Fenomena Tawuran Antar Mahasiswa: Studi Deskriptif Pada Mahasiswa i Universitas Sumatera Utara

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Fungsionalisme Struktural
Teori Fungsionalisme struktural jika dilihat dari etimologinya terdiri dari
fungsi/fungsional yang berarti penggunaan sesuatu hal (dengan imbuhan -isme) faham
mengenai penggunaan atas sesuatu hal, dan struktural berkenaan dengan struktur berarti
susunan atau bangunan yang disusun dengan pola tertentu. Teori fungsionalisme pertama kali
dikembangkan dan dipopulerkan oleh Talcott Parsons. Talcott Parsons adalah seorang
sosiolog yang lahir pada tahun 1902 di Colorado, Amerika Serikat. Dia lahir dalam sebuah
keluarga yang memiliki latar belakang yang saleh dan intelek. Ayahnya adalah
seorang pendeta gereja Kongregasional, seorang profesor dan presiden dari sebuah kampus
kecil. Parsons mendapat gelar sarjana dari Amherst College tahun 1924 dan melanjutkan
kuliah pasca sarjana di London School of Economics. Pada tahun berikutnya, dia pindah
ke Heidelberg, Jerman. Max Weber menghabiskan sebagian kariernya di Heidelberg, dan
meski dia wafat lima tahun sebelum kedatangan Parsons, Weber tetap meninggalkan
pengaruh mendalam terhadap kampus tersebut dan jandanya meneruskan pertemuanpertemuan di rumahnya, yang juga diikuti oleh Parsons.
Parsons sangat dipengaruhi oleh karya Weber dan sebagian disertasi doktoralnya di
Heidelberg membahas karya Weber. Talcott Parsons adalah seorang sosiolog kontemporer
yang menggunakan pendekatan fungsional dalam melihat masyarakat, baik yang
menyangkut fungsi dan prosesnya. Pendekatannya selain diwarnai oleh adanya keteraturan

masyarakat yang di Amerika juga dipengaruhi oleh pemikiran Max Weber, Auguste Comte,
Emile Durkheim dan Vilfredo Pareto. Hal tesebutlah yang menyebabkan teori Struktural
Fungsional Talcott Parsons bersifat kompleks.

Universitas Sumatera Utara

A. Konsep Pemikiran Teori Fungsionalisme Struktural
Teori Fungsionalisme Struktural dipengaruhi oleh adanya asumsi kesamaan antara
kehidupan organisme biologis dengan struktur

sosial tentang

adanya

keteraturan

dan

keseimbangan dalam masyarakat. Asumsi dasar dari Teori Fungsionalisme Struktural, yaitu
bahwa masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan dari para anggotanya akan nilai-nilai

kemasyarakatan tertentu yang mempunyai kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan
sehingga masyarakat tersebut dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional
terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat merupakan kumpulan
sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan saling ketergantungan.

B. Tindakan Sosial dan Orientasi Subjektif
Teori Fungsionalisme Struktural yang dibangun Talcott Parsons dan dipengaruhi oleh
para sosiolog Eropa menyebabkan teorinya itu bersifat empiris, positivistis dan ideal.
Pandangannya tentang tindakan manusia itu bersifat voluntaristik, artinya karena tindakan itu
didasarkan pada dorongan kemauan, dengan mengindahkan nilai, ide dan norma yang
disepakati. Tindakan individu manusia memiliki kebebasan untuk memilih sarana (alat) dan
tujuan yang akan dicapai itu dipengaruhi oleh lingkungan atau kondisi-kondisi, dan apa yang
dipilih tersebut dikendalikan oleh nilai dan norma.
Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons, yaitu bahwa tindakan individu manusia itu
diarahkan pada tujuan. Di samping itu, tindakan itu terjadi pada suatu kondisi yang
unsurnya sudah pasti, sedang unsur-unsur lainnya digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Selain itu, secara normatif tindakan tersebut diatur berkenaan dengan penentuan alat
dan tujuan. Atau dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa tindakan itu dipandang sebagai
kenyataan sosial yang terkecil dan mendasar, yang unsur-unsurnya berupa alat, tujuan,
situasi, dan norma.


Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian, dalam tindakan tersebut dapat digambarkan yaitu individu sebagai
pelaku dengan alat yang ada akan mencapai tujuan dengan berbagai macam cara, yang juga
individu itu dipengaruhi oleh kondisi yang dapat membantu dalam memilih tujuan yang akan
dicapai, dengan bimbingan nilai dan ide serta norma. Perlu diketahui bahwa selain hal-hal
tersebut di atas, tindakan individu manusia itu juga ditentukan oleh orientasi subjektifnya,
yaitu berupa orientasi motivasional dan orientasi nilai. Perlu diketahui pula bahwa tindakan
individu tersebut dalam realisasinya dapat berbagai macam karena adanya unsur-unsur
sebagaimana dikemukakan di atas.

C. Analisis Fungsional Struktural dan Diferensiasi Struktural
Sebagaimana telah diuraikan bahwa Teori Fungsionalisme Struktural beranggapan
bahwa masyarakat itu merupakan sistem yang secara fungsional terintegrasi ke dalam bentuk
keseimbangan. Talcott Parsons menyatakan bahwa yang menjadi persyaratan fungsional
dalam

sistem


di

masyarakat

dapat

dianalisis,

baik

yang

menyangkut

struktur maupun tindakan sosial, adalah berupa perwujudan nilai dan penyesuaian dengan
lingkungan yang menuntut suatu konsekuensi adanya persyaratan fungsional.
Perlu diketahui ada fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi agar ada kelestarian
sistem, yaitu adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi dan keadaan latent. Empat persyaratan
fungsional yang mendasar tersebut berlaku untuk semua sistem yang ada. Berkenaan hal
tersebut di atas, empat fungsi tersebut terpatri secara kokoh dalam setiap dasar yang hidup

pada seluruh tingkat organisme tingkat perkembangan evolusioner. Perlu diketahui bahwa
sekalipun sejak semula Talcott Parsons ingin membangun suatu teori yang besar, akan tetapi
akhirnya mengarah pada suatu kecenderungan yang tidak sesuai dengan niatnya. Hal tersebut
karena adanya penemuan-penemuan mengenai hubungan-hubungan dan hal-hal baru, yaitu
yang berupa perubahan perilaku pergeseran prinsip keseimbangan yang bersifat dinamis yang

Universitas Sumatera Utara

menunjuk pada sibernetika teori sistem yang umum. Dalam hal ini, dinyatakan bahwa
perkembangan masyarakat itu melewati empat proses perubahan struktural, yaitu
pembaharuan

yang

mengarah

pada

penyesuaian


evolusinya

Talcott

Parsons

menghubungkannya dengan empat persyaratan fungsional di atas untuk menganalisis proses
perubahan.

