Analisis Struktur Perekonomian Wilayah Dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Karo

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pembangunan Wilayah
Pembangunan wilayah (regional development) pada hakekatnya adalah
upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga
tercipta suatu kemampuan yang andal dan profesional dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat dan mengelola sumber daya ekonomi daerah.
Pembangunan

wilayah

merupakan

upaya

untuk

memberdayakan

masyarakat di seluruh daerah sehingga tercipta suatu lingkungan yang

memungkinkan masyarakat untuk menikmati kualitas kehidupan yang lebih baik,
maju, dan tenteram, selain itu juga memperluas pilihan yang dapat dilakukan
masyarakat bagi peningkatan harkat dan martabat masyarakat.
Pembangunan wilayah juga upaya untuk memacu perkembangan sosial
ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian
lingkungan hidup pada suatu wilayah. Kebijakan pengembangan wilayah sangat
diperlukan karena kondisi fisik geografis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat
yang sangat berbeda antar suatu wilayah dengan wilayah lainnya sehingga
penerapan kebijakan pengembangan wilayah itu sendiri harus disesuaikan dengan
kondisi, potensi, dan isu permasalahan di wilayah bersangkutan.
Dalam upaya pembangunan wilayah, masalah terpenting yang menjadi
perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan wilayah adalah menyangkut proses
pertumbuhan

ekonomi

dan

pemerataan


pembangunan.

Perbedaan

teori

Universitas Sumatera Utara

pertumbuhan ekonomi wilayah dan teori pertumbuhan ekonomi nasional terletak
pada sifat keterbukaan dalam proses input-output barang dan jasa maupun orang.
Dalam sistem wilayah keluar masuk orang atau barang dan jasa relatif bersifat
terbuka, sedangkan pada skala nasional bersifat lebih tertutup (Sirojuzilam, 2007).
Potensi dan kemampuan masing-masing wilayah berbeda-beda satu
dengan yang lain, demikian pula masalah pokok yang dihadapi tidak sama,
sehingga usaha-usaha pembangunan sektoral yang akan dilaksanakan harus
disinkronisasikan dengan usaha-usaha pembangunan regional. Hirschman
mengatakan bahwa untuk mencapai tingkat pendapatan yang lebih tinggi, terdapat
keharusan utuk membangun sebuah atau beberapa buah pusat kekuatan ekonomi
dalam wilayah suatu negara, atau disebut sebagai pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi (growth pole). Terdapat elemen yang sangat menentukan dalam konsep

kutub pertumbuhan, yaitu pengaruh yang tidak dapat dielakkan dari suatu unit
ekonomi terhadap unit-unit ekonomi lainnya. Pengaruh tersebut adalah dominasi
ekonomi yang terlepas dari pengaruh tata ruang geografis dan dimensi tata ruang
ekonomi. Proses pertumbuhan adalah konsisten dengan teori tata ruang ekonomi
(economic space theory), di mana industri pendorong dianggap sebagai titik awal

dan merupakan elemen esensial untuk pembangunan selanjutnya (Adisasmita,
2005).

2.2. Teori Pengembangan Wilayah
Menurut Agussiswadi (2010) Secara garis besar, teori perkembangan
wilayah di bagi atas 4 (empat) kelompok yaitu: Kelompok pertama adalah teori

Universitas Sumatera Utara

yang memberi penekanan kepada kemakmuran wilayah (local prosperity).
Kelompok kedua menekankan pada sumberdaya lingkungan dan faktor alam
yang dinilai sangat mempengaruhi keberlanjutan sistem kegiatan produksi di
suatu daerah (sustainable production activity). Kelompok ini sering disebut
sebagai kelompok yang sangat perduli dengan pembangunan berkelanjutan

(sustainable development). Kelompok ketiga memberikan perhatian kepada
kelembagaan dan proses pengambilan keputusan di tingkat lokal sehingga kajian
terfokus kepada governance yang bisa bertanggung jawab (responsible) dan
berkinerja bagus (good). Kelompok keempat perhatiannya tertuju kepada
kesejahteraan masyarakat yang tinggal di suatu lokasi (people prosperity).
Adapun

teori-teori

yang

terkait

dengan

pengembangan

wilayah

diantaranya adalah Teori Keynes, yang dalam aliran Keynes mengemukakan

bahwa karena upah bergerak lamban, sistem kapitalisme tidak akan secara
otomatis menuju keseimbangan penggunaan tenaga secara penuh (full employment
equilibrium). Akibat yang ditimbulkan adalah justru sebaliknya, equilibrium
deemployment yang dapat diperbaiki melalui kebijakan fiskal atau moneter untuk

meningkatkan permintaan agregat. Teori Neoklasik, merupakan salah satu teori
pengembangan wilayah dan kota, menyatakan bahwa salah satu pertumbuhan
ekonomi adalah satu proses yang gradual di mana pada satu saat kegiatan manusia
semuanya akan terakumulasi.

