Pengaruh Current Ratio dan Debt Ratio Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1 Laporan Keuangan
Kinerja keuangan perusahaan dapat dinilai dan dianalisa dengan menggunakan suatu analisa keuangan yang disebut analisa rasio keuangan. Untuk mendapatkan keadaan tentang perkembangan kinerja perusahaan, perlu diadakan interprestasi atau analisis terhadap data keuangan dari perusahaan yang bersangkutan dan data tersebut tercermin dalam laporan keuangan.
Laporan keuangan menjadi penting karena memberikan input informasi untuk pengambilan keputusan. Menurut Hanafi (2009:105) laporan keuangan akan memberikan informasi mengenai profitabilitas, risiko, timing aliran kas yang semuanya akan mempengaruhi harapan pihak-pihak yang berkepentingan Periode penerbitan laporan keuangan pada umumnya diterbitkan setiap tahun operasi atau lebih dikenal dengan laporan keuangan tahunan (financial statement). Menurut Harahap (2010: 121) bahwa laporan keuangan memiliki pengertian sebagai berikut:
Sarana Pengkomunikasian Informasi keuangan utama kepada pihak-pihak diluar korporasi. Laporan ini menampilkan sejarah perusahaan yang kuantitatif dalam menilai moneter atau satuan uang berkenaan dengan sumber daya ekonomi dan kewajiban dari sutu perusahaan bisnis dan aktivitas ekonomi untuk mengubah sumber daya dan kewajiban.
(2)
Tujuan laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang berguna bagi keputusan investasi dan kredit. Untuk menyediakan informasi yang berguna dalam menilai arus kas masa depan. Untuk menyediakan informasi mengenai sumber daya perusahaan, Klaim terhadap sumber daya tersebut dan perubahaan di dalamnya.
Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan maupun perkembangan suatu perusahaan adalah para pemilik, serta pihak-pihak lain termasuk investor di dalamnya. Oleh karena itu, interprestasi terhadap laporan keuangan suatu perusahaan akan sangat bermanfaat untuk dapat mengetahui keadaan dan perkembangan kinerja suatu perusahaan. Khususnya bagi para calon investor yang mempunyai kepentingan terhadap laporan keuangan sebagai alat analistik dalam rangka penetuan kebijaksanaan penanaman modalnya. Apakah perusahaan mempunyai prospek yang cukup baik dan akan diperoleh keuntungan ataukah akan memberikan kerugian di masa yang akan datang. Jadi pengertian Financial Distress adalah perusahaan yang mengalami rugi selama dua tahun berturut-turut dan Non Financial Distress adalah perusahaan yang mengalami laba selama dua tahun berturut-turut.
2.1.2 Jenis-jenis Laporan Keuangan
Jenis-jenis laporan keuangan (financial statement) yang sering disajikan ada 4 (empat) yaitu :
1. Laporan Laba Rugi
(3)
2. Laporan Ekuitas Pemilik
Laporan Ekuitas Pemilik adalah suatu ikhtisar perubahan ekuitas pemilik yang terjadi selama periode tertentu.
3. Neraca
Neraca adalah suatu daftar aktiva, kewajiban dan ekuitas pemilik pada tanggal tertentu, biasanya pada akhir bulan atau akhir tahun.
4. Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas adalah suatu ikhtisar penerimaan kas dan pembayaran kas selama peroide waktu tertentu.
2.1.3 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
Dalam Standart Akuntansi keuangan 2002 dijelaskan bahwa karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok yaitu : 1. Mudah dipahami
Kualitas penting informasi yang ada dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk dapat dipahami oleh pemakai atau penggunanya. Maksudnya adalah pemakai di asumsikan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi serta kemauan untuk mempelajari informasi dari laporan keuangan yang terkandung di dalamnya dengan wajar.
2. Relevan
Informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi dari laporan keuangan di katakan
(4)
memiliki kualitas yang relevan jika dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini dan masa depan, menegaskan atau mengkoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu.
3. Keandalan
Informasi dikatakan handal yaitu informasi harus bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus dan jujur dari yang seharusnya di sajikan atau yang secara wajar di harapkan dapat di sajikan.
4. Dapat dibandingkan
Pemakai harus dapat membandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan dari perusahaan tersebut. Pemakai harus juga dapat memperbandingkan laporan keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relative agar pemakai betul-betul mengetahui hasil perbandingan dan perubahan laporan keuangan perusahaan yang di bandingkan tersebut.
2.1.4 Analisis Laporan Keuangan
Laporan keuangan menjadi penting karena memberikan input yaitu informasi yang bisa dipakai untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan akan memberikan informasi mengenai profitabilitas, risiko, timing aliran kas, yang kesemuanya akan mempengaruhi harapan pihakpihak yang berkepentingan.
(5)
keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil sehingga dapat dipahami dengan tujuan mengetahui kondisi keuangan dalam proses pengambilan keputusan. Analisis laporan keuangan sangat membantu manajemen dalam menilai kinerja perusahaannya sehingga dapat mengambil keputusan lebih lanjut baik itu dalam hal investasi, ekspansi, ataupun pendanaan perusahaan. Di lain pihak analisis laporan keuangan juga membantu investor yang ingin menanamkan dananya ke dalam perusahaan. Dalam analisis laporan keuangan, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam analisis, analisa juga harus mengidentifikasi adanya trend-trend tertentu dalam laporan keuangan.
