Implementasi Teori Belajar Gestalt pada
Implementasi Teori Belajar Gestalt pada Proses Pembelajaran
Oleh: Titin Nur Hidayati1
Abstrak:
Salah satu aliran yang mempunyai pengaruh terhadap
praktik belajar yang dilaksanakan di sekolah adalah aliran
psikologi kognitif. Aliran ini telah memberikan konstribusi
terhadap penggunaan unsur kognitif atau mental dalam proses
belajar. Berbeda dengan pandangan aliran behavioristik yang
memandang belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik
antara stimulus dan respons, aliran kognitif memandang
kegiatan belajar bukanlah sekedar stimulus dan respons yang
bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga
melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri individu yang
sedang belajar.
Karena itu, menurut aliran kognitif, belajar adalah sebuah
proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat dan
menggunakan pengetahuan. Sehingga perilaku yang tampak
pada manusia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan
proses mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan dan lain
sebagainya.
A. PENDAHULUAN
Selama seperempat abad pertama pada abad ke-20,
pertentangan dalam psikologi akademik meninggalkan framework
asosiasi psikologi di Amerika. Strukturalisme, fungsionalisme dan
behaviorisme adalah beberapa aliran psikologi yang telah establish
dalam asosiasi psikologi pada saat itu. Beberapa aliran psikologi ini
memiliki ciri khas, yaitu mengembangkan metodologi empiris.
Namun demikian, ditengah perkembangan pesat beberapa aliran
psikologi itu terganggu oleh kedatangan doktrin Gestalt yang
mempengaruhi teori-teori belajar di Amerika. Teori baru ini menjadi
salah satu contoh teori rasionalis dalam psikologi.2
Namun demikian, sekalipun kemunculan gestalt merupakan
reaksi terhadap behaviorisme, strukturalisme yang berkembang di
1
Dosen Tetap Yayasan Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Falah AsSunniyyah Kencong Jember.
2
Ernest Ropiequet Hilgard, 1975, Theories Of Learning: The Century
Psychologi Series, Printice-Hall, Inc., and Englewood Cliffs, N.J. hal.
252.
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
Amerika, kemunculan pendatang baru ini justru di Jerman, karena
para pendirinya memang besar secara intelektual di Jerman. Secara
verbal, Gestalt berarti Pola, susunan (konfigurasi), Menyeluruh atau
bentuk pemahaman atau situasi perangsangnya. Konfigurasi atau
gestalt akan kehilangan sesuatunya kalau dipisahkan menjadi
bagian-bagian komponennya, karaena setiap situasi atau
pengalaman itu lebih dari jumlah semua bagiannya.
Hal ini memberikan pengertian singkat bahwa Gestalt
merupakan aliran yang mengembangkan paradigma pemikiran yang
berpijak pada kerangka menyeluruh dalam melihat obyek,
khususnya dalam proses belajar, Karena itu, perlu diingat bahwa
psikologi gestalt utamanya berminat pada persepsi dan proses
problem solving.3
Perbedaan
Gestalt
dengan
Behaviorisme
dan
strukturalisme bisa kita bandingkan melalui skema di bawah ini:
No
Gestalt
Behavioristik
1.
Holistik
Atomistik,
elementaristik
2.
Molar
Moleculer
3.
Subyektif
Obyektif
4.
Nativistik
Empiristik
5.
Kognitif Fenomenological
Behavioral
Sumber:
reduksionistik,
4
B. TIGA SERANGKAI PENDIRI TEORI GESTALT
3
Henry L. Boediger, J. Philippe Rushton, Elizabeth D. Capald dan Scot
G. Paris,1984, Psychology, Litle Brown and Company, Boston, Toronto,
hal. 10.
4 B.R. Hergenhann and Mettew H.Olson, 1997, An Introduction to The
Theories of Learning, New Jersey: Prantice hall. Inc. hal.
2
Titin Nur Hidayati, Implementasi Teori Belajar Gestalt
pada Proses Pembelajaran
Max Wertheimer, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka adalah
tiga serangkai pendiri Teori Gestalt. Ketiganya ternyata memiliki
akar sejarah yang sama sampai akhirnya mampu menyatukan
gagasan sehingga menjadi sebuah gerakan yang kemudian
disebutnya Gestalt. Namun demikian , Max Wertheimer diakui
sebagai pemimpin yang paling terkenal, sementara Koffka dan
Kohler
adalah
yang
paling
bertanggung
jawab
dalam
mempopulerkan gerakan Gestalt melalui tulisan-tulisannya. Karena
kedekatan di antara ketiganya, sampai-sampai gagasan dan teoriteori koffka, Kohler dan Wertheimer hampir tidak bisa dipisahkan
dari kehidupan mereka bertiga. Ketiganya adalah sarjana dari
Universitas Berlin. Karena itu mereka menjadi terkenal sebagai
”Kelompok Berlin”. Max Wertheimer yang meneliti persepsi yang
terintregasi dalam gerak, Wolfgang Kohler yang meneliti tentang
insight pada simpanse dan Kurt Koffka yang menguraikan secara
rinci mengenai hukum-hukum persepsi. Mereka tidak hanya
bekerja bersama, bahkan mereka menyatukan keyakinan dalam
melakukan perlawanan terhadap behaviorisme. Hal ini bukanlah
kebetulan bahwa buku Kohler pada tahun 1929, Gestalt Psychology,
didedikasikan untuk Wertheimer, dan buku Koffka tahun 1935,
Principles of Gestalt Psychology, melahirkan persembahan, ”Untuk
Wolfgang Kohler dan Max Wertheimer sebagai terima kasih untuk
Persahabatan dan Inspirasinya.”5
1. Max Wertheimer (1880-1943)
Max Wertheimer lebih tua 12 tahun dari Kohler dan
Koffka. Ia dilahirkan di Prague pada tanggal 15 April 1880 dan
wafat pada tanggal 12 Oktober 1943 di New York. Max
Wertheimer dianggap sebagai pendiri psikologi Gestalt
bersama-sama dengan Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Max
mempelajari ilmu hukum selama beberapa tahun sebelum
akhirnya dia mendapatkan gelar Ph.D pada tahun 1904 di
bidang psikologi. Dia kemudian diangkat menjadi professor dan
sempat bekerja di beberapa universitas di Jerman sebelum
hijrah ke Amerika Serikat karena terjadi perang di benua Eropa
pada tahun 1934. Di Amerika ia bekerja di New School for
Research di New York city sampai akhirnya meninggal tahun
1934.6
Guy R. Lefrancois, 1995, Theories of Human Learning. Kros’s Report.
Book/Cole Publising Company, hal. 171
6 http/www.google.co.id/file/e-Psycology/diakses tanggal 25 September
2007
5
3
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
Dalam perjalanan liburan di awal karirnya sambil naik
kereta api Wertheimer melihat sinar berkedip-kedip (hidup dan
mati) dengan jarak tertentu, sinar itu memberi kesan sebagai
satu sinar yang bergerak datang dan pergi tidak putus-putus.
Dari kejadian tersebut Wertheimer memperoleh gagasan untuk
satu eksperimen yang paling penting darinya ia mulai
mengerjakan teka-teki yang menjadi titik awal memunculkan
serangkaian khayalan-khayalan gerakannya . jika mata melihat
perangsang dengan cara tertentu, akan memberikan ilusi
gerakan. Wertheimer menyebut gejala ini dengan istilah Phi
Phenomenon.7
Pada tahun 1910, ketika berusia 30 tahun, Max
memperlihatkan ketertarikannya untuk meneliti tentang
persepsi setelah ia melihat sebuah alat yang disebut
"stroboscope" (benda berbentuk kotak yang diberi alat untuk
melihat ke dalam kotak tersebut) di toko mainan anakanak. Setelah melakukan beberapa penelitian dengan alat
tersebut, dia mengembangkan teori tentang persepsi yang
sering disebut dengan teori Gestalt.8
Eksperimen Wertheimer mengenai Scheinbewegung
(gerak semu) memberikan kesimpulan, bahwa pengamatan
mengandung hal yang melebihi jumlah unsur-unsurnya. Inilah
gejala gestalt. Penelitian dalam bidang optic ini kemudian juga
dipandang berlaku (kesimpulan serta prinsip-prinsipnya) di
bidang lain, seperti misalnya di bidang belajar. Lebih jauh
eksperimen-eksperimen
Wolfgang
Kohler
(1913-1917)
memberikan kesimpulan yang berlawanan dengan teori-teori
molecular.
2. Wolfgang Kohler (1887-1967)
Kohler lahir di reval, Estonia pada 21 januari 1887. Ia
mencapai gelarPh.D dari Universitas Berlin tahun 1909, dan
selanjutnya bersama Koffka, bekerja dengan Werheimer di
Frankfurt academi sebagai asisten. Sejas tahun 1913 sampai
tahu 1920 dia menjadi direktur di Anthropologi Station di
Pulau Tenerife yang berlokasi dipulau Canary. Selama Perang
Dunia I, ia menghabiskan selama 4 tahun di pulau tersebut. Di
pulau inilah ia mempelajari perilaku kera dan ayam. Hasil
investigasinya kemudian diterbitkan dalam sebuah bukunya
yang penting, The Mentality of Apes (1924). Yang memuat
tentang eksperimentasinya mengenai kera dan ayam untuk
mengetes berbagai masalah yang berkaitan dengan relajar,
Kohler menggunakan sejumlah rangkaian eksperimen, yaitu:
a) Detour Problem
7
Guy R. Lefrancois, Ibid., hal. 172
http/www.google.co.id/file/e-Psycology/diakses tanggal 25 September
2007
8
4
Titin Nur Hidayati, Implementasi Teori Belajar Gestalt
pada Proses Pembelajaran
Dalam detour Problem, binatang dapat dengan
melihat makanan sebagai tujuan. Tetapi tidak dapat
mencapai secara langsung. Ia harus putar jalan
melalui jalan samping yang lebih jauh, tidak
langsung, untuk mencapai pemecahan, sedang
simpanse relatif lebih mudah. Binatang yang lebih
tinggi tingkatannya, akan lebih cepat dalam
memecahkan problem. Proses menguasai medan
dan mengetahui hubungan lebih cepat. 9
b) Percobaan dengan simpanse
Dalam eksperimentasinya, ia menyimpulkan ada
kera yang cerdas dan ada pula kera yang bodoh.
