Gejala Heat Strain Akibat Paparan Panas pada Pekerja di Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

(1)

(2)

(3)

PEDOMAN KUESIONER PENELITIAN

Karakteristik responden

1. Jenis Kelamin :

2. Usia :

3. Apakah anda sedang sakit? :

4. Suhu tubuh :

5. Denyut nadi ( hitungan permenit) :

Kuesioner Gejala Heat Strain

1. Apakah anda sering mengalami nyeri otot? a. Ya

b. Tidak

- Jika jawaban Ya :

1. Dapat menjadi berat biasanya pada tangan

2. Dapat menjadi berat biasanya pada tangan dan perut 3. Mungkin dengan gangguan hebat atau kejang otot - Jika jawaban Tidak, lanjut ke pertanyaan selanjutnya 2. Apakah proses pernafasan anda sering terganggu?

a. Ya b. Tidak


(4)

1. Berubah cepat

2. Berubah menjadi lebih cepat

3. Nafas dalam pada awal kemudian dangkal (sesak napas) - Jika jawaban Tidak, lanjut ke pertanyaan selanjutnya 3. Denyut nadi berubah?

a. Ya b. Tidak

- Jika jawaban Ya :

1. Berubah menjadi lebih cepat 2. Menurun

3. Menurun dengan cepat

4. Apakah anda mengalami kelemahan? a. Ya

b. Tidak

- Jika jawaban Ya :

1. Melemah pada bagian tertentu 2. Melemah seluruh tubuh

3. Berat parah hingga susah bergerak

- Jika jawaban Tidak, lanjut ke pertanyaan selanjutnya 5. Apakah kondisi kulit anda berubah?

a. Ya b. Tidak


(5)

1. Hangat dan lembab

2. Dingin hingga lembab panas 3. Kering dan panas

- Jika jawaban Tidak, lanjut ke pertanyaan selanjutnya 6. Apakah anda banyak mengeluarkan keringat?

a. Ya b. Tidak

- Jika jawaban Ya : 1. Lebih banyak 2. Banyak

3. Sedikit atau tidak sama sekali

- Jika jawaban Tidak, lanjut ke pertanyaan selanjutnya 7. Apakah and amerasakan seperti akan hilang kesadaran?

a. Ya b. Tidak

- Jika jawaban Ya :

1. Performa berkurang, kadang – kadang pusing 2. Sakit kepala, pusing seperti ingin pingsan

3. Kebingungan, kekuatan menurun, hilang kesadaran


(6)

(7)

(8)

Jenis_kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 20 80,0 80,0 80,0

Perempuan 5 20,0 20,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Usiak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <= 20 3 12,0 12,0 12,0

21 - 30 16 64,0 64,0 76,0

31 - 40 5 20,0 20,0 96,0

> 41 1 4,0 4,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

PSIK

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak ada/Sedikit 2 8,0 8,0 8,0

Ringan 17 68,0 68,0 76,0

Sedang 6 24,0 24,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Frequency Table

Kram_otot

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 12 48,0 48,0 48,0

Ya 13 52,0 52,0 100,0


(9)

Pernapasan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 10 40,0 40,0 40,0

Ya 15 60,0 60,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Nadi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 4 16,0 16,0 16,0

Ya 21 84,0 84,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Kelemahan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 13 52,0 52,0 52,0

Ya 12 48,0 48,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Kulit

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 8 32,0 32,0 32,0

Ya 17 68,0 68,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Keringat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 9 36,0 36,0 36,0

Ya 16 64,0 64,0 100,0


(10)

Kesadaran

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 19 76,0 76,0 76,0

Ya 6 24,0 24,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Kram_otot_kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak ada gejala 12 48,0 48,0 48,0

Gejala Awal 3 12,0 12,0 60,0

Ringan 10 40,0 40,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Pernapasan_kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak ada gejala 10 40,0 40,0 40,0

Gejala Awal 7 28,0 28,0 68,0

Ringan 8 32,0 32,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Nadi_kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak ada gejala 4 16,0 16,0 16,0

Gejala Awal 21 84,0 84,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Kelemahan_kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak ada gejala 13 52,0 52,0 52,0

Gejala Awal 7 28,0 28,0 80,0

Ringan 5 20,0 20,0 100,0


(11)

Kulit_kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak ada gejala 8 32,0 32,0 32,0

Gejala Awal 17 68,0 68,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Keringat_kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak ada gejala 9 36,0 36,0 36,0

Gejala Awal 16 64,0 64,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Kesadaran_kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak ada gejala 19 76,0 76,0 76,0

Gejala Awal 6 24,0 24,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Frequency Table Bagian Penggorengan

PSIK

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak ada/Sedikit 2 25,0 25,0 25,0

Ringan 5 62,5 62,5 87,5

Sedang 1 12,5 12,5 100,0

Total 8 100,0 100,0

Kram_otot_kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Ada Gejala 5 62,5 62,5 62,5

Gejala Awal 1 12,5 12,5 75,0

Ringan 2 25,0 25,0 100,0


(12)

Pernapasan_kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Ada Gejala 5 62,5 62,5 62,5

Gejala Awal 2 25,0 25,0 87,5

Ringan 1 12,5 12,5 100,0

Total 8 100,0 100,0

Nadi_kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Ada Gejala 4 50,0 50,0 50,0

Gejala Awal 4 50,0 50,0 100,0

Total 8 100,0 100,0

Kelemahan_kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Ada Gejala 6 75,0 75,0 75,0

Gejala Awal 1 12,5 12,5 87,5

Ringan 1 12,5 12,5 100,0

Total 8 100,0 100,0

Kulit_kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Ada Gejala 4 50,0 50,0 50,0

Gejala Awal 4 50,0 50,0 100,0

Total 8 100,0 100,0

Keringat_kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Ada Gejala 4 50,0 50,0 50,0

Gejala Awal 4 50,0 50,0 100,0


(13)

Kesadaran_kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Ada Gejala 7 87,5 87,5 87,5

Gejala Awal 1 12,5 12,5 100,0

Total 8 100,0 100,0

Frequency Table

Bagian Pembuatan Tahu

PSIK

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ringan 12 70,6 70,6 70,6

Sedang 5 29,4 29,4 100,0

Total 17 100,0 100,0

Kram_otot_kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Ada Gejala 7 41,2 41,2 41,2

Gejala Awal 2 11,8 11,8 52,9

Ringan 8 47,1 47,1 100,0

Total 17 100,0 100,0

Pernapasan_kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Ada Gejala 5 29,4 29,4 29,4

Gejala Awal 5 29,4 29,4 58,8

Ringan 7 41,2 41,2 100,0

Total 17 100,0 100,0

Nadi_kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(14)

Kelemahan_kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Ada Gejala 7 41,2 41,2 41,2

Gejala Awal 6 35,3 35,3 76,5

Ringan 4 23,5 23,5 100,0

Total 17 100,0 100,0

Kulit_kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Ada Gejala 4 23,5 23,5 23,5

Gejala Awal 13 76,5 76,5 100,0

Total 17 100,0 100,0

Keringat_kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Ada Gejala 5 29,4 29,4 29,4

Gejala Awal 12 70,6 70,6 100,0

Total 17 100,0 100,0

Kesadaran_kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Ada Gejala 12 70,6 70,6 70,6

Gejala Awal 5 29,4 29,4 100,0

Total 17 100,0 100,0


(15)

Gambar 1. Pekerja memindahkan kedelai dari karung kedalam tong

Gambar 2. Penampungan air yang digunakan untuk mencuci kedelai

Gambar 3. Pencucian kedelai oleh pekerja

Gambar 4. Pekerja memasukkan kedelai kedalam mesin penggiling


(16)

Gambar 5. Pekerja mengganti tong penampung hasil penggilingan

Gambar 6. Pekerja menuangkan hasil penggilingan

Gambar 7. Bubur Kedelai yang direbus

Gambar 8. Pekerja menyaring air hasil rebusan


(17)

Gambar 9. Pencampuran larutan obat ke dalam pati hasil penyaringan air tahu

Gambar 10. Pekerja menuang air tahu ke pencetakan

Gambar 11. Pekerja menutup cetakan yang telah berisi


(18)

Gambar 13. Wajan penggorengan


(19)

DAFTAR PUSTAKA

ACGIH.2001. Heat Stress and Strain.

http://www.worksafe.org/images/contentEdit/docs/ACGIH%heat%20stres s%207th%20edition.pdf. Diakses 12 Mei 2015.

Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Alpaugh, E.L. 1988. Temperature Extreme, Revised by Theodore J. Hogan, PhD, CIH, dalam Fundamentals of Industrial Hygiene, Third Edition Edited by Plong, Barbara A. MPH, CIH, CSP, National Safety Council.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

Bernard, T.E. 2002. Heat Stress and its Effect in Glass Factory Workers of Central India. International Journal of Engineering Research of Technology (IJERT. ISSN; 2278-0181. Vol. 1 Issue 8, October 2012). Berry, Cherie, Allen McNeely and Kevin Beauregard. 2011. A Guide to

Preventing Heat Stress and Cold Stress. N.C. Department of Labor Occupational Safety and Health Program.

CCOHS (Canadian Centre for Occupational Health and Safety).Hot Environments-Health Effects, Ontario, September, 2001.Diakses 11Mei 2015.

Darmanto, R. 1999. Kesehatan Kerja di Perusahaan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Depkes RI. 2003. Survey Indeks Masa Tubuh (IMT) Pengumpulan Status Gizi Orang Dewasa Berdasarkan IMT. Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

Gagnon, Daniel. 2011. Exercise-rest cycle do not alter local and whole body heat loss responses. American Journal Physiology.

Ganong, W. F. 2008.Buku ajar fisiologi kedokteran. Alih bahasa: Brahm U. Pendit. Edisi 22. Jakarta: EGC.

Hudson, Joel B. 2003. Heat Stress Control and Heat Casualty Management. Technical Bulletin Medical Department of The Army and Air Force. Hunt, A.P. 2001. Heat Strain, Hydration Status, and Symptoms of Heat Illnes in


(20)

Institute of Health and Biomedical Innovation. Queensland University of Technology.

Khasan, N. A., Rustiadi, T., Annas, M. 2012. Korelasi denyut nadi istirahat dan kapasitas vital paru terhadap kapasitas aerobik. Jurnal of Physical Education, Sport, Health, and Recreations; 4; 161-4.

