Laporan Praktikum Kebakaan Genetika Indonesia
LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA
Buta Warna
Disusun Oleh
Aza Ayu Din Illahaqi
NIM 14304241039
Pendidikan Biologi Inter
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016
A. JUDUL
Buta Warna
B. TUJUAN
Mengetahui cara melakukan pengujian test buta warna
C. DASAR TEORI
Beberapa lapis dibelakang permukaan retina terdapat kombinasi sel-sel batang
dan kerucut yang sangat berperan dalam fungsi penglihatan mata. Sel kerucut (cone)
bersifat fotopik serta berperan di siang hari yang peka terhadap warna, sedangkan sel
batang (rod) adalah skotopik, yang peka terhadap cahaya, dan menjadi parameter
kepekaan retina terhadap adaptasi gelap-terang (Pinel, 2009).
Buta warna adalah suatu kondisi ketika sel-sel retina tidak mampu merespon
warna dengan semestinya. Sel-sel kerucut di dalam retina mata mengalami
perlemahan atau kerusakan. Buta warna merupakan kelainan genetik/ bawaan yang
diturunkan dari orang tua kepada anaknya, karena kelainan ini dibawa oleh kromosom
X. Artinya kromosom Y tidak membawa faktor buta warna. Saraf sel dari retina
terdiri atas sel batang yang peka terhadap hitam dan putih. Serta sel kerucut yang peka
terhadap warna lainnya. Buta warna terjadi ketika saraf reseptor cahaya di retina
mengalami perubahan, terutama sel kerucut. (Guyton, 1997)
Wanita secara genetis sebagai carrier. Istilah buta warna atau color blind
sebetulnya salah pengertian dan menyesatkan, karena seorang penderita buta warna
tidak buta terhadap seluruh warna. Akan lebih tepat bila disebut gejala defisiensi daya
melihat warna tertentu saja atau color vision difiency. Orang yang mengalami buta
warna tidak hanya melihat warna hitam putih saja, tetapi yang terjadi adalah
kelemahan atau penurunan pada penglihatan warna-warna tertentu misalnya
kelemahan pada warna merah, hijau, kuning, dan biru. Buta warna permanen biasanya
terjadi karena faktor keturunan. Sedangkan orang yang tidak mengalami buta warna
dapat mengalami buta warna apabila terjadi faktor-faktor tertentu seperti kecelakaan.
Dalam Kalat (2010) disebutkan bahwa pada kasus buta warna yang paling umum,
individu mengalami kesulitan untuk membedakan warna merah dan hijau. Sekitar 8%
pria adalah penderita buta warna merah hijau, sementara penderita wanita hanya 1%
(Bowmaker, 1998).
Tipe buta warna ada 3 (Widyastuti, M. et all, 2004), yaitu:
1. Monokromat atau buta warna total (monochomacy)
Sering dianggap sebagai buta warna oleh orang umum. Kondisi ini ditandai dengan
retina mata mengalami kerusakan total dalam merespon warna. Hanya warna hitam
dan putih yang mampu diterima retina.
2. Dikromat atau buta warna parsial (dichromacy)
Yaitu keadaan ketika satu dari tiga sel kerucut tidak ada. Ada tiga klasifikasi
turunan, yakni:
a. Protanopia, sel kerucut warna merah tidak ada sehingga tingkat kecerahan
warna merah atau perpaduannya kurang.
b. Deuteranopia, retina tidak memiliki sel kerucut yang peka terhadap warna hijau.
c. Tritanopia, sel kerucut warna biru tidak ditemukan
3. Anomaly trikromat (anomalous trichromacy)
Yaitu mata mengalami perubahan tingkat sensitifitas warna dari satu atau lebih sel
kerucut pada retina. Jenis buta warna inilah yang sering dialami oleh orang-orang.
Ada tiga klasifikasi turunan pada trikromasi, yaitu:
a. Protonomali, lemah mengenal warna merah.
b. Deuteromali, warna hijau sulit dikenal.
c. Trinomali, warna biru sulit dikenal.
