Pemanfaatan Argumen Informal Dalam Keran

Pemanfaatan Argumen Informal Dalam Kerangka Pendekatan Saintifik Untuk
Membantu Siswa SMA Melakukan Transisi ke Bukti Formal

Oleh
Hasan Hamid (hasan.hamid66@gmail.com)

Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Khairun
(Sub Tema: Strategi Pembelajaran Dalam Pelaksanaan Kurikulum 2013)
Abstrak

Memahami dan mengkonstruksi bukti dari suatu lemma, teorema, akibat dan proposisi
adalah salah satu pekerjaan yang sangat sulit, yang selalu dirasakan oleh siswa,
mahasiswa maupun para matematikawan. Kesulitan ini pula yang sering dirasakan oleh
para siswa dalam memahami bukti maupun mengkonstruksi bukti pada materi yang
memerlukan proses pembuktian, untuk itu maka perlu dilakukan strategi dalam
melakukan suatu pembuktian dengan memanfaatkan argumen informal yang didisain
sesuai dengan kerangka pembuktian yang logis. Pemanfaatan informal argumen yang
terdisain secara logis diharapkan menjadi transisi ke bukti formal, sehingga bisa
membantu siswa dalam memahami bukti dan mengkonstruksi bukti. Disamping strategi
yang didisain, maka pendekatan saintifik dalam pembelajaran memahami bukti dan
mengkonstruksi bukti sangatlah dibutuhkan.

Kata Kunci: Argumen informal, bukti formal, transisi ke bukti formal, pendekatan
saintifik.

A.

Pandahuluan
Griffiths (dalam Weber, 2003) menyatakan bahwa bukti matematik adalah

suatu cara berpikir formal dan logis yang dimulai dengan aksioma dan bergerak
maju melalui langkah-langkah logis sampai pada suatu kesimpulan. Yang
dimaksud logis di sini, adalah semua langkah pada setiap argumen harus
dijustikasi oleh langkah sebelumnya. Menurut Healy dan Hoyles (Chen & Lin,
2009), bukti dalam matematika adalah jantung pemikiran matematika dan
penalaran deduktif. Sedangkan menurut (Yuanqian Chen, 2008) bukti adalah
langkah-demi-langkah yang mendemonstrasikan suatu pernyataan yang valid,
Selden dan Selden (Lee & Smith, 2009) menegaskan bahwa bukti dapat dianggap
sebagai bentuk khusus dari argumentasi di mana logika deduktif bertindak sebagai
penjamin norma pernyataan matematika. Selanjutnya Mariotti (Samparadja, H,

Makalah ini akan disampaikan pada Temu Ilmiah Guru Nasional tgl. 29 Nopember 2014 di UT Jakarta


1

2014) mendefinisikan bukti sebagai rangkaian implikasi logis yang menghasilkan
validasi teoritis dari suatu pernyataan. Bukti menurut Educational Development
Center (2003) adalah suatu argumentasi logis yang menetapkan kebenaran suatu

pernyataan. Menurut Hoyles (Armawa 2006), Kegiatan pembuktian dalam
matematika berperan sebagai metode uji untuk pengetahuan matematika yang
terpercaya, yang berbeda dengan metode induktif yang diterapkan dalam bidang
ilmu pengetahuan alam.
Untuk memahami bukti sangatlah terkait dengan gaya bahasa yang
digunakan dalam pembuktian, apabila tidak memahami gaya bahasa yang terdapat
dalam pembuktian akan menyulitkan peserta didik dalam pembuktian. Memahami
bukti dapat diartikan memahami bagaimana sistematika bukti itu dikemukakan,
dan dapat mengungkapkan kembali bukti tersebut dengan pemahaman dan gaya
bahasa peserta didik. Ketidakmampuan memahami bukti ini terlihat ketika mereka
harus mengkonstruksi bukti sebuah pernyataan atau teorema matematika dengan
pemahaman dan gaya bahasa mereka sendiri. Walaupun dalam contoh-contoh
pembuktian dari pernyataan dan sifat-sifat pada beberapa materi matematika di