Kozier, G. 1987. Fundamentals of Nursing. New Jersey : Butterworth Publisher. Kurniawan, A. 2010. Jurnal Kesehatan Vol, IV, NO.2.

Megasari, A, dan Juniani, A.I. 2005. Penerapan Indeks Suhu Basah Bola (ISBB) sebagai Upaya Pencegahan Terjadinya Heat Strain Akibat Paparan Heat Stress. http://www.iips-online.com/Penerapan_ISBB_TL_ITS_ok.pdf. Diakses 22 September 2015.

Moran, D.S, Shitzer, Pandolf. 1998. A Physiological Strain Index To Evaluate Heat Stress. US Army Research Institute Of Environmental Medicine, Natick, Massachusetts.

NIOSH. 1986. Criteria For a Recommended Standart Occupational Exposure to Hot Environments Revised Criteria: U.S Department of Health and Human Services National Institute for Occupational Safety and Health.

Novianto, F. 2010. Analisis Kecelakaan dan Kesehatan Kerja dan Upaya Pencegahannya di Bagian Flooring dengan Pendekatan Risk Assesment PT. Dharma Satya Nusantara Surabaya. Fakultas Teknologi Industri. Skripsi. Jawa Timur : Universitas Pembangunan Nasional.

OSHA. 1997. Guidelines For The Management Of Work in Extremes Of Temperature. Department of Labour Wellington. New Zelland.

Occupational Safety and Health Service (OSHS). 1997. Guidelines For The Management Of Work In Extreme Of Temperature. Occupational Safety and Health Service Department of Labour. Wellington.

Permenaker No Per-13/Men/X/2011 tentang NAB faktor fisika ditempat kerja. Poulton, E.C. 1970. Environment and Human Heat Tolerance. Experimental

Aging Research.

Santoso, T. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Kerja Pada Perajin Tahu Di Kelurahan Madegondo, Grogol, Sukoharjo. Thesis. Universitas Diponegoro.

Setyawati, A. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI.


(21)

61

Siswantara, P. 2006. Perbedaan Efek Fisiologis Pada Pekerja Sebelum dan

Sesudah Bekerja di Lingkungan Kerja Panas,

http://journal.unair.ac.id/filerPDF/ KESLING- 2-2.pdf. Diakses 21Mei 2015.

Suma’mur, PK. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta : Sagung Seto.

Tarwaka. 2015. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja danProduktivitas. UNIBA PRESS. Cetakan Pertama. Surakarta.Hal. 35; 97-101.

Tebay, D. 2011. Rancangan Teknis Penambangan Batubara Blok Siambul PT. Riau Bara Harum Desa Kelesa, Kabupaten Indragiri Hulu Propinsi Riau. Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral. Skripsi. Yogyakarta : Universitas Pembangunan Nasional Veteran.

Utami, T, N. 2004. Program Intervensi dalam Upaya Pengendalian Tekanan Darah dan Temperatur Tubuh Pekerja Akibat Heat Stress di Instalasi Gizi RS Dr. Pirngadi Medan : Karya Akhir Profesional Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Wan, M. 2006. Assesment of Occupational Heat Strain. Department of Environmental and Occupational Health. College of Publich Health. University of South Florida.


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gejala

heat strain akibat paparan panas pada pekerja di Pabrik Tahu Sumedang

Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia dengan pertimbangan pabrik pembuatan tahu sumedang berisiko terkena paparan panas dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai gejala heat strain akibat paparan panas pada pekerja di pabrik tersebut.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga Agustus 2015.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah semua pekerja yang bekerja di Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia yaitu berjumlah 25 orang.

3.3.2 Sampel

Menurut Arikunto (2006), apabila sampelnya kurang dari 100 lebih baik diambil semua, sehingga pengambilan sampel dilakukan dengan cara Total


(23)

26

Population. Sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah semua pekerja di

Pabrik Tahu Sumedang yang berjumlah sebanyak 25 orang.

3.4 Teknik Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer yaitu data yang dikumpulkan melalui pengukuran langsung di lapangan berupa Indek Suhu Bola Basah (ISBB), suhu badan pekerja, denyut nadi pekerja dan wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada para pekerja di Pabrik Tahu Sumedang.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari pemilik pabrik tahu sumedang berupa data pekerja dan gambaran umum berdirinya pabrik hingga sekarang.

3.5 Defenisi Operasional

1. Lingkungan kerja adalah keadaan tempat kerja yang dapat mempengaruhi kondisi pekerja pabrik tahu sumedang pada saat bekerja.

2. Proses Kerja adalah kegiatan yang dilakukan selama jam kerja berlangsung oleh pekerja pabrik tahu sumedang.

3. Panas adalah kondisi dari lingkungan kerja dan proses kerja yang menghasilkan panas sehingga pekerja terkena paparan panas yang mengakibatkan timbulnya gejala heat strain selama proses pembuatan tahu sumedang. Untuk mengetahui suhu panas menggunakan alat Questemp


(24)

dibantu oleh tenaga laboraturium teknik industri. Cara penggunaan alat

Questemp adalah sebagai berikut :

a. Tombol power ditekan

b. Tombol 0C atau 0F ditekan untuk menentukan suhu yang digunakan

c. Tombol globe ditekan untuk menentukan suhu bola

d. Tombol wet bulb ditekan untuk mendapatkan suhu bola basah e. Hasil akan keluar kemudian dicatat

f. Tombol power ditekan kembali untuk mematikan Adapun kategori untuk tekanan panas adalah :

1. Suhu normal yaitu suhu yang tidak melebihi 28,0 ºC

2. Suhu melebihi nilai ambang batas jika suhu melebihi 28,0 ºC

4. Physiological Strain Index adalah pengukuran tingkat kategori heat strain

untuk mengetahui tingkatan heat strain pada pekerja dengan kriteria mengukur suhu tubuh pekerja dan denyut nadi pekerja kemudian dimasukkan dalam rumus sebagai berikut :

PSI = 5 (T – 36,5) / (39,5 – 36,5) + 5 (HR – 60) / (180 – 60)

T dan HR merupakan suhu tubuh dan denyut nadi yang diukur pada waktu kapan saja selama waktu paparan tekanan panas berlangsung. Sedangkan 36,5 dan 180 sebagai standar suhu tubuh denyut jantung tertinggi (Wan, 2006).


(25)

28

Pengukuran Physiological Strain Index dari suhu inti tubuh ada berbagai tingkatan, yaitu 0-2 kategori tidak/sedikit, 3-4 kategori rendah, 5-6 kategori sedang, dan 7-8 kategori tinggi.

Cara mengukur suhu tubuh dan denyut nadi adalah sebagai berikut :

a. Suhu tubuh pekerja diukur menggunakan termometer yang dimasukkan kedalam mulut dibawah lidah selama kurang lebih 3 sampai 4 menit, kemudian ambil termometer dan lihat angka yang muncul dibadan termometer. Berdasarkan Moran dkk (1998) suhu yang didapat dari termometer ditambahkan 0,5º.

b. Denyut nadi pekerja diukur menggunakan stopwatch dengan cara meraba pergelangan tangan (arteri radialis). Dengan menggunakan 2 jari yaitu telunjuk dan jari tengah, atau 3 jari, telunjuk, jari tengah dan jari manis jika mengalami kesulitan menggunakan 2 jari. Temukan titik nadi, yaitu nadi radialis dipergelangan tangan di sisi ibu jari. Setelah menemukan denyut nadi, tekan perlahan kemudian hitunglah denyutan selama minimum 30 detik, tetapi idealnya adalah 1 menit. 5. Gejala heat strain adalah reaksi akibat paparan panas yang mempengaruhi

kondisi kesehatan pekerja pabrik tahu sumedang pada saat bekerja. Gejala

heat strain ada 3 tahapan, pertama gejala awal, kedua gejala ringan dan

yang ketiga gejala berat. Untuk mengetahui gejala heat strain digunakan kuesioner pada saat melakukan observasi pada pekerja pabrik tahu.


(26)

Gejala Heat Strain Kriteria Observasi

Heat Strain

Gejala Awal Ringan Berat

Keram otot Ya, dapat menjadi berat biasanya pada

tangan

Ya, dapat menjadi berat biasanya pada

tangan dan perut

Ya, (mungkin dengan gangguan hebat atau kejang

otot)

Napas Berubah Cepat Napas dalam pada

awal kemudian dangkal

Denyut nadi Berubah Menurun Menurun cepat

Kelemahan Ya Pada seluruh tubuh Ya (berat parah) Kulit Hangat dan lembab Dingin hingga

lembab panas

Kering dan panas Keringat Lebih banyak Banyak Sedikit atau tidak

sama sekali Tingkat kesadaran Performa berkurang, kadang kadang pusing Sakit kepala, pusing seperti ingin

pingsan Kebingungan, kekuatan menurun, hilang kesadaran, pupil dilatasi, kemungkinan koma atau kematian Sumber : OSHS (1997)

3.8 Analisis Data

Analisis data dilakukan secara statistik deskriptif dengan menggunakan analisis univariat untuk mengetahui Physiological Strain Index dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.


(27)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Proses Produksi Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia

Pembuatan tahu sumedang melewati beberapa tahapan. Berikut ini adalah proses-proses pembuatan pabrik tahu sumedang, yaitu :

1. Pemilihan Bahan Baku

Bahan baku pembuatan tahu sumedang ini adalah kacang kedelai yang di impor dari Amerika. Dalam sehari dihabiskan 800 – 1.000 kg kedelai.

2. Perendaman

Kedelai direndam selama satu jam agar mengembang dan selanjutnya digiling untuk menjadi bubur kedelai.

3. Penggilingan

Kedelai yang telah direndam kemudian dimasukkan ke mesin penggilingan dan proses penggilingan membutuhkan air. Bubur kedelai yang telah digiling, ditampung dalam tong plastik untuk kemudian direbus.

4. Perebusan

Bubur kedelai hasil dari penggilingan langsung dimasukkan ke dalam kuali perebusan. Sumber panas pada proses perebusan ini berasal dari ketel uap. Bubur kedelai direbus selama + 20 menit.