Kera yang bodoh, nampak hanya belajar dengan
asosiasi dan pengulangan, sambil melakukan
perilaku berulang-ulang. Sebaliknya, kera yang
cerdas, menurut Kohler bisa belajar sangat banyak
seperti
apa
yang
manusia
lakukan,
bisa
mempertunjukkan
sesuatu
dan
kadangkala
memperlihatkan kemampuan proses mental yang
lebih tinggi. Kohler menggunakan dua jenis studi
untuk mempelajari prilaku problem solving kera di
dalam kandang. Terhadap dua jenis studinya, yang
pertama seekor kera harus menemukan solusi
untuk meraih seiris pisang yang diletakkan disisi
luar kandang. Dalam studinya, ada problem
”tongkat”, dan seekor kera harus menggunakan
tongkat panjang untuk mencapai seiris pisang,
dalam banyak kasus hal itu perlu untuk
menggabungkan beberapa tongkat secara bersamasama sehingga bisa mencapai pisang. Yang kedua,
ada problem ”kotak”, dalam hal ini, kera harus
memindahkan kotak itu dibawah pisang atau
menumpuk satu kotak diatas yang lain untuk
mencapai pisang. Dari eksperimen inilah kohler
menemukan catatan penting, bahwa inteligensi kera
bukan belajar dengan trial and error. Menurut
Kohler simpanse tidak kurang dari manusia yaitu
mampu memecahkan masalah sekaligus dengan
proses integrasi atau pemahaman. Pemahaman ini
yang diperlihatkan oleh simpanse barulah muncul
setelah beberapa saat mencoba memahami
masalahnya, dan pada saat itu pula muncul dengan
tiba-tiba
kejelasan,
melihat
hubunganhubungannya, antara unsur yang satu dengan yang
lain. Dan pemahaman yang serupa itu – yang
9
B.R. Hergenhann and Mettew H.Olson, Ibid., hal. 261.
5
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
3.
10
11
6
datang dengan tiba-tiba oleh Kohler disebut ”Aha
Erlebnis”. Proses pelibatan dalam serangkaian
solusi ini adalah pengetahuan (insight).10
c) Percobaan dengan Ayam
Ayam dibentuk untuk mendekati warna kertas yang
agak gelap dan tidak mendekati warna terang.
Setelah dilatih secukupnya, bila ayam diberi pilihan
untuk memilih terang dan agak gelap, ayam akan
memilih gelap (karena hasil latihan). Periode
berikutnya, bila ayam diberi pilihan untuk memilih
yang agak gelap dengan gelap, maka ayam akan
memilih mendekati gelap (tidak memilih yang agak
gelap seperti dilatihkan).11
Apabila kita berfikir secara behavioristik, ayam itu
mestinya memilih yang agak gelap sesuai dengan
latihan. Tetapi gestalt berpendapat bahwa ayam itu
menemukan prinsip mana yang lebih gelap. Dengan
demikian, bila diberi pilihan antara gelap dan gelap
sekali, maka akan memilih gelap sekali. Jadi jelas
bahwa dalam belajar itu yang terpenting adalah
menemukan prinsip, sehingga mudah terjadi
transposition ( Bila suatu prinsip belajar dalam
situasi pemecahan problem diterapkan kepada
pemecahan problem lain).
Kurt Koffka (1886-1941)
Kurt Koffka lahir di Berlin pada 18 maret 1886. Ia
studi di Berlin juga dan mencapai Ph.D dalam bidang
psikologi tahun 1909. Pada awalnya ia belajar filsafat di
Edinburgh. Dari Berlin ia pergi ke Frankfrurt dan disanalah
ia bekerja sebagai asisten di laboratorium Johannes Von Kries
dan tahun berikutnya sebagai asisten di Oswald Kulpedi di
Wurzburg awal 1910. Ia dan Kohler bekerja bersama dengan
Wertheimer selama tiga semester. Disanalah pula ia mulai
menulis yang kemudian menjadi sangat berpengaruh dalam
mempopulerkan psikologi Gestalt. Ia merupakan penulis
terkenal dari kelompok Berlin. Seperti Wertheimer dan
Kohler, Koffka menghabiskan banyak waktunya untuk
memberi kuliah di Amerika sebelum akhirnya berpindah
secara permanen pada tahun 1927. Ia mengajar di Smith
Collage dan terus menulis, salah satu buku kreatifnya adalah
’’Grown of The Mind”, sebuah buku yang sangat relevan
dengan
prinsip-prinsip
gestalt.
Tahun
1925
dia
mempublikasikan Principles of Gestalt Psycology, sistem
utama di dalam psikologi Gestalt. Dia adalah orang pertama
Ibid,, hal. 262-264
Ibid., hal. 266.
Titin Nur Hidayati, Implementasi Teori Belajar Gestalt
pada Proses Pembelajaran
yang menulis artikel dalam bahasa inggris mengenai Psikologi
Gestalt. Artikelnya: Perception: An Introduction to Gestalt
Theories.Dipublikasikan di Psychological Buletin tahun 1922.
Ia meninggal tahun 1941.12
C. POKOK-POKOK
GESTALT
TEORI
BELAJAR
MENURUT
ALIRAN
1.Pandangan Gestalt Tentang Belajar dan The Memory
Trace (Kesan Ingatan)
Menurut teori Gestalt, belajar adalah berkenaan dengan
keseluruhan individu dan timbul dari interaksinya yang matang
dengan lingkungannya. Melalui interaksi ini, kemudian
tersusunlah bentuk-bentuk persepsi, imajinasi dan pandangan
baru.
Kesemuanya,
secara
bersama-sama
membentuk
pemahaman atau wawasan (Insight), yang bekerja selama individu
melakukan
pemecahan
masalah.
Walaupun
demikian
pemahaman (insight) itu barulah berfungsi kalau ada
persepsi/tanggapan terhadap masalahnya-memahami kesulitan,
unsur-unsur dan tujuannya.
Sementara itu, dalam belajar menurut Gestaltis prinsipnya
berkaitan dengan proses berfikir (proses problem solving) dan
persepsi. Dalam hal ini terdapat empat prinsip yang
dikembangkan oleh Wertheimer dan kemudian diaplikasikan
Kohler mengenai berfikir dan persepsi. Karena Gestaltis punya
perhatian dengan aspek-aspek molar dalam belajar dan prilaku
sebagaimana stimuli dan respons, keterangan mereka tentang
belajar dan memori llebih banyak bersifat global dan tidak
spesifik seperti halnya keterangan dari behaviorist.
Secara detail, proses belajar dalam pandangan Gestalt ini
bisa kita temukan di dalam bukunya koffka, Principles of Gestalt
Psychology (1935). Persepsi adalah kemampuan manusia untuk
mengenal dan untuk memahami apa yang tidak diketahuinya.
Penerimaan sesuatu berarti bahwa manusia dapat mengingat
pengalaman-pengalaman, objek atau kejadian masa lalu. Karena
itu persepsi memerlukan proses lebih banyak dari sekedar
kemampuan melakukan reaksi terhadap sesuatu, yaitu
pemrosesan yang sungguh-sungguh untuk mengintegrasikan
sumber-sumber informasi ke dalam gambaran tunggal. Dengan
demikian, kesadaran manusia bukan untuk merespon terhadap
persoalan (objek) di dalam lingkungan dalam dasar item per item.
12
Guy R. Lefrancois, hal. 172
7
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
Akan tetapi melihat segala sesuatu dalam satu pandangan yang
utuh. 13
Seperti di contohkan dalam gambar berikut : Ada gambar
konfigurasi titik-titik yang diadopsi dari Resnick dan Ford
(1981:130).14
Pada setiap gambar diatas terdapat bundaran kosong yang
menunjukkan posisi yang berbeda sesuai dengan konteks
(organisasi perseptual). Dari gambar tersebut dapat dijelaskan
bahwa
menurut
pandangan
gestatltist
seseorang
yang
memperhatikan konfigurasi titik (bulatan) yang terdapat pada
setiap gambar (a) sampai (d) tidak hanya sebagai kumpulan titik
yang terpisah-pisah, tetapi titik itu terorganisir berdasarkan
prinsip tertentu.
Dengan demikian orang akan memahami setiap gambar itu
sebagai kumpulan titik yang secara keseluruhan membentuk.(a)
layang-layang (diamond), (b) segi empat, (c) segitiga, (d) segi
delapan. Jadi menurut pandangan psikologi gestalt dapat
disimpulkan bahwa seseorang memperoleh pengetahuan melalui
sensasi atau informasi dengan melihat strukturnya secara
menyeluruh kemudian menyusunnya kembali dalam struktur
yang lebih sederhana sehingga mudah dipahami.
Persoalan umum pandangan Gestalt diekspresikan dalam
statemen bahwa hukum-hukum atau dalil-dalil organisasi
menerapkan persepsi dan belajar secara sama-sama. Tetapi ada
problem khusus di dalam belajar dimana gestatltis menguraikan
gagasan-gagasannya.
Mereka
paling
mudah
di
dalam
mendiskusikan
memori
manusia
daripada
eksperimen
kondisioning pada binatang, sehingga hampir semua ilustrasi
yang mengikutinya, berkaitan dengan memori manusia. Problem
13
Stephen N. Elliot, Thomas R. Kratochwill, Joan Littlefield Cook, and
John F. Travers, 2000, Educational Psychology: Efective Teaching,
Effective Learning, McGraw-Hill Higher Education, Edisi International
hal. 273
14 http/www.google.co.id/file/e-Psycology/diakses tanggal 25
September 2007
8
Titin Nur Hidayati, Implementasi Teori Belajar Gestalt
pada Proses Pembelajaran
utamanya adalah bagaimana untuk menghadirkan memori yaitu
bagaimana melakukan konseptualisasi pengalaman masa lalu
kedalam masa kini. Hal ini diurai dalam sebuah teori yang
disebut teori bekas.15
Dalam teori bekas, menyatakan bahwa konsepsi Gestalt
terhadap memori adalah percaya bahwa persepsi menempel di
dalam bekas memori yang saling berhubungan. Gestatltis
menyatakan bahwa proses neural aktif selama persepsi dapat
berlangsung terus di dalam bentuk ”yang lembut” sebagai sebuah
bekas. Jadi informasi disimpan dalam bentuk yang sama, oleh
neural yang sama, sebagaimana dalam persepsi orisinal. Kohler
menggambarkan persoalan ini sebagai berikut:
Kejadian-kejadian neural cenderung untuk membentuk
secara halus kondisi jaringan dimana mereka ingat.
Perubahan seperti itu akan menyerupai banyak proses
dengan mana mereka memproduksi pola mereka dan
berkenaan dengan milik yang lain. 16
Memanggil kembali atau mengingat kembali melibatkan
pengaktifan kembali bekas
memori yang ada. Sebetulnya, ini adalah pembangkitan proses
perceptual yang sama, yaitu yang berhubungan dengan persepsi
yang orisinal. Bekas terus aktif sebagai proses aktif di dalam
sistem syaraf, tetapi juga intensitas yang cukup lambat untuk
masuk kesadaran.
Pada umumnya pandangan Gestaltis, yaitu bahwa hasilhasil belajar ada di dalam formasi bekas memori. Sifat dasar yang
pasti dari bekas itu dibiarkan tidak spesifik, dan sejumlah
karakteristik mereka adalah mendetail. Karakteristik paling
penting dari apa yang telah dipelajari, seperti perceptual,
cenderung untuk mencapai kemungkinan struktur yang paling
baik dengan memperbincangkan perihal organisasi perceptual.
Wulf (1983) mendiskripsikan kecenderungan organisasional dari
memori dengan memberi nama penyamarataan (leveling),
Penajaman (Sharpening),dan normalisasi (Normalizing). 17
Penyamarataan (leveling) adalah kecenderungan menuju
simatri atau menuju pendangan yang simpel dari kepelikan pola
perseptual. Koffka mengasumsikan bahwa proses levelling juga
dapat diterapkan pada persoalan kognitif. Sebagai contoh, kita
mengingat perasaan perjalanan di kereta api, seseorang bisa
mengingat impresi yang menyamaratakan gerakan maju (kereta
api) dan wilayah pedalaman yang meluas dengan tanpa
15
16
17
Ernest Ropiequet Hilgard, Ibid., hal.263
Ernest Ropiequet Hilgard, Ibid., hal.264
Guy R. Lefrancois, Op. Cit., hal. 175-176
9
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
pengingatan sensasi dari goyangan (kereta api) ke sisi yang satu
dan sisi yang lain.
