Analisis Pengaruh Komitmen Pimpinan Mengimplementasikan Total Quality Management Dalam Peningkatan Kinerja Perusahaan

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1. Komitmen Pimpinan
Komitmen adalah sebagai perjanjian atau keterikatan untuk melakukan sesuatu
yang terbaik dalam organisasi atau kelompok tertentu (Aranya & Ferris 1984:1). Bila
dikaitan dengan pendapat Choi & Behling (1997) mengenai komitmen pimpinan, bahwa
tanggung jawab TQM dalam organisasi tergantung pada banyak pihak. Hal ini pimpinan
tidak bekerja sendiri tetapi harus bekerja sama dengan orang lain atau bawahannya.
Kerja sama harus ditunjukkan melalui keterlibatan pimpinan dalam melaksanakan tugas
pokoknya, dengan mengarahkan, mempengaruhi, mendorong bawahannya kearah
berbagai tujuan dalam organisasi termasuk program pengendalian kualitas.
Perubahan lingkungan dan teknologi yang cepat meningkatkan kompleksitas
tantangan yang dihadapi oleh organisasi, hal ini memunculkan kebutuhan organisasi
terhadap pemimpin yang dapat mengarahkan dan mengembangkan usaha-usaha
karyawan dengan kekuasaan yang dimiliki untuk mencapai tujuan organisasi dalam
membangun organisasi menuju high performance organization (Harvey & Brown).
Pemimpin yang efektif akan dapat menjalankan fungsinya dengan baik, tidak
hanya ditunjukkan dari kekuasaan yang dimiliki tetapi juga ditunjukkan pula oleh
perhatian pemimpin terhadap kesejahteraan dan kepuasan karyawan terhadap pemimpin
dan peningkatan kualitas karyawan. Sejak setengah abad yang lalu, teori dan penelitian

tentang kepemimpinan hanya ditujukan pada model autokratik atau demokratik, direktif
atau partisipatif (Bass & Avolio, 1990).

2.2. Pilar Total Quality Management (TQM)
TQM merupakan pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba
memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk,
jasa, manusia, proses dan lingkungannya. Cara terbaik agar dapat memperbaiki
kemampuan komponen-komponen tersebut adalah dengan penerapan TQM. (Tjiptono
dan Diana, 2001).
Lima pilar penting Total Quality Management (TQM) yaitu; Produk, Proses,
Organisasi, Kepemimpinan dan Komitmen (Creech, 1996).
Hubungan pilar-pilar tersebut dijelaskan sebagai berikut: produk adalah titik pusat
untuk tujuan dan pencapaian organisasi. Mutu dalam produk tidak mungkin ada tanpa
mutu di dalam proses. Mutu di dalam proses tidak mungkin ada tanpa organisasi yang
tepat. Organisasi yang tepat tidak ada artinya tanpa pemimpin yang memadai.
Komitmen yang kuat, dari bawah ke atas merupakan pilar pendukung bagi semua pilar.
Setiap pilar tergantung pada keempat pilar yang lain dan kalau salah satu lemah dengan
sendirinya yang lain juga lemah. Penerapan konsep TQM dalam dunia bisnis dan
industri telah menunjukkan hasil yang cukup memuaskan, sehingga telah menghasilkan
produk-produk yang bermutu dan kompetitif, dan dengan layanan prima yang dapat

dirasakan oleh para pelanggan (Creech, 1996).
Perkembangan konsep kualitas yang mengarah pada pendekatan manajemen
kualitas dideskripsikan menjadi 4 (empat) tahap menurut (Dale, 2003:21) sebagai
berikut:
1. Inspeksi (inspection): evaluasi konfirmasi melalui observasi dan penilaian
atas hasil pengukuran, pengujian, atau pendugaan.

2. Pengendalian kualitas (quality control): bagian dari manajemen kualitas yang
terfokus pada pemenuhan standar kualitas.
3. Jaminan kualitas (quality assurance): bagian dari manajemen kualitas yang
terfokus pada penyajian kepercayaan bahwa tolok ukur kualitas akan selalu
terpenuhi.
4. Manajemen mutu terpadu (total quality management): melibatkan aplikasi
prinsip-prinsip manajemen kualitas pada semua aspek.

Evolusi keempat tahapan manajemen kualitas hingga berkembang menjadi
manajemen mutu terpadu (TQM) dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Sumber: Dale (2003:21)


Gambar 2.1 Tahapan Evolusi TQM
Prinsip-prinsip kunci TQM dijelaskan oleh Hashmi (2004: 2) yaitu:
1. Komitmen manajemen: perencanaan (dorongan, petunjuk), pelaksanaan
(penyebaran, dukungan, partisipasi), pemeriksaan (inspeksi), dan tindakan
(pengakuan, komunikasi, revisi).