2. Angka-angka yang berdiri sendiri sulit dikatakan baik tidaknya. Untuk itu diperlukan pembanding yang bisa dipakai untuk melihat baik tidaknya angka yang dicapai oleh perusahaan. Rata-rata industri bias dan biasa dipakai sebagai pembanding. Tetapi rata-rata industri tetap bisa dipakai untuk perbandingan. Alternatif lain apabila rata-rata industri tidak ada adalah dengan membandingkan perusahaan dengan perusahaan lain yang sejenis. Perusahaan yang menjadi pembanding bisa jadi perusahaan yang menjadi leader dalam industri.
3. Informasi tambahan di luar laporan keuangan diperlukan untuk memberikan analisis yang lebih tajam lagi. Untuk memudahkan pembacaan data-data keuangan untuk beberapa periode (untuk mencari trend-trend tertentu) dapat menggunakan: analisis common- size dengan jalan menghitung tiap-tiap
(6)
rekening dalam laporan labarugi dan neraca, serta dapat menggunakan analisis rasio.
Tujuan analisis laporan keuangan menurut Prastowo dan Juliaty dalam Saragih (2010) antara lain :
a) sebagai proses diagnosis terhadap masalah-masalah manajemen, operasi atau masalah lainnya.
b) sebagai alat screening awal dalam memilih alternatif investasI ataumerger, c) sebagai alat forecasting mengenai kondisi dan kinerja keuangan dimasa
datang,
d) sebagai alat evaluasi terhadap manajemen. Ada beberapa jenis analisa yang dapat digunakan dalam melakukan analisa terhadap sebuah laporan keuangan, yaitu:
a. Analisa Internal
Analisa internal merupakan analisa yang dilakukan oleh pihak manajemen dalam rangka mengukur efisiensi usaha dan menjelaskan perubahan yang terjadi dalam kondisi keuangan perusahaan. Selain menghasilkan laporan yang biasa diumumkan pada pihak di luar perusahaan, analisa ini juga menghasilkan laporan yang tidak untuk diumumkan atau dipublikasikan tetapi hanya dipakai untuk maksud-maksud internal saja.
b. Analisa Eksternal
Analisa eksternal merupakan analisa yang dilakukan oleh pihakpihak di luar manajemen perusahaan misalnya bank, calon pemegang saham, dan
(7)
memperoleh data secara terperinci, hanya informasi yang sifatnya diterbitkan untuk umum. Analisa ini juga ditujukan guna menilai kinerja perusahaan yang bersangkutan, sebelum pihak eksternal melakukan kerjasama finansial dengan perusahaan tersebut.
c. Analisa Horizontal (Analisa Dinamis)
Analisa horizontal merupakan analisa perkembangan data keuangan dan data operasi perusahaan dari tahun ke tahun atau dengan kata lain mengadakan pembandingan laporan keuangan untuk beberapa periode waktu tertentu dengan menetapkan salah satu periode sebagai periode dasar pembanding. Dari analisa ini akan dapat terlihat perkembangan maupun penurunan operasional perusahaan.
d. Analisa Vertikal (Analisa Statis)
Analisa vertikal merupakan analisa laporan keuangan yang terbatas pada satu periode akuntansi saja, sehingga hanya membandingkan antara pos yang satu dengan pos yang lainnya dalam laporan keuangan tersebut untuk mengetahui keadaan keuangan atau hasil usaha pada periode itu saja.
2.1.5 Analisis Rasio Keuangan
Dalam mengadakan interpretasi dan analisa laporan keuangan suatu perusahaan, seorang penganalisa memerlukan adanya ukuran atau “yard-stick” tertentu. Ukuran yang sering digunakan dalam analisis keuangan adalah “rasio”. Pengertian rasio itu sebenarnya hanyalah alat yang dinyatakan dalam “arithmatical terms” yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara
(8)
dua macam data keuangan. Menurut Riyanto (2010:329), analisa rasio keuangan dapat dilakukan dengan dua macam cara pembandingan yaitu:
1. Membandingkan rasio sekarang (present ratio) dengan rasio-rasio dari waktu-waktu yang lalu (ratio historis) atau dengan rasio-rasio yang diperkirakan untuk waktu-waktu yang akan datang dari perusahaan yang sama.
2. Membandingkan rasio-rasio dari suatu perusahaan (rasio perusahaan/company ratio) dengan rasio-rasio semacam dari perusahaan lain yang sejenis atau industri (rasio industri/ rasio rata-rata/ rasio standard) untuk waktu yang sama. Pada dasarnya jumlah angka rasio banyak sekali karena rasio dapat dibuat menurut kebutuhan penganalisa. Menurut Riyanto (2010:331) penggolongan rasio keuangan adalah sebagai berikut:
a. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Yang termasuk dalam rasio likuiditas yaitu:
1. Rasio lancar (current ratio) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar (kewajiban Lancar).
2. Rasio cepat (quick ratio) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi hutang jangka pendeknya dengan
(9)
menggunakan aktiva lancarnya yang likuid, yaitu aktiva lancer diluar persediaan.
