Analisis Aplikasi Pestisida pada Tanaman Padi dan Residu Pestisida Golongan Organofosfat dalam beras di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Beras dan Peranannya di Dalam Kehidupan Manusia
Pangan, terutama beras mempunyai peranan yang sangat penting dalam

masyarakat Indonesia, beras yang diolah menjadi nasi merupakan makanan pokok
terpenting masyarakat dunia dan khususnya di Indonesia. Beras masih dianggap
sebagai komoditi yang paling pas untuk mencukupi kebutuhan zat gizi terutama
karbohidrat sebagai sumber energi utama. Untuk itulah pemerintah selalu
mengontrol ketersediaan dan keterjangkauan harga beras di pasar.
Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan
makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia.
Meskipun sebagai bahan makanan pokok padi dapat digantikan/disubtitusi oleh
bahan makanan lainnya, namun padi memiliki nilai tersendiri bagi orang yang
biasa makan nasi dan tidak dapat dengan mudah digantikan oleh bahan makanan
lain (Sugeng, 1998).
Beras merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan
penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya terkandung bahanbahan yang mudah diubah menjadi energi. Menurut Collin Clark Papanek, nilai
gizi yang diperlukan oleh setiap orang dewasa adalah 1821 kalori. Apabila

kebutuhan tersebut disetarakan dengan beras, maka setiap hari diperlukan beras
sebanyak 0,88 kg. Beras mengandung berbagai zat makanan yang diperlukan oleh
tubuh, antara lain karbohidrat, protein, lemak, serat kasar, abu dan vitamin.
Disamping itu, beras mengandung beberapa unsur mineral, antara lain kalsium,
magnesium, sodium, fosfor, dan lain sebagainya (AAK, 1990).

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1990) memperkirakan, beras
mempunyai kandungan karbohidrat sebesar 80,01% dan kandungan kalori sebesar
364 kal per 100 gr bahan. Karbohidrat menyediakan energi untuk fungsi tubuh
dan aktivitas dengan mensuplai kalori. Ini terjadi melalui perubahan karbohidrat
menjadi glukosa (gula darah). Karbohidrat disimpan di hati dan otot sebagai
glikogen. Tubuh merubah glikogen di hati menjadi glukosa untuk dilepaskan ke
aliran darah saat dibutuhkan sebagai energi.
2.2

Tanaman Padi
Padi merupakan bahan makanan pokok sehari-hari pada kebanyakan


penduduk di negara Indonesia. Padi dikenal sebagai sumber karbohidrat terutama
pada bagian endosperma, bagian lain dari padi umumnya dikenal dengan bahan
baku industri, antara lain : minyak dari bagian kulit luar beras (katul), sekam
sebagai bahan bakar atau bahan pembuat kertas dan pupuk. Padi memiliki nilai
tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak dapat digantikan oleh bahan
makanan yang lain. Oleh sebab itu, padi disebut juga makanan energi (AAK,
1990).
Padi adalah komoditas utama yang berperan sebagai pemenuh kebutuhan
pokok karbohidrat bagi penduduk. Komoditas padi memiliki peranan pokok
sebagai pemenuhan kebutuhan pangan utama yang setiap tahunnya meningkat
sebagai akibat pertambahan jumlah penduduk yang besar serta berkembangnya
industri pangan dan pakan (Yusuf, 2010).

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

2.2.1

Klasifikasi Tanaman Padi

Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumput-

rumputan dengan klasifikasi sebagai berikut.
Divisi

: Spermatophyta

Sub Divisi

: Angiospermae

Kelas

: Monotyledonae

Genus

: Oryza Linn

Famili


: Gramineae (poaceae)

Species : Ada 25 species, dua diantaranya ialah :
* Oryza sativa L
* Oryza glaberima Steund

Sedangkan subspecies Oryza sativa L, dua diantaranya ialah :
Indica (Padi Bulu)
Sinica (Padi Cere) (Sugeng, 1998).

2.2.2

Jenis Padi
Secara garis besar tanaman padi dibedakan dalam dua jenis, yaitu sebagai

berikut.
1. Padi Beras
Padi beras adalah tanaman padi yang dijadikan beras. Beras dapat di olah
menjadi nasi dan sebagai makanan pokok.


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

2. Padi Ketan
Padi ketan adalah tanaman padi yang setelah dijadikan beras tidak
digunakan sebagai makanan pokok, tetapi diolah menjadi bermacam-macam
makanan ringan, seperti jadah, jenang, tape ketan dan lain sebagainya.
Menurut cara bertanamnya, padi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu
sebagai berikut.
1. Padi Sawah
Padi

sawah adalah

tanaman padi

yang dalam pertumbuhannya

memerlukan air. Padi ini ditanam di tanah persawahan.

2. Padi Kering
Padi kering adalah tanaman padi yang dalam pertumbuhannya tidak
memerlukan genangan air (Sugeng, 1998).
2.2.3

Morfologi Tanaman Padi
Tanaman padi termasuk tanaman yang berumur pendek. Biasanya hanya

berumur kurang dari satu tahun dan berproduksi satu kali. Setelah tanaman padi
ini berbuah dan di panen, padi tida tumbuh seperti semula lagi, tetapi akan mati.
Menurut Ina (2007) dalam Mubaroq (2013), tanaman padi di kelompokkan
menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut :
2.2.3.1 Bagian Vegetatif
1. Akar
Akar adalah bagian dari tanaman yang berfungsi untuk menyerap air dan
zat makanan dari tanah, kemudian di angkut ke bagian atas tanaman. Akar
tanaman padi di bedakan menjadi :

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara


a) Akar tunggang, yaitu akar yang tumbuh pada saat benih berkecambah.
b) Akar serabut, yaitu akar yang tumbuh setelah padi berumur 5-6 hari dan
berbentuk akar tunggang yang akan menjadi akar serabut.
c) Akar rumput, yaitu akar yang keluar dari akar tunggang dan akar serabut.
2. Batang
Padi memiliki batang yang beruas-ruas. Panjang batang tergantung pada
jenisnya. Padi jenis unggul biasanya memiliki batang lebih pendek daripada jenis
lokal. Jenis padi yang tumbuh di tanah rawa dapat lebih panjang lagi yaitu antara
2-6 meter.
3. Anakan
Tanaman padi membentuk rumpun dengan anaknya. Anakan akan tumbuh
pada dasar batang. Pembentukan anakan terjadi secara bersusun, yaitu anakan
pertama, anakan kedua, anakan ketiga dan anakan seterusnya.
4. Daun
Tanaman yang termasuk jenis rumput-rumputan memiliki daun yang
berbeda-beda, baik dari segi bentuk maupun susunan atau bagian- bagiannya.
2.2.3.2 Bagian Generatif
1. Malai
Malai adalah sekumpulan bunga padi yang keluar dari buku paling atas.