2. Pemberdayaan

karyawan:

pelatihan,

sumbang

saran,

penilaian

dan


pengakuan, serta kelompok kerja yang tangguh.
3. Pengambilan keputusan berdasarkan fakta: stastistical process control, the
seven statistical tools.
4. Perbaikan berkelanjutan: pengukuran yang sistimetis dan fokus pada biaya
non kualitas (cost of non-quality) kelompok kerja yang tangguh; manajemen
proses lintas fungsional; mencapai, memelihara, dan meningkatkan standart.
5. Fokus pada konsumen: hubungan dengan pemasok, hubungan pelayanan
dengan konsumen internal, kualitas tanpa kompromi, standar oleh konsumen.
Prinsip-prinsip kunci TQM dapat dijabarkan pada unsur penting pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Unsur-Unsur Penting TQM
Unsur-unsur Filosofis
A. Standar mutu yang
memperhatikan
pelanggan.
B. Hubungan pemasok
pelanggan.
C. Orientasi pencegahan.
D. Mutu pada setiap sumber
E. Perbaikan yang
berkesinambungan.


Alat-alat Generik
A. Alat-alat SPC
(Statistical Process Contro):
1. Process flow chart
2. Check sheets
3. Pareto analysis and
histogram
4. Cause and
effect/fishbone diagrams)
5. Run charts
6. Scatter diagram
7. Control charts
8. Quality function
deployment

Alat Pengendalian
Kualitas
Metode SQC (Statistical Quality
Contro):

1. Sampling plans
2. Process capability
3. Taguchi methods

Sumber: Tunggal (1993:10)

Implementasi TQM dapat meningkatkan produktivitas organisasi (kinerja
kuantitatif), meningkatkan kualitas (menurunkan kesalahan dan tingkat kerusakan),
meningkatkan efektivitas pada semua kegiatan; meningkatkan efisiensi (menurunkan
sumberdaya melalui peningkatan produktivitas), dan mengerjakan segala sesuatu yang
benar dengan cara yang tepat. Lebih lanjut, implementasi TQM dalam suatu organisasi
dapat memberikan beberapa manfaat utama yang akhirnya dapat meningkatkan daya

saing organisasi. Melalui perbaikan kualitas berkesinambungan maka perusahaan dapat
meningkatkan labanya melalui dua rute (pall dalam tunggal, 1993: 6), yaitu rute pasar
dan rute biaya sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Sumber: Pall dalam Tunggal (1993: 6)

Gambar 2.2. Manfaat TQM


Pengembangan sistem dan metode kendali mutu pada dasarnya adalah bertujuan
untuk meningkatkan daya saing untuk meningkatkan profitabilitas jangka panjang.
Manajemen mutu terpadu (Total Quality management) adalah salah satu kunci sukses
dalam upaya memasuki pasar global bagi perusahaan/organisasi bisnis.
Untuk mencapai keberhasilan tersebut, implementasi manajemen mutu terpadu
dapat dilakukan berdasar 3 (tiga) elemen sebagai berikut:
1.

Fokus pada konsumen; bahwa segenap kinerja proses ditujukan pada apa
yang menjadi kebutuhan, keinginan dan ekspektasi konsumen. Konsumen
adalah pihak/seseorang yang membayar untuk suatu produk/jasa pelayanan
(konsumen eksternal), atau pihak selanjutnya dalam satu rantai proses
(konsumen internal) dalam satu aktivitas bisnis.

2.

Partisipasi menyeluruh; dalam organisasi kerja tradisional, para pekerja
mengharapkan untuk dipahami dan dinilai apa yang menjadi kontribusi dan
kepuasan kerjanya. Begitu halnya dengan para manajer, supervisor, teknisi

dan pekerja operasional. Konsep dari total partisipasi mengkaitkan antara
sumberdaya manusia dengan target mutu proses dari apa yang menjadi tugas
dan tanggungjawabnya, dan sebagian lagi sertanggung jawab atas
terwujudnya pencapaian produktivitas yang tinggi dan peningkatan nilai
mutu produk atau proses.

3.

Perbaikan berkesinambungan; bahwa standar kinerja adalah untuk mencapai
derajat kesempurnaan. Crosby dalam Heizer dan Render (2004)
menggambarkan kinerja sebagai bentuk "zero defect (tanpa cacat)".
Pandangan tersebut juga diasumsikan sebagai metode peningkatan secara
sertahap

(incremental)

maupun

melalui


terobosan-terobosan

(breakthrough). Ketika peningkatan telah tercapai, maka suatu mekanisme
standar proses, pengendalian dan pemantauan (monitoring) harus dibangun.
Hal tersebut dimaksudkan agar stabilitas dari peningkatan kualitas
proses/produk/jasa tetap terjaga (Krawjeski et al., 2010).
TQM mempunyai fokus pada peningkatan efektivitas organisasi dan tanggap
terhadap kebutuhan pelanggan. Dengan demikian, aplikasi praktik TQM dalam
perusahaan mampu mendorong keunggulan organisasi dan kepuasan pelanggan.
Meningkatnya daya saing perusahaan pada gilirannya akan mengarah pada
meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan, baik dalam ukuran keuangan
maupun non keuangan.