3. Rasio modal kerja terhadap total aktiva (working capital to total assets ratio) menunjukkan potensi cadangan kas yang ada akibat selisih yang terjadi antara aktiva lancar dengan hutang lancer(kewajiban lancar). b. Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas digunakan untuk mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan sumber daya yang dimiliki, atau dengan kata lain sejauh mana efektifitas penggunaan asset dengan melihat tingkat aktivitas asset. Yang termasuk dalam rasio aktivitas diantaranya:
1. Rasio periode pengumpulan piutang digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengubah piutang menjadi uang tunai.
2. Rasio tingkat perputaran piutang digunakan untuk mengukur berapa kali tingkat perputaran piutang dalam satu tahunnya.
3. Rasio tingkat perputaran persediaan menunjukkan tingkat efektifitas manajemen persediaan, yaitu menunjukkan lamanya dana tertanam dalam persediaan.
4. Rasio tingkat perputaran aktiva tetap menunjukkan sejauh mana efektifitas perusahaan menggunakan aktiva tetapnya. Semakin tinggi rasio berarti semakin efektif penggunaan aktiva tetapnya.
c. Rasio Laverage atau Solvabilitas Rasio laverage atau solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi
(10)
kawajiban-kewajiban jangka panjangnya. Yang termasuk dalam rasio laverage atau solvabilitas diantaranya:
1. Rasio hutang (debt ratio) mengukur sejauhmana kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjangnya.
2. Rasio kewajiban terhadap modal (debt to equity ratio) menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua total kewajibannya dengan menggunakan modal sendiri.
3. Time interest earned ratio mengukur kemampuan perusahaan membayar bunga hutang dengan laba sebelum bunga dan pajak atau dengan kata lain seberapa besar laba sebelum bunga dan pajak yang tersedia untuk menutup beban bunga.
4. Rasio kewajiban lancar terhadap total aktiva mengukur berapa besar total aktiva perusahaan yang dibiayai dengan kewajiban lancar.
5. Rasio kewajiban tidak lancar terhadap total aktiva mengukur berapa besar total aktiva perusahaan yang dibiayai dengan kewajiban bukan lancar.
d. Rasio Rentabilitas atau Profitabilitas Rasio rentabilitas atau profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Yang termasuk dalam rasio rentabilitas atau profitabilitas diantaranya:
1. Marjin laba kotor mencerminkan mark-up terhadap harga pokok penjualan selain mencerminkan kemampuan manajemen untuk
(11)
meminimalisasi harga pokok penjualan dalam hubungannya dengan penjualan yang dilakukan perusahaan.
2. Margin laba usaha mencerminkan kemampuan manajemen untuk menghasilkan laba setelah beban operasi atau usaha dan harga pokok penjualan dalam hubungannya dengan penjualan yang dilakukan.
3. Margin laba bersih mencerminkan kemampuan manajemen untuk menghasilkan laba setelah harga pokok penjualan, beban operasi atau usaha, beban lain-lainnya dan pajak dalam hubungannya dengan penjualan.
4. Return On Investment (ROI) mencerminkan kemampuan manajemen dalam mengatur aktiva-aktivanya seoptimal mungkin sehingga dicapai laba bersih yang diinginkan.
e. Rasio Pasar
Rasio ini melihat perkembangan nilai perusahaan relatif terhadap nilai buku perusahaan. Disamping itu, analisis rasio juga memiliki keterbatasan. Menurut Harahap (2010:298) keterbatasan analisis rasio adalah:
1. Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk kepentingan pemakainya.
2. Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga menjadi keterbatasan teknik ini seperti:
a. Bahan perhitungan rasio atau laporan keuangan itu banyak mengandung taksiran dan judgement yang dapat dinilai bias atau subjektif
(12)
b. Nilai yang tekandung dalam laporan keuangan dan rasio adalah nilai perolehan (cost) bukan harga pasar.
c. Klasifikasi dalam laporan keuangan bisa berdampak pada angka rasio. d. Metode pencatatan yang tergambar dalam standar akuntansi bias
diterapkan bebeda oleh perusahaan yang berbeda.
3. Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia, akan menimbulkan kesulitan menghitung rasio.
4. Sulit jika data yang tersedia tidak sinkron
5. Dua perusahaan dibandingkan bisa saja teknik dan standar akuntansi yang dipakai tidak sama, oleh karenanya jika dilakukan perbandingan bisa menimbulkan kesalahan.
Rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini, adalah variable rasio keuangan yang sama seperti penelitan yang dilakukan oleh Altman (1968), yaitu: 1. Rasio Modal Kerja terhadap Total Aktiva
Modal kerja merupakan investasi perusahaan dalam bentuk aktiva jangka pendek. Modal kerja kotor didefisinikan sebagai total aktiva lancer perusahaan, sedangkan modal kerja bersih didefinisikan sebagai aktiva lancar dikurangi dengan hutang lancar.