D. Relevansi Teori

Fungsionalisme

Struktural Terhadap

Fenomena Tawuran

Antar

Mahasiswa

Berangkat dari asumsi dasar bahwa mahasiswa/pelajar sebagai masyarakat yang
terintegrasi atas dasar kesepakatan, akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu yang mempunyai
kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga para mahasiswa tersebut dipandang
sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan
demikian para mahasiswa merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain
berhubungan dan saling ketergantungan.
Ini menjelaskan bahwa ketika telah disepakati sebagai seorang peserta didik
(mahasiswa) dengan berbagai hal yang terkait seperti mengenai hak dan kewajiban siswa
sebagai kaum terdidik ialah merasa bersatu antara satu dengan yang lainnya, saling
berhubungan dan saling ketergantungan. Hendaknya dari sudut pandang teori ini mampu
mencapai tujuan yakni menciptakan kultur persatuan dan kebersamaan, tidak malah saling
menyerang, menyalahkan dan terjadi perpecahan.

E. Analisis Teori Fungsionalisme Struktural Terhadap Fenomena Tawuran Antar Mahasiswa
Tawuran yang terjadi antar mahasiswa ini dapat dianalisis melalui struktur dan
tindakan. Ini melalui perwujudan nilai dan penyesuaian dengan lingkungan yang melibatkan
persyaratan fungsional tersebut. Berdasarkan teori ini hendaknya terjadi suatu kesadaran

Universitas Sumatera Utara


diantara pelajar karena berdasarkan ide dan nilai (norma-norma) untuk mencapai tujuan
tertentu. Selanjutnya tindakan terjadi dengan kondisi yang unsurnya sudah pasti. Tawuran
sebagai tindakan pada suatu kondisi yang mungkin unsur-unsur yang terdapat diantara alat,
tujuan, situasi, dan norma ada yang tidak benar (salah). Dalam kejadiannya individu
mahasiswa tidak hanya dipengaruhi oleh unsur tersebut namun juga oleh orientasi
subjektifnya masing-masing.
Teori fungsional struktural secara ideal menganggap organisasi biologis dan struktural
sosial merupakan sebuah asumsi yang sama saling berhubungan dan saling ketergantungan
serta terintegrasi berdasarkan, ide, nilai dan norma yang dipengaruhi oleh fungsi dan syarat
dalam mencapai tujuan yang disepakati yaitu kesadaran dan kebersamaan dalam masyarakat.
Terjadinya tawuran merupakan sebuah tindakan menyimpang karena individu maupun
kelompok lupa atau tidak menyadari terhadap fungsi yang telah disepakatinya sebagai
mahasiswa dalam mengindahkan nilai, ide dan norma yang disepakati. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh unsur tindakan yang menyeleweng atau dari diri (orientasi subjektifnya)
sendiri.
 
 

2.2 Kelompok Sosial


A. Pengertian Kelompok Sosial
Secara sosiologis pengertian kelompok sosial adalah suatu kumpulan orang-orang yang
mempunyai hubungan dan saling berinteraksi satu sama lain dan dapat mengakibatkan
tumbuhnya perasaan bersama. Disamping itu terdapat beberapa definisi dari para ahli
mengenai kelompok sosial.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Josep S Roucek dan Roland S Warren kelompok sosial adalah suatu kelompok yang
meliputi dua atau lebih manusia, yang diantara mereka terdapat beberapa pola interaksi yang
dapat dipahami oleh para anggotanya atau orang lain secara keseluruhan.

B.

Proses Terbentuknya Kelompok Sosial

Menurut Abdul Syani, terbentuknya suatu kelompok sosial karena adanya naluri manusia
yang selalu ingin hidup bersama. Manusia membutuhkan komunikasi dalam membentuk
kelompok, karena melalui komunikasi orang dapat mengadakan ikatan dan pengaruh
psikologis secara timbal balik. Ada dua hasrat pokok manusia sehingga ia terdorong untuk

hidup berkelompok, yaitu:
-Hasrat untuk bersatu dengan manusia lain di sekitarnya
-Hasrat untuk bersatu dengan situasi alam sekitarnya

C. Syarat Terbentuknya Kelompok Sosial
Kelompok-kelompok sosial merupakan himpunan atau kesatuan manusia yang hidup
bersama dan saling berinteraksi. Untuk itu, setiap himpunan manusia agar dapat dikatakan
sebagai kelompok sosial, haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Setiap anggota kelompok memiliki kesadaran bahwa dia merupakan bagian dari kelompok
yang bersangkutan.
2. Ada kesamaan faktor yang dimiliki anggota-anggota kelompok itu sehingga hubungan
antara mereka bartambah erat.
Faktor-faktor kesamaan tersebut, antara lain :
-Persamaan nasib
-Persamaan kepentingan
-Persamaan tujuan

Universitas Sumatera Utara

-Persamaan ideologi politik

-Persamaan musuh
3. Kelompok sosial ini berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku. Kelompok
sosial ini bersistem dan berproses.

D. Macam-Macam Kelompok Sosial
1.

Klasifikasi Tipe-tipe Kelompok Sosial

Menurut Soerjono Soekanto dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu:
a.

Berdasarkan besar kecilnya anggota kelompok

Menurut George Simmel, besar kecilnya jumlah anggota kelompok akan memengaruhi
kelompok dan pola interaksi sosial dalam kelompok tersebut. Dalam penelitiannya, Simmel
memulai dari satu orang sebagai perhatian hubungan sosial yang dinamakan monad.
Kemudian monad dikembangkan menjadi dua orang atau diad, dan tiga orang atau triad, dan
kelompok-kelompok kecil lainnya. Hasilnya semakin banyak jumlah anggota kelompoknya,
pola interaksinya juga berbeda.
b. Berdasarkan derajat interaksi dalam kelompok
Derajat interaksi ini juga dapat dilihat pada beberapa kelompok sosial yang berbeda.
Kelompok sosial seperti keluarga, rukun tetangga, masyarakat desa, akan mempunyai
kelompok yang anggotanya saling mengenal dengan baik (face-to-face groupings). Hal ini
berbeda dengan kelompok sosial seperti masyarakat kota, perusahaan, atau negara, di mana
anggota-anggotanya tidak mempunyai hubungan erat.
c.