(28)

5. Penyaringan

Bubur kedelai yang telah selesai di rebus langsung dimasukkan ke dalam saringan kain sutra (tudung), di bawah saringan diletakkan tong plastik untuk menampung air tahu. Hasil penyaringan ini adalah air tahu, sementara ampas tidak digunakan.

6. Pemberian Larutan Obat/Asam Cuka

Air tahu yang telah disaring dicampur dengan larutan obat/asam cuka sambil diaduk. Setelah selesai dicampur dengan larutan obat/asam cuka, air tahu lansgung dituang ke alat pencetakan. Penambahan larutan obat/asam cuka berguna agar air tahu menjadi gumpalan padat pada saat di cetak.

7. Pencetakan

Sebelum proses pencetakan, kain tudung yang digunakan untuk mencetak harus dioleskan minyak makan agar air tahu tidak lengket dikain dan di cetakan. Mekanisme pencetakan tahu secara berurutan, mulai dari pengambilan gumpalan pati tahu dari tong kayu, kemudian dimasukkan ke dalam wadah pencetakan berupa tempat berbahan papan beralaskan kain tudung yang menyaring air dari gumpalan pati tahu, lalu kain tersebut ditutup dan di tekan agar tahu menjadi padat dan tercetak.

8. Pemotongan

Tahap ini tahu dipotong bentuk persegi. Pemotongan menggunakan pisau dengan pengukuran besar tahu menggunakan kayu yang datar seperti


(29)

32

penggaris. Setelah pemotongan, sebagian tahu dimasukkan ke wadah pengepakan yang berisi air kemudian direndam satu malam.

9. Penggorengan

Tahu yang telah dicetak dan direndam satu malam kemudian digoreng menggunakan kuali dengan sumber panas berasal dari kayu bakar yang dibantu dengan alat blower agar api tetap menyala dengan besar. Proses penggorengan membutuhkan waktu + 5 menit.

4.2 Gambaran Lingkungan Kerja

Kondisi lingkungan kerja pabrik dengan bangunan terbuka dengan atap seng, dibagian proses pembuatan tahu lantai basah, sedangkan di bagian penggorengan dan penyimpanan tahu yang sudah masak kondisi lantai tanah dan kering. Awal masuk kedalam pabrik disebelah kanan ada bagian penggorengan, disebelah kiri ada tempat penyimpanan tahu yang sudah dimasak. Masuk kedalam ada tempat proses pembuatan tahu dan di ujung kanan ada ketel uap yang digunakan untuk merebus air tahu yang dialirkan melalui pipa. Pabrik ini memiliki beberapa perangkat kerja yaitu 4 buah kuali, 3 buah mesin giling kedelai, 2 set pemotong tahu dan 18 pencetak tahu.

Pekerja di lokasi penelitian berjumlah 25 orang. Kegiatan yang dilakukan yaitu merendam kedelai, memasukkan kedelai ke mesin penggiling, merebus kedelai, menyaring air tahu untuk memisahkan ampas nya, memasukkan larutan obat, mencetak dan memotong tahu dan menggoreng tahu agar siap dijual dan di konsumsi.


(30)

Pekerja di bagian proses pembuatan tahu memakai sepatu boots dan pekerja di bagian penggorengan dan penyimpanan tahu tidak memakai sepatu boots. Pekerja di bagian proses pembuatan tahu ada yang memakai baju dan ada yang tidak memakai baju. Pekerja yang tidak memakai baju mempunyai alasan tidak memakai baju karena panas dan agar lebih nyaman daripada memakai baju yang basah karena keringat.

Suhu panas di lingkungan kerja berasal dari dua sumber yaitu panas matahari dan panas dari proses pembuatan tahu sumedang. Suhu panas dari proses kerja berasal dari alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tahu sumedang seperti ketel uap dan api untuk menggoreng tahu.

Akibat terpapar langsung oleh tekanan panas di lingkungan kerja, pekerja merasa kelelahan, keringat berlebih, terkadang merasa pegal di punggung, tangan, pinggang dan pekerja juga merasa cepat haus. Ini adalah gejala heat strain yang dirasakan oleh pekerja, oleh karena itu pekerja membawa minuman air putih untuk menghilangkan rasa haus.

Pekerja yang paling besar terkena paparan panas adalah pekerja bagian penggorengan dan pekerja yang berada dekat dengan perebusan air tahu. Maka dari itu pekerja pada bagian proses pembuatan tahu banyak yang tidak memakai baju dan lebih banyak mengkonsumsi air putih.

4.3 Karakteristik Responden

Distribusi karakteristik responden yang terdiri dari umur dibagi menjadi 4 kategori yaitu <20, 20 – 30 tahun, 31 – 40 tahun dan >41 tahun. Jenis kelamin


(31)

34

responden pada pekerja Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

Karakteristik Responden Jumlah

N %

Umur <20 tahun 21 – 30 tahun 31 – 40 tahun 41> tahun 3 16 5 1 12 64 20 4

Total 25 100

Jenis kelamin Laki – Laki Perempuan

20 5

80 20

Total 25 100

Berdasarkan tabel 4.1 diatas, diketahui bahwa umur pekerja pabrik tahu sumedang terbanyak adalah kelompok umur 21 – 30 tahun yaitu 16 orang (64%), Pekerja jenis kelamin laki – laki adalah yang paling banyak yaitu 20 orang (80%) dan perempuan yaitu 5 orang (20%).

4.4 Tekanan Panas

Tekanan panas di lingkungan kerja diukur pada 2 titik, pertama yaitu di sekitar penggorengan tahu dan kedua di sekitar tempat pembuatan tahu. Pengukuran tekanan panas menggunakan alat Questemp untuk mengetahui suhu bola kering dan suhu bola basah, setelah hasilnya keluar kemudian dicatat hasilnya. Kategori untuk tekanan panas suhu normal yang tidak melebihi 28,0 ºC dan suhu melebihi nilai ambang batas jika suhu melebihi 28,0 ºC.


(32)

Suhu pada lingkungan kerja Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia tahun 2015 pada saat dilakukan penelitian dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 4.2 Distribusi Hasil Pengukuran Tekanan Panas di Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

No Titik Pengukuran ISBB

1 Penggorengan 32,95 ºC

2 Pembuatan Tahu 32,07ºC

Sumber : Laboraturium teknologi industri, 2015

Berdasarkan tabel 4.1 diatas, diketahui bahwa tekanan panas dititik penggorengan sebesar 32,95ºC dan tekanan panas dititik pembuatan tahu sebesar 32,07ºC. Cuaca lingkungan ketika peneliti melakukan penelitian memang panas. Semakin panas cuaca maka akan semakin tinggi pula suhu di lingkungan kerja.

4.5 Heat Strain pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia

Physiological Strain Index dibagi menjadi 4 kategori yaitu tidak

ada/sedikit, rendah, sedang dan tinggi. Pekerja dengan kategori tidak ada/sedikit sebanyak 2 orang (8%), pekerja dengan kategori rendah sebanyak 17 orang (68%), pekerja dengan kategori sedang sebanyak 6 orang (24%), pekerja dengan kategori tinggi tidak ada. Maka hasil Physiological Strain Index pada pekerja Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut:


(33)

36

Tabel 4.3 Physiological Strain Index Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

Strain N Persentase (%)

Tidak ada/sedikit 2 8

Rendah 17 68

Sedang 6 24

Tinggi 0 0

Total 25 100

Berdasarkan tabel 4.2 di atas, diketahui bahwa hasil Physiological Strain

Index pekerja pabrik tahu sumedang paling banyak adalah kategori rendah

sebanyak 17 orang (68%) dan 2 pekerja di kategorikan tidak ada/sedikit.

Tabel 4.4 Physiological Strain Index Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Menurut Bagian Pekerjaan di Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

Strain Penggorengan Pembuatan Tahu

N % N %

Tidak ada/sedikit 2 25 0 0

Rendah 5 62,5 12 70,6

Sedang 1 12,5 5 29,4

Tinggi 0 0 0 0

Total 8 100 17 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pekerja bagian penggorengan ada 2 orang dengan kategori tidak ada/sedikit ada 2 orang (25%), kategori rendah ada 5 orang (62,5%), dan kategori sedang ada 1 orang (12,5%). Sedangkan bagian pembuatan tahu dengan kategori rendah ada 12 orang (70,6%), dan kategori sedang ada 5 orang (29,4%). Dapat disimpulkan bahwa pekerja yang terkena heat

strain paling banyak adalah bagian pembuatan tahu yaitu 12 orang (70,6%)


(34)

4.6 Gejala Heat Strain

Menurut OSHS gejala heat strain yang dapat di observasi ada 7 gejala yaitu keram otot, napas, denyut nadi, kelemahan, kulit, keringat dan tingkat kesadaran. Berdasarkan penelitian dan observasi di pabrik tahu pekerja yang mengalami keram otot ada 13 orang (52%), gangguan pernapasan 15 orang (60%), denyut nadi 21 orang (84%), merasa lemah 11 orang (44%), gangguan kulit 16 orang (64%), keringat 16 orang (64%), kesadaran 6 orang (24%). Maka hasil distribusi frekuensi gejala heat strain dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.5 Gejala Heat Strain pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

No Gejala N

Ya % Tidak %

1. Keram Otot 13 52 12 48

2. Pernapasan 15 60 10 40

3. Nadi 21 84 4 16

4. Kelemahan 12 48 13 52

5. Kulit 17 68 8 32

6. Keringat 16 64 9 36

7. Tingkat Kesadaran 6 24 19 76

Berdasarkan tabel 4.3 gejala yang paling banyak dialami pekerja pabrik adalah perubahan denyut nadi sebanyak 21 orang (84%) dan yang paling sedikit adalah gejala tingkat kesadaran yaitu sebanyak 6 orang (24%).