Metode Ishihara
Metode Ishihara yaitu metode yang dapat dipakai untuk menentukan dengan
cepat kelainan buta warna didasarkan pada penggunaan kartu bertitik-titik. Kartu ini
disusun dengan menyatukan titik-titik yang mempunyai bermacam-macam warna.
Metode Ishihara ini dikembangkan menjadi tes buta warna oleh Dr. Shinobu
Ishihara. Tes ini pertama kali dipublikasi pada tahun 1917 di Jepang dan terus
digunakan diseluruh dunia, sampai sekarang. Tes Buta Warna Ishihara terdiri dari
lembaran yang didalamnya terdapat titik-titik dengan berbagai warna dan ukuran.
Titik berwarna tersebut disusun sehingga membentuk lingkaran. Warna titik itu dibuat
sedemikian rupa orang buta warna tidak akan melihat perbedaan wrna seperti yang
dilihat orang normal. (Guyton, 1997)
D. METODE
1. Alat dan Bahan
-
Buku test buta warna (Ishihara’s Tests)
-
Alat tulis
2. Cara Kerja
Menguji kemampuan warna dengan menulis apa yang terlihat pada
buku test buta warna pada kolom-kolom yang telah tersedia
Mencocokan hasil yang diperoleh dengan angka/ gambar yang
sebenarnya
Menghitung persentase kesalahan yang dibuat dalam test
E. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Individu
No Gambar
Angka/gambar
1
Angka/gambar yang
terlihat
12
2
8
3
5
4
29
5
74
6
7
7
45
8
2
9
X (tidak ada)
10
16
11
Pola
12
35
13
96
14
Pola
Jumlah soal benar
14
Data Kelas
No Gambar
Angka/gambar yang
terlihat
1
2
3
4
5
6
7
12
8
5
29
74
7
45
Jumlah mahasiswa
yang menjawab
benar
27
27
27
27
20
27
27
8
9
10
11
12
13
14
2
X (tidak ada)
16
Pola
15
96
Pola
27
20
26
27
27
27
27
Total mahasiswa : 27
14
Nia
Aft
Aza
Ulfa
Milade
Agus
Neny
Teolina
Hindun
Laila
Yenni
Nurul
Risa
Siti
Rika
Fia
Fajar
Ade
Senja
Machmud
ah
Andi
Amal
Fitri
Theophile
Jumlah soal benar
13
Nomor soal yang
salah
9 (melihat angka Rini
8)
Anggun
5 (melihat angka
Arum
71)
9 (melihat angka
8)
5 (melihat angka
71)
9 (melihat angka
2)
5 (melihat angka
77)
5 (melihat angka
71)
9 (melihat angka
8)
5 (melihat angka
71)
12
Nomor soal
yang salah
9, 10
(menjawab 2,
18)
5, 9
(menjawab
24, 8)
5, 9
(menjawab
71, pola)
Persentase Kesalahan = 0 % 15 mahasiswa
1
Persentase Kesalahan = 14 x 100% = 7,14% 9 mahasiswa
2
Persentase Kesalahan = 14 x 100% = 14,28 % 3 mahasiswa
Praktikum kali ini bertujuan mengetahui cara melakukan pengujian test buta
warna. Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan meliputi alat tulis dan buku test buta
warna (Ishihara’s Test). Pada buku test, terdapat titik-titik/bulatan/bulatan dengan
berbagai warna dan ukuran. Titik/bulatan berwarna tersebut disusun sehingga
membentuk lingkaran. Di dalam lingkaran umumnya terdapat susunan warna yang
membentuk angka-angka atau pola-pola tertentu. Warna perbedaan warna seperti
yang dilihat oleh orang-orang normal. Langkah awal yang dilakukan, praktikan diuji
dengan melihat kemampuannya dalam membedakan warna yaitu dengan menuliskan
apa yang terlihat pada buku test buta warna pada kertas yang telah tersedia. Lalu
mencocokkan hasil yang diperoleh dengan angka/ gambar yang sebenarnya.
