Sifat Dasar Kayu Benuas docx

1

I.
I.1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kayu merupakan bahan mentah yang sangat tua. Beribu-ribu tahun yang lalu,

ketika hutan lebat menutupi kawasan yang luas di permukaan bumi, orang-orang
primitif menggunakan kayu untuk bahan bakar dan perkakas. Karena kayu
merupakan bahan alami yang berfungsi sebagai penguat batang, cabang, dan akar dari
pohon atau tanaman lainnya. Namun di sisi lain kayu merupakan bahan dasar yang
sangat modern. Kubah-kubah kayu yang besar dan perabotan rumah yang indah
membuktikan kegunaan dan keindahannya. Bahkan dalam bentuk alih seperti kayu
lapis, papan partikel dan papan serat, kayu telah menjadi bahan bangunan yang
berhanga. Di samping itu, kayu merupakan bahan dasar pulp dan kertas, serat, film,
aditif, dan banyak produk-produk lain (Fengel, 1983). Selain mudah untuk
dimanfaatkan fungsinya, kayu juga mudah dan banyak dijumpai di kawasan yang
masih memiliki tutupan hutan yang baik.

Hutan Indonesia diklasifikasikan ke dalam hutan tropika basah. Dalam hutan
semacam ini dijumpai keanekaragaman jenis tumbuhan-tumbuhan yang sangat besar.
Banyak di antara jenis-jenis tersebut yang menghasilkan kayu bernilai niaga,
misalnya jenis-jenis yang termasuk suku meranti-merantian (Dipterocapaceae),
kacang-kacangan (Leguminosae) dan jambu-jambuan (Myrtaceae) (LBN-LIPI, 1980).
Suku meranti-merantian merupakan suku yang banyak mendominasi di hutan
Kalimantan. Jenis kayu dari suku ini rata-rata memiliki kelas awet dan kelas kuat

2

yang tinggi, sehingga cocok digunakan sebagai kayu pertukangan. Salah satu jenis
komersial dari suku meranti-merantian yang banyak digunakan sebagai kayu
pertukanagan adalah kayu benuas (Shorea laevis Ridl.). Kayu ini digunakan sebagai
pengganti kayu ulin (Eusideroxylon zwageri), mengingat kayu ulin sudah semakain
jarang ditemukan di alam.
Sampai saat ini, kayu benuas (Shorea laevis Ridl.) secara umum masih jarang
diteliti dari segi sifat-sifat umum kayu tersebut. Pengetahuan tentang sifat-sifat umum
kayu akan memberikan suatu informasi dasar dalam pengembanagan pemanfaatan
kayu tersebut sebagai kayu pertukangan. Menurut Dumanauw (1990) sifat umum
yang dimaksud antara lain yang bersangkutan dengan sifat-sifat anatomi kayu, sifatsifat fisika, sifat-sifat mekanik dan sifat-sifat kimia. Dalam hubungan itu maka ada

baiknya jika sifat-sifat kayu tersebut diketahui lebih dahulu, sebelum kayu
dipergunakan sebagai bahan bangunan, industri kayu maupun untuk pembuatan
perabot.
I.2

Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum Sifit-sifat Dasar Kayu pengujian kayu benuas

(Shorea laevis Ridl.) ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami cara mengukur sifat-sifat fisika kayu (kadar air kering udara,
perubahan dimensi, berat jenis dan kerapatan) dan sifat-sifat kimia kayu
(kandungan esktarktif, zat ekstraktif dingin dan zat ektraktif panas).
2. Mengetahui dan menentukan kadar air kering udara, besarnya kerapatan contoh uji
pada volume kering udara, faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan dimensi

3

(penyusutan dan pengembangan) serta menentukan besar kandungan kadar air
kayu (serbuk), ekstraktif kayu yang larut dalam pelarut air panas dan dingin
dengan perlakuan perendaman dingin dan panas berdasarkan lama waktu

perendaman.
3. Memahani hal-hal yang menyebabkan perbedaan penyusutan pada ketiga arah,
hubungan kadar air dengan penyusutan dan hubungan berat jenis dengan
penyusutan.

4

II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Deskripsi Singkat Kayu Benus (Shorea laevis Ridl.)
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di
dunia. Kalimantan adalah salah satu pulau di Indonesia yang memiliki hutan tropis
tersebut dimana hutan tropis ini banyak didominasi oleh famili Dipterocarpaceae.
Famili

Dipterocarpaceae

memiliki

tiga


sub

famili

Dipterocarpadeae,

Pakaraimoideae, dan Monotoideae. Diantara sub famili tersebut yang terpenting
adalah Dipterocarpadeae karena mempunyai jumlah jenis yang banyak dan
diantaranya dapat diperdagangkan (Anonim, 1991).
Shorea laevis Ridl. merupakan salah satu jenis komersial dari famili
Dipterocarpaceae yang ada di Indonesia. Jenis ini di dalam negeri lebih dikenal
dengan nama bangkirai, sedangkan di luar Indonesia lebih dikenal dengan nama
yellow balau atau kadang hanya disebutkan balau dan di Pulau Kalimantan
masyarakat lokal menyebutnya dengan benuas (Anonim, 2009). Jenis ini sangat
penting baik dari segi ekologi maupun ekonominya, terutama pada pemanfaatan
kayunya. Secara umum, Shorea laevis Ridl. menyebar di Semenanjung Myanmar dan
Thailand, Semenanjung Malaysia, Sumatera, Aceh, dan Pulau Kalimantan. Jenis ini
tersebar luas dan sering dijumpai dan bahkan berkelompok pada tanah-tanah tipis di
punggung bukit di hutan Dipterocarpaceae perbukitan, khususnya pada ketinggian


5

200-1000 m, tetapi kadang lebih rendah antara (5-375 mdpl), adakalanya terpencar di
sisi-sisi bukit (Prawira, 1973).
Menurut Haekal (2013) benuas (Shorea laevis Ridl.) memiliki susunan
klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Class
: Magnoliopsida
Ordo
: Theales
Family
: Dipterocarpaceae
Genus
: Shorea
Spesies
: Shorea laevis Ridl.
Menurut Martawijaya (1981) Shorea laevis Ridl. merupakan pohon yang

memiliki tinggi pohon mencapai 50 m dengan panjang batang bebas cabang mencapai
35-45 m, diameter pohon mencapai 100 cm lebih, tinggi banir mencapai 2 m, kulit
kayu berwarna kelabu, merah atau cokelat, kadang-kadang sampai merah tua, beralur
dan mengelupas kecil-kecil, tipis, berdamar warna kuning tua. Kayu teras berwarna
kunig-cokelat dan kayu gubal berwarna cokelat muda pucat kekuning-kuningan.
Tekstur kayu halus sampai agak kasar. Arah serat berupa lurus atau berpadu.
Permukaan kayu licin atau berganti-ganti antara licin dan kesat karena arah serat yang
berpadu, dimana pemukaan kayu mengkilap.
Jenis ini tumbuh bersama-sama dengan jenis-jenis Dipterocarpaceae lainnya di
dalam hutan tropis dengan tipe curah hujan A dan B, pada tanah pasir, basalt laterit
tua dan podsolik, terutama pada tanah yang datar dan sering digenangi air tawar
secara bermusim, dapat juga tumbuh di bukit-bukit secara berkelompok atau
berpencar, pada ketinggian sampai 400 m dari permukaan laut. Pohon berbuah tidak

