Pengaruh Current Ratio dan Debt Ratio Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak akhir tahun 1997 yaitu merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat telah berdampak luas pada kehidupan politik dan ekonomi perusahaan-perusahaan publik di Indonesia menjadi semakin lemah dan terpuruk. Dengan melihat kondisi tersebut, maka suatu perusahaan diharapkan secara cepat dan tepat untuk membuat keputusan dan melakukan tindakan untuk memperbaiki situasi ini. Beberapa perusahaan publik ada yang tetap survive, dapat meraih keuntungan atau tidak mengalami financial distress, dan sebagian lagi mengalami financial distress. Dalam berinvestasi setiap investor akan selalu mempertimbangkan dua hal utama, yaitu hasil yang diharapkan dan resiko investasi. Investor menginginkan pengembalian (return) yang maksimal dengan resiko tertentu (Tandelilin, 2001:47).

Dalam setiap pengambilan keputusan investasi, investor selalu dihadapkan pada kondisi ketidakpastian. Kesulitan Keuangan yang dialami perusahaan dapat mengakibatkan kerugian bagi banyak pihak. Oleh karena itu, banyak penelitian yang dilakukan untuk melakukan identifikasi kelangsungan hidup perusahaan. Dalam kenyataannya, banyak perusahaan yang diperkirakan mengalami penurunan masih tetap eksis sampai sekarang.

Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Model financial distress perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui keadaan financial distress


(2)

perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah pada kesulitan keuangan yang menuju pada kebangkrutan. Melakukan identifikasi terhadap laporan keuangan dari sebuah perusahaan merupakan aspek penting untuk mengetahui keadaan perusahaan bagi manajemen dan pemilik perusahaan dalam mengantisipasi kemungkinan adanya potensi kebangkrutan.

Salah satu informasi yang dapat dipakai investor sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan investasi adalah melalui analisis perusahaan. Untuk melakukan analisis perusahaan maka dapat dilakukan dengan menggunakan identifikasi terhadap risiko keuangan perusahaan. Dengan adanya risiko investasi tersebut seorang investor dituntut untuk lebih jeli, teliti dan cermat dalam menentukan investasi pada perusahaan yang bagaimana yang layak dalam menanamkan modal yang dimilikinya.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi, salah satunya kondisi kesehatan perusahaan yang mencerminkan kemampuan menghasilkan laba suatu perusahaan. Juga ada beberapa sumber risiko yang dapat mempengaruhi besarnya bisnis, risiko financial, risiko likuidasi, risiko nilai tukar mata uang dan resiko negara (Tandelilin, 2001:48-51).

Pada umumnya perusahaan dalam setiap operasinya mempunyai tujuan untuk menentukan kelangsungan perusahaan di masa yang akan datang. Salah satu tujuan utama didirikannya perusahaan adalah dengan harapan akan menghasilkan keuntungan sehingga mampu bertahan dan berkembang dalam jangka panjang dan tidak mengalami likuidasi.


(3)

Dalam mengantisipasi ketidakpastian di masa yang akan datang, diperlukan suatu penilaian terhadap kondisi perusahaan. Penilaian terhadap kondisi perusahaan merupakan cara bagi manajemen untuk melakukan evaluasi kinerja perusahaan dalam menggunakan sumber-sumber dana yang tersedia. Adanya penilaian kondisi perusahaan agar sedapat mungkin perusahaan menyadari kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi di masa yang akan datang dan menemukan cara untuk menyiasatinya sejak dini.

Identifikasi tentang kondisi perusahaan yang kesulitan keuangan (financial distress), yang kemudian mengalami kebangkrutan dapat diamati dengan mencermati memburuknya rasio-rasio keuangan dari tahun ke tahun. Situasi krisis seperti itu mempunyai pengaruh yang sangat besar karena operasi perusahaan yang tidak efisien akan sangat mempengaruhi kinerja perusahaan. Krisis ekonomi yang berkepanjangan menyebabkan financial distress bagi perusahaan. Hal ini ditandai dengan merosotnya nilai rupiah. Sehingga memicu terjadinya penurunan kinerja perusahaan. Kesulitan keuangan (financial distrsess) merupakan identifikasi utama kebangkrutan perusahaan. Kesehatan suatu perusahaan akan mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menjalankan usaha, distribusi aktiva, keefisienan penggunaan aktiva, hasil usaha atau pendapatan yang telah dicapai serta potensi kebangkrutan yang akan dikendalikan.