2. Rasio Laba Ditahan terhadap Total Aktiva
Laba ditahan merupakan salah satu sumber dana sendiri. Besarnya laba ditahan dapat digunakan untuk membiayai kebutuhan dana perusahaan dan mengurangi sumber dana. Rasio ini mengukur keuntungan yang telah diperoleh mulai dari
(13)
perusahaan dioperasionalkan. Semakin kecil rasio menunjukkan kecilnya peranan laba ditahan dalam bentuk dana perusahaan.
3. Rasio EBIT terhadap Total Aktiva
EBIT merupakan laba yang diperoleh perusahaan sebelum dikurangi pajak dan bunga. Semakin kecil rasio ini menunjukkan semakin kecilnya EBIT perusahaan dengan menggunakan total aktivanya.
4. Nilai Buku Modal terhadap Nilai Buku Hutang
Nilai buku perusahaan adalah jumlah saham yang beredar dikalikan dengan nilai pasarnya. Nilai buku hutang merupakan biaya historis dari aktiva fisik perusahaan. Semakin kecil hasil dari perhitungan rasio ini maka perusahaan akan dapat dikatakan semakin buruk kondisinya.
2.1.5.1 Current Ratio (Rasio Lancar)
2.1.5.1.1 Pengertian Current Ratio (Rasio Lancar)
Current ratio (Rasio Lancar) menurut kasmir (2008:134) merupakan “rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan.’’ Masih menurut kasmir dalam halaman yang sama, ia menyatakan bahwa rasio lancar dapat pula dikatakan sebagai bentuk untuk mengukur tingkat keamanan suatu perusahaan.
Menurut Kuswadi (2005:78) rasio lancar merupakan “perbandingan antara harta lancar atau aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek bias dipakai untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek dari aktiva lancarnya.’’
(14)
Menurut Brigham dan Houston dalam Leon F Lbn Batu (2011) “rasio lancar mengukur kemampuan aktiva lancar membayar hutang lancar.’’ Current ratio merupakan salah satu rasio yang paling umum digunakan untuk mengukur likuiditas atau kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendek tanpa menghadapi kesulitan. Semakin besar Current Ratio menunjukan semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Unsur yang mempengaruhi nilai current ratio adalah aktiva lancar dan hutang jangka pendek. Perhitungan rasio lancar dilakukan dengan cara membandingkan antara total aktiva lancar dengan total hutang lancar. Rumus mencari current ratio atau rasio lancar dapat digunakan sebagai berikut:
Menurut Kasmir (2008:135) dari hasil pengukuran rasio apabila rasio lancar rendah, dapat dikatakan bahwa perusahaan kurang modal untuk membayar utang. Namun, apabila hasil pengukuran rasio tinggi, belum tentu kondisi perusahaan sedang baik. Hal ini dapat saja terjadi karena kas tidak digunakan sebaik mungkin.
2.1.5.2 Komponen Current Ratio (Rasio Lancar) 2.1.5.2.1 Current Assets (Aktiva Lancar)
Menurut Kasmir (2008:134) pengertian Current Assets atau aktiva lancar merupakan “ harta perusahaan yang dapat dijadikan uang dalam waktu singkat (maksimal satu tahun).’’ Komponen aktiva lancar meliputi kas, bank, surat
(15)
berharga, piutang, persediaan, biaya dibayar di muka, pendapatan yang masih harus di terima, pinjaman yang diberikan, dan aktiva lancar lainnya.
Aktiva lancar menurut Kieso dalam bukunya Akuntansi Intemediate yang diterjemahkan oleh Emil Salim (2002:220) menyebutkan bahwa “kas dan aktiva lainnya yang diharapkan dapat dikonversi menjadi kas, dijual, atau dikonsumsi dalam satu tahun atau dalam satu silus operasi, tergantung mana yang paling lama.’’
Aktiva lancar menurut Munawir (2004:117-119) yang termasuk dalam kelompok aktiva lancar adalah sebagai berikut:
a) Kas: meliputi uang tunai,cek,simpanan dibank (yang dapat di ambil setiap saat)
b) Investasi jangka pendek: berupa obligasi, saham, deposito bank, investasi jangka pendek ini disajikan dalam neraca sebesar harga perolehannya atau harga pasar mana yang lebih rendah.
c) Piutang wesel: tagihan perusahaan kepada pihak lain yang dinyatakan dalam suatu wesel atau perjanjian yang dalam undang-undang.
d) Piutang dagang: tagihan kepada pihak lain sebagai akibat dari adanya penjualan barang secara kredit.
e) Persediaan: barang-barang yang diperdagangkan yang sampai tanggal neraca masih di gudang atau belum terjual.
f) Piutang penghasilan atau penghasilan yang masih harus di terima: penghasilan yang sudah menjadi hak perusahaan karena telah memberikan jasanya tetapi belum diterima pembayarannya’
(16)
g) Biaya yang dibayar di muka: pengeluaran untuk memperoleh jasa dari pihak lain, tetapi pengeluaran itu belum menjadi biaya, jasa pihak lain tersebut belum dinikmati oleh perusahaan pada periode ini melainkan pada periode lainnya.