6

menentu, sangat tergantung kepada keadaan iklim dan kadang- kadang berbuah
banyak selang 3-7 tahun.
Kayu benuas ini memiliki keawetan yang tinggi, dimana termasuk kelas awet I
– II. Kayu benuas juga termasuk jenis kayu kuat dan keras. Kayu ini masuk kedalam

kategori kelas kuat I – II dan termasuk kedalam kayu kelompok komesrsial I. Sifat
kerasnya juga disertai tingkat kegetasan yang tinggi sehingga mudah muncul retak
rambut dipermukaan. Selain itu, pada kayu bangkirai sering dijumpai adanya pin
hole. Umumnya retak rambut dan pin hole ini dapat ditutupi dengan wood filler.
Secara struktural, pin hole ini tidak mengurangi kekuatan kayu benuas itu
sendiri. Kayu ini banyak dipergunakan untuk kontruksi berat di bawah atap maupun
di tempat terbuka, antara lain untuk bangunan jembatan, bantalan tiang listrik, lantai,
bangunan maritim, perkapalan, karoseri dan perumahan. Kayu benuas tidak baik
untuk pembuatan venir dan kayu lapis, karena keras dan mempunyai berat jenis yang
tinggi (Mulyadiana, 2010).
II.2 Pengertian Kayu
Kayu adalah bagian batang atau cabang serta ranting tumbuhan yang mengeras
karena mengalami lignifikasi (pengayuan). Penyebab terbentuknya kayu adalah
akibat akumulasi selulosa dan lignin pada dinding sel berbagai jaringan pada batang
(Saputra, 2015). Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, merupakan
bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan
teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat sekaligus, yang tidak dapat ditiru oleh
bahan-bahan lain. Pengertian kayu menurut Dumanauw (1990) ialah sesuatu bahan,

7


yang diperoleh dari hasil pemungutan poho-pohon di hutan, yang merupakan bagian
dari pohon tersebut, setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak
dapat dimanfaatkan untuk sesuatu tujuan penggunaan. Baik berbentuk kayu
pertukangan, kayu industri maupun kayu bakar.
II.3 Bagian-bagian Kayu
Menurut Saputra (2015) bagian-bagian dari kayu adalah kulit luar, kulit dalam,
kambium, kayu gubal, kayu teras, galih/hati dan garis teras.

Gambar 1. Penampang Melintang Kayu
1. Kulit luar, lapisan yang berada paling luat dalam keadaan kering berfungsi
sebagai pelindung bagian-bagian yang lebih dalam pada kayu.
2. Kulit dalam, lapisan yang berada di sebelah dalam kulit luar yang bersifat basah
dan lunak, berfungsi mengangkut bahan makanan dari daun ke bagian lain.
3. Cambium, lapisan yang berada di sebelah kulit, jaringan ini ke dalam membentuk
kayu baru, sedangkan ke luar membentuk sel-sel jangat (kulit).
4. Kayu gubal, berfungsi sebagai pengangkut air berikut zat bahan makanan ke
bagian-bagian pohon yang lain.

8


5. Kayu teras, berasal dari kayu gubal, biasanya bagian-bagian sel yang sudah tua
dan kosongini terisi zat-zat lain yang berupa zat ekstrasi.
6. Galih/hati, bagian ini mempunyai umur paling tua, karena galih (hati) ini ada dari
sejak permulaan kayu itu tumbuh.
7. Garis teras, jari-jari retakan yang timbul akibat penyusutan pada waktu
pengeringan yangtidak teratur.
II.4 Sifat-sifat Umum Kayu
Kayu berasal dari berbagai jenis pohon memilikisifat yang berbeda-beda.
Bahkan kayu berasal dari satu pohon memiliki sifat agak berbeda, jika dibandingkan
bagian unjung dan pangkalnya. Di samping sekian banyak sifat-sifat kayu yang
berbeda satu sama lain, ada beberapa sifat yang umum terdapat pada semua kayu
yaitu:
a. Semua batang pohon mempunyai pengaturan vertikal dan sifat simetri radial.
b. Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki tipe macam-macam dan susunan dinding
selnya terdiri dari senyawa-senyawa kimia berupa lignin (non-karrbohidrat).
c. Semua kayu bersifat anisotropik, yaitu memperlihatkan sifat-sifat yang berlainan
jika diuji menurut tiga arah utama (longitudinal, radial dan tangensial). Hal ini
disebabkan oleh struktur dan orientasi selulosa dalam dinding sel, bentuk
memanjang sel-sel kayu dan pengaturan sel terhadap sumbu-sumbu vertikal dan

horisental pada batang pohon.

9

d. Kayu merupakan suatu bahan yang bersifat higroskopfik, yaitu dapat kehilangan
atau tambahan kelembabanya akibat perubahan kelembaban dan suhu udara
disekitarnya.
e. Kayu dapat diserang makhluk hidup perusak kayu, dapat juga terbakar, terutama
jika kayu keadaannya kering.

Gambar 2. Tiga Sumbu Arah Utama Pada Kayu
Bila sebatang pohon dipotong melintang dan permukaan potongan melintang
itu dihaluskan, maka akan tampak suatu gambaran unsur-unsur kayu yang tersusun
dalam pola melingkar dengan suatu pusat di tengah batang serta deretan sel kayu
dengan arah mirip jari-jari roda ke permukaan batang. Sebuah sumbu dapat
dibanyangkan melewati pusat itu dan merupakan salah satu sumbu arah utama yang
disebut sumbu longitudinal sumbu-sumbu arah utama lain dapat dibuat tegak lurus
pada dan memotong sumbu longitudinal, sumbu ini disebut sumbu arah radial.
Selanjutnya yang tegak lurus dengan dengan jari-jari kayu, tetapi tidak memotong
sumbu longitudinal , dinamakan sumbu arah tangensial. Ketiga sumbu arah utama ini

sangat penting artinya begi keperluan mengenal sifat-sifat kayu yang khas. Yaitu

10

antara lain sifat anisotropik yang telah disebut, perbedaan dalam kekuatan kayu,
kembang susut kayu dan aliran zat cair di dalam kayu. D isamping itu itu mengenal
kekuatan kayu yang menahan beban, ternyata lebih besar pada arah sumbu
longitudinal daripada arah-arah yang lain. Demikian pula zat cair lebih cepat dan
lebih mudah pada arah longitudinal daaripada arah sumbu radial dan tangensial.
Sebaliknya kembang susut kayu terbedar terdapat pada arah tangensial (Dumanauw,
1990).
II.5 Sifat-sifat Fisika Kayu
Sifat fisika kayu adalah spesifik karena peranan faktor dalam (faktor inheren)
dari pada struktur kayu kayu sangat menentukan, disamping peran lingkungan dimana
kayu tersebut berada (digunakan). Yang termasuk sifat kayu antara lain adalah kadar
air kayu, perubahan dimensi (penyusutan dan pengembangan), berat jenis dan
kerapatan, sifat termis kayu, sifat elektrisnya, sifat-sifat resonansi dan akustiknya,
daya apung dan daya layang, sifat energi dan sebagainya (Kasmudjo, 2010).
Tiga sifat fisika kayu yang dianggap mendasar yaitu kadar air kayu, perubahan
dimensi (penyusutan dan pengembangan), berat jenis dan kerapatan kayu. Berikut ini
uraian sifat fisika kayu yang dianggap mendasar.
II.5.1Kadar Air Kayu
Kadar air kayu adalah banyaknya air yang terkandung dalam sepotong kayu
yang dinyatakan secara kuantitatif dalampersen terhadap berat kering tanurnya (dapat
pula dipakai satuan terhadap berat kayu lainnya) (Kasmudjo, 2010).