Dalam teori ini terdapat pernyataan sebagai

berikut:

Universitas Sumatera Utara

a

Pemenuhan pekerjaan yang terus menerus tidak dapat diterapkan pada sistem
multi-regional


dimana

persoalan

regional

timbul

disebabkan

karena

perbedaan-perbedaan geografis dalam hal tingkat penggunaan sumber daya.
b

Persaingan sempurna tidak dapat diberlakukan pada perekonomian regional
dan spasial.

c


Tingkat pertumbuhan terdiri dari 3 sumber: akumulasi modal, penawaran
tenaga kerja dan kemajuan teknologi.

d

Implikasi dari persaingan sempurna adalah modal dan tenaga kerja akan
berpindah apabila balas jasa faktor-faktor tersebut berbeda-beda.

e

Modal akan bergerak dari daerah yang mempunyai tingkat biaya tinggi ke
daerah yang mempunyai tingkat biaya rendah, karena keadaan yang terakhir
memberikan suatu penghasilan yang lebih tinggi.

f

Tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan akan pindah ke daerah lain yang
mempunyai lapangan kerja baru pendorong untuk pembangunan di daerah
tersebut.


g

Dalam perkembangan ekonomi jangka panjang senantiasa akan muncul
kekuatan tandingan yang dapat menanggulangi ketidakseimbangan dan
mengembalikan penyimpangan kepada keseimbangan yang stabil sehingga
tidak diperlukan intervensi kebijakan secara aktif.
Selanjutnya Teori Trickle Down Effect (Hirschman) era tahun 1950.

Teori “trickle down effects” dari pola pembangunan yang diterapkan di wilayah
miskin di negara berkembang dirasa tidak berhasil memecahkan masalah
pengangguran, kemiskinan dan pembagian pendapatan yang tidak merata, baik di

Universitas Sumatera Utara

dalam negara berkembang masing maupun antara negara maju dengan negara
berkembang. Misalnya yang terjadi antara negara Indonesia (dalam hal ini
dikategorikan wilayah miskin) dan negara Jepang (wilayah kaya). Indonesia
merupakan salah satu pemasok bahan baku untuk Jepang, sementara kenyataan
yang terjadi Jepang semakin kaya dan Indonesia semakin miskin. Maksudnya,

tingkat kemiskinan di Indonesia lebih tinggi daripada tingkat kemiskinan di
Jepang.
Teori Tempat Sentral oleh Walter Christaller tahun 1933. Walter
Christaller memusatkan perhatianya terhadap penyebaran pemukiman, desa dan
kota-kota yang berbeda-beda ukuran luasnya. Penyebaran tersebut kadang-kadang
bergerombol atau berkelompok dan kadang-kadang terpisah jauh satu sama lain.
Atas dasar lokasi dan pola penyebaran pemukiman dalam ruang ia
mengemukakan teori yang disebut Teori Tempat Yang Sentral (Central Place
Theory) (Nursid Sumaatmadja, 1981).

Model ini dikembangkan untuk suatu

wilayah abstrak dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a

Wilayahnya adalah daratan, semua adalah datar dan sama.

b

Gerakan dapat dilaksanakan ke segala arah


c

Penduduk memiliki daya beli yang sama dan tersebar secara merata pada
seluruh wilayah.

d

Konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimalisasi jarak/biaya.

Penerapan model ini sangat simpel karena karakteristik, tingkat pendapatan (daya
beli) masyarakat hampir sama.

Universitas Sumatera Utara

Teori pusat pertumbuhan (Friedman). Teori ini lebih menekankan pada
pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan system pembangunan
dengan asumsi bahwa dengan adanya pusat pertumbuhan akan lebih memudahkan
dan pembangunan akan lebih terencana.
Teori Kutub Pertumbuhan.