Gejala heat strain menurut OSHS ada 3 tingkatan yaitu gejala awal, ringan dan berat. Berikut ini hasil distribusi frekuensi pekerja pabrik tahu berdasarkan tingkatan gejala yang dialami pekerja :


(35)

38

Tabel 4.6 Tingkatan Gejala Keram Otot pada Pekerja Pabrik Tahu

Sumedang Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

No Tingkatan Gejala N Persen (%)

1. Tidak ada gejala 10 48

2. Gejala awal 3 12

3. Ringan 10 40

4. Berat 0 0

Total 25 100

Pekerja yang mengalami gejala keram otot ringan ada 10 orang (40%) dan mengalami gejala awal ada 3 orang (12%). Dari 10 orang pekerja yang mengalami gejala keram otot ringan adalah pekerja bekerja di bagian pembuatan tahu dengan kegiatan yang dilakukan adalah memasukkan kedelai ke mesin penggilingan, memasukkan kedelai yang sudah digiling ketempat perebusan, menyaring air kedelai, mencetak tahu dan memotong tahu. Selama proses kerja ini pekerja selalu berdiri dan banyak melakukan aktifitas gerak. Sedangkan 3 pekerja kategori gejala awal adalah pekerja yang bekerja di proses penggorengan dengan aktifitas kerja menggoreng tahu dapat membuat lengan terasa pegal.

Tabel 4.7 Tingkatan Gejala Kram Otot pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Menurut Bagian Pekerjaan di Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

Gejala Heat Strain

Penggorengan Pembuatan Tahu

N % N %

Tidak ada gejala 5 62,5 7 41,2

Gejala Awal 1 12,5 2 11,8

Ringan 2 25 8 47,1

Berat 0 0 0 0

Total 8 100 17 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pekerja bagian penggorengan ada 1 orang mengalami gejala awal (12,5%), dan gejala ringan ada 2 orang (25%).


(36)

Sedangkan bagian pembuatan tahu pekerja yang mengalami gejala awal ada 2 orang (11,8%), dan gejala ringan ada 8 orang (47,1%). Dapat disimpulkan bahwa pekerja paling banyak mengalami kram otot adalah bagian pembuatan tahu yaitu 8 orang (47,1%) dengan gejala ringan.

Tabel 4.8 Tingkatan Gejala Pernapasan pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

No Tingkatan Gejala N Persen (%)

1. Tidak ada gejala 10 40

2. Gejala awal 7 28

3. Ringan 8 32

4. Berat 0 0

Total 25 100

Pekerja yang mengalami gejala pernapasan ringan ada 8 orang (32%) dan mengalami gejala awal ada 7 orang (28%). Dari 8 orang pekerja yang mengalami gejala pernapasan ringan dan 7 orang dengan gejala awal adalah pekerja bekerja di bagian pembuatan tahu dengan kegiatan yang dilakukan adalah memasukkan kedelai ke mesin penggilingan, memasukkan kedelai yang sudah digiling ketempat perebusan, menyaring air kedelai, mencetak tahu dan memotong tahu. Selama proses kerja ini pekerja selalu berdiri dan banyak melakukan aktifitas gerak.

Tabel 4.9 Tingkatan Gejala Pernapasan pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Menurut Bagian Pekerjaan di Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

Gejala Heat Strain

Penggorengan Pembuatan Tahu

N % N %

Tidak ada gejala 5 62,5 5 29,4

Gejala Awal 2 25 5 29,4

Ringan 1 12,5 7 41,2


(37)

40

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pekerja bagian penggorengan ada 2 orang mengalami gejala awal (25%), dan gejala ringan ada 1 orang (12,5%). Sedangkan bagian pembuatan tahu pekerja yang mengalami gejala awal ada 5 orang (29,4%), dan gejala ringan ada 7 orang (41,2%). Dapat disimpulkan bahwa pekerja paling banyak mengalami gejala pernapasan adalah bagian pembuatan tahu yaitu 7 orang (41,2%) dengan gejala ringan.

Tabel 4.10 Tingkatan Gejala Perubahan Nadi pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

No Tingkatan Gejala N Persen (%)

1. Tidak ada gejala 4 16

2. Gejala awal 21 84

3. Ringan 0 0

4. Berat 0 0

Total 25 100

Pekerja yang mengalami gejala awal perubahan nadi ada 21 orang (84%) dan pekerja yang tidak ada gejala sebanyak 4 orang (16%). Dari 21 orang pekerja yang mengalami gejala awal perubahan nadi adalah pekerja bekerja di bagian pembuatan tahu dan penggorengan tahu, kegiatan yang dilakukan adalah memasukkan kedelai ke mesin penggilingan, memasukkan kedelai yang sudah digiling ketempat perebusan, menyaring air kedelai, mencetak tahu dan memotong tahu. Selama proses kerja ini pekerja selalu berdiri dan banyak melakukan aktifitas gerak.


(38)

Tabel 4.11 Tingkatan Gejala Perubahan Nadi pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Menurut Bagian Pekerjaan di Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

Gejala Heat Strain

Penggorengan Pembuatan Tahu

N % N %

Tidak ada gejala 4 50 0 0

Gejala Awal 4 50 17 100

Ringan 0 0 0 0

Berat 0 0 0 0

Total 8 100 17 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pekerja bagian penggorengan ada 4 orang mengalami gejala awal (50%). Sedangkan bagian pembuatan tahu pekerja yang mengalami gejala awal ada 17 orang (100%). Dapat disimpulkan bahwa pekerja yang paling banyak mengalami perubahan nadi adalah pekerja bagian pembuatan tahu yaitu 17 orang (100%) dengan gejala awal.

Tabel 4.12 Tingkatan Gejala Kelemahan pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

No Tingkatan Gejala N Persen (%)

1. Tidak ada gejala 13 52

2. Gejala awal 7 28

3. Ringan 5 20

4. Berat 0 0

Total 25 100

Pekerja yang mengalami gejala ringan merasa lemah ada 5 orang (20%) dan gejala awal ada 7 orang (28%). Dari 5 orang pekerja yang mengalami gejala ringan merasa lemah dan gejala awal adalah pekerja bekerja di bagian pembuatan tahu. Kegiatan yang dilakukan adalah memasukkan kedelai ke mesin penggilingan, memasukkan kedelai yang sudah digiling ketempat perebusan, menyaring air kedelai, mencetak tahu dan memotong tahu. Selama proses kerja ini


(39)

42

Tabel 4.13 Tingkatan Gejala Kelemahan pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Menurut Bagian Pekerjaan di Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

Gejala Heat Strain

Penggorengan Pembuatan Tahu

N % N %

Tidak ada gejala 6 75 7 41,2

Gejala Awal 1 12,5 6 35,3

Ringan 1 12,5 4 23,5

Berat 0 0 0 0

Total 8 100 17 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pekerja bagian penggorengan ada 1 orang mengalami gejala awal (12,5%), dan gejala ringan ada 1 orang (12,5%). Sedangkan bagian pembuatan tahu pekerja yang mengalami gejala awal ada 6 orang (35,3%), dan gejala ringan ada 4 orang (23,5%). Dapat disimpulkan bahwa pekerja bagian pembuatan tahu lebih banyak mengalami kelemahan yaitu 6 orang (35,3%) dengan gejala awal.

Tabel 4.14 Tingkatan Gejala Kondisi Kulit pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

No Tingkatan Gejala N Persen (%)

1. Tidak ada gejala 8 32

2. Gejala awal 17 68

3. Ringan 0 0

4. Berat 0 0

Total 25 100

Pekerja yang mengalami gejala awal kondisi kulit ada 17 orang (68%). Dari 17 orang pekerja yang mengalami gejala awal pada kulit adalah pekerja bekerja di bagian pembuatan tahu. Kegiatan yang dilakukan adalah memasukkan kedelai ke mesin penggilingan, memasukkan kedelai yang sudah digiling ketempat perebusan, menyaring air kedelai, mencetak tahu dan memotong tahu.


(40)

ketel uap yang digunakan untuk merebus, pekerja selalu berdiri dan banyak melakukan aktifitas gerak.

Tabel 4.15 Tingkatan Gejala Kondisi Kulit pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Menurut Bagian Pekerjaan di Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

Gejala Heat Strain

Penggorengan Pembuatan Tahu

N % N %

Tidak ada gejala 4 50 4 23,5

Gejala Awal 4 50 13 76,5

Ringan 0 0 0 0

Berat 0 0 0 0

Total 8 100 17 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pekerja bagian penggorengan ada 4 orang mengalami gejala awal (50%). Sedangkan bagian pembuatan tahu pekerja yang mengalami gejala awal ada 13 orang (76,5%). Dapat disimpulkan bahwa pekerja bagian pembuatan tahu lebih banyak mengalami gejala kulit yaitu 13 orang (76,5%) dengan gejala awal.

Tabel 4.16 Tingkatan Gejala Keringat pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

No Tingkatan Gejala N Persen (%)

1. Tidak ada gejala 9 36

2. Gejala awal 16 64

3. Ringan 0 0

4. Berat 0 0

Total 25 100

Pekerja yang mengalami gejala awal keringat ada 16 orang (64%). Dari 16 orang pekerja yang mengalami gejala awal keringat adalah pekerja bekerja di bagian pembuatan tahu. Kegiatan yang dilakukan adalah memasukkan kedelai ke mesin penggilingan, memasukkan kedelai yang sudah digiling ketempat


(41)

44

proses kerja pekerja terpapar panas dari uap panas yang dihasilkan dari ketel uap yang digunakan untuk merebus, pekerja selalu berdiri dan banyak melakukan aktifitas gerak.

Tabel 4.17 Tingkatan Gejala Keringat pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Menurut Bagian Pekerjaan di Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

Gejala Heat Strain

Penggorengan Pembuatan Tahu

N % N %

Tidak ada gejala 4 50 5 29,4

Gejala Awal 4 50 12 70,6

Ringan 0 0 0 0

Berat 0 0 0 0

Total 8 100 17 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pekerja bagian penggorengan ada 4 orang mengalami gejala awal (50%). Sedangkan bagian pembuatan tahu pekerja yang mengalami gejala awal ada 12 orang (70,6%). Dapat disimpulkan bahwa pekerja bagian pembuatan tahu paling banyak mengalami gejala keringat yaitu 12 orang (70,6%) dengan gejala awal.

Tabel 4.18 Tingkatan Gejala Kesadaran pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

No Tingkatan Gejala N Persen (%)

1. Tidak ada gejala 19 76

2. Gejala awal 6 24

3. Ringan 0 0

4. Berat 0 0

Total 25 100

Pekerja yang mengalami gejala awal tingkat kesadaran pada pekerja ada 6 orang (24%). Dari 6 orang pekerja yang mengalami gejala awal untuk tingkat kesadaran adalah pekerja bekerja di bagian pembuatan tahu. Kegiatan yang


(42)

kedelai yang sudah digiling ketempat perebusan, menyaring air kedelai, mencetak tahu dan memotong tahu. Selama proses kerja pekerja terpapar panas dari uap panas yang dihasilkan dari ketel uap yang digunakan untuk merebus, pekerja selalu berdiri dan banyak melakukan aktifitas gerak.