11

Di dalam pohon atau batang kayu yang baru saja ditebang (kayu segar) maka
kondisi kadar airnya adalah meksimum artinya baik rongga sel maupun dinding
selnya masih penuh air. Kadar air maksimum umunya diatas 40%, untuk kayu daun
kadar air maksimumnya lebih banyak dan lebih bervariasi dari pada kadar air
maksimum pada kayu jarum (Kasmudjo, 2010). Kadar air maksimum kayu sangat
tergantung volume rongga selnya serta berat jenis kayu tersebut. Pada jenis kayu yang
berbeda, kadar air maksimumnya juga berbeda. Kadar air dalah banyaknya air yang
dikandung pada sepotong kayu. Banyaknya kandungan airpada kayu bervariasia
tergantung jenis kayunya. Kadar airtersebut berkisar antara 40-300% dan dinyatakan
dengan persentase dari berat kering tanur Dumanauw (1994). Menurut Brovvn et al
(1952), kadar air kayu adalah banyaknya air yang terdapat di dalam kayu, yang
dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur. Haygreen dan Bowyer (1989)
menyatakan bahwa air dalam kayu terdiri dari air air bebas dan air terikat, dimana
keduanya secara bersama-sama menentukan kadar air kayu. Dalam satu jenis pohon,
kadar air kayu segar bervariasi tergantung pada tempat tumbuh, umur dan volume
pohon. Va-iasi kadar air bisa terjadi di dalam satu batang pohon, terutama antara kayu
teras dan kayu gubal. Akan tetapi pada kayu daun lebar umumnya Derbedaan antara
kayu gubal dan kayu teras hanya memiliki perbedaan yang kecil.
Kadar air kayu selalu berubah-ubah karena kayu bersifat groskopis artinya
kayu mudah menyerap dan melepaskan air. Sifat ini : akibatkan oleh kelompok
hidroksil yang ada di dalam selulosa maupun -emiselulosa kayu yang menarik
molekul air melalui ikatan hidrogen. Selain itu, juga tergantung dari temperatur,

12

kelembaban atmosfir, dan umlah air yang ada di daiam kayu. Hal ini dipertegas oleh
Haygreen dan Bowyer (1989), sifat fisika kayu dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu (1)
volume rongga sel; (2) struktur sel; dan(3) kadar air. Menurut Panshin dan de zeeuw
(1980), pergerakan air dalam kayu tergantung dengan waktu dan arah potongan kayu.
Pada arah longitudinal, bergeraknya air 12-15 kali lebih cepat dibandingkan pada
arah melintang karena memiliki bentuk sel yang terbuka. Akibat perbedaan kecepatan
pergerakan air dalam kayu maka terjadi gradien kadar air. Bergeraknya air tidak
hanya melalui noktah pada dinding sel yang disebabkan oleh gaya kapiler, adanya
perbedaan kelembaban relatif dan adanya kadar air.
Air dalam kayu terletak pada dinding sel dan rongga sel. Air yang terdapat di
dalam dinding sel disebut air terikat (Bound Water) dan yang terdapat di dalam
rongga sel disebut air bebas (Free Water). Kayu dikatakan jenuh air atau kadar air
maksimal, apabila dinding sel dan rongga sel semua jenuh dengan air. Selanjutnya
Ginoga (1970) menyatakan bahwa kadar air kayu segar adalah kadar air pada saat
kayu baru ditebang. Di dalam kayu segar kadar air bervariasi antara 30%-200%.
Kemudian apabila kayu dikeringkan, air bebas di dalam kayu menguap lebih dahulu
setelah itu air terikat. Kadar air pada saat air bebas telah menguap dan dinding sel
masih jenuh dengan air disebut titik jenuh serat (Fiber Saturation Point) berkisar 2530%. Di atmosfir terbuka, kadar air kayu akan mencapai titik tertentu (kadar air
kering udara/Equilibrium Moisture Content=EMQ yaitu keadaan kadar air kayu telah
seimbang dengan kelembaban udara sekitarnya. Bila kadar air dinding sel dan rongga
sel sudah dianggap nol dengan cara mengeringkan kayu pada suhu 103±2°C sampai

13

beratnya konstan disebut kadar air kering tanur, sedangkan kadar air maksimum
(Maximum Moisture Content) akan tercapai jika semua rongga sel dan dinding sel
jenuh air (Soenardi, 1976).
Penggunaan kayu sebagai bahan baku kayu lapis, pulp dan kertas, maupun
sebagai bahan bangunan/konstruksi tidak terlepas dari persyaratan sifat-sifat fisik dan
mekanik kayu (Tabel 1) yang kesemuanya dipengaruhi oleh kadar air kayu.
Tabel 1. Hubungan Berat Jenis Kayu Kering Udara dan Kadar Air Kayu yang Baru
Ditebang
Berat Jenis Kayu Kering Udara
1.12
Sumber: Oey Djoen Seng (1990)

Kadar Air Kayu yang Baru Ditebang
>200
140-120
140-80
110-60
80-50
60-40
45-30

II.5.2Berat Jenis dan Kerapatan
Berat jenis kayu adalah nilai perbandingan berat suatu kayu terhadap volume
air (akuades) yang sama dengan kayu tersebut. Di Amerika lebih disukai ukuran jenis
kayu merunut berat kering tanur dan volume basah, sedangan di Eropa lebih senang
dengan berat basah dan volume kering tanur (Kasmudjo, 2010). Berat jenis kayu
merupakan suatu sifat yang penting karena banyak sifat mekanika sangat
berhubungan dengan sifat ini. Berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan antara
berat suatu benda (atas dasar berat kering tanur) terhadap berat suatu volume air yang
sama dengan volume benda itu (berat volume air yang didesak).

14

Lebih lanjut dikatakan bahwa keadaan bahan pada saat penentuan berat jenis
kayu harus dituliskan. Pada umumnya berat jenis kayu didasarkan pada berat kering
tanur. Terdapat tiga komponen volume kayu dalam penentuan berat jenis kayu, yaitu :
1. Volume basah, bila dinding sel sama sekali jenuh dengan air pada titik jenuh serat.
2. Volume pada sembarang kadar air di bawah titik jenuh serat.
3. Volume kering tanur.
Berdasarkan berat jenisnya, kayu dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
1.

Kayu ringan dengan berat jenis kurang dari 0,36.

2. Kayu dengan berat sedang , berat jenis 0,36 - 0,58.
3. Kayu berat dengan berat jenis lebih dari 0,58.
Besarnya berat jenis pada tiap-tiap kayu berbeda-beda dan tergantung
kandungan zat-zat dalam kayu, kandungan ekstraktif serta kandungan air kayu,
disamping ukuran sel kayunya (tebal dinding sel, besarnya sel dan jumlah sel). Untuk
benda-benda tak beraturan dan banyak mempunyai rongga-rongga maka istilah berat
jenis sering diganti dengan kerapatan (kg/m3, gram/cm3) dan biasanya lebih kecil dari
nilai berat jenis (Kasmudjo, 2010).
Kerapatan kayu adalah perbandingan antara massa atau berat kayu terhadap
volumenya, sedangkan berat jenis kayu adalah perbandingan antara kerapatan kayu
dengan kerapatan benda star.zsr yaitu kerapatan air pada suhu 4°C (Haygreen dan
Bowyer, 1989), Zat kayu dan zat ekstraktif memiliki sifat yang konstan, sebaliknya
kadar air dalam kayu memiliki sifat yang berubah-ubah dalam variasi yang besar,
sehingga terdapat variasi kerapatan berdasarkan kondisi kadar air kayu, oleh sebab itu