2.3. Kualitas Produk
Definisi dari kualitas produk adalah mencerminkan kemampuan produk untuk
menjalankan tugasnya yang mencakup daya tahan, kehandalan atau kemajuan,
kekuatan, kemudahan dalam pengemasan dan reparasi produk dan ciri-ciri lainnya
(Kotler dan Amstrong,1997).
Menurut Hansen dan Mowen (1994) kualitas adalah “Quality is the degree or
grade of excellence: in this sense quality is a relative measure of goodness.” Menurut

pendapat ini bahwa kualitas adalah kesesuaian terhadap karakter dari suatu produk/ jasa
yang didisain untuk memenuhi kebutuhan tertentu di bawah kondisi tertentu.
Delapan dimensi kualitas produk yaitu:
1. Kinerja (performance); Kinerja merupakan karakteristik atau fungsi utama
suatu produk. Ini manfaat atau khasiat utama produk yang kita beli. Biasanya
ini menjadi pertimbangan pertama kita dalam membeli suatu produk.
2. Fitur Produk; Dimensi fitur merupakan karakteristik atau ciri-ciri tambahan yang
melengkapi manfaat dasar suatu produk. Fitur bersifat pilihan atau option bagi
konsumen. Kalau manfaat utama sudah standar, fitur sering kali ditambahkan.
Idenya, fitur bisa meningkatkan kualitas produk kalau pesaing tidak memiliki.
3. Keandalan (reliability); Dimensi keandalan adalah peluang suatu produk bebas dari
kegagalan saat menjalankan fungsinya.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification); Conformance adalah
kesesuaian kinerja produk dengan standar yang dinyatakan suatu produk. Ini
semacam “janji” yang harus dipenuhi oleh produk. Produk yang memiliki kualitas
dari dimensi ini berarti sesuai dengan standarnya.

5. Daya Tahan (durability); Daya tahan menunjukan usia produk, yaitu jumlah
pemakian suatu produk sebelum produk itu digantikan atau rusak. Semakin lama
daya tahannya tentu semakin awet, produk yang awet akan dipersepsikan lebih

berkualitas dibanding produk yang cepat habis atau cepat diganti.
6. Kemampuan diperbaiki (serviceability); Sesuai dengan maknanya, disini kualitas
produk ditentukan atas dasar kemampuan diperbaiki: mudah, cepat, dan kompeten.
Produk yang mampu diperbaiki tentu kualitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan
produk yang tidak atau sulit diperbaiki.
7. Keindahan (aestethic); Keindahan menyangkut tampilan produk yang bisa
membuat konsumen suka. Ini sering kali dilakukan dalam bentuk desain produk
atau kemasannya. Beberapa merek diperbarui “wajahnya” supaya lebih cantik di
mata konsumen.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality); Ini menyangkut penilaian
konsumen terhadap citra, merek, atau iklan. Produk yang bermerek terkenal
biasanya dipersepsikan lebih berkualitas dibanding dengan merek-merek yang tidak
didengar.

Menurut Kotler (2002), Adapun tujuan dari kualitas produk adalah sebagai berikut:
1. Mengusahakan agar barang hasil produksi dapat mencapai standar yang telah
ditetapkan.
2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.
3. Mengusahakan agar biaya desain dari produksi tertentu menjadi sekecil mungkin.
4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.

2.4. Kinerja Perusahaan
Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan dan memenuhi tanggung
jawab sosialnya, sebagian besar tergantung pada manajer. Apabila manajer mampu
melakukan tugas-tugasnya dengan baik, maka organisasi akan mampu mencapai sasaran
dan tujuan yang dikehendaki. Seberapa baik seorang manajer melakukan perannya
dalam mengerjakan tugas-tugas yang merupakan isu utama yang banyak diperdebatkan
dalam penelitian akhir-akhir ini.
Menurut Dessler, seperti yang dikutip oleh Anggoro (2003), mendefinisikan
kinerja sebagai perbandingan antara hasil kerja yang secara nyata dengan standar kerja
yang ditetapkan. Sedangkan yang dimaksud dengan kinerja manajerial (Narsa dan
Yuniawati, 2003: 24) adalah kinerja para individu dalam kegiatan-kegiatan manajerial.
Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan dan memenuhi tanggung
jawab sosialnya, sebagian besar tergantung pada manajer. Apabila manajer mampu
melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik, maka organisasi akan mampu mencapai
sasaran dan tujuan yang dikehendaki.
Sistem pengukuran kinerja diharapkan akan mempengaruhi hasil kerja dari
manajer yang dalam hal ini adalah kinerja manajerial. Seseorang yang memegang posisi
manajerial diharapkan mampu menghasilkan kinerja manajerial yang tinggi. Berbeda
dengan kinerja karyawan yang pada umumnya bersifat konkret, kinerja manajerial
adalah abstrak dan kompleks (Mulyadi dan Jhony: 2000).
Berikut ini beberapa ukuran yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja
manajemen, antara lain:
1.

Kemampuan manajer untuk membuat perencanaan.

Perencanaan yang baik dapat meningkatkan fokus dan fleksibilitas manajer
dalam menangani pekerjaannya. Masalah fokus dan fleksibilitas merupakan
dua hal penting dalam lingkungan persaingan yang tinggi dan dinamis.
Kemampuan manajer dalam membuat perencanaan dapat menjadi salah satu
indikator untuk mengukur kinerja manajer.
2.

Kemampuan untuk mencapai target.
Kinerja manajer dapat diukur dari kemampuan mereka untuk mencapai apa
yang telah direncanakan (Mulyadi 2001:302). Target harus cukup spesifik,
melibatkan partisipan, realistik dan menantang serta memiliki rentang waktu
yang jelas .

3.

Kiprah manajer di luar perusahaan.
Intensitas manajer dalam mewakili perusahaan untuk berhubungan dengan
pihak luar menunjukkan kepercayaan perusahaan kepada manajer tersebut.
Kepercayaan ini dapat timbul karena beberapa hal, salah satunya adalah
kinerja yang baik dari manajer.

