Gejala Heat Strain Akibat Paparan Panas pada Pekerja di Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Panas
2.1.1 Pengertian Tekanan Panas
Tekanan panas adalah batasan kemampuan penerimaan panas yang
diterima pekerja dari kontribusi kombinasi metabolisme tubuh akibat melakukan
pekerjaan dan faktor lingkungan (seperti temperatur udara, kelembaban,
pergerakan udara dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan.
Pada saat tekanan panas mendekati batas toleransi tubuh, risiko terjadinya
kelainan kesehatan menyangkut panas akan meningkat (ACGIH, 2005).
Menurut Suma’mur (2009) cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara,
kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi keempat
faktor itu dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas.
Menurut Santoso (2005), tekanan panas adalah beban iklim kerja yang
diterima oleh tubuh manusia. Sedangkan menurut Suma’mur (2009) suhu udara
dapat diukur dengan termometer biasa (termometer suhu kering). Kelembaban
udara diukur dengan menggunakan hygrometer. Adapun suhu dan kelembaban
dapat diukur bersama sama dengan misalnya menggunakan alat pengukur sling
psychrometer atau arsmanpsychrometer yang juga menunjukkan suhu basah
sekaligus. Suhu basah adalah suhu yang ditunjukkan suatu termometer yang

dibasahi dan ditiupkan udara kepadanya, dengan demikian suhu tersebut
menunjukkan kelembaban relatif udara. Kecepatan aliran udara yang besar dapat

8
Universitas Sumatera Utara

9

diukur dengan anemometer, sedangkan kecepatan udara yang kecil dengan suatu
katatermometer. Suhu radiasi diukur dengan suatu termometer bola (globe
thermometer). Panas radiasi adalah energi atau gelombang elektromagnetis yang
panjang gelombangnya lebih dari sinar matahari dan mata tidak peka terhadapnya
atau mata tidak dapat melihatnya.
2.1.2 Mekanisme Panas Tubuh
Di dalam kehidupan, tubuh manusia selalu memproduksi panas. Proses
dalam menghasilkan panas ini disebut metabolisme. Proses ini pada dasarnya
adalah proses oksidasi dari bahan seperti karbohidrat, lemak, protein, yang diatur
oleh enzim (Kurniawan, 2010).
Proses metabolisme di dalam tubuh merupakan poses kimiawi, proses ini
terus berlangsung supaya kehidupan manusia dapat dipertahankan. Hasil dari

metabolisme ini antara lain energi dan panas. Panas yang dihasilkan inilah yang
merupakan sumber utama panas tubuh manusia. Dengan demikian panas akan
terus terbentuk walaupun dalam keadaan istirahat, selama metabolisme
berlangsung (Depkes RI, 2003).
Tubuh manusia selalu menghasilkan panas sebagai akibat proses
pembakaran zat makanan dengan oksigen. Jika proses pengeluaran panas oleh
tubuh terganggu maka suhu tubuh akan meningkat. Antara tubuh dan lingkungan
sekitarnya selalu terjadi pertukaran panas dan proses pertukaran panas ini
tergantung dari suhu lingkungannya. Suhu tubuh yang turun mengakibatkan
vasodilatasi pembuluh darah kulit sehingga menyebabkan suhu kulit mendekati
suhu tubuh. Suhu tubuh manusia yang dapat diraba atau dirasakan tidak hanya

Universitas Sumatera Utara

10

didapat dari metabolisme tetapi juga dipengaruhi oleh panas lingkungan(Depkes
RI, 2003).
Semakin tinggi panas lingkungan semakin besar pula pengaruhnya
terhadap suhu tubuh. Sebaliknya semakin rendah suhu lingkungan semakin