Kemudian menghitung persentase kesalahan yang dibuat dalam test.
Seseorang dapat dikatakan mengalami buta warna apabila ia salah menafsirkan
warna lebih dari tiga pada nomor 1 sampai 11. Sementara jika praktikan memiliki
kesalahan penafsiran warna sebanyak 3 atau kurang, maka tidak digolongkan ke
dalam buta warna. Adapun nomor urut dengan nomor urut 12 sampai dengan nomor
urut 14 hanya untuk mengidentifikasi jenis buta warna yang dialami oleh praktikan,
yaitu apakah nomor buta warna total atau buta warna parsial.
Berdasarkan data individu yang telah diperoleh diketahui bahwa praktikan tidak
mengalami buta warna. Dari 14 soal yang di uji kan, praktikan dapat menjawab
keseleruhan soal dengan benar sehingga diperoleh persentase kesalahan 0%. Hal ini
diperkuat dengan melihat riwayat keturunan dari keluarga, praktikan tidak
mempunyai keturunan buta warna sehingga keturunan praktikan tidak memiliki gen
resesif ( c ) yang menyebabkan buta warna.
Kelainan buta warna merupakan kelainan yang terpaut pada kromosom X. (Suryo,
2008). Sedangkan praktikan memiliki jenis kelamin perempuan normal. Sehingga
kemungkinan genotip yang dimiliki oleh praktikan dan kedua orang tua praktikan
adalah sebagai berikut.
P
Gamet
:
:
♂ XY
F1
:
XX : wanita normal
X, Y
x
♀ XX
X
XY : laki-laki normal
Berdasarkan data kelas, dapat diketahui bahwa 15 mahasiswa dapat menjawab
benar seluruh soal (14) dengan persentase kesalahan 0%, 9 mahasiwa salah 1 soal
dengan persentase kesalahan 7,14%, dan 3 mahasiswa menjawab salah 2 soal
sehingga memiliki persentase kesalahan 14,28%. Sebagian besar mahasiswa yang
menjawab salah, rata-rata terdapat pada nomor 5 dan 9, lainnya pada nomor 10. Jika
dilihat
petunjuk buku Ishihara maka dapat disimpulkan bahwa keseluruhan
mahasiswa kelas masih dalam kategori normal atau tidak mengalami buta wsrna. Hal
ini dikarenakan kesalahan praktikan tidak mencapai lebih dari 3 soal.
Berikut beberapa kemungkinan genotip yang dimiliki oleh mahasiswa satu kelas
dan kedua orang tuanya.
P
: ♂ XY
Gamet :
x
♀ XX
X, Y
X
F1
: XX : wanita normal
P
XY : laki-laki normal
: ♂ XY
x
♀ X cb X cb
Gamet :
X, Y
P
X cbY : laki-laki buta warna
: ♂ XY
x
♀ XX cb
F1
x
cb
♀ XX
X
X ,Y
cb
: XX : wanita normal carrier
XY : laki-laki normal
X cb
: XX cb : wanita normal carrier
X, Y
: ♂ X cbY
Gamet :
F1
F1
Gamet :
P
X, X cb
: XX : wanita normal
P
: ♂ X cbY
Gamet :
F1
X cb ,Y
x
♀ XX cb
X, X cb
: XX cb : wanita normal carrier
XY : laki-laki normal
XY : laki-laki normal
XX cb : wanita normal carrier
X cb X cb: wanita buta warna
X cbY : laki-laki buta warna
X cbY : laki-laki buta warna
F. DISKUSI
1. Mungkinakah seorang wanita menderita Buta warna? Apapun jawaban anda,
bagaimana turunannya kalau wanita tersebut kawin dengan laki-laki yang buta
warna?
Mungkin, jika ayah dan ibunya menderita buta warna atau jika ayahnya buta
warna dan ibunya normal carrier.
Jika wanita buta warna (X cb X cb) menikah dengan laki-laki yang buta warna (
X cb Y ) maka kemungkinan semua keturunannya (100 %) buta warna.