Penajaman (Sharpening) adalah tindakan penekanan pada
ketiadaan perbedaan pola. Ini kelihatan pada satu dari
karakteristik memori manusia bahwa kualitasnya paling jelas
memberikan identitas objek yang cenderung untuk dibesarbesarkan di dalam reproduksi objek itu.
Normalisasi (normalizing) terjadi ketika objek yang
direproduksi
dimodifikasi
agar
sesuai
dengan
memori
sebelumnya. Modifikasi ini biasanya cenderung menuju
pengingatan kembali objek yang lebih banyak seperti apa objek
itu muncul.
Reproduksi berikutnya dari objek stimulus yang sama
melebihi waktu sebelum menjadi makin besarseperti sesuatu
yang umum (dan sebab itu sesuatu itu menjadi ”normal”).
Disisi lain, para gestaltis memberikan perhatian yang agak
terdistorsi dalam perlakuan konvensional terhadap belajar,
sehingga problem khusus yang ditekankan adalah bukan seleksi
secara natural bentuk problem dari sudut pandang mereka.
Beberapa problem yang menjadi perhatian Gestalt antara lain
sebagai berikut.18
1. Kecakapan (Capacity)
Karena belajar memerlukan pembedaan dan restrukturisasi
persoalan, kondisi yang lebih tinggi dari belajar sangat banyak
bergantung pada kecakapan alamiah untuk memberi reaksi
dalam kebiasaan itu. Dengan meningkatkan kecakapan untuk
organisasi perceptual atau kemampuan untuk ”memahami”
problem-problem
mengarahkan
untuk
meningkatkan
kemampuan belajar.
2. Praktek (Practice)
Memori kita adalah bekas yang dinyatakan (secara positif tanpa
bukti) dari persepsi, asosiasi sebuah produk organisasi
perceptual. Hukum perceptual juga menentukan hubungan
elemen-elemen di dalam memori. Karena itu, pengulangan
pengalaman akan membangun secara kumulatif pada
pengalaman-pengalaman yang lebih dulu hanya jika kejadian
yang kedua dianggap sebagai sesuatu keadaan pemunculan
dari pengalaman terdahulu.
3. Motivasi (Motivation)
Hukum empiris dari akibat, mengenai peran reward dan
hukuman, diterima oleh psikologi Gestalt, tetapi mereka
berbeda dari Thorndike di dalam memberi interpretasi. Mereka
percaya bahwa akibat yang datang kemudian tidak terjadi
”secara otomatis dan tanpa di sadari” untuk memperkuat
18
10
Ernest Ropiequet Hilgard, Op Cit., hal.276-277
Titin Nur Hidayati, Implementasi Teori Belajar Gestalt
pada Proses Pembelajaran
tindakan sebelumnya. Agaknya, akibat dipahami sebagai
kepunyaan tindakan sebelumnya-posisi yang juga ditekankan
oleh
Thorndike.
Motivasi
dipandang
sebagai
tempat
penempatan organisme ke dalam situasi problem: rewards dan
punishment memainkan peran untuk memperkuat atau tidak
memperkuat solusi terhadap problem yang diusahakan.
4. Pemahaman (Understanding)
Pemahaman hubungan, kesadaran hubungan antara bagianbagian dan keseluruhan, berhubungan dengan konsekuensi,
ditekankan oleh para penulis Gestal. Problem harus
diselesaikan
dengan
pantas
,
dari
sudut
pandang
bangunannya, secara organisatoris daripada mekanis, secara
bodoh atau dengan melarikan diri dari kebiasaan-kebiasaan
sebelumnya. Belajar yang penuh wawasan (pengetahuan)
adalah tugas belajar sekarang yang lebih cocok dari pada trial
ang error.
5. Transfer (Transfer)
Konsep Gestalt paling suka transfer perubahan. Pola hubungan
dipahami di situasi yang bisa diterapkan pada situasi yang lain.
Satu keuntungan dari belajar dengan pemahaman itu lebih baik
daripada dengan proses penghafalan tanpa berfikir. Sebab,
pemahaman dapat merubah jarak situasi yang lebih dalam, dan
lebih sering menyebabkan aplikasi yang salah dari belajar yang
sudah-sudah.
6. Pelupaan (forgetting)
Pelupaan dihubungkan dengan bagian perubahan di dalam
bekas. Bekas bisa tidak kelihatan melalui pengurangan secara
gradual (kemungkinan susah untuk membuktikan atau tidak),
melalui perusakan karena sebagian kacau balau, bidang yang
terstruktur sakit, atau karena asimilasi pada bekas atau proses
baru.
Terkait dengan beberapa komponen yang menjadi
perhatian Gestalt seperti diatas, maka berkaitan dengan proses
belajar, tugas seorang guru secara essensial adalah untuk
membantu subjek didik untuk melihat hubungan signifikan dan
untuk memanag instruksi sehingga ia mampu mengatur
pengalaman-pengalamannya,
menunjukkan
gambar-gambar,
meletakkan kata-kata pada papan tulis, mempresentasikan
pelajaran yang dibaca dan banyak aktivitas pengajaran lainnya,
Dalam hal ini guru memberikan dorongan situasi agar subyek
didik mampu melakukan proses belajar.19
19 Malcom Kowles, 1986, The Adult Learner A Neglected Spesies. Gulf
Publising Company Book Division, Houston, Texas, Edisi ke-3. Hal. 70
11
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
2. Hukum-hukum Pengamatan (Hukum-hukum Belajar)
Menurut Aliran Gestalt
Karena asumsi bahwa hukum-hukum atau prinsip-prinsip
yang berlaku pada proses pengamatan dapat ditransfer kepada
hal belajar, maka untuk memahami proses belajar orang perlu
memahami hukum-hukum yang menguasai proses pengamatan
itu.
Menurut aliran gestalt ada satu hukum pokok, yaitu
Hukum Pragnanz yaitu suatu prinsip yang menyatakan
kecenderungan terhadap apapun yang dipandang untuk
menerima kemungkinan kondisi yang paling baik. Hukum
pragnanz digunakan sebagai petunjuk prinsip dalam mempelajari
persepsi belajar dan ingatan. dan 3 hukum tambahan (subsider)
yang tunduk kepada hukum yang pokok itu, yaitu Hukum
Kesamaan, Hukum Kedekatan dan Hukum Ketertutupan.20 Dalam
bukunya yang berjudul "Investigation of Gestalt Theory" (1923),
Wertheimer mengemukakan hukum-hukum Gestalt sebagai
berikut:
1) Hukum Keterdekatan (law of proximity)
Dalam kita mengamati, obyek-obyek yang berdekatan satu
sama lain akan nampak sebagai satu unit persepsi.
Dengan demikian hal-hal yang saling berdekatan dalam
waktu atau tempat cenderung dianggap sebagai suatu
totalitas.
2) Hukum Ketertutupan (law of closure)
Menyatakan bahwa kita mempunyai tendensi untuk
melengkapi atau mengisi pengalaman-pengalaman yang
tidak lengkap, agar menjadi lebih berarti. Atau hal-hal
yang cenderung menutup akan membentuk kesan totalitas
tersendiri.
3) Hukum Kesamaan (law of equivalence)
Dalam kita melakukan pengamatan, maka obyek-obyek
yang mempunyai kemiripan (similarity) satu sama lain
akan diorganisir ke dalam satu persepsi. Dengan kata lain
hal-hal yang mirip satu sama lain, cenderung kita
persepsikan sebagai suatu kelompok atau suatu totalitas.
3.
Memecahkan Problem (Problem Solving), Mendapatkan
Pencerahan (Insight)
Dalam teori belajar menurut Gestalt, yang terpenting dalam
belajar adalah adanya penyesuaian pertama, yaitu memperoleh
respon yang tepat untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Belajar yang penting bukan mengulangi hal-hal yang harus
dipelajari, tetapi mengerti/memperoleh insight (pemahaman).
20 http/www.google.co.id/file/e-Psycology/diakses tanggal 25
September 2007
12
Titin Nur Hidayati, Implementasi Teori Belajar Gestalt
pada Proses Pembelajaran
Insight barulah berfungsi bila ada persepsi terhadap masalahnya.
Hilgard ( 1948 : 190-195) (Sumadi Suryabrata, 1984:302-304)
memberikan enam macam sifat khas belajar dengan insight,
sebagai berikut:
a. Insight itu dipengaruhi oleh kemampuan dasar.
Kemampuan dasar itu berbeda-beda dari individu yang
satu ke individu yang lain. Pada umumnya anak yang
masih sangat muda sukar untuk belajar dengan insight
ini.
b. Insight itu dipengaruhi oleh pengalaman belajar masa
lampau yang relevan. Walaupun insight itu tergantung
kepada pengalaman masa lampau yang relevan, namun
memiliki pengalaman masa lampau tersebut belum
menjamin dapatnya memecahkan masalah. Jadi misalnya
anak tidak dapat mengerjakan problem aljabar, kalau dia
belum tahu menggunakan simbol-simbol dalam aljabar
tersebut terlebih dahulu (dari masa lampau), tetapi anak
yang telah menguasai simbol-simbol tersebut serta
mengetahui cara-cara pemecahan problem dalam aljabar
belum tentu dapat memecahkan problem tersebut.
Disinilah letak perbedaan antara teori Gestalt dengan
teori assosiasi yang beranggapan bahwa hanya memiliki
pengalaman masa lampau yang diperlukan seseorang
akan dapat memecahkan problem, sebab pemecahanpemecahan problem berarti penerapan operationoperation yang telah dipelajari.
c. Insight
tergantung
kepada
pengaturan
secara
eksperimental. Insight itu hanya mungkin terjadi apabila
situasi belajar diatur sedemikian rupa sehingga segala
aspek yang perlu dapat diambil. Apabila alat yang
diperlukan untuk pemecahan problem itu dapat dibuat
seakan-akan menjadi tidak mungkin, maka problem
menjadi lebih sukar.
d. Insight itu didahului oleh suatu periode mencoba-coba.
Insight bukanlah hal yang dapat jatuh dari langit dengan
sendirinya, melainkan hádala hal yang harus di cari.
Sebelum dapat memperoleh insight orang harus sudah
meninjau problemnya dari berbagai arah dan mencobacoba memecahkan.
e. Belajar yang dengan Insight itu dapat diulangi. Jika
sesuatu problem yang telah dipecahkan dengan insight
lain kali diberikan lagi kepada pelajar yang bersangkutan,
maka dia akan dengan langsung dapat memecahkan
problem itu lagi.
13
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
f.
Insight yang telah sekali di dapatkan dapat dipergunakan
untuk menghadapi situasi-situasi yang baru.21
Belajar yang disertai insight (insight full learning) biasanya
mempunyai empat ciri.
1) Transisi dari
pemecahan permulaan sampai
pemecahan terjadi dengan tiba-tiba.
2) Pemecahan yang dilakukan dengan insight biasanya
lancar dan bebas dari kesalahan.