Teori ini dikemukakan oleh Perroux pada

tahun 1955, atas dasar pengamatan terhadap proses pembangunan. Perroux
mengakui kenyataan bahwa pembangunan tidak terjadi dimana-mana secara
serentak, tetapi muncul ditempat-tempat tertentu dengan intensitas yang berbeda.
Tempat-tempat itulah yang dinamakan titik-titik dan kutub-kutub pertumbuhan.
Dari titik-titik dan kutub-kutub pertumbuhan itulah pembangunan akan menyebar
melalui berbagai saluran dan mempunyai akibat akhir yang berlainan pada
perekonomian secara keseluruhan.
Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya
merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah
tertentu,

mampu

menampung

lebih

banyak

penghuni,

dengan

tingkat

kesejahteraan masyarakat yang rata-rata membaik, di samping menunjukkan lebih
banyak sarana dan prasarana, barang dan jasa yang tersedia dan kegiatan usahausaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan
maupun kualitasnya.
Analisis pengembangan wilayah yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah dilihat dari aspek perubahan struktur perekonomian di Kabupaten Karo

Universitas Sumatera Utara

2.3.

Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Sirojuzilam dan Mahalli (2011) mengemukakan pertumbuhan ekonomi

merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang
dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi
yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang
terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan
pembangunan di masa yang akan datang. Pertumbuhan merupakan ukuran utama
keberhasilan pembangunan, dan hasil pembangunan ekonomi akan dapat pula
dinikmati masyarakat sampai di lapisan paling bawah, baik dengan sendirinya
maupun dengan campur tangan pemerintah.
Pertumbuhan

harus

berjalan

secara

beriringan

dan

terencana,

mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil
pembangunan dengan lebih merata. Dengan demikian maka daerah yang miskin,
tertinggal tidak produktif akan menjadi produktif, yang akhirnya akan
mempercepat pertumbuhan itu sendiri. Strategi ini dikenal dengan istilah
“Redistribution with Growth” (Sirojuzilam dan Mahalli, 2011).
Pertumbuhan

ekonomi

wilayah

adalah

pertambahan

pendapatan

masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan
seluruh nilai tambah yang terjadi. Namun agar dapat melihat pertambahan dari
satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai rid,
artinya dinyatakan dalam harga konstan. Pendapatan wilayah menggambarkan
balas jasa bagi faktor faktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut (tanah,

Universitas Sumatera Utara

modal, tenaga kerja, dan teknologi), yang berarti secara kasar dapat
menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah selain
ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh
seberapa besar terjadi transfer payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir
ke luar wilayah. Menurut Sukirno (2002) pertumbuhan ekonomi berarti
perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa
yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat
meningkat.
Lebih

lanjut

Sirojuzilam

dan

Mahalli

(2011)

menyatakan

pola

pertumbuhan ekonomi regional tidaklah sama dengan apa yang lazim ditemukan
pada pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini pada dasarnya disebabkan pada
analisa pertumbuhan ekonomi regional tekanan lebih dipusatkan pada pengaruh
perbedaan karakteristik space terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun demikian,
kedua kelompok ilmu ini juga mempunyai ciri yang sama, yaitu memberikan
tekanan pula pada unsur waktu yang merupakan faktor penting dalam analisa
pertumbuhan ekonomi. Karena teori ekonomi regional memberikan juga pada
unsur space, maka faktor-faktor yang menjadi perhatian juga berbeda dengan apa
yang lazim dibahas pada teori pertumbuhan ekonomi nasional.
Sementara Djojohadikusumo (2004) berpendapat, pertumbuhan dan
pembangunan itu berbeda. Pertumbuhan ekonomi berpokok pada proses
peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat.
Paham pertumbuhan digunakan dalam teori dinamika sebagaimana yang
dikembangkan oleh para pemikir Neo Keynes dan Neo Klasik. Adapun

Universitas Sumatera Utara

pembangunan ekonomi mengandung arti yang lebih luas serta mencakup
perubahan pada susunan ekonomi masyarakat secara menyuluruh.
Gerardo (1991) dalam Arsyad (2004) mengemukakan bahwa pertumbuhan
ekonomi (economic growth) didefinisikan sebagai peningkatan dalam kapasitas
suatu bangsa jangka panjang untuk memproduksi aneka barang dan jasa bagi
rakyatnya. Kapasitas ini bertumpu pada kemajuan teknologi produksi. Secara
konvensional, pertumbuhan diukur dengan kenaikan pendapatan nasional (PNB,
PDB) perkapita. Teori pertumbuhan yang dikemukakan oleh Robert Solow
menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung kepada pertambahan
penyediaan faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal) dan
kemajuan teknologi. Pandangan teori ini didasarkan kepada anggapan yang
mendasari analisis klasik, yaitu perekonomian akan tetap mengalami tingkat
pengerjaan penuh (full employment) dan kapasitas peralatan modal akan tetap
sepenuhnya digunakan sepanjang waktu. Dengan kata lain, sampai dimana
perekonomian akan berkembang tergantung pada pertambahan penduduk,
akumulasi kapital, dan kemajuan teknologi.