kelas XI kelompok matematika peminatan telah diperkenalkan pembuktian, dan
ini sejalan dengan kompetensi dasar 3.12 dalam KI 3 dan kompetensi dasar 4.9
dalam KI 4 (Permendikbud No.59 Tahun 2014), namun penyederhanaan dalam
mengkonstruksi langkah-langkah pembuktian belum terlihat penjelasan dari setiap
premis-premis yang dipilih, inilah yang akan menyulitkan siswa memahami dan
mengkonstruksi kembali bukti tersebut.
Secara eksplisit disadari bahwa masalah pembuktian ini masih belum
banyak mendapatkan perhatian dalam pembelajaran di sekolah menengah atas
(SMA). Menurut Maya dan Sumarmo (2009) pembelajaran di sekolah menengah
masih lebih menekankan pada bagaimana memahami suatu konsep, menerapkan
konsep tersebut dalam contoh, dan kemudian mengerjakan soal latihan yang
berkaitan dengan konsep tersebut, yang tidak jauh dari contoh soal yang sudah
diberikan. Dengan kata lain bahwa peserta didik masih terbiasa menganalogikan
soal latihan dengan contoh soal yang sudah diberikan sebelumnya. Penganalogian

Makalah ini akan disampaikan pada Temu Ilmiah Guru Nasional tgl. 29 Nopember 2014 di UT Jakarta

2

ini mengakibatkan peserta didik menjadi kesulitan mengerjakan soal latihan yang

berbeda dari contoh soal apalagi soal-soal menyangkut pembuktian. Untuk itu
maka perlu dipikirkan strategi lain yang dapat memberikan kemudahan kepada
peserta didik, strategi tersebut diantaranya pemotongan (chunking ) dengan
pengkategorian/pengkodean dan alasan baik itu berupa pernyataan atau teorema
dalam melakukan pembuktian, pemotongan (chunking) ini bisa diasumsikan
sebagai argumen informal menuju bukti formal, inilah salah satu langkah agar
peserta didik mampu memahami bukti dan mengkonstruksi bukti yang diinginkan.
Kemampuan pembuktian matematika telah ditegaskan oleh Sumarmo
(2011) terbagi dua yakni: (1) Kemampuan membaca bukti yaitu kemampuan
menemukan kebenaran atau kesalahan dari suatu pembuktian serta kemampuan
memberikan alasan setiap langkah dalam pembuktian. (2) kemampuan
mengkontruksi bukti yakni kemampuan menyusun suatu bukti pernyataan
matematik berdasarkan definisi, prinsip, dan teorema serta menuliskannya dalam
bentuk pembuktian lengkap (pembuktian langsung atau tidak langsung). Hal ini
juga terkait dengan indikator kemampuan pembuktian, Sumarmo (2011)
menjelaskan bahwa kemampuan pembuktian dalam matematika meliputi: (1)
mengidentifikasi premis bersama implikasinya dan kondisi yang mendukung, (2)
memvalidasi bukti, yakni mengorganisasikan

dan memanipulasi fakta untuk


menunjukkan kebenaran suatu statement bukti, dan (3) membuat koneksi antara
fakta dengan unsur dari konklusi yang akan dibuktikan.
B.

Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Matematika
Dalam panduan pembelajaran berbasis kompetensi mata pelajaran

matematika kurikulum 2013 ditegaskan bahwa: Model pembelajaran yang
diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya kecakapan berpikir
sains, terkembangkannya “sense of inquiry” dan kemampuan berpikir kreatif
siswa (Alfred De Vito, 1989). Model ini lebih menekankan pada bagaimana
peserta didik dilibatkan secara aktif memperoleh pengetahuan, dan dipandang
sebagai subjek belajar sedangkan guru hanyalah sebagai fasilitator, sehingga
peserta didik diarahkan untuk menemukan sendiri berbagai fakta, membangun

Makalah ini akan disampaikan pada Temu Ilmiah Guru Nasional tgl. 29 Nopember 2014 di UT Jakarta