3) Pemecahan masalah yang disertai insight, dipegang
teguh untuk pertimbangan lamanya waktu.
4) Satu prinsip adanya insight adalah mudahnya
aplikasi terhadap problem yang lain.
D. APLIKASI TEORI BELAJAR GESTALT PADA PENDIDIKAN
DAN PENGAJARAN
Banyak praktek pendidikan dan pengajaran yang menggunakan
dasar psikologi Ilmu Jiwa Gestalt.
1. Dalam bidang Kurikulum
Kurikulum concentris merupakan pengetrapan prinsipprinsip ilmu Jiwa Gestalt. Kurikulum ini mempunyai
pusat yang sama (con-centris). Dalam tingkatan yang
rendah, disusun kurikulum dari suatu kesatuan yang
utuh. Disini diajarkan yang pokok-pokok secara garis
besar. Di tingkat yang lebih tinggi, kesatuan itu
diberikan lagi, tetapi dibahas lebih mengarah ke
bagian-bagian lebih mendalam. Sedang ditingkat yang
lebih tinggi lagi, kesatuan tersebut tetap digunakan,
tetapi dibahas menjadi kesatuan-kesatuan yang lebih
mendalam lagi. Begitu seterusnya. Dalam perwujudan
dan perkembangan selanjutnya, kurikulum concentris
ini dapat terwujud dalam:
(a) Penagajaran pusat minat
(b) Penagajaran Proyek
(c) Penagajaran alam sekita
(d) Salah satu prinsip dalam sistim among oleh Ki
Hajar Dewantara.
2. Dalam Bidang Didaktik Metodik
Dalam bidang Didaktik Metodik, khususnya mengenai
metode mengajar membaca, menulis. Pengaruh Ilmu
Jiwa Gestalt itu sangat besar. Ternyata pengetrapan
Ilmu Jiwa Gestalt dalam metode mengajar membaca
menulis itu telah mampu menggoyahkan metode
mengajar yang telah berabad-abad sejak zaman Yunani
Kuno hingga awal abad 20 ini. Di indonesia khususnya,
21
Sumadi Suryabrata, 2004, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada. Hal. 278.
14
Titin Nur Hidayati, Implementasi Teori Belajar Gestalt
pada Proses Pembelajaran
metode mengajar membaca menulis dengan metode
mengeja ini masih ada guru yang melakukan,
meskipun secara resmi pemerintah telah mengganti
dengan metode global (secara resmi digunakan istilah
metode S.A.S = Struktural Analitis Sintesis).
Secara singkat dapat dibandingkan metode mengeja
dengan metode global sebagai berikut:
(a) Metode Mengeja
Permulaan sekali, murid dihadapkan pada
huruf yang justru merupakan elemen
terkecil. Hal ini sangat asing bagi anak. Kita
melakukan persepsi bukan dari elemen dulu,
tetapi sebaliknya, secara keseluruhan (global)
dulu, baru menuju bagian atau elemen.
Metode eja menyalahi prinsip Gestalt
Murid pertama kali belajar telah dihadapkan
pada huruf. Huruf itu bagi anak belun
dikenal, tidak mempunyai makna (arti).
Seharusnya dimulai dari suatu kebulatan
kesatuan yang mengandung makna. Jadi
metode eja menyalahi prinsip Insightfullness.
Dalam menghubungkan kata, murid-murid
banyak mengalami kesukaran, karena selain
tidak dikenal (tanpa arti) juga tidak
merupakan figur. Akibatnya sukar terjadi
prinsip closure.
Dilihat dari segi prestasi, metode mengeja
kurang memuaskan, salah satunya adalah
murid membaca terputus-putus, sebab
setiap selesai membaca satu kata, ia berhenti
untuk mengeja kata berikutnya. Hal ini
kadang-kadang masih tampak pada murid
SMP.
(b) Metode Belajar Global
Menggunakan dasar psikologis Ilmu Jiwa Gestalt.
Metode membaca global dirintis oleh Dr. Ovide De
Croly. Di Indonesia dekenal dengan metode S.A.S.
Permulaan
sekali,
anak
telah
dihadapkan pada cerita pendek yang
telah dikenal anak dalam kehidupan
keluarga. Cerita ini jelas merupakan
satu kesatuan yang telah dikenal anak.
Maka dengan mudah anak itu segera
dapat membaca seluruhnya secara
hafalan. Biarkan murid membaca sambil
menunjuk kalimat yang tidak cocok
dengan yang diucapkan.
15
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
Menguraikan cerita pendek tersebut
menjadi kalimat-kalimat. Guru secara
alamiah menunjukkan bahwa cerita
pendek itu terdiri dari kalimat-kalimat.
Misalnya dengan cara :
Kalimat yang satu dengan yang
lain ditulis dengan warna yang
berbeda.
Kalimat satu dengan yang lain
ditulis dengan jarak yang cukup
renggang.
Biasanya setelah 2 atau 3 minggu murid
telah dapat membedakan kalimat satu
dengan
yang
lain.
Murid
telah
mengingat kalimat-kalimat.
Memisahkan kalimat-kalimat menjadi
kata-kata
Dapat dengan berbagai cara, misal:
1) Tiap-tiap kata ditulis dengan
warna yang berbeda-beda
2) Tiap-tiap
kata
ditulis
agak
berjauhan
3) Ditulis dengan susunan tiap kata
semakin menurun
4) Dibaca
pelan-pelan
sambil
menunjuk tiap kata
Memisahkan kata-kata menjadi suku
kata.
Dalam periode tertentu, setelah murid
mengerti suku kata, diteruskan,
Memisahkan suku kata menjadi huruf.
Dalam fase ini, barulah murid diajarkan
bunyi tiap-tiap huruf (pertengahan
tahun).
Setelah
murid
mengenal
huruf,
diajarkan menyusun huruf menjadi
suku kata.
Menyusun suku kata menjadi kata.
Menyusun kata menjadi kalimat.
Untuk melaksanakan proses menyusun kembali, dapat
dilakukan dengan bermacam permainan yang menarik.
Contoh pembelajaran yang cocok menerapkan
teori kognitif selain pada pelajaran bahasa : seperti
mengarang, menganalisis isi buku, juga pada pelajaran
fisika, kimia atau biologi: yaitu dengan metode belajar
yang berbasis masalah (studi kasus), eksperimen. Dan
16
Titin Nur Hidayati, Implementasi Teori Belajar Gestalt
pada Proses Pembelajaran
pada pelajaran IPS berupa observasi, wawancara dan
membuat laporannya.
3. Dalam metodik mengajar
Sangat penting artinya bagi individu (murid), bila ia
dapat menemukan pemahaman (insight) dengan
caranya sendiri tanpa diberi tahu. Karena itu guru
harus pandai mengatur strategi (membuat siasat)
bagaimana cara mengajar untuk menimbulkan
pemahaman (insight) oleh murid sendiri tanpa murid
merasa digurui secara langsung. Buatlah siasat agar
murid menemukan pemahaman sendiri. Metode ini
terkenal dengan metode problem solving (pemecahan
masalah).
E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI GESTALT
1. Kelebihan Teori Gestalt
a)
Menghasilkan individu atau anak yang memiliki
kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap
persoalan yang dihadapi.
b)
Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga
terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan
keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
Selain itu, latihan memecahkan masalah seringkali
dilakukan
melalui
belajar
kelompok
dengan
menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
c)Peserta didik dapat aktif dan dapat menemukan cara
belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru berfungsi
sebagai mediator, fasilitator dan teman yang membuat
situasi menjadi kondusif untuk terjadinya konstruksi
pengetahuan dari peserta didik.
Tytler (1996:20) juga menambahkan bahwa dengan upaya
mengimplementasikan teori belajar kognitif dalam rancangan
Pembelajaran maka:
a) Siswa dengan mudah dapat mengemukakan
gagasannya dengan bahasa sendiri.
b) Siswa dapat dengan mudah berfikir tentang
pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan
imajinatif.
c) Siswa mempunyai kesempatan untuk mencoba
gagasan baru.
2. Kelemahan Teori Gestalt
Selain jasa dan sumbangannya yang sangat berharga
bagi belajar disekolah dengan insight, namun terdapat juga
celah-celah kelemahan dan kekurangannya. Seperti halnya
17
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
teori belajar koneksionisme, terhadap teori gestaltpun dapat
diajukan pertanyaan, bolehkah belajar dengan insight itu
dianggap sebagai prototipe belajar?
Dari satu segi, teori ini nampak menunjukkan
beberapa kejadian belajar yang umum, sehingga lebih mudah
menganalisisnya. Misalnya, kalau anak dibimbing untuk
”melihat ’ hubungan, seperti tambah dan kali, antara berat
dan ”daya tarik” gaya berat, maka sering ia mampu
memperlihatkan pemahaman.
Sedangkan dari segi yang lain, memang sulit
menemukan pemahaman dalam mempelajari hal-hal yang
sangat beragam. Misalnya: anak tidak dapat mempelajari
nama tanam-tanaman atau bintang-bintang dengan insight.
Dia tidak dapat membaca dengan insight, demikian pula dia
tidak tidak dapat berbicara dengan bahasa asing. Siswa
Biologi tidak dapat mempelajari struktur dan fungsi hewan
dengan pemahaman.
Tegasnya, pemahaman itu tidak dapat menjadi
prototipe untuk sejumlah belajar yang biasa dilakukan
manusia. Barangkali, pemahaman barulah terjadi kalau kita
belajar dengan ”pemecahan masalah”, walaupun dalam
kenyataannya, tidak semua hal merupakan masalah, boleh
jadi hanya merupakan fakta atau prinsip.
Daftar Pustaka
Ernest Ropiequet Hilgard, 1975, Theories Of Learning: The
Century Psychologi Series, Printice-Hall, Inc., and
Englewood Cliffs, N.J..
Henry L. Boediger, J. Philippe Rushton, Elizabeth D. Capald dan
Scot G. Paris,1984, Psychology, Litle Brown and Company,
Boston, Toronto, 1 B.R. Hergenhann and Mettew H.Olson,
1997, An Introduction to The Theories of Learning, New Jersey:
Prantice hall. Inc.
http/www.google.co.id/file/e-Psycology/diakses
September 2007
18
tanggal
25
Titin Nur Hidayati, Implementasi Teori Belajar Gestalt
pada Proses Pembelajaran
Malcom Kowles, 1986, The Adult Learner A Neglected Spesies.
Gulf Publising Company Book Division, Houston, Texas, Edisi
ke-3.
Stephen N. Elliot, Thomas R. Kratochwill, Joan Littlefield Cook, and
John F. Travers, 2000, Educational Psychology: Efective
Teaching,
Effective
Learning, McGraw-Hill Higher
Education, Edisi International.
Sumadi Suryabrata, 2004, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Guy R. Lefrancois, 1995, Theories of Human Learning. Kros’s
Report. Book/Cole Publising Company.
Muhibbin Syah.,M.Ed,. 1995, Psikologi Pendidikan
pendekatan baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
dengan
B.R. Hergenhann and Mettew H.Olson, 1997, An Introduction to
The Theories of Learning, New Jersey: Prantice hall. Inc.