Panjang malai tergantung pada varietas padi yang di tanam dan cara bercocok
tanam. Panjang malai dapat di bedakan menjadi tiga macam yaitu : malai pendek
kurang 20 cm, malai sedang antara 20- 30 cm, dan malai panjang lebih dari 30
cm.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

2. Buah Padi
Buah padi sering kita sebut gabah. Gabah adalah ovary yang telah
masak, bersatu dengan lemma dan palea . Gabah memiliki bagian-bagian
seperti embrio, endosperma dan bekatul.
2.2.4

Syarat Tumbuh Tanaman Padi
Menurut Ina (2007) yang dikutip oleh Mubaroq (2013), padi memerlukan

perlakuan khusus untuk dapat tumbuh serta beberapa dukungan alam, diantaranya
adalah sebagai berikut.
`


1. Iklim
Keadaan suatu iklim sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman,

termasuk padi. Tanaman padi sangat cocok tumbuh di iklim yang berhawa panas.
2. Curah Hujan
Tanaman padi membutuhkan curah hujan yang baik. Curah hujan yang
baik akan memberikan dampak yang baik dalam pengairan, sehingga genangan air
yang diperlukan tanaman padi di sawah dapat tercukupi.
3. Temperatur
Suhu memiliki peranan penting dalam pertumbuhan padi. Tanaman padi
dapat tumbuh baik pada suhu 230 C ke atas.
4. Tinggi Tempat
Hubungan antara tinggi tempat dengan pertumbuhan tanaman padi yang
baik adalah sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

a. Daerah antara 0-650 meter dengan suhu 20,50C- 22,50C

b. Daerah antara 650-1.500 meter dengan suhu 22,50C
5. Sinar Matahari
Sinar matahari adalah sumber kehidupan. Semua makhluk hidup
membutuhkan sinar matahari, termasuk padi. Sinar matahari diperlukan padi
untuk melangsungkan proses fotosintesis, terutama proses penggembungan dan
pematangan buah padi.
6. Angin
Angin memiliki peran yang cukup penting terhadap pertumbuhan padi.
Angin dapat membantu tanaman padi dalam melakukan proses penyerbukan dan
pembuahan tetapi angin juga memiliki peran negatif terhadap perkembangan padi.
Angin yang kencang dapat mengakibatkan buah menjadi hampa dan tanaman padi
menjadi roboh.
7. Musim
Pertumbuhan tanaman padi sangat dipengaruhi oleh musim. Penanaman
padi pada musim kemarau dan musim hujan memiliki dampak yang cukup besar
terhadap kuantitas dan kualitas padi. Penanaman padi pada musim kemarau akan
lebih baik dibandingkan pada musim hujan, asalkan pengairannya baik. Proses
penyerbukan dan pembuahan padi pada musim kemarau tidak akan terganggu
oleh hujan sehingga padi yang dihasilkan menjadi lebih banyak. Akan tetapi,
apabila padi di tanam pada musim hujan, proses penuerbukan dan pembuahan

padi akan terganggu akibatnya biji padi menjadi kosong.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

2.2.4

Jenis-Jenis Varietas Beras
Ada beberapa jenis varietas beras yang cukup sering kita jumpai di pasar

ataupun di lahan pertanian yang sedang di tanam oleh petani, diantara beberapa
jenis varietas beras tersebut adalah:
1. Beras IR 64
Beras IR 64 adalah jenis beras yang berasal dari varietas padi yang
memiliki umur 115-120 hari, tinggi tanaman 90-100 cm, mutu beras baik, tahan
hama wereng coklat biotipe 1 dan 2.
2. Beras santana
Beras santana adalah beras yang berasal dari varietas padi yang
mempunyai umur 115-125 hari, tahan terhadap hama dan penyakit WCK biotipe
1,2 dan mempunyai rasa nasi yang enak.
3. Beras IR 66
Beras IR 66 adalah beras yang berasal dari varietas padi yang mempunyai
umur 110-120 hari tahan terhadap hama dan penyakit WCK biotipe 1,2,3, tungro,
dan HDB .
4. Beras Ciherang
Beras Ciherang ialah beras yang berasal dari varietas padi yang memiliki
umur 116-125 hari, tahan terhadap hama dan penyakit WCK biotipe 2,3 dan
HDB.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

5. Beras Mekongga
Beras Mekongga adalah beras yang berasal dari varietas padi sawah yang
memiliki umur tanaman 116-125 hari, tahan terhadap wereng coklat biotipe 2, 3
dan HDB (Hawar Daun Bakteri ) (Departemen Pertanian, 1984).
2.3

Pestisida

2.3.1 Sejarah Pestisida

Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun
yang lalu (2.500 SM) yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau
di Sumeria. Sedangkan penggunaan bahan kimia beracun seperti arsenik, merkuri
dan serbuk timah diketahui mulai digunakan untuk memberantas serangga pada
abad ke-15. Kemudian pada abad ke-17 nikotin sulfat yang diekstrak dari
tembakau mulai digunakan sebagai insektisida. Pada abad ke-19 diintroduksi dua
jenis pestisida alami yaitu piretrum yang diekstrak dari chrysanthemum dan
rotenon yang diekstrak dari akar tuba Derris eliptica (Sastroutomo, 1993).

Pada tahun 1874, Othmar Zeidler adalah orang yang pertama kali
mensintesis DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai
insektisida lalu ditemukan oleh ahli kimia Swiss, Paul Hermann Muller pada
tahun 1939 yang dengan penemuannya ini dia dianugrahi hadiah nobel dalam
bidang Physiology atau Medicine pada tahun 1948. Pada tahun 1940-an mulai
dilakukan produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan secara
luas (Weir, 1998).
Beberapa literatur menyebutkan bahwa tahun 1940an dan 1950an sebagai
aloera pestisida. Penggunaan pestisida terus meningkat lebih dari 50 kali lipat

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

semenjak tahun 1950, dan sekarang sekitar 2,5 juta ton pestisida ini digunakan
setiap tahunnya. Dari seluruh pestisida yang diproduksi di seluruh dunia saat ini,
75% digunakan di negara-negara berkembang (Sudarmo, 1987).
Pestisida di Indonesia yang paling banyak digunakan sejak tahun 1950an
sampai akhir tahun 1960-an adalah pestisida dari golongan hidrokarbon berklor
seperti DDT, endrin, aldrin, dieldrin, heptaklor dan gamma BHC. Penggunaan
pestisida-pestisida fosfat organik seperti paration, OMPA, TEPP pada masa
lampau tidak perlu dikhawatirkan karena walaupun bahan-bahan ini sangat
beracun (racun akut), akan tetapi pestisida-pestisida tersebut sangat mudah terurai
dan tidak mempunyai efek residu yang menahun (Sastroutomo, 1993).
2.3.2

Pengertian Pestisida
Pestisida (Inggris:pesticide) secara harafiah berarti pembunuh hama (pest:

hama; cide: membunuh). Menurut Peraturan Pemerintah No. 7/1973 , pestisida
adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang
dipergunakan untuk :
1. Mengendalikan atau mencegah hama atau penyakit yang merusak tanaman,
bagian tanaman, atau hasil-hasil pertanian.
2. Mengendalikan rerumputan.
3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan.
4. Mengendalikan atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau
ternak.
5. Mengendalikan hama-hama air.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

