LAPORAN PENDAHULUAN VERTIGO ( 3 )

Pengertian

 Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau seolah-olah
benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan mual
dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa
berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika
berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak
sama sekali (Israr, 2008).
 Vertigo adalah keadaan pusing yang dirasakan luar biasa. Seseorang yang menderita
vertigo merasakan sekelilingnya seolah-olah berputar, ini disebabkan oleh gangguan
keseimbangan yang berpusat di area labirin atau rumah siput di daerah telinga.
Perasaan tersebut kadang disertai dengan rasa mual dan ingin muntah, bahkan
penderita

merasa

tak

mampu

berdiri


dan

kadang

terjatuh

karena

masalah

keseimbangan. Keseimbangan tubuh dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat
informasi mengenai posisi tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata.
Vertigo biasanya timbul akibat gangguan telinga tengah dan dalam atau gangguan
penglihatan (Putranta, 2005)
 Vertigo adalah sensasi atau perasaan yang mempengaruhi orientasi ruang dan mungkin
dapat didefinisikan sebagai suatu ilusi gerakan. Keluhan ini merupakan gejala yang
sifatnya subyektif dan karenanya sulit dinilai. Walupun pengobatan sebaiknya langsung
pada penyebab yang mendasari penyebab atau kelainannya, asal atau penyebab
vertigo sering tidak diketahui ataupun tidak mungkin diobati (CDK, 2009)

B. Jenis vertigo

Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran vestibular
yang mengalami kerusakan, yaitu
1. Vertigo Periferal
Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang disebut kanalis
semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas mengontrol keseimbangan.
Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo periferal antara lain
penyakitpenyakit seperti benign parozysmal positional vertigo (gangguan akibat
kesalahan pengiriman pesan), penyakit meniere (gangguan keseimbangan yang
sering kali menyebabkan hilang pendengaran), vestibular neuritis (peradangan pada
sel-sel saraf keseimbangan), dan labyrinthitis (radang di bagian dalam
pendengaran).
2. Vertigo Sentral
Saluran vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang senantiasa
mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk menjaga keseimbangan.
Vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam otak, khususnya
di bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan serebelum (otak
kecil).


C. ETIOLOGI VERTIGO
Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui organ
keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang
berhubungan dengan area tertentu di otak. Vetigo bisa disebabkan oleh kelainan di
dalam telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan di
dalam otaknya sendiri. Vertigo juga bisa berhubungan dengan kelainan penglihatan
atau perubahan tekanan darah yang terjadi secara tibatiba. Penyebab umum dari
vertigo: (Israr, 2008)
1. Keadaan lingkungan
 Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)
2. Obat-obatan
 Alkohol
 Gentamisin
3. Kelainan sirkulasi
 Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya
aliran darah ke salah satu bagian otak) pada arteri vertebral dan arteri basiler
4. Kelainan di telinga
 Endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga bagian dalam
(menyebabkan benign paroxysmal positional vertigo)
 Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri

 Herpes zoster
 Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)
 Peradangan saraf vestibuler
 Penyakit Meniere
5. Kelainan neurologis
 Sklerosis multipel
 Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin, persarafannya atau
keduanya
 Tumor otak
 Tumor yang menekan saraf vestibularis.

D. PATOFISISIOLOGI VERTIGO

1. Anatomi Vertigo
Jaringan saraf yang terkait dalam proses timbulnya sindrom vertigo:
a. Reseptor alat keseimbangan tubuh yang berperan dalam proses transduksi yaitu
mengubah rangsangan menjadi bioelektrokimia:
 Reseptor mekanis divestibulum
 Resptor cahaya diretina
 Resptor mekanis dikulit, otot dan persendian (propioseptik)

b. Saraf aferen, berperan dalam transmisi menghantarkan impuls ke pusat
keseimbangan di otak:
 Saraf vestibularis
 Saraf optikus
 Saraf spinovestibulosrebelaris.
c. Pusat-pusat keseimbangan, berperan dalam proses modulasi, komparasi,
integrasi/koordinasi dan persepsi: inti vestibularis, serebelum, kortex serebri,
hypotalamusi, inti akulomotorius, formarsio retikularis