Slameto,
2003,
Belajar
dan
Faktor-faktor
mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Ratna Wilis Dahar, 1996, Teori
Erlangga.
yang
Belajar, Jakarta: Penerbit:
19
Oleh: Titin Nur Hidayati1
Abstrak:
Salah satu aliran yang mempunyai pengaruh terhadap
praktik belajar yang dilaksanakan di sekolah adalah aliran
psikologi kognitif. Aliran ini telah memberikan konstribusi
terhadap penggunaan unsur kognitif atau mental dalam proses
belajar. Berbeda dengan pandangan aliran behavioristik yang
memandang belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik
antara stimulus dan respons, aliran kognitif memandang
kegiatan belajar bukanlah sekedar stimulus dan respons yang
bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga
melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri individu yang
sedang belajar.
Karena itu, menurut aliran kognitif, belajar adalah sebuah
proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat dan
menggunakan pengetahuan. Sehingga perilaku yang tampak
pada manusia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan
proses mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan dan lain
sebagainya.
A. PENDAHULUAN
Selama seperempat abad pertama pada abad ke-20,
pertentangan dalam psikologi akademik meninggalkan framework
asosiasi psikologi di Amerika. Strukturalisme, fungsionalisme dan
behaviorisme adalah beberapa aliran psikologi yang telah establish
dalam asosiasi psikologi pada saat itu. Beberapa aliran psikologi ini
memiliki ciri khas, yaitu mengembangkan metodologi empiris.
Namun demikian, ditengah perkembangan pesat beberapa aliran
psikologi itu terganggu oleh kedatangan doktrin Gestalt yang
mempengaruhi teori-teori belajar di Amerika. Teori baru ini menjadi
salah satu contoh teori rasionalis dalam psikologi.2
Namun demikian, sekalipun kemunculan gestalt merupakan
reaksi terhadap behaviorisme, strukturalisme yang berkembang di
1
Dosen Tetap Yayasan Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Falah AsSunniyyah Kencong Jember.
2
Ernest Ropiequet Hilgard, 1975, Theories Of Learning: The Century
Psychologi Series, Printice-Hall, Inc., and Englewood Cliffs, N.J. hal.
252.
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
Amerika, kemunculan pendatang baru ini justru di Jerman, karena
para pendirinya memang besar secara intelektual di Jerman. Secara
verbal, Gestalt berarti Pola, susunan (konfigurasi), Menyeluruh atau
bentuk pemahaman atau situasi perangsangnya. Konfigurasi atau
gestalt akan kehilangan sesuatunya kalau dipisahkan menjadi
bagian-bagian komponennya, karaena setiap situasi atau
pengalaman itu lebih dari jumlah semua bagiannya.
Hal ini memberikan pengertian singkat bahwa Gestalt
merupakan aliran yang mengembangkan paradigma pemikiran yang
berpijak pada kerangka menyeluruh dalam melihat obyek,
khususnya dalam proses belajar, Karena itu, perlu diingat bahwa
psikologi gestalt utamanya berminat pada persepsi dan proses
problem solving.3
Perbedaan
Gestalt
dengan
Behaviorisme
dan
strukturalisme bisa kita bandingkan melalui skema di bawah ini:
No
Gestalt
Behavioristik
1.
Holistik
Atomistik,
elementaristik
2.
Molar
Moleculer
3.
Subyektif
Obyektif
4.
Nativistik
Empiristik
5.
Kognitif Fenomenological
Behavioral
Sumber:
reduksionistik,
4
B. TIGA SERANGKAI PENDIRI TEORI GESTALT
3
Henry L. Boediger, J. Philippe Rushton, Elizabeth D. Capald dan Scot
G. Paris,1984, Psychology, Litle Brown and Company, Boston, Toronto,
hal. 10.
4 B.R. Hergenhann and Mettew H.Olson, 1997, An Introduction to The
Theories of Learning, New Jersey: Prantice hall. Inc. hal.
2
Titin Nur Hidayati, Implementasi Teori Belajar Gestalt
pada Proses Pembelajaran
Max Wertheimer, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka adalah
tiga serangkai pendiri Teori Gestalt. Ketiganya ternyata memiliki
akar sejarah yang sama sampai akhirnya mampu menyatukan
gagasan sehingga menjadi sebuah gerakan yang kemudian
disebutnya Gestalt. Namun demikian , Max Wertheimer diakui
sebagai pemimpin yang paling terkenal, sementara Koffka dan
Kohler
adalah
yang
paling
bertanggung
jawab
dalam
mempopulerkan gerakan Gestalt melalui tulisan-tulisannya. Karena
kedekatan di antara ketiganya, sampai-sampai gagasan dan teoriteori koffka, Kohler dan Wertheimer hampir tidak bisa dipisahkan
dari kehidupan mereka bertiga. Ketiganya adalah sarjana dari
Universitas Berlin. Karena itu mereka menjadi terkenal sebagai
”Kelompok Berlin”. Max Wertheimer yang meneliti persepsi yang
terintregasi dalam gerak, Wolfgang Kohler yang meneliti tentang
insight pada simpanse dan Kurt Koffka yang menguraikan secara
rinci mengenai hukum-hukum persepsi. Mereka tidak hanya
bekerja bersama, bahkan mereka menyatukan keyakinan dalam
melakukan perlawanan terhadap behaviorisme. Hal ini bukanlah
kebetulan bahwa buku Kohler pada tahun 1929, Gestalt Psychology,
didedikasikan untuk Wertheimer, dan buku Koffka tahun 1935,
Principles of Gestalt Psychology, melahirkan persembahan, ”Untuk
Wolfgang Kohler dan Max Wertheimer sebagai terima kasih untuk
Persahabatan dan Inspirasinya.”5
1. Max Wertheimer (1880-1943)
Max Wertheimer lebih tua 12 tahun dari Kohler dan
Koffka. Ia dilahirkan di Prague pada tanggal 15 April 1880 dan
wafat pada tanggal 12 Oktober 1943 di New York. Max
Wertheimer dianggap sebagai pendiri psikologi Gestalt
bersama-sama dengan Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Max
mempelajari ilmu hukum selama beberapa tahun sebelum
akhirnya dia mendapatkan gelar Ph.D pada tahun 1904 di
bidang psikologi. Dia kemudian diangkat menjadi professor dan
sempat bekerja di beberapa universitas di Jerman sebelum
hijrah ke Amerika Serikat karena terjadi perang di benua Eropa
pada tahun 1934. Di Amerika ia bekerja di New School for
Research di New York city sampai akhirnya meninggal tahun
1934.6
Guy R. Lefrancois, 1995, Theories of Human Learning. Kros’s Report.
Book/Cole Publising Company, hal. 171
6 http/www.google.co.id/file/e-Psycology/diakses tanggal 25 September
2007
5
3
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
Dalam perjalanan liburan di awal karirnya sambil naik
kereta api Wertheimer melihat sinar berkedip-kedip (hidup dan
mati) dengan jarak tertentu, sinar itu memberi kesan sebagai
satu sinar yang bergerak datang dan pergi tidak putus-putus.
Dari kejadian tersebut Wertheimer memperoleh gagasan untuk
satu eksperimen yang paling penting darinya ia mulai
mengerjakan teka-teki yang menjadi titik awal memunculkan
serangkaian khayalan-khayalan gerakannya . jika mata melihat
perangsang dengan cara tertentu, akan memberikan ilusi
gerakan. Wertheimer menyebut gejala ini dengan istilah Phi
Phenomenon.7
Pada tahun 1910, ketika berusia 30 tahun, Max
memperlihatkan ketertarikannya untuk meneliti tentang
persepsi setelah ia melihat sebuah alat yang disebut
"stroboscope" (benda berbentuk kotak yang diberi alat untuk
melihat ke dalam kotak tersebut) di toko mainan anakanak. Setelah melakukan beberapa penelitian dengan alat
tersebut, dia mengembangkan teori tentang persepsi yang
sering disebut dengan teori Gestalt.8
Eksperimen Wertheimer mengenai Scheinbewegung
(gerak semu) memberikan kesimpulan, bahwa pengamatan
mengandung hal yang melebihi jumlah unsur-unsurnya. Inilah
gejala gestalt. Penelitian dalam bidang optic ini kemudian juga
dipandang berlaku (kesimpulan serta prinsip-prinsipnya) di
bidang lain, seperti misalnya di bidang belajar. Lebih jauh
eksperimen-eksperimen
Wolfgang
Kohler
(1913-1917)
memberikan kesimpulan yang berlawanan dengan teori-teori
molecular.
2. Wolfgang Kohler (1887-1967)
Kohler lahir di reval, Estonia pada 21 januari 1887. Ia
mencapai gelarPh.D dari Universitas Berlin tahun 1909, dan
selanjutnya bersama Koffka, bekerja dengan Werheimer di
Frankfurt academi sebagai asisten. Sejas tahun 1913 sampai
tahu 1920 dia menjadi direktur di Anthropologi Station di
Pulau Tenerife yang berlokasi dipulau Canary. Selama Perang
Dunia I, ia menghabiskan selama 4 tahun di pulau tersebut. Di
pulau inilah ia mempelajari perilaku kera dan ayam. Hasil
investigasinya kemudian diterbitkan dalam sebuah bukunya
yang penting, The Mentality of Apes (1924). Yang memuat
tentang eksperimentasinya mengenai kera dan ayam untuk
mengetes berbagai masalah yang berkaitan dengan relajar,
Kohler menggunakan sejumlah rangkaian eksperimen, yaitu:
a) Detour Problem
7
Guy R. Lefrancois, Ibid., hal. 172
http/www.google.co.id/file/e-Psycology/diakses tanggal 25 September
2007
8
4
Titin Nur Hidayati, Implementasi Teori Belajar Gestalt
pada Proses Pembelajaran
Dalam detour Problem, binatang dapat dengan
melihat makanan sebagai tujuan. Tetapi tidak dapat
mencapai secara langsung. Ia harus putar jalan
melalui jalan samping yang lebih jauh, tidak
langsung, untuk mencapai pemecahan, sedang
simpanse relatif lebih mudah. Binatang yang lebih
tinggi tingkatannya, akan lebih cepat dalam
memecahkan problem. Proses menguasai medan
dan mengetahui hubungan lebih cepat. 9
b) Percobaan dengan simpanse
Dalam eksperimentasinya, ia menyimpulkan ada
kera yang cerdas dan ada pula kera yang bodoh.
Kera yang bodoh, nampak hanya belajar dengan
asosiasi dan pengulangan, sambil melakukan
perilaku berulang-ulang. Sebaliknya, kera yang
cerdas, menurut Kohler bisa belajar sangat banyak
seperti
apa
yang
manusia
lakukan,
bisa
mempertunjukkan
sesuatu
dan
kadangkala
memperlihatkan kemampuan proses mental yang
lebih tinggi. Kohler menggunakan dua jenis studi
untuk mempelajari prilaku problem solving kera di
dalam kandang. Terhadap dua jenis studinya, yang
pertama seekor kera harus menemukan solusi
untuk meraih seiris pisang yang diletakkan disisi
luar kandang. Dalam studinya, ada problem
”tongkat”, dan seekor kera harus menggunakan
tongkat panjang untuk mencapai seiris pisang,
dalam banyak kasus hal itu perlu untuk
menggabungkan beberapa tongkat secara bersamasama sehingga bisa mencapai pisang. Yang kedua,
ada problem ”kotak”, dalam hal ini, kera harus
memindahkan kotak itu dibawah pisang atau
menumpuk satu kotak diatas yang lain untuk
mencapai pisang. Dari eksperimen inilah kohler
menemukan catatan penting, bahwa inteligensi kera
bukan belajar dengan trial and error. Menurut
Kohler simpanse tidak kurang dari manusia yaitu
mampu memecahkan masalah sekaligus dengan
proses integrasi atau pemahaman. Pemahaman ini
yang diperlihatkan oleh simpanse barulah muncul
setelah beberapa saat mencoba memahami
masalahnya, dan pada saat itu pula muncul dengan
tiba-tiba
kejelasan,
melihat
hubunganhubungannya, antara unsur yang satu dengan yang
lain. Dan pemahaman yang serupa itu – yang
9
B.R. Hergenhann and Mettew H.Olson, Ibid., hal. 261.