banyak pula suhu tubuh yang hilang. Dengan kata lain terjadi pertukaran panas
antara tubuh manusia yang didapat dari metabolisme dengan tekanan panas yang
dirasakan sebagai kondisi panas lingkungan. Selama pertukaran panas ini
seimbang, tidak akan menimbulkan gangguan baik performance kerja maupu
kesehatan kerja (Depkes RI, 2003).
2.1.3 Dampak Akibat Paparan Panas
Tekanan panas memerlukan upaya tambahan pada anggota tubuh untuk
memelihara keseimbangan panas. Menurut Tarwaka (2015) bahwa reaksi
fisiologis tubuh (heat strain) oleh karena peningkatan temperatur udara di luar
comfort zone adalah sebagai berikut :
a. Vasodilatasi
b. Denyut jantung meningkat
c. Temperatur kulit meningkat
d. Suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudian meningkat dan lain-lain
Selanjutnya apabila pemaparan terhadap tekanan panas terus berlanjut,
maka risiko terjadi gangguan kesehatan juga akan meningkat. Menurut Graham
(1992) dan Bernard (1996) dalam Tarwaka (2015) reaksi fisiologis akibat
pemaparan panas yang berlebihan dapat dimulai dari gangguan fisiologis yang
sangat sederhana sampai dengan terjadinya penyakit yang sangat serius.


Universitas Sumatera Utara

11

Pemaparan terhadap tekanan panas juga menyebabkan penurunan berat badan.
Menurut hasil penelitian Tarwaka (2015) bahwa pekerja yang bekerja selama 8
jam/hari berturut-turut selama 6 minggu, pada ruangan dengan Indeks Suhu Basah
Bola (ISBB) antara 32,02-33,010 C menyebabkan kehilangan berat badan sebesar
4,23 %.
Secara lebih rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan
panas yang berlebihan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Gangguan perilaku dan performansi kerja, seperti terjadinya kelelahan,
sering melakukan istirahat curian, dan lain-lain.
b. Dehidrasi, yaitu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan
baik oleh pergantian cairan yang tidak cukup maupun karena gangguan
kesehatan. Pada kehilangan cairan tubuh < 1,5 % gejalanya tidak nampak,
kelelahan muncul lebih awal dan mulut mulai kering.
c. Heat Rash, keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal kulit
akibat kondisi kulit terus basah. Pada kondisi demikian pekerja perlu
beristirahat pada tempat yang lebih sejuk dan menggunakan bedak

penghilang keringat.
d. Heat Cramps, merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki)
akibat keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium
dari tubuh yang kemungkinan besar disebabkan karena minum terlalu
banyak dengan sedikit garam natrium.
e. Head Syncope atau Fainting, keadaan ini disebabkan karena aliran darah
ke otak tidak cukup karena sebagian besar aliran darah dibawa ke

Universitas Sumatera Utara

12

permukaan kulit atau perifer yang disebabkan karena minum terlalu
banyak dengan sedikit garam natrium.
f. Heat Exhaustion, keadaan ini terjadi apabila tubuh kehilangan terlalu
banyak cairan dan atau kehilangan garam. Gejalanya mulut kering, sangat
haus,lemah, dan sangat lelah. Gangguan ini biasanya banyak dialami
pekerja yang belum beraklimatisasi terhadap suhu udara panas.
2.1.4 Kerugian Karena Tekanan Panas
Pekerja yang mengalami heat strain mengeluh cepat lelah sehingga

membutuhkan banyak waktu untuk istirahat dan mencari tempat yang dingin hal
ini menyebabkan produktivitas pekerja dalam menjalakannya pekerjaannya
menjadi menurun yang merupakan suatu kerugian besar bagi perusahaan. Selain
itu pekerja sering mengalami dehidrasi sehingga sering kehilangan fokus dalam
bekerja yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Biaya yang dikeluarkan
perusahaan akibat terjadinya kecelakaan sering kali sangat besar. Biaya ini dapat
dibagi menjadi biaya langsung meliputi biaya atas Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan (P3K), pengobatan, perawatan, biaya angkutan, upah selama tidak
mampu bekerja, kompensasi cacat, biaya atas kerusakan bahan, perlengkapan,
peralatan, mesin (Suma’mur, 2009).
2.1.5 Pengendalian Tekanan Panas
Menurut Tarwaka (2015) pengendalian terhadap tekanan panas meliputi
ssebagai berikut:
a. Isolasi terhadap sumber panas