Seperti yang dikutip oleh Kurnianingsih dan Indriantoro (2003: 24), penilaian
kinerja perusahaan secara manajerial meliputi delapan dimensi, yaitu:
1.

Kinerja Perencanaan.
Kinerja perencanaan yang dimaksud yaitu kemampuan dalam menentukan
tujuan, kebijakan-kebijakan dan tindakan/pelaksanaan, penjadwalan kerja,
penganggaran, merancang prosedur, serta pemograman.

2.

Kinerja Investigasi.

Kinerja

investigasi

yang

dimaksud

adalah

kemampuan

dalam

mengumpulkan dan menyampaikan informasi untuk catatan, laporan dan
rekening, mengukur hasil, menentukan persediaan, serta analisis pekerjaan.
3.

Kinerja Pengkoordinasian.
Kinerja pengkoordinasian yang dimaksud yaitu kemampuan dalam
melakukan tukar menukar informasi dengan orang di bagian organisasi lain
untuk mengkaitkan dan menyesuaikan program, memberitahukannya pada
bagian lain, dan hubungan dengan manajer lain.

4.

Kinerja Evaluasi
Kinerja evaluasi yang dimaksud adalah kemampuan dalam menilai dan
mengukur proposal, kinerja yang diamati atau dilaporkan yang meliputi
penilaian pegawai, penilaian catatan hasil, penilaian laporan keuangan dan
pemeriksaan produk.

5.

Kinerja Pengawasan
Kinerja pengawasan yang dimaksud adalah kemampuan dalam memberikan
pengarahan, memimpin dan mengembangkan bawahan, membimbing,
melatih dan menjelaskan peraturan kerja pada bawahan, menjelaskan tujuan
kerja dan menangani keluhan pegawai.

6.

Kinerja Pengaturan Staff (staffing)
Kinerja pengaturan staff yang dimaksud adalah kemampuan untuk
mempertahankan angkatan kerja yang ada pada bagian anda, melakukan
perekrutan pegawai, mewawancarai mereka dan memilih pegawai baru,

menempatkannya

pada

bagian

yang

sesuai,

mempromosikan

dan

memutasikan pegawai.
7.

Kinerja Negosiasi
Kinerja negosiasi yang dimaksud adalah kemampuan dalam melakukan
pembelian, penjualan atau melakukan kontrak untuk barang dan jasa,
menghubungi pemasok dan melakukan tawar menawar dengan wakil
penjual, serta tawar menawar secara kelompok.

8.

Kinerja Perwakilan (representatif)
Kinerja perwakilan yang dimaksud adalah kemampuan dalam menghadiri
pertemuan-pertemuan

dengan

perusahaan

lain,

pertemuan

dengan

perkumpulan bisnis, pidato untuk acara-acara kemasyarakatan, pendekatan
kemasyarakatan, serta kemampuan dalam mempromosikan tujuan umum
perusahaan.

2.5. Komitmen Pimpinan pada Implementasi TQM
Secara garis besar proses implementasi TQM mencakup:
1. Manajemen puncak harus menjadikan TQM sebagai prioritas utama organisasi,
visi yang jelas dan dapat dicapai, menyusun tujuan yang agresif bagi organisasi
dan setiap unit, dan terpenting menunjukkan komitmen terhadap TQM melalui
aktivitas mereka.
2. Budaya organisasi harus diubah sehingga setiap orang dan setiap proses
menyertakan konsep TQM. Organisasi harus diubah paradigmanya, fokus pada

konsumen, segala sesuatu yang dikerjakan diselaraskan untuk memenuhi
harapan konsumen.
3. Kelompok kecil dikembangkan pada keseluruhan organisasi untuk memahami
kualitas, identifikasi keinginan konsumen, dan mengukur kemajuan dan kualitas.
Masing-masing kelompok bertanggung jawab untuk mencapai tujuan mereka
sebagai bagian dari tujuan organisasi keseluruhan.
Sedangkan Goetsch dan Davis (dalam Tjiptono dan Diana, 2001: 350)
menjelaskan implementasi TQM yang lebih rinci dan sistematis ke dalam tiga fase: fase
persiapan, fase perencanaan, dan fase pelaksanaan. Setiap fase terdiri atas beberapa
langkah dengan waktu sesuai kebutuhan organisasi sebagaimana tertera pada Gambar
2.3.

Sumber: Goetsch dan Davis (dalam Tjiptono dan Diana, 2001:350)

Gambar 2.3. Fase Implementasi TQM

Berlandaskan prinsip-prinsip dan prakondisi yang tepat, tahapan implementasi
berikutnya adalah menggunakan kepemimpinan (visionary leadership) untuk mencapai
visi masa depan organisasi dan bagaimana memasukan program TQM yang tepat,
mendisain proses perubahan yang komprehensif, implementasi TQM dan kaitannya
dengan sistem baru, dan legalitas kelembagaan.
Kepemimpinan adalah elemen kunci keberhasilan implementasi dalam skala
yang besar, pemimpin menunjukkan kebutuhan dan menyusun visi, mendefinisikan latar
belakang, tujuan, dan parameter TQM. Pemimpin mempunyai perspektif jangka panjang
dan harus mampu memotivasi bawahan tertuju pada proses selama tahap awal jika ada
penolakan dan hambatan. Hal tersebut diperlukan dalam menegakkan budaya oganisasi
yang dilengkapi dengan TQM, memelihara dan memperkuat peningkatan kualitas
berkelanjutan.