Berdasarkan kepentingan dan wilayah

Sebuah masyarakat setempat (community) merupakan suatu kelompok sosial atas dasar
wilayah yang tidak mempunyai kepentingan-kepentingan tertentu. Sedangkan asosiasi

Universitas Sumatera Utara

(association) adalah sebuah kelompok sosial yang dibentuk untuk memenuhi kepentingan
tertentu.
d. Berdasarkan kelangsungan kepentingan
Adanya kepentingan bersama merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terbentuknya
sebuah kelompok sosial. Suatu kerumunan misalnya, merupakan kelompok yang
keberadaannya hanya sebentar karena kepentingannya juga tidak berlangsung lama. Namun,
sebuah asosiasi mempunyai kepentingan yang tetap.
e. Berdasarkan derajat organisasi
Kelompok sosial terdiri atas kelompok-kelompok sosial yang terorganisasi dengan rapi
seperti negara, TNI, perusahaan dan sebagainya. Namun, ada kelompok sosial yang hampir
tidak terorganisasi dengan baik, seperti kerumunan.
Secara umum tipe-tipe kelompok sosial adalah sebagai berikut.
a. Kategori statistik, yaitu pengelompokan atas dasar ciri tertentu yang sama, misalnya
kelompok umur.
b. Kategori sosial, yaitu kelompok individu yang sadar akan ciri-ciri yang dimiliki bersama,
misalnya HMI (Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia).
c. Kelompok sosial, misalnya keluarga batih (nuclear family)
d. Kelompok tidak teratur, yaitu perkumpulan orang-orang di suatu tempat pada waktu yang
sama karena adanya pusat perhatian yang sama. Misalnya, orang yang sedang menonton
sepak bola.
e. Organisasi Formal, yaitu kelompok yang sengaja dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu
yang telah ditentukan terlebih dahulu, misalnya perusahaan.
2.

Kelompok Sosial dipandang dari Sudut Individu

Pada masyarakat yang kompleks, biasanya setiap manusia tidak hanya mempunyai satu
kelompok sosial tempat ia menjadi anggotanya. Namun, ia juga menjadi anggota beberapa

Universitas Sumatera Utara

kelompok sosial sekaligus. Terbentuknya kelompok-kelompok sosial ini biasanya didasari
oleh kekerabatan, usia, jenis kelamin, pekerjaan atau kedudukan. Keanggotaan masingmasing kelompok sosial tersebut akan memberikan kedudukan dan prestise tertentu. Namun
yang perlu digarisbawahi adalah sifat keanggotaan suatu kelompok tidak selalu bersifat
sukarela, tapi ada juga yang sifatnya paksaan. Misalnya, selain sebagai anggota kelompok di
tempatnya bekerja, Pak Tomo juga anggota masyarakat, anggota perkumpulan bulu tangkis,
anggota Ikatan Advokat Indonesia, anggota keluarga, anggota Paguyuban masyarakat Jawa
dan sebagainya.
3.

In-Group dan Out-Group
Sebagai seorang individu, kita sering merasa bahwa aku termasuk dalam bagian

kelompok keluargaku, margaku, profesiku, rasku, almamaterku, dan negaraku. Semua
kelompok tersebut berakhiran dengan kepunyaan “ku”. Itulah yang dinamakan kelompok
sendiri (in-group) karena aku termasuk di dalamnya. Banyak kelompok lain dimana aku tidak
termasuk keluarga, ras, suku bangsa, pekerjaan, agama dan kelompok bermain. Semua itu
merupakan kelompok luar (out group) karena aku berada di luarnya.
In-group dan out-group dapat dijumpai di semua masyarakat, walaupun kepentingankepentingannya tidak selalu sama. Pada masyarakat primitif yang masih terbelakang
kehidupannya biasanya akan mendasarkan diri pada keluarga yang akan menentukan
kelompok sendiri dan kelompok luar seseorang. Jika ada dua orang yang saling tidak kenal
berjumpa maka hal pertama yang mereka lakukan adalah mencari hubungan antara keduanya.
Jika mereka dapat menemukan adanya hubungan keluarga maka keduanya pun akan
bersahabat karena keduanya merupakan anggota dari kelompok yang sama. Namun, jika
mereka tidak dapat menemukan adanya kesamaan hubungan antara keluarga maka mereka
adalah musuh sehingga merekapun bereaksi.

Universitas Sumatera Utara

Pada masyarakat modern, setiap orang mempunyai banyak kelompok sehingga
mungkin saja saling tumpang tindih dengan kelompok luarnya. Siswa lama selalu
memperlakukan siswa baru sebagai kelompok luar, tetapi ketika berada di dalam gedung
olahraga mereka pun bersatu untuk mendukung tim sekolah kesayangannya.
4.

Kelompok Primer (Primary Group) dan Kelompok Sekunder (Secondary Group)
Menurut Charles Horton Cooley, kelompok primer adalah kelompok-kelompok yang

ditandai dengan ciri-ciri saling mengenal antara anggota-anggotanya serta kerja sama yang
erat yang bersifat pribadi. Sebagai salah satu hasil hubungan yang erat dan bersifat pribadi
tadi adalah adanya peleburan individu-individu ke dalam kelompok-kelompok sehingga
tujuan individu menjadi tujuan kelompok juga. Oleh karena itu hubungan sosial di dalam
kelompok primer berisfat informal (tidak resmi), akrab, personal, dan total yang mencakup
berbagai aspek pengalaman hidup seseorang.
Di dalam kelompok primer, seperti: keluarga, klan, atau sejumlah sahabat, hubungan
sosial cenderung bersifat santai. Para anggota kelompok saling tertarik satu sama lainnya
sebagai suatu pribadi. Mereka menyatakan harapan-harapan, dan kecemasan-kecemasan,
berbagi pengalaman, mempergunjingkan gosip, dan saling memenuhi kebutuhan akan
keakraban sebuah persahabatan.
Di sisi lain, kelompok sekunder adalah kelompok-kelompok besar yang terdiri atas
banyak orang, antara dengan siapa hubungannya tida perlu berdasarkan pengenalan secara
pribadi dan sifatnya juga tidak begitu langgeng. Dalam kelompok sekunder, hubungan sosial
bersifat formal, impersonal dan segmental (terpisah), serta didasarkan pada manfaat
(utilitarian). Seseorang tidak berhubungan dengan orang lain sebagai suatu pribadi, tetapi
sebagai seseorang yang berfungsi dalam menjalankan suatu peran. Kualitas pribadi tidak
begitu penting, tetapi cara kerjanya.
5.

Paguyuban (Gemeinschaft) dan Patembayan (Gesellschaft)

Universitas Sumatera Utara

Konsep paguyuban (gemeinschaft) dan patembayan (gesellschaft) dikemukakan oleh
Ferdinand Tonnies. Pengertian paguyuban adalah suatu bentuk kehidupan bersama, di mana
anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah, serta kekal.
Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah
dikodratkan. Bentuk paguyuban terutama akan dijumpai di dalam keluarga, kelompok
kekerabatan, rukun tetangga, dan sebagainya. Secara umum ciri-ciri paguyuban adalah:
- Intimate, yaitu hubungan yang bersifat menyeluruh dan mesra
- Private, yaitu hubungan yang bersifat pribadi
- Exclusive, yaitu hubungan tersebut hanyalah untuk “kita” saja dan tidak untuk orang lain di
luar “kita”
Di dalam setiap masyarakat selalu dapat dijumpai salah satu di antara tiga tipe
paguyuban berikut :
a. Paguyuban karena ikatan darah (gemeinschaft by blood), yaitu gemeinschaft atau
paguyuban yang merupakan ikatan yang didasarkan pada ikatan darah atau keturunan.
Misalnya keluarga dan kelompok kekerabatan.
b. Paguyuban karena tempat (gemeinschaft of place), yaitu suatu paguyuban yang terdiri atas
orang-orang yang berdekatan tempat tinggal sehingga dapat saling tolong-menolong.
Misalnya kelompok arisan, rukun tetangga.
c. Paguyuban karena jiwa pikiran (gemeinschaft of mind), yaitu paguyuban yang terdiri atas
orang-orang yang walaupun tidak mempunyai hubungan darah ataupun tempat tinggalnya
tidak berdekatan, akan tetapi mereka mempunyai jiwa, pikiran, dan ideologi yang sama.
Ikatan pada paguyuban ini biasanya tidak sekuat paguyuban karena darah atau keturunan.
Sebaliknya, patembayan (gesellschaft) adalah ikatan lahir yang bersifat pokok untuk
jangka waktu tertentu yang pendek. Patembayan bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran
belaka (imaginary) serta strukturnya bersifat mekanis seperti sebuah mesin. Bentuk