6. Mengendalikan atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi, dengan
penggunaan pada tanaman, tanah, air (Sudarmo, 1993).
Menurut Permenkes RI, No.258/Menkes/Per/III/1993, Pestisida adalah
semua zat kimia/bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk
membrantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman,
bagian-bagian

tanaman

atau

hasil

pertanian,

memberantas

gulma,

mengatur/merangsang pertumbuhan tanaman tidak termasuk pupuk, mematikan
dan mencegah hama-hama liar pada hewan hewan piaraan dan ternak,
mencegah/memberantas

hama-hama

air, memberantas/mencegah

binatang-

binatang dan jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat angkutan,
memberantas dan mencegah binatang-binatang termasuk serangga yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan
penggunaan pada tanaman, tanah dan air.
2.3.3 Klasifikasi Pestisida
Menurut Sudarmo (1993), pestisida dapat di klasifikasikan kedalam
beberapa golongan dan diantara beberapa pengklasifikasian tersebut dirinci
berdasarkan bentuk formulasinya, sifat penetrasinya, bahan aktifnya, serta cara
kerjanya.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

2.3.3.1 Berdasarkan bentuk formulasi
Pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk formulasinya, yaitu
sebagai berikut.
a. Butiran (Granule)
Berbentuk butiran yang cara penggunaanya dapat langsung disebarkan
dengan tangan tanpa dilarutkan terlebih dahulu.
b. Tepung (Dust)
Merupakan tepung sangat halus dengan kandungan bahan aktif 1-2% yang
penggunaanya dengan alat penghembus (duster ). Contoh : Daffat.
c. Bubuk yang dapat dilarutkan (Wettable Powder =WP)
Berbentuk tepung yang dapat dilarutkan dalam air yang penggunaanya
disemprotkan dengan alat penyemprot atau untuk merendam benih. Contoh,
Mipcin 50 WP.
d. Cairan yang dapat dilarutkan
Berbentuk cairan yang bahan aktifnya mengandung bahan pengemulsi
yang dapat digunakan setelah dilarutkan dalam air. Larutannya berwarna putih
susu yang cara penggunaanya disemprotkan dengan alat penyemprot.
e. Cairan yang dapat diemulsikan
Berbentuk cairan pekat yang bahan aktifnya mengandung bahan
pengemulsi yang dapat digunakan setelah dilarutkan dalam air. Cara
penggunaanya disemprotkan dengan alat penyemprot atau di injeksikan pada
bagian tanaman atau tanah. Contoh : Sherpa 5 EC.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

f. Volume Ultra Rendah
Berbentuk cairan pekat yang dapat langsung disemprotkan tanpa
dilarutkan kembali. Pestisida ini biasanya disemprotkan dengan pesawat terbang
dengan penyemprot khusus yang disebut Micron Ultra Sprayer. Contoh :
Diazinon 90 ULV.
2.3.3.2 Berdasarkan sifat penetrasinya
Pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat penetrasinya, yaitu
sebagai berikut.
a. Penetrasi pada permukaan
Pestisida ini hanya ada pada permukaan tanaman.
b. Penetrasi dalam
Apabila disemprotkan kedalam permukaan daun, pestisida dapat
menembus/meresap ke seluruh jaringan tanaman yang tidak disemprotkan.
c. Sistemik
Pestisida ini mudah diserap melalui daun, batang akar, dan bagian lain dari
tanaman. Pestisida sisitemik efektif untuk membasmi bermacam-macam hama
pengerek dan pengisap (Departemen Pertanian, 1998).
2.3.3.3 Berdasarkan bahan aktifnya
Berdasarkan asal bahan yang digunakan untuk membuat pestisida, maka
pestisida dapat dibedakan ke dalam empat golongan yaitu :
a. Pestisida Sintetik, yaitu pestisida yang diperoleh dari hasil sintesa kimia,
contohnya organoklorin, organofosfat, dan karbamat.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

b. Pestisida Nabati, yaitu pestisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan,
contohnya neem oil yang berasal dari pohon mimba
c. Pestisida Biologi, yaitu pestisida yang berasal dari jasad renik atau mikrobia
yaitu jamur, bakteri atau virus.
d. Pestisida Alami, yaitu pestisida yang berasal dari bahan alami, contohnya
bubur bordeaux (Sitompul, 1987).
2.3.3.4 Berdasarkan cara kerjanya
Berdasarkan cara kerjanya, pestisida dapat dibedakan kedalam beberapa
golongan yaitu:
a. Pestisida Kontak
Pestisida kontak yaitu pestisida yang dapat membunuh OPT (organisme
pengganggu tanaman) bila OPT tersebut terkena pestisida secara kontak langsung
atau bersinggungan dengan residu yang terdapat di permukaan tanaman. Contoh :
Mipcin 50 WP.
b. Pestisida Sistemik
Pestisida sistemik yaitu pestisida yang dapat ditranslokasikan ke seluruh
bagian tanaman. OPT akan mati setelah menghisap/memakan tanaman, atau dapat
membunuh gulma sampai ke akarnya.
c. Pestisida Lambung
Pestisida lambung yaitu pestisida yang mempunyai daya bunuh setelah
jasad sasaran makanan pestisida. Contoh : Diazinon 60 EC.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

d. Pestisida pernapasan
Dapat membunuh hama yang menghisap gas yang berasal dari pestisida
(Sudarmo, 1993).
2.3.3.5 Berdasarkan organisme sasaran
Menurut Wudianto (1999), dari banyaknya jenis jasad penggangu yang
bisa mengakibatkan fatalnya hasil petanian, pestisida dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa macam sesuai dengan sasaran yang akan dikendalikan, yaitu :
a. Insektisida
Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
bisa mematikan semua jenis serangga.
b. Fungisida
Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan
bisa digunakan untuk memberantas dan mencengah fungi/cendawan. Selain untuk
mengendalikan serangan cendawan di areal pertanaman, fungisida juga banyak
diterapkan pada buah dan sayur pascapanen.
c. Bakterisida
Bakterisida adalah senyawa yang mengandung bahan aktif beracun yang
bisa membunuh bakteri. Bakterisida biasanya sistemik karena melakukan
perusakan dalam tubuh inang.
d. Nematisida
Nematisida adalah racun yang dapat mengendalikan nematoda.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

e. Akarisida
Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang
mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau,
caplak dan laba-laba.
f. Rodentisida
Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.
g. Moluskida
Moluskida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput
telanjang, siput setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang banyak
terdapat di tambak.
h. Herbisida
Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk
membunuh tumbuhan penggangu yang disebut gulma.
i. Pestisida lain
Selain beberapa jenis pestisida di atas masih banyak jenis pestisida lain.
Namun karena kegunaanya jarang maka produsen pestisida belum banyak yang
menjual, sehingga di pasaran bisa dikatakan sulit ditemukan. Pestisida tersebut
adalah sebagai berikut :
− Pisisida, adalah bahan senyawa kimia beracun untuk mengendalikan ikan
mujair yang menjadi hama di dalam tambak dan kolam.
− Algisida, merupakan pestisida pembunuh ganggang.
− Avisida, pestisida pembunuh burung.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