2.6. Hubungan Implementasi TQM dan Kualitas Produk
Beberapa ahli mendiskripsikan TQM melalui pendekatan budaya dalam
menghasilkan produk yang berkualitas, diantaranya menurut Gary Dessler (1997: 339),
Total Quality Management merupakan fokus seluruh perusahaan untuk memenuhi
bahkan melebihi harapan pelanggan dan benar-benar berusaha mengurangi biaya yang
disebabkan mutu jelek dengan membentuk sistem manajemen baru dan budaya
perusahaan.
Selanjutnya menurut Padhi (2004:1), TQM didiskripsikan sebagai budaya, sikap
mental, dan pengorganisasian suatu perusahaan yang berusaha untuk menarik konsumen
dengan produk dan pelayanan yang memuaskan kebutuhan mereka. Budaya kualitas

diperlukan pada semua aspek operasional perusahaan, proses dikerjakan dengan benar
sejak awal, produk cacat dan pemborosan dihilangkan dari operasi.

2.7. Tinjauan Empiris
Hasil penelitian terdahulu yang mengemukakan beberapa konsep yang relevan
dan terkait dengan penelitian ini secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga bagian,
yaitu: penelitian yang menyangkut faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen
pimpinan akan keberhasilan implementasi TQM, penelitian tentang implementasi TQM
dikaitkan dengan budaya kualitas, dan penelitian tentang pengaruh implementasi TQM
terhadap kinerja individu maupun organisasi untuk menghasilkan produk berkualitas.
Penelitian oleh Rachmawati (2010) tentang komitmen pimpinan dan penerapan
pilar dasar total quality management terhadap kinerja manajerial pada perusahaan mebel
di Kabupaten Ngawi dengan menggunakan analisa jalur. Hasil penelitian menunjukan
bahwa besarnya kontribusi komitmen pimpinan secara langsung terhadap kinerja
manajerial adalah 3,06% dan berkontribusi secara signifikan terhadap kinerja
manajerial.
Penelitian oleh Hiras Pasaribu (2008) yang meneliti tentang kinerja manajerial
dilihat pengaruhnya dari komitmen, persepsi dan penerapan pilar dasar total quality
management

pada BUMN manufaktur di Indonesia, hasil penelitian menunjukan

setelah menerapkan TQM dapat memperbaiki kinerja keuangan operasi perusahaan dan
pengujian hipotesis menggunakan Structural Equation Modeling.
Penelitian yang menyangkut faktor-faktor kritis yang mempengaruhi keberhasilan
implementasi TQM pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Faktor-faktor Kritis Komitmen Pimpinan dan Implementasi TQM
No.

Penelitian
(Tahun) dan
Judul

Variabel

Responden/
Sampel

Metode Analisis dan Hasil
Penelitian

1

Rachmawati K.
(2010),
Pengaruh
komitmen
Pimpinan dan
Penerapan Pilar
TQM terhadap
Kinerja
Manajerial.

a. Komitmen
Pimpinan;
melaksanakan tugas
pokok,
mengarahkan,
mempengaruhi,
mendorong
bawahan.
b. Penerapan Pilar
TQM
c. Kinerja manajerial;
perencanaan,
investigasi,
mengawasi, susunan
pegawai, negosiasi
dan representasi

72
Responden

a. Analisis korelasi
sederhana dan ganda.
b. Analisis Jalur (Part
Analysis) pengaruh
komitmen pimpinan
terhadap kinerja, Pengaruh
penerapan TQM terhadap
Kinerja, dan pengaruh
komitmen pimpinan dan
penerapan TQM terhadap
kinerja manajerial.

2

Hiras (2009),
Pengaruh
komitmen,
Persepsi dan
Penerapan Pilar
TQM terhadap
Kinerja
Manajerial

a. Komitmen
Pimpinan
b. Persepsi Manajer
Divisi
c. Penerapan Pilar
TQM
d. Kinerja manajerial

30
a.Analisis jalur (Part
Perusahaan
Analysis) dengan model
SEM (Structural Equation
modeling).
b. Penerapan TQM dapat
memperbaiki kinerja
keuangan operasi
perusahaan.

3

Munizu (2003),
Analisis
Persepsi
Karyawan Atas
Keberhasilan
Gugus Kendali
Mutu (GKM)
pada
karyawan
produksi
Pabrik Karung
(PK) Rosella
Baru, PTPN XI
(Persero)
Surabaya

1. Iklim yang
mendukung
2. Komitmen
manajemen puncak
3. Pemilihan sasaran
4. Informasi dan
komunikasi
5. Kesukarelaan
6. Pelatihan
7. Tumbuh dengan
bertahap tapi
mantap
8. Selalu terbuka

105
Karyawan

a.Analisis deskriptif dan
analisis regresi.
b. Semua variabel secara
serentak maupun parsial
mempunyai pengaruh
signifikan terhadap
keberhasilan pelaksanaan
GKM.
c.Faktor komitmen
manajemen puncak
mempunyai pengaruh
yang paling signifikan
terhadap keberhasilan
pelaksanaan (GKM).