Tabel 4.19 Tingkatan Gejala Kesadaran pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Menurut Bagian Pekerjaan Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

Gejala Heat Strain

Penggorengan Pembuatan Tahu

N % N %

Tidak ada gejala 7 87,5 12 70,6

Gejala Awal 1 12,5 5 29,4

Ringan 0 0 0 0

Berat 0 0 0 0

Total 8 100 17 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pekerja bagian penggorengan ada 1 orang mengalami gejala awal (12,5%). Sedangkan bagian pembuatan tahu pekerja yang mengalami gejala awal ada 5 orang (29,4%). Dapat disimpulkan bahwa pekerja bagian pembuatan tahu paling banyak mengalami gejala kesadaran yaitu 5 orang (29,4%) dengan gejala awal.


(43)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Tekanan Panas

Tekanan panas adalah kombinasi suhu udara, kelembapan udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi (Suma’mur, 2009). Tekanan panas dalam penelitian ini adalah suhu di lokasi kerja yang diambil dengan dua titik pengukuran yang telah ditentukan. Tekanan panas pada titik 1 sebesar 32,95ºC dan pada titik 2 sebesar 32,07ºC. Suhu paling tinggi adalah pada titik 1 sebesar 32,95ºC. Hal ini, dapat dikarenakan beberapa faktor seperti suhu pada hari tersebut, proses perebusan, proses penggorengan. Dari kedua titik pengukuran tersebut diketahui suhu pada lingkungan kerja telah melebihi ambang batas yang telah ditentukan oleh PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja yaitu sebesar 28ºC. Hal ini dapat dikarenakan ada proses penggorengan yang menghasilkan panas, suhu bisa bertambah semakin panas apabila cuaca semakin panas.

Menurut NIOSH (1986) tekanan panas merupakan hasil dari panas yang berasal dari lingkungan dan panas berasal dari metabolik tubuh. Pekerja yang mengalami tekanan panas sebagian besar berada pada kategori ringan. Menurut NIOSH (1986), panas metabolik yang dihasilkan akan menambah muatan panas didalam tubuh, sehingga panas yang harus dikeluarkan menuju lingkungan juga semakin meningkat. Saat tubuh mengalami kegagalan dalam melepas panas, maka suhu tubuh akan semakin meningkat. Sehingga risiko untuk menerima paparan teknis panas juga semakin meningkat.


(44)

Pekerja yang termasuk dalam kelompok beban kerja sedang sebagian besar adalah pekerja bagian pembuatan tahu. Pekerja pada bagian pembuatan tahu bekerja dalam posisi berdiri sambil melakukan pekerjaan seperti memasukkan kedelai ke mesin penggiling, menyaring air tahu, mencetak tahu dan memotong tahu. Sehingga beban kerja bagian pembuatan tahu lebih berat dibanding pekerja pada bagian lain.

Menurut Berry dkk (2011) pada beban kerja yang tinggi, jantung mengalami kesulitan untuk memenuhi semua tuntutan yang dibutuhkan. Hasilnya akan terjadi peningkatan denyut jantung dan suhu tubuh serta penurunan kemampuan otot. Pengendalian beban kerja harus dilakukan untuk menurunkan tingkat kejadian heat strain pada pekerja pabrik tahu sumedang. Perbaikan posisi kerja ataupun otomatisasi alat dapat menurunkan panas metabolik yang dihasilkan oleh tubuh.

Selain dipengaruhi oleh beban kerja, paparan tekanan panas juga dipengaruhi oleh jam kerja. Durasi kerja merupakan faktor penting untuk dipertimbangkan. Penelitian menggambarkan bahwa lama waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan mempengaruhi kemampuan termoregulasi tubuh (Gagnon, 2011). Saat termoregulasi tubuh terganggu akibat pengaturan jam kerja dan jam istirahat yang tidak seimbang, maka tubuh akan kehilangan kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuh saat terpapar lingkungan panas yang akibatnya risiko untuk menerima tekanan panas juga meningkat.

Berdasarkan hasil penelitian, pengaturan jam kerja pada pabrik tahu sumedang mulai dari jam 08.00 – 18.00 WIB. Menurut Hudson (2003) durasi


(45)

48

paparan panas yang terus menerus akan menyebabkan kebutuhan cairan tubuh semakin meningkat dan jika tidak terpenuhi akan mengakibatkan dehidrasi pada pekerja.

Faktor panas lingkungan menjadi faktor yang berpengaruh terhadap paparan tekanan panas. Panas lingkungan kerja pada pabrik tahu sumedang bersumber dari mesin perebusan dan api yang dibutuhkan dalam proses penggorengan. Tahap penggorengan, selain harus masak tahu mentah juga harus menyuplai kayu untuk dibakar agar api yang dihasilkan tidak terhenti. Sehingga, selain pekerja selalu berada dekat pada sumber panas, beban kerja yang dilakukan juga cukup besar.

Pekerja yang menerima paparan tekanan panas akan mengalami heat

strain dan akan berdampak serius jika heat strain dibiarkan terjadi antara lain

terhentinya pengeluaran keringat sampai menyebabkan kematian. Paparan tekanan panas yang diterima oleh pekerja harus dikendalikan untuk menurunkan tingkat kejadian heat strain pada pekerja.

5.2 Heat Strain

Menurut Santoso (2008) tenaga kerja yang terpapar panas di lingkungan kerja akan mengalami heat strain. Heat strain atau tegangan panas merupakan efek yang diterima tubuh atas bebas iklim kerja tersebut. Heat strain adalah merupakan dampak baik akut ataupun kronis yang di akibatkan paparan tekanan panas.


(46)

Penelitian ini dilakukan di pabrik tahu sumedang di wilayah Kecamatan Medan Polonia. Pengukuran dilakukan dengan mengukur suhu tubuh dan denyut nadi yang diukur saat pekerja melakukan pekerjaan. Peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi merupakan indikasi terjadinya heat strain. Heat strain perlu di evaluasi terhadap pekerja karena efek kesehatannya serius. Menurut OSHS (1997) dampak fisik yang ditimbulkan pada seseorang yang mengalami heat strain dapat bervariasi mulai dari keluhan ringan seperti ruam pada kulit atau pingsan sampai situasi yang mengancam kehidupan saat terjadi terhentinya pengeluaran keringat

dan heat stroke.

Pengukuran heat strain dilakukan dengan metode Physiological Strain

Index (PSI) untuk menilai kejadian heat strain secara objektif. Hasil pengukuran

heat strain menggunakan PSI menunjukkan bahwa sebanyak 17 orang (68%)

termasuk kategori heat strain ringan, sebanyak 2 orang (8%) kategori tidak ada/sedikit dan sebanyak 6 orang (24%) kategori sedang.

Pekerja di bagian pembuatan tahu lebih banyak terkena gejala heat strain dibandingkan di bagian penggorengan. Hal ini disebabkan dengan banyaknya aktifitas kerja yang dilakukan di bagian pembuatan tahu sehingga suhu tubuh meningkat dan denyut jantung bertambah cepat akibat lelah. Sedangkan dibagian penggorengan pekerja hanya duduk dan menunggu tahu yang di goreng sampai matang. Di bagian penggorengan pekerja sedikit melakukan aktifitas kerja tetapi lebih dekat dengan sumber panas yaitu panas dari api untuk proses penggorengan.

Pekerja dibagian penggorengan ada yang tidak masuk kategori


(47)

50

bagian kasir. Pekerja tersebut tidak termasuk kategori karena letak tempat pekerja agak sedikit jauh dari sumber panas dan aktifitas kerja yang dilakukan juga sedikit. Pekerja di bagian kasir tempatnya didalam ruangan yang sedikit terbuka dan suhu nya tidak terlalu panas, maka dari itu 2 pekerja tersebut tidak masuk kategori tidak ada/sedikit heat strain.

Bekerja di pabrik tahu sumedang berarti pekerja harus melakukan pekerjaannya di lingkungan panas dan lembap. Kondisi ini jelas dapat memicu terjadinya heat strain. Saat tubuh manusia terpapar oleh tekanan panas dan memproduksi panas hasil metabolisme, total panas yang ada di dalam tubuh akan meningkat. Sistem termoregulasi yang berfungsi untuk mengontrol dan mengurangi panas dalam tubuh dapat mengalami kegagalan atau tidak mampu menangani panas dalam tubuh. Saat kondisi tersebut, tubuh manusia akan mengalami heat strain sebagai respon.

Suhu tubuh pekerja dibawah standar yang disarankan oleh NIOSH (1986) untuk pekerja yang teraklimatisasi yaitu dibawah 38º C, namun berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode Physiological Strain Index (PSI), pekerja dengan suhu tubuh lebih dari 36,5º C sebagai standar suhu tubuh terendah dan menghasilkan nilai indeks 2 sudah termasuk dalam kelompok pekerja yang mengalami heat strain.

Heat strain perlu menjadi perhatian bagi pihak terkait dalam peningkatan

kondisi keselamatan dan kesehatan pekerja sektor informal seperti Pabrik Tahu Sumedang. Hal ini dikarenakan heat strain memiliki dampak yang cukup serius. Bureau of Labor Statistic (BLS) melaporkan angka kematian yang tinggi akibat


(48)

kejadian heat strain yaitu lebih dari 200 kematian dan 15.000 kasus dalam periode tahun 1999 – 2003. Federal and California Occupational Safety and Health Administrations (OSHA) menempatkan heat strain sebagai heat illness dalam prioritas utama dalam tiga tahun terakhir. Menurut NIOSH (1986) pada tahun 1979 di Amerika, total dari insiden heat strain dengan kehilangan hari kerja paling kecil satu hari diestimasikan sebesar 1.432 kasus.

Dampak jangka pendek yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya produktivitas kerja. Menurut Poultan (1970), produktivitas pekerja menurun seiring dengan meningkatnya temperatur lingkungan. Menurunnya produktivitas pekerja ini dapat mengakibatkan kerugian biaya. Dampak jangka panjang yang ditimbulkan akibat heat strain yaitu terhentinya pengeluaran keringat dan dapat menyebabkan kematian. Selain merugikan pekerja, heat strain juga dapat menurunkan produktivitas perusahaan akibat menurunnya kinerja pekerja.