3


konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk kehidupannya. Proses
pencarian pengetahuan yang berkenaan dengan materi pelajaran matematika inilah
yang perlu dilatih sebagai suatu aktivitas proses sains sebagaimana dilakukan oleh
para ilmuwan (scientist).
Dijelaskan juga bahwa fokus proses pembelajaran diarahkan pada
pengembangan keterampilan siswa dalam

memproseskan pengetahuan,

menemukan dan mengembangkan sendiri fakta, konsep, dan nilai-nilai yang
diperlukan (Semiawan: 1992). Hal ini sejalan dengan konsep pembelajaran
berbasis keterampilan proses sains yang dikemukaka oleh (Houston, 1988) bahwa
pembelajaran berbasis keterampilan proses sains yang lebih menekankan pada
kemampuan peserta didik dalam menemukan sendiri (discover ) pengetahuan yang
didasarkan atas pengalaman belajar, hukum-hukum, prinsip-prinsip dan
generalisasi, sehingga lebih memberikan kesempatan bagi berkembangnya
keterampilan berpikir tingkat tinggi.
C.

Pemanfaatan Argumen Informal dalam Mengkonstruksi Bukti

Formal
Matematika sebagai ilmu pengetahuan dengan penalaran deduktif

mengandalkan logika dalam meyakinkan akan kebenaran suatu pernyataan. Faktor
intuisi dan pola berpikir induktif banyak berperan pada proses awal dalam
merumuskan suatu konjektur (conjecture) yaitu dugaan awal dalam matematika.
Proses penemuan dalam matematika dimulai dengan pencarian pola dan struktur,
contoh kasus dan objek matematika lainnya. Selanjutnya, semua informasi dan
fakta yang terkumpul secara individual ini dibangun suatu koherensi untuk
kemudian disusun suatu konjektur. Setelah konjektur dapat dibuktikan
kebenarannya atau ketidakbenaranya maka selanjutnya ia menjadi suatu teorema.
Pernyataan-pernyataan matematika seperti definisi, teorema dan pernyataan
lainnya pada umumnya berbentuk kalimat logika, dapat berupa implikasi,
biimplikasi, negasi, atau berupa kalimat berkuantor. Operator logika seperti and,
or, not, xor juga sering termuat dalam suatu pernyataan matematika.

Makalah ini akan disampaikan pada Temu Ilmiah Guru Nasional tgl. 29 Nopember 2014 di UT Jakarta

4


Penelitian tentang kemampuan pembuktian seperti Garuti et al, 1996;
Raman, 2003; Weber & Alcock, 2004 (Zhen, Pablo & Weber, 2013)
menganjurkan bahwa untuk menuliskan bukti formal secara ketat (rigorous),
setidaknya didasarkan pada argumen informal, meskipun tidak valid untuk
menyimpulkan sifat-sifat tentang konsep dengan pemeriksaan contoh tunggal
atau diagram konsep, wawasan yang diperoleh dari mempelajari diagram atau
contoh dapat menyarankan sifat yang mungkin benar dan berguna untuk
membangun bukti yang sah.
Dalam beberapa tahun terakhir, literatur tentang pendidikan matematika
telah bergerak/memulai untuk merekomendasikan bahwa bukti-bukti dasar dari
siswa dijadikan penjelasan informal dan telah mulai menganalisis jenis argumen
informal yang siswa dapat dan tidak dapat memformalkan ke bukti-bukti formal,
misalnya, Alcock & Weber, 2010; Pedemonte, 2007; Pedemonte & Reid, 2011
((Zhen, Pablo & Weber, 2013).
Dalam logika dan filsafat, argumen adalah suatu usaha untuk membujuk
seseorang dari sesuatu, dengan memberikan alasan untuk menerima kesimpulan
tertentu sebagai bukti. Argumen merupakan serangkaian pernyataan yang
mempunyai ungkapan pernyataan penarikan kesimpulan (Anonim). Dalam
argumen terdapat kata-kata seperti: Jadi, maka, oleh karena itu, dsb. Argumenter
diri dari pernyataan yang terbagi atas 2 kelompok, yaitu; Pernyataan sebelum kata

“jadi” yang disebut premis dan kelompok lain yang terdiri atas satu pernyataan
yang disebut konklusi.
Menurut Stylianides (Zhen, Pablo & Weber, 2013) bahwa argumen harus
memenuhi tiga standar untuk memenuhi syarat sebagai bukti yakni (i) penggunaan
inferensi yang berlaku, (ii) harus didasarkan pada fakta-fakta yang adalah benar
dan dapat diterima, dan (iii) menggunakan representasi yang sesuai, baik untuk
yang mengamati bukti dan komunitas matematika yang lebih luas.
Argumen informal sebagaimana dipelajari dalam logika formal, disajikan
dalam bahasa sehari dan dimaksudkan untuk wacana sehari-hari. Sebaliknya,