Tabel 2.2. (Lanjutan)
No.

Penelitian
(Tahun) dan
Judul

Variabel

Responden/
Sampel

4

Wahyudi (2004),
Analisa Terhadap
Faktor yang
Berpengaruh
dalam
Implementasi
Total Quality
Management
(Studi Kasus :
PT. PPL)

a. Konteks (budaya dan
organisasi):
1. Kerja sama
2. Quality awareness
b. Konten (manajemen
kualitas organisasi):
1. Kepemimpinan
1. Kebijakan dan
strategi
3. Manajemen
manusia
4. Manajemen sumber
daya
5. Manajemen proses
c. Proses (proses
perubahan)
1. Komitmen
2. Komunikasi
3. Perubahan
4. Pembelajaran

-

5

Metri (2005),
TQM Critical
Succes Factor for
Construction
Firms

15 faktor kritis
keberhasilan
implementasi
TQM:
Manajemen proses;
Pendidikan pelatihan;
Kepuasan konsumen;
Komitmen manajemen
puncak; Manajemen
kualitas pemasok;
Pemberdayaan dan
keterlibatan karyawan;
Informasi dan analisis;
Manajemen kualitas
strategis; Manajemen
kualitas desain; Kinerja
bisnis; Dampak pada
sosial dan lingkungan;
Benchmarking; Sumber
daya; Kendali proses
statistik; Budaya
kualitas

14 kerangka
kerja TQM
dari 3
quality
award dan
11
pakar
kualitas.

Metode Analisis dan Hasil
Penelitian
a. Analisis deskriptif.
Variabel yang mendukung
proses implementasi TQM di
PT. PPL yaitu variabel kerja
sama, kepemimpinan,
manajeme proses, komitmen,
komunikasi dan perubahan.

a. Studi literatur dan analisis
frekuensi.
b.
10 faktor (Critical
Success Factor CSFs) yang
menentukan keberhasilan
implementasi TQM bagi
perusahaan konstruksi antara
lain: komitmen manajemen
puncak; budaya kualitas;
manajemen kualitas
strategis; manajemen
kualitas desain; manajemen
proses; manajemen kualitas
pemasok; pendidikan dan
pelatihan; pemberdayaan
dan keterlibatan, informasi
dan analisis, kepuasan
konsumen.

Penelitian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan
implementasi TQM di suatu organisasi telah dilakukan oleh Munizu (2003) pada
karyawan produksi Pabrik Karung (PK) Rosella Baru PTPN XI (Persero) Surabaya.

Hasil Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa: (1) Faktor-faktor yang terdiri dari iklim
yang mendukung, komitmen manajemen puncak, pemilihan sasaran, informasi dan
komunikasi, kesukarelaan, pelatihan, tumbuh dengan bertahap tapi mantap, selalu
terbuka dan positif secara serentak maupun secara parsial mempunyai pengaruh
terhadap keberhasilan pelaksanaan GKM (2) Faktor komitmen manajemen puncak
mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap keberhasilan pelaksanaan Gugus
Kendali Mutu (GKM).
Sejalan dengan penelitian sebelumnya, Wahyudi (2004) juga telah melakukan
analisis terhadap faktor yang berpengaruh dalam Implementasi TQM di PT. Pulogadung
Pawitra Laksana menggunakan model perubahan Pettigrew dan Whipp (1991) yang
terdiri dari 3 dimensi: konteks, konten dan proses. Hasil penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa variabel yang mendukung proses implementasi TQM yaitu: kerja
sama, kepemimpinan, manajemen proses, komitmen, komunikasi dan perubahan.
Metri (2005) juga telah melakukan analisis komprehensif dan pengujian
kerangka kerja dan literatur TQM yang ada menghasilkan sepuluh faktor (Critical
Success Factor/CSFs) yang menentukan keberhasilan implementasi TQM bagi
perusahaan konstruksi. Hasil analisis ini juga menempatkan komitmen manajemen
puncak sebagai prioritas yang pertama.
Parncharoen, Girardi, dan Entrekin (2005) telah membandingkan dampak nilainilai budaya pada keberhasilan implementasi TQM di Australia dengan di Thailand.
Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa: desain organisasi mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap keberhasilan TQM, perbedaan signifikan antara model desain
organisasi di Australia dan Thailand pada keberhasilan TQM lebih karena perbedaan

budaya, menunjukkan fakta bahwa budaya mempengaruhi orang-orang berfikir dan
berperilaku; perbedaan substansial kedua model tersebut adalah pengaruh sentralisasi
pada keberhasilan TQM lebih nyata di Australia daripada di Thailand, sedangkan
pengaruh formalisasi dan sistem pengupahan lebih nyata di Thailand daripada di
Australia.
Penelitian terdahulu yang tentang pengaruh implementasi TQM terhadap budaya
kualitas untuk menghasilkan produk berkualitas pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Implementasi TQM terhadap Kualitas
No.

