Pengaruh Perilaku Kesehatan Terhadap Kejadian Karies Gigi Pada Murid Sekolah Dasar Binaan Ukgs Di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2012

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku
2.1.1 Pengertian Perilaku
a. Perilaku Dilihat dari Segi Biologis
Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme atau mahluk hidup. Dari sudut pandang biologis, semua makhluk hidup
mulai dari tumbuhan, hewan dan manusia dapat berperilaku atau melakukan aktivitas
masing-masing. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah semua tindakan atau
aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati
oleh pihak luar.
b. Perilaku Dilihat dari Segi Psikologis
Skiner (1938), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku terjadi
melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan organisme tersebut memberi
respon, maka teori Skiner disebut teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme Respon.
Respon tersebut dibedakan atas dua jenis yaitu:
1. Respondent respons atau reflexive, yaitu respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan atau stimulus tertentu, stimulus ini disebut eliciting stimulation karena
menimbulkan respon-respon yang relatitif tetap.


Universitas Sumatera Utara

2. Operant respons atau instrumental respons, yaitu respons yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.Perangsang
ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respon.
Menurut Sarwono (2003), perilaku adalah merupakan hasil dari segala macam
pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya, yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon atau
reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dalam
dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir, berpendapat,
bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan).
Perilaku sebagai hasil dari segala macam pengalaman dan interaksi manusia
dengan lingkungannya, wujudnya bisa berupa pengetahuan, sikap dan tindakan.
Perilaku manusia cenderung bersifat menyeluruh atau holistik dan sosial. Namun,
ketiga sudut pandang ini sulit dibedakan pengaruh dan peranannya terhadap
pembentukan perilaku manusia. Perilaku manusia merupakan pencerminan dari
berbagai unsur kejiwaan yang mencakup hasrat, sikap, reaksi, rasa takut atau cemas,
dan sebagainya. Oleh karena itu, perilaku manusia dipengaruhi atau dibentuk dari
faktor-faktor yang ada dalam diri manusia atau unsur kejiwaannya. Meskipun

demikian, faktor lingkungan merupakan faktor yang berperan dalam mengembangkan
perilaku manusia (Budiharto, 2010).
Menurut Edberg (2007), selain faktor pengetahuan, sikap dan motivasi
individu, perilaku juga dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya dan lingkungan
ekonomi. Fokus terkini terhadap bermacam-macam faktor yang memengaruhi

Universitas Sumatera Utara

terbentuknya perilaku disebut model ekologi. Menurut model ini, diasumsikan tidak
ada faktor tunggal yang dapat memengaruhi perilaku manusia, melainkan interaksi
kompleks antara individu dan lingkungan yang merupakan proses yang terjadi secara
bersamaan. Dengan kata lain, perilaku tidak terjadi dengan sendirinya.
c. Perilaku Dilihat dari Bentuk Respon terhadap Stimulus
Berdasarkan bentuk respon terhadap stimulus, perilaku dapat dibedakan
menjadi dua:
1. Perilaku Tertutup (covert behaviour) yaitu respon seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap
stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan
sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut.
2. Perilaku Terbuka (overt behaviour) yaitu respon seseorang terhadap stimulus

dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon ini sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain.
2.1.2 Domain Perilaku
Benyamin Bloom (1908), seorang ahli psikologi pendidikan, membedakan
perilaku manusia dalam tiga domain (ranah/kawasan) yaitu kognitif, afektif dan
psikomotor. Kemudian oleh ahli pendidikan indonesia untuk kepentingan praktis
dikembangkan menjadi tiga ranah perilaku yaitu pengetahuan (knowledge), sikap
(attitude) dan tindakan (practise) (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Bloom (1908), urutan pembentukan perilaku baru khususnya pada
orang dewasa diawali oleh domain kognitif, dimana individu lebih dahulu mengetahui

Universitas Sumatera Utara

stimulus untuk menimbulkan pengetahuan, selanjutnya timbul domain afektif dalam
bentuk sikap terhadap objek yang diketahuinya, dan akhirnya timbul respon berupa
tindakan atau keterampilan (domain psikomotor) setelah objek diketahui dan disadari
sepenuhnya (Maulana, 2009).
Secara ringkas ketiga domain perilaku menurut Bloom (1908) diuraikan
sebagai berikut (Maulana, 2009; Notoatmodjo, 2010):
a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan (knowledge) yaitu hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga, hidung dan
sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). Dengan sendirinya, dari saat
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas
perhatian dan persepsi terhadap objek. Berdasarkan pengalaman dan penelitian
diketahui bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Secara garis besar intensitas pengetahuan seseorang terhadap objek dibagi atas
6 tingkatan yaitu (Notoatmodjo, 2010):
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang

Universitas Sumatera Utara

telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah.
2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.
3. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4. Analisis (Analyze)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan masih ada
kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru,
dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. Dari hasil penelitian