P
♂ X cb Y
:
x
X cb ,Y
Gamet :
X cb
X cb
♀
♂
X cb
X cb
F1
♀ X cb X cb
Y
X cb X cb
X cb X cb
X cb Y
X cb Y
: X cb X cb : wanita buta warna (50%)
X cb Y
: laki-laki buta warna (50%)
2. Mengapa buta warna banyak terdapat pada laki-laki?
Karena laki-laki hanya memiliki satu buah kromosom X, sedangkan wanita
memiliki dua buah kromosom X. Sehingga apabila salah satu dari kromosom
tersebut terdapat gen yang menyebabkan buta warna, kromosom lainnya
berperan secara normal.
3. Dapatkah suami-istri yang normal menghasilkan keturunan yang buta warna?
Dapat, jika istri merupakan normal carrier dengan kemungkinan semua yang
menderita buta warna adalah anak laki-lakinya.
P
:
♂ XY
x
X, X cb
X, Y
Gamet :
♀
♂
X cb
♀ X X cb
X
XX cb
Y
X cb Y
X
F1
XY
XX
: XX cb : wanita normal carrier (25%)
XX
: wanita normal (25%)
cb
X Y : laki-laki buta warna (25%)
XY
: laki-laki normal (25%)
4. Apabila dua anak bersaudara kandung, laki-laki dan perempuan, semuanya buta
warna. Bagaimanakah fenotip dan genotip kedua orang tuanya?
Anak laki-laki: (buta warna), perempuan: (buta warna)
Kemungkinan 1: ayahnya buta warna (X cbY) dan ibu buta warna (X cb X cb)
ditunjukkan dengan diagram persilangan berikut.
P
:
♂ X cb Y
x
X cb ,Y
Gamet :
♀ X cb X cb
X cb
F1
X cb
♀
♂
X cb
X cb
X cb X cb
X cb X cb
Y
X cb Y
X cb Y
Kemungkinan 2: ayahnya buta warna dan ibunya normal carrier
P
:
♂ X cb Y
x
X cb ,Y
Gamet :
♀ X X cb
X,X cb
F1
X cb
♀
♂
X cb
X
X cb X cb
X X cb
Y
X cb Y
XY
5. Ciri khas pewarisan gen terangkai pada kromosom X adalah Criss-cross
inheritance. Apa maksudnya?
Suatu pola pewarisan sifat menyilang, artinya sifat dari ibu akan diwariskan
kepada semua anak laki-lakinya. Dalam kasus buta warna, jika seorang ayah
menderita buta warna maka sifat buta warnanya akan diturunkan kepada anak
perempuannya. Sebaliknya jika ibu yang memiliki sifat buta warna maka sifat
buta warnanya akan diturunkan kepada anak laki-lakinya.
G. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
kelainan buta warna dapat di uji dengan test Buta Warna (Ishihara’s Test). Test buta
warna dilakukan dengan melihat angka atau pola yang tampak pada buku. Orang yang
menderita buta warna tidak dapat membedakan warna merah dan hijau, sehingga
orang tersebut tidak dapat melihat angka/ pola atau menunjukkan hasil yang berbeda
dari hasil yang sebeenarnya. Buku test buta warna (Ishihara’s Test) dapat digunakan
untuk mengetahui mata normal, buta warna parsial dan buta warna total.
H. DAFTAR PUSTAKA
Bowmaker JK. 1998. Visual pigments and molecular genetics of color blindness.
News Physiol. Sci 13: 63-69.
Guyton and Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : CV EGC.
Kalat, James W. 2010. Biopsikologi Edisi 9. Jakarta: Salemba Humanika.
Pinel, John P.T. 2009. Biopsikologi Edisi Ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Pelopor.
Suryo. 2008. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Tim Genetika. 2012. Petunjuk Praktikum Genetika. Yogyakarta: Jurdik Biologi
FMIPA UNY.
Widyastuti, M., Suyanto, Yulianto, F. 2004. Tes Buta Warna Berbasis Komputer.
Jurnal Teknik Informatika.