Universitas Sumatera Utara

13

Isolasi terhadap benda yang panas akan mencegah keluarnya panas ke

lingkungan. Ini dapat dilakukan misalnya dengan membalut pipa yang
panas, menutupi tangki yang berisi cairan panas sehingga mengurangi
aliran panas yang timbul. Cara ini merupakan cara yang praktis dalam
membatasi pemaparan seseorang terhadap panas dan merupakan cara
pengendalian yang dianjurkan bila tempat kerja terdapat sumber panas
yang sangat tinggi.
b. Tirai radiasi
Tirai radiasi terbuat dari lempengan alumunium, baja anti karat atau dari
bahan metal yang permukannya mengkilap.
c. Ventilasi setempat
Ventilasi ini bertujuan untuk mengendalikan panas konveksi yaitu dengan
menghisap udara panas.
d. Pendinginan lokal
Pendinginan lokal dilakukan dengan cara mengalirkan udara sejuk ke
sekitar pekerja dengan tujuan meggantikan udara yang panas dengan udara
yang sejuk dan dialirkan dengan kecepatan tinggi.
e. Ventilasi umum
Cara ini paling sering digunakan untuk

mengendalikan suhu dan


kelembaban udara yang tinggi tetapi tidak dapat digunakan untuk
mengurangi paparan panas karena radiasi yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

14

f. Pengaturan lama kerja
Pengaturan lama bekerja digunakan untuk menghindari terjadinya
gangguan kesehatan akibat terpapar suhu udara yang tinggi, lamanya kerja
dan istirahat harus disesuaikan dengan tingkat tekanan panas yang
dihadapi oleh pekerja.
2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Heat Strain
Kejadian Heat strain yang terjadi menurut Suma’mur (2009) disebabkan
oleh :
1. Faktor Manusia
Kesalahan - kesalahan yang disebabkan oleh pekerja dan karena sikap
yang tidak wajar seperti terlalu berani, sembrono, tidak mengindahkan instruksi,
kelalaian, melamun, tidak mau bekerja sama, dan kurang sabar. Adapun faktor

manusia sebagai berikut :
a.

Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah suatu proses adaptasi fisiologis yang ditandai dengan

adanya pengeluaran keringat yang meningkat, penurunan denyut nadi dan suhu
tubuh akibat pembentukan keringat. Aklimatisasi terhadap suhu tinggi merupakan
hasil penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya. Aklimatisasi terhadap
panas ditandai dengan penurunan suhu tubuh dan pengeluaran garam dari dalam
tubuh.
Proses aklimatisasi ditujukan kepada suatu pekerjaan dan suhu tinggi
untuk beberapa waktu. Mengingat pembentukan keringat bergantung pada
kenaikan suhu dalam tubuh. Aklimatisasi panas biasanya tercapai setelah dua

Universitas Sumatera Utara

15

minggu. Dengan bekerja pada suhu tinggi saja belum bisa menghasilkan

aklimatisasi yang sempurna (Siswanto, 1987).
b.

Umur
Daya tahan seseorang terhadap panas akan menurun pada umur yang lebih

tua. Orang yang lebih tua akan lebih lambat keluar keringatnya dibandingkan
dengan orang yang lebih muda. Orang yang lebih tua memerlukan waktu yang
lama untuk mengembalikan suhu tubuh menjadi normal setelah terpapar panas.
Studi menemukan bahwa 70% dari seluruh penderita tusukan panas (heat stroke),
mereka yang berusia lebih dari 60 tahun. Denyut nadi maksimal dari kapasitas
kerja yang maksimal berangsur-angsur menurun sesuai dengan bertambahnya
umur (WHO, 1969).
c.

Jenis Kelamin
Adanya perbedaan kecil aklimatisasi antara laki-laki dan wanita. Wanita

tidak dapat beraklimatisasi dengan baik seperti laki-laki. Hal ini dikarenakan
mereka mempunyai kapasitas kardiovaskuler yang lebih kecil (WHO, 1969).

2. Faktor Lingkungan
a. Suhu Ruangan
Suhu efektif yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh
seseorang tanpa baju dan kerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu,
kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif
ialah tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh sendiri.
Untuk penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas

Universitas Sumatera Utara

16

radiasi, dibuatlah Skala Suhu Efektif Dikoreksi. Namun tetap ada kekurangannya
yaitu tidak diperhitungkannya panas hasil metabolisme.
b. Kelembaban Udara
Kelembaban udara yang cukup terutama dalam ruang kerja sangat diperlukan
apalagi jika dalam ruangan tersebut panas dan sesak. Pertukaran udara yang cukup
akan menyebabkan kesegaran fisik dari para karyawan. Sebaliknya, pertukaran udara
yang kurang akan dapat menimbulkan rasa pengap sehingga terjadi dehidrasi dan
kelelahan dari para karyawan, sehingga produktivitas pekerja untuk menyelesaikan
tugas-tugasnya menjadi menurun.