Ada dua macam kegagalan yang dapat menyebabkan terjadinya kebangkrutan, yaitu kegagalan ekonomi dan kegagalan keuangan. Kegagalan ekonomi suatu perusahaan dikaitkan dengan ketidakseimbangan antara pendapatan dengan pengeluaran perusahaan. Kegagalan ekonomi juga dapat


(4)

disebabkan oleh biaya modal perusahaan yang lebih besar dari tingkat laba atas biaya historis investasi. Sementara itu, sebuah perusahaan dikategorikan bangkrut keuangannya jika perusahaan tersebut tidak mampu membayar kewajibannya pada waktu jatuh tempo, meskipun total aktiva melebihi kewajibannya keadaan ini sering didefinisikan sebagai insolvensi teknis. Tentu saja sebuah perusahaan juga akan didepan (Brigham dan Houston, 2006:32).

Laporan keuangan merupakan alat penting untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan serta hasil-hasil yang telah dicapai sehubungan dengan pemilihan strategi perusahaan yang akan diterapkan. Dengan melakukan analisis laporan keuangan perusahaan, maka pimpinan perusahaan dapat mengetahui keadaan serta perkembangan financial perusahaan serta hasil-hasil yang telah dicapai di waktu lampau dan di waktu yang sedang berjalan. Selain itu dengan menganalisis laporan keuangan di waktu lampau maka dapat diketahui kelemahan-kelemahan perusahaan serta hasil-hasilnya yang dianggap telah cukup baik dan mengetahui potensi kebangkrutan perusahaan tersebut. Perusahaan di nyatakan pailit jika total kewajibannya melebihi nilai wajar dari total aktiva.

Laporan keuangan yang biasa dianalisis adalah (1) Laporan keuangan yang menggambarkan harta (aset), hutang (kewajiban), dan modal yang dimiliki perusahaan pada saat tertentu, biasanya akhir tahun atau kwartal/triwulan. Laporan keuangan ini berupa neraca; (2) Laporan keuangan yang menggambarkan besarnya pendapatan, biaya-biaya, pajak dan laba atau rugi perusahaan pada suatu waktu tertentu, juga biasanya tahunan atau kwartal/triwulan. Laporan ini disebut


(5)

laporan rugi laba. Dengan mengadakan analisis laporan keuangan terhadap data keuangan perusahaan antara neraca dan laporan rugi laba, akan dapat mengetahui perkembangan keuangan perusahaan dan dapat diketahui hasil-hasil keuangan atau operasi yang telah dicapai di waktu-waktu lalu dan waktu yang sedang berjalan. Dengan mengadakan analisis laporan keuangan dari tahun-tahun lalu, dapat diketahui kelemahan-kelemahan suatu perusahaan serta hasil-hasil yang dianggap cukup baik.

Analisis rasio adalah salah satu cara pemrosesan dan penginterpretasikan informasi akuntansi. Dengan analisis rasio ini dapat diketahui kekuatan dan kelemahan perusahaan di bidang keuangan. Analisis rasio keuangan dapat dipakai sebagai model sistem peringatan dini (early warning system) terhadap menurunnya kondisi keuangan dari suatu perusahaan. Model ini dapat digunakan sebagai alat untuk mengenali gejala awal kondisi financial distress untuk selanjutnya dilakukan upaya memperbaiki kondisi sebelum sampai pada kondisi krisis atau kebangkrutan. Rasio keuangan banyak dipakai oleh berbagai penelitian karena rasio keuangan terbukti berperan penting dalam evaluasi kinerja keuangan dan dapat digunakan untuk memprediksi kelangsungan usaha baik yang sehat maupun yang tidak sehat. Yang dimana alat ukur yang digunakan dari rasio keuangan tersebut adalah current ratio dan debt ratio untuk melihat ada atau tidak nya kemungkinan terjadi financial distress pada perusahaan property dan real estate te Perusahaan-perusahaan yang menawarkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI), antara lain dari jenis usaha property dan real estate, jasa. Banyak masyarakat menginvestasikan modalnya di industri property dan real estate


(6)

karena harga tanah dan bangunan yang cenderung naik tiap tahunnya. Penyebabnya adalah supply tanah bersifat tetap sedangkan demand akan selalu lebih besar seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Investasi pada industri property dan real estate pada umumnya bersifat jangka panjang dan akan tumbuh sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Namun terjadinya krisis keuangan global tahun 2008 lalu yang menghempaskan negara Amerika Serikat utamanya di awali dari jatuhnya industri property dan real estate dan akhirnya berdampak di wilayah Asia. Krisis yang diawali dari kredit macet untuk perumahan tersebut sebenarnya sudah menunjukkan indikasi sekitar pertengahan Juni 2004 ketika ada kenaikan suku bunga untuk kredit perumahan.