Makalah ini akan disampaikan pada Temu Ilmiah Guru Nasional tgl. 29 Nopember 2014 di UT Jakarta

5

argumen formal dipelajari dalam logika formal (sering disebut logika simbolik,
atau logika matematika) dan disajikan dalam bahasa formal.
Menurut Aberdein (2008) logika informal berkaitan dengan semua aspek
inferensi, termasuk yang tidak dapat ditangkap oleh bentuk logis. Selanjutnya
dijelaskan oleh Van Bendegem dan Van Kerkhove (2008) yakni bahwa
matematika memang sekitar bukti formal, tetapi argumen informal tetap dapat

berperan di dalamnya. Induktif, probabilistik, komputerisasi, visual, intuitif,
analogis atau model penalaran metafora adalah salah satu kandidat.
Selanjutnya akan dikemukakan konsep pengkategorian pemotongan
(chunking), potongan bisa merujuk ke kalimat, kelompok kata, atau bahkan satu
kata, tapi selalu mengacu pada unit yang berarti dalam bukti, proses pemotongan
(chunking) pembuktian ini diadopsi Milos Savic (2012) yakni:
Inferensi Informal (II) adalah kategori yang mengacu pada sepotong bukti yang
tergantung pada penalaran akal sehat. Sementara kesimpulan resmi tidak
mencerminkan sebuah contoh logika, ketika seseorang tergantung pada akal sehat,
kita melakukannya secara otomatis dan tidak membawa ke pikiran logika formal.
Misalnya, diberikan, kita dapat menyimpulkan dengan penalaran akal sehat, tanpa
perlu memanggil logika formal.
Logika formal (FL) proses pembuktian berdasarkan kerangka dari Modus
Tollens dan Hukum DeMorgan.

Definisi (DEF) mengacu pada sepotong dalam bukti yang menyerukan definisi
istilah matematika.
Asumsi (A) adalah kode untuk sepotong yang menciptakan/memperkenalkan
objek matematika atau mengasumsikan sifat dari sebuah objek dalam bukti.
Kategori ini dibagi lagi menjadi dua subkategori: "Pilihan" dan ". Hipotesis"

Asumsi (pilihan) mengacu pada pengenalan simbol untuk mewakili suatu objek
(sering tetap, tapi bisa berubah-rubah) tentang mana sesuatu akan terbukti - tapi
tidak asumsi sifat tambahan yang diberikan dalam hipotesis. Sebaliknya, Asumsi
(hipotesis) mengacu pada asumsi hipotesis dari teorema atau argumen (sifat
sering mengasumsikan suatu objek dalam bukti).

Makalah ini akan disampaikan pada Temu Ilmiah Guru Nasional tgl. 29 Nopember 2014 di UT Jakarta

6

Referensi Interior (IR) adalah kategori untuk sepotong dalam bukti yang
menggunakan sepotong sebelumnya sebagai keyakinan untuk kesimpulan.
Kategori lain yang diamati dan dihitung adalah: Aljabar (ALG) adalah kategori
untuk setiap aljabar komputasi dilakukan dalam sepotong bukti.
Sebuah potongan yang merangkum kesimpulan dari teorema atau argumen
disebut pernyataan kesimpulan (C)
Sebuah potongan yang menyatakan kesimpulan dari bukti atau argumen dengan
kontradiksi dikategorikan sebagai pernyataan kontradiksi (CONT).
Sebuah pembatas (D) adalah kata atau kelompok kata yang menandakan awal
atau akhir dari sebuah subargumen. Hal sesuai yyang disampaikan oleh Konior
(1993), yang menggambarkan pembatas (yang juga disebut delimitators) sebagai
"tanda-tanda batas beberapa segmen teks, sangat sering dimasukkan dengan cara
yang halus ke dalam matematika 'singkatan' dari teks bukti. Pembatas umum
termasuk "sekarang," "selanjutnya," "pertama," "terakhir," "kasus 1," "dalam