− Larvisida, pestisida pembunuh ulat.
− Pedukulisida, pestisida pembunuh kutu.
− Silvisida, pestisida pembunuh pohon hutan.
− Ovisida, pestisida perusak telur.
− Termisida, pestisida pembunuh rayap.
j. Pestisida berperan ganda
Pestisida ini merupakan pestisida yang memiliki fungsi ganda untuk
membasmi 2 atau 3 golongan organisme pengganggu tanaman.
Pestisida di Indonesia adalah sebagai berikut insektisida 55,42%, herbisida
12,25%, fungisida 12,05%, repelen 3,61%,

zat

pengatur pertumbuhan

3,21%,nematisida 0,44%, dan 0,40% ajuvan serta lain-lain berjumlah 1,41%. Dari
gambaran ini insektisida merupakan jenis pestisida yang paling banyak digunakan
(Soemirat, 2003).
2.3.4

Residu Pestisida
Residu Pestisida adalah sisa racun yang tertinggal di dalam materi,

misalnya makanan, air, tanah dan tanaman. Residu pestisida ini kasat mata dan
tidak dapat dideteksi melalui rasa, bau dan warna. Keberadaan residu pestisida
pada tanaman dapat diakibatkan berbagai cara, yaitu :
a. Dari pestisida yang disemprotkan ke tanaman.
Pestisida yang disemprotkan akan jatuh pada tanaman. Pestisida akan
melekat dan menyebar menutup permukaan tanaman. Bagi pestisida yang tidak
sistemik, sebagian kecil akan masuk melalui mulut daun, bulir buah dan terserap

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

dalam tubuh tanaman. Pestisida dapat berpengaruh fitotoksik terhadap tanaman
dan di dalam jaringan tanaman pestisida dapat diubah.
b. Dari kontaminasi pestisida
Pestisida yang disemprotkan segera bercampur dengan udara dan langsung
terkena sinar matahari. Pestisida dapat mengalami fotodekomposisi di udara.
Dalam udara, pestisida mengalami perkolasi atau ikut terbang menurut aliran
angin. Semakin halus butiran larutan semakin besar kemungkinan pestisida ikut
perkolasi dan makin jauh ikut diterbangkan arus angin.
c. Pembudidayaan tanaman pada tanah yang mengandung pestisida.
Tingginya kadar residu pestisida pada lahan pertanian akan meninggalkan
residu pestisida ke dalam tubuh tanaman (Sudarmo, 1993).
Residu pestisida masuk ke dalam tubuh manusia sebagian besar melalui
rantai makanan dan akan tertimbun dalam jaringan lemak termasuk susu. Residu
pestisida yang terdapat dalam rantai makanan memberikan dampak negatif
terhadap manusia. Residu pestisida dapat menyebabkan keracunan bahkan
kematian sehingga masalah residu pestisida di masa yang akan datang akan
semakin rawan karena residu pestisida ini bersifat global (Lucy, 1995).
Racun yang terdapat dalam makanan sebagai akibat sampingan dari
penerapan teknologi pertanian, peternakan dan pengawetan makanan. Peneliti di
Indonesia menemukan residu pestisida pada plankton sebesar 0,04 ppm, pada ikan
1,28 ppm, pada tanaman air sebesar 0,08 ppm, pada kerang 0,42 ppm, dan pada
bebek 3,5 ppm (Suyono, 2013).

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

2.3.5

Pendaftaran dan Perizinan Pestisida
Pestisida sebelum beredar, terlebih dahulu harus didaftar dan dimintakan

izin yang berwenang oleh Departemen Pertanian. Hal tersebut dilaksanakan
supaya penggunaannya tidak menimbulkan dampak bagi lingkungan. Pestisida
yang sangat berbahaya, tidak diperkenankan digunakan oleh pemakai umum..
Tiap pestisida harus diberi label dalam bahasa Indonesia yang berisi keteranganketerangan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam
pendaftaran dan izin masing-masing pestisida.
Permohonan pendaftaran pestisida wajib menyediakan data teknis dan
keterangan selengkap-lengkapnya mengenai formulasi pestisida yang didaftarkan
sehingga Komisi Pestisida dapat mempelajari dan menilai dengan sebaik-baiknya
aspek keamanan dan efikasi formulasi pestisida tersebut. Dalam pendaftaran
pestisida, izin suatu formulasi dapat diberikan oleh Menteri Pertanian sebagai izin
percobaan atau izin sementara yang masing-masing berlaku untuk satu tahun atau
izin tetap yang berlaku lima tahun. Izin dapat diperpanjang setelah masa
berlakunya habis (Sudarmo, 1993).
2.3.6 Dinamika Pestisida di Lingkungan
Pestisida sebagai salah satu agen pencemar ke dalam lingkungan baik
melalui udara, air maupun tanah dapat berakibat langsung terhadap komunitas
hewan, tumbuhan terlebih manusia. Pestisida masuk ke dalam tanah berjalan
melalui pola biotransformasi dan bioakumulasi oleh tanaman, proses reabsorbsi
oleh akar serta masuk langsung pestisida melalui infiltrasi aliran tanah. Gejala ini
akan mempengaruhi kandungan bahan pada sistem air tanah hingga proses

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

pencucian zat pada tahap penguraian baik secara biologis maupun kimiawi di
dalam tanah. Proses pencucian bahan-bahan kimia tersebut akan mempengaruhi
kualitas air tanah baik setempat maupun secara regional dengan berkelanjutan.
Apabila proses pemurnian unsur-unsur residu pestisida berjalan dengan baik dan
tervalidasi hingga aman pada wadah-wadah penampungan air tanah, misal sumber
mata air, sumur resapan dan sumur gali untuk kemudian dikonsumsi oleh
penduduk, maka fenomena pestisida ke dalam lingkungan bisa dikatakan aman
(Sastroutomo, 1993).
Penurunan kualitas air tanah serta kemungkinan terjangkitnya penyakit
akibat pencemaran air merupakan implikasi langsung dari masuknya pestisida ke
dalam lingkungan. Pada tingkat tertentu, bahan pencemar tersebut mampu
terakumulasi hingga dekomposit pestisida di udara terjadi melalui proses
penguapan oleh foto-dekomposisi sinar matahari terhadap badan air dan
tumbuhan. Selain pada itu masuknya pestisida diudara disebabkan oleh driff yaitu
proses penyebaran pestisida ke udara melalui penyemprotan oleh petani yang
terbawa angin. Gangguan pestisida oleh residunya terhadap tanah biasanya terlihat
pada tingkat kejenuhan karena tingginya kandungan pestisida persatuan volume
tanah. Unsur-unsur hara alami pada tanah makin terdesak dan sulit melakukan
regenerasi hingga mengakibatkan tanah masam dan tidak produktif (Frank, 1995).
2.4

Teknik Aplikasi Pestisida
Teknik aplikasi atau teknik penggunaan pestisida pertanian mempelajari

cara pengaplikasian pestisida pertanian agar mendapatkan hasil yang optimal
dengan resiko sekecil-kecilnya. Teknik aplikasi memegang peranan yang sangat