Amerika Serikat memiliki peranan yang besar dalam perekonomian dunia dengan nilai PDB sebesar USD 15,5 Triliun pada akhir tahun 2011 (seperempat dari PDB dunia), negara tersebut selama ini menjadi tujuan ekspor bagi negara-negara lain, serta transaksi di pasar modal yang diikuti banyak negara-negara terbilang sangat besar. Menurut Crockett (1997) dalam (Hadad, dkk, 2004) stabilitas keuangan erat kaitannya dengan kesehatan suatu perekonomian. Semakin sehat sektor keuangan di suatu negara, semakin sehat pula perekonomian, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian perkembangan sektor keuangan, termasuk di dalamnya pasar modal, merupakan salahsatu indikator yang perlu diperhatikan untuk menjaga kesehatan atau kestabilan perekonomian. Pergerakan harga saham, obligasi, dan sebagainya di pasar modal suatu negara disebabkan oleh persepsi investor terhadap kondisi pasar modal tersebut. Persepsi ini pada akhirnya akan mempengaruhi dana investasi yang masuk ke negara tersebut, sehingga


(7)

mempengaruhi keadaan perekonomian negara yang bersangkutan. Hal tersebut bukan hanya terjadi di Amerika Serikat, namun juga melanda Eropa dan Asia.

Indonesia merupakan merupakan salah satu negara yang terkena dampak krisis yang terjadi di Amerika Serikat. Sebagian besar Industri di Indonesia terkena dampak krisis tersebut, tak terkecuali Property dan Real Estate yang berhubungan dengan industri perbankan. Perbankan akan berhati hati memberikan kredit perumahan kepada nasabah.

Dampak dari pengaruh krisis keuangan global mulai menganggu sektor Property dan real estate, salah satunya pengembang mulai menahan dana ( Wait dan see) untuk berinvestasi. Tingkat suku bunga acuan ( BI rate ) yang pasca krisis global berada pada posisi 9.50 persen diakui telah membebani pengembang saat ini, utamanya dalam memasarkan perumahan mereka, perbankan meneluarkan kredit investasi, yang menyebabkan sektor property dan real estate semakin sulit bertahan. Dampak dari pengetatan yang diberlakukan oleh perbankan naik 50% dari harga rumah dari sebelum krisis global terjadi sekitar 20 % - 30 %. ( http://mitachalik.wordpress.com ).

Analisis rasio keuangan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan menjadi topik menarik setelah Altman tahun 1968 menemukan suatu formula untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan dengan istilah yang sangat dikenal yaitu Z-Score Altman. Z-Score merupakan skor yang ditentukan dari hitungan standar dikalikan rasio-rasio keuangan yang akan menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan.


(8)

Fakta yang terjadi adalah terdapat beberapa peusahaan property dan real estate di Indonesia yang mengalami penurunan pendapatan secara terus menerus, bahkan ada yang mengalami kebangkrutan. Salah satu contoh kasus adalah New Century Development Tbk (PTRA) sebagai salah satu perusahaan property dan real estate yang terdaftra di bursa efek Indonesia sejak 28 Maret 1994 harus delisting dari bursa efek Indonesia (BEI) pada 24 Januari 2011. Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam perusahaan tetapi faktanya New Century Development Tbk memiliki penurunan laba dan New Century memiliki aktiva lancar lebih kecil dari pada utang lancar dan total hutang yang lebih besar dari pada total aktiva. Hal ini merupakan suatu peringatan bagi perusahaan property dan real estate dalam menghadapi kemungkinan terjadinya kebangkrutan. Berikut disajikan aktiva lancar, utang lancar, total utang dan total asset perusahaan property dan real estate di BEI.

Tabel 1.1

Daftar Aktiva Lancar dan Utang Lancar Perusahaan Property dan Real Estate

No Nama Perusaha

an

Aktiva Lancar Utang Lancar

2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014

1 COWL 232,849,4 02,113 403,187,4 99,295 213.170.9 42.997 477.700.8 59.011 182.395.78 9.766 285.845.28 0.003 320.518.40 3.573 490.566.3 24.200

2 ELTY 5.628.083. 620.180 3.826.637. 618.331 2.776.534. 225.378 4.754.578. 792.476 4.189.484.4 52.154 4.470.431.8 93.894 4.395.258.1 71.260 5.144.194. 341.024

3 JPRT 1.926.422. 132 2.072.956. 998 2.154.914. 227 2.303.238. 701 1.865.542.5 11 2.367.282.0 66 3.063.899.2 66 3.047.241. 473

