ!!!!!!!

!

!! ƒ!!!

!

!!!!!

!

!! !!

!

!!!!!!

!

!!!!!!!!!ƒ!!

!

!! !!

!

! !!!!!!

!

!! !!

!

!! ƒ!!!

!

!!!

!

!! !!!! !!

!

!! !!!!

!

!!

!! !!!!!ƒ!!!

!

!!!! !

! !!

!!

! ! !

!

Artinya: Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya. (QS. Ali Imran: 161)

Yang kemudian menjadi bagian dari sifat yang melekat pada nabi adalah sifat amanah yang berkebalikan dengan sifat khianat tersebut. Selain itu, bahwa


(46)

korupsi adalah merupakan hal yang bertolak belakang dengan spirit Islam tentang keadilan dan kejujuran. Bagaimanapun nilai universal yang dibawa agama Islam adalah hal mutlak yang harus diikuti dan tidak mungkin bertolak belakang dengan ajarannya sediri (baca: ajaran Islam), hal ini Allah perintahkan dalam kitabnya sebagai berikut:

! !!

!

!!!!!! ƒ!!!

!

!! !! !!!!!!!!!

!

!! !! !!!!!!

!

!! !! !!!ƒ!!!!

!

!!!!!! !!!!

!

!!!!!

!

! !!!!

!

!!!!! !! ƒ!!

!

!!!!!! ƒ!!!!!

!

!!!!!!!!

!

!! !!

!

!! !!!!!!!

!

!! !!!!!

!

Ê

! !!!

!! ƒ!

!

!!!!!!

!! !!

!

!! !!!!!!!!!

!!

!!!!!!!

!

! ! !

!

Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah; 188)

Dalam ayat ini dapat dijelaskan beberapa hal yang terkait dengan tindakan

korupsi tersebut yakni. Pertama, adanya larangan memakan, menggunakan dan

juga memanfaatkan harta orang lain dengan cara yang tidak benar yakni diluar

ketentuan yang disepakati seperi jual beli, sewa-menyewa dan sebagainya. Kedua,

membawa atau memberikan sesuatu kepada hakim atau pemegang kekuasaan dalam bentuk suap maupun gratifikasi yang dengannya pemberi berniat untuk merubah pendirian hakim mapun pemegang kekuasaan tersebut agar melancarkan keinginanya untuk memakan, menggunakan ataupun memiliki harta orang lain

tersebut. Ketiga, yakni menjelaskan bahwa pada hakekatnya setiap pelaku korupsi

pasti mengetahui bahwa tindakannya adalah salah dan berdampak dosa pada dirinya, namun hal ini sering ia tutupi dengan iming-iming keuntungan yang akan ia dapatkan nantinya.


(47)

Dalam sebuah riwayat bahkan nabi pernah tidak mau melakukan shalat

jenazah terhadap seseorang yang kala hidupnya melakukan korupsi29. Disamping

itu beliau mengatakan bahwa sedekah dari korupsi tidaklah akan diterima

sebagaimana tidak diterimanya shalat seseorang yang tidak dalam keadaan bersuci30.

Disinilah kemudian Islam tidak menghalalkan tindakan korupsi tersebut. Selain memang tindakan korupsi sangat bertentangan dengan nilai-nilai islam seperti keadilan, amanah, dan kejujuran. Yang kemudian pada bab-bab berikutnya dari tulisan ini akan dipaparkan berbagai macam tindakan yang dapat dimasukkan dalam tindakan korupsi yang tergambar pada masa nabi. Karena bagaimanapun korupsi tidak hanya terjadi saat ini, maupun mulai dari zaman nabi, namun korupsi terjadi sejak adanya kekuasaan pada diri manusia.