1

2

Penelitian (Tahun)
dan Judul

Variabel

Parncharoenm,
Girardi, dan
Entrekin (2005),
The Impact
Cultural Values on
the Successful
Implementation of
Total Quality
Management: A
Comparison
between the
Australian and
Thai Models

Desain organisasi:
1. Formalisasi
2. Sentralisasi
3. Sistem Pengupahan

Jabnoun and
Sedrani (2005),
TQM, Culture, and
Performance in
UAE Manufacturing
Firms

Variabel bebas
Dimensi TQM :
1. Kepemimpinan
2. Fokus pada konsumen
3. Perbaikan berkelanjutan
4. Keterkaitan dengan
pemasok
5. Pemberdayaan
6. Pelatihan
7. Perbandingan kinerja

Responden/
Sampel

Metode Analisis dan Hasil
Penelitian

724
Karyawan
Australia dan
Thailand

a. Structural equation
modeling (SEM).
b. Struktur kausalitas
hubungan antara desain
organisasi dan keberhasilan
TQM hampir sama antara
Australia dan Thailand.
c. Desain organisasi
mempunyai pengaruh
signifikan terhadap
keberhasilan TQM.
d. Pengaruh sentralisasi pada
keberhasilan TQM lebih
nyata di Australia
sedangkan pengaruh
formalisasi dan sistem
pengupahan lebih nyata di
Thailand.

81
Manufaktur

a. Analisis faktor dan analisis
regresiberganda.
b. Hasil analisis faktor 4
dimensi TQM : fokus pada
konsumen dan perbaikan
berkelanjutan, komitmen
manajemen pada kualitas,
pelatihan, dan
pemberdayaan, dan
perbandingan kinerja

Indikator keberhasilan
TQM:
1. Budaya kualitas
perusahaan
2. Komitmen organisasi
3. Kinerja bisnis

Tabel 2.3. (Lanjutan)
No.

Penelitian (Tahun)
dan Judul

Variabel

Dimensi Budaya Organisasi
1. Orientasi pada manusia
2. Orientasi ke dalam
3. Orientasi ke luar
4. Orientasi pada tugas
5. Kemampuan daya saing
Variabel terikat
1. Kinerja kualitas
2. Kinerja bisnis

Responden/
Sampel

Metode Analisis dan Hasil
Penelitian
c. lima dimensi budaya
organisasi : orientasi pada
manusia, orientasi ke
dalam, orientasi ke luar,
orientasi pada tugas dan
kemampuan daya saing.
d. Fokus pada konsumen dan
perbaikan berkelanjutan
mempunyai koefisien
korelasi yang paling tinggi
terhadap keseluruhan
kinerja.
e. Dimensi TQM (fokus pada
konsumen dan perbaikan
berkelanjutan) dan dimensi
budaya (orientasi pada
manusia) mempunyai efek
kombinasi dan mempunyai
kontribusi dalam
menurunkan komplain
konsumen, meningkatkan
reliabilitas, dan
profitabilitas.
f. Fokus pada konsumen dan
perbaikan berkelanjutan
dan interaksinya dengan
dimensi budaya
(kemampuan daya saing)
mempunyai kontribusi
meningkatkan pangsa
pasar.

Penelitian yang dilakukan oleh Jabnon dan Sedrani (2005) menambahkan
variabel kinerja organisasi sebagai indikator keberhasilan implementasi TQM, selain
variabel TQM dan budaya organisasi. Penelitian ini diawali dengan analisis faktor
terhadap praktek TQM dan budaya organisasi menghasilkan empat dimensi TQM dan
lima dimensi budaya. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa: fokus pada
konsumen dan perbaikan berkelanjutan mempunyai koefisien korelasi yang paling
tinggi terhadap keseluruhan kinerja; kedua dimensi TQM tersebut dan dimensi budaya
(orientasi pada manusia) mempunyai efek kombinasi dan mempunyai kontribusi dalam
menurunkan komplain konsumen, meningkatkan reliabilitas, dan profitabilitas;

sedangkan fokus pada konsumen dan perbaikan berkelanjutan dan interaksinya dengan
dimensi budaya mempunyai kontibusi dalam meningkatkan pangsa pasar.
Hasil penelitian Laily (2003) yang dilakukan di PT. Petrokimia Gresik-Persero
menyimpulkan bahwa secara serentak sikap manajer menengah terhadap faktor kritis
TQM

berpengaruh

terhadap

kinerja

manajerial.

Sedangkan

analisis

dengan

menggunakan uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan sikap antara manajer
menengah operasional dan non operasional terhadap faktor kritis TQM.
Penelitian Terziovski, Samson, dan Dow (2003) yang telah menganalisis secara
acak perusahaan manufaktur di Australia dan Selandia baru menghasilkan temuan
utama bahwa sertifikasi ISO 9000 tidak menunjukkan pengaruh positif yang signifikan
pada kinerja organisasi, juga tidak ada perbedaan kinerja organisasi antara perusahaan
yang menerapkan TQM dengan yang tidak menerapkan TQM.
Penelitian terdahulu yang tentang pengaruh implementasi TQM terhadap kinerja
organisasi/perusahaan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Pengaruh Implementasi TQM terhadap Kinerja
No.

Penelitian
(Tahun) dan Judul

Variabel

Responden/
Sampel

Metode Analisis dan Hasil
Penelitian

1

Laily (2003),
Sikap Manajer
Menengah
Terhadap
Penerapan
Total Qualty
Management
(TQM) dan
Pengaruhnya
Terhadap Kinerja
Manajeria.