Menurut Bureau of Labor Statistic (2009) estimasi biaya yang dihabiskan untuk satu kejadian heat strain adalah $7.500. Rata – rata upah yang hilang per hari adalah $150 atau setara dengan $100 juta selama periode 5 tahun atau lebih dari $20 juta pertahun. Jumlah tersebut hanya untuk kejadian heat strain yang akut dan belum termasuk kasus heat strain yang sampai menyebabkan kematian (Brown, 2013).

Heat strain paling banyak dialami pekerja bagian pembuatan tahu.

Memang untuk suhu lebih tinggi di bagian penggorengan, tapi dengan banyaknya aktifitas yang dilakukan dibagian pembuatan tahu menjadi banyak faktor yang dapat meningkatkan suhu tubuh dan denyut nadi. Oleh karena itu banyak pekerja


(49)

52

pembuatan tahu yang terkena heat strain. Pekerja di pembuatan tahu bekerja dengan posisi selalu berdiri sambil mengolah kedelai menjadi tahu, sedangkan di penggorengan pekerja hanya duduk sambil menunggu tahu yang digoreng hingga masak.

5.3 Gejala Heat Strain

Gejala umum heat strain yang dirasakan antara lain nyeri otot, peningkatan frekuensi pernapasan, peningkatan denyut nadi, kelemahan, peningkatan suhu kulit, pengeluaran keringat dan penurunan tingkat kesadaran (OSHS, 1997). Hasil observasi gejala heat strain berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa gejala yang dirasakan oleh pekerja adalah keram otot 13 orang (52%), pernapasan 15 orang (60%), nadi 21 orang (84%), kelemahan 12 orang (48%), kulit 17 orang (68%), keringat 16 orang (64%) dan tingkat kesadaran 6 orang (24%). Pengaruh gejala heat strain di lingkungan kerja dapat mempengaruhi kesehatan dan memberikan keluhan subyektif pada pekerja.

Pekerja yang mengalami keram otot 13 orang (52%), pernapasan 15 orang (60%), nadi 21 orang (84%) bisa disebabkan karena bekerja secara terus menerus dan menyebabkan energi yang keluar dari tubuh sangat banyak sehingga tubuh mengambil cadangan energi protein dan lemak dalam jaringan otot. Setiap kontraksi dari otot selalu diikuti dengan oksidasi glukosa yang merubah glikogen menjadi tenaga dan asam laktat. Dengan beban kerja yang terus menerus menyebabkan persediaan oksigen dalam jaringan berkurang sehingga pengeluaran karbon dioksida terbatas dan asam laktat menumpuk yang akhirnya menimbulkan


(50)

rasa lelah. Meningkatnya rasa lelah menyebabkan kondisi tubuh menjadi lemas karena berkurangnya energi dari dalam tubuh. Oleh karena itu pekerja harus banyak minum air putih untuk mengganti cairan tubuh yang keluar. Ditambah lagi dengan pemberian waktu istirahat memberikan kesempatan pada otot untuk istirahat dan menurunkan kerja otot, sehingga darah yang beredar dapat membawa asam laktat ke hati (Almatsier, 2004). Gejala ini dapat ditanggulangi dengan melakukan intervensi berupa pemberian air minum dan pengaturan waktu istirahat.

Menurut NCDOL (2001), pada saat beban kerja meningkat, kebutuhan tubuh akan oksigen juga akan meningkat. Untuk mengimbangi hal ini jantung harus berdetak lebih cepat untuk menyediakan oksigen tambahan ke seluruh tubuh. Saat terjadi pembakaran oksigen ke otot dan jaringan lain, kelebihan panas yang dihasilkan dari proses pembakaran ini harus ditransfer dari inti tubuh ke permukaan tubuh dengan bantuan aliran darah. Pada saat bersamaan, darah harus memenuhi dua fungsi yang berbeda, yaitu memenuhi kebutuhan oksigen otot untuk mengimbangi beban kerja yang meningkat serta memindahkan darah dari inti tubuh ke permukaan tubuh untuk menghilangkan kelebihan panas. Kedua aktifitas ini akan meningkatkan kerja jantung sehingga jantung harus berdetak lebih cepat. Ketika beban kerja semakin tinggi, jantung akan kesulitan dalam memenuhi seluruh kebutuhan tersebut. Hasilnya adalah peningkatan denyut nadi dan peningkatan suhu inti tubuh diikuti dengan penurunan kemampuan otot yang mempertahankan tingkat kerja yang tetap tinggi tanpa mengalami kelelahan.


(51)

54

Pekerja yang mengalami kelemahan 12 orang (48%), kulit 17 orang (68%), keringat 16 orang (64%) dan tingkat kesadaran 6 orang (24%) bisa disebabkan karena terpapar panas yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB). Selain itu kelemahan dapat diakibatkan karena faktor usia, jenis kelamin, kondisi kesehatan, beban kerja, waktu istirahat, dan waktu bekerja, serta keadaan perjalanan yaitu waktu perjalanan dari dan ke tempat kerja yang seminimal mungkin dan seaman mungkin berpengaruh terhadap kondisi kesehatan kerja pada umumnya dan kelelahan kerja khususnya (Setyawati, 2007).

Kelemahan terjadi karena ada tekanan panas yang dialami tenaga kerja yang berada ditempat kerja tersebut, hal ini disebabkan oleh panas yang berasal dari lingkungan kerja seperti panas dari ketel uap dan api untuk penggorengan serta tekanan panas dari sinar matahari yang sangat cepat membuat konsentrasi tenaga kerja berkurang dan menguras tenaga sehingga memacu timbulnya perasaan kelelahan. Aktifitas kerja yang dilakukan di lingkungan kerja juga berpengaruh terhadap terjadinya kelemahan.

Selama bekerja terjadi pengeluaran keringat yang banyak pada pekerja, dimana keringat merupakan cairan hipotonik yang terdiri dari air, natrium dan klorida. Penguapan dan pengeluaran keringat dari kulit yang bertujuan untuk mengatur temperatur tubuh menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah, sehingga menyebabkan kekurangan volume cairan jika asupannya tidak mencukupi yang akhirnya menggangu curah jantung dan mengurangi arah balik vena ke jantung, keadaan ini disebut dengan hipovolemia. Dari penelitian Suma’mur (2006) juga menunjukkan telah terjadi penurunan tekanan darah pada


(52)

pekerja yang terpapar tekanan panas dan pemberian air minum dapat memperbaiki tekanan darah tersebut.

Menurut Megasari dan Juniani (2005), pekerja yang bekerja di lingkungan dengan suhu tinggi, kebutuhan air dan elektrolit sebagai pengganti cairan yang hilang/keringat perlu mendapat perhatian. Selama bekerja satu hari (kurang lebih 8 jam) di lingkungan yang terpapar tekanan panas seorang pekerja dapat kehilangan 1 liter/jam cairan dan elektrolit dalam keringat. Kehilangan ini harus diganti dengan minum air setiap 15-20 menit sebanyak 250 ml.

Bagian paling beresiko terkena gejala heat strain berdasarkan hasil penelitian adalah bagian pembuatan tahu dibandingkan dengan bagian penggorengan. Hal ini disebabkan karena banyaknya aktifitas kerja yang dilakukan dan adanya paparan tekanan panas yang dihasilkan dari panas pada saat proses perebusan.

Pekerja harus membiasakan diri untuk minum air secara teratur dan lebih kepada kebiasaan minum air hanya ketika pekerja merasa haus. Pekerja membutuhkan asupan vitamin C untuk aklimatisasi setelah terpapar panas, dengan memberikan vitamin C setiap hari sangat baik bagi tubuh yang langsung bekerja dalam lingkungan panas selama 4-8 jam sehari, dengan meningkatnya pengeluaran keringat dapat meningkatkan laju aliran darah (Utami, 2004).

Gejala heat strain paling banyak dialami oleh pekerja pembuat tahu dengan keram otot yaitu 8 orang (47,1%) gejala ringan, gejala pernapasan ada 7 orang (41,2%) gejala ringan, perubahan denyut nadi 17 orang (100%) gejala awal, kelemahan 6 orang (35,3%) gejala awal, kondisi kulit 13 orang (76,5%) gejala


(53)

56

awal, keringat 12 orang (70,6%) gejala awal dan kesadaran 5 orang (29,4%) gejala awal. Hal ini dikarenakan posisi pekerja selalu berdiri sambil melakukan proses pengolahan pembuatan tahu. Pekerja terkadang membungkuk untuk menuangkan biji kedelai kedalam mesin penggiling. Ditambah dengan suhu panas yang dihasilkan dari proses perebusan untuk merebus kedelai dan panas dari matahari, semakin panas cuaca pada hari bekerja maka semkin bertambah suhu di lingkungan kerja dan semakin panas sehingga membuat pekerja menjadi tidak nyaman dan cepat merasakan lelah.


(54)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

1. Tekanan panas pada bagian penggorengan pabrik tahu sumedang yaitu 32,95ºC dan suhu pada titik pembuatan tahu yaitu 32,07ºC. Pekerja yang bekerja di titik penggorengan ada 8 orang dan pekerja yang berada di titik pembuatan tahu ada 17 orang.

2. Physiological strain index pada pekerja pabrik tahu sumedang dengan

kategori tidak ada/sedikit ada 2 orang yang bekerja dibagian penggorengan, pekerja dengan kategori rendah ada 17 orang yaitu 5 orang bekerja di bagian penggorengan dan 12 orang bekerja di bagian pembuatan tahu, dan pekerja dengan kategori sedang 6 orang yaitu 1 orang bekerja di bagian penggorengan dan 5 orang bekerja di bagian pembuatan tahu. 3. Gejala heat strain pada pekerja pabrik tahu sumedang yang merasa keram

otot sebanyak 13 orang yaitu 3 orang bekerja di bagian penggorengan dan 10 orang bekerja di bagian pembuatan tahu. Pernapasan 15 orang yaitu 3 orang bekerja di bagian penggorengan dan 12 orang bekerja di bagian pembuatan tahu. Perubahan denyut nadi 21 orang yaitu 4 orang bekerja di bagian penggorengan dan 17 orang bekerja di bagian pembuatan tahu. Pekerja mengalami kelemahan 10 orang yaitu 2 orang bekerja di bagian penggorengan dan 10 orang bekerja di bagian pembuatan tahu. Gejala kulit 17 orang yaitu 4 orang bekerja di bagian penggorengan dan 13 orang di bagian pembuatan tahu. Keringat berlebih 16 orang yaitu 4 orang


(55)

58

4. bekerja di bagian penggorengan dan 12 orang bekerja di bagian pembuatan tahu. Dan mengalami penurunan tingkat kesadaran sebanyak 6 orang yaitu 1 orang bekerja di bagian penggorengan dan 5 orang di bagian pembuatan tahu..