29

Adapun terjemahan hadisnya adalah sebagai berikut; “Dari ‘Abdullah ibn ‘Amr berkata bahwa ada seseorang bernama Kirkirah yang mengurus perbekalan Rasulullah saw. Ia mati di medan perang. Kemudian Rasulullah bersabda: “Dia (masuk) di neraka”. Para sahabat bergegas pergi melihatnya dan menemukan mantel (‘abâ’ah) yang telah digelapkannya. (lihat. Al-Bukhari,

Sahîh, Kitâb al-Jihâd wa al-Sair, Bâb al-Qalîl min al-Gulûl, no. 3074 (Riyadh: Bait Afkar al-Dauliyah, 1998), h.346; Ibn Majah, Sunân, Kitâb al-Jihâd, Bab al-Gulûl, no. 2849 (Riyadh: Dar al-Afar Al-Dauliyah, 2004), h. 310.

30

Dari Ibn ‘Umar ra. Berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Shalat (yang dilakukan) tanpa bersuci tidak akan diterima (oleh Allah), begitu pula sedekah dari hasil gulûl, korupsi.” (Lihat. Muslim, Sahih, Kitâb al-Taharah, Bâb Wujûb al-Taharah li al-Salah, no. 224, h. 106; Abû Dawud, Sunân, Kitâb al-Taharah, Bâb Fardi al-Wudu’, no. 59 (‘Aman: Dar al-A’lam, 2003) h. 322


(48)

BAB III

KONTEKSTUALISASI HADIS

A. Wacana Kontekstualisasi Hadis Nabi

Teks selalu membawai konteks yang ada, dan hampir atau bahkan bisa dikatakan semua teks memiliki konteksnya tersendiri karena bagaimanapun tidak ada teks yang begitu saja muncul tanpa sebuah sebab ataupun kejadian yang mengharuskan teks tersebut ada. Yang dalam hal agama tidak mungkin Allah

menciptakan sesuatu tanpa adanya alasan apalagi hanya untuk kesia-siaan1.

Kontekstual berasal dari kata contextyang berarti “menggantungkan” yang

dalam kamus bahasa Indonesia berarti “suatu uraian atau kalimat yang mendukung atau menambah kejelasan makna, atau situasi yang ada hubungannya

dengan suatu kejadian dengan suatu kejadian atau lingkungan sekelilingnya”2.

Yang dalam bahasa Arab di gunakan dalam istilah3

!!

!! ! !!!! !!!

!

!

!!!!!

!!

!!!!

dan

!! !!!!

! !!! ! !

. Sehingga dalam pembahasan ini memiliki makna bahwa kontekstualisasi

hadis –yang diberi imbuhan isasi- berarti penjelasan terhadap hadis-hadis baik dalam bentuk perkataan, perbuatan maupun ketetapan atas segala yang disandarkan kepada nabi (yang kemudian disebut sebagai hadis) berdasarkan situasi dan kondisi ketika hadis itu disampaikan atau terjadi.

1

Lihat Ali Imran: 191

2

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hal. 458

3

Imam Basyari Anwar, Kamus Lengkap Indonesia-Arab, (Kediri; Lembaga Pondok Pesantren al-Basyari, 1987). Hal. 216


(49)

Berbeda dengan pemahaman tekstual, bahwa tekstual adalah pemahaman terhadap sesuatu dari teks itu sendiri sebagai sesuatu yang berdiri sendiri. Sehingga seringkali pemahaman atau pendekatan ini terjadi pada ranah bahasa Arab itu sendiri, yang kadang menyingkirkan sebab-sebab serta situasi dan kondisi saat hadis itu muncul.

B. Pemahaman Tekstual dan Kontekstual atas Sejarah Hadis

Para sahabat generasi pertama dalam sejarahnya akan mendasarkan segala fatwa atau pendapatnya kepada nash-nash al-Quran yang disampaikan nabi dan juga hadis nabi sendiri dianggap sebagai penjelasannya. Kemudian, jika mereka tidak menemukan dalam al-Quran maupun hadis nabi mereka akan melakukan

ijtihad dengan membuat analogi-analogi (qiyas). Dalam pendekatan ini kemudian

menggunakan rasio (ra’yu) yang tentu berpegang pada prinsip-prinsip yang

terkandung dalam al-Quran dan hadis. Justufikasi bagi adanya pendekatan rasio

dalam bentuk ijtihad ini secara umum dijelaskan dengan adanya hadis masyhur

yang diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal ketika akan diutus nabi menuju ke

Yaman4. Sebagaimana tergambar dalam hadis sebagai berikut:

!! !!