4 MDLN 826.387.8 18.060 1.940.276. 898.305 2.036.868. 531.503 2.061.415. 313.134 994.330.06 5.215 1.525.673.3 73.150 2.441.922.9 58.749 1.707.369. 122.496 Sumber: www.idx.co.id


(9)

Berdasarkan data Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa perusahaan COWL mengalami peningkatan aktiva lancar di tahun 2012 sebesar 170,338,097,182, pada tahun 2013 mengalami penurunan aktiva lancar sebesar 190,016,556,298, dan pada tahun 2014 perusahaan mengalami peningkatan aktiva lancar sebesar 264,529,916,014. sedangkan untuk utang lancar yang dimiliki perusahaan COWL 2012 mengalami peningkatan hutang lancar sebesar 103,449,490,237, pada tahun 2013 mengalami peningkatan hutang lancar sebesar 34,673,123,570 dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan hutang lancar sebesar 170,047,920,627. Pada setiap tahunnya perusahaan COWL mengalami peningkatan hutang lancar.

Pada perusahaan COWL memiliki Current ratio di tahun 2011 sebesar 1.2766, artinya aktiva lancar yang dimiliki perusahaan lebih besar daripada hutang lancar perusahaan. Pada tahun 2012 current ratio sebesar 1.4175, artinya aktiva lancar perusahaan lebih besar dari pada hutang lancar perusahaan. Pada tahun 2013 perusahaan memiliki current ratio sebesar 0,6651, artinya aktiva lancar yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada hutang lancar perusahaan. Pada tahun 2014 current ratio perusahaan sebesar 0.9378, artinya aktiva lancar yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada hutang lancar perusahaan.

pada perusahaan ELTY mengalami penurunan aktiva lancar di tahun 2012 sebesar 1,801,446,001,849, pada tahun 2013 mengalami penurunan aktiva lancar sebesar 1,050,103,392,953, dan pada tahun 2014 perusahaan mengalami peningkatan aktiva lancar sebesar 1,978,044,567,098. sedangkan untuk utang lancar yang dimiliki perusahaan ELTY 2012 mengalami peningkatan hutang lancar sebesar 280,947,441,740, pada tahun 2013 mengalami penurunan hutang


(10)

lancar sebesar 75,173,722,634 dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan hutang lancar sebesar 748,936,169,764.

Pada perusahaan ELTY memiliki current ratio di tahun 2011 sebesar1.3434, artinya aktiva lancar yang dimiliki perusahaan lebih besar daripada utang lancar perusahaan. Pada tahun 2012 current ratio sebesar 0.8560, artinya aktiva lancar yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada hutang lancar perusahaan. Pada tahun 2013 perusahaan memiliki current ratio sebesar 0,6317, artinya aktiva lancar yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada hutang lancar perusahaan. Pada tahun 2014 current ratio perusahaan sebesar 0.9247, artinya aktiva lancar yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada hutang lancar perusahaan.

pada perusahaan JPRT mengalami peningkatan aktiva lancar di tahun 2012 sebesar 146,534,866, pada tahun 2013 mengalami peningkatan aktiva lancar sebesar 81,957,229, dan pada tahun 2014 perusahaan mengalami peningkatan aktiva lancar sebesar 148,324,474. sedangkan untuk utang lancar yang dimiliki perusahaan ELTY tahun 2012 mengalami peningkatan hutang lancar sebesar 501,739,555, pada tahun 2013 mengalami peningkatan hutang lancar sebesar 696,617,200 dan pada tahun 2014 mengalami penurunan hutang lancar sebesar 16,657,793.

Pada perusahaan JPRT memiliki current ratio di tahun 2011 sebesar 1.0326, artinya aktiva lancar yang dimiliki perusahaan lebih besar daripada utang lancar perusahaan. Pada tahun 2012 current ratio sebesar 0.8757, artinya aktiva lancar yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada hutang lancar perusahaan.


(11)

Pada tahun 2013 perusahaan memiliki current ratio sebesar 0,7033 , artinya aktiva lancar yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada hutang lancar perusahaan. Pada tahun 2014 current ratio perusahaan sebesar 0.7544, artinya aktiva lancar yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada hutang lancar perusahaan.

pada perusahaan MDLN mengalami peningkatan aktiva lancar di tahun 2012 sebesar 1,113,889,080,245 , pada tahun 2013 mengalami peningkatan aktiva lancar sebesar 96,591,633,198, dan pada tahun 2014 perusahaan mengalami peningkatan aktiva lancar sebesar 24,546,781,631. sedangkan untuk utang lancar yang dimiliki perusahaan ELTY tahun 2012 mengalami peningkatan hutang lancar sebesar 531,343,307,935 , pada tahun 2013 mengalami peningkatan hutang lancar sebesar 916,249,585,599 dan pada tahun 2014 mengalami penurunan hutang lancar sebesar 734,553,836,253.