Universitas Sumatera Utara

terbukti bahwa perilaku yang didasari pengetahuan lebih langgeng dari pada
perilaku yang tidak didasari pengetahuan.
Pengetahuan tentang kesehatan, adalah mencakup apa yang diketahui oleh
seseorang tentang cara-cara memelihara kesehatan meliputi jenis penyakit, penyebab
dan cara pencegahan baik penyakit menular atau tidak menular; pengetahuan tentang
faktor-faktor yang terkait dengan masalah kesehatan; pengetahuan tentang fasilitas
pelayanan kesehatan dan pengetahuan tentang menghindari kecelakaan (Budiharto,
2010).
b. Sikap (attitude)
Sikap menurut Notoatmodjo (2010) adalah respon tertutup seseorang terhadap
stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan
sebagainya).
Menurut Sarwono (2003), sikap adalah kecenderungan untuk berespons baik
secara positif atau negatif terhadap orang, objek atau situasi tertentu.
Campbell (1950) seperti dikutip Notoatmodjo (2010) mendefinisikan sikap
sebagai berikut: “an individual’s attitude is syndrome of response consistency with
regard to object”, di sini dikatakan bahwa sikap adalah suatu sindroma atau

kumpulan gejala dalam merespon suatu stimulus atau objek, sehingga sikap itu
melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain.
Allen, Guy dan Edgley (1980) yang dikutip Azwar (2005) menyatakan sikap
adalah suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antipatif, predisposisi untuk

Universitas Sumatera Utara

menyesuaikan diri dalam situasi sosial atau secara sederhana. Sikap merupakan
respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.
Menurut Allport (1954) yang dikutip Notoatmodjo (2010), ada tiga komponen
pokok yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh, yaitu:
a.

Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, artinya, bagaimana
keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

b.

Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana
penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.


c.

Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah
merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap
adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka.
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkatan berdasarkan

intensitasnya, diuraikan sebagai berikut (Notoatmojo, 2010):
a.

Menerima (Receiving), diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima
stimulus yang diberikan objek

b.

Menanggapi (Responding), diartikan memberikan jawaban atau tanggapan
terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

c.


Menghargai (Valuing), diartikan bahwa subjek atau seseorang memberikan nilai
yang positif terhadap objek atau stimulus, kemudian mengajak atau
mempengaruhi orang lain untuk merespon.

Universitas Sumatera Utara

d.

Bertanggung jawab (Responsible), merupakan tingkatan sikap yang paling tinggi
yaitu bertanggungjawab terhadap apa yang telah diyakininya, sehingga ia harus
berani mengambil risiko bila terjadi risiko lain.
Sikap terhadap kesehatan, adalah pendapat atau penilaian orang terhadap hal-

hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan. Pengukuran sikap secara
sistematis dilakukan dengan skala yang telah distandarkan. Teknik yang paling umum
digunakan adalah skala sikap dari Thurstone (1929) yang disebut The EqualAppearing Interval dan dari Likert (1932) yang disebut Summated Agreement.
Perbedaan pokok dari kedua skala tersebut yaitu pada skala Thurstone digunakan
katagori yang terdiri hanya atas dua alternatif jawaban sedangkan pada skala dari
Likert tidak menuntut penggunaan katagori oleh penilai. Pada skala Likert, subjek

yang diukur sikapnya tidak dibatasi dengan dua alternatif jawaban, akan tetapi subjek
dihadapkan pada lima alternatif jawaban, yaitu pilihan jawaban dari sangat setuju
sampai sangat tidak setuju (Budiharto, 2010).
c. Tindakan
Sebagaimana disebutkan bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak,
maka sikap tidak otomatis terwujud dalam tindakan, karena untuk terwujudnya
sebuah tindakan diperlukan faktor lain seperti fasilitas atau sarana dan prasarana.
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan
penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia
akan melaksanakan apa yang ia ketahui dan disikapi atau dinilainya baik. Inilah yang
disebut praktik atau tindakan (Notoatmodjo, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Praktik atau tindakan dapat dibedakan menjadi 3

tingkatan menurut

kualitasnya, yaitu:
a.


Praktik terpimpin (Guided Response), yaitu apabila subjek atau seseorang telah
melakukan sesuatu tetapi masih bergantung pada tuntunan atau menggunakan
panduan.

b.

Praktik secara mekanisme (mechanism), yaitu apabila subjek atau seseorang telah
melakukan atau mempraktikkan sesuatu secara otomatis maka praktik atau
tindakan mekanis.

c.

Adopsi (adoption), yaitu suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang.
Artinya apa yang dilakukan sudah merupakan suatu tindakan yang berkualitas.
Praktik atau tindakan kesehatan adalah semua kegiatan atau aktivitas orang

dalam rangka memelihara kesehatan. Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara
tidak langsung yaitu melalui wawancara terhadap kegiatan yang dilakukan beberapa
waktu sebelumnya atau secara langsung dengan mengamati tindakan atau kegiatan
responden (Budiharto, 2010).