2. Patofisiologi Vertigo
Dalam kondisi fisiologi/ normal, informasi yang tiba dipusat integrasi alat
keseimbangan
tubuh
yang
berasal
dari resptor
vestibular,
visual dan propioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya sinkron
dan wajar akan diproses lebih lanjut secara wajar untuk direspon. Respon yang
muncul beberapa penyesuaian dari otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam

keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya

terhadap lingkungan sekitarnya. Tidak ada tanda dan gejala kegawatan (alarm
reaction) dalam bentuk vertigo dan gejala dari jaringan otonomik.
Namun jika kondisi tidak normal/ tidak fisiologis dari fungsi alat keseimbangan tubuh
dibagian tepi atau sentral maupun rangsangan gerakan yang aneh atau berlebihan,
maka proses pengolahan informasi yang wajar tidak berlangsung dan muncul tandatanda kegawatan dalam bentuk vertigo dan gejala dari jaringan otonomik. Di
samping itu respon penyesuaian otot-otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul
gerakan abnormal dari mata disebut nistagnus.
Pathway Vertigo

Pathway Vertigo

D. MANIFESTASI KLINIS
Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan reak dan lembab
yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput
putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut
pahit, mata merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.

E. TANDA DAN GEJALA VERTIGO

1. Vertigo Sentral
Gejala yang khas bagi gangguan di batang otak misalnya diplopia, paratesia, perubahan
serisibilitas dan fungsi motorik. Biasanya pasien mengeluh lemah, gangguan koordinasi,
kesulitan dalam gerak supinasi dan pronasi tanyanye secara berturutturut (dysdiadochokinesia), gangguan berjalan dan gangguan kaseimbangan.
Percobaan tunjuk hidung yaitu pasien disuruh menunjuk jari pemeriksa dan kemudian

menunjuk hidungnya maka akan dilakukan dengan buruk dan terlihat adanya ataksia.
Namun pada pasien dengan vertigo perifer dapat melakukan percobaan tunjuk hidung
sacara normal. Penyebab vaskuler labih sering ditemukan dan mencakup insufisiensi
vaskuler berulang, TIA dan strok. Contoh gangguan disentral (batang otak, serebelum)
yang

dapat

menyebabkan

vertigo

adalah iskemia batang


otak,

tumor difossa

posterior, migren basiler.
2. Vertigo perifer
Lamanya vertigo berlangsung:
a. Episode (Serangan ) vertigo yang berlangsung beberapa detik.
Vertigo

perifer paling

sering

disebabkan

oleh vertigo posisional

berigna


(VPB).

Pencetusnya adalah perubahan posisi kepala misalnya berguling sewaktu tidur atau
menengadah mengambil barang dirak yang lebih tinggi. Vertigo berlangsung beberapa
detik kemudian mereda. Penyebab vertigo posisional berigna adalah trauma kepala,
pembedahan ditelinga atau oleh neuronitis vestibular prognosisnya baik gejala akan
menghilang spontan.
b. Episode Vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam.
Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit meniere
mempunyai trias gejala yaitu ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo dan tinitus.
Usia penderita biasanya 30-60 tahun pada permulaan munculnya penyakit.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan penurunaan pendengaran dan kesulitan dalam
berjalan “Tandem” dengan mata tertutup. Berjalan tandem yaitu berjalan dengan telapak
kaki lurus kedepan, jika menapak tumit kaki yang satu menyentuh jari kaki lainnya dan
membentuk garis lurus kedepan.
Sedangkan pemeriksaan elektronistagmografi sering memberi bukti bahwa terdapat
penurunan fungsi vertibular perifer. Perjalanan yang khas dari penyakit meniere ialah
terdapat kelompok serangan vertigo yang diselingi oleh masa remisi. Terdapat
kemungkinan bahwa penyakit akhirnya berhenti tidak kambuh lagi pada sebagian
terbesar penderitanya dan meninggalkan cacat pendengaran berupa tuli dan timitus dan