Pada perusahaan MDLN memiliki current ratio di tahun 2011 sebesar 0,8311 artinya aktiva lancar yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada utang lancar perusahaan. Pada tahun 2012 current ratio sebesar 1.2718, artinya aktiva lancar yang dimiliki perusahaan lebih besar daripada hutang lancar perusahaan. Pada tahun 2013 perusahaan memiliki current ratio sebesar 0.8341 , artinya aktiva lancar yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada hutang lancar perusahaan. Pada tahun 2014 current ratio perusahaan sebesar 1.2074, artinya aktiva lancar yang dimiliki perusahaan lebih besar daripada hutang lancar perusahaan.


(12)

Tabel 1.2

Daftar Total Hutang dan Total Asset Perusahaan Property dan Real Estate

No Nama Perusahaan

Total Utang Total Asset

2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014

1 COWL 221.859.8

63.217 644.544.0 39.238 762.326.9 60.130 2.344.406. 888.083 385.681.5 65.146 1.778.428. 912.031 1.944.913. 754.306 3.682.392. 492.170

2 ELTY 6.805.878. 160.103 6.071.730. 903.278 5.135.730. 903.278 6.892.121. 547.959 17.707.94 9.698.417 16.235.63 2.983.194 12.301.12 4.419.066 14.506.12 3.496.863

3 JPRT 2.184.096. 658 2.776.832. 058 3.479.530. 351 3.482.331. 602 4.084.414. 9587 4.998.260. 900 6.163.177. 866 6.684.262. 908

4 MDLN 1.337.667. 658.728 2.365.906. 152.924 4.972.112. 587.194 5.115.802. 013.637 2.506.029. 716.477 4.591.920. 046.013 9.647.813. 079.565 10.446,90 7.695.182 Sumber. www.idx.co.id

Berdasarkan data Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa perusahaan pada perusahaan COWL mengalami peningkatan total hutang di tahun 2012 sebesar 422,684,176,021, pada tahun 2013 mengalami peningkatan total hutang sebesar 117,782,920,892 , dan pada tahun 2014 perusahaan mengalami peningkatan total hutang sebesar 1,582,079,927,953 . pada setiap tahunnya perusahaan COWL mengalami peningkatan total hutang.

sedangkan untuk total asset yang dimiliki perusahaan COWL 2012 mengalami peningkatan total hutang sebesar 1,392,747,346,885.00, pada tahun 2013 mengalami peningkatan total asset sebesar 166,484,842,275 dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan total asset sebesar1,737,478,737,864 . Pada setiap tahunnya perusahaan COWL mengalami peningkatan total asset.

Pada perusahaan COWL memiliki debt ratio di tahun 2011 sebesar 0,5752, artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada total asset perusahaan. Pada tahun 2012 debt ratio sebesar 0,3624, artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada total asset perusahaan. Pada tahun 2013


(13)

perusahaan memiliki debt ratio sebesar 0,3920, artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada total asset perusahaan. Pada tahun 2014 debt ratio perusahaan sebesar 0.6367, artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada total asset perusahaan .

pada perusahaan ELTY mengalami penurunan total hutang di tahun 2012 sebesar 734,147,256,825, pada tahun 2013 mengalami penurunan total hutang sebesar-936,000,000,000 , dan pada tahun 2014 perusahaan mengalami peningkatan total hutang sebesar 1,756,390,644,681. sedangkan untuk total asset yang dimiliki perusahaan ELTY 2012 mengalami penurunan total asset sebesar 1,472,316,715,223, pada tahun 2013 mengalami penurunan total asset sebesar 3,934,508,564,128 dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan total asset sebesar 2,204,999,077,797.

Pada perusahaan ELTY memiliki debt ratio di tahun 2011 sebesar 0,3843, artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada total asset perusahaan. Pada tahun 2012 debt ratio sebesar 0.3720, artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada total asset perusahaan. Pada tahun 2013 perusahaan memiliki debt ratio sebesar 0,4175, artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada total asset perusahaan. Pada tahun 2014 debt ratio perusahaan sebesar 0,4751, artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada total asset perusahaan.

pada perusahaan JPRT mengalami peningkatan total hutang di tahun 2012 sebesar 592,735,400, pada tahun 2013 mengalami peningkatan total hutang sebesar 702,698,293 dan pada tahun 2014 perusahaan mengalami peningkatan


(14)

total hutang sebesar 2,801,251. sedangkan untuk total asset yang dimiliki perusahaan ELTY tahun 2012 mengalami peningkatan total asset sebesar 154,111,313, pada tahun 2013 mengalami peningkatan total asset sebesar 1,164,916,966 dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan total asset sebesar 521,085,042 .