Universitas Sumatera Utara

gesellschaft terutama terdapat di dalam hubungan perjanjian yang bersifat timbal balik.
Misalnya, ikatan perjanjian kerja, birokrasi dalam suatu kantor, perjanjian dagang, dan
sebagainya.
6.

Formal Group dan Informal Group

Menurut Soerjono Soekanto, formal group adalah kelompok yang mempunyai peraturan yang
tegas dan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antar
sesamanya. Kriteria rumusan organisasi formal group merupakan keberadaan tata cara untuk
memobilisasikan dan mengoordinasikan usaha-usaha demi tercapainya tujuan berdasarkan
bagian-bagian organisasi yang bersifat khusus.
Organisasi biasanya ditegakkan pada landasan mekanisme administratif. Misalnya,
sekolah terdiri atas beberapa bagian, seperti kepala sekolah, guru, siswa, orang tua murid,
bagian tata usaha dan lingkungan sekitarnya. Organisasi seperti itu dinamakan birokrasi.
Menurut Max Weber, organisasi yang didirikan secara birokrasi mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Tugas organisasi didistribusikan dalam beberapa posisi yang merupakan tugas-tugas
jabatan.
b. Posisi dalam organisasi terdiri atas hierarki struktur wewenang.
c. Suatu sistem peraturan memengaruhi keputusan dan pelaksanaannya.
d. Unsur staf yang merupakan pejabat, bertugas memelihara organisasi dan khususnya
keteraturan organisasi.
e. Para pejabat berharap agar hubungan atasan dengan bawahan dan pihak lain bersifat
orientasi impersonal.
f. Penyelenggaraan kepegawaian didasarkan pada karier.
Sedangkan pengertian informal group adalah kelompok yang tidak mempunyai
struktur dan organisasi yang pasti. Kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk karena

Universitas Sumatera Utara

pertemuan-pertemuan yang berulang kali. Dasar pertemuan-pertemuan tersebut adalah
kepentingan-kepentingan dan pengalaman-pengalaman yang sama. Misalnya klik (clique),
yaitu suatu kelompok kecil tanpa struktur formal yang sering timbul dalam kelompokkelompok besar. Klik tersebut ditandai dengan adanya pertemuan-pertemuan timbal balik
antar anggota yang biasanya hanya “antara kita” saja.
7. Membership Group dan Reference Group
Mengutip pendapat Robert K Merton, bahwa membership group adalah suatu kelompok
sosial, di mana setiap orang secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut. Batas-batas fisik
yang dipakai untuk menentukan keanggotaan seseorang tidak dapat ditentukan secara mutlak.
Hal ini disebabkan perubahan-perubahan keadaan. Situasi yang tidak tetap akan
memengaruhi derajat interaksi di dalam kelompok tadi sehingga adakalanya seorang anggota
tidak begitu sering berkumpul dengan kelompok tersebut walaupun secara resmi dia belum
keluar dari kelompok itu.
Reference group adalah kelompok sosial yang menjadi acuan seseorang (bukan anggota
kelompok) untuk membentuk pribadi dan perilakunya. Dengan kata lain, seseorang yang
bukan anggota kelompok sosial bersangkutan mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok
tadi. Misalnya, seseorang yang ingin sekali menjadi anggota TNI, tetapi gagal memenuhi
persyaratan untuk memasuki lembaga pendidikan militer. Namun, ia bertingkah laku
layaknya seorang perwira TNI meskipun dia bukan anggota TNI.
8.

Kelompok Okupasional dan Volunteer

Pada awalnya suatu masyarakat, menurut Soerjono Soekanto, dapat melakukan berbagai
pekerjaan sekaligus. Artinya, di dalam masyarakat tersebut belum ada pembagian kerja yang
jelas. Akan tetapi, sejalan dengan kemajuan peradaban manusia, sistem pembagian kerja pun
berubah. Salah satu bentuknya adalah masyarakat itu sudah berkembang menjadi suatu
masyarakat yang heterogen. Pada masyarakat seperti ini, sudah berkembang sistem

Universitas Sumatera Utara

pembagian kerja yang didasarkan pada kekhususan atau spesialisasi. Warga masyarakat akan
bekerja sesuai dengan bakatnya masing-masing. Setelah kelompok kekerabatan yang semakin
pudar fungsinya, muncul kelompok okupasional yang merupakan kelompok terdiri atas
orang-orang yang melakukan pekerjaan sejenis. Kelompok semacam ini sangat besar
peranannya di dalam mengarahkan kepribadian seseorang terutama para anggotanya.
Sejalan dengan berkembangnya teknologi komunikasi, hampir tidak ada masyarakat
yang tertutup dari dunia luar sehingga ruang jangkauan suatu masyarakatpun semakin luas.
Meluasnya ruang jangkauan ini mengakibatkan semakin heterogennya masyarakat tersebut.
Akhirnya tidak semua kepentingan individual warga masyarakat dapat dipenuhi.
Akibatnya dari tidak terpenuhinya kepentingan-kepentingan masyarakat secara
keseluruhan, muncullah kelompok volunteer. Kelompok ini mencakup orang-orang yang
mempunyai kepentingan sama, namun tidak mendapatkan perhatian masyarakat yang
semakin luas jangkauannya tadi. Dengan demikian, kelompok volunteer dapat memenuhi
kepentingan-kepentingan anggotanya secara individual tanpa mengganggu kepentingan
masyarakat secara luas.
Beberapa kepentingan itu antara lain:
-Kebutuhan akan sandang, pangan dan papan
-Kebutuhan akan keselamatan jiwa dan harta benda
-Kebutuhan akan harga diri
-Kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri
-Kebutuhan akan kasih sayang

E.

Kelompok Sosial yang Tidak Teratur

1.

Kerumunan (Crowd)

Universitas Sumatera Utara

Kerumunan adalah sekelompok individu yang berkumpul secara kebetulan di suatu tempat
pada waktu yang bersamaan. Ukuran utama adanya kerumunan adalah kehadiran orang-orang
secara fisik. Sedikit banyaknya jumlah kerumunan adalah sejauh mata dapat melihat dan
selama telingan dapat mendengarkannya. Kerumunan tersebut segera berakhir setelah orangorangnya bubar. Oleh karena itu, kerumunan merupakan suatu kelompok sosial yang bersifat
sementara (temporer).
Secara garis besar Kingsley Davis membedakan bentuk kerumunan menjadi:
a.