5. Bagian pekerjaan yang paling beresiko terkena heat strain adalah bagian pembuatan tahu.

6.2 Saran

1. Melakukan pengendalian untuk mengurangi kejadian heat strain pada pekerja pabrik tahu sumedang yaitu meningkatkan konsumsi air putih pada saat bekerja serta memakai pakaian kerja.

2. Agar pekerja mau mengonsumsi air, pihak pabrik sebaiknya menyediakan dan mewajibkan pekerja untuk meminum air.

3. Sebaiknya pekerja menggunakan waktu istirahat dengan baik seperti beristirahat ditempat yang sejuk agar tidak selalu terpapar tekanan panas.


(56)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Panas

2.1.1 Pengertian Tekanan Panas

Tekanan panas adalah batasan kemampuan penerimaan panas yang diterima pekerja dari kontribusi kombinasi metabolisme tubuh akibat melakukan pekerjaan dan faktor lingkungan (seperti temperatur udara, kelembaban, pergerakan udara dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan. Pada saat tekanan panas mendekati batas toleransi tubuh, risiko terjadinya kelainan kesehatan menyangkut panas akan meningkat (ACGIH, 2005).

Menurut Suma’mur (2009) cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor itu dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas.

Menurut Santoso (2005), tekanan panas adalah beban iklim kerja yang diterima oleh tubuh manusia. Sedangkan menurut Suma’mur (2009) suhu udara dapat diukur dengan termometer biasa (termometer suhu kering). Kelembaban udara diukur dengan menggunakan hygrometer. Adapun suhu dan kelembaban dapat diukur bersama sama dengan misalnya menggunakan alat pengukur sling

psychrometer atau arsmanpsychrometer yang juga menunjukkan suhu basah

sekaligus. Suhu basah adalah suhu yang ditunjukkan suatu termometer yang dibasahi dan ditiupkan udara kepadanya, dengan demikian suhu tersebut menunjukkan kelembaban relatif udara. Kecepatan aliran udara yang besar dapat


(57)

9

diukur dengan anemometer, sedangkan kecepatan udara yang kecil dengan suatu

katatermometer. Suhu radiasi diukur dengan suatu termometer bola (globe

thermometer). Panas radiasi adalah energi atau gelombang elektromagnetis yang

panjang gelombangnya lebih dari sinar matahari dan mata tidak peka terhadapnya atau mata tidak dapat melihatnya.

2.1.2 Mekanisme Panas Tubuh

Di dalam kehidupan, tubuh manusia selalu memproduksi panas. Proses dalam menghasilkan panas ini disebut metabolisme. Proses ini pada dasarnya adalah proses oksidasi dari bahan seperti karbohidrat, lemak, protein, yang diatur oleh enzim (Kurniawan, 2010).

Proses metabolisme di dalam tubuh merupakan poses kimiawi, proses ini terus berlangsung supaya kehidupan manusia dapat dipertahankan. Hasil dari metabolisme ini antara lain energi dan panas. Panas yang dihasilkan inilah yang merupakan sumber utama panas tubuh manusia. Dengan demikian panas akan terus terbentuk walaupun dalam keadaan istirahat, selama metabolisme berlangsung (Depkes RI, 2003).

Tubuh manusia selalu menghasilkan panas sebagai akibat proses pembakaran zat makanan dengan oksigen. Jika proses pengeluaran panas oleh tubuh terganggu maka suhu tubuh akan meningkat. Antara tubuh dan lingkungan sekitarnya selalu terjadi pertukaran panas dan proses pertukaran panas ini tergantung dari suhu lingkungannya. Suhu tubuh yang turun mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah kulit sehingga menyebabkan suhu kulit mendekati suhu tubuh. Suhu tubuh manusia yang dapat diraba atau dirasakan tidak hanya


(58)

didapat dari metabolisme tetapi juga dipengaruhi oleh panas lingkungan(Depkes RI, 2003).

Semakin tinggi panas lingkungan semakin besar pula pengaruhnya terhadap suhu tubuh. Sebaliknya semakin rendah suhu lingkungan semakin banyak pula suhu tubuh yang hilang. Dengan kata lain terjadi pertukaran panas antara tubuh manusia yang didapat dari metabolisme dengan tekanan panas yang dirasakan sebagai kondisi panas lingkungan. Selama pertukaran panas ini seimbang, tidak akan menimbulkan gangguan baik performance kerja maupu kesehatan kerja (Depkes RI, 2003).

2.1.3 Dampak Akibat Paparan Panas

Tekanan panas memerlukan upaya tambahan pada anggota tubuh untuk memelihara keseimbangan panas. Menurut Tarwaka (2015) bahwa reaksi fisiologis tubuh (heat strain) oleh karena peningkatan temperatur udara di luar

comfort zone adalah sebagai berikut :

a. Vasodilatasi

b. Denyut jantung meningkat c. Temperatur kulit meningkat

d. Suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudian meningkat dan lain-lain Selanjutnya apabila pemaparan terhadap tekanan panas terus berlanjut, maka risiko terjadi gangguan kesehatan juga akan meningkat. Menurut Graham (1992) dan Bernard (1996) dalam Tarwaka (2015) reaksi fisiologis akibat pemaparan panas yang berlebihan dapat dimulai dari gangguan fisiologis yang sangat sederhana sampai dengan terjadinya penyakit yang sangat serius.


(59)

11

Pemaparan terhadap tekanan panas juga menyebabkan penurunan berat badan. Menurut hasil penelitian Tarwaka (2015) bahwa pekerja yang bekerja selama 8 jam/hari berturut-turut selama 6 minggu, pada ruangan dengan Indeks Suhu Basah Bola (ISBB) antara 32,02-33,010 C menyebabkan kehilangan berat badan sebesar 4,23 %.

Secara lebih rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan panas yang berlebihan dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Gangguan perilaku dan performansi kerja, seperti terjadinya kelelahan, sering melakukan istirahat curian, dan lain-lain.

b. Dehidrasi, yaitu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan baik oleh pergantian cairan yang tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan. Pada kehilangan cairan tubuh < 1,5 % gejalanya tidak nampak, kelelahan muncul lebih awal dan mulut mulai kering.

c. Heat Rash, keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal kulit

akibat kondisi kulit terus basah. Pada kondisi demikian pekerja perlu beristirahat pada tempat yang lebih sejuk dan menggunakan bedak penghilang keringat.

d. Heat Cramps, merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki)

akibat keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang kemungkinan besar disebabkan karena minum terlalu banyak dengan sedikit garam natrium.

e. Head Syncope atau Fainting, keadaan ini disebabkan karena aliran darah


(60)

permukaan kulit atau perifer yang disebabkan karena minum terlalu banyak dengan sedikit garam natrium.

f. Heat Exhaustion, keadaan ini terjadi apabila tubuh kehilangan terlalu

banyak cairan dan atau kehilangan garam. Gejalanya mulut kering, sangat haus,lemah, dan sangat lelah. Gangguan ini biasanya banyak dialami pekerja yang belum beraklimatisasi terhadap suhu udara panas.

2.1.4 Kerugian Karena Tekanan Panas

Pekerja yang mengalami heat strain mengeluh cepat lelah sehingga membutuhkan banyak waktu untuk istirahat dan mencari tempat yang dingin hal ini menyebabkan produktivitas pekerja dalam menjalakannya pekerjaannya menjadi menurun yang merupakan suatu kerugian besar bagi perusahaan. Selain itu pekerja sering mengalami dehidrasi sehingga sering kehilangan fokus dalam bekerja yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Biaya yang dikeluarkan perusahaan akibat terjadinya kecelakaan sering kali sangat besar. Biaya ini dapat dibagi menjadi biaya langsung meliputi biaya atas Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K), pengobatan, perawatan, biaya angkutan, upah selama tidak mampu bekerja, kompensasi cacat, biaya atas kerusakan bahan, perlengkapan, peralatan, mesin (Suma’mur, 2009).

2.1.5 Pengendalian Tekanan Panas

Menurut Tarwaka (2015) pengendalian terhadap tekanan panas meliputi ssebagai berikut:


(61)

13

Isolasi terhadap benda yang panas akan mencegah keluarnya panas ke lingkungan. Ini dapat dilakukan misalnya dengan membalut pipa yang panas, menutupi tangki yang berisi cairan panas sehingga mengurangi aliran panas yang timbul. Cara ini merupakan cara yang praktis dalam membatasi pemaparan seseorang terhadap panas dan merupakan cara pengendalian yang dianjurkan bila tempat kerja terdapat sumber panas yang sangat tinggi.

b. Tirai radiasi

Tirai radiasi terbuat dari lempengan alumunium, baja anti karat atau dari bahan metal yang permukannya mengkilap.

c. Ventilasi setempat

Ventilasi ini bertujuan untuk mengendalikan panas konveksi yaitu dengan menghisap udara panas.

d. Pendinginan lokal

Pendinginan lokal dilakukan dengan cara mengalirkan udara sejuk ke sekitar pekerja dengan tujuan meggantikan udara yang panas dengan udara yang sejuk dan dialirkan dengan kecepatan tinggi.

e. Ventilasi umum

Cara ini paling sering digunakan untuk mengendalikan suhu dan kelembaban udara yang tinggi tetapi tidak dapat digunakan untuk mengurangi paparan panas karena radiasi yang tinggi.


(62)

f. Pengaturan lama kerja

Pengaturan lama bekerja digunakan untuk menghindari terjadinya gangguan kesehatan akibat terpapar suhu udara yang tinggi, lamanya kerja dan istirahat harus disesuaikan dengan tingkat tekanan panas yang dihadapi oleh pekerja.