15

kerapatan kayu ditentukan berdasarkan berat kayu kering tanur dan volume kayu
ditentukan berdasarkan pada tiga keadaan, yaitu volume kering tanur, volume pada
kadar air 12%, dan volume basah (Kollmann dan Cote, 1975). Berat jenis adalah rasio
antara kerapatan suatu bahan dengan kerapatan air. Berat jenis disebut juga kerapatan
relatif (Tsoumis (1991) dalam Sarinah, 2015).
Kerapatan merupakan sifat terpenting dari kayu, karena kualitas kayu sebagai
bahan bangunan terutama tergantung pada kerapatannya. Pada kenyataannya terdapat
hubungan yang erat antara sifat-sifat mekanika, kekerasan, ketahanan terhadap
kikisan dengan kerapatan kayu di pihak lain (Scharai Rad, 1994). Kerapatan
mempunyai hubungan positif linier dengan sifat mekanika kayu, yaitu semakin tinggi
nilai kerapatan maka akan semakin tinggi pula sifat mekanikanya (Kollmann dan
Cote, 1975).
Pada umumnya kerapatan kayu tergantung pada besarnya sel, tebal dinding sel
dan hubungan antara jumlah sel yang bermacam-macam. Mengenai besar dari
tebalnya dinding sel, jika sel serat berdinding tipis dan berongga lebar atau kedunya,
maka kerapatan akan rendah. Sebaliknya sel serat berdinding tebal dan berongga
sempit, maka kerapatan akan tinggi (Brown et al, 1949).
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya variasi kerapatan atau berat jenis
adalah umur pohon, kecepatan tumbuh, perbedaan letak tinggi pada batang, adanya
pertumbuhan eksentrik, adanya kayu cabang dan terjadinya kayu teras. Selanjutnya
dkatakan bahwa variasi yang besar dari kerapatan atau berat jenis kayu tidak saja
dapat terjadi diantara pohon-pohon dan dari jenis yang sama (variasi individual),

16

tetapi juga antara bagian-bagian pohon dari pohon yang sama (variasi
sebagian/parsial) (Oey Djoen Seng, 1990). Kemudian, variasi berat jenis kayu daun
pada arah aksial sedikit konsisten dan secara keseluruhan tidak memiliki satu pola.
Soenardi (1976a) mengelompokkan kayu berdasarkan berat jenis menjadi 3
golongan, yaitu kayu ringan dengan berat jenis kurang dari 0.36, kayu sedang dengan
berat jenis 0,36 - 0,58, dan kayu berat dengan berat jenis lebih dari 0.58.
II.5.3Perubahan Dimensi (Penyusutan dan Pengembangan)
Adanya perubahan dimensi kayu tergantung kondisi kayu tersebut. Kondisi
kayu sangat ditentukan oleh kandungan air di dalam kayu tersebut. Kandungan air
kayu dapat berkurang (menguap) dapat pula bertambah. Pengurangan kadar air kayu
di bawah titik jenuh serat (kurang dari 25%) akan menyebabkan penyusutan dimensi
kayu, sedangkan penambahan kadar air kayu akan menyebabkan pengembangan
dimensi kayu. Penyusutan kayu umumnya sama dengan pengembangan dimensi kayu
tersebut dengan perubahan dimensi kayu. Penyusutan kayu lebih penting diketahui
karena dapat menyebabkan perubahan dimensi (ukuran) kayu. Penyusutan kayu
(dimensi kayu) terjadi saat kondisi kayu di bawah titik jenuh serat, tetapi belum
mencapai kadar air seimbang (18 – 25%) (Kasmudjo, 2010).
Perubahan dimensi kayu yaitu pengembangan dan penyusutan sama pentingnya
dalam fisika kayu, tetapi umumnya perhatian lebih besar ditujukan terhadap
penyusutan. Penyusutan kayu lebih penting diketahui sebab dapat menyebabkan kayu
menjadi retak, pecah, melengkung, bergelombang, memuntir dan lain-lain.
Penyusutan kayu dinyatakan sebagai persen dimensi sebelum perubahan yang terjadi.

17

Pada dasarnya perubahan dimensi dipengaruhi oleh (a) perbedaan species dan
kerapatan kayu; (b) perbedaan ukuran dan bentuk kayu; dan (c) perbedaan
pengeringan.
Perubahan dimensi kayu biasanya dinyatakan dalam persen dari dimensi
maksimum. Dimensi maksimum ialah dimensi sebelum mengalami penyusutan atau
dimensi basah yaitu pada kadar air sama atau di atas titik jenuh serat. Penyusutan arah
longitudinal adalah 0,1 - 0,2%, arah radial 2,1 - 8,5%, dan arah tangensial 4,3-14%
dari kondisi segar ke kondisi kering tanur. Menurut Panshin dan de Zeeuw (1980),
perbedaan penyusutan arah radial dan tangensial adalah:
a. Arah jari-jari yangtegak lurus pada sumbu pohon menyebabkan pengurangan
pengembangan dan penyusutan searah radial karena pengurangan yang dilakukan
oleh sel jari-jari yang terletak memanjang pada arah radial.
b. Perbedaan kandungan lignin antara dinding radial dan dinding tangensial karena
penyusutan akan menurun dengan bertambahnya lignin.
c. Perbedaan struktur dindingsel, letak sel dan susunan dalam zona-zonakayu awai
dan kayu akhir, karena persentase kayu awai lebih besar daripada kayu akhir,
sedangkan kayu awai penyusutannya kecil maka perubahan dimensi dalam arah
radial lebih kecil dari pada arah tangensial.
II.6 Sifat Kimia Kayu
Sifat kimia kayu adalah sifat-sifat kayu yang berkaitan dengan kandunag kimia
dalam kayu. Kimia kayu atau komponen kimia penyusun kayu, dibutuhkan
keberadaannya dalam industri kimia yang mengolah kayu. Sebagai contoh yang nyata

18

adalah industri rayon, seluloid,pulp dan kertas dan sebagainya. Industri-industri ini
memanfaatkan komponen kimia yang ada untuk menghasilakan suatu produk
tertentu.
Komponen kimia kayu dapat dibedakan atas dua kelompok, yaitu komponen
penyusun dinding sel, seperti karbohidrat dan lignin (Kasmudjo, 2010). Disamping
komponen-komponen dinding sel, terdapat juga sejumlah zat-zat yang disebut bahan
tambahan atau ekstraktif kayu. Meskipun komponen-komponen tersebut hanya
memberikan saham beberapa persen pada massa kayu, mereka dapat memberikan
pengaruh yang besar pada sifat-sifat dan kualitas pengolahan kayu. Beberap
komponen, seperti ion-ion logam tertentu, bahkan sangat penting untuk kehidupan
pohon. Zat ekstraktif adalah zat-zat yang larut dalam pelarut netral seperti eter,
alkohol, benzena dan air. Dengan menggunakan air dingin atau panas dan bahan
pelarut organik netral seperti alkohol atau eter maka dapat dilakukan ekstraksi.
Zat ekstraktif terdiri dari berbagai jenis komponen senyawa organik seperti
minyak yang mudah menguap, terpen, asam lemak dan esternya, lilin, alkohol
polihidrik, mono dan polisakarida, alkaloid, dan komponen aromatik (asam, aldehid,
alkohol, dimer fenilpropana, stilbene, flavanoid, tannin dan quinon). Kayu teras
secara khas mengandung zat ekstraktif jauh lebih banyak dari pada kayu gubal.
Kandungan zat ekstraktif dalam kayu biasanya kurang dari 10 % (Sjöström, 1995).
Kandungan dan komposisi zat ekstraktif berubah-ubah diantara spesies kayu,
dan bahkan terdapat juga variasi dalam satu spesies yang sama tergantung pada tapak
geografi dan musim. Zat ekstraktif memiliki arti yang penting dalam kayu karena:

19





Dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, baud an rasa sesuatu jenis kayu
Dapat digunakan untuk mengenal sesuatu jenis kayu
Dapat digunakan sebagai bahan industri