Kerumunan yang berartikulasi dengan struktur sosial

Kerumunan ini dapat dibedakan menjadi:
1)

Khalayak penonton atau pendengar formal (formal audiences), merupakan kerumunan

yang mempunyai pusat perhatian dan tujuan yang sama. Misalnya, menonton film, mengikuti
kampanye politik dan sebagainya.
2)

Kelompok ekspresif yang telah direncanakan (planned expressive group), yaitu

kerumunan yang pusat perhatiannya tidak begitu penting, akan tetapi mempunyai persamaan
tujuan yang tersimpul dalam aktivitas kerumunan tersebut.
b. Kerumunan yang bersifat sementara (Casual Crowd)
Kerumunan ini dibedakan menjadi:
1)

Kumpulan yang kurang menyenangkan (inconvenient aggregations). Misalnya, orang

yang sedang antri tiket, orang-orang yang menunggu kereta.
2)

Kumpulan orang-orang yang sedang dalam keadaan panik (panic crowds), yaitu orang-

orang yang bersama-sama berusaha untuk menyelamatkan diri dari bahaya. Dorongan dalam
diri individu-individu yang berkerumun tersebut mempunyai kecenderungan untuk
mempertinggi rasa panik. Misalnya, ada kebakaran dan gempa bumi.
3)

Kerumunan penonton (spectator crowds), yaitu kerumunan yang terjadi karena ingin

melihat kejadian tertentu. Misalnya, ingin melihat korban lalu lintas.

Universitas Sumatera Utara

c.

Kerumunan yang berlawanan dengan norma-norma hukum (Lawless Crowd)

Kerumunan ini dibedakan menjadi:
1)

Kerumunan yang bertindak emosional (acting mobs), yaitu kerumunan yang bertujuan

untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan kekuatan fisik yang bertentangan
dengan norma-norma yang berlaku. Misalnya aksi demonstrasi dengan kekerasan.
2)

Kerumunan yang bersifat immoral (immoral crowds), yaitu kerumunan yang hampir

sama dengan kelompok ekspresif. Bedanya adalah bertentangan dengan norma-norma
masyarakat. Misalnya, orang-orang yang mabuk.
2. Publik
Berbeda dengan kerumunan, publik lebih merupakan kelompok yang tidak merupakan
kesatuan. Interaksi terjadi secara tidak langsung melalui alat-alat komunikasi, seperti
pembicaraan pribadi yang berantai, desas-desus, surat kabar, televisi, film, dan sebagainya.
Alat penghubung semacam ini lebih memungkinkan suatu publik mempunyai pengikutpengikut yang lebih luas dan lebih besar. Akan tetapi, karena jumlahnya yang sangat besar,
tidak ada pusat perhatian yang tajam sehingga kesatuan juga tidak ada.

F.

Masyarakat Setempat (Community)

Masyarakat setempat adalah suatu masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah
(dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu. Faktor utama yang menjadi dasarnya
adalah interaksi yang lebih besar di antara anggota dibandingkan dengan interaksi penduduk
di luar batas wilayahnya.
Secara garis besar masyarakat setempat berfungsi sebagai ukuran untuk menggaris
bawahi kedekatan hubungan antara hubungan sosial dengan suatu wilayah geografis tertentu.
Akan tetapi, tempat tinggal tertentu saja belum cukup untuk membentuk suatu masyarakat
setempat. Hal ini masih dibutuhkan adanya perasaan komunitas (community sentiment).

Universitas Sumatera Utara

Beberapa unsur komunitas adalah:
1. Seperasaan
Unsur perasaan akibat seseorang berusaha untuk mengidentifikasikan dirinya dengan
sebanyak mungkin orang dalam kelompok tersebut. Akibatnya, mereka dapat menyebutnya
sebagai “kelompok kami” atau “perasaan kami”.
2. Sepenanggunan
Setiap individu sadar akan peranannya dalam kelompok dan keadaan masyarakat sendiri
memungkinkan peranannya dalam kelompok.
3. Saling memerlukan
Individu yang bergabung dalam masyarakat setempat merasakan dirinya tergantung pada
komunitas yang meliputi kebutuhan fisik maupun biologis.
Untuk mengklasifikasikan masyarakat setempat, dapat digunakan empat kriteria yang saling
berhubungan, yaitu:
a. Jumlah penduduk
b. Luas, kekayaan, dan kepadatan penduduk
c. Fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat
d. Organisasi masyarakat yang bersangkutan

2.3 Perilaku menyimpang

A. Pengertian Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma
dalam masyarakat. Sedangkan pelaku yang melakukan penyimpangan itu disebut devian
(deviant). Adapun perilaku yang sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dalam
masyarakat disebut konformitas.

Universitas Sumatera Utara

Ada beberapa definisi perilaku menyimpang menurut sosiologi, antara lain sebagai berikut:
Pengertian Perilaku menyimpang menurut para ahli
1. James Vender Zender Perilaku menyimpang adalah perilaku yang dianggap sebagai hal
tercela dan di luar batas-batas toleransi oleh sejumlah besar orang.
2. Bruce J Cohen Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil
menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam
masyarakat.
3. Robert M.Z. LawangPerilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari
norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka
yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku tersebut.

B. Ciri-ciri Perilaku Menyimpang
Menurut Paul B. Horton penyimpangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Penyimpangan harus dapat didefinisikan, artinya penilaian menyimpang tidaknya
suatu perilaku harus berdasar kriteria tertentu dan diketahui penyebabnya.
2. Penyimpangan bisa diterima bisa juga ditolak.
3. Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak, artinya perbedaannya ditentukan
oleh frekuensi dan kadar penyimpangan.
4. Penyimpangan terhadap budaya nyata ataukah budaya ideal, artinya budaya ideal
adalah segenap peraturan hukum yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat.
Antara budaya nyata dengan budaya ideal selalu terjadi kesenjangan.
5. Terdapat norma-norma penghindaran dalam penyimpangan. Norma penghindaran
adalah pola perbuatan yang dilakukan orang untuk memenuhi keinginan mereka,
tanpa harus menentang nilai-nilai tata kelakuan secara terbuka.

Universitas Sumatera Utara

6. Penyimpangan sosial bersifat adaptif, artinya perilaku menyimpang merupakan
salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial.