2.1.5.2.2 Current Liabilities (Hutang Lancar)
Menurut Kasmir (2008:134-135), hutang lancar merupakan “kewajiban perusahaan jangka pendek (maksimal satu tahun).’’ Artinya hutang ini harus segera dilunasi dalam waktu paling lama satu tahun. Komponen hutang lancar terdiri dari utang dagang, utang bank satu tahun, utang wesel, hutang gaji, utang pajak, utang dividen, biaya diterima di muka, utang jangka panjang yang sudah hampir jatuh tempo, serta utang jangka pendek lainnya.
Menurut Munawir (2004:18) defenisi hutang lancar adalah “kewajiban keuangan perusahaan yang pelunasan pembayarannya dilakukan dalam jangka pendek (satu tahun sejak tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan,”
Mengacu pada Munawir utang lancar meliputi antara lain:
a) Hutang dagang: Hutang yang disebabkan pembelian barang dagang secara kredit.
b) Hutang Wesel: Hutang yang disertai dengan janji tertulis untuk melakukan pembayaran pada waktu tertentu di masa yang akan dating.
c) Hutang pajak: meliputi pajak perusahaan maupun pajak pendapatan karyawan yang akan di setor ke kas negara.
(17)
d) Biaya yang harus dibayar: Biaya- biaya yang sudah terjadi tetapi belum dilakukan pembayarannya.
e) Hutang jangka panjang yang segera jatuh tempo: Hutang jangka panjang telah menjadi hutang jangka pendek, karena harus segera dibayar.
f) Penghasilan diterima dimuka: Kewajiban yang disebabkan perusahaan menerima pembayaran terlebih dahulu tetapi penyerahan barang atau jasa belum dilaksanakan.
2.1.5.3 Debt to Assets Ratio (Debt Ratio) 2.1.5.3.1 Pengertian Debt Ratio
Menurut Kasmir (2008:156) debt ratio merupakan “rasio hutang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total hutang dengan total aktiva.’’ Dengan kata lain, seberapa besar aktiva perusahanan dibiayai oleh hutang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva.
Menurut Darsono (2005:54), Debt to asset ratio yaitu “ rasio total kewajiban terhadap asset.’’ Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan menunjukan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang. Rasio ini juga menyediakan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam mengadaptasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga pada kreditor. Nilai rasio yang tinggi menunjukan peningkatan dari risiko kreditor berupa ketidakmampuan perusahaan dalam membayar semua kewajibannya.
(18)
Sedangkan menurut Lukman (2007:54) debt ratiomerupakan “pengukuran jumlah aktiva perusahaan yang dibiayai oleh utang atau modal yang berasal dari kreditur.’’
Rumus untuk mencari debt ratio dapat digunakan sebagai berikut:
Menurut Kasmir (2008:156) dari hasil pengukuran apabila rasionya tinggi, artinya pendanaan dengan hutang semakin banyak, maka semakin sulit bagi perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman karena dikhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi utang-utangnya dengan aktiva yang dimilikinya. Demikian pula sebaliknya apabila rasionya rendah, semakin kecil perusahaan dibiayai oleh hutang. Standart pengukuran untuk mengukur baik tidaknya rasio perusahaan digunakan rasio rata-rata industri sejenis.
2.1.5.3.2 Komponen Debt to Assets Ratio (Debt Ratio) 2.1.5.3.2.1 Total Assets
Pengertian aktiava tidak terbatas pada kekayaan perusahaan yang berwujud saja, tetapi juga termasuk pengeluaran-pengeluaran yang belum dialokasikan atau biaya yang masih harus dialokasikan pada penghasilan yang akan datang serta aktiva yang tidak berwujud lainnya misalnya goodwill, hak paten, hak menerbitkan dan sebagainya.
Menurut Djarwanto dalam kutipan Kaerudin (2010:9) pengertian aktiva adalah sebagai berikut “aktiva merupakan bentuk dari penanaman modal perusahaan, bentuk-bentuknya dapat berupa harta kekayaan atau hak atas
(19)
Menurut Hanafi dalam kutipan Kaerudin (2010:9) pengertian aktiva adalah “sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan darinya manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan akan diraih oleh perusahaan.”
Sedangkan menurut Priatma (2010:36), harta aktiva adalah “keseluruhan sumber daya ekonomi yang dimiliki perusahaan untuk menjalankan aktivitas usahanya.’’ Klasifikasi yang umum berlaku untuk harta adalah:
1. Harta Lancar (Current Assets) 2. Harta tetap (Fixed Assets)
3. Harta Tidak Berwujud (Intangible Assets)
2.1.5.3.2.2 Total Liabilities
Menurut Hendrikson yang dialibahasakan oleh Wibowo (Seperti dalam kutipan Suvryanatha, 2009:25-26) mendefinisikan kewajiban (Liabilities) sebagai “kewajiban ekonomi suatu badan usaha yang diakui dan diukur sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.”