Dapat menyulitkan dalam pengerjaan dan mengakibatkan kerusakan pada alatalat pertukangan.
Zat ekstraktif yang bersifat racun menyebabkan ketahanan terhadap pelapukan

kayu. Hal ini dibuktikan bahwa ekstrak dari kayu teras lebih bersifat racun daripada
ekstrak dari kayu gubal pada pohon yang sama. Serta, ketahanan terhadap pelapukan
kayu teras akan berkurang jika diekstraksi dengan air panas atau dengan pelarut
organik (Andriani, 2010). Ekstaktif kayu dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu
senyawa aliphatik (terutama lemak dan lilin), terpen dan terpenoid senyawa phenolik.
Resin parenkim banyak mengandung komponen aliphatik dan oleoresin yang
terutama terdiri atas terpenoid (Sjöström, 1995).
II.7 Keuntungan dan Kerugian Kayu
Menurut Siska (2013) kayu sebagai bahan baku pada kayu pertukangan dan
industri kimia yang mengolah kayu memiliki keuntungan dan kerugian sebagai
berikut:
 Keuntungan kayu:
a. Murah dan mudah dikerjakan
b. Mempunyai kekuatan yang tinggi dan bobotnya rendah
c. Mempunyai daya penahan tinggi terhadap pengaruh listrik (bersifat isolasi),

20

d. Bila ada kerusakan dengan mudah dapat diganti dan bisa diperoleh dalam
waktu singkat
e. Pembebanan tekan biasanya bersifat elastis
f. Bila terawat dengan baik akan tahan lama.
 Kerugian kayu
a. Kurang homogen ketidak samaan sebagai hasil alam.
b. Mudah terbakar
c. Cacat-cacat pada kayu.
d. Dapat memuai dan menyusut dengan perubahan-perubahan kelembapan.
e. Terjadinya lendutan yang cukup besar.

21

III. METODE PRAKTIKUM
III.1 Tempat dan Waktu
Praktikum Sifat-sifat Dasar Kayu pengujian kayu benuas (Shorea laevis Ridl.)
ini bertempat di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Jurusan Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Palangka Raya. Lama waktu yang diperlukan dalam praktikum
ini selama ± 2 (dua) bulan, dimulai dari bulan April 2015 sampai dengan bulan Juni
2015 termasuk dalam persiapan, pengambilan data, proses pengolahan data dan
penyusunan laporan praktikum.
III.2 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum ini adalah califer,
timbangan analitik, oven, desikator, penjepit, gelas piala, jarum, baskom, gelas
plastik, ayakan, labu erlenmeyer, corong, hot plate, water bath, statif dan
perlengkapan tulis menulis.
Sedangkan bahan yang digunakan sebagai contoh uji dalam paraktikum ini
adalah kayu benuas (Shorea laevis Ridl.) berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm (DIN
Standard, 1994) dan 2 cm x 2 cm x 4 cm (British Standard, 1957) masing-masing
ukuran contoh uji berjumlah sebanyak 21 buah, yang terdiri dari 9 contoh uji untuk
rendaman dingin dan 9 contoh uji rendaman panas, serta 3 contoh uji untuk kontol
(data pendukung) yang digunakan dalam pengujian sifat fisika kayu. Selain itu
diperlukan juga serbuk kayu benuas (Shorea laevis Ridl.) berkuran + 40 mesh – 60
mesh sebanyak 21 gram yang digunakan sebagai contoh uji sifat kimia kayu untuk

22

satu contoh uji diperlukan ± 2 gram serbuk kayu kering udara dan masing-masing
perlakukan diulang sebanyak 3 kali.
III.3 Prosedur Praktikum
Prosedur kerja dalam pelaksanaan praktikum ini terbagi menjadi dua kegiatan
yaitu persiapan bahan praktikum dan pelaksanaan praktikum.
III.3.1 Persiapan Bahan Praktikum
Bahan kayu benuas (Shorea laevis Ridl.) yang digunakan dalam pelaksanaan
praktikum ini di siapkan dan dibuat di UD. Raya Moulding yang berada di Jalan
Garuda. Jumlah sampel uji yang disiapkan sebanyak 21 sampel ukuran 2 cm x 2 cm x
2 cm, 21 sampel 2 cm x 2 cm x 4 cm dan serbuk kayu sebanyak 260 gram.
III.3.2 Pelaksanaan Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan mengikuti petunjuk praktikum Sifat-sifat Dasar
Kayu (Sarinah, dkk, 2015), yaitu cara kerja pengujian kadar air kayu, berat jenis dan
kerapatan, perubahan dimensi (penyusutan dan pengembangan) serta pengujian
kandungan kimia kayu (kandungan ekstraktif).
1)

Pengujian Kadar Air Kayu
Pengukuran kadar air pada kondisi kering udara berdasarkan berat kering tanur

dan menggunakan moisture meter, sebagai berikut:
a. Contoh uji diberi nomor dibuat garis tanda tanbah pada penampang melintang (2
titik), radial (2 titikk) dan tangensial (2 titik).

23

b. Perendaman dingin dan panas untuk contoh uji dilakukuan sesuai perlakuan yang
dibut. Julah contoh uji untuk masing-masing perlakuan berjumlah 3 buah. Adapun
perlakuan sesuai dengan pembagian kelompok sebagai berikut:
Kelompok 1- 3 : selama 1jam, 2 jam, 3 jam
Kelompok 4 -6 : selama 4 jam, 5 jam, 6 jam
Kelompok 7 – 10 : selama 7 jam, 8 jam, 9 jam
c. Selanjutnya contoh uji ditiriskan sampai tidak ada lagi air yang menetes dan
ditimbang beratnya. Pertimbangan dilakukan setiap hari sampai tidak ada
pengurangan berat lagi. Hasil penimbangan ini disebut beraat contoh uji basah
(mμ).
d. Untuk penggunaan moisture meter, kondisi contoh uji yang stabil pada kondisi
kering udara menunjukkan angka kadar air kering udara. Cara untuk memperoleh
besar kadar air kering udara hanya dengan menancapkan alat moisture meter pada
titik-titik ditiga pengampang. Seluruh pengukuran pada ketiga penampang kayu di
rata-ratakan.
e. Untuk pengukuran contoh uji yang dikeringkan dalam oven, suhu awal oven
dibuat 50o C agar contoh uji tidak cacat. Suhu dinaikan setiap 2 jam hingga
mencapai 103 ± 2o C sampai berat konstan. Contoh uji dianggap konstan apabila
antara 2 pengukuran tidaklebih dari 0,1 %.
f. Pengukuran berat contoh uji dilakukan setiap 2 jam untuk mendapatkan grafik
tentang hubungan pengurangan air waktu selama proses pengovenan. Setelah 2
jam keluarkan contoh uji dari dalam oven dan dimasukkan dalam desikator sampai

24

dingin selama ± 15 menit dan setelah itu dilakukan penimbangan dan cacat hasil
dalam kolom pengamatan.
g. Setelah diperoleh berat konstan. Hasil penimbangan ditetapkan sebagai berat
kering tanur (mo). Selanjutnya besar kadar air kering udara dihutung seperti pada
teori.
h. Rumus untuk menghitung kadar air kayu menurut standar DIN (1994) adalah
sebagai berikut:
μ=

mμ −mo
×100( )
mo

Keterangan:
mμ = Berat contoh basah
mo = Berat contoh uji kering
2)

Pengujian Berat Jenis dan Kerapatan
Cara kerja pengukuran berat jenis dan keratapan dilakukan dengan cara seperti

yang dijabarkan di bawah ini:
1. Pengukuran berat jenis pada volume kering udara
a. Contoh uji yang sudah diberi kode, direndam sesuai perlakuan yang dibuat.
Perendaman dingin dan panas untuk contoh uji dilakukan sesuai perlakuan yang
dibuat. Jumlah contoh uji untuk masing-masing perlakuan berjumlah 3 buah.
Adapun perlakuan sesuai dengan pembagian kelompok:
Kelompok 1- 3 : selama 1jam, 2 jam, 3 jam
Kelompok 4 -6 : selama 4 jam, 5 jam, 6 jam
Kelompok 7 – 10 : selama 7 jam, 8 jam, 9 jam