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

penting dalam upaya pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman)
secara kimiawi karena teknik aplikasi merupakan “jembatan penghubung” antara
produk perlindungan tanaman ( pestisida pertanian ) dan OPT sasarannya.
Pestisida merupakan sarana produksi pertanian yang mahal dan merusak
lingkungan. Oleh karena itu, penggunaannya harus secara rasional dengan
mempertimbangkan sifat fisik pestisida, biologi, ekologi zat pengganggu, serta
musuh alami.
Penggunaan pestisida yang tidak tepat tentu dapat menimbulkan hal-hal
yang tidak diinginkan, seperti organisme pengganggu tidak akan mati karena
salah jenis pestisida yang digunakan. Keberhasilan penggunaan pestisida sangat
ditentukan oleh aplikasi yang tepat, untuk menjamin pestisida tersebut mencapai
jasad sasaran yang dimaksud, selain juga oleh faktor jenis dosis, dan saat aplikasi
yang tepat. Dengan kata lain tidak ada pestisida yang dapat berfungsi dengan baik
kecuali bila diaplikasikan dengan tepat (Wudianto, 1999).
2.4.1

Cara Pemakaian Pestisida
Menurut Djojosumarto (2009), cara pengaplikasian pestisida yang sering

dilakukan oleh petani adalah sebagai berikut.
1. Penyemprotan (Spraying) : merupakan metode yang paling banyak digunakan.
Biasanya digunakan 100-200 liter eceran insektisida per ha. Paling banyak
adalah 1000 liter per ha sedangkan yang paling kecil 1 liter per ha seperti
dalam ULV. Menurut TTG Budidaya Pertanian (2000), penyemprotan pestisida
pada padi dilakukan 1-2 minggu sekali tergantung dari intensitas serangan
hama.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

2. Pengasapan (Fogging) : Penyemprotan pestisida dengan volume ultra rendah
dengan menggunakan ukuran droplet yang sangat halus merupakan campuran
pestisida dan solvent dipanaskan sehingga menjadi semacam kabut asap (fog) .
3. Dusting : Aplikasi produk pestisida yang diformulasikan sebagai tepung
hembus dengan menggunakan alat penghembus (duster ).
4. Penaburan pestisida butiran

: Cara khas untuk mengaplikasikan pestisida

berbentuk butiran (granule). Penaburan dapat dilakukan dengan tangan atau
dengan mesin penabur.
5. Perawatan Benih (Seed Treatment) : cara aplikasi pestisida untuk melindungi
benih sebelum benih ditanam agar kecambah dan tanaman muda tidak diserang
oleh hama atau penyakit.
6. Injeksi (injection) : Penggunaan pestisida dengan cara dimasukkan kedalam
batang tanaman, baik dengan alat khusus (injektor atau infus) maupun dengan
membor batang tanaman tersebut.
7. Dipping (Pencelupan) : penggunaan pestisida untuk melindungi bahan tanaman
(bibit,cangkok,stek) agar terhindar dari penyakit dan hama tanaman.Dilakukan
dengan mencelupkan bibit,cangkok atau stek kedalam larutan pestisida.
8. Fumigasi : penguapan, misalnya untuk melindungi hasil panen yang
dimasukkan kedalam gudang.
9. Pengumpanan : diterapkan untuk pengendalian tikus, ulat tanah, siput dan
bekicot.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

2.4.2 Dosis Pestisida
Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang digunakan
untuk mengendalikan hama tiap satuan luas tertentu atau tiap tanaman yang
dilakukan dalam satu aplikasi atau lebih. Sementara dosis bahan aktif adalah
jumlah bahan aktif pestisida yang dibutuhkan untuk keperluan satuan luas atau
satuan volume larutan. Besarnya suatu dosis pestisida tergantung dalam label
pestisida. Sebagai contoh dosis insektisida Diazinon 60 EC adalah satu liter per ha
untuk sekali aplikasi, atau misal 400 liter larutan jadi Diazinon 60 EC per ha
untuk satu kali aplikasi sedangkan untuk dosis bahan aktif contohnya Sumibas 75
SP dengan dosis 0,75 kg/ha (Djojosumarto, 2008).
Contoh perhitungan dosis pestisida dalam pengendalian serangga hama
diperlukan dosis bahan aktif 0,12 kg/ha dari insektisida Diazinon 60 EC dalam
900 liter larutan jadi. Dengan melihat angka dibelakang nama dagang insektisida
tersebut dapat diketahui bahwa satu liter Diazinon 60 EC berarti bahan aktifnya
0,6 kg/ha.
Dosis pestisida untuk sekali aplikasi adalah
2.4.3

= 2 kg/ha Diazinon 60 EC.

Konsentrasi Pestisida
Konsentrasi pestisida adalah jumlah pestisida yang disemprotkan dalam

satu liter air (atau bahan pengencer lainnya) untuk mengendalikan organisme
pengganggu tanaman (OPT) tertentu. Ada tiga macam konsentrasi yang perlu
diperhatikan dalam hal penggunaan pestisida,yaitu :
a. Konsentrasi bahan aktif yaitu persentase bahan aktif pestisida dalam larutan
yang sudah dicampur dengan air.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

b. Konsentrasi formulasi yaitu banyaknya pestisida dalam cc atau gram setiap
liter air.
c. Konsentrasi larutan atau konsentrasi pestisida yaitu persentase kandungan
pestisida dalam suatu larutan jadi (Djojosumarto, 2009).
2.4.4

Aplikasi Pestisida sebelum Panen
Pada saat akan panen, tidak perlu dilakukan penyemprotan pestisida karena

penyemprotan tersebut sudah tidak ada pengaruhnya terhadap peningkatan hasil
produksi

sehingga

secara

ekonomis

akan

membuang

biaya

dan

tenaga.

Pengaplikasian pestisida sebelum panen juga akan meninggalkan residu pestisida
pada tanaman sehingga akan membahayakan manusia. Efek negatif lain adalah
dikhawatirkan pestisida tersebut akan membunuh serangga bermanfaat yang berperan
sebagai musuh alami yaitu serangga parasitoid dan predator (Suprayono dan Setyono,
1997).
Wudianto (1999) menyatakan bahwa penyemprotan pestisida sebaiknya
dilakukan kurang dari 2 minggu sebelum panen dengan maksud agar pestisida sudah
terurai saat di panen.

2.5

Insektisida

2.5.1

Pengertian Insektisida
Kata insektisida secara harafiah berarti pembunuh serangga yang berasal

dari kata insekta = serangga dan kata lain cida yang berarti pembunuh. Insektisida
adalah alat yang ampuh yang tersedia untuk penggolongan hama, apabila hama
sudah mendekati atau melewati kerusakan ekonomi maka insektida adalah salah
satu pengendali yang dapat diandalkan untuk menghadapi keadaan darurat itu
(Wudianto, 1999).