5
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
3.
10
11
6
datang dengan tiba-tiba oleh Kohler disebut ”Aha
Erlebnis”. Proses pelibatan dalam serangkaian
solusi ini adalah pengetahuan (insight).10
c) Percobaan dengan Ayam
Ayam dibentuk untuk mendekati warna kertas yang
agak gelap dan tidak mendekati warna terang.
Setelah dilatih secukupnya, bila ayam diberi pilihan
untuk memilih terang dan agak gelap, ayam akan
memilih gelap (karena hasil latihan). Periode
berikutnya, bila ayam diberi pilihan untuk memilih
yang agak gelap dengan gelap, maka ayam akan
memilih mendekati gelap (tidak memilih yang agak
gelap seperti dilatihkan).11
Apabila kita berfikir secara behavioristik, ayam itu
mestinya memilih yang agak gelap sesuai dengan
latihan. Tetapi gestalt berpendapat bahwa ayam itu
menemukan prinsip mana yang lebih gelap. Dengan
demikian, bila diberi pilihan antara gelap dan gelap
sekali, maka akan memilih gelap sekali. Jadi jelas
bahwa dalam belajar itu yang terpenting adalah
menemukan prinsip, sehingga mudah terjadi
transposition ( Bila suatu prinsip belajar dalam
situasi pemecahan problem diterapkan kepada
pemecahan problem lain).
Kurt Koffka (1886-1941)
Kurt Koffka lahir di Berlin pada 18 maret 1886. Ia
studi di Berlin juga dan mencapai Ph.D dalam bidang
psikologi tahun 1909. Pada awalnya ia belajar filsafat di
Edinburgh. Dari Berlin ia pergi ke Frankfrurt dan disanalah
ia bekerja sebagai asisten di laboratorium Johannes Von Kries
dan tahun berikutnya sebagai asisten di Oswald Kulpedi di
Wurzburg awal 1910. Ia dan Kohler bekerja bersama dengan
Wertheimer selama tiga semester. Disanalah pula ia mulai
menulis yang kemudian menjadi sangat berpengaruh dalam
mempopulerkan psikologi Gestalt. Ia merupakan penulis
terkenal dari kelompok Berlin. Seperti Wertheimer dan
Kohler, Koffka menghabiskan banyak waktunya untuk
memberi kuliah di Amerika sebelum akhirnya berpindah
secara permanen pada tahun 1927. Ia mengajar di Smith
Collage dan terus menulis, salah satu buku kreatifnya adalah
’’Grown of The Mind”, sebuah buku yang sangat relevan
dengan
prinsip-prinsip
gestalt.
Tahun
1925
dia
mempublikasikan Principles of Gestalt Psycology, sistem
utama di dalam psikologi Gestalt. Dia adalah orang pertama
Ibid,, hal. 262-264
Ibid., hal. 266.
Titin Nur Hidayati, Implementasi Teori Belajar Gestalt
pada Proses Pembelajaran
yang menulis artikel dalam bahasa inggris mengenai Psikologi
Gestalt. Artikelnya: Perception: An Introduction to Gestalt
Theories.Dipublikasikan di Psychological Buletin tahun 1922.
Ia meninggal tahun 1941.12
C. POKOK-POKOK
GESTALT
TEORI
BELAJAR
MENURUT
ALIRAN
1.Pandangan Gestalt Tentang Belajar dan The Memory
Trace (Kesan Ingatan)
Menurut teori Gestalt, belajar adalah berkenaan dengan
keseluruhan individu dan timbul dari interaksinya yang matang
dengan lingkungannya. Melalui interaksi ini, kemudian
tersusunlah bentuk-bentuk persepsi, imajinasi dan pandangan
baru.
Kesemuanya,
secara
bersama-sama
membentuk
pemahaman atau wawasan (Insight), yang bekerja selama individu
melakukan
pemecahan
masalah.
Walaupun
demikian
pemahaman (insight) itu barulah berfungsi kalau ada
persepsi/tanggapan terhadap masalahnya-memahami kesulitan,
unsur-unsur dan tujuannya.
Sementara itu, dalam belajar menurut Gestaltis prinsipnya
berkaitan dengan proses berfikir (proses problem solving) dan
persepsi. Dalam hal ini terdapat empat prinsip yang
dikembangkan oleh Wertheimer dan kemudian diaplikasikan
Kohler mengenai berfikir dan persepsi. Karena Gestaltis punya
perhatian dengan aspek-aspek molar dalam belajar dan prilaku
sebagaimana stimuli dan respons, keterangan mereka tentang
belajar dan memori llebih banyak bersifat global dan tidak
spesifik seperti halnya keterangan dari behaviorist.
Secara detail, proses belajar dalam pandangan Gestalt ini
bisa kita temukan di dalam bukunya koffka, Principles of Gestalt
Psychology (1935). Persepsi adalah kemampuan manusia untuk
mengenal dan untuk memahami apa yang tidak diketahuinya.
Penerimaan sesuatu berarti bahwa manusia dapat mengingat
pengalaman-pengalaman, objek atau kejadian masa lalu. Karena
itu persepsi memerlukan proses lebih banyak dari sekedar
kemampuan melakukan reaksi terhadap sesuatu, yaitu
pemrosesan yang sungguh-sungguh untuk mengintegrasikan
sumber-sumber informasi ke dalam gambaran tunggal. Dengan
demikian, kesadaran manusia bukan untuk merespon terhadap
persoalan (objek) di dalam lingkungan dalam dasar item per item.
12
Guy R. Lefrancois, hal. 172
7
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
Akan tetapi melihat segala sesuatu dalam satu pandangan yang
utuh. 13
Seperti di contohkan dalam gambar berikut : Ada gambar
konfigurasi titik-titik yang diadopsi dari Resnick dan Ford
(1981:130).14
Pada setiap gambar diatas terdapat bundaran kosong yang
menunjukkan posisi yang berbeda sesuai dengan konteks
(organisasi perseptual). Dari gambar tersebut dapat dijelaskan
bahwa
menurut
pandangan
gestatltist
seseorang
yang
memperhatikan konfigurasi titik (bulatan) yang terdapat pada
setiap gambar (a) sampai (d) tidak hanya sebagai kumpulan titik
yang terpisah-pisah, tetapi titik itu terorganisir berdasarkan
prinsip tertentu.
Dengan demikian orang akan memahami setiap gambar itu
sebagai kumpulan titik yang secara keseluruhan membentuk.(a)
layang-layang (diamond), (b) segi empat, (c) segitiga, (d) segi
delapan. Jadi menurut pandangan psikologi gestalt dapat
disimpulkan bahwa seseorang memperoleh pengetahuan melalui
sensasi atau informasi dengan melihat strukturnya secara
menyeluruh kemudian menyusunnya kembali dalam struktur
yang lebih sederhana sehingga mudah dipahami.
Persoalan umum pandangan Gestalt diekspresikan dalam
statemen bahwa hukum-hukum atau dalil-dalil organisasi
menerapkan persepsi dan belajar secara sama-sama. Tetapi ada
problem khusus di dalam belajar dimana gestatltis menguraikan
gagasan-gagasannya.
Mereka
paling
mudah
di
dalam
mendiskusikan
memori
manusia
daripada
eksperimen
kondisioning pada binatang, sehingga hampir semua ilustrasi
yang mengikutinya, berkaitan dengan memori manusia. Problem
13
Stephen N. Elliot, Thomas R. Kratochwill, Joan Littlefield Cook, and
John F. Travers, 2000, Educational Psychology: Efective Teaching,
Effective Learning, McGraw-Hill Higher Education, Edisi International
hal. 273
14 http/www.google.co.id/file/e-Psycology/diakses tanggal 25
September 2007
8
Titin Nur Hidayati, Implementasi Teori Belajar Gestalt
pada Proses Pembelajaran
utamanya adalah bagaimana untuk menghadirkan memori yaitu
bagaimana melakukan konseptualisasi pengalaman masa lalu
kedalam masa kini. Hal ini diurai dalam sebuah teori yang
disebut teori bekas.15
Dalam teori bekas, menyatakan bahwa konsepsi Gestalt
terhadap memori adalah percaya bahwa persepsi menempel di
dalam bekas memori yang saling berhubungan. Gestatltis
menyatakan bahwa proses neural aktif selama persepsi dapat
berlangsung terus di dalam bentuk ”yang lembut” sebagai sebuah
bekas. Jadi informasi disimpan dalam bentuk yang sama, oleh
neural yang sama, sebagaimana dalam persepsi orisinal. Kohler
menggambarkan persoalan ini sebagai berikut:
Kejadian-kejadian neural cenderung untuk membentuk
secara halus kondisi jaringan dimana mereka ingat.
Perubahan seperti itu akan menyerupai banyak proses
dengan mana mereka memproduksi pola mereka dan
berkenaan dengan milik yang lain. 16
Memanggil kembali atau mengingat kembali melibatkan
pengaktifan kembali bekas
memori yang ada. Sebetulnya, ini adalah pembangkitan proses
perceptual yang sama, yaitu yang berhubungan dengan persepsi
yang orisinal. Bekas terus aktif sebagai proses aktif di dalam
sistem syaraf, tetapi juga intensitas yang cukup lambat untuk
masuk kesadaran.
Pada umumnya pandangan Gestaltis, yaitu bahwa hasilhasil belajar ada di dalam formasi bekas memori. Sifat dasar yang
pasti dari bekas itu dibiarkan tidak spesifik, dan sejumlah
karakteristik mereka adalah mendetail. Karakteristik paling
penting dari apa yang telah dipelajari, seperti perceptual,
cenderung untuk mencapai kemungkinan struktur yang paling
baik dengan memperbincangkan perihal organisasi perceptual.
Wulf (1983) mendiskripsikan kecenderungan organisasional dari
memori dengan memberi nama penyamarataan (leveling),
Penajaman (Sharpening),dan normalisasi (Normalizing). 17
Penyamarataan (leveling) adalah kecenderungan menuju
simatri atau menuju pendangan yang simpel dari kepelikan pola
perseptual. Koffka mengasumsikan bahwa proses levelling juga
dapat diterapkan pada persoalan kognitif. Sebagai contoh, kita
mengingat perasaan perjalanan di kereta api, seseorang bisa
mengingat impresi yang menyamaratakan gerakan maju (kereta
api) dan wilayah pedalaman yang meluas dengan tanpa
15
16
17
Ernest Ropiequet Hilgard, Ibid., hal.263
Ernest Ropiequet Hilgard, Ibid., hal.264
Guy R. Lefrancois, Op. Cit., hal. 175-176
9
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
pengingatan sensasi dari goyangan (kereta api) ke sisi yang satu
dan sisi yang lain.