!

!! !!! !!

!

!!!!!!

!

! !!!!

!

!!!!!!

!

!!!!!!!!

!

!! !!!! !!

!

!!!!!

!

!!!!!!!

!

ƒ!!!

!

!! !!!!!!

!

!!!!!!!!

!

! !!!!

!

!! !!!!ƒ!!

!

!! !!!

!

!! !!!!

!

! !! ƒ!!!

!

!!!!!

!

!! !!!!

!

!! !!

!

Æ

!!!! !!

!

!! !!!

!

! !! ƒ!!!

!

!! !!!!! !!

!

!!!!!!

!

!! !!!

!

ƒ!!!!!

!

!! !!

!

!! !! !!

!

! !!

!

!! !!!!!

!

!!!!!!

!

!! !!!

!

!!!!!! !!!!

!

!! !!! !!

!

!!!!!!

!

! !!!!

!

!!

!!!!

!

!!!!!!!!

!

!! !!!! !!

!

!! !!!

!

ƒ!!!!!

!

!! !!

!

!! !! !!

!

! !!

!

!!!!!!

!

!! !!! !!

!

!!!!!!

!

! !!!!

!

!!!!!!

!

!!!!!!!!

!

!! !!!! !!

!

! !!

!

! !!

!

!! !!!!!

!

!!!!!!

!

!! !!!

!

!! !!!!!! !!

!

! !!ƒ!!!

!

! !!

!

!!!!

!

!! !!!! !!

!

!! !!! !!

!

!!!!!!

!

! !!!!

!

!!!!!!

!

!!!!!!!!

!

!! !!!! !!

!

!!!!!! !!

!

!! !!!!!

!

!! !!!! ƒ!!

!

!!!!!!

!

! !! !!!

!

!! !!!!

!

!! !!! !!

!

!! !!! !!

!

!!!!!!

!

!!!!!

!

! !! !!!!

!

!! !!! !!

!

!!!!!!

4

Hadis ini diriwayatkan oleh Hafs bin Umar dari Syu’bah dari Abi ‘Aun dari Haris bin Amr bin Ibn Akhi al-Mughirah bin Syu’bah dari Anas. Lihat Abû Dawud, Sunân, Bâb Ijtihad Ra’yu Fî al-Qadhâ,hadis no. 3592 (Aman; Dar al-A’lam, 2003) h. 587-588


(1)

Pegawai negeri

Menggelapkan uang atau surat berharga, atau membiarkan barang tersebut diambil/ digelapkan, atau membantu mengambil/ menggelapkan Penjara min. 3 th max. 15 th; denda min. rp. 150 juta max. rp. 750 juta

Pasal 8 Selain pegawai negeri juga dapat dipidana Memalsukan buku-buku atau daftar-daftar khusus untuk pemeriksaan administrasi Penjara min. 1 th max. 5 th; denda min. rp. 50 juta max. rp 250 juta Pasal 9 Menggelapkan, menghancurkan, membiat tidak dapat dipakai/ merusak alat-alat bukti Penjara min. 2 th max. 7 th; denda min. rp. 100 juta max. rp 350 juta Pasal 10 Membiarkan atau membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan/ merusak alat bukti Pegawai negeri/ penyelenggar a negara; Menerima hadian atau janji karena kewenangan/ kekuasaan jabatannya

Penjara min. 2 th max. 7 th; denda min. rp. 50 juta max. rp. 250 juta Pasal 11 Menerima hadiah atau janji, suapaya Penjara seumur hidup; Pasal 12 a Dianggap menerima suap


(2)

100 melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kawajibannya penjara min. 4 th max. 20 th; denda min. 200 juta max. rp. 1 milyar

Menerima hadiah karena melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan jabatannya Pasal 12 b

Hakim Menerima hadiah atau janji yang diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara

Pasal 12 c

Advokat Menerima hadiah atau janji yang diberikan untuk mempengaruhi nasihat yang akan diberikan Pasal 12 d Pegawai negeri/ penyelenggar a negara Menyalahgunaka n kekuasaan untuk menguntungkan diri sendiri/ orang lain (secara melawan hukum), memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, menerima pembayaran dengan potongan, atau mengerjakan Penjara seumur hidup; penjara min. 4 th max. 20 th; denda min. 200 juta max. rp. 1 milyar

Pasal 12 e

Dianggap menerima suap


(3)

sesuatu Meminta, menerima, memotong pembayaran seolah-olah merupakan utang Meminta, menerima pekerjaan atau barang seolah-olah hutang

Pasal 12 g

Menggunakan tanah negara (diatasnya ada hak pakai) seolah-olah sesuai peraturan perundang-undangan padahal

bertentangan, dan merugikan orang yang berhak

Pasal 12 h

Turut serta dalam pemborongan, perdagangan, atau persewaan padahal tugasnya mengawasi

Pasal 12 i

Dianggap menerima suap

Menerima gratifikasi karena jabatannya, yang berlawanan dengan kewajibannya atau tugasnya

Pasal 12 B

Dianggap menerima suap

Perseorangan / korporasi

Member hadiah atau janji kepada pegawai negeri karena

jabatannya/ kedudukannya

Penjara max. 3 th; denda max. 150 juta

Pasal 13 Dianggan menerima suap


(4)

(5)

Nama : Muhib Rosyidi

TTL : Lamongan, 15 Agustus 1987

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat Asal : Jl.Pendidikan 307 Rt/Rw 02/05 Blimbing kec. Paciran kab. Lamongan

Jawa Timur

Alamat Sekarang : Jl. Ibnu Sina II/36 Komplek Dosen UIN Jakarta Rt/Rw 01/06 Pisangan Ciputat, Tangerang Selatan, Banten

No. Telp/Hp : 08568538518/ 08811263868

E-mail : khalifa_158@yahoo.com

Golongan Darah : A

Motto Hidup : Fast abiqul Khairat

PENDIDIKAN FORM AL

o TK Aisiyah Lamongan, 1991 – 1993

o MI Muhammadiyah 04 Blimbing Lamongan, 1993 – 2000 o SMP Muhammadiyah 12 Sendang Lamongan, 2000 – 2003

o MTS Al-Ishlah Lamongan, 2000 – 2003

o MA Al-Ishlah Lamongan, 2003 – 2006

o Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jurusan Tafsir-Hadis (2006 – 2010)


(6)

PENDIDIKAN NON FORM AL

 Pelatihan Menejemen Organisasi IMM Cabang Ciputat 2007  Pelatihan Gender FaJAR & Aisiyah Cabang Ciputat 2007  Pelatihan ESQ Profesional Angkatan 4 Jakarta 2008

 Pelatihan Leadership Forum Indonesia Muda FIM (Youth Indonesian Forum) angkatan 8 Padang Sumatra Barat 2010

PENGALAM AN ORGANISASI

 Bendahara Umum OSIS SMP 12 Sendang 2002 - 2003

 Ketua Bidang Keagamaan BESMA (Badan Eksekutif MA Al-Islhah) 2005 -2006  Ketua Umum OPPI(Organsasi Pondok Pesantren Al-Ishlah) 2005 -2006  Anggota Saka Bayangkara Polres Lamongan 2004-2005.

 Ketua Asrama IMM Cabang Ciputat 2007 – 2008  Ketua Komisariat Ushuluddin dan Filsafat 2008 -2009

 LO 2ndWorld Peace Forum Muhammadiyah – CDCC, Jakarta 2008  Sekertaris Menteri Kemahasiswaan BEM UIN Jakarta 2007-2008  Anggota Pimpinan Cabang IMM Ciputat 2008-2009

 Ketua Bidang I (Keorganisasian) IMM Cabang Ciputat 2009 – 2010

 Anggota FIM Forum Indonesia Muda (Youth Indonesian Forum) 2010 - sekarang  Relawan Gempa Padang-Sumatra Barat 2010