I. LAMPIRAN
Buta Warna
Disusun Oleh
Aza Ayu Din Illahaqi
NIM 14304241039
Pendidikan Biologi Inter
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016
A. JUDUL
Buta Warna
B. TUJUAN
Mengetahui cara melakukan pengujian test buta warna
C. DASAR TEORI
Beberapa lapis dibelakang permukaan retina terdapat kombinasi sel-sel batang
dan kerucut yang sangat berperan dalam fungsi penglihatan mata. Sel kerucut (cone)
bersifat fotopik serta berperan di siang hari yang peka terhadap warna, sedangkan sel
batang (rod) adalah skotopik, yang peka terhadap cahaya, dan menjadi parameter
kepekaan retina terhadap adaptasi gelap-terang (Pinel, 2009).
Buta warna adalah suatu kondisi ketika sel-sel retina tidak mampu merespon
warna dengan semestinya. Sel-sel kerucut di dalam retina mata mengalami
perlemahan atau kerusakan. Buta warna merupakan kelainan genetik/ bawaan yang
diturunkan dari orang tua kepada anaknya, karena kelainan ini dibawa oleh kromosom
X. Artinya kromosom Y tidak membawa faktor buta warna. Saraf sel dari retina
terdiri atas sel batang yang peka terhadap hitam dan putih. Serta sel kerucut yang peka
terhadap warna lainnya. Buta warna terjadi ketika saraf reseptor cahaya di retina
mengalami perubahan, terutama sel kerucut. (Guyton, 1997)
Wanita secara genetis sebagai carrier. Istilah buta warna atau color blind
sebetulnya salah pengertian dan menyesatkan, karena seorang penderita buta warna
tidak buta terhadap seluruh warna. Akan lebih tepat bila disebut gejala defisiensi daya
melihat warna tertentu saja atau color vision difiency. Orang yang mengalami buta
warna tidak hanya melihat warna hitam putih saja, tetapi yang terjadi adalah
kelemahan atau penurunan pada penglihatan warna-warna tertentu misalnya
kelemahan pada warna merah, hijau, kuning, dan biru. Buta warna permanen biasanya
terjadi karena faktor keturunan. Sedangkan orang yang tidak mengalami buta warna
dapat mengalami buta warna apabila terjadi faktor-faktor tertentu seperti kecelakaan.
Dalam Kalat (2010) disebutkan bahwa pada kasus buta warna yang paling umum,
individu mengalami kesulitan untuk membedakan warna merah dan hijau. Sekitar 8%
pria adalah penderita buta warna merah hijau, sementara penderita wanita hanya 1%
(Bowmaker, 1998).
Tipe buta warna ada 3 (Widyastuti, M. et all, 2004), yaitu:
1. Monokromat atau buta warna total (monochomacy)
Sering dianggap sebagai buta warna oleh orang umum. Kondisi ini ditandai dengan
retina mata mengalami kerusakan total dalam merespon warna. Hanya warna hitam
dan putih yang mampu diterima retina.
2. Dikromat atau buta warna parsial (dichromacy)
Yaitu keadaan ketika satu dari tiga sel kerucut tidak ada. Ada tiga klasifikasi
turunan, yakni:
a. Protanopia, sel kerucut warna merah tidak ada sehingga tingkat kecerahan
warna merah atau perpaduannya kurang.
b. Deuteranopia, retina tidak memiliki sel kerucut yang peka terhadap warna hijau.
c. Tritanopia, sel kerucut warna biru tidak ditemukan
3. Anomaly trikromat (anomalous trichromacy)
Yaitu mata mengalami perubahan tingkat sensitifitas warna dari satu atau lebih sel
kerucut pada retina. Jenis buta warna inilah yang sering dialami oleh orang-orang.
Ada tiga klasifikasi turunan pada trikromasi, yaitu:
a. Protonomali, lemah mengenal warna merah.
b. Deuteromali, warna hijau sulit dikenal.
c. Trinomali, warna biru sulit dikenal.