Penajaman (Sharpening) adalah tindakan penekanan pada
ketiadaan perbedaan pola. Ini kelihatan pada satu dari
karakteristik memori manusia bahwa kualitasnya paling jelas
memberikan identitas objek yang cenderung untuk dibesarbesarkan di dalam reproduksi objek itu.
Normalisasi (normalizing) terjadi ketika objek yang
direproduksi
dimodifikasi
agar
sesuai
dengan
memori
sebelumnya. Modifikasi ini biasanya cenderung menuju
pengingatan kembali objek yang lebih banyak seperti apa objek
itu muncul.
Reproduksi berikutnya dari objek stimulus yang sama
melebihi waktu sebelum menjadi makin besarseperti sesuatu
yang umum (dan sebab itu sesuatu itu menjadi ”normal”).
Disisi lain, para gestaltis memberikan perhatian yang agak
terdistorsi dalam perlakuan konvensional terhadap belajar,
sehingga problem khusus yang ditekankan adalah bukan seleksi
secara natural bentuk problem dari sudut pandang mereka.
Beberapa problem yang menjadi perhatian Gestalt antara lain
sebagai berikut.18
1. Kecakapan (Capacity)
Karena belajar memerlukan pembedaan dan restrukturisasi
persoalan, kondisi yang lebih tinggi dari belajar sangat banyak
bergantung pada kecakapan alamiah untuk memberi reaksi
dalam kebiasaan itu. Dengan meningkatkan kecakapan untuk
organisasi perceptual atau kemampuan untuk ”memahami”
problem-problem
mengarahkan
untuk
meningkatkan
kemampuan belajar.
2. Praktek (Practice)
Memori kita adalah bekas yang dinyatakan (secara positif tanpa
bukti) dari persepsi, asosiasi sebuah produk organisasi
perceptual. Hukum perceptual juga menentukan hubungan
elemen-elemen di dalam memori. Karena itu, pengulangan
pengalaman akan membangun secara kumulatif pada
pengalaman-pengalaman yang lebih dulu hanya jika kejadian
yang kedua dianggap sebagai sesuatu keadaan pemunculan
dari pengalaman terdahulu.
3. Motivasi (Motivation)
Hukum empiris dari akibat, mengenai peran reward dan
hukuman, diterima oleh psikologi Gestalt, tetapi mereka
berbeda dari Thorndike di dalam memberi interpretasi. Mereka
percaya bahwa akibat yang datang kemudian tidak terjadi
”secara otomatis dan tanpa di sadari” untuk memperkuat
18
10
Ernest Ropiequet Hilgard, Op Cit., hal.276-277
Titin Nur Hidayati, Implementasi Teori Belajar Gestalt
pada Proses Pembelajaran
tindakan sebelumnya. Agaknya, akibat dipahami sebagai
kepunyaan tindakan sebelumnya-posisi yang juga ditekankan
oleh
Thorndike.
Motivasi
dipandang
sebagai
tempat
penempatan organisme ke dalam situasi problem: rewards dan
punishment memainkan peran untuk memperkuat atau tidak
memperkuat solusi terhadap problem yang diusahakan.
4. Pemahaman (Understanding)
Pemahaman hubungan, kesadaran hubungan antara bagianbagian dan keseluruhan, berhubungan dengan konsekuensi,
ditekankan oleh para penulis Gestal. Problem harus
diselesaikan
dengan
pantas
,
dari
sudut
pandang
bangunannya, secara organisatoris daripada mekanis, secara
bodoh atau dengan melarikan diri dari kebiasaan-kebiasaan
sebelumnya. Belajar yang penuh wawasan (pengetahuan)
adalah tugas belajar sekarang yang lebih cocok dari pada trial
ang error.
5. Transfer (Transfer)
Konsep Gestalt paling suka transfer perubahan. Pola hubungan
dipahami di situasi yang bisa diterapkan pada situasi yang lain.
Satu keuntungan dari belajar dengan pemahaman itu lebih baik
daripada dengan proses penghafalan tanpa berfikir. Sebab,
pemahaman dapat merubah jarak situasi yang lebih dalam, dan
lebih sering menyebabkan aplikasi yang salah dari belajar yang
sudah-sudah.
6. Pelupaan (forgetting)
Pelupaan dihubungkan dengan bagian perubahan di dalam
bekas. Bekas bisa tidak kelihatan melalui pengurangan secara
gradual (kemungkinan susah untuk membuktikan atau tidak),
melalui perusakan karena sebagian kacau balau, bidang yang
terstruktur sakit, atau karena asimilasi pada bekas atau proses
baru.
Terkait dengan beberapa komponen yang menjadi
perhatian Gestalt seperti diatas, maka berkaitan dengan proses
belajar, tugas seorang guru secara essensial adalah untuk
membantu subjek didik untuk melihat hubungan signifikan dan
untuk memanag instruksi sehingga ia mampu mengatur
pengalaman-pengalamannya,
menunjukkan
gambar-gambar,
meletakkan kata-kata pada papan tulis, mempresentasikan
pelajaran yang dibaca dan banyak aktivitas pengajaran lainnya,
Dalam hal ini guru memberikan dorongan situasi agar subyek
didik mampu melakukan proses belajar.19
19 Malcom Kowles, 1986, The Adult Learner A Neglected Spesies. Gulf
Publising Company Book Division, Houston, Texas, Edisi ke-3. Hal. 70
11
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
2. Hukum-hukum Pengamatan (Hukum-hukum Belajar)
Menurut Aliran Gestalt
Karena asumsi bahwa hukum-hukum atau prinsip-prinsip
yang berlaku pada proses pengamatan dapat ditransfer kepada
hal belajar, maka untuk memahami proses belajar orang perlu
memahami hukum-hukum yang menguasai proses pengamatan
itu.
Menurut aliran gestalt ada satu hukum pokok, yaitu
Hukum Pragnanz yaitu suatu prinsip yang menyatakan
kecenderungan terhadap apapun yang dipandang untuk
menerima kemungkinan kondisi yang paling baik. Hukum
pragnanz digunakan sebagai petunjuk prinsip dalam mempelajari
persepsi belajar dan ingatan. dan 3 hukum tambahan (subsider)
yang tunduk kepada hukum yang pokok itu, yaitu Hukum
Kesamaan, Hukum Kedekatan dan Hukum Ketertutupan.20 Dalam
bukunya yang berjudul "Investigation of Gestalt Theory" (1923),
Wertheimer mengemukakan hukum-hukum Gestalt sebagai
berikut:
1) Hukum Keterdekatan (law of proximity)
Dalam kita mengamati, obyek-obyek yang berdekatan satu
sama lain akan nampak sebagai satu unit persepsi.
Dengan demikian hal-hal yang saling berdekatan dalam
waktu atau tempat cenderung dianggap sebagai suatu
totalitas.
2) Hukum Ketertutupan (law of closure)
Menyatakan bahwa kita mempunyai tendensi untuk
melengkapi atau mengisi pengalaman-pengalaman yang
tidak lengkap, agar menjadi lebih berarti. Atau hal-hal
yang cenderung menutup akan membentuk kesan totalitas
tersendiri.
3) Hukum Kesamaan (law of equivalence)
Dalam kita melakukan pengamatan, maka obyek-obyek
yang mempunyai kemiripan (similarity) satu sama lain
akan diorganisir ke dalam satu persepsi. Dengan kata lain
hal-hal yang mirip satu sama lain, cenderung kita
persepsikan sebagai suatu kelompok atau suatu totalitas.
3.
Memecahkan Problem (Problem Solving), Mendapatkan
Pencerahan (Insight)
Dalam teori belajar menurut Gestalt, yang terpenting dalam
belajar adalah adanya penyesuaian pertama, yaitu memperoleh
respon yang tepat untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Belajar yang penting bukan mengulangi hal-hal yang harus
dipelajari, tetapi mengerti/memperoleh insight (pemahaman).
20 http/www.google.co.id/file/e-Psycology/diakses tanggal 25
September 2007
12
Titin Nur Hidayati, Implementasi Teori Belajar Gestalt
pada Proses Pembelajaran
Insight barulah berfungsi bila ada persepsi terhadap masalahnya.
Hilgard ( 1948 : 190-195) (Sumadi Suryabrata, 1984:302-304)
memberikan enam macam sifat khas belajar dengan insight,
sebagai berikut:
a. Insight itu dipengaruhi oleh kemampuan dasar.
Kemampuan dasar itu berbeda-beda dari individu yang
satu ke individu yang lain. Pada umumnya anak yang
masih sangat muda sukar untuk belajar dengan insight
ini.
b. Insight itu dipengaruhi oleh pengalaman belajar masa
lampau yang relevan. Walaupun insight itu tergantung
kepada pengalaman masa lampau yang relevan, namun
memiliki pengalaman masa lampau tersebut belum
menjamin dapatnya memecahkan masalah. Jadi misalnya
anak tidak dapat mengerjakan problem aljabar, kalau dia
belum tahu menggunakan simbol-simbol dalam aljabar
tersebut terlebih dahulu (dari masa lampau), tetapi anak
yang telah menguasai simbol-simbol tersebut serta
mengetahui cara-cara pemecahan problem dalam aljabar
belum tentu dapat memecahkan problem tersebut.
Disinilah letak perbedaan antara teori Gestalt dengan
teori assosiasi yang beranggapan bahwa hanya memiliki
pengalaman masa lampau yang diperlukan seseorang
akan dapat memecahkan problem, sebab pemecahanpemecahan problem berarti penerapan operationoperation yang telah dipelajari.
c. Insight
tergantung
kepada
pengaturan
secara
eksperimental. Insight itu hanya mungkin terjadi apabila
situasi belajar diatur sedemikian rupa sehingga segala
aspek yang perlu dapat diambil. Apabila alat yang
diperlukan untuk pemecahan problem itu dapat dibuat
seakan-akan menjadi tidak mungkin, maka problem
menjadi lebih sukar.
d. Insight itu didahului oleh suatu periode mencoba-coba.
Insight bukanlah hal yang dapat jatuh dari langit dengan
sendirinya, melainkan hádala hal yang harus di cari.
Sebelum dapat memperoleh insight orang harus sudah
meninjau problemnya dari berbagai arah dan mencobacoba memecahkan.
e. Belajar yang dengan Insight itu dapat diulangi. Jika
sesuatu problem yang telah dipecahkan dengan insight
lain kali diberikan lagi kepada pelajar yang bersangkutan,
maka dia akan dengan langsung dapat memecahkan
problem itu lagi.
13
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
f.
Insight yang telah sekali di dapatkan dapat dipergunakan
untuk menghadapi situasi-situasi yang baru.21
Belajar yang disertai insight (insight full learning) biasanya
mempunyai empat ciri.
1) Transisi dari
pemecahan permulaan sampai
pemecahan terjadi dengan tiba-tiba.
2) Pemecahan yang dilakukan dengan insight biasanya
lancar dan bebas dari kesalahan.
3) Pemecahan masalah yang disertai insight, dipegang
teguh untuk pertimbangan lamanya waktu.