Pada perusahaan JPRT memiliki debt ratio di tahun 2011 sebesar 0,5397, artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada total asset perusahaan. Pada tahun 2012 debt ratio sebesar 0.5556, artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada total asset perusahaan. Pada tahun 2013 perusahaan memiliki debt ratio sebesar 0,5646, artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada total asset perusahaan. Pada tahun 2014 debt ratio perusahaan sebesar 0.5210, artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada total asset perusahaan.

pada perusahaan MDLN mengalami peningkatan total hutang di tahun 2012 sebesar 1,028,238,494,196, pada tahun 2013 mengalami peningkatan total hutang sebesar 2,606,206,434,270 , dan pada tahun 2014 perusahaan mengalami peningkatan total hutang sebesar 143,689,426,443. sedangkan untuk total asset yang dimiliki perusahaan ELTY tahun 2012 mengalami peningkatan total asset sebesar 2,085,890,329,536, pada tahun 2013 mengalami peningkatan total asset sebesar 5,055,893,033,552 dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan total asset sebesar 799,094,615,617.

Pada perusahaan MDLN memiliki debt ratio di tahun 2011 sebesar 0,5338 artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada total asset


(15)

perusahaan. Pada tahun 2012debt ratio sebesar 0,5132, artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada total asset perusahaan . Pada tahun 2013 perusahaan memiliki debt ratio sebesar 0.5254, artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada total asset perusahaan. Pada tahun 2014 debt ratio perusahaan sebesar 0,4897, artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada total asset perusahaan .

Berdasarkan data Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa perusahaan property dan real estate memiliki aktiva lancar, hutang lancar dan Total Hutang, Total asset yang tidak stabil, di beberapa perusahaan bahkan cenderung menglami penurunan yang berkelanjutan. Kondisi keuangan ini tentu merupakan cerminan untuk mengetahui kelancaran aktivitas peusahaan. Untuk menilai kondisi keuangan perusahaan dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode pengukuran.

Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk memprediksi kebangkrutan dengan analisis laporan keuangan perusahaan. Diantarannya menggunakan model Alman Z”-Score. Model analisis ini banyak digunakan untuk memprediksi kebangkrutan karena relative mudah untuk dipublikasikan, serta tingkat akurasinya cukup tinggi.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penelitian bertujuan melakukan pengujian secara empiris untuk mengetahui apakah ada pengaruh current ratio dan debt ratio terhadap financial distress perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 – 2014 yang memenuhi persyaratan untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini. Alasan


(16)

pemilihan sampel adalah karena perusahaan property dan real estate dinilai mampu memberikan gambaran yang lebih baik dalam melihat apakah akan terjadi kondisi financial distress pada perusahaan . Oleh karena itu penulis memberi judul penelitian ini “Pengaruh current ratio dan debt Ratio terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, peruusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah Current Ratio dan Debt Ratio berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia?”

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai penelitian ini adalah: Untuk mengetahui dan Menganalisis Pengaruh Current Ratio dan Debt Ratio terhadap Financial Distress Pada perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di bursa Efek Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan data memberikan manfaat bagi bebraa pihak terkait, yaitu :

1. Bagi Perusahaan Property dan Real Estate

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk menghindari terjadinya financial distress pada perusahaan.


(17)

2. Bagi Investor

Sebagai pemberi informasi dan bahan pertimbangan kepada investor yang akan melakukan investasi.

3. Bagi Peneliti

Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan mempertajam daya piker ilmiah mengenai financial distress perusahaan property dan real estate yang terdaftar di bursa efek Indonesia.

4. Bagi Pembaca dan Peneliti Lain

Sebagai bahan referensi oleh peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian pada ruang lingkup dan kajian yang lebih luas.