c. Ukuran Ruangan
Ukuran ruang kerja, ruang kerja sangat mempengaruhi kinerja karyawan.
Ruang kerja yang sempit akan membuat pegawai sulit bergerak untuk melakukan
aktivitasnya. Ruang kerja karyawan pada dasarnya tidak hanya digunakan untuk
karyawan itu sendiri maupun rekan kerja satu ruang, namun juga akan dimanfaatkan
oleh pihak lain yang datang untuk melakukan koordinasi atau sebagai partner dan
mitra kerja. Oleh karena itu, ruang kerja harus proporsional dengan peran karyawan
dalam organisasi atau perusahaan tersebut. Sebagai contoh, karyawan yang berada
pada departemen humas akan lebih banyak membutuhkan space dibandingkan
dengan karyawan yang bekerja sebagai tenaga operator server.

3. Faktor Mesin dan Peralatan Kerja
a. Pakaian Kerja
Pakaian kerja merupakan alat pelindung diri yang sangat penting jika
pekerja berada didaerah dengan suhu tinggi. Dengan media perantara, jumlah
paparan panas ke kulit dapat dikurangi. Pekerjaan dengan pancaran panas yang

Universitas Sumatera Utara

17

tinggi, sering kali tergantung kepada pantulan pakaian yang digunakan
(Alpaugh,1988). Efek dari pakaian sulit untuk dikaji sejak terjadinya penurunan
kehilangan panas melalui radiasi dan konveksi. Terjadinya penurunan tersebut
sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain ketebalan bahan pakaian, warna,
dan apakah pakaian tersebut longgar atau tidak.
2.1.7 Indikator Tekanan Panas
Indikator tekanan panas menurut Suma’mur (2009) terdiri dari :
1.

Suhu Efektif
Suhu efektif yaitu indeks sensoris tingkat panas (rasa panas) yang dialami

oleh seseorang tanpa baju dan bekerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu,
kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif
ialah tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh. Untuk
penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi,
dibuat Skala Suhu Efektif Dikoreksi (Corected Effective Themperature Scale),
namun tetap saja ada kelemahan pada suhu efektif yaitu tidak diperhitungkannya
panas hasil metabolisme tubuh.
2.

Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)
Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb-Globe Temperature Index), yaitu

rumus-rumus sebagai berikut :
ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 x suhu kering (untuk bekerja
dengan sinar matahari)
ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi (untuk pekerjaan tanpa sinar
matahari)

Universitas Sumatera Utara

18

3.

Prediksi Kecepatan Keluarnya Keringat Selama 4 Jam
Prediksi kecepatan keluarnya keringat selama 4 jam (Predicted 4 Hour

Sweetrate disingkat P4SR), yaitu banyaknya prediksi keringat keluar selama 4
jam sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara serta
panas radiasi. Nilai prediksi ini dapat pula dikoreksi untuk bekerja dengan
berpakaian dan juga menurut tingkat kegiatan dalam melakukan pekerjaan.
4.

Indeks Belding-Hacth
Indeks Belding-Hacth yaitu kemampuan berkeringat dari orang standar

yaitu orang muda dengan tinggi 170 cm dan berat 154 pond, dalam keadaan sehat
dan memiliki kesegaran jasmani, serta beraklimatisasi terhadap panas.
2.1.8 Pengukuran Tekanan Panas
Pengukuran ISBB dilakukan dengan menggunakan Questemp, dimana alat
ini dioperasikan secara digital yang meliputi parameter suhu basah, suhu kering,
dan suhu radiasi (Tarwaka, 2004).
Cara Kerja :
1. Tombol power ditekan
2. Tombol 0C atau 0F ditekan untuk menentukan suhu yang
digunakan
3. Tombol globe ditekan untuk menentukan suhu bola
4. Tombol wet bulb ditekan untuk mendapatkan suhu bola basah
5. Hasil akan keluar kemudian dicatat
6. Tombol power ditekan kembali untuk mematikan

Universitas Sumatera Utara

19

Adapun kategori untuk tekanan panas adalah
1. Suhu normal yaitu suhu yang tidak melebihi 28,0 ºC
2. Suhu melebihi nilai ambang batas jika suhu melebihi 28,0 ºC