Metode Ishihara
Metode Ishihara yaitu metode yang dapat dipakai untuk menentukan dengan
cepat kelainan buta warna didasarkan pada penggunaan kartu bertitik-titik. Kartu ini
disusun dengan menyatukan titik-titik yang mempunyai bermacam-macam warna.
Metode Ishihara ini dikembangkan menjadi tes buta warna oleh Dr. Shinobu
Ishihara. Tes ini pertama kali dipublikasi pada tahun 1917 di Jepang dan terus
digunakan diseluruh dunia, sampai sekarang. Tes Buta Warna Ishihara terdiri dari
lembaran yang didalamnya terdapat titik-titik dengan berbagai warna dan ukuran.
Titik berwarna tersebut disusun sehingga membentuk lingkaran. Warna titik itu dibuat
sedemikian rupa orang buta warna tidak akan melihat perbedaan wrna seperti yang
dilihat orang normal. (Guyton, 1997)
D. METODE
1. Alat dan Bahan
-
Buku test buta warna (Ishihara’s Tests)
-
Alat tulis
2. Cara Kerja
Menguji kemampuan warna dengan menulis apa yang terlihat pada
buku test buta warna pada kolom-kolom yang telah tersedia
Mencocokan hasil yang diperoleh dengan angka/ gambar yang
sebenarnya
Menghitung persentase kesalahan yang dibuat dalam test
E. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Individu
No Gambar
Angka/gambar
1
Angka/gambar yang
terlihat
12
2
8
3
5
4
29
5
74
6
7
7
45
8
2
9
X (tidak ada)
10
16
11
Pola
12
35
13
96
14
Pola
Jumlah soal benar
14
Data Kelas
No Gambar
Angka/gambar yang
terlihat
1
2
3
4
5
6
7
12
8
5
29
74
7
45
Jumlah mahasiswa
yang menjawab
benar
27
27
27
27
20
27
27
8
9
10
11
12
13
14
2
X (tidak ada)
16
Pola
15
96
Pola
27
20
26
27
27
27
27
Total mahasiswa : 27
14
Nia
Aft
Aza
Ulfa
Milade
Agus
Neny
Teolina
Hindun
Laila
Yenni
Nurul
Risa
Siti
Rika
Fia
Fajar
Ade
Senja
Machmud
ah
Andi
Amal
Fitri
Theophile
Jumlah soal benar
13
Nomor soal yang
salah
9 (melihat angka Rini
8)
Anggun
5 (melihat angka
Arum
71)
9 (melihat angka
8)
5 (melihat angka
71)
9 (melihat angka
2)
5 (melihat angka
77)
5 (melihat angka
71)
9 (melihat angka
8)
5 (melihat angka
71)
12
Nomor soal
yang salah
9, 10
(menjawab 2,
18)
5, 9
(menjawab
24, 8)
5, 9
(menjawab
71, pola)
Persentase Kesalahan = 0 % 15 mahasiswa
1
Persentase Kesalahan = 14 x 100% = 7,14% 9 mahasiswa
2
Persentase Kesalahan = 14 x 100% = 14,28 % 3 mahasiswa
Praktikum kali ini bertujuan mengetahui cara melakukan pengujian test buta
warna. Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan meliputi alat tulis dan buku test buta
warna (Ishihara’s Test). Pada buku test, terdapat titik-titik/bulatan/bulatan dengan
berbagai warna dan ukuran. Titik/bulatan berwarna tersebut disusun sehingga
membentuk lingkaran. Di dalam lingkaran umumnya terdapat susunan warna yang
membentuk angka-angka atau pola-pola tertentu. Warna perbedaan warna seperti
yang dilihat oleh orang-orang normal. Langkah awal yang dilakukan, praktikan diuji
dengan melihat kemampuannya dalam membedakan warna yaitu dengan menuliskan
apa yang terlihat pada buku test buta warna pada kertas yang telah tersedia. Lalu
mencocokkan hasil yang diperoleh dengan angka/ gambar yang sebenarnya.