2.4.

Pembangunan Ekonomi Daerah
Adisasmita (2005) mendefinisikan pembangunan adalah suatu proses

dinamis untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada tingkat yang lebih tinggi.
Suatu kinerja pembangunan yang sangat baik pun, mungkin saja menciptakan
berbagai masalah sosial-ekonomi baru yang tidak diharapkan. Kompleksitas
permasalahannya bertambah besar karena ruang lingkup permasalahannya telah

Universitas Sumatera Utara

bertambah luas. Pendekatan terhadap permasalahan pembangunan dan cara
pemecahannya telah mengalami perkembangan pula.
Sugiyanto (2010), mengemukakan bahwa secara konsepsi, pembangunan
merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan
keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian
aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Tujuan yang ingin dicapai dalam
pembangunan terkait dengan lima kata kunci, yakni :
penguatan

keterkaitan;

(3)

keberimbangan;

(4)

(1) pertumbuhan; (2)

kemandirian;

dan

(5)

keberlanjutan. Untuk mewujudkan tujuan pembangunan, beberapa strategi
pembangunan yang diterapkan diantaranya adalah strategi pertumbuhan
ekonomi, strategi pertumbuhan dan kesempatan kerja, strategi pertumbuhan dan
pemerataan, strategi yang menekankan pada kebutuhan dasar (basic need
approach),

strategi

pertumbuhan

dan

lingkungan

hidup,

dan

strategi

pembangunan yang berkelanjutan (suistainable development).
Pada dasarnya pembangunan daerah adalah berkenaan dengan tingkat dan
perubahan selama kurun waktu tertentu satu set variabel-variabel, seperti
produksi, penduduk, angkatan kerja, rasio modal tenaga dan imbalan bagi faktor
(factor returns) dalam daerah di batasi secara jelas. Laju pertumbuhan daerahdaerah biasanya diukur menurut output atau tingkat pendapatan adalah sangat
berbeda-beda, dan beberapa daerah mengalami kemunduran jangka panjang
(Sirojuzilam dan Mahalli, 2011).

Universitas Sumatera Utara

2.5.

Perencanaan Pembangunan Wilayah
Baik

dalam

perencanaan

pembangunan

nasional

maupun

dalam

perencanaan pembangunan daerah, pendekatan perencanaan dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional (wilayah).
Pendekatan sektoral adalah dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor
kegiatan yang ada di wilayah tersebut. Pendekatan ini mengelompokkan kegiatan
ekonomi atas sektor-sektor yang seragam atau dianggap seragam. Pendekatan
regional adalah melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai kegiatan di
dalam ruang wilayah. Jadi dalam hal ini kita melihat perbedaan fungsi ruang yang
satu dengan ruang lainnya dan bagaimana ruang itu saling berinteraksi untuk
diarahkan kepada tercapainya kehidupan yang bertumbuh, efisien dan nyaman.
Perbedaan fungsi itu karena perbedaan lokasi, perbedaan potensi dan perbedaan
aktifitas utama di masing-masing ruang, dimana perbedaan itu harus diarahkan
untuk bersinergi agar saling mendukung menciptakan pertumbuhan yang serasi
dan seimbang.
Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah,
perencanaan pergerakan dan perencanaan aktifitas pada ruang wilayah tersebut.
Perencanaan ruang wilayah biasanya dituangkan dalam perencanaan tata ruang
wilayah, perencanaan pergerakan dituangkan dalam perencanaan transportasi
sedangkan

perencanaan

aktifitas

biasanya

tertuang

dalam

perencanaan

pembangunan wilayah baik jangka panjang, jangka menengah maupun jangka
pendek. Dalam kondisi yang ideal, perencanaan pembangunan wilayah sebaiknya
dimulai setelah tersusunnya rencana tata ruang wilayah, karena tata ruang wilayah

Universitas Sumatera Utara

merupakan landasan tapi juga sekaligus sasaran dari perencanaan pembangunan
wilayah (Tarigan, 2005).
Lebih lanjut, Tarigan (2005) mengemukakan bahwa perencanaan
pembangunan
pendekatan

wilayah
sektoral

tidaklah
saja

atau

sempurna
pendekatan

apabila

hanya

regional

saja.