Sedangkan menurut Priatna (2010:38) kewajiban atau utang adalah “kewajiban yang harus diselesaikan oleh perusahaan kepada pihak di luar perusahaan akibat transaksi di masa lalu.” Sering juga dikatakan bahwa kewajiban atau utang ini merupakan modal yang berasal dari pihak di luar perusahaan. Klasifikasi kewajiban diatur berdasarkan urutan jatuh temponya meliputi:
1. Kewajiban jangka pendek (Current Liabilities) 2. Kewajiban jangka panjang (Long term liabilities)
(20)
2.1.6. Prediksi Financial Distress
Menurut Ramadhani dan Lukviarman dalam Ferbianasari (2012) menyimpulkan bahwa financial distress adalah suatu situasi dimana arus kas operasi perusahaan tidak memadai untuk melunasi kewajiban-kewajiban lancar (seperti hutang dagang atau beban bunga) dan perusahaan terpaksa melakukan tindakan perbaikan. Financial distress adalah masalah likuiditas yang sangat parah yang tidak bisa dipecahkan tanpa perubahan ukuran dari operasi atau struktur perusahaan. Informasi financial distress ini dapat dijadikan sebagai peringatan dini atas kebangkrutan sehingga manajemen dapat melakukan tindakan secara cepat untuk mencegah masalah sebelum terjadinya kebangkrutan. Menurut Riyanto (2001:315) faktor-faktor yang merupakan penyebab kegagalan suatu perusahaan pada prinsipnya dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
1. Sebab Intern adalah sebab-sebab yang timbul dari dalam perusahaan itu sendir, yang meliputi:
a) Sebab-sebab yang menyangkut bidang finansiil meliputi:
1) Adanya utang yang terlalu besar sehingga memberikan beban tetap yang kuat bagi perusahaan
2) Adanya current liabilities yang terlalu besar diatas current assets 3) Lambatnya pengumpulan piutang atau banyaknya bad-debts (piutang
tak tertagih)
4) Kesalahan dalam dividen-policy
(21)
a. Kesalahan dalam pemilihan tempat kedudukan perusahaan b. Kesalahan dalam penentukan produk yang dihasilkan c. Kesalahan dalam penentuan besarnya perusahaan 2) Kurang baiknya struktur organisasi
3) Kesalahan dalam pemilihan pimpinan perusahaan 4) Adanya manajerial incompetence
a. Kesalahan dalam policy pembelian b. Kesalahan dalam policy produksi c. Kesalahan dalam policy marketing d. Adanya ekspansi yang berlebih-lebihan
2. Sebab Ekstern adalah sebab-sebab yang timbul atau berasal dari luar perusahaan dan yang berada diluar kekuasaan atau control dari pimpinan perusahaan atau badan usaha, yaitu antara lain:
a. Adanya persaingan yang hebat
b. Berkurangnya permintaan terhadap produk yang dihasilkan c. Turunnya harga-harga, dan lain sebagainya.
Menurut Almilia dan Kristijadi (2003), prediksi financial distress Perusahaan merupakan perhatian dari banyak pihak. Pihak-pihak yang menggunakan model tersebut meliputi :
1. Pemberian pinjaman. Penelitian berkaitan dengan prediksi financial distress mempunyai relevansi terhadap institusi pemberi pinjaman, baik dalam memutuskan apakah akan memberi suatu pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang telah diberikan.
(22)
2. Investor. Model prediksi financial distress dapat membantu inestor ketika akan menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga.
3. Pembuat peraturan. Lembaga regulator mempunyai tanggung jawab mengawasi kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan individu, hal ini menyebabkan perlunya suatu model yang aplikatif untuk mengetahui kesanggupan perusahaan membayar hutang dan menilai stabilitas perusahaan.
4. Pemerintah. Predisksi financial distress juga sangat penting bagi pemerintah dalam antitrust regulation.
5. Auditor. Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor dalam membuat penilaian going concern suatu perusahaan. 6. Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka perusahaan
akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dan pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugian paksa akibat ketetapan pengadilan). Sehingga dengan adanya prediksi financial distress diharapkan perusahaan dapat menghindari kebangkrutan den otomatis juga dapat menghindari biaya langsung dan biaya tidak langsung dari kebangkrutan .
2.1.7 Indikator terjadinya financial distress
Menurut Poster (1968) terdapat beberapa indikator atau sumber informasi mengenai kemungkinan dari kesulitan keuangan :
(23)
2. Analisis strategi perusahaan yang mempertimbangkan pesaing potensial, struktur biaya relatif, perluasan rencana dalam industri, kemampuan perusahaan untuk meneruskan kenaikan biaya, kualitas manajemen dan lain sebagainya.
3. Analisis laporan keuangan dari perusahaan serta perbandingannya dengan perusahaan lain. Analisis ini dapat berfokus pada suatu variabel keuangan 4. Variabel eksternal seperti return sekuritas dan penilaian obligasitunggal
atas suatu kombinasi dari variabel keuangan.