(1)

Tabel 1.2

Daftar Total Hutang dan Total Asset Perusahaan Property dan Real Estate

No Nama Perusahaan

Total Utang Total Asset

2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014

1 COWL 221.859.8

63.217 644.544.0 39.238 762.326.9 60.130 2.344.406. 888.083 385.681.5 65.146 1.778.428. 912.031 1.944.913. 754.306 3.682.392. 492.170

2 ELTY 6.805.878. 160.103 6.071.730. 903.278 5.135.730. 903.278 6.892.121. 547.959 17.707.94 9.698.417 16.235.63 2.983.194 12.301.12 4.419.066 14.506.12 3.496.863

3 JPRT 2.184.096. 658 2.776.832. 058 3.479.530. 351 3.482.331. 602 4.084.414. 9587 4.998.260. 900 6.163.177. 866 6.684.262. 908

4 MDLN 1.337.667. 658.728 2.365.906. 152.924 4.972.112. 587.194 5.115.802. 013.637 2.506.029. 716.477 4.591.920. 046.013 9.647.813. 079.565 10.446,90 7.695.182 Sumber. www.idx.co.id

Berdasarkan data Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa perusahaan pada perusahaan

COWL mengalami peningkatan total hutang di tahun 2012 sebesar

422,684,176,021, pada tahun 2013 mengalami peningkatan total hutang sebesar

117,782,920,892 , dan pada tahun 2014 perusahaan mengalami peningkatan total

hutang sebesar 1,582,079,927,953 . pada setiap tahunnya perusahaan COWL

mengalami peningkatan total hutang.

sedangkan untuk total asset yang dimiliki perusahaan COWL 2012

mengalami peningkatan total hutang sebesar 1,392,747,346,885.00, pada tahun

2013 mengalami peningkatan total asset sebesar 166,484,842,275 dan pada tahun

2014 mengalami peningkatan total asset sebesar1,737,478,737,864 . Pada setiap

tahunnya perusahaan COWL mengalami peningkatan total asset.

Pada perusahaan COWL memiliki debt ratio di tahun 2011 sebesar 0,5752,

artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada total asset

perusahaan. Pada tahun 2012 debt ratio sebesar 0,3624, artinya total hutang yang


(2)

perusahaan memiliki debt ratio sebesar 0,3920, artinya total hutang yang dimiliki

perusahaan lebih kecil daripada total asset perusahaan. Pada tahun 2014 debt ratio

perusahaan sebesar 0.6367, artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih

kecil daripada total asset perusahaan .

pada perusahaan ELTY mengalami penurunan total hutang di tahun 2012

sebesar 734,147,256,825, pada tahun 2013 mengalami penurunan total hutang

sebesar-936,000,000,000 , dan pada tahun 2014 perusahaan mengalami

peningkatan total hutang sebesar 1,756,390,644,681. sedangkan untuk total asset

yang dimiliki perusahaan ELTY 2012 mengalami penurunan total asset sebesar

1,472,316,715,223, pada tahun 2013 mengalami penurunan total asset sebesar

3,934,508,564,128 dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan total asset

sebesar 2,204,999,077,797.

Pada perusahaan ELTY memiliki debt ratio di tahun 2011 sebesar 0,3843,

artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada total asset

perusahaan. Pada tahun 2012 debt ratio sebesar 0.3720, artinya total hutang yang

dimiliki perusahaan lebih kecil daripada total asset perusahaan. Pada tahun 2013

perusahaan memiliki debt ratio sebesar 0,4175, artinya total hutang yang dimiliki

perusahaan lebih kecil daripada total asset perusahaan. Pada tahun 2014 debt ratio

perusahaan sebesar 0,4751, artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih

kecil daripada total asset perusahaan.

pada perusahaan JPRT mengalami peningkatan total hutang di tahun 2012

sebesar 592,735,400, pada tahun 2013 mengalami peningkatan total hutang


(3)

total hutang sebesar 2,801,251. sedangkan untuk total asset yang dimiliki

perusahaan ELTY tahun 2012 mengalami peningkatan total asset sebesar

154,111,313, pada tahun 2013 mengalami peningkatan total asset sebesar

1,164,916,966 dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan total asset sebesar

521,085,042 .

Pada perusahaan JPRT memiliki debt ratio di tahun 2011 sebesar 0,5397,

artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih kecil daripada total asset

perusahaan. Pada tahun 2012 debt ratio sebesar 0.5556, artinya total hutang yang

dimiliki perusahaan lebih kecil daripada total asset perusahaan. Pada tahun 2013

perusahaan memiliki debt ratio sebesar 0,5646, artinya total hutang yang dimiliki

perusahaan lebih kecil daripada total asset perusahaan. Pada tahun 2014 debt ratio

perusahaan sebesar 0.5210, artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih

kecil daripada total asset perusahaan.

pada perusahaan MDLN mengalami peningkatan total hutang di tahun

2012 sebesar 1,028,238,494,196, pada tahun 2013 mengalami peningkatan total

hutang sebesar 2,606,206,434,270 , dan pada tahun 2014 perusahaan mengalami

peningkatan total hutang sebesar 143,689,426,443. sedangkan untuk total asset

yang dimiliki perusahaan ELTY tahun 2012 mengalami peningkatan total asset

sebesar 2,085,890,329,536, pada tahun 2013 mengalami peningkatan total asset

sebesar 5,055,893,033,552 dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan total

asset sebesar 799,094,615,617.