2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Heat Strain

Kejadian Heat strain yang terjadi menurut Suma’mur (2009) disebabkan oleh :

1. Faktor Manusia

Kesalahan - kesalahan yang disebabkan oleh pekerja dan karena sikap yang tidak wajar seperti terlalu berani, sembrono, tidak mengindahkan instruksi, kelalaian, melamun, tidak mau bekerja sama, dan kurang sabar. Adapun faktor manusia sebagai berikut :

a. Aklimatisasi

Aklimatisasi adalah suatu proses adaptasi fisiologis yang ditandai dengan adanya pengeluaran keringat yang meningkat, penurunan denyut nadi dan suhu tubuh akibat pembentukan keringat. Aklimatisasi terhadap suhu tinggi merupakan hasil penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya. Aklimatisasi terhadap panas ditandai dengan penurunan suhu tubuh dan pengeluaran garam dari dalam tubuh.

Proses aklimatisasi ditujukan kepada suatu pekerjaan dan suhu tinggi untuk beberapa waktu. Mengingat pembentukan keringat bergantung pada kenaikan suhu dalam tubuh. Aklimatisasi panas biasanya tercapai setelah dua


(63)

15

minggu. Dengan bekerja pada suhu tinggi saja belum bisa menghasilkan aklimatisasi yang sempurna (Siswanto, 1987).

b. Umur

Daya tahan seseorang terhadap panas akan menurun pada umur yang lebih tua. Orang yang lebih tua akan lebih lambat keluar keringatnya dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Orang yang lebih tua memerlukan waktu yang lama untuk mengembalikan suhu tubuh menjadi normal setelah terpapar panas. Studi menemukan bahwa 70% dari seluruh penderita tusukan panas (heat stroke), mereka yang berusia lebih dari 60 tahun. Denyut nadi maksimal dari kapasitas kerja yang maksimal berangsur-angsur menurun sesuai dengan bertambahnya umur (WHO, 1969).

c. Jenis Kelamin

Adanya perbedaan kecil aklimatisasi antara laki-laki dan wanita. Wanita tidak dapat beraklimatisasi dengan baik seperti laki-laki. Hal ini dikarenakan mereka mempunyai kapasitas kardiovaskuler yang lebih kecil (WHO, 1969).

2. Faktor Lingkungan

a. Suhu Ruangan

Suhu efektif yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh seseorang tanpa baju dan kerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif ialah tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh sendiri. Untuk penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas


(64)

radiasi, dibuatlah Skala Suhu Efektif Dikoreksi. Namun tetap ada kekurangannya yaitu tidak diperhitungkannya panas hasil metabolisme.

b. Kelembaban Udara

Kelembaban udara yang cukup terutama dalam ruang kerja sangat diperlukan apalagi jika dalam ruangan tersebut panas dan sesak. Pertukaran udara yang cukup akan menyebabkan kesegaran fisik dari para karyawan. Sebaliknya, pertukaran udara yang kurang akan dapat menimbulkan rasa pengap sehingga terjadi dehidrasi dan kelelahan dari para karyawan, sehingga produktivitas pekerja untuk menyelesaikan tugas-tugasnya menjadi menurun.

c. Ukuran Ruangan

Ukuran ruang kerja, ruang kerja sangat mempengaruhi kinerja karyawan. Ruang kerja yang sempit akan membuat pegawai sulit bergerak untuk melakukan aktivitasnya. Ruang kerja karyawan pada dasarnya tidak hanya digunakan untuk karyawan itu sendiri maupun rekan kerja satu ruang, namun juga akan dimanfaatkan oleh pihak lain yang datang untuk melakukan koordinasi atau sebagai partner dan mitra kerja. Oleh karena itu, ruang kerja harus proporsional dengan peran karyawan dalam organisasi atau perusahaan tersebut. Sebagai contoh, karyawan yang berada pada departemen humas akan lebih banyak membutuhkan space dibandingkan dengan karyawan yang bekerja sebagai tenaga operator server.

3. Faktor Mesin dan Peralatan Kerja

a. Pakaian Kerja

Pakaian kerja merupakan alat pelindung diri yang sangat penting jika pekerja berada didaerah dengan suhu tinggi. Dengan media perantara, jumlah paparan panas ke kulit dapat dikurangi. Pekerjaan dengan pancaran panas yang


(65)

17

tinggi, sering kali tergantung kepada pantulan pakaian yang digunakan (Alpaugh,1988). Efek dari pakaian sulit untuk dikaji sejak terjadinya penurunan kehilangan panas melalui radiasi dan konveksi. Terjadinya penurunan tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain ketebalan bahan pakaian, warna, dan apakah pakaian tersebut longgar atau tidak.

2.1.7 Indikator Tekanan Panas

Indikator tekanan panas menurut Suma’mur (2009) terdiri dari : 1. Suhu Efektif

Suhu efektif yaitu indeks sensoris tingkat panas (rasa panas) yang dialami oleh seseorang tanpa baju dan bekerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif ialah tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh. Untuk penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuat Skala Suhu Efektif Dikoreksi (Corected Effective Themperature Scale), namun tetap saja ada kelemahan pada suhu efektif yaitu tidak diperhitungkannya panas hasil metabolisme tubuh.

2. Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb-Globe Temperature Index), yaitu rumus-rumus sebagai berikut :

ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 x suhu kering (untuk bekerja dengan sinar matahari)

ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi (untuk pekerjaan tanpa sinar matahari)


(1)

viii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

RIWAYAT HIDUP... xii

BAB 1 PENDAHULUAN…………...……….... 1

1.1 Latar Belakang……....………... 1

1.2 Rumusan Masalah…...………... 7

1.3 Tujuan Penelitian………... 7

1.4 Manfaat Penelitian………... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………..…….. 8

2.1 Tekanan Panas... 8

2.1.1 Pengertian Tekanan Panas... 8

2.1.2 Mekanisme Panas Tubuh... 9

2.1.3 Dampak Akibat Paparan Panas... 10

2.1.4 Kerugian Karena Tekanan Panas... 12

2.1.5 Pengendalian Tekanan Panas... 13

2.1.6 Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Heat Strain... 14

2.1.7 Indikator Tekanan Panas... 17

2.1.8 Pengukuran Tekanan Panas... 18

2.2 Physiological Heat Strain……...…...…....…... 19

2.3 Temperatur Tubuh... 21

2.3.1 Pengertian Temperatur Tubuh... 22

2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Temperatur Tubuh... 22

2.4 Denyut Nadi... 23

2.4.1 Pengertian Denyut Nadi... 23

2.4.2 Cara Pengukuran Denyut Nadi... 24

2.5 Kerangka Penelitian………..………..……... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….... 25

3.1 Jenis Penelitian………... 25

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………... 25

3.2.1 Lokasi Penelitian………... 25

3.2.2 Waktu Penelitian………...……... 25

3.3 Populasi dan Sampel………...…...…... 25


(2)

3.3.1 Populasi... 25

3.3.2 Sampel... 25

3.4 Teknik Pengumpulan Data…………...………..……... ... 26

3.4.1 Data Primer... 26

3.4.2 Data Sekunder... 26

3.5 Definisi Operasional………...…………... 26

3.6 Analisis Data... 29

BAB IV HASIL PENELITIAN... 30

4.1 Gambaran Proses Produksi Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia... 30

4.2 Gambaran Lingkungan Kerja... 32

4.3 Karakteristik Responden... 34

4.4 Tekanan Panas... 34

4.5 Heat Strain Pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia... 35

4.6 Gejala Heat Strain... 37

BAB V PEMBAHASAN... 46

5.1 Tekanan Panas... 46

5.2 Heat Strain... 48

5.3 Gejala Heat Strain... 52

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 56

6.1 Kesimpulan... 56

6.2 Saran... 56 DAFTAR PUSTAKA


(3)

x

DAFTAR TABEL

halaman 2.1 Pengukuran Physiological Strain Index (PSI) Dari Suhu

Inti Tubuh... 20 2.2 Gejala Heat Strain... 21 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Pekerja Pabrik Tahu

Sumedang Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015... 34 4.2 Distribusi Hasil Pengukuran Tekanan Panas di Pabrik Tahu

Sumedang Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015………. 35 4.3 Physiological Strain Index Pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang

Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015... 36 4.4 Physiological Strain Index Pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang

Menurut Bagian Pekerjaan di Kecamatan Medan Polonia Tahun

2015... 36 4.5 Gejala Heat Strain Pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang

Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015... 37 4.6 Tingkatan Gejala Keram Otot Pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015... 38 4.7 Tingkatan Gejala Keram Otot Pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Menurut Bagian Pekerjaan di Kecamatan Medan Polonia Tahun

2015... 38 4.8 Tingkatan Gejala Pernapasan Pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015... 39 4.9 Tingkatan Gejala Pernapasan Pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Menurut Bagian Pekerjaan Kecamatan Medan Polonia Tahun

2015... 39 4.10 Tingkatan Gejala Perubahan Nadi Pada Pekerja Pabrik Tahu

Sumedang Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015... 40 4.11 Tingkatan Gejala Perubahan Nadi Pada Pekerja Pabrik Tahu

Sumedang Menurut Bagian Pekerjaan di Kecamatan Medan

Polonia Tahun 2015... 41 4.12 Tingkatan Gejala Kelemahan Pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015... 41


(4)

4.13 Tingkatan Gejala Kelemahan Pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Menurut Bagian Pekerjaan di Kecamatan Medan Polonia Tahun

2015... 42 4.14 Tingkatan Gejala Kondisi Kulit Pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015... 42 4.15 Tingkatan Gejala Kondisi Kulit Pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Menurut Bagian Pekerjaan di Kecamatan Medan Polonia Tahun

2015... 43 4.16 Tingkatan Gejala Keringat Pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang

Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015... 43 4.17 Tingkatan Gejala Keringat Pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang

Menurut Bagian Pekerjaan Kecamatan Medan Polonia Tahun

2015... 44 4.18 Tingkatan Gejala Kesadaran Pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015... 44 4.19 Tingkatan Gejala Kesadaran Pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang Menurut Bagian Pekerjaan di Kecamatan Medan Polonia Tahun


(5)

xii

DAFTAR GAMBAR

2.1 Kerangka Penelitian... 24


(6)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Izin Penelitian

Lampiran 2. Master Data Lampiran 3. Output