2.1.8. Analisis Kebangkrutan Model Alman Z-Score
Menurut Syahyunan (2015:116-118) “Kebangkrutan merupakan kondisi dimana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya.” Kondisi ini biasanya tidak begitu saja muncul di perusahaan. Ada indikasi awal dari perusahaan tersebut yang biasanya dapat dikenali lebih dini kalau laporan keuangan di analisis secara cermat dengan suatu cara tertentu. Rasio keuangan dapat digunakan sebagai indikasi adanya kebangkrutan perusahaan.
Alman dikenal sebagai pionir dalam teori kebangkrutan dengan Z-score nya. Z-Score merupakan suatu persamaan multivariabel yang digunakan oleh alman dalam rangka memprediksi tingkat kebangkrutan. Alman menggunakan model statistic yang disebut dengan analisis diskriminan, tepatnya adalah Multiple discriminant analysis (MDA).
MDA mulai digunakan pada penelitian biologi di tahun 1930-an. Pada MDA sampel dibagi kedalam dua kelompok, dalam hal ini adalah perusahaan yang bangkrut dan perusahaan yang tidak bangkrut. Hal ini berbeda denga regresi
(24)
Sebelum melakukan analisis kebangkrutan perlu disadari bahwa dalam setiap model selalu terdapat kemungkinan salah prediksi dan perbedaan tingkat akurasi. Sulit untuk berharap ada alat prediksi dengan akurasi 100%.
Adapun Z-Score yang terus mengalami perubahan yaittu: 1. Z-Score Asli
Z-Score asli pertama sekali dirumuskan oleh Alman dengan latar belakang, antara lain:
1)Sampel diambil dari perusahaan manufaktur publik. 2)Perusahaan beralokasi di Amerika.
3)Dirumuskan tahun 1968.
4)Jumlah sampel 66 perusahaan, terdiri dari 33 perusahaan bangkrut dan 33 perusahaan tidak bangkrut.
Junlah rasio yang dipilih adalah 22 buah. Dari jumlah sampel tersebut kemudian hanya dipilih 5 rasio yang paling kuat secara bersama berkolerasi dengan kebangkrutan. Versi pertama dari Z-Score yang asli dapat dilihat pada table dibawah ini.
Tabel 2.1
Tabel Klasifikasi Alman Z-Score
Z=1,2 X + 1,4 X + 3,3 X + 0,6 X + 1,0 X
Working Capital/Total Asset Retained Earning/Total Asset
EBIT/Total Asset
Market Value of Equity/book value of debt
Sales/Total Asset
Score Kondisi
>2,99 Tidak Bangkrut
(25)
Keterangan:
a) Jika nilai Z > 2,99 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut. b) Jika nilai Z 1,81-2,99 Maka termasuk perusahaan daerah kelabu. c) Jika nilai Z < 2,99 maka termasuk perusahaan yang bangkrut. 2. Z-Score
Karena keterbatasan dari penggunaan Z-Score yang hanya dapat digunakan bagi perusahaan publik dan manufaktur, kemudian Alman mengembangkan dua varian dari Z-Score, yaitu Z’-Score dan Z”-Score. Z’-Score ditunjukan untuk perusahaan non publik (Private) dengan cara merumuskan kembali rasio yang digunakan yaitu menghilangkan market value of equity dan menggantinya dengan
book value of equity. Perumusan yang berubah dan sampel yang berbeda membuat hasil akhir rumus Z’-Score menjadi berbeda dengan Z-Score Asli.
Tabel 2.2
Tabel Klasifikasi Alman Z’-Score
Z= 0,717 X + 0,847 X + 3,107 X + 0,420 X + 0,998 X
Working Capital/Total Asset Retained Earning/Total Asset
EBIT/Total Asset
Market Value of Equity/book value of debt
Sales/Total Asset
Score Kondisi
>2,90 Tidak Bangkrut
1,23-2,90 Daerah Kelabu
<1,23 Bangkrut
Sumber: Syahyunan (2015:117) Keterangan:
a) Jika nilai Z > 2,99 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut. b) Jika nilai Z 1,81-2,99 Maka termasuk perusahaan daerah kelabu.
(26)
c) Jika nilai Z < 2,99 maka termasuk perusahaan yang bangkrut.
3. Z”-Score
Varian terakhir adalah Z”-Score. Pada model terakhir ini rasio sales to total asset dihilangkan dengan harapan efek industri, dalam pengertian ukuran perusahaan terkait dengan asset atau penjualan dapat dihilangkan. Sampel yang digunakan kemudian diganti dengan perusahaan dari negara berkembang (emerging market), yaitu Mexico. Z”-Score merupakan rumus yang paling fleksibel karena bisa digunakan untuk perusahaan publik maupun private.
Tabel 2.3
Tabel Klasifikasi Alman Z’-Score
Z= 6,25 X + 3,26 X + 6,72 X + 1,05 X
Working Capital/Total Asset Retained Earning/Total Asset
EBIT/Total Asset
Book value og equity/ Book value of debt
Score Kondisi
>2,60 Tidak Bangkrut
1,1-2,60 Daerah Kelabu
<1,1 Bangkrut
Sumber: Syahyunan (2015:117) Keterangan:
a) Jika nilai Z > 2,99 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut. b) Jika nilai Z 1,81-2,99 Maka termasuk perusahaan daerah kelabu. c) Jika nilai Z < 2,99 maka termasuk perusahaan yang bangkrut.