kasus kedua," "bagian,"  ", "", "kasus dasar" (dalam induksi bukti), dan
"dengan induksi" (dalam induksi bukti).
Referensi Exterior (ER) adalah seperti referensi interior, kecuali bahwa referensi
berasal dari luar buktinya bukan dari dalam. Potongan "menurut Teorema 6"
adalah contoh dari referensi eksterior di baris ". . . Sekarang, berdasarkan
Teorema 6,. . . . ".
Memberikan label sebuah objek baru (biasanya lebih pendek) relabeling (REL).
Maksud dari Pernyataan (Statement of intent) (SI) disediakan untuk pernyataan
kecil dalam bukti yang menunjukkan apa yang dimaksudkan di seluruh argumen.
Kesamaan bukti (SIM) adalah serangkaian yang memberikan indikasi bahwa
bagian dari bukti akan diulang dengan dasarnya argumen yang sama yang
sebelumnya diberikan di bagian lain dari bukti.

Contoh 1: Untuk sembarang segitiga ABC, dengan panjang sisi-sisi a, b, c dan 

A,  B,  C berlaku

(Matematika SMA Kelas XI/Buku

Siswa Kur. 2013, hal 181).
Bukti:

Makalah ini akan disampaikan pada Temu Ilmiah Guru Nasional tgl. 29 Nopember 2014 di UT Jakarta

7

Dalam makalah ini hanya di ambil Alternatif Penyelesaian ke-1
Perhatikan gambar berikut:

A
b

Q

C

P

c

B

a

ABC lancip, dengan padan njang sisi-sisinya adalah a, b, dan c. Garis AP
merupakan garis tinggi, dimana BC  AP dan garis CQ merupakan garis tinggi,

diman CQ  AB.

Dari ABP diperoleh,
Dari ACP diperoleh,

atau

..........................

(1)

atau

..........................

(2)

..............................................................

(3)

Dari persamaan (1) dan (2) diperoleh,
(kalikan kedua ruas dengan
Maka diperoleh,
Dari ACQ diperoleh,
Dari BCQ diperoleh,

)

atau

..........................

(4)

atau

..........................

(5)

Dari persamaan (4) dan (5) diperoleh,
(kalikan kedua ruas dengan

Maka diperoleh,

)

..............................................................

(6)

Berdasarkan persamaan (3) dan (6), maka diperoleh

Makalah ini akan disampaikan pada Temu Ilmiah Guru Nasional tgl. 29 Nopember 2014 di UT Jakarta

8

Tabel 1. Pemotongan dan Pengkodean dari bukti Contoh 1 sebagai berikut:
Potongan Bukti
Kategori
Pengkodean
Alasan
Asumsi Pilihan
AC
Memilih salah
A
satu
ABC
lancip, karena
b
pembuktian
c
Q
ini bisa jjuga
dilakukan
dengan
C
B
memilih setiga
P
lainnya
a
Definisi
DEF
Definsi sudut
Dari ABP diperoleh,
dari segitiga
atau
siku-siku ABP
Definisi
DEF
Definsi sudut
Dari ACP diperoleh,
dari segitiga
atau
siku-siku ACP
Referensi
IR
Memanfaatkan
Interior
langkah 1 dan
2
dalam
pembuktian
(kalikan kedua ruas dengan Aljabar
ALG
Melakukan
operasi aljabar
)
sesuai
yang
Maka diperoleh,
diinginkan
Definisi
DEF
Definsi sudut
Dari ACQ diperoleh,
dari segitiga
atau
siku-siku
ACQ
Definisi
DEF
Definsi sudut
Dari BCQ diperoleh,
dari segitiga
atau
siku-siku BCQ
Referensi
IR
Memanfaatkan
Interior
langkah 4 dan
5
dalam
pembuktian
(kalikan kedua ruas dengan Aljabar
ALG
Melakukan

Makalah ini akan disampaikan pada Temu Ilmiah Guru Nasional tgl. 29 Nopember 2014 di UT Jakarta

9

operasi aljabar
sesuai
yang
diinginkan

)

Maka diperoleh,
Kesimpulan

Contoh 2:

C

Merangkum
langkah ke-3
dan
ke-6
sebagai
kesimpulan
dari bukti

Diketahui setiga ABC seperti gambar di samping.