2.2 Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan
interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya menyangkut pengetahuan, sikap
dan tindakan mengenai kesehatan (Sarwono, 2003).
Perilaku Kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulus yang
berhubungan dengan konsep sehat, sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,

Universitas Sumatera Utara

makanan dan minuman serta lingkungan. Unsur-unsur dalam perilaku kesehatan
dapat dijelaskan sebagai berikut (Maulana, 2009):
1. Perilaku terhadap sakit dan penyakit
Perilaku terhadap sakit dan penyakit merupakan respon internal dan eksternal
seseorang dalam menanggapi rasa sakit dan penyakit, baik dalam bentuk respon
tertutup (sikap, pengetahuan) maupun dalam bentuk respon terbuka (tindakan
nyata).
2. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan
Merupakan perilaku seseorang dalam memelihara dan meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap masalah kesehatan, sebagai contoh, melakukan senam pagi setiap
hari, kebiasaan sarapan pagi, makan makanan bergizi seimbang dan melakukan
meditasi.
3. Perilaku pencegahan penyakit
Adalah segala tindakan yang dilakukan seseorang agar dirinya terhindar dari
penyakit, misalnya imunisasi pada balita, melakukan 3 M dan pendekatan spiritual
untuk mencegah seks bebas pada remaja.
4. Perilaku pencarian pengobatan
Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita
penyakit atau kecelakaan, mulai dari mengobati diri sendiri (self treatment) sampai
mencari bantuan ahli.

Universitas Sumatera Utara

5. Perilaku pemulihan kesehatan
Merupakan perilaku yang dilakukan untuk mengusahakan agar sakit atau
cacat yang diderita tidak menjadi hambatan sehingga individu yang menderita
dapat berfungsi optimal secara fisik, mental dan sosial.
6. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan
Perilaku ini merupakan respon individu terhadap sistem pelayanan kesehatan baik
modern atau tradisional, meliputi respon terhadap fasilitas pelayanan, respon
terhadap cara pelayanan kesehatan, perilaku terhadap petugas dan respon
terhadap pemberian obat-obatan.
7. Perilaku terhadap makanan
Perilaku terhadap makanan meliputi pengetahuan, sikap dan praktek terhadap
makanan dan unsur-unsur yang terkandung di dalamnya sepeti zat gizi, vitamin
serta cara pengolahan makanan.
8. Perilaku terhadap lingkungan
Perilaku ini merupakan upaya seseorang untuk merespon lingkungan sebagai
determinan

agar

tidak

merugikan

kesehatannya,

misalnya

bagaimana

mengelola pembuangan tinja, mengelola air minum, tempat pembuangan sampah
dan limbah, pembersihan sarang vektor dan sebagainya.
Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis determinan perilaku
kesehatan adalah konsep dari Green (1980), dimana faktor penyebab dari masalah
kesehatan terdiri dari faktor perilaku dan non perilaku. Faktor perilaku khususnya
perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1.

Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing Factors)
Adalah faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan juga variasi
demografi seperti: status ekonomi, umur, jenis kelamin dan susunan keluarga.

2.

Faktor-faktor Pemungkin (Enabling Factors)
Adalah faktor pendukung yang memungkinkan atau memfasilitasi terbentuknya
suatu perilaku atau tindakan, yang terwujud dalam lingkungan fisik, termasuk di
dalamnya berbagai macam sarana dan prasarana seperti dana, transportasi,
fasilitas, kebijakan pemerintah dan sebagainya.

1.

Faktor-faktor Penguat (reinforcing factors)
Adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadangkadang meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi ia
tidak melakukannya. Faktor-faktor ini meliputi: faktor sikap dan perilaku tokoh
masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas kesehatan, undang-undang
ataupun peraturan berkaitan dengan kesehatan.
Snehandu B.Karr menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak dari

lima determinan yaitu:
a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan
kesehatannya (behaviour intention).
b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).
c. Ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan
(acessibility of information).

Universitas Sumatera Utara

d. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau keputusan
(personal autonomy).
e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (acttion
situation)

2.3 Perilaku Pemeliharan Kesehatan Gigi
Perilaku pemeliharaan kesehatan gigi meliputi pengetahuan, sikap dan
tindakan yang berkaitan dengan konsep sehat dan sakit gigi serta upaya
pencegahannya. Dalam konsep ini yang dimaksud dengan kesehatan gigi adalah gigi
dan semua jaringan yang ada di dalam mulut, termasuk gusi (Budiharto, 2010).
Menurut Kegeles (1961) yang dikutip Budiharto (2010), ada empat faktor
utama agar seseorang mau melakukan pemeliharaan kesehatan gigi yaitu:
a. Merasa mudah terserang penyakit gigi
b. Percaya bahwa penyakit gigi dapat dicegah
c. Pandangan bahwa penyakit gigi dapat berakibat fatal
d. Mampu menjangkau dan memanfaatkan fasilitas kesehatan
Beberapa perilaku untuk pemeliharaan kesehatan gigi antara lain, memilih
sikat gigi, menggunakan pasta gigi, melakukan kontrol plak, menggosok gigi dengan
waktu dan teknik yang benar, mencari upaya penyembuhan apabila ada keluhan ngilu
atau sakit pada gigi, gusi mudah berdarah dan sebagainya (Budiharto, 2010).