sewaktu penderita mengalami disekuilibrium (gangguan keseimbangan) namun bukan
vertigo. Penderita sifilis stadium 2 atau 3 awal mungkin mengalami gejala yang serupa
dengan penyakit meniere jadi kita harus memeriksa kemungkinana sifilis pada setiap
penderi penyakit meniere.
c. Serangan Vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang sering dijumpai pada penyakit ini
mulanya vertigo, nausea, dan muntah yang menyertainya ialah mendadak. Gejala ini
berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Sering penderita merasa lebih
lega namun tidak bebas sama sekali dari gejala bila ia berbaring diam.
Pada Neuronitis vestibular fungsi pendengaran tidak terganggu kemungkinannya
disebabkan oleh virus. Pada pemeriksaan fisik dijumpai nistagmus yang menjadi lebih

basar amplitudonya. Jika pandangan digerakkan menjauhi telinga yang terkena penyakit
ini akan mereda secara gradual dalam waktu beberapa hari atau minggu.
Pemeriksaan elektronistagmografi (ENG)

menunjukkan

penyembuhan


total

pada

beberapa penyakit namun pada sebagian besar penderita didapatkan gangguan
vertibular berbagai tingkatan. Kadang terdapat pula vertigo posisional benigna. Pada
penderita dengan serangan vertigo mendadak harus ditelusuri kemungkinan stroke
serebelar. Nistagmus yang bersifat sentral tidak berkurang jika dilakukan viksasi visual
yaitu mata memandang satu benda yang tidak bergerak dan nigtamusdapat berubah
arah bila arah pandangan berubah. Pada nistagmus perifer, nigtagmus akan berkurang
bila kita menfiksasi pandangan kita suatu benda contoh penyebab vetigo oleh gangguan
system vestibular perifer yaitu mabok kendaraan, penyakit meniere, vertigo pasca
trauma
N
O

VERTIGO PERIFERAL
(VESTIBULOGENIK)

VERTIGO SENTRAL (NONVESTIBULER)

1

Pandangan gelap

Penglihatan ganda

2

Rasa lelah dan stamina

Sukar menelan

3

menurun

Kelumpuhan otot-otot

4

Jantung berdebar wajah

Sakit kepala yang parah

5

Hilang keseimbangan

Kesadaran terganggu

6

Tidak mampu berkonsentrasi

Tidak mampu berkata-kata

7

Perasaan seperti mabuk

Hilangnya koordinasi

8

Otot terasa sakit

Mual dan muntah-muntah

9

Mual dan muntah-muntah

Tubuh terasa lemah

10

Memori dan daya pikir menurun

11

Sensitif pada cahaya terang dan
Suara
Berkeringat

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG VERTIGO
1. Tes Romberg yang dipertajam
Sikap kaki seperti tandem, lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup. Orang
yang normal mampu berdiri dengan sikap yang romberg yang dipertajam selama 30
detik atau lebih
2. Tes Melangkah ditempat (Stepping Test)
Penderita disuruh berjalan ditempat dengan mata tertutup sebanyak 50 langkah.
Kedudukan akhir dianggap abnormal jika penderita beranjak lebih dari satu meter atau
badan berputar lebih dari 30 derajat
3. Salah Tunjuk(post-pointing)
Penderita merentangkan lengannya, angkat lengan tinggi-tinggi (sampai fertikal)
kemudian kembali kesemula

4. Manuver Nylen Barang atau manuver Hallpike
Penderita duduk ditempat tidur periksa lalu direbahkan sampai kepala bergantung
dipinggir tempat tidur dengan sudut 30 0 kepala ditoleh kekiri lalu posisi kepala lurus
kemudian menoleh lagi kekanan pada keadaan abnormal akan terjadi nistagmus
5. Tes Kalori = dengan menyemprotkan air bersuhu 300 ketelinga penderita
6. Elektronistagmografi
Yaitu alat untuk mencatat lama dan cepatnya nistagmus yang timbul
7. Posturografi
Yaitu

tes

yang

dilakukan

untuk

mengevaluasi

system

visual, vestibular dan somatosensorik.