Variabel bebas
1. Fokus pada pelanggan
2. Pelibatan dan
pemberdayaan
karyawan
3. Kerja sama tim
4. Pendidikan dan latihan
5. Perbaikan
berkesinambungan

100
Manajer
menengah

1. Analisis regresi linear
berganda dan uji beda.
2. Sikap manajer
menengah terhadap
faktor kritis TQM
berpengaruh signifikan
terhadap kinerja
manajerial.
3. Tidak ada perbedaan
sikap antara manajer
menengah operasional
dan non operasional
terhadap faktor
kritis TQM.

Variabel terikat
1. Kinerja manajerial

Tabel 2.4. (Lanjutan)
No.

Penelitian
(Tahun) dan Judul

Variabel

2

Terziovski,.
Samson, dan
Dow (2003), The
Business Value of
Quality
Management
Systems

Variabel bebas
1. Perusahaan
bersertifikat ISO 9000
2. Perusahaan belum
bersertifikat ISO 9000

Certification:
Evidence from
Australia and
New
Zealand

Variabel terikat
1. Kinerja Organisasi

Prajogo, dan
Brown (2004),
The Relationship
Between TQM
Practices and
Quality
Performance
and the
Role of Formal
TQM Programs:
An Australian
Emprical Study

Variabel bebas
1. Kepemimpinan
2. Perencanaan
stratejik
3. Fokus pada
konsumen
4. Informasi dan
Analisis
5. Manajemen
Sumberdaya Manusia
6. Manajemen proses

3

Variabel terikat
฀ Kinerja kualitas

Responden/
Sampel

Metode Analisis dan Hasil
Penelitian

962 Persh.
Australia
379 Persh.
Selandia
Baru

1. Manova dan Mancova,
Anova dan Ancova.
2. Sertifikasi ISO 9000
tidak menunjukkan
pengaruh positif yang
signifikan pada kinerja
organisasi.
3. Tidak adanya perbedaan
kinerja organisasi antara
perusahaan yang
menerapkan TQM
dengan yang tidak.
4. Hal tersebut menunjukan
bahwa pada umumnya
sertifikasi ISO 9000
mempunyai sedikit atau
tidak menjelaskan
kekuatan kinerja
organisasi.

194
Manajer

1. Multiple Regression
Analysis (MRA) equation,
and Structural equation
modeling (SEM).
2. Perusahaan yang
mengadopsi program
TQM formal dalam hal
praktek TQM lebih
unggul daripada
yang tidak menerapkan
program TQM. Tetapi
perbedaan tersebut tidak
mempengaruhi kinerja
kualitas.
3. Terdapat hubungan yang
kuat antara praktek TQM
dan kinerja kualitas dan
tidak ada perbedaan yang
signifikan antara
organisasi yang
menerapkan program
secara formal dengan
organisasi yang
mengadopsi TQM secara
non formal.

Dokumen yang terkait

PENGARUH TOTAL QUALITY MANAGEMENT, SISTEM PENGUKURAN KINERJA, SISTEM PENGHARGAAN, DAN KOMITMEN ORGANISASI Pengaruh Total Quality Management, Sistem Pengukuran Kinerja, Sistem Penghargaan, dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Manajerial (Studi Kasus p

1 17 17

PENGARUH TOTAL QUALITY MANAGEMENT, SISTEM PENGUKURAN KINERJA, SISTEM PENGHARGAAN, DAN KOMITMEN ORGANISASI Pengaruh Total Quality Management, Sistem Pengukuran Kinerja, Sistem Penghargaan, dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Manajerial (Studi Kasus p

0 4 17

PENGARUH TOTAL QUALITY MANAGEMENT, SISTEM PENGUKURAN KINERJA, SISTEM PENGHARGAAN (REWARD), DAN KOMITMEN Pengaruh Total Quality Management, Sistem Pengukuran Kinerja, Sistem Penghargaan (Reward), Dan Komitmen Organisasiterhadap Kinerja Manajer Unit (Studi

0 4 15

PENGARUH TOTAL QUALITY MANAGEMENT, SISTEM PENGUKURAN KINERJA, SISTEM PENGHARGAAN (REWARD), DAN KOMITMEN Pengaruh Total Quality Management, Sistem Pengukuran Kinerja, Sistem Penghargaan (Reward), Dan Komitmen Organisasiterhadap Kinerja Manajer Unit (Studi

0 1 15

Pengaruh Total Quality Management (TQM) terhadap Kinerja Perusahaan.

2 20 15

Analisis Pengaruh Komitmen Pimpinan Mengimplementasikan Total Quality Management Dalam Peningkatan Kinerja Perusahaan

0 0 17

Analisis Pengaruh Komitmen Pimpinan Mengimplementasikan Total Quality Management Dalam Peningkatan Kinerja Perusahaan

1 5 12

Analisis Pengaruh Komitmen Pimpinan Mengimplementasikan Total Quality Management Dalam Peningkatan Kinerja Perusahaan

0 0 2

Analisis Pengaruh Komitmen Pimpinan Mengimplementasikan Total Quality Management Dalam Peningkatan Kinerja Perusahaan

0 0 7

PENGARUH KOMITMEN, PERSEPSI, DAN PENERAPAN PILAR DASAR TOTAL QUALITY MANAGEMENT TERHADAP KINERJA MANAJERIAL

0 0 28