25

b. Selanjutnya contoh uji ditiskan sampai titik tidak ada lagi air yang menetes dan
ditimbang. Penimbangan dilakukan setiap hari sampai titik tidak ada
pengurangan berat lagi. Berat dikatakan konstan apabila selisih penimbangan
tidak lebih dari 1 %. Jarak antara 2 penimbangan sebelumnya harus 24 jam.
Hasil penimbangan ini disebut berat contoh uji basah (mμ).
c. Siapkan gelas plastik berisi air kemudian ditimbang. Hasil penimbangan
ditetapkan sebagai A.
d. Contoh uji dimasukan ke dalam gelas plastik hingga terendam semuanya
menggunakan bantuan jarum. Usahakan contoh uji terendam air dan tidak
menyentuh dinding gelas plastik serta dilakukan secepat mungkin. Untuk
mendapatkan hasil timbangan yang tidak berubah-ubah gunakan statif untuk
menyangga tangan.
e. Contoh uji dan gelas berisi air ditimbang, hasilnya dinyatakan sebagai B.
f. Berat volume contoh uji kondisi kering udara (Bvku diperoleh dengan
mengurangkan hasil B dan A.
g. Contoh uji tersebut kemudian dikeringkan pada suhu 103 ± 2o C dalam oven
hingga berat konstan.hasil penimbangan contoh uji yang sudah konstan
dinyatakan sebagai C (Bkt).
h. Hitung berat jenis dengan rumus yang telah ditentukan.
2. Pengukuran berat jenis pada volume kering tanur

26

a. Bila bahan terbatas, bisa digunkan contoh uji untuk pengukuran berat jenis pada
kondisi kering udara. Tetapi bila bahan berlebih kerjakan berat jenis pada
kondisi kering udara dan kering tanur pada contoh uji yang berbeda.
b. Contoh uji yang sudah diberi kode dikeringkan dalam oven pada suhu 103 ± 2 o
C hingga tidak ada penambahan berat lagi. Hasilnya ditentukan sebagai Bkt.
c. Siapkan parafin cair dan celupkan contoh uji hingga menutupi seluruh
permukaan.
d. Siapkan gelas plastik berisi air kemudian ditimbang. Hasil penimbangan
ditetapkan sebagi A.
e. Contoh uji dimasukkan ke dalam gelas plastik hingga terendam semuanya
menggunakan bantuan jarum. Usahakan contoh uji terendam air dan tidak
menyentuh dinding gelas plastik. Untuk mendapatkan hasil timbangan yang
tidak berubah-ubah gunakan statif untuk menyangga tangan.
f. Contoh uji dan gelas yang berisi air ditimbang, hasilnya dinyatakan sebagai B.
g. Berat volume contoh uji pada kondisi kering tanur (Bvkt) diperolehh dengan
mengurangkan hasil A dan B.
h. Hitung berat jenis dengan rumus yang telah ditentukan.
i. Berat jenis kayu dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
BJvb=

Bkt
Bvb

Keterangan:
BJvb = Berat jenis berdasarkan volume basah
Bkt
= Berat contoh uji kering tanur
Bkb = Berat volume contoh uji basah

27

3. Kerapatan pada volume kering udara
a. Contoh uji 1b yang mencapai berat konstan dinyatakan disimpang diruan
konstan/ruang dengan kondisi kering udara sampai titik tidak ada penambahan
berat dan konstan.
b. Setelah contoh uji mencapai berat konstan (Mn), ukur dimensi/volume (panjang
x lebar x tebal) contoh uji (Vn) lalu dihitung menggunakan rumus kerapatan
kering udara sebagai berikut:
ρn=

Mn g
(
)
V n cm3

Keterangan:
ρn
= Kerapatan kayu normal (g/cm3)
Mn = Massa kayu normal (g)
Vn = Volume kayu normal (cm3)
4. Kerapatan pada volume karing tanur
a. Contoh uji yang telah mencapai berat konstan pada kerapatan kering udara lalu
dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 103 ± 2o C hingga tidak ada
penambahan berat lagi/konstan (Mo).
b. Contoh uji dimasukan dalam desikator selam kurang lebih 15 menit kemudian
ditimbang.
c. Contoh uji diukur dimensi/volume (panjang x lebar x tebal) pada keadaan
kering tanur (Vo).
d. Masukan data hasil pengamatan ke dalam rumus kerapatan kering tanur sebagai
berikut:

28

ρo =

Mo g
(
)
V o cm3

Keterangan:
ρo
= Kerapatan kayu kering tanur (g/cm3)
Mo = Massa kayu kering tanur (g)
Vo = Volume kayu kering tanur (cm3)
3)

Pengujian perubahan dimensi kayu (penyusutan dan pengembangan)
Cara

kerja

pengukuran

perubahan

dimensi

kayu

(penyusutan

dan

pengembangan) dilakukan dengan cara seperti yang dijabarkan di bawah ini:
1. Penyusutan kayu
a. Contoh uji diberi kode dan tanda terlebih dahulu menggunkan pensil atau
bolpoint yang tidak luntur bila terkena air pada arah longitudinal, radial, dan
tangensial, agar pada saat mengukuran penyusutan, letaknya tidak berubah.
b. Contoh uji direndam sesuai dengan perlakuan yang dibuat. Perendaman dingin
dan panas untuk contoh uji dilakukan perlakuan yang dibuat. Jumlah contoh uji
untuk masing-masing perlakuan berjumlah 3 buah. Adapun perlakuan sesuai
dengan pembagian kelompok sebagai berikut:
Kelompok 1- 3 : selama 1jam, 2 jam, 3 jam
Kelompok 4 -6 : selama 4 jam, 5 jam, 6 jam
Kelompok 7 – 10 : selama 7 jam, 8 jam, 9 jam
c. Contoh uji diangkat hingga air tidak menetes lagi. Dimensi contoh uji diukur,
nyatakan sebagai sebagai Dlb, Drb dan Dtb.

29

d. Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 103 ± 2 o C hingga beratnya
konstan. Gunakan desikator untuk mendinginkan suhu sampel.
e. Berat konstan dicapai jika perbedaan antara dua pengukuran terakhir tidak lebih
dari 0,1%, selisih antara dua pengukuran selama 2 jam. Setelah jonstan, ukurlah
ketiga dimensi dan nyatakan sebagai Dlk, Drk dan Dtk.
f. Hitung besarnya penyusutan kayu pada ke tiga arah menggunakan rumus yang
telah ditentukan dalam satuan persen.
g. Penyusutan kayu pada keriga arah pengukuran ditentukan dengan rumus
sebagai berikut ini:
Penyusutan arah longitudinal

=

Penyusutan arah radial

=

Penyusutan arah tangensial

=

Dlb−Dlk
× 100
Dlb
Drb−Drk
×100
Drb
Dtb−Dtk
× 100
Dtb

Keterangan:
Dlb = Dimensi kayu arah longitudinal pada kondisi basah
Drb = Dimensi kayu arah radial pada kondisi basah
Dtb = Dimensi kayu arah tangensial pada kondisi basah
Dlk = Dimensi kayu arah longitudinal pada kondisi kering tanur
Drk = Dimensi kayu arah radial pada kondisi kering tanur
Dtk = Dimensi kayu arah tangensial pada kondisi kering tanur
2. Pengembangan Kayu
a. Gunakan hasil pengukuran nilai Dlk, Drk dan Dtk.
b. Contoh uji hasil pengukuran penyusutan tersebut letakkan dalam ruang kurang
lebih 10 hari. Contoh uji dimasukan dalam bak, tetapi hanya satu bidang
penampang melintang saja yang menyentuh air, sehingga air meresap melalui