4) Satu prinsip adanya insight adalah mudahnya
aplikasi terhadap problem yang lain.
D. APLIKASI TEORI BELAJAR GESTALT PADA PENDIDIKAN
DAN PENGAJARAN
Banyak praktek pendidikan dan pengajaran yang menggunakan
dasar psikologi Ilmu Jiwa Gestalt.
1. Dalam bidang Kurikulum
Kurikulum concentris merupakan pengetrapan prinsipprinsip ilmu Jiwa Gestalt. Kurikulum ini mempunyai
pusat yang sama (con-centris). Dalam tingkatan yang
rendah, disusun kurikulum dari suatu kesatuan yang
utuh. Disini diajarkan yang pokok-pokok secara garis
besar. Di tingkat yang lebih tinggi, kesatuan itu
diberikan lagi, tetapi dibahas lebih mengarah ke
bagian-bagian lebih mendalam. Sedang ditingkat yang
lebih tinggi lagi, kesatuan tersebut tetap digunakan,
tetapi dibahas menjadi kesatuan-kesatuan yang lebih
mendalam lagi. Begitu seterusnya. Dalam perwujudan
dan perkembangan selanjutnya, kurikulum concentris
ini dapat terwujud dalam:
(a) Penagajaran pusat minat
(b) Penagajaran Proyek
(c) Penagajaran alam sekita
(d) Salah satu prinsip dalam sistim among oleh Ki
Hajar Dewantara.
2. Dalam Bidang Didaktik Metodik
Dalam bidang Didaktik Metodik, khususnya mengenai
metode mengajar membaca, menulis. Pengaruh Ilmu
Jiwa Gestalt itu sangat besar. Ternyata pengetrapan
Ilmu Jiwa Gestalt dalam metode mengajar membaca
menulis itu telah mampu menggoyahkan metode
mengajar yang telah berabad-abad sejak zaman Yunani
Kuno hingga awal abad 20 ini. Di indonesia khususnya,
21
Sumadi Suryabrata, 2004, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada. Hal. 278.
14
Titin Nur Hidayati, Implementasi Teori Belajar Gestalt
pada Proses Pembelajaran
metode mengajar membaca menulis dengan metode
mengeja ini masih ada guru yang melakukan,
meskipun secara resmi pemerintah telah mengganti
dengan metode global (secara resmi digunakan istilah
metode S.A.S = Struktural Analitis Sintesis).
Secara singkat dapat dibandingkan metode mengeja
dengan metode global sebagai berikut:
(a) Metode Mengeja
Permulaan sekali, murid dihadapkan pada
huruf yang justru merupakan elemen
terkecil. Hal ini sangat asing bagi anak. Kita
melakukan persepsi bukan dari elemen dulu,
tetapi sebaliknya, secara keseluruhan (global)
dulu, baru menuju bagian atau elemen.
Metode eja menyalahi prinsip Gestalt
Murid pertama kali belajar telah dihadapkan
pada huruf. Huruf itu bagi anak belun
dikenal, tidak mempunyai makna (arti).
Seharusnya dimulai dari suatu kebulatan
kesatuan yang mengandung makna. Jadi
metode eja menyalahi prinsip Insightfullness.
Dalam menghubungkan kata, murid-murid
banyak mengalami kesukaran, karena selain
tidak dikenal (tanpa arti) juga tidak
merupakan figur. Akibatnya sukar terjadi
prinsip closure.
Dilihat dari segi prestasi, metode mengeja
kurang memuaskan, salah satunya adalah
murid membaca terputus-putus, sebab
setiap selesai membaca satu kata, ia berhenti
untuk mengeja kata berikutnya. Hal ini
kadang-kadang masih tampak pada murid
SMP.
(b) Metode Belajar Global
Menggunakan dasar psikologis Ilmu Jiwa Gestalt.
Metode membaca global dirintis oleh Dr. Ovide De
Croly. Di Indonesia dekenal dengan metode S.A.S.
Permulaan
sekali,
anak
telah
dihadapkan pada cerita pendek yang
telah dikenal anak dalam kehidupan
keluarga. Cerita ini jelas merupakan
satu kesatuan yang telah dikenal anak.
Maka dengan mudah anak itu segera
dapat membaca seluruhnya secara
hafalan. Biarkan murid membaca sambil
menunjuk kalimat yang tidak cocok
dengan yang diucapkan.
15
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
Menguraikan cerita pendek tersebut
menjadi kalimat-kalimat. Guru secara
alamiah menunjukkan bahwa cerita
pendek itu terdiri dari kalimat-kalimat.
Misalnya dengan cara :
Kalimat yang satu dengan yang
lain ditulis dengan warna yang
berbeda.
Kalimat satu dengan yang lain
ditulis dengan jarak yang cukup
renggang.
Biasanya setelah 2 atau 3 minggu murid
telah dapat membedakan kalimat satu
dengan
yang
lain.
Murid
telah
mengingat kalimat-kalimat.
Memisahkan kalimat-kalimat menjadi
kata-kata
Dapat dengan berbagai cara, misal:
1) Tiap-tiap kata ditulis dengan
warna yang berbeda-beda
2) Tiap-tiap
kata
ditulis
agak
berjauhan
3) Ditulis dengan susunan tiap kata
semakin menurun
4) Dibaca
pelan-pelan
sambil
menunjuk tiap kata
Memisahkan kata-kata menjadi suku
kata.
Dalam periode tertentu, setelah murid
mengerti suku kata, diteruskan,
Memisahkan suku kata menjadi huruf.
Dalam fase ini, barulah murid diajarkan
bunyi tiap-tiap huruf (pertengahan
tahun).
Setelah
murid
mengenal
huruf,
diajarkan menyusun huruf menjadi
suku kata.
Menyusun suku kata menjadi kata.
Menyusun kata menjadi kalimat.
Untuk melaksanakan proses menyusun kembali, dapat
dilakukan dengan bermacam permainan yang menarik.
Contoh pembelajaran yang cocok menerapkan
teori kognitif selain pada pelajaran bahasa : seperti
mengarang, menganalisis isi buku, juga pada pelajaran
fisika, kimia atau biologi: yaitu dengan metode belajar
yang berbasis masalah (studi kasus), eksperimen. Dan
16
Titin Nur Hidayati, Implementasi Teori Belajar Gestalt
pada Proses Pembelajaran
pada pelajaran IPS berupa observasi, wawancara dan
membuat laporannya.
3. Dalam metodik mengajar
Sangat penting artinya bagi individu (murid), bila ia
dapat menemukan pemahaman (insight) dengan
caranya sendiri tanpa diberi tahu. Karena itu guru
harus pandai mengatur strategi (membuat siasat)
bagaimana cara mengajar untuk menimbulkan
pemahaman (insight) oleh murid sendiri tanpa murid
merasa digurui secara langsung. Buatlah siasat agar
murid menemukan pemahaman sendiri. Metode ini
terkenal dengan metode problem solving (pemecahan
masalah).
E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI GESTALT
1. Kelebihan Teori Gestalt
a)
Menghasilkan individu atau anak yang memiliki
kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap
persoalan yang dihadapi.
b)
Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga
terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan
keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
Selain itu, latihan memecahkan masalah seringkali
dilakukan
melalui
belajar
kelompok
dengan
menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
c)Peserta didik dapat aktif dan dapat menemukan cara
belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru berfungsi
sebagai mediator, fasilitator dan teman yang membuat
situasi menjadi kondusif untuk terjadinya konstruksi
pengetahuan dari peserta didik.
Tytler (1996:20) juga menambahkan bahwa dengan upaya
mengimplementasikan teori belajar kognitif dalam rancangan
Pembelajaran maka:
a) Siswa dengan mudah dapat mengemukakan
gagasannya dengan bahasa sendiri.
b) Siswa dapat dengan mudah berfikir tentang
pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan
imajinatif.
c) Siswa mempunyai kesempatan untuk mencoba
gagasan baru.
2. Kelemahan Teori Gestalt
Selain jasa dan sumbangannya yang sangat berharga
bagi belajar disekolah dengan insight, namun terdapat juga
celah-celah kelemahan dan kekurangannya. Seperti halnya
17
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
teori belajar koneksionisme, terhadap teori gestaltpun dapat
diajukan pertanyaan, bolehkah belajar dengan insight itu
dianggap sebagai prototipe belajar?
Dari satu segi, teori ini nampak menunjukkan
beberapa kejadian belajar yang umum, sehingga lebih mudah
menganalisisnya. Misalnya, kalau anak dibimbing untuk
”melihat ’ hubungan, seperti tambah dan kali, antara berat
dan ”daya tarik” gaya berat, maka sering ia mampu
memperlihatkan pemahaman.
Sedangkan dari segi yang lain, memang sulit
menemukan pemahaman dalam mempelajari hal-hal yang
sangat beragam. Misalnya: anak tidak dapat mempelajari
nama tanam-tanaman atau bintang-bintang dengan insight.
Dia tidak dapat membaca dengan insight, demikian pula dia
tidak tidak dapat berbicara dengan bahasa asing. Siswa
Biologi tidak dapat mempelajari struktur dan fungsi hewan
dengan pemahaman.
Tegasnya, pemahaman itu tidak dapat menjadi
prototipe untuk sejumlah belajar yang biasa dilakukan
manusia. Barangkali, pemahaman barulah terjadi kalau kita
belajar dengan ”pemecahan masalah”, walaupun dalam
kenyataannya, tidak semua hal merupakan masalah, boleh
jadi hanya merupakan fakta atau prinsip.
Daftar Pustaka
Ernest Ropiequet Hilgard, 1975, Theories Of Learning: The
Century Psychologi Series, Printice-Hall, Inc., and
Englewood Cliffs, N.J..
Henry L. Boediger, J. Philippe Rushton, Elizabeth D. Capald dan
Scot G. Paris,1984, Psychology, Litle Brown and Company,
Boston, Toronto, 1 B.R. Hergenhann and Mettew H.Olson,
1997, An Introduction to The Theories of Learning, New Jersey:
Prantice hall. Inc.
http/www.google.co.id/file/e-Psycology/diakses
September 2007
18
tanggal
25
Titin Nur Hidayati, Implementasi Teori Belajar Gestalt
pada Proses Pembelajaran
Malcom Kowles, 1986, The Adult Learner A Neglected Spesies.
Gulf Publising Company Book Division, Houston, Texas, Edisi
ke-3.
Stephen N. Elliot, Thomas R. Kratochwill, Joan Littlefield Cook, and
John F. Travers, 2000, Educational Psychology: Efective
Teaching,
Effective
Learning, McGraw-Hill Higher
Education, Edisi International.
Sumadi Suryabrata, 2004, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Guy R. Lefrancois, 1995, Theories of Human Learning. Kros’s
Report. Book/Cole Publising Company.
Muhibbin Syah.,M.Ed,. 1995, Psikologi Pendidikan
pendekatan baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
dengan
B.R. Hergenhann and Mettew H.Olson, 1997, An Introduction to
The Theories of Learning, New Jersey: Prantice hall. Inc.
Slameto,
2003,
Belajar
dan
Faktor-faktor
mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Ratna Wilis Dahar, 1996, Teori
Erlangga.
yang
Belajar, Jakarta: Penerbit:
19