Universitas Sumatera Utara

2.4 Karies Gigi
2.4.1 Pengertian Karies Gigi
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan
sementum, yang disebakan oleh aktivitas suatu jasa renik, dalam suatu karbohidrat
yang dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi
yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya, terjadi invasi
bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks yang
dapat

menyebabkan

nyeri.

Walaupun

demikian,

mengingat

mungkinnya

remineralisasi terjadi, pada stadium yang sangat dini penyakit ini dapat dihentikan
(Kidd dan Bechal, 1992; Pintauli dan Hamada, 2008).
WHO mendefinisikan karies gigi sebagai “localized, post-eruptive, pathologic
process of external origin ilvolving softening of hard tooth tissue and proceeding to
the formation of a caviti”.
2.4.2 Etiologi Karies
Karies gigi disebut sebagai suatu penyakit multifaktor (multi factorial disease)
dimana ada tiga faktor utama yang memegang peranan penting terhadap terjadinya
karies yaitu: host atau tuan rumah (gigi dan saliva), agen atau mikroorganisme,
subtrat (diet karbohidrat) dan faktor ke empat yaitu waktu. Untuk terjadinya karies,
maka kondisi dari setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah
yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang
lama (Newburn,1978 dalam Suwelo, 1992; Tarigan, 1991; Panjaitan, 1995; Pintauli
dan Hamada, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa dapat
diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam sehingga PH plak akan menurun
sampai dibawah 5 dalam tempo 1-3 menit. Penurunan PH yang berulang-ulang
dalam waktu tertentu akan mengakibatkan deminineralisasi permukaan gigi yang
rentan dan proses kariespun dimulai. Karies baru bisa terjadi hanya kalau keempat
faktor tersebut ada. Interaksi keempat faktor penyebab tersebut digambarkan sebagai
empat lingkaran yang saling tumpang tindih, seperti terlihat pada gambar 2.1 berikut
ini (Kidd dan Bechal, 1992).

Gambar 2.1: Etiologi Karies Gigi
a. Host (gigi dan saliva)
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah
terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel,
faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan
terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat
dan membantu perkembangan karies gigi (Pintauli dan Hamada, 2008).
Kawasan gigi yang memudahkan perlekatan plak sangat mungkin diserang
karies. Struktur anatomi gigi terdiri dari lapisan email di bagian terluar gigi dan
lapisan dentin yang terdapat di bawah lapisan email. Struktur email sangat
menentukan dalam proses terjadinya karies, dimana permukaan email yang terluar
lebih rentan terhadap terjadinya karies, terutama bentuk permukaan gigi yang sukar
dibersihkan (Kidd dan Bechal, 1992).
Dalam keadaan normal, gigi-geligi selalu dibasahi oleh saliva. Karena
kerentanan gigi terhadap karies banyak dipengaruhi oleh lingkungannya terutama
saliva, maka peran saliva juga sangat menentukan dalam kejadian karies gigi. Saliva
mampu meremineralisasi karies yang masih dini, karena banyak mengandung ion
kalsium dan fosfat. Kemampuan saliva dalam melakukan remineralisasi akan
meningkat jika ada ion fluor. Selain memengaruhi komposisi mikroorganisme di
dalam plak, saliva juga memengaruhi PH dalam mulut. Karena itu jika aliran saliva
berkurang, akibatnya karies akan tidak terkendali (Kidd dan Bechal, 1992).
Keberadaan fluor dalam konsentrasi yang optimum pada jaringan gigi dan
lingkungannya merangsang efek anti karies. Kadar fluor yang bergabung dengan
email selama pertumbuhan gigi bergantung kepada ketersediaan fluor tersebut di
dalam air minum atau makanan lain yang mengandung fluor. Email yang mempunyai
kadar fluor lebih tinggi, tidak dengan sendirinya resisten terhadap serangan asam,
akan tetapi tersedianya fluor disekitar gigi selama proses pelarutan email akan

Universitas Sumatera Utara

memengaruhi

proses

remineralisasi

dan

demineralisasi,

terutama

proses

demineralisasi. Disamping itu, fluor dapat memengaruhi proses pembentukan asam
oleh bakteri (Kidd dan Bechal, 1992).
b. Mikroorganisme
Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan karies. Plak adalah
suatu lapisan lunak yang terdiri dari kumpulan mikroorganisme yang berkembang
biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada gigi yang tidak
dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi mikroorganisme dalam plak
berbeda-beda. Streptokokus diketahui merupakan penyebab utama karies karena
mempunyai sifat asidogenik dan asidurik yaitu resisten terhadap asam (Pintauli dan
Hamada, 2008).
Menurut Tarigan (1995), plak terbentuk dari campuran antara bahan-bahan air
ludah seperti mucin, sisa-sisa sel jaringan mulut, leukosit, limposit dengan sisa-sisa
makanan serta bakteri. Plak merupakan awal terjadinya karies dimana kolonisiasi
bakteri pada plak gigi diketahui sebagai faktor etiologi kunci dalam penyakit mulut,
termasuk juga karies.
Plak gigi merupakan bahan yang melekat berisi bakteri beserta produkproduknya, yang terbentuk pada semua permukaan gigi. Akumulasi bakteri ini tidak
terjadi secara kebetulan melainkan terbentuk melalui serangkaian tahapan. Jika email
yang bersih terpapar rongga mulut maka akan ditutupi oleh lapisan organik yang
amorf yang disebut pelikel. Pelikel ini terutama terdiri atas glikoprotein yang
diendapkan dari saliva dan terbentuk segera setelah penyikatan gigi. Sifatnya sangat