C. Sifat-sifat Penyimpangan
Penyimpangan sebenarnya tidak selalu berarti negatif, melainkan ada yang positif. Dengan
demikian, penyimpangan sosial dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu penyimpangan
positif dan penyimpangan negatif.
1. Penyimpangan positif
Penyimpangan positif merupakan penyimpangan yang terarah pada nilai-nilai sosial
yang didambakan, meskipun cara yang dilakukan menyimpang dari norma yang
berlaku. Contoh seorang ibu yang menjadi tukang ojek untuk menambah penghasilan
keluarga.
2. Penyimpangan negatif
Penyimpangan negatif merupakan tindakan yang dipandang rendah, melanggar nilainilai sosial, dicela dan pelakunya tidak dapat ditolerir masyarakat. Contoh
pembunuhan, pemerkosaan, pencurian dan sebagainya.

D. Jenis-jenis Perilaku Menyimpang
Menurut Lemert (1951) Penyimpangan dibagi menjadi dua bentuk yaitu
penyimpangan primer dan sekunder.
1. Penyimpangan Primer
Penyimpangan yang dilakukan seseorang akan tetapi si pelaku masih dapat diterima
masyarakat. Ciri penyimpangan ini bersifat temporer atau sementara, tidak dilakukan
secara berulang-ulang dan masih dapat ditolerir oleh masyarakat. Contohnya:
pengemudi yang sesekali melanggar lalu lintas.

Universitas Sumatera Utara

2. Penyimpangan Sekunder
Penyimpangan yang dilakukan secara terus menerus sehingga para pelakunya dikenal
sebagai orang yang berperilaku menyimpang. Misalnya orang yang mabuk terus
menerus. Contoh seorang yang sering melakukan pencurian, penodongan,
pemerkosaan dan sebagainya.
Sedangkan menurut pelakunya, penyimpangan dibedakan menjadi penyimpangan
individual dan penyimpangan kelompok.
1. Penyimpangan individual
Penyimpangan individual adalah penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang atau
individu tertentu terhadap norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Contoh:
seseorang yang sendirian melakukan pencurian.
2. Penyimpangan kelompok
Penyimpangan kelompok adalah penyimpangan yang dilakukan oleh sekelompok
orang terhadap norma-norma masyarakat. Contoh geng penjahat.

E. Sebab-sebab Terjadinya Perilaku Menyimpang
1. Penyimpangan sebagai akibat dari proses sosialisasi yang tidak sempurna
Karena ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan ke dalam
kepribadiannya, seorang individu tidak mampu membedakan perilaku yang pantas
dan yang tidak pantas. Ini terjadi karena seseorang menjalani proses sosialisasi
yang tidak sempurna dimana agen-agen sosialisasi tidak mampu menjalankan
peran dan fungsinya dengan baik.
Contohnya seseorang yang berasal dari keluarga broken home dan kedua orang
tuanya tidak dapat mendidik si anak secara sempurna sehinga ia tidak mengetahui
hak-hak dan kewajibanya sebagai anggota keluarga maupun sebagai anggota

Universitas Sumatera Utara

masyarakat. Perilaku yang terlihat dari anak tersebut misalnya tidak mengenal
disiplin, sopan santun, ketaatan dan lain-lain.
2. Penyimpangan karena hasil proses sosialisasi subkebudayaan menyimpang
Subkebudayaan adalah suatu kebudayaan khusus yang normanya bertentangan
dengan norma-norma budaya yang dominan. Unsur budaya menyimpang meliputi
perilaku dan nilai-nilai yang dimiliki oleh anggota-anggota kelompok yang
bertentangan dengan tata tertib masyarakat. Contoh kelompok menyimpang
diantaranya kelompok penjudi, pemakai narkoba, geng penjahat, dan lain-lain.
3. Penyimpangan sebagai hasil proses belajar yang menyimpang
Proses belajar ini melalui interaksi sosial dengan orang lain, khususnya dengan
orang-orang berperilaku menyimpang yang sudah berpengalaman. Penyimpangan
inipun dapat belajar dari proses belajar seseorang melalui media baik buku,
majalah, koran, televisi dan sebagainya.

F. Teori-Teori Penyimpangan
Penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat dapat dipelajari melalui berbagai teori,
diantaranya sebagai berikut.
1. Teori Labeling
Menurut Edwin M. Lemert, seseorang menjadi orang yang menyimpang
karena proses labelling berupa julukan, cap dan merk yang ditujukan oleh masyarakat
ataupun lingkungan sosialnya. Mula-mula seseorang akan melakukan penyimpangan
primer (primary deviation) yang mengakibatkan ia menganut gaya hidup
menyimpang (deviant life style) yang menghasilkan karir menyimpang (deviant
career).
2. Teori Hubungan Diferensiasi

Universitas Sumatera Utara

Menurut Edwin H. Sutherland, agar terjadi penyimpangan seseorang harus
mempelajari terlebih dahulu bagaimana caranya menjadi seorang yang menyimpang.
Pengajaran ini terjadi akibat interaksi sosial antara seseorang dengan orang lain yang
berperilaku menyimpang.
3. Teori Anomi Robert K Merton
Robert K. Merton menganggap anomi disebabkan adanya ketidakharmonisan
antara tujuan budaya dengan cara-cara yang diapakai untuk mencapai tujuan tersebut.
Menurut Merton terdapat lima cara pencapaian tujuan budaya, yaitu:
a. Konformitas
Konformitas adalah sikap yang menerima tujuan budaya yang konvensional
(biasa) dengan cara yang juga konvensional.
b. Inovasi
Inovasi adalah sikap seseorang menerima secara kritis cara-cara pencapaian tujuan
yang sesuai dengan nlai-nilai budaya sambil menempuh cara baru yang belum biasa
dilakukan.
c. Ritualisme
Ritualisme adalah sikap seseorang menerima cara-cara yang diperkenalkan
sebagai bagian dari bentuk upacara (ritus) tertentu, namun menolak tujuan-tujuan
kebudayaannya.
d. Retreatisme
Retreatisme adalah sikap seseorang menolak baik tujuan-tujuan maupaun caracara mencapai tujuan yang telah menajdi bagian kehidupan masyarakat ataupun
lingkungan sosialnya.
e. Pemberontakan

Universitas Sumatera Utara

Pemberontakan adalah sikap seseorang menolak sarana dan tujuan-tujuan yang
disahkan oleh budaya masyarakatnya dan menggantikan dengan cara baru.