menggunakan
Perencanaan

pembangunan wilayah semestinya adalah memadukan kedua pendekatan tersebut.
Pendekatan sektoral saja tidak akan mampu melihat adanya kemungkinan
tumpang tindih dalam penggunaan lahan (kecuali melakukan pendekatan
komprehensif seperti linear programming), juga tidak mampu melihat perubahan
struktur ruang yang mungkin terjadi sebagai akibat dilaksanakannya rencana
sektoral tersebut. Misalnya, tidak mampu melihat wilayah mana yang akan
banyak berkembang, wilayah mana yang kurang terbangun, perubahan dari
pergerakan arus orang dan barang sehingga mungkin diperlukan perubahan
kapasitas jaringan jalan, apakah total kegiatan sektoral itu bisa mengganggu
kelestarian lingkungan, apakah akan tercipta pusat wilayah baru dan lain-lain
sebagainya.
Di sisi lain, pendekatan regional saja juga tidak cukup, karena analisisnya
akan bersifat makro wilayah sehingga tidak cukup detail untuk membahas sektor
per sektor apalagi komoditi per komoditi. Pendekatan regional saja tidak akan
mampu untuk menjelaskan misalnya komoditi apa yang akan dikembangkan,
berapa luas, apakah pasar masih dapat menyerap tambahan komoditi tersebut,
apakah input untuk pengembangannya masih cukup, bagaimana tingkah laku dari
para pesaing, dan lain-lain sebagainya. Atas dasar alasan tersebut di atas, maka

Universitas Sumatera Utara

pendekatan pembangunan wilayah haruslah gabungan antara pendekatan sektoral
dan pendekatan regional.
Perencanaan wilayah tidak saja menyangkut pada perencanaan spasial dari
satu wilayah tetapi juga pada perencanaan bagaimana potensi wilayah dapat
dimanfaatkan secara optimal bagi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perlu
adanya kerjasama antar daerah di dalam merencanakan dan mengembangkan
daerahnya dengan mempersatukan potensi sumber daya alam di dalam
pemanfaatannya. Mengembangkan dan membangun suatu wilayah tidak bisa
dilakukan secara sendiri berdasarkan kewenangan suatu daerah tetapi harus
meliputi berbagai daerah sekitar (hinterland) karena cara seperti ini akan
menciptakan optimalisasi manfaat atas potensi (ekonomi) daerah dan wilayah dan
akan menciptakan daya saing (ekonomi) yang kuat untuk wilayah tersebut
(Miraza, 2010).

2.6.

Teori Basis Ekonomi
Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan non-

basis. Hanya kegiatan basis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
wilayah. Teori Basis Ekonomi (Economic

Base

Theory)

mendasarkan

pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh
besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. (Tarigan, 2005).
Analisis basis dan non-basis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah
ataupun lapangan kerja. Misalnya penggabungan lapangan kerja basis dan
lapangan kerja non-basis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk

Universitas Sumatera Utara

wilayah tersebut, demikian pula penjumlahan pendapatan sektor basis dan
pendapatan sektor non-basis merupakan total pendapatan wilayah tersebut. Di
dalam suatu wilayah dapat dihitung berapa besarnya lapangan kerja basis dan
lapangan kerja non-basis, dan apabila kedua angka itu diperbandingkan, maka
dapat dihitung nilai rasio basis (base ratio) dan kemudian dapat dipakai untuk
menghitung nilai pengganda basis (base multiplier ). Rasio basis adalah
perbandingan antara banyaknya lapangan kerja non-basis yang tersedia untuk
setiap satu lapangan kerja basis.
Lebih jauh, Sugiyanto (2010) mengemukakan, basis ekonomi dari sebuah
aktifitas terdiri atas aktifitas-aktifitas yang menciptakan pendapatan dan
kesempatan kerja dari suatu basis ekonomi sebuah daerah, dan semua
pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh sektor basis. Pendapatan dan kesempatan
kerja sektor basis sangat dipengaruhi oleh aktifitas ekspor sektor basis tersebut.
Hal ini mengakibatkan industri-industri yang berorientasi ekspor yang merupakan
motor penggerak di wilayah pertumbuhan. Pendapatan dan kesempatan kerja non
basis ditentukan oleh pendapatan dan kesempatan kerja sektor basis. Konsep
kunci dari teori basis ekonomi ini adalah kegiatan ekspor merupakan mesin
pertumbuhan. Oleh karena itu, tumbuh tidaknya suatu wilayah ditentukan oleh
bagaimana kinerja wilayah untuk memenuhi permintaan akan barang dan jasa
yang berasal dari luar daerah/negeri.
Sektor basis, diindikasikan oleh nilai Location Quotient (LQ>1).
Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan yang menyediakan barang dan jasa
yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam wilayah perekonomian

Universitas Sumatera Utara

yang bersangkutan dan sektor-sektor non basis diindikasikan sebaliknya (LQ