Universitas Sumatera Utara

lengket dan dapat membantu melekatkan bakteri-bakteri tertentu pada permukaan
gigi dan yang paling banyak adalah streptokokus. Organisme tersebut tumbuh,
berkembang biak dan mengeluarkan gel ekstrasel yang lengket dan akan mengikat
berbagai bentuk bakteri yang lain (Kidd dan Bechal, 1992).
c. Substrat
Faktor substrat atau diet dapat memengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada
permukaan enamel. Selain itu, dapat memengaruhi metabolisme bakteri dalam plak
dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam dan
bahan lain yang aktif menyebabkan terjadinya karies. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung
mengalami kerusakan gigi, sebaliknya orang dengan diet yang banyak mengandung
lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi
(Pintauli dan Hamada, 2008).
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi bakteri mulut dan secara
langsung terlibat dalam penurunan PH. Karbohidrat menyediakan substrat untuk
membuat asam bagi mikroorganisme dan sintesa polisakarida ekstra sel. Dibutuhkan
waktu tertentu bagi plak dan karbohidrat yang menempel di gigi untuk membentuk
asam dan mampu mengakibatkan demineralisasi email. Tidak semua karbohidrat
sama derajat kariogeniknya. Karbohidrat yang kompleks misalnya pati (polisakarida)
relatif tidak berbahaya karena tidak dicerna secara sempurna di dalam mulut,
sedangkan karbohidrat dengan berat molekul yang rendah seperti gula akan meresap

Universitas Sumatera Utara

ke dalam plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri, sehingga makanan dan
minuman yang mengandung gula akan menurunkan PH plak dengan cepat sampai
level yang menyebabkan demineralisasi email. Plak akan tetap bersifat asam selama
beberapa waktu, untuk kembali ke PH normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60
menit. Oleh karena itu, konsumsi gula yang sering dan berulang-ulang akan tetap
menahan PH plak dibawah normal dan menyebabkan demineralisasi email (Kidd dan
Bechal, 1992).
d. Waktu
Secara umum, karies gigi dianggap suatu penyakit yang kronis pada manusia
yang berkembang dalam beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan
karies untuk menjadi suatu kavitas

cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan

(Pintauli dan Hamada, 2008).
Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama
berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri dari
atas periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Oleh karena itu, bila saliva
ada di dalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan
hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun. Dengan demikian sebenarnya
terdapat kesempatan yang baik untuk menghentikan penyakit ini (Kidd dan bechal,
1992).

Universitas Sumatera Utara

2.5 Indeks yang Dipergunakan pada Survey Kesehatan Gigi
Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu
golongan atau kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Ukuran-ukuran ini
dapat dipergunakan untuk mengukur derajat keparahan dari suatu penyakit mulai dari
yang ringan sampai yang berat (Pintauli dan Hamada, 2008).
Indeks karies gigi adalah angka yang menunjukkan klinis penyakit karies gigi.
Indeks karies yang biasa dipakai adalah Indeks DMF-T untuk gigi tetap dan Indeks
def-t untuk gigi sulung (Herijulianti, dkk, 2002).
Indeks DMF-T merupakan indikator penting yang telah ditentukan oleh WHO
dan digunakan untuk menggambarkan pengalaman karies

gigi seseorang atau

kelompok. Semua gigi diperikasa kecuali molar tiga karena biasanya gigi tersebut
sudah dicabut atau kadang-kadang tidak berfungsi. Indeks DMF-T dijelaskan sebagi
berikut (Herijulianti, dkk, 2002):
D = Decayed, yaitu jumlah gigi karies yang masih dapat ditambal; karies sekunder
yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen dan gigi dengan tumpatan
sementara.
M = Missing, yaitu jumlah gigi telah hilang karena karies atau sisa akar yang akan
dicabut.
F = Filling, yaitu jumlah gigi yang telah ditambal permanen karena telah
terjadi karies dan juga gigi yang sedang mengalami perawatan saluran akar.