G. Bentuk-bentuk Perilaku Menyimpang
1. Penyalahgunaan Narkoba
Merupakan bentuk penyelewengan terhadap nilai, norma sosial dan agama. Dampak
negatif yang ditimbulkan akan menyebabkan berkurangnya produktivitas seseorang
selama pemakaian bahan-bahan tersebut bahkan dapat menyebabkan kematian.
Menurut Graham Baliane, ada beberapa penyebab seseorang remaja memakai
narkoba, antara lain sebagai berikut:
1) Mencari dan menemukan arti hidup.
2) Mempermudah penyaluran dan perbuatan seksual.
3) Menunjukkan tindakan menentang otoritas orang tua, guru, dan norma-norma
sosial.
4) Membuktikan keberanianya dalam melakukan tindakan berbahaya seperti kebutkebutan dan berkelahi.
5) Melepaskan diri dari kesepian.
6) Sekedar iseng dan didorong rasa ingin tahu.
7) Mengikuti teman-teman untuk menunjukkan rasa solidaritas
8) Menghilangkan frustasi dan kegelisahan hidup.
9) Mengisi kekosongan, kesepian, dan kebosanan.
2. Penyimpangan seksual
Penyimpangan seksual adalah perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan. Penyebab
penyimpangan seksual antara lain adalah pengaruh film-film porno, buku dan majalah
porno. Contoh penyimpangan seksual antara lain sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

1) Perzinahan yaitu hubungan seksual di luar nikah.
2) Lesbian yaitu hubungan seksual yang dilakukan sesama wanita.
3) Homoseksual adalah hubungan seksual yang dilakukan sesama laki-laki.
4) Pedophilia adalah memuaskan kenginan seksual dengan menggunakan kontak
seksual dengan anak-anak.
5) Gerontophilia adalah memuaskan keinginan seksual dengan orang tua seperti kakek
dan nenek.
6) Kumpul kebo adalah hidup seperti suami istri tanpa nikah.
3. Alkoholisme
Alkohol disebut juga racun protoplasmik yang mempunyai efek depresan pada sistem
syaraf. Orang yang mengkonsumsinya akan kehilangan kemampuan mengendalikan
diri, baik secara fisik, psikologis, maupun sosial. Sehingga seringkali pemabuk
melakukan keonaran, perkelahian, hingga pembunuhan.
4. Kenakalan Remaja
Gejala kenakalan remaja tampak dalam masa pubertas (14 – 18 tahun), karena pada
masa ini jiwanya masih dalam keadan labil sehingga mudah terpengaruh oleh
lingkungan yang negatif. Penyebab kenakalan remaja antara lain sebagai berikut.
a. Lingkungan keluargayang tidak harmonis.
b. Situasi yang menjemukan dan membosankan.
c. Lingkungan masyarakat yang tidak menentu bagi prospek kehidupan masa
mendatang, seperti lingkungan kumuh dan penuh kejahatan.
Contoh perbuatan kenakalan seperti pengrusakan tempat/fasilitas umum, penggunaan
obat terlarang, pencurian, perkelahian atau tawuran dan lain sebagainya. Salah satu
bentuk tawuran tersebut adalah tawuran pelajar. Tawuran pelajar berbeda dengan

Universitas Sumatera Utara

perkelahian biasa. Tawuran pelajar dapat digolongkan sebagai patologi (penyakit)
karena sifatnya yang kompleks dengan penyebab dan akibat yang berbeda-beda.

2.4 Konflik Dan Kekerasan
A. Konflik
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain
dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh
perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut
diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan,
dan lain sebagainya. Dengan dibawa-sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial,
konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun
yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus
di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi
yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Teori Konflik Lewis A. Coser
Konflik dan Solidaritas
Lewis A. Coser menitikberatkan perhatiannya pada pendekatan fungsionalisme
struktural dan mengabaikan konflik pada awalnya. Menurut pendapatnya bahwa sebenarnya
struktur-struktur itu merupakan hasil kesepakatan, akan tetapi di sisi lain ia juga menyatakan
adanya proses-proses yang tidak merupakan kesepakatan, yaitu yang berupa konflik. Lewis
A. Coser ingin membangun suatu teori yang didasarkan pada pemikiran George Simmel.

Universitas Sumatera Utara

Menurut pendapatnya dinyatakan bahwa konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau
tuntutan-tuntutan yang berkenaan dengan status, kuasa dan sumber-sumber kekayaan yang
persediaannya tidak mencukupi. Konflik dapat terjadi antar-individu, antar-kelompok dan
antar-individu dengan kelompok. Baginya konflik dengan luar (out group) dapat
menyebabkan mantapnya batas-batas struktural, akan tetapi di lain pihak konflik dengan luar
(out group) akan dapat memperkuat integrasi dalam kelompok yang bersangkutan.
Konflik antara suatu kelompok dengan kelompok lain dapat menyebabkan solidaritas
anggota kelompok dan integrasi meningkat, dan berusaha agar anggota-anggota jangan
sampai pecah. Akan tetapi, tidaklah demikian halnya apabila suatu kelompok tidak lagi
merasa terancam oleh kelompok lain maka solidaritas kelompok akan mengendor, dan gejala
kemungkinan adanya perbedaan dalam kelompok akan tampak. Di sisi lain, apabila suatu
kelompok selalu mendapat ancaman dari kelompok lain maka dapat menyebabkan tumbuh
dan meningkatnya solidaritas anggota-anggota kelompok. Hal ini dapat kita lihat pada dua
atau lebih kelompok mahasiswa yang terlibat tawuran—dalam konteks ini tawuran
mahasiswa antar-fakultas—bahwa pada satu kelompok mahasiswa yang terlibat tawuran,
secara sadar ataupun tidak sadar, diantara mereka telah terjalin solidaritas yang semakin erat
dari sebelumnya dalam menghadapi ancaman dari kelompok mahasiswa lainnya yang
merupakan lawan mereka dalam tawuran tersebut. Hal demikian juga terjadi pada kelompok
mahasiswa yang kontra terhadap kelompok mahasiswa pertama tadi.
Menurut Lewis A. Coser dinyatakan bahwa konflik internal menguntungkan
kelompok secara positif. la menyadari bahwa dalam relasi-relasi sosial terkandung
antagonisme, ketegangan atau perasaan-perasaan negatif termasuk untuk relasi-relasi
kelompok dalam (in group) yang di dalamnya terkandung relasi-relasi intim yang lebih
bersifat parsial.

Universitas Sumatera Utara

Perlu diketahui bahwa semakin dekat hubungan akan semakin sulit rasa permusuhan
itu diungkapkan. Akan tetapi semakin lama perasaan ditekan maka akan semakin sulit untuk
mempertahankan hubungan itu sendiri. Mengapa demikian, karena dalam suatu hubungan
yang intim keseluruhan kepribadian sangat boleh jadi terlihat sehingga pada saat konflik
meledak, permusuhan yang terjadi mungkin akan sangat keras.
Konflik akan senantiasa ada sejauh masyarakat itu masih mempunyai dinamikanya.
Adapun yang menyebabkan timbulnya konflik, yaitu karena adanya perbedaan-perbedaan,
apakah itu perbedaan kemampuan, tujuan, kepentingan, paham, nilai, dan norma. Di samping
itu, konflik juga akan terjadi apabila para anggota kelompok dalam (in group) terdapat
perbedaan. Akan tetapi, tidak demikian halnya apabila para anggota kelompok dalam (in
group) mempunyai kesamaan-kesamaan.
Perbedaan-perbedaan antara para anggota kelompok dalam (in group) tersebut dapat
pula disebabkan oleh adanya perbedaan pengertian mengenai konflik karena konflik itu
bersifat negatif dan merusak integrasi. Akan tetapi, ada pula pengertian dari anggota
kelompok dalam (in group) bahwa karena adanya perbedaan-perbedaan kepentingan maka
konflik akan tetap ada. Perlu diketahui bahwa suatu kelompok yang sering terlibat dalam
suatu konflik terbuka, hal tersebut sesungguhnya memiliki solidaritas yang lebih besar jika
dibandingkan dengan kelompok yang tidak terlibat konflik sama sekali. Dalam topik yang
diusung penelitian ini jelas kita ketahui bahwa setiap kelompok mahasiswa yang terlibat
tawuran sangat solid dalam menghadapi kelompok mahasiswa lainnya, sehingga sering
muncul istilah “fanatisme fakultas”.
Pada umumnya, masyarakat memiliki sarana atau mekanisme untuk mengendalikan konflik di
dalam tubuhnya. Beberapa ahli menyebutnya sebagai katup penyelamat (safety valve) yaitu
suatu mekanisme khusus yang dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik. Lewis