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

2.5.2

Penggolongan Insektisida berdasarkan Susunan Kimia
Menurut Sudarmo (1993), ada banyak penggolongan/jenis-jenis pestisida

yang beredar di pasaran dan senantiasa digunakan baik yang ditujukan pada
hewan, tumbuhan maupun jasad renik. untuk mengendalikan jenis serangga
maupun hewan yang berpotensi sebagai organisme pengganggu tanaman adalah
insektisida. Penggolongan insektisida berdasarkan susunan kimia dapat dibedakan
menjadi insektisida inorganik, insektisida organik, dan insektisida organik
sintetik.
a. Insektida inorganik adalah senyawa insektisida yang tidak mengadung unsur
karbon, contoh : arsenikum, merkurium, boron, tembaga, sulfur, asam borat,
kalsium sianida, arsenar timbal dan lain-lain.
b. Insektisida organik adalah senyawa insektisida yang mengandung unsur
karbon, insektisida organik alamiah ini merupakan insektisida yang terbuat dari
tanaman (botani) dan bahan alami lainnya, yang terdiri dari :
1. Asal tanaman, contoh : nikotin (ekstrak tembakau), piretrum (bunga
serunai/chrysant), dan ryania biasa mudah terurai oleh sinar matahari.
2. Asal mikroba, bahan dasarnya adalah mikrobiologis, contoh : thuricide HP
(senyawa yang mengandung bakteri basillus thuringiensis).
c. Insektisida organik sintetik
Insektisida yang termasuk golongan organik sintetik adalah sebagai
berikut.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

1. Organoklorin
Organoklorin merupakan insektisida yang sedikit digunakan di negara
berkembang karena mereka memperhatikan secara kimia bahwa insektisida
organoklorin adalah senyawa yang tidak reaktif, memiliki sifat yang sangat tahan
atau persisiten, baik dalam tubuh maupun dalam lingkungan memiliki kelarutan
sangat tinggi dalam lemak dan memiliki kemampuan terdegradasi yang lambat.
Contoh DDT, aldrin, dieldrin, BHC, endrin, lindane, heptaklor, toksofin,
pentaklorofenol dan beberapa lainnya.
2. Organofosfat
Organofosfat ditemukan pada tahun 1945. struktur kimia dan cara kerjanya
berhubungan erat dengan syaraf. organofosfat dapat menurunkan populasi
serangga dengan cepat, persistensinya

di

lingkungan sedang sehingga

organofosfat secara bertahap dapat menggantikan organoklorin. Sampai saat ini,
organofosfat masih merupakan insektisida yang paling banyak digunakan di
seluruh dunia. Contoh : malation, monokrotofos, asefat, diazinon, paration,
fosfamidon, bromofos, diazinon, dimetoat, diklorfos, fenitrotion, fention, dan
puluhan lainnya.
3. Karbamat
Karbamat dikenalkan pada 1951 oleh Geology Cemical Company di
Switzerland dan dipasarkan pada tahun 1965. Insektisida tersebut cepat terurai
dan hilang daya racunnya dari jaringan sehingga tidak terakumulasi dalam
jaringan lemak dan susu seperti organoklorin. Umumnya digunakan dalam rumah
untuk penyemprotan nyamuk, kecoa, lalat, dan lain-lain. Contoh: karbaril,

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

metiokarb, propoksur, aldikarb, metomil, oksamil, oksi karboksin, metil karbamat,
dimetil karbamat seperti bendiokarb, karbofuran, dimetilon, dioksikarb, dan
oksikarboksin.
4. Piretroid
Piretroid digunakan sejak tahun 1970-an. Keunggulannya karena memiliki
pengaruh ”knock down” atau menjatuhkan serangga dengan cepat, tingkat
toksisitas rendah bagi manusia, tetapi cepat perkembangan hama baru yang tahan
terhadap insektisida piretroid. Contoh : alletrin, bioalletrin, sipermetrin, permetrin,
dekametrin dan lain-lain
5. Fumigan
Contoh dari insektisida fumigan adalah metil bromida, etilen dibromida,
karbon disulfida, fosfin dan naftalin.
6. Minyak mineral
Minyak mineral adalah minyak parafin yang dihaluskan dan dibuat emulsi
yang diaplikasikan secara ringan pada tanaman untuk mengendalikan tungau dan
kutu-kutu tanaman. Contohnya adalah dinitrokresol (Sastroutomo, 1993).
2.5.3

Penggolongan Insektisida berdasarkan Cara Kerja Insektisida
Menurut Djojosumarto (2009), Cara kerja atau gerakan insektisida pada

tanaman setelah diaplikasikan, insektisida dibedakan menjadi tiga macam sebagai
berikut.
1. Insektisida Sistemik
Insektisida sistemik diserap oleh organ-organ tanaman baik lewat akar,
batang, dan daun. Selanjutnya, insektisida sistemik tersebut mengikuti gerakan

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

cairan tanaman dan ditransportasikan ke bagian-bagian tanaman lainnya, baik
keatas (akropetal) atau ke bawah (basipetal), termasuk ke tunas yang baru tumbuh.
Contoh insektisida sistemik adalah furatiokarb, fosfamidon, isolan, karbofuran
dan monokrotofos.
2. Insektisida Nonsistemik/ Insektisida Kontak
Insektisida nonsistemik setelah diaplikasikan pada tanaman sasaran tidak
diserap oleh jaringan tanaman, tetapi hanya menempel dibagian luar tanaman.
Bagian terbesar insektisida yang dijual di pasaran Indonesia dewasa ini adalah
insektisida nonsitemik.
3. Insektisida Sistemik Lokal
Insektisida sistemik lokal adalah kelompok insektisida yang dapat diserap
oleh jaringan tanaman (umumnya daun), tetapi tidak ditranslokasikan ke bagian
tanaman lainnya. Termasuk kategori ini adalah insektisida yang berdaya kerja
translaminar atau insektisida yang mempunyai daya penetrasi ke dalam jaringan

tanaman. Beberapa contoh diantaranya adalah dimeton, furatiokarb, pirolan, dan
propenofos.
2.6

Pestisida Organofosfat

2.6.1

Sejarah Pestisida Organofosfat
Organofosfat disintesis pertama di Jerman pada awal perang dunia ke II.

Jerman telah membuat senyawa organofosfat dengan nama Sarin, Soman, dan
Tabun. Senyawa-senyawa ini tidak digunakan sebagai pestisida, tetapi senyawa

kimia ini digunakan Hitler sebagai senjata rahasia dengan nama trilone (Sartono,
2001). Pada awal sintesisnya diproduksi senyawa tetraetil piropospat, paration dan

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

schordan yang sangat efektif sebagai insektisida, tetapi juga cukup toksik terhadap
mamalia. Penelitian berkembang terus dan ditemukan komponen yang protein
terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap manusia seperti malation, tetapi
masih sangat toksik terhadap insekta (Sudarmo, 1993).
2.6.2

Pengertian Pestisida Organofosfat
Senyawa organofosfat merupakan kelompok senyawa yang memiliki

potensi dan bersifat toksik dalam menghambat kolinesterase yang mengakibatkan
sasaran mangalami kelumpuhan dan kematian. Pestisida golongan organofosfat
tidak persisten dan dapat diurai di alam menjadi senyawa lain yang tidak
berbahaya namun bersifat sangat toksik bagi manusia. Pestisida yang termasuk ke
dalam golongan organofosfat antara lain : azinoposmetil, klorpirifos, demeton
metil, diklorfos, dimetoat, disulfoton, etion, malation, paration, diazinon(Yusniati,
2008).
Umumya pestisida golongan organofosfat mudah terurai di alam. Waktu
paruh yang diperlukan pestisida dengan bahan aktif klorpirifos untuk terurai
dalam tanah yaitu selama 60-120 hari sedangkan untuk profenofos hanya
membutuhkan waktu selama 1 minggu. Pestisida golongan organofosfat ini juga
mudah menguap jika terkena sinar matahari. Senyawa organofosfat merupakan
senyawa yang cukup besar. Lebih dari 100.000 senyawa organofosfat telah diuji
untuk mencari senyawa-senyawa yang mempunyai sifat sebagai insektisida. Dari
jumlah ini hanya 100 senyawa saja yang berhasil diperdagangkan sebagai
insektisida secara luas (Sastroutomo, 1993).