2.2 Physiological Heat Strain
Metode penilaian heat strain menggunakan Physiological Strain Index
(PSI) diperkenalkan pertama kali oleh Moran, Shitzer, dan Pandolf (1998).
Physiological Strain Index (PSI) yang didasarkan pada pengukuran denyut
jantung dan suhu tubuh yang kemudian dimasukkan dalam rumus berikut :
PSI = 5 (T - 36,5) / (39,5 – 36,5) + 5 (HR – 60) / (180 – 60)
T dan HR merupakan suhu tubuh dan denyut nadi yang diukur pada waktu
kapan saja selama waktu paparan tekanan panas berlangsung. Sedangkan 36,5 dan
180 sebagai standar suhu tubuh denyut jantung tertinggi (Wan, 2006).
Physiological Strain Index (PSI) dihitung saat responden terpapar panas
tanpa harus menunggu sampai paparan berakhir untuk menilai terjadinya heat
strain. Tidak seperti metode lain yang melibatkan banyak indikator, Physiological
Strain Index (PSI) hanya menggunakan dua indikator untuk menghindari
terjadinya kesalahan (Moran, 1998).
Pengukuran heat strain pemantauan suhu inti tubuh (Core Body
Temperature) merupakan pengukuran utama untuk mengevaluasi heat strain.
Untuk mendapatkan gambaran suhu inti tubuh, dapat dilakukan pengukuran suhu
pada daerah esofagus atau daerah rektal. Namun dalam penelitian di lapangan, dua
area tersebut menjadi kendala karena alasan ketidaknyamanan, faktor keamanan,

Universitas Sumatera Utara

20

ketidakmauan partisipan untuk dilakukan pengukuran dan membatasi aktifitas
gerak partisipan. Sehingga beberapa tahun terakhir digunakanlah pengukuran
suhu oral, yang secara luas dapat dilakukan terhadap partisipan tanpa menggangu
aktifitas normal mereka (Hunt, 2011). Pengukuran suhu oral menurut Bernard
(2006) cukup menggambarkan suhu inti tubuh dengan menambahkan 0,5ºC.
Berikut ini tingkat gejala heat strain berdasarkan Physiological Strain
Index (PSI) dalam ukuran suhu tubuh inti menurut Moran dkk (1998):

Tabel 2.1 Pengukuran Physiological Strain Index (PSI) Dari Suhu Inti Tubuh
Strain
PSI
tºC
0
37,12
No/Little
1
37,15
2
37,35
3
37,60
Low
4
37,77
5
37,99
Moderate
6
38,27
7
38,60
High
8
38,70
Sumber : Moran dkk (1998)

Evaluasi heat strain yang terakhir yaitu pemantauan keluhan subjektif
yang dialami pekerja. Menurut OSHS (1997) keluhan subjektif pekerja terhadap
heat strain dimulai dengan sakit kepala. Gejala lain juga mungkin timbul yaitu
keram otot, perubahan pola napas, keringat berlebih dan bintik-bintik merah pada
kulit.

Universitas Sumatera Utara

21

Tabel 2.2 Gejala Heat Strain
Heat Strain
Kriteria
Observasi
Gejala Awal
Ringan
Keram otot
Ya, dapat menjadi
Ya, dapat menjadi
berat biasanya pada berat biasanya pada
tangan
tangan dan perut
Napas

Berubah

Cepat

Denyut nadi
Kelemahan
Kulit

Berubah
Ya
Hangat dan lembab

Keringat

Lebih banyak

Menurun
Pada seluruh tubuh
Dingin hingga
lembab panas
Banyak

Tingkat
kesadaran

Performa
berkurang, kadang
kadang pusing

Sakit kepala,
pusing seperti ingin
pingsan

Berat
Ya, (mungkin
dengan gangguan
hebat atau kejang
otot)
Napas dalam pada
awal kemudian
dangkal
Menurun cepat
Ya (berat parah)
Kering dan panas
Sedikit atau tidak
sama sekali
Kebingungan,
kekuatan menurun,
hilang kesadaran,
pupil dilatasi,
kemungkinan koma
atau kematian

Sumber : OSHS (1997)