8. Komplikasi
1. Cidera fisik
Pasien dengan vertigo ditandai dengan kehilangan keseimbangan akibat terganggunya saraf
VIII (Vestibularis), sehingga pasien tidak mampu mempertahankan diri untuk tetap berdiri
dan berjalan.
2. Kelemahan otot
Pasien yang mengalami vertigo seringkali tidak melakukan aktivitas. Mereka lebih sering
untuk berbaring atau tiduran, sehingga berbaring yang terlalu lama dan gerak yang terbatas
dapat menyebabkan kelemahan otot.
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Identitas biasanya berisi tentang nama, umur, alamat, pendidikan, agama, pekerjaan, dll
b. Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan pasien pada saat dilakukan pengkajian. Biasanya pada pasien vertigo
keluhan utama yang dirasakan yaitu nyeri kepala hebat serta pusing.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit. Pada pasien vertigo tanyakan
adakah pengaruh sikap atau perubahan sikap terhadap munculnya vertigo, posisi mana yang
dapat memicu vertigo.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Adakah riwayat trauma kepala, penyakit infeksi dan inflamasi dan penyakit tumor otak.
Riwayat penggunaan obat vestibulotoksik missal antibiotik, aminoglikosid, antikonvulsan
dan salisilat
e. Riwayat Penyakit keluarga
Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga lain atau riwayat penyakit
lain baik bersifat genetic maupun tidak.
f. Riwayat Psikososial

Di kaji emosi klien, body image klien, harga diri, interaksi klien terhadap keluarga dan data
spiritual klien.
g. Pola-Pola fungsi Kesehatan
 Pola Fungsi dan tata laksana kesehatan
Adakah kecemasan yang dia lihatkan oleh kurangnya pemahaman pasien dan keluarga
mengenai penyakit, pengobatan dan prognosa.
 Pola nutrisi dan metabolism
Adakah nausea dan muntah
 Pola eliminasi
Bagaimana BAK dan BABnya, lancar atau tidak
 Pola tidur dan istirahat
Dikaji bagaimana tidur klien nyenyak atau tidak, berapa lama tidur klien, pada pasien vertigo
biasanya pasien mengalami gangguan tidur.
 Aktivitas
Biasanya pada pasien vertigo aktivitasnya kurang, klien sering mengalami Letih, lemah,
Keterbatasan gerak, Ketegangan mata, kesulitan membaca, Insomnia, bangun pada pagi hari
dengan disertai nyeri kepala, Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas
(kerja) atau karena perubahan cuaca.
 Pola hubungan peran
Meliputi hubungan pasien dengan keluarga dan masyarakat sekitar
 Pola presepsi dan konsep diri
Bagaimana klien menggambarkan dirinya terkait dengan penyakitnya.
 Pola sensori dan kognitif
Bagaimana klien menghadapi rasa sakit ? apakah mengalami penurunan panca indra?
 Pola reproduksi seksual
Dikaji bagaimana hubungan seksual klien dengan pasangannya, apakah ada gangguan atau
tidak
 Pola penanggulangan stress
Meliputi penyebab stress, koping terhadap stress.
 Pola tata nilai dan keyainan
Di kaji tentang agama yang di anut klien
B. DIAGNOSA
1.
Gangguan rasa nyaman : nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial, stress dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf,
vasopressor.
2.
Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan
relaksasi, metode koping tidak adekuat.
3.
Defisiensi pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal sumber informasi,
kurang kemampuan mengingat.
C. INTERVENSI

1. Gangguan rasa nyaman : nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial, stress dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasopressor.
Tujuan : nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :


Klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang atau hilang.



•Tanda-tanda vital normal.



Klien tampak rileks.