Universitas Sumatera Utara

A. Coser melihat katup penyelamat itu sebagai jalan keluar yang dapat meredakan permusuhan
antara 2 pihak yang berlawanan.
Secara umum, ada 3 macam bentuk pengendalian konflik:


Konsiliasi, pengendalian konflik yang dilakukan dengan melalui lembaga-lembaga tertentu
yang memungkinkan diskusi dan pengambilan keputusan yang adil di antara pihak-pihak
bertikai.



Mediasi, pengendalian yang dilakukan apabila kedua pihak yang berkonflik sepakat
untuk menunjuk pihak ketiga sebagai mediator.



Arbitrasi, pengendalian yang dilakukan apabila kedua-belah pihak yang berkonflik
sepakat untuk menerima/terpaksa menerima hadirnya pihak ketiga yang akan memberikan
keputusan-keputusan tertentu untuk menyelesaikan konflik.
(http://www.scribd.com/doc/24472806/Sosiologi-Konflik-Kekerasan diakses pada 20
Desember 2011)

B. Kekerasan
Kaum muda jaman sekarang hidup di dalam masa globalisasi. Ada dua sifat menonjol
dalam masa ini, yaitu keterbukaan dan kebebasan. IPTEK yang berkembang dengan begitu
pesat membuat dunia yang tadinya tampak luas kini terasa sempit. Fenomena alam yang tadi
dianggap magis kini terkuak dan bisa dijelaskan secara logis. Arus informasi dari yang ideal
dan luhur hingga yang bejat dan porno dapat diakses oleh kaum muda dengan mudah.
Kebebasan juga cenderung berlebihan sekarang. Puluhan media masa lahir, dari yang
bermutu tinggi hingga yang hanya mengandalkan gambar wanita berpakaian minim. Jalan
dialog damai ditinggalkan, jalan pintas yaitu demonstrasi terjadi di mana-mana. Dalam masa
ini, batas-batas tertentu, kebebasan diperlukan, namun, ketika kebebasan diartikan sebagai
kebebasan tanpa batas, demokrasi menjadi anarkis, kedisiplinan diremehkan, nilai kebebasan

Universitas Sumatera Utara

jatuh. Di sisi lain, kaum muda ini belum memiliki pegangan moral yang kuat untuk
menyaring informasi dan mengolah kebebasan itu. Karenanya, berbagai informasi dan
pemenuhan kebutuhan yang negatif dengan mudah meracuni mereka.
Budaya kekerasan yang diexpose oleh berbagai media dengan mudah berakar dalam
diri mereka. Inilah titik tolak munculnya benih-benih budaya kekerasan yang akan mereka
wujudkan dalam tawuran, misalnya. Jika keseluruhan analisis di atas dirangkum, semuanya
mengarah pada jiwa-jiwa yang gelisah. Gelisah karena perubahan psikologis yang belum
pernah dialami sebelumnya; membingungkan sekaligus menegangkan. Gelisah karena
menyadari faktor-faktor sosiologis yang kini amat terasa dalam kehidupannya.
Tindak kekerasan tak pernah diinginkan oleh siapapun, apalagi di lembaga pendidikan
yang sepatutnya menyelesaikan masalah secara edukatif. Namun tak bisa ditampik, di
lembaga ini ternyata masih sering terjadi tindak kekerasan. Di Surabaya, seorang guru oleh
raga menghukum lari seorang siswa yang terlambat datang beberapa kali putaran. Tapi
karena fisiknya lemah, pelajar tersebut tewas. Dalam periode yang yang tidak berselang lama,
seorang guru SD Lubuk Gaung, Bengkalis, Riau, menghukum muridnya dengan lari keliling
lapangan dalam kondisi telanjang bulat. Dan contoh lainnya seperti seorang pembina
pramuka bertindak asusila terhadap siswinya saat acara kemping. Selain hal tersebut, banyak
lagi kasus kekerasan pendidikan masih mewarnai wajah pendidikan kita.Dalam melihat
fenomena ini, beberapa analisa bisa diajukan: pertama, kekerasan dalam pendidikan muncul
akibat adanya pelanggaran yang disertai dengan hukuman, terutama fisik. Jadi, ada pihak
yang melanggar dan pihak yang memberi sanksi. Bila sanksi melebihi batas atau tidak sesuai
dengan kondisi pelanggaran, maka terjadilah apa yang disebut dengan tindak kekerasan.
Tawuran antar pelajar atau mahasiswa merupakan contoh kekerasan ini.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kekerasan didefinisikan sebagai
perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera ataupun matinya orang lain,

Universitas Sumatera Utara

atau yang menyebabkan kerusakan fisik ataupun barang orang lain. Menurut N.J. Smelser,
ada 5 (lima) tahap kerusuhan massal. Kelima tahap itu berlangsung secara kronologis dan
tidak dapat terjadi 1 atau 2 tahap saja. Tahap-tahap tersebut adalah:
1. Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kerusuhan yang disebabkan oleh
struktur sosial tertentu.
2. Tekanan sosial, yaitu kondisi saat sejumlah besar anggota masyarakat merasa bahwa
banyak nilai dan norma yang sudah dilanggar. Tekanan ini tidak cukup menimbulkan
kerusuhan atau kekerasan, tetapi juga menjadi pendorong terjadinya kekerasan.
3. Berkembangnya suatu perasaan kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran
tertentu. Sasaran kebencian itu berkaitan dengan faktor pencetus, yaitu peristiwa yang
memicu terjadinya kekerasan.
4. Mobilisasi untuk beraksi, yaitu tindakan nyata berupa pengorganisasi diri untuk
bertindak. Tahap ini merupakan tahap akhir dari akumulasi yang memungkinkan
terjadinya kekerasan.
5. Kontrol sosial, yaitu tindakan pihak ketiga seperti misalnya aparat keamanan untuk
mengendalikan, menghambat dan mengakhiri kekerasan.
Berikut ini merupakan tiga teori tentang kekerasan yang telah dikenal secara luas.
1.) Teori Faktor Individual
Beberapa ahli berpendapat bahwa setiap perilaku kelompok,termasuk perilaku
kekerasan, selalu berawal dari perilaku individu. Faktor