30

penampang ini sementara udara akan meninggalkan kayu melalui penampang
melintang bagian atas. Setelah penampang melintang bagian atas basah, contoh
uji dibenamkan ke dalam air sampai pengembangan meksimum tercpai.
Penyimpanan contoh uji dalam air paling panyak 14 hari.
c. Pengembangan maksimum tercapai jika perbedaan dimensi antara duan
pengukuran terakhir tidak lebih dari 0,01 mm. Jarak waktu antara dua
pengukuran terakhir harus 24 jam untuk contoh uji kecil.
d. Angkat dan tiriskan contoh uji hingga tidak ada lagi air yang menetes. Segara
ukur dimensi contoh uji, dinyatakan sebagai Dlb, Drb dan Dtb.
e. Hitung besarnya pengembangan kayu pada ke tiga arah menggaunakan rumus
yang telah ditentukan dalam satuan persen, seperti pada rumus di bawah ini:
Pengembangan arah longitudinal

=

Pengembangan arah radial

=

Pengembangan arah tangensial

=

Dlb−Dlk
× 100
Dlk
Drb−Drk
×100
Drk
Dtb−Dtk
× 100
Dtk

Keterangan:
Dlb = Dimensi kayu arah longitudinal pada kondisi basah
Drb = Dimensi kayu arah radial pada kondisi basah
Dtb = Dimensi kayu arah tangensial pada kondisi basah
Dlk = Dimensi kayu arah longitudinal pada kondisi kering tanur
Drk = Dimensi kayu arah radial pada kondisi kering tanur
Dtk = Dimensi kayu arah tangensial pada kondisi kering tanur
4)

Pengujian kandungan kimia kayu (Kandungan Ekstraktif kayu)
Cara kerja pengukuran kandungan kimia kayu (kandungan ekstraktif kayu)

dilakukan dengan cara seperti yang dijabarkan di bawah ini:

31

1. Kadar air kayu (serbuk)
a. Cucilah 2 botol timbang dan keringkan dalam oven, setelahitu ditimbang (a).
Waktu mengeringkan, botol harus terbuka dan ditutup kembali waktu
mengeluarkan dari oven.
b. Masukan 2 gram serbuk kayu ke dalam botol (b) dan berat botol sekarang
adalah penjumlahan a dan b.
c. Keringkan dalam oven selama ± 2 jam, setelah itu keluarkan gelas piala dan
masukan dalam desikator. Setelah ± 15 menit timbang sampel. Pekerjaan ini
diulangi berkali-kali hingga berat serbuk kayu konstan.
d. Hitunglah kadar air serbuk kayu sama sepertipada sifat fisika kayu dan rata-rata
dataini dipakai sebagai kadar air contoh uji pada percobaan-percobaan
selanjutnya.
2. Kadar ekstraktif larut air panas
a. Timbanglah berat cawan saring/kertas saring dan serbuk kayu sebanyak 2 gram
(ulangan pertama).
b. Cernakan serbuk kayu dengan 100 ml aquades dalam sebuah gelas erlenmeyer
300 ml.
c. Isi pemanas air dengan air biasa. Masukan gelas erlenmeyer (point 2) dalam
pemenas air dan usahakan agas permukaan air lebih tinggi dari peumukaan
gelas erlenmeyer. Atur suhu pada 100o C.
d. Setelah dipanaskan selama 3 jam, isi gelas erlenmeyer dipindahkan ke dalam
cawan saring atau disaring menggunakan kertas saring (point 1).

32

e. Cucilah serbuk kayu dalam cawan saring atau kertas saring dengan air panas
san keringkan dalam oven hingga beratnya konstan.
f. Hitunglah kandungan ekstraktif larut air panas mennggunakan metode ASTM D
1110 – 56 (1968) dengan rumus sebagai berikut:
KE=1−

Bkt . (1+ KA )
×100
Bb

Keterangan:
Bkt = Berat kering tanur serbuk kayu setelah ekstraksi
KA = Kadar air serbuk kayu
Bb = Berat serbuk mula-mula
3. Kadar ekstraktif larut air dingin
a. Timbanglah berat cawan saring/kertas saring dan serbuk kayu sebanyak 2 gram.
b. Masukkan serbuk kayu tersebut ke dalam gelas piala 400 ml dan tambahkan
aquades sebanyak 300 ml.
c. Biarkan campuran tersebut mencerna (digest) selama 48 jam dalam suhu kamar
dengan setiap kali diaduk.
d. Pindahkan campuran tersebut ke dalam cawan saring atau kertas saring pada
corong. Cucilah serbuk kayu dalam cawan saring atau kertas saring pada
aquades dingin dan keringkan dalam oven hingga beratnya konstan.
e. Hitunglah berkurangnya kandungan ekstraktif larut air dingin menggunakan
rumus yang sama seperti kandungan ekstraktif larut air panas.
3.4

Analisis Data

33

Analisis data yang digunakan terhadap data hasil praktikum ini adalah pola
metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dan dilakukan sebanyak 3 kali
ulangan dengan 2 perlakuan perendaman dingin (D) dan perendaman panas (P)
berdasarkan pada 3 waktu perendaman yang berbeda (Dingin = D1 ; D2 ; D3 dan
Panas = P1 ; P2 ; P3).
Model linier aditif pola metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial
menurut Mattjik (2002) adalah sebagai berikut:
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Dimana:
Yijk = Nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i (i = 1, 2.....A) faktor B taraf ke-j (j
μ
αi
βj
αβij
εijk

= 1, 2.....B) dan ulangan ke-k (k = 1, 2.....r).
Komponen aditif dari rataan.
Pengaruh utama faktor A.
Pengaruh utama faktor B.
Komponen interaksi dari faktor A dan faktor B
Pengaruh acak yang menyebar normal atau pengaruh galat dari satuan

=
=
=
=
=

percobaan ke-k.
Sedangkan rumus perhitungan yang digunakan dalam menentukan Analisis
Varian (ANOVA) atau Analisis Sidik Ragam adalah sebagai berikut:
 FK

=

Y2
a .b . r

 JKT

=

∑ ∑ ∑ Y 2ijk−FK

a

b

Y ij …
r

2

 JKP

=



 JKAB

=

JKP−JKA−JKB

 JKG

=

JKT −JKP

c

i=1 j=1 k=1

Y

2

 JKA

=

∑ b i.r…

 JKB

=



Y j…
a. r

2

34

Model dari Analisis Varian (ANOVA) yang digunakan pada pola metode
Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial pada analisis data praktikum ini dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Analisis Varian (ANOVA)
Sumber
Keragaman

Derajat
Bebas (DB)

Perlakuan
Faktor A
Faktor B
Interaksi AB
Galat
Total

a.b – 1
a–1
b–1
(a – 1).(b – 1)
a.b.(r – 1)
r.a.b – 1

Jumlah
Kuadrat
(JK)
JKP
JKA
JKB
JKAB
JKG
JKT

Kuadrat
Tengah
(JK)
KTP
KTA
KTB
KTAB
KTG

F tabel
F hitung
KTP/KTG
KTA/KTG
KTB/KTG
KTAB/KTG

Keterangan:
** = Berpengaruh sangat nyata (Pada taraf nyata 1%)
*
= Berpengaruh nyata (Pada taraf nyat 5%)
tn = Tidak berpengaruh nyata (Pada taraf nyata 1% dan 5%)