B

Buktikan bahwa
c

A

a

b

C

(Matematika SMA Kelas XI/Buku Siswa Kur. 2013, hal 193).
Penyelesaian:
Untuk bukti pada contoh 2, penulis akan menggunakan konsep pemotongan
(chunking) sebagai argumen informal.
Tabel 2. Pemotongan dan Pengkodean sebagai argumen informal untuk Contoh
2 sebagai berikut:
Potongan Bukti
Kategori
Pengkodean
Alasan
Asumsi
AC dan AP Menggunakan
B
Hipotesis dan
ABC
yang
Pilihan
telah disediakan
c
a
L
dalam
soal,
selanjutnya
menentukan
garis tinggi pada
A
C
K
ABC
b
DEF
Definsi
sudut
Dari
BAK
diperoleh, Definisi
dari
segitiga
atau
siku-siku BAK

Makalah ini akan disampaikan pada Temu Ilmiah Guru Nasional tgl. 29 Nopember 2014 di UT Jakarta

10

Dari

BCK

diperoleh, Definisi

DEF

atau
Referensi
IR dan ALG
Interior
dan
Aljabar

Dari

BAL

diperoleh, Definisi

DEF

diperoleh, Definisi

DEF

atau
Dari

CAL
atau

Referensi
IR dan ALG
Interior
dan
Aljabar

IR dan ALG
atau Referensi
Interior
dan
Aljabar

IR dan ALG
atau Referensi
Interior
dan
Aljabar

Kesimpulan

C

Definsi
sudut
dari
segitiga
siku-siku BCK
Memanfaatkan
langkah
sebelumnya dan
melakukan
operasi aljabar
sesuai
bukti
yang akan dituju
Definsi
sudut
dari
segitiga
siku-siku BAL
Definsi
sudut
dari
segitiga
siku-siku CAL
Memanfaatkan
langkah
sebelumnya dan
melakukan
operasi aljabar
sesuai
bukti
yang akan dituju
Memanfaatkan
langkah
sebelumnya dan
melakukan
operasi aljabar
sesuai
bukti
yang akan dituju
Memanfaatkan
langkah
sebelumnya dan
melakukan
operasi aljabar
sesuai
bukti
yang akan dituju
Merangkum
langkah-langkah
sebelumnya

Makalah ini akan disampaikan pada Temu Ilmiah Guru Nasional tgl. 29 Nopember 2014 di UT Jakarta

11

sebagai
kesimpulan dari
bukti

Bukti Formalnya:
Dengan memanfaatkan gambar yang ada, kita buatkan garis tinggi pada segitiga
tersebut seperti gambar berikut ini:
B
c
L

A

K
b

a

C

Langkah 1: Membuktikan

atau

Garis BK merupakan garis tinggi, dimana AC  BK dan garis AL merupakan
garis tinggi, diman BC  AL
Dari BAK diperoleh,

Dari BCK diperoleh,

atau

................................

(1)

atau

.................................

(2)

..........................................................................

(3)

Dari persamaan (1) dan (2) diperoleh,

Dari BAL diperoleh,

Dari CAL diperoleh,

atau

................................

(4)

atau

.................................

(5)

..........................................................................

(6)

Dari persamaan (1) dan (2) diperoleh,

Dari persamaan (3) dan (6) diperoleh,

Makalah ini akan disampaikan pada Temu Ilmiah Guru Nasional tgl. 29 Nopember 2014 di UT Jakarta

12

atau

Langkah 2: Membuktikan

.........................................

(7)

atau

Dengan memanfaat persamaan (3) dan (6) diperoleh,
atau

.........................................

(8)

Dari persamaan (7) dan (8) maka diperoleh,

D.

Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah sampaikan pada awal tulisan ini tentang

bukti, kemampuan pembuktian dan memahami bukti maupun mengkonstruksi
bukti, maka untuk mengatasi kesulitan peserta didik dalam memahami bukti dan
mengkonstruksi bukti perlu dilakukan suatu strategi khusus untuk membantu
mereka, strategi yang ditawarkan ini bukan satu-satu cara untuk meningkatkan
kemampuan pembuktian, keaktifan dan keseriusan peserta didik dalam belajar
pembuktian itulah yang diperlukan dalam mengembangkan kemampuan
pembuktiannya. Strategi yang ditawarkan ini yakni memanfaatkan konsep
pemotongan (chunking) dan pengkodean sebagai sebuah argumen informal ini
masih perlu dilakukan telaah yang dalam sehingga bisa menghasilkan suatu model
chunking yang lebih baik lagi.