Pada perusahaan MDLN memiliki debt ratio di tahun 2011 sebesar 0,5338


(4)

perusahaan. Pada tahun 2012debt ratio sebesar 0,5132, artinya total hutang yang

dimiliki perusahaan lebih kecil daripada total asset perusahaan . Pada tahun 2013

perusahaan memiliki debt ratio sebesar 0.5254, artinya total hutang yang dimiliki

perusahaan lebih kecil daripada total asset perusahaan. Pada tahun 2014 debt ratio

perusahaan sebesar 0,4897, artinya total hutang yang dimiliki perusahaan lebih

kecil daripada total asset perusahaan .

Berdasarkan data Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa perusahaan

property dan real estate memiliki aktiva lancar, hutang lancar dan Total Hutang,

Total asset yang tidak stabil, di beberapa perusahaan bahkan cenderung menglami

penurunan yang berkelanjutan. Kondisi keuangan ini tentu merupakan cerminan

untuk mengetahui kelancaran aktivitas peusahaan. Untuk menilai kondisi

keuangan perusahaan dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode

pengukuran.

Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk memprediksi kebangkrutan

dengan analisis laporan keuangan perusahaan. Diantarannya menggunakan model

Alman Z”-Score. Model analisis ini banyak digunakan untuk memprediksi kebangkrutan karena relative mudah untuk dipublikasikan, serta tingkat

akurasinya cukup tinggi.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penelitian bertujuan

melakukan pengujian secara empiris untuk mengetahui apakah ada pengaruh

current ratio dan debt ratio terhadap financial distress perusahaan property dan

real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 – 2014 yang memenuhi persyaratan untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini. Alasan


(5)

pemilihan sampel adalah karena perusahaan property dan real estate dinilai

mampu memberikan gambaran yang lebih baik dalam melihat apakah akan terjadi

kondisi financial distress pada perusahaan . Oleh karena itu penulis memberi

judul penelitian ini “Pengaruh current ratio dan debt Ratio terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar Di Bursa Efek

Indonesia”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, peruusan masalah pada penelitian ini adalah

“Apakah Current Ratio dan Debt Ratio berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia?”

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya,

maka tujuan yang ingin dicapai penelitian ini adalah: Untuk mengetahui dan

Menganalisis Pengaruh Current Ratio dan Debt Ratio terhadap Financial Distress

Pada perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di bursa Efek Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan data memberikan manfaat bagi bebraa pihak

terkait, yaitu :

1. Bagi Perusahaan Property dan Real Estate

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dan masukan untuk menghindari terjadinya financial


(6)

2. Bagi Investor

Sebagai pemberi informasi dan bahan pertimbangan kepada investor yang

akan melakukan investasi.

3. Bagi Peneliti

Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan

mempertajam daya piker ilmiah mengenai financial distress perusahaan

property dan real estate yang terdaftar di bursa efek Indonesia.

4. Bagi Pembaca dan Peneliti Lain

Sebagai bahan referensi oleh peneliti selanjutnya untuk melakukan


Dokumen yang terkait

Pengaruh Debt to Asset Ratio, Current Ratio dan Cash Ratio terhadap Return on Asset pada Perusahaan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2011 - 2013

2 73 74

Pengaruh Total Asset Turn Over, Debt to Equity Ratio dan Debt to Asset Ratio terhadap profitabilitas pada Perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

6 74 88

Pengaruh Current Ratio dan Debt Ratio Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 31 137

Pengaruh Current Ratio dan Debt Ratio Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 21 137

Pengaruh Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Profit Margin Ratio, dan Total Asset Turnover terhadap Perubahan Laba pada Perusahaan Property and Real Estate yang Terdaftar pada Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2012.

0 1 41

Pengaruh Current Ratio dan Debt Ratio Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 11

Pengaruh Current Ratio dan Debt Ratio Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Pengaruh Current Ratio dan Debt Ratio Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 33

Pengaruh Current Ratio dan Debt Ratio Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 30

PENGARUH CURRENT RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO DAN NET PROFIT MARGIN TERHADAP PERUBAHAN LABA PADA PERUSAHAAN PROPERTY & REAL ESTATE YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA - POLSRI REPOSITORY

0 0 13