5%

1%

35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data hasil praktikum pengujian Kayu Benuas (Shorea laevis Ridl.)
diketahaui sifat-sifat dasar kayu yang diuji seperti yang terjadi dalam penjelasan di
bawah ini.
IV.1 Sifat Fisika Kayu Benuas (Shorea laevis Ridl.)
Berikut ini adalah hasil pengujian tiga sifat fisika kayu benuas (Shorea laevis
Ridl.) yang dianggap mendasar yaitu kadar air kayu, berat jenis dan kerapatan kayu,
serta perubahan dimensi (penyusutan dan pengembangan). Data hasil pengujian sifatsifat dasar kayu Benuas dapat dilihat pada tabel 2. di bawah ini.
Tabel 3. Data Rata-rata Sifat Fisika Kayu Benuas (Shorea laevis Ridl.)
Sifat Fisika Kayu

Sampel
K

D1

D2

D3

P1

P2

P3

KA

16,54

16,54

16,71

16,37

15,75

16,16

15,8

BJKU

0,93

0,95

0,96

0,94

0,93

0,97

0,98

BJKT

0,70

0,64

0,57

0,55

0,69

0,72

0,74

Kerapatan KU

0,92

0,95

0,95

0,94

0,93

0,96

0,98

Kerapatan KT

0,87

0,91

0,92

0,90

0,89

0,92

0,94

Sifat
Fisika
Kayu

Sampel
Dimensi

K

D1

D2

D3

L

R

T

L

R

T

L

R

T

L

R

T

Penyusutan

0,58

6,07

8,60

1,48

5,96

6,72

0,41

4,49

7,53

1,33

5,97

7,31

Pengembangan

0,42

5,60

7,88

0,67

6,71

7,40

0,42

5,07

7,79

0,42

6,03

7,38

Sampel
Dimensi
Penyusutan

P1

P2

P3

L

R

T

L

R

T

L

R

T

0,50

5,76

7,23

0,41

5,60

8,72

0,58

6,10

6,67

36

Pengembangan

0,25

6,11

7,61

0,25

6,28

9,01

0,25

6,32

6,46

IV.1.1 Kadar Air Kayu
Kadar air kayu adalah banyaknya air yang terkandung dalam sepotong kayu
yang dinyatakan secara kuantitatif dalam persen (%) terhadap berat kering tanurnya
(dapat pula dipakai satuan terhadap berat kayu lainnya) (Kasmudjo, 2010). Berikut ini
rata-rata kadar air kayu kering udara yang diperoleh dari pengujian sampel dengan
perlakuan rendaman dingin dan panas.

Kadar Air Kayu Kering Udara
16.80
16.60
16.40
16.20
16.00
15.80
15.60
15.40
15.20

16.71
16.54

16.54
16.37
16.16
15.80

15.75

K

D1

D2

D3

P1

P2

P3

Sampel
Gambar 3. Grafik Kadar Air Kayu Kering Udara Kayu Benuas (Shorea leavis Ridl.)
Kadar air kering udara adalah keadaan kondisi kadar air kayu telah sama
dengan kadar air kondisi lingkungannya (suhu dan kelembaban). Kayu angin atau
kayu kondisi kering udara di indonesia rata-rata 10 – 18 % (Kasmudjo, 2010). Pada
gambar 3. dapat diketahui bahwa persen kadar air terendah dimiliki oleh sampel P1
(15,75 %) dan persen kadar air tertinggi dimiliki oleh sampel D2 (16,71 %).
Perbedaan hasil persen kadar air pada kayu benuas (Shorea laevis Ridl.) ini dapat

37

terjadi karena variasi kadar air bisa terjadi di dalam satu batang pohon, terutama
antara kayu teras dan kayu gubal. Akan tetapi pada kayu daun lebar umumnya
perbedaan antara kayu gubal dan kayu teras hanya memiliki perbedaan yang kecil
(Sarinah, 2015).
Nilai rata-rata yang diperoleh selanjutnya diuji dengan menggunakan analisi
varian seperti pada tabel 3.
Tabel 4. ANOVA (Analisis Sidik Ragam) Kadar Air Kayu
Sumber
Keragaman

Derajat
Bebas (DB)

Jumlah
Kuadrat (JK)

Kuadrat
Tengah (KT)

F hitung

Perlakuan

5

2,282

0,456

Faktor A

1

1,811

Faktor B

2

Interaksi AB

F Tabel
5%

1%

3,602 *

3,106

5,064

1,811

14,298 **

4,747

9,330

0,420

0,210

1,659 tn

3,885

6,927

2

0,050

0,025

0,197 tn

3,885

6,927

Galat

12

1,520

0,127

Total

17

3,802

Keterangan:

**

Berpengaruh sangat nyata (Pada taraf nyata 1%)

*

Berpengaruh nyata (Pada taraf nyata5%)

tn

Tidak berpengaruh nyata (Pada taraf nyata 1% dan 5%)

Berdasarkan hasil analisis varian pada tabel 3 kadar air kering udara pada kayu
benuas ternyata memiliki nilai F hitung berpengaruh sangat nyata pada taraf nyata 1%
terhadap Faktor A (perlakuan) dan F hitung tidak berpengaruh nyata pada Faktor B
(lama waktu perendaman). Perlakuan perendaman memiliki nilai F hitung
berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 % karena kayu bersifat higroskopis artinya
kayu mudah menyerap dan melepaskan air. Sifat ini diakibatkan oleh kelompok
hidroksil yang ada di dalam selulosa maupun hemiselulosa kayu yang menarik

38

molekul air melalui ikatan hidrogen. Selain itu, juga tergantung dari temperatur,
kelembaban atmosfir, dan jumlah air yang ada di daiam kayu (Sarinah, 2015).
IV.1.2 Berat Jenis dan Kerapatan
a)

Berat jenis
Berat jenis kayu merupakan suatu sifat yang penting karena banyak sifat

mekanika sangat berhubungan dengan sifat ini. Berat jenis kayu adalah nilai
perbandingan berat suatu kayu terhadap volume air (akuades) yang sama dengan kayu
tersebut (Kasmudjo, 2010). Berat jenis kayu benuas yang diuji pada praltikum ini
adalah berat jenis kering udara dan berat jenis kering tanut. Rata-rata berat jenis kayu
benuas dapat dilihat pada gambar 4.

Berat Jenis
1.2
1 0.93
0.8

0.7

0.95
0.64

0.6

0.96

0.94

0.93
0.69

0.57

0.97
0.72

0.98
0.74

BJKU
BJKT

0.55

0.4
0.2
0

K

D1

D2

D3

P1

P2

P3

Sampel
Gambar 4. Grafik Nilai Rata-rata Berat Jenis Kayu Benuas (Shorea laevis Ridl.)
Dari gambar 4 grafik nilai rata-rata berat jenis kayu benuas tertinggi pada berat
jenis kering udara adalah pada sampel P3 sebesar (0,98) dan nilai berat jenis kering
udara terendah dimiliki oleh sampel K sebesar (0,93). Nilai rata-rata berat jenis

39

kering udara selanjut nya diuji menggunakan analisis varian seperti pada tabel 4
berikut.

Tabel 5. ANOVA (Analisis Sidik Ragam) Berat Jenis Kayu Kring Udara
Sumber
Keragaman

Derajat
Bebas (DB)

Jumlah
Kuadrat (JK)

Kuadrat
Tengah (KT)

F hitung

Perlakuan

5

0,010

0,002

Faktor A

1

0,0005

0,0005

Faktor B

2

0,002

0,001

Interaksi AB

2

0,010

0,005

Galat

12

0,029

0,002

Total

17

0,039

Keterangan:

tn

F Tabel
5%

1%

0,832 tn

3,106

5,064

0,190 tn

4,747

9,330

0,415

tn

3,885

6,927

2,081

tn

3,885

6,927

Tidak berpengaruh (Pada taraf nyata 1% dan 5%)

Hasil analisis varian menuntukan bahwa Faktor A (perlakuan perendaman) dan
Faktor B (lama waktu perendaman) tidak berpengaruh nyata pada taraf 1% dan 5% .
Hal ini terjadi karena berat je