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

Bahan aktif klorpirifos diperdagangkan sebagai Dursban dan Lorsban.
Bahan aktif klorpirifos sebagai racun kontak. klorpirifos berupa kristal putih
dikembangkan oleh Dow Chemical Company pada tahun 1966. Bahan aktif asefat
diperdagangkan sebagai Daffatdan Orthene. Asefat merupakan racun kontak dan
sistemik dan dikembangkan oleh Chevron Chemical Co. Tahun 1969. Bahan aktif
poksim diperdagangkan sebagai Fokker, Baytion, dan Phoxim. Poksim
merupakan racun kontak dan racun perut dan dikembangkan oleh Bayer.A.G.
German pada tahun 1968. Bahan aktif diazinon diperdagangkan sebagai Diazinon,
basudin, demizin. Insektisida diazinon dipergunakan sebagai akarisida dan
merupakan racun kontak dan racun perut dan insektisida ini dikembangkan oleh
CIBA Geigy Corporation pada tahun 1956 (Baehaki, 1993).
2.6.3

Penanggulangan Residu Pestisida Organofofat

2.6.3.1 Penanggulangan Residu Organofosfat dalam Bahan Makanan
Usaha yang sering dilakukan untuk dapat menurunkan residu pestisida
dalam bahan makanan adalah dengan cara mencuci, merebus atau mengukus.
Sembiring (2011), dalam menurunkan kadar residu pestisida profenofos pada
cabai merah dilakukan beberapa perlakuan yaitu perlakuan pencucian cabai
dengan air menurunkan 7,04 persen, pencucian dengan detergen pencuci sayuran
menurunkan 93 persen, perebusan menurunkan residu pestisida 83 persen, dan
pengukusan menurunkan 0,75 persen residu pestisida profenofos. Dalam
penelitian ini, pencucian dengan detergen dan perebusan merupakan perlakuan
yang baik dalam menurunkan pestisida profenofos yaitu 93 persen dan 83 persen.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

Berkurangnya residu pestisida pada sayuran antara lain terjadi proses
pencucian secara bersih dengan menggunakan air yang mengalir, bukan dengan
air diam. Jika yang menggunakan air diam (direndam) justru sangat
memungkinkan racun yang telah larut menempel kembali ke sayuran. Selain
pencucian, perendaman dalam air panas (blanching) juga dapat menurunkan
residu pestisida. Berbagai percobaan menunjukkan bahwa pencucian bisa
menurunkan residu sebanyak 70 persen untuk jenis pestisida karbaril dan hampir
50 persen untuk DDT (Anonim, 2010).
2.6.3.2 Penanggulangan Residu Pestisida Organofosfat di Lingkungan
Residu pestisida dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis pestisida,
persisten/tidak persisten, teknik aplikasi pestisida, iklim dan cuaca. Pencucian
oleh hujan bisa mengakibatkan berkurangnya residu pestisida pada tanaman.
Selain itu kemungkinan yang terjadi setelah pestisida disemprotkan yaitu adanya
penguapan, fotodekomposisi dan reaksi kimia (Musfiandi, 2013).
Pada tahun 1987, telah diperkenalkan pendekatan pengendalian OPT
secara terpadu yang disebut sebagai Pengendalian Hama Terpadu (Integrated Pest
Management). Pendekatan yang digunakan PHT lebih menekankan pada

penciptaan keseimbangan ekosistem di lahan dengan cara mememelihara
kehidupan dan kelestarian semua elemen ekosistem secara berkelanjutan
ketimbang strategi pemusnahan atau eradikasi. Apabila populasi OPT

telah

mencapai ambang batas saat dimana pestisida baru boleh digunakan meski dengan
tetap memperhatikan ketepatan dosis dan cara penggunaan agar tidak
meninggalkan terlalu banyak residu pestisida didalam tanaman dan lingkungan.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

Disamping itu guna melindungi masyarakat dari bahaya residu pestisida, WHO
telah menetapkan batas maksimum residu pestisida pada berbagai jenis makanan
yang disebut BMR (Batas Maksimum Residu) (Husodo, 2013).
Bagi lahan yang telah tercemar oleh residu pestisida organofosfat, dewasa
ini telah dikembangkan Bioremediasi. Bioremediasi dikenal sebagai usaha
perbaikan tanah dan air permukaan dari residu pestisida atau senyawa rekalsitran
lainnya dengan menggunakan jasa mikroorganisme. Mikroorganisme yang
digunakan berasal dari tanah namun karena jumlahnya masih terbatas sehingga
masih perlu pengkayaan serta pengaktifan yang tergantung pada tingkat
rekalsitran senyawa yang dirombak (Sa’id, 1994)
2.6.4

Mekanisme Toksisitas Organofosfat
Organofosfat adalah pestisida yang paling toksik diantara jenis pestisida

yang lain dan sering menyebabkan keracunan pada manusia. Termakan hanya
dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan
beberapa miligram untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa
(Yusniati, 2008).
Organofosfat menghambat aksi enzim pseudokholinesterase dalam plasma
dan kolinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Secara fisiologis
asetilkolinesterase berfungsi dalam hidrolisis neurotransmitter asetilkolin.
Organofosfat menonaktifkan asetilkolinesterase dengan cara fosforilasi kelompok
hidroksil serin yang berada pada sisi aktif asetilkolinesterase yang akan
membentuk senyawa kolinesterase terfosforilasi. Enzim pseudokholinesterase
tersebut secara normal menghidrolisis asetilkolin menjadi asetat dan kolin. Pada

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetilkolin meningkat dan berikatan
dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada sistem saraf pusat dan perifer. Hal
tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh
bagian tubuh (Munaf, 1997).
Menurut Slamet (1994), Organofosfat jenis paration sangat beracun,
sedangkan metil-paration lebih rendah daya racunnya dan malation dianggap
aman karena memiliki toksisitas yag rendah dan cepat terurai di hati mamalia.
2.6.5

BMR Pestisida Golongan Organofosfat
Standar Nasional Indonesia (SNI) merumuskan tentang batas maksimum

residu pestisida dalam beras, yaitu untuk jenis pestisida khusunya golongan
organofosfat, seperti klorpirifos residu pestisida dalam beras yang diperbolehkan
sebesar 0,5 mg/kg, klorfenvinfos 0,05 mg/kg, fention 0,05 mg/kg, fenitrotion 1
mg/kg, dan diazinon sebesar 0,1 mg/kg.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian yang diperoleh dari sentra
produksi di Jawa Barat dan Jawa Timur dapat diketahui bahwa tomat yang tidak
dicuci mengandung 0,059 mg/kg. Residu insektisida klorpirifos dalam beras
sebesar 0,417 mg/kg. Dengan demikian bahan pangan yang mengandung residu
insektisida ini akan termakan oleh manusia dan tentunya dapat menimbulkan efek
yang berbahaya terhadap kesehatan manusia (Departemen Pertanian, 1998).