Kemudian menghitung persentase kesalahan yang dibuat dalam test.
Seseorang dapat dikatakan mengalami buta warna apabila ia salah menafsirkan
warna lebih dari tiga pada nomor 1 sampai 11. Sementara jika praktikan memiliki
kesalahan penafsiran warna sebanyak 3 atau kurang, maka tidak digolongkan ke
dalam buta warna. Adapun nomor urut dengan nomor urut 12 sampai dengan nomor
urut 14 hanya untuk mengidentifikasi jenis buta warna yang dialami oleh praktikan,
yaitu apakah nomor buta warna total atau buta warna parsial.
Berdasarkan data individu yang telah diperoleh diketahui bahwa praktikan tidak
mengalami buta warna. Dari 14 soal yang di uji kan, praktikan dapat menjawab
keseleruhan soal dengan benar sehingga diperoleh persentase kesalahan 0%. Hal ini
diperkuat dengan melihat riwayat keturunan dari keluarga, praktikan tidak
mempunyai keturunan buta warna sehingga keturunan praktikan tidak memiliki gen
resesif ( c ) yang menyebabkan buta warna.
Kelainan buta warna merupakan kelainan yang terpaut pada kromosom X. (Suryo,
2008). Sedangkan praktikan memiliki jenis kelamin perempuan normal. Sehingga
kemungkinan genotip yang dimiliki oleh praktikan dan kedua orang tua praktikan
adalah sebagai berikut.
P
Gamet
:
:
♂ XY
F1
:
XX : wanita normal
X, Y
x
♀ XX
X
XY : laki-laki normal
Berdasarkan data kelas, dapat diketahui bahwa 15 mahasiswa dapat menjawab
benar seluruh soal (14) dengan persentase kesalahan 0%, 9 mahasiwa salah 1 soal
dengan persentase kesalahan 7,14%, dan 3 mahasiswa menjawab salah 2 soal
sehingga memiliki persentase kesalahan 14,28%. Sebagian besar mahasiswa yang
menjawab salah, rata-rata terdapat pada nomor 5 dan 9, lainnya pada nomor 10. Jika
dilihat
petunjuk buku Ishihara maka dapat disimpulkan bahwa keseluruhan
mahasiswa kelas masih dalam kategori normal atau tidak mengalami buta wsrna. Hal
ini dikarenakan kesalahan praktikan tidak mencapai lebih dari 3 soal.
Berikut beberapa kemungkinan genotip yang dimiliki oleh mahasiswa satu kelas
dan kedua orang tuanya.
P
: ♂ XY
Gamet :
x
♀ XX
X, Y
X
F1
: XX : wanita normal
P
XY : laki-laki normal
: ♂ XY
x
♀ X cb X cb
Gamet :
X, Y
P
X cbY : laki-laki buta warna
: ♂ XY
x
♀ XX cb
F1
x
cb
♀ XX
X
X ,Y
cb
: XX : wanita normal carrier
XY : laki-laki normal
X cb
: XX cb : wanita normal carrier
X, Y
: ♂ X cbY
Gamet :
F1
F1
Gamet :
P
X, X cb
: XX : wanita normal
P
: ♂ X cbY
Gamet :
F1
X cb ,Y
x
♀ XX cb
X, X cb
: XX cb : wanita normal carrier
XY : laki-laki normal
XY : laki-laki normal
XX cb : wanita normal carrier
X cb X cb: wanita buta warna
X cbY : laki-laki buta warna
X cbY : laki-laki buta warna
F. DISKUSI
1. Mungkinakah seorang wanita menderita Buta warna? Apapun jawaban anda,
bagaimana turunannya kalau wanita tersebut kawin dengan laki-laki yang buta
warna?
Mungkin, jika ayah dan ibunya menderita buta warna atau jika ayahnya buta
warna dan ibunya normal carrier.
Jika wanita buta warna (X cb X cb) menikah dengan laki-laki yang buta warna (
X cb Y ) maka kemungkinan semua keturunannya (100 %) buta warna.