E.

Referensi

Aberdein (2008). Mathematics and Argumentation. Kluwer Academic Publishers.
Printed
in
the
Netherlands.
[Online].
Tersedia:
https://fit.academia.edu/AndrewAberdein . [Diakses 20 Agustus 2014].
Arnawa, I.M. (2006). Meningkatkan Kemampuan Pembuktian Mahasiswa Dalam
Aljabar Abstrak melalui Pembelajaran Berdasarkan Teori APOS. Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Disertasi Doktor
pada SPs UPI Bandung. (Tidak Diterbitkan).
Kemendikbud (2013). Pembelajaran Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran
Matematika (Peminatan). Jakarta: Direktorat PSMA.

Makalah ini akan disampaikan pada Temu Ilmiah Guru Nasional tgl. 29 Nopember 2014 di UT Jakarta

13

(2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia No. 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum SMA. Jakarta.
Kusnandi (2008). Pembelajaran Dengan Strategi Induktif-Deduktif Untuk
Menumbuhkembangkan Kemampuan Membuktikan Pada Mahasiswa .
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Disertasi
Doktor pada SPs UPI Bandung. (Tidak Diterbitkan).
Maya & Sumarmo (2009). Pengembangan Kemampuan Pembuktian Matematik
Mahasiswa. Makalah Disajikan dalam Seminar Matematika dan Pendidikan
Matematika di Universitas Negeri Malang Tanggal 28 Juni 2009. [Online].
Tersedia: www.rippi-maya.dosen.stkipsiliwangi.ac.id/.../ICREM-2.... [Diakses 23
Oktober 2014].
Milos Savic (2012). Where is the Logic in Student-Constructed Proofs?” Proposal
accepted for Topic Study Group 14 (Reasoning, Proof and Proving in
Mathematics
Education),
ICME-12,
2012. [Online]. Tersedia:
www.milossavic.com/.../logic_paper_-_milos_sav... [Diakses 24 Agustus
2014].
Samparadja, H, (2014). Pengaruh Pendekatan Induktif-Deduktif Berbasis Definisi
Termodifikasi Dalam Pembelajaran Struktur Aljabar Terhadap Peningkatan
Kemampuan Pembuktian dan Disposisi Berpikir Kreatif Matematis
Mahasiswa. Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Bandung. Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung. (Tidak Diterbitkan).
Sinaga B, dkk (2014). Matematika SMA/MA/SMK/MAK Kelas XI Semester 1 .
Cetakan ke-1. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang.
Sumarmo Utari (2011). Advanced Mathematical Thinking dan Habit Of Mind
Mahasiswa . Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Bandung.
Van Bendegem & Van Kerkhove (2008). Mathematical arguments in context. Kluwer

Academic Publishers. Printed in the Netherlands. [Online]. Tersedia:
http://my.fit.edu/~aberdein/argmath/vbendevkerk_matharg.pdf. [Diakses 20
Agustus 2014].

Weber, K. (2003). Students’ Difficulties with Proof. MAA [Online]: Research
Sampler, [Online]. Tersedia: http://www.maa.org/t_and_l/rs_8.html
[Diakses 12 Oktobe 2013]
Yuanqian Chen. (2008). From Formal Proofs To Informal Proofs-Teaching Mathematical
Proofs With The Help Of Formal Proofs. International Journal of Case Method

Research & Application XX, Vol. 4, pp. 398-402.

Makalah ini akan disampaikan pada Temu Ilmiah Guru Nasional tgl. 29 Nopember 2014 di UT Jakarta

14

Zhen, Pablo & Weber, (2013). On Mathematics Majors’ Succes And Failure At
Transforming Informal Arguments Into Formal Proofs. Procceding of The
16th Annual Conference Research In Undergraduate Mathematics
Education, Vol. 2. pp. 321-326.

Makalah ini akan disampaikan pada Temu Ilmiah Guru Nasional tgl. 29 Nopember 2014 di UT Jakarta

15