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

2.7

Dampak Pestisida

2.7.1

Dampak Pestisida Terhadap Lingkungan
Senyawa organofosfat adalah pestisida yang tidak stabil, oleh karena itu

dari segi lingkungan senyawa ini lebih baik daripada organoklorin, sebab mudah
terurai dalam lingkungan. Hal tersebut membuat senyawa organofosfat lebih
banyak digunakan bahkan pembuatan senyawa ini juga masih terus berlanjut.
Tetapi meskipun demikian, senyawa organofosfat ini lebih toksik terhadap hewanhewan bertulang belakang jika dibandingkan senyawa organoklorin dan dengan
konsentrasi yang kecil mampu menyebabkan kematian (Sastroutomo, 1993)
Pestisida bergerak dari lahan pertanaian menuju aliran sungai dan danau
yang dibawa oleh hujan atau penguapan, tertinggal atau larut pada aliran
permukaan, terdapat pada lapisan tanah dan larut bersama dengan aliran air tanah.
Penumpahan yang tidak disengaja atau membuang bahan-bahan kimia yang
berlebihan pada permukaan air akan meningkatkan konsentrasi pestisida di air.
Pencemaran dari residu pestisida sangat membahayakan bagi lingkungan dan
kesehatan, sehingga pelu adanya pengendalian dan pembatasan dari penggunaan
pestisida tersebut serta mengurangi pencemaran yang diakibatkan oleh residu
pestisida (Sofia, 2001).
Makhluk-makhluk bukan sasaran yang selalu terdapat pada ekosistem
tersebut juga ikut terbunuh oleh pestisida (serangga penyerbuk, katak, ular, belut,
ikan dan sebagainya). Sebagian besar pestisida tersebut akan sampai pula ke air
dan tanah. Dengan demikian pestisida akan berpengaruh pada biota air dan tanah
(serangga air, arthropoda, dan mikrobiota). Pestisida mengalami degradasi dalam

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

air dan tanah (secara fisis dan biologis). Jenis-jenis pestisida yang resisten (DDT,
aldrin, dieldrin) praktis tidak mengalami degradasi dalam tanah, tetapi akan
berakumulasi. Bila yang digunakan formulasi granula, udara dan tanaman tidak
langsung terkena tetapi granula itu akan mengalami proses dalam tanah dan air.
Penggunaan granula tida merusak musuh-musuh alam tetapi akan berpengaruh
negatif terhadap fauna, tanah dan air (Sidarmo, 1993).
Peraturan dan cara-cara penggunaan pestisida dan pengarahan kepada para
pengguna perlu dilakukan, karena banyak dari pada pengguna yang tidak
mengetahui bahaya dan dampak negatif pestisida terutama bila digunakan pada
konsentrasi yang tinggi, waktu penggunaan dan jenis pestisida yang digunakan.
Kesalahan dalam pemakaian dan penggunaan pestisida akan menyebabkan
pembuangan residu pestisida yang tinggi pada lingkungan pertanian sehingga
akan menganggu keseimbangan lingkungan dan mungkin organisme yang akan
dikendalikan menjadi resisten dan bertambah jumlah populasinya.
Penyemprotan dan pengaplikasian dari bahan-bahan kimia pertanian selalu
berdampingan dengan masalah pencemaran lingkungan sejak bahan-bahan kimia
tersebut dipergunakan di lingkungan. Sebagian besar bahan-bahan kimia pertanian
yang disemprotkan jatuh ke tanah dan didekomposisi oleh mikroorganisme.
Sebagian menguap dan menyebar di atmosfer dimana akan diuraikan oleh sinar
ultraviolet atau diserap hujan dan jatuh ke tanah. Standar keamanan untuk
pengaplikasian pestisida dan pengarahan untuk penggunaan yang aman dari
pestisida, seperti cara pelarutan, jumlah (konsentrasi), frekuensi dan periode dari

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

aplikasi, ditentukan oleh aturan untuk meyakinkan bahwa tingkat residu tidak
melebihi dari standar yang telah ditetapkan (Uehara, 1993)
2.7.2

Dampak Pestisida Terhadap Kesehatan Secara Umum
Dalam penerapan di bidang pertanian, ternyata tidak semua pestisida

mengenai sasaran. Kurang lebih hanya 20 persen pestisida mengenai sasaran
sedangkan 80 persen lainnya jatuh ke tanah. Akumulasi residu pestisida tersebut
mengakibatkan pencemaran lahan pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai
makanan, sifat beracun bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit
seperti kanker, mutasi, bayi lahir cacat, CAIDS (Chemically Acquired Deficiency
Syndrom) dan sebagainya (Sa’id, 1994).
Berikut ini adalah gejala kearacunan secara umum yang berkaitan dengan
pestisida, yang mungkin timbul sendiri atau bersama-sama, diantara gejala umum
yang sering kita alami jika mengalami keracunan pestisida yaitu kelemahan atau
kelelahan yang berlebihan, kulit iritasi, terbakar, keringat berlebihan, perubahan
warna. Sementara untuk gejala keracunan pestisida pada mata ditandai dengan
iritasi, terbakar, air mata berlebihan, kaburnya penglihatan, biji mata mengecil
atau membesar.
Pada saluran pencernaan orang yang mengalami gejala keracunan pestisida
akan ditandai dengan mu

Dokumen yang terkait

Aplikasi Pestisida dan Analisa Residu Pestisida Golongan Organofosfat Pada Beras di Kecamatan Potibi Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2009

2 47 79

Analisis Aplikasi Pestisida pada Tanaman Padi dan Residu Pestisida Golongan Organofosfat dalam beras di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

8 65 122

RESIDU PESTISIDA GOLONGAN ORGANOFOSFAT KOMODITAS BUAH CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) PADA BERBAGAI LAMA PENYIMPANAN.

0 0 17

Analisis Aplikasi Pestisida pada Tanaman Padi dan Residu Pestisida Golongan Organofosfat dalam beras di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 17

Analisis Aplikasi Pestisida pada Tanaman Padi dan Residu Pestisida Golongan Organofosfat dalam beras di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 2

Analisis Aplikasi Pestisida pada Tanaman Padi dan Residu Pestisida Golongan Organofosfat dalam beras di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 7

Analisis Aplikasi Pestisida pada Tanaman Padi dan Residu Pestisida Golongan Organofosfat dalam beras di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 3

Analisis Aplikasi Pestisida pada Tanaman Padi dan Residu Pestisida Golongan Organofosfat dalam beras di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 18

ANALISIS CEMARAN RESIDU LOGAM BERAT DAN RESIDU PESTISIDA ORGANOFOSFAT PADA DAGING, HATI DAN GINJAL SAPI

0 0 13

ANALISA RESIDU PESTISIDA PADA BERAS, BEKATUL DAN JERAMI DARI TANAMAN PADI YANG DISEMPROT PESTISIDA, DENGAN GAS KROMATOGRAFI

0 0 32