P
♂ X cb Y
:
x
X cb ,Y
Gamet :
X cb
X cb
♀
♂
X cb
X cb
F1
♀ X cb X cb
Y
X cb X cb
X cb X cb
X cb Y
X cb Y
: X cb X cb : wanita buta warna (50%)
X cb Y
: laki-laki buta warna (50%)
2. Mengapa buta warna banyak terdapat pada laki-laki?
Karena laki-laki hanya memiliki satu buah kromosom X, sedangkan wanita
memiliki dua buah kromosom X. Sehingga apabila salah satu dari kromosom
tersebut terdapat gen yang menyebabkan buta warna, kromosom lainnya
berperan secara normal.
3. Dapatkah suami-istri yang normal menghasilkan keturunan yang buta warna?
Dapat, jika istri merupakan normal carrier dengan kemungkinan semua yang
menderita buta warna adalah anak laki-lakinya.
P
:
♂ XY
x
X, X cb
X, Y
Gamet :
♀
♂
X cb
♀ X X cb
X
XX cb
Y
X cb Y
X
F1
XY
XX
: XX cb : wanita normal carrier (25%)
XX
: wanita normal (25%)
cb
X Y : laki-laki buta warna (25%)
XY
: laki-laki normal (25%)
4. Apabila dua anak bersaudara kandung, laki-laki dan perempuan, semuanya buta
warna. Bagaimanakah fenotip dan genotip kedua orang tuanya?
Anak laki-laki: (buta warna), perempuan: (buta warna)
Kemungkinan 1: ayahnya buta warna (X cbY) dan ibu buta warna (X cb X cb)
ditunjukkan dengan diagram persilangan berikut.
P
:
♂ X cb Y
x
X cb ,Y
Gamet :
♀ X cb X cb
X cb
F1
X cb
♀
♂
X cb
X cb
X cb X cb
X cb X cb
Y
X cb Y
X cb Y
Kemungkinan 2: ayahnya buta warna dan ibunya normal carrier
P
:
♂ X cb Y
x
X cb ,Y
Gamet :
♀ X X cb
X,X cb
F1
X cb
♀
♂
X cb
X
X cb X cb
X X cb
Y
X cb Y
XY
5. Ciri khas pewarisan gen terangkai pada kromosom X adalah Criss-cross
inheritance. Apa maksudnya?
Suatu pola pewarisan sifat menyilang, artinya sifat dari ibu akan diwariskan
kepada semua anak laki-lakinya. Dalam kasus buta warna, jika seorang ayah
menderita buta warna maka sifat buta warnanya akan diturunkan kepada anak
perempuannya. Sebaliknya jika ibu yang memiliki sifat buta warna maka sifat
buta warnanya akan diturunkan kepada anak laki-lakinya.
G. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
kelainan buta warna dapat di uji dengan test Buta Warna (Ishihara’s Test). Test buta
warna dilakukan dengan melihat angka atau pola yang tampak pada buku. Orang yang
menderita buta warna tidak dapat membedakan warna merah dan hijau, sehingga
orang tersebut tidak dapat melihat angka/ pola atau menunjukkan hasil yang berbeda
dari hasil yang sebeenarnya. Buku test buta warna (Ishihara’s Test) dapat digunakan
untuk mengetahui mata normal, buta warna parsial dan buta warna total.
H. DAFTAR PUSTAKA
Bowmaker JK. 1998. Visual pigments and molecular genetics of color blindness.
News Physiol. Sci 13: 63-69.
Guyton and Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : CV EGC.
Kalat, James W. 2010. Biopsikologi Edisi 9. Jakarta: Salemba Humanika.
Pinel, John P.T. 2009. Biopsikologi Edisi Ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Pelopor.
Suryo. 2008. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Tim Genetika. 2012. Petunjuk Praktikum Genetika. Yogyakarta: Jurdik Biologi
FMIPA UNY.
Widyastuti, M., Suyanto, Yulianto, F. 2004. Tes Buta Warna Berbasis Komputer.
Jurnal Teknik Informatika.
I. LAMPIRAN