Intervensi dan rasional :
1.
Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri. R : Mengenal dan
memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.
2.
Anjurkan klien istirahat ditempat tidur. R : istirahat untuk mengurangi
intesitas nyeri
3.
Atur posisi pasien senyaman mungkin. R : posisi yang tepat mengurangi
penekanan dan mencegah ketegangan otot serta mengurangi nyeri.
4.
Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam. R : relaksasi mengurangi
ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman.
5.
Kolaborasi untuk pemberian analgetik. R : untuk mengurangi nyeri sehingga
pasien menjadi lebih nyaman.
2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan relaksasi, metode
koping tidak adekuat.
Tujuan : koping individu menjadi lebih adekuat.
Kriteria hasil :


Klien mengidentifikasi perilaku yang tidak efektif.



Klien mengungkapkan kesadaran tentang kemampuan koping yang dimiliki.



Mengkaji situasi saat ini yang akurat.



Menunjukkan perubahan gaya hidup yang diperlukan/situasi yang tepat.

Intervensi dan rasional :
1.
Kaji kapasitas fisiologis yang bersifat umum. R : Mengenal sejauh dan
mengidentifikasi penyimpangan fungsi fisiologis tubuh dan memudahkan dalam
melakukan tindakan keperawatan.
2.
Sarankan klien untuk mengekspresikan perasaannya. R : klien akan
merasakan kelegaan setelah mengungkapkan segala perasaannya dan menjadi lebih
tenang.
3.
Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penenangan dan hasil
yang diharapkan. R : agar klien mengetahui kondisi dan pengobatan yang
diterimanya, dan memberikan klien harapan dan semangat untuk pulih.
4.
Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian, ambil keuntungan dari
kegiatan yang dapat diajarkan. R : membuat klien merasa lebih berarti dan dihargai.
5.
Defisiensi pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal sumber informasi,
kurang kemampuan mengingat. Tujuan : klien mengutarakan pemahaman tentang
kondisi, efek prosedur, dan proses pengobatan.
Kriteria hasil :


Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu
tindakan.

Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen
perawatan.
Intervensi dan rasional :
1.
Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya. R :
megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
2.
Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
R : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya
akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
3.
Diskusikan penyebab individual dari sakit kepala bila diketahui. R : untuk
mengurangi kecemasan klien serta menambah pengetahuan klien tetang
penyakitnya.
4.
Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah
diberikan. R : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta
menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
5.
Diskusikan mengenai pentingnya posisi atau letak tubuh yang normal. R :
agar klien mampu melakukan dan merubah posisi/letak tubuh yang kurang baik.
6.
Anjurkan pasien untuk selalu memperhatikan sakit kepala yang dialaminya
dan faktor-faktor yang berhubungan. R : dengan memperhatikan faktor yang
berhubungan klien dapat mengurangi sakit kepala sendiri dengan tindakan
sederhana, seperti berbaring, beristirahat pada saat serangan.
a. Penatalaksanaan medis.
Terapi menurut Kang (2004), terdiri dari :


Terapi kausal



Terapi simtomatik



Terapi rehabilitatif

b. Langkah-langkah untuk meringankan atau mencegah gejala vertigo :


Tarik napas dalam-dalam dan pejamkan mata.



Tidur dengan posisi kepala yang agak tinggi.



Buka mata pelan-pelan, miringkan badan atau kepala ke kiri dan ke kanan.



Bangun secara perlahan dan duduk dulu sebelum beranjak dari tempat tidur.



Hindari posisi membungkuk bila mengangkat barang.



Gerakkan kepala secara hati-hati

DAFTAR PUSTAKA
1.
Doenges, M.E. (2000). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.
2.
http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/
14415TerapiAkupunkturuntukVertigo.pdf/144_15TerapiAkupunkturuntukVertigo.html
3.
Kang L S,. Pengobatan Vertigo dengan Akupunktur, Cermin Dunia Kedokteran
No. 144, Jakarta, 2004.
4.
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2006). Patifisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit.Vol.2. Jakarta: EGC.

5.
Sherwood, L. (2001). Fisiologi manusia: dari sel ke sistem, Ed: 2. Jakarta: EGC
6.
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku ajar keperawatan medical-bedah
Brunner & Suddarth, vol:3. Jakarta: EGC