Universitas Sumatera Utara

Semakin kecil indeks DMF-T semakin baik, yang artinya keparahan karies
semakin rendah, dihitung dengan rumus :

DMF-T rata-rata =

Keterangan:
D = Decayed (gigi berlubang)
M = Missing (gigi telah dicabut karena karies)
F = Filling (gigi dengan tumpatan baik)
T = Tooth (gigi tetap)
N = Jumlah orang yang diperiksa
Tabel 2.1 berikut ini menjelaskan klasifikasi angka keparahan karies gigi
menurut WHO :
Tabel 2.1 Klasifikasi Keparahan Karies Menurut Indeks DMF-T
Tingkat Keparahan
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi

DMF-T
0,8-1,1
1,2-2,6
2,7-4,4
4,5-6,5
6,6 ke atas

2.6 Pencegahan Karies Gigi
Karies merupakan penyakit yang dapat dicegah. Dasar-dasar pencegahan
karies adalah modifikasi satu atau lebih dari tiga faktor utama penyebab karies yaitu:

Universitas Sumatera Utara

plak, substrat karbohidrat yang sesuai serta kerentanan gigi. Secara teori ada tiga cara
dalam mencegah karies yaitu, pertama menghilangkan substrat karbohidrat dengan
mengurangi frekwensi komsumsi gula dan membatasinya pada saat makan saja,
kedua dengan meningkatkan ketahanan gigi dengan memaparkannya dengan fluor
secara tepat, dan ketiga dengan menghilangkan plak bakteri. Sedangkan faktor waktu
adalah faktor yang dapat dikendalikan oleh individu, mengingat bahwa karies
membutuhkan waktu bulanan bahkan tahunan untuk dapat menghancurkan gigi (Kidd
dan Bechal, 1992).
Menurut Tarigan (1995), resiko kerusakan gigi yang berkaitan dengan
karbohidrat akan sangat berkurang, bila permukaan gigi secara teratur dibersihkan
dari

plak

dan

bakteri.

Makin

sering

makan

karbohidrat

yang

mudah

difermentasikan/dipecah makan makin cepat terjadi proses demineralisasi dari
jaringan keras gigi. Frekwensi komsumsi makanan yang mengandung gula harus
sangat dikurangi dengan menghindari makanan kecil diantara jam makan.
Pencegahan yang paling mudah dan relatif murah adalah dengan melakukan sikat gigi
secara berkesinambungan dan benar, dengan menggunakan pasta gigi yang
mengandung fluor. Upaya ini dapat memutuskan tali ikatan perkembangan bakteri
penyebab karies.
Hasil uji coba klinik dari pasta gigi yang mengandung fluor memperlihatkan
adanya penurunan insidensi karies yang bervariasi antara 17% pada penduduk yang
tinggal di daerah mengandung kadar fluor optimum sampai 34% pada penduduk di
daerah yang kandungan fluornya nol. Oleh karena itu penggunaan pasta gigi yang

Universitas Sumatera Utara

mengandung fluor harus dianjurkan pada semua orang (Kidd dan Bechal, 1992).
Fluor, diketahui mempunyai kemampuan untuk mengubah susunan kimiawi gigi
sehingga tidak mudah larut oleh pengaruh asam (Panjaitan, 1995).
Pencegahan karies gigi dapat dilakukan dengan memutus rantai tiga faktor
utama penyebab karies yaitu host, agent dan substrat untuk saling bertemu dan
berinteraksi (Tarigan, 1991; Panjaitan, 1995). Menurut Tarigan (1991), pencegahan
karies yang dapat dilakukan individu antara lain; pengaturan diet karbohidrat,
melakukan kontrol plak dengan menyikat gigi dengan cara yang benar atau meliputi
seluruh permukaan gigi dan waktu yang tepat, penggunaan fluor antara lain dengan
pemakaian pasta gigi yang mengandung fluor.
Menurut Panjaitan (1995), pencegahan karies gigi dapat dilakukan dengan
prosedur menyikat gigi yang benar serta aplikasi fluor baik secara topikal melalui
pemakaian pasta gigi mengandung fluor, kumur-kumur fluor maupun secara sistemik
melalui tablet fluor dan fluoridasi air minum.
Houwink (1993), menggambarkan beberapa intervensi perilaku yang berperan
dalam mekanisme pencegahan karies, mulai dari tahap awal terjadinya karies sampai
perawatannya, dalam skema gambar 2.2 berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Peranan Faktor Perilaku dalam Pencegahan Karies Sesuai dengan
Urutan Proses Terjadinya Karies
Sumber: Houwink ( 1993)

Universitas Sumatera Utara

Sebagian besar masalah kesehatan gigi dan mulut, termasuk di dalamnya
karies gigi, sebenarnya dapat dicegah. Ada banyak cara untuk mengurangi dan
mencegah penyakit gigi dan mulut dengan berbagai pendekatan meliputi pencegahan
yang dimulai pada masyarakat, perawatan oleh diri sendiri dan perawatan oleh tenaga
kesehatan. Usaha-usaha pencegahan penyakit gigi dan mulut, terdiri dari pencegahan
primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tertier, seperti penjelasan yang dapat
dilihat pada tabel 2.2 berikut ini (Putri, dkk, 2011):
Tabel 2.2 Usaha-Usaha Pencegahan Penyakit Gigi dan Mulut
PENCEGAHAN
PRIMER