2.3 Temperatur Tubuh
2.3.1 Pengertian Temperatur Tubuh
Temperatur tubuh adalah keseimbangan antara panas yang dihasilkan
dalam tubuh dan panas yang hilang. Tubuh seseorang yang sehat dapat
mempertahankan temperature secara tetap terhadap perubahan kondisi lingkungan
oleh karena keberadaan organ sistem pengatur tubuh atau thermoregulatory
system yaitu hypothalamus ( Kozier, 1987).
Manusia termasuk golongan makhluk homotermis, yaitu makhluk yang
mampu mempertahankan suhu tubuhnya walaupun suhu lingkungannya berubahubah. Suhu tubuh manusia dipertahankan hampir menetap oleh suatu sistem

Universitas Sumatera Utara

22

pengatur suhu. Suhu yang menetap ini akibat keseimbangan antara panas yang
dihasilkan di dalam tubuh sebagai akibat metabolisme dan pertukaran panas tubuh
dengan lingkungan sekitar (Suma’mur, 2009).
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Temperatur Tubuh
Faktor-faktor yang mempengaruhi temperatur tubuh yaitu (Kozier, 1987) :
a. Usia
Perbedaan usia menyebabkan adanya perbedaan temperatur. Temperatur
tubuh rata-rata orang dewasa usia 30-45 tahun adalah 36,7º C - 37,2º C.
b. Emosi
Pengaruh emosi menyebabkan perbedaan yang besar terhadap temperatur
tubuh. Emosi yang tinggi dapat meningkatkan temperatur tubuh dan dalam
keadaan depresi temperatur tubuh berkurang oleh karena menurunnya
produksi panas.
c. Latihan
Temperatur tubuh dapat menglami peningkatan karena aktivitas otot,
misalnya latihan fisik.
d. Makanan, Minuman dan Alkohol
Makanan panas atau dingin dapat menyebabkan temperatur tidak menetap,
contoh makan eskrim dapat menurunkan temperatur mulut sekitar 0,9ºC.
e. Lingkungan
Lingkungan memberikan pengaruh terhadap temperatur tubuh walaupun
tidak semua mengalami peningkatan karena cuaca panas, hanya sebagian.

Universitas Sumatera Utara

23

2.4 Denyut Nadi
2.4.1 Pengertian Denyut Nadi
Denyut nadi (pulse rate) adalah gelombang yang disalurkan melalui arteri
sebagai respons terhadap ejeksi darah dari jantung ke dalam aorta. Denyut nadi
juga dapat mewakili detak jantung permenit atau yang dikenal dengan denyut
jantung (heart rate). Denyut nadi dihitung tiap menitnya (kali/menit) (Khasan
dkk, 2012).
Pemeriksaan denyut nadi sederhana biasanya dilakukan dengan cara
palpasi. Denyut nadi paling mudah dirasakan ketika arteri ditekan ringan pada
tulang. Beberapa tempat untuk meraba denyut nadi yaitu salah satunya arteri
radialis di pergelangan tangan. Frekuensi denyut jantung normal berkisar antara
60 sampai 100 denyut per menit, dengan rata-rata denyutan 75 kali per menit.
Frekuensi denyut melambat selama tidur dan dipercepat oleh emosi, olahraga,
demam, dan rangsangan lain (Ganong, 2008).
2.4.2 Cara Pengukuran Denyut Nadi
Pengukuran denyut nadi dapat dilakukan pada pergelangan tangan (arteri
radialis). Dengan menggunakan 2 jari yaitu telunjuk dan jari tengah, atau 3 jari,
telunjuk, jari tengah dan jari manis jika mengalami kesulitan menggunakan 2 jari.
Temukan titik nadi, yaitu nadi radialis dipergelangan tangan di sisi ibu jari.
Setelah menemukan denyut nadi, tekan perlahan kemudian hitunglah denyutan
selama minimum 30 detik, tetapi idealnya adalah 1 menit. Secara umum denyut
nadi orang dewasa yaitu antara 60 sampai 100 denyut per menit (Ganong, 2008).

Universitas Sumatera Utara

24

2.5 Kerangka Penelitian
Adapun kerangka penelitian ini adalah sebagai berikut :

Lingkungan Kerja

Panas
Proses Kerja
Pekerja Pembuat
Tahu

Heat Strain

Gejala Heat Strain

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian

Universitas Sumatera Utara