PENCEGAHAN
SEKUNDER

PENCEGAHAN
TERTIER

INTERVENSI
OLEH TIM
KESEHATAN
GIGI:
Pendekatan
Individual

Pendekatan
Berbasis
Masyarakat

- Anjuran diet
- Konseling kontrol plak
- Pemeriksaan gigi
- Skrining kanker mulut
- Diagnostik radiografi
- Penutupan ceruk dan
fisura
- Fluoridasi topikal (swa
aplikasi dan perawatan
dirumah)
- Probing periodontal
- Menghilangkan faktor
sekunder lokal,
misalnya tambalan yang
menggantung
(overhang)
- Profilaksis
- Fluoridasi air minum
- Program menghentikan
merokok
- Skrining kesehatan gigi
di sekolah
- Penutupan fisura

-

Pemeriksaan,misalnya
tes vitalitas pulpa
- Restorasi sealant
- Restorasi minimal
- Diagnostik radiografi
untuk memantau
perkembangan
penyakit
- Pulp capping
- Mengisi kartu probing
poket periodontal
- Skaling
sub
dan
supragingiva
- Anjuran
menghentikan
kebiasaan merokok

- Penambalan gigi yang
lebih kompleks
- Protesa lepas atau cekat
- Ekstraksi gigi
- Pulpotomi
- Gigi sulung
- Bedah periodontal
- Pemberian bahan anti
mikroba

Anjuran berhenti
merokok melalui media
seperti TV dan radio

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Lanjutan

Pencegahan
kecelakaan wajah dan
mulut dengan
menggunakan
mouthgurd
INTERVENSI
KESEHATAN
UMUM

Program “Menyikat
Gigi untuk kehidupan
yang lebih Sehat”

Pendekatan
Individual

- Imunisasi
- Pendidikan tentang
gizi

Pendekatan
Berbasis
Masyarakat

- Program imunisasi
- Program imunisasi
- Program imunisasi
- Kampanye pencegahan
kecelakaaan
-- Program gizi seimbang
bagi masyarakat

Skrining untuk kanker

Penyediaan perawatan
dan dukungan
bekelanjutan untuk
penyakit terminal

2.7 Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS)
2.7.1 Pengertian UKGS
Usaha Kesehatan Gigi Sekolah adalah bagian integral dari Usaha kesehatan
Sekolah (UKS) yang melaksanakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut secara
terencana pada siswa terutama siswa Sekolah Tingkat Dasar dalam satu kurun waktu
tertentu, diselenggarakan secara berkesinambungan melalui UKS dengan paket
pelayanan dikelompokkan sebagai berikut (Depkes RI, 1997):
1. Paket Minimal UKS yaitu UKGS Tahap I yang Meliputi :
a. Pendidikan /Penyuluhan kesehatan gigi mulut.
b. Pencegahan penyakit gigi mulut.

Universitas Sumatera Utara

2. Paket Standar UKS yaitu UKGS Tahap II yang Meliputi :
a.

Pelatihan guru & tenaga kesehatan dalam bidang kesehatan gigi & mulut.

b.

Pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan mulut.

c.

Pencegahan penyakit gigi mulut.

d.

Penjaringan kesehatan gigi dan mulut siswa kelas I

e.

Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit.

f.

Pelayanan medik gigi dasar atas permintaan pada kelas I s/d VI.

g.

Rujukan bagi yang memerlukan.

3. Paket Optimal UKS yaitu UKGS Tahap III yang Meliputi :
a.

Pelatihan guru dan tenaga kesehatan dalam bidang kesehatan gigi dan
mulut.

b.

Pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan mulut.

c.

Pencegahan penyakit mulut.

d.

Penjaringan kesehatan gigi dan mulut siswa kelas I.

e.

Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit.

f.

Pelayanan medik gigi dasar atas permintaan pada kelas I sampai dengan
kelas VI.

g.

Pelayanan medik gigi dasar sesuai kebutuhan pada kelas terpilih

2.7.2 Tujuan UKGS
Tujuan umum dari pelaksanaan UKGS adalah tercapainya derajat kesahatan
gigi dan mulut siswa yang optimal. Adapun tujuan khususnya adalah agar setiap
siswa memiliki pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut; siswa memiliki sikap

Universitas Sumatera Utara

atau kebiasaan pelihara diri terhadap kesehatan gigi dan mulut serta siswa mendapat
pelayanan medik gigi dasar (Depkes RI, 1997).

2.8 Landasan Teori
Berdasarkan uraian teori tentang terjadinya karies dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan karies menyebutkan bahwa karies gigi memiliki etiologi
multifaktor dimana terjadi interaksi dari tiga faktor utama: Host (gigi dan saliva),
mikroorganisme (plak) dan Substrat (diet), dan faktor tambahan yaitu waktu. Selain
faktor-faktor yang ada di dalam mulut yang langsung berhubungan dengan karies,
terdapat faktor-faktor luar yang tidak langsung berhubungan dengan terjadinya karies.
Faktor luar tersebut antara lain adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat
ekonomi, lingkungan, sikap dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan gigi
(Suwelo, 1992; Tarigan, 1991; Pintauli dan Hamada, 2008, dan Budiharto, 2010).
Blum (1974) menyatakan secara garis besar faktor-faktor yang memengaruhi
kesehatan, baik individu, kelompok, maupun masyarakat, dikelompokkan menjadi
empat yaitu: Lingkungan, yang mencakup lingkungan fisik, sosial budaya, politik,
ekonomi dan sebagainya; faktor perilaku; pelayanan kesehatan dan faktor hereditas
(keturunan). Di negara berkembang, termasuk Indonesia, status kesehatan ini banyak
dipengaruhi oleh faktor perilaku di samping faktor lingkungan, sedangkan di negara
maju faktor lingkungan cenderung lebih dominan (Zaidin, 2010).
Uraian faktor-faktor tersebut dapat dijabarkan dalam gambar 2.3 sebagai
berikut:

Universitas Sumatera Utara

Faktor Predisposisi
(Faktor Luar)

Perilaku

Faktor Utama
(Faktor Dalam)
Host
(Gigi & Saliva)

Substrat
Usia
Jenis Kelamin
Tingkat
Pendidikan
Tingkat Ekonomi
Lingkungan

Karies

Mikro Organisme

Waktu

Gambar 2.3 Faktor-faktor Penyebab Karies serta Hubungannya dengan
Perilaku
Sumber: Tarigan (1991); Suwelo (1992); Pintauli dan Hamada (2008); Budiharto
(2010)
Perilaku kesehatan menurut Notoatmojo (2010), adalah semua aktivitas atau
kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati, yang
berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan
ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan
lainnya, meningkatkan kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit atau
terkena masalah kesehatan.
Menurut Becker (1979), perilaku kesehatan diklasifikasikan atas tiga
kelompok yaitu:
1. Perilaku sehat (healthy behaviour) yaitu perilaku-perilaku atau kegiatan yang
berkaitan dengan upaya mempertahankan meningkatkan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

2. Perilaku sakit (illness behaviour) yaitu perilaku-perilaku yang berkaitan dengan
tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit dan terkena masalah kesehatan
pada dirinya atau keluarganya, untuk mencari penyembuhan atau mengatasi
masalah kesehatan lainnya.
3. Perilaku peran orang sakit (the sick role behaviour) yaitu mencakup hak dan
kewajiban orang yang sedang sakit dalam hal tindakan untuk memperoleh
penyembuhan, tindakan untuk mengetahui fasilitas kesehatan yang tetap dan
sebagainya.

2.9 Kerangka Konsep

Perilaku Sehat

Perilaku Sakit

Kejadian Karies Gigi
(Indeks DMFT):
Tingkat Keparahan Rendah
Tingkat Keparahan Tinggi

Perilaku Peran Sakit

Gambar 2.4 Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Perilaku Kesehatan Terhadap Kejadian Karies Gigi pada Murid Sekolah Dasar Binaan UKGS di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2012

2 68 89

Peran Petugas Kesehatan, Guru Dan Orang Tua Dalam Pelaksanaan UKGS Dengan Tindakan Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Murid Sekolah Dasar Di Kota Medan Tahun 2009

7 92 144

PERBEDAAN KASUS KARIES GIGI PADA MURID SEKOLAH DASAR YANG MEMILIKI KEGIATAN UKGS DAN TIDAK MEMILIKI KEGIATAN UKGS DI KECAMATAN ENGGAL BANDAR LAMPUNG

12 50 63

PERBEDAAN KEPARAHAN KARIES GIGI PADA ANAK DI SEKOLAH DASAR YANG SUDAH MELAKSANAKAN UKGS DAN BELUM Perbedaan Keparahan Karies Gigi Pada Anak di Sekolah Dasar yang Sudah Melaksanakan UKGS dan Belum Melaksanakan UKGS di Kecamatan Kradenan Tahun 2016 (Observ

0 2 16

PERBEDAAN KEPARAHAN KARIES GIGI PADA ANAK DI SEKOLAH DASAR YANG SUDAH MELAKSANAKAN UKGS DAN BELUM Perbedaan Keparahan Karies Gigi Pada Anak di Sekolah Dasar yang Sudah Melaksanakan UKGS dan Belum Melaksanakan UKGS di Kecamatan Kradenan Tahun 2016 (Observ

1 4 12

Pengaruh Perilaku Kesehatan Terhadap Kejadian Karies Gigi Pada Murid Sekolah Dasar Binaan Ukgs Di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2012

0 0 17

Pengaruh Perilaku Kesehatan Terhadap Kejadian Karies Gigi Pada Murid Sekolah Dasar Binaan Ukgs Di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2012

0 0 2

Pengaruh Perilaku Kesehatan Terhadap Kejadian Karies Gigi Pada Murid Sekolah Dasar Binaan Ukgs Di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2012

0 0 8

Pengaruh Perilaku Kesehatan Terhadap Kejadian Karies Gigi Pada Murid Sekolah Dasar Binaan Ukgs Di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2012 Chapter III VI

0 0 29

Pengaruh Perilaku Kesehatan Terhadap Kejadian Karies Gigi Pada Murid Sekolah Dasar Binaan Ukgs Di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2012

0 0 3