2.1.9. Manfaat Prediksi Financial Distress
Menurut Harnanto (1984 : 483-484) menyatakan bahwa, prediksi financial distress suatu perusahaan memberikan manfaat bagi beberapa pihak anatara lain:
(27)
1. Bagi Investor
Informasi adanya prediksi financial distress memberi masukan dalam menanamkan modal mereka, apakah mereka akan menanamkan modal mereka atau menghentikan penanaman modal mereka ke perusahaan.
5. Bagi Pemerintah
Prediksi financial distress dapat digunakan untuk menetapkan kebijakan dibidang perpajakan dan kebijakan-kebijakan lain yang berhubungan antara pemerintah dan perusahaan.
6. Bagi Bank dan Lembaga Perkreditan
Informasi akan adanya kemungkinan kesulitan keuangan yang dihadapi perusahaan nasabahnya dan calon nasabahnya sangat diperlukan untuk menentukan status apakah pinjaman harus diberikan, negosiasi pembayaran kembali pinjaman perlu dibuat ulang dan kebijakan lain sehubungan dengan pemberian pinjaman.
7. Bagi Pelaksana Pasar Modal (Bapepam)
Prediksi akan terjadinya kesulitan keuangan dan kebangkrutan suatu perusahaan diperlukan untuk memutuskan dapat atau tidaknya suatu.
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian untuk memprediksi kegagalan perusahaan telah banyak dilakukan oleh beberapa peneneliti, diantaranya adalah sebagai berikut :
(28)
Tabel 2.4
Review Penelitian Terdahulu
No Nama
Peneliti/ Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Teknik Analisis Hasil Penelitian
1 Ahmad Khaliq, et.al (2014) Identifying Financial Distress Firms: A Case Study of
Malaysia’s
Government Linked Companies (GLC)
1. Current Ratio 2. Debt Ratio 3. Alman Z-core
Regresi Linear Berganda
1. Current Ratio Berpengaruh Signifikan Terhadap Financial Distress
2. Debt Ratio Tidak
berpengaruh signifikan terhadap financial distress
2 Yuanita (2010)
Prediksi Financial Distress Dalam Industri Textile dan Garment
1. Working Capital to Total Assets. 2.Retained
Earnings to Total Assets 1. Earnings Before
Interest and Taxes to Total Assets
2. Book Value of Equity to Book Value of Debt Sales/ Total Assets 3. Rasio Keuangan Regresi Linear Berganda
1. Rasio Likuiditas Memiliki Pengaruh yang signifikan terhadap Financial Distress 2. Rasio Solvabilitas/ Leverage Memiliki Pengaruh yang signifikan terhadap Financial Distres
3 Ali Abusalah dan Ng Kim-Soon (2012)
Using Altman's Model and Current Ratio to Assess the Financial Status of Companies Quoted In the Malaysian Stock Exchange
1. Current Ratio 2. Financial
Distress
(Alman Z”
-score)
Regresi Logistik
1. Current Ratio berpengaruh signifikan terhadap financial distress
4 Hazem dan Al-Horani (2012)
Predicting Financial Distress of Companies Listed in Amman Stock Exchange
1. Rasio Keuangan 2. Financial
Distress (Alman
Z”-score)
Regresi Linear berganda
1. Current Ratio berpengaruh terhadap financial distress 2. Debt ratio
(29)
Lanjutan Tabel 2.4
Review Penenlitian Terdahulu
No Nama
Peneliti/ Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Teknik Analisis Hasil Penelitian
5 Liana dan Sutrisno (2014)
Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur.
1. Working Capital to Total Assets. 2. Retained
Earnings to Total Assets
3. Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets
4. Book Value of Equity to Book Value of Debt Sales/ Total Assets
5. Rasio Keuangan (Likuiditas, Leverage, aktivitas, rentabilitas)
Regresi Linear Berganda
4.Rasio Likuiditas tidak memiiki pengaruh
terhadap Financial
Distress atau dengan kata lain likuiditas tidak memiliki
pengaruh yang signifikan dalam menentukan perubahan variabel Financial Distress
5.Rasio solvabilitas tidak memiiki pengaruh
terhadap Financial
Distress atau dengan kata lain solvabilitas tidak memiliki
pengaruh yang signifikan dalam menentukan Variabel Financial Distress 6. Imam
Mas’ud dan Srengga (2011) Analisis Rasio keuangan untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia.
1. Rasio keuangan (likuiditas, leverage, rentabilitas, aktivitas) 2. Financial Distres
(Alman Z”
-Score)
Regresi Linear berganda
1.Current Ratio tidak
berpengaruh signifikan terhadap
financial distress. 2.Debt ratio tidak
berpengaruh signifikan terhadap
(30)
Lanjutan Tabel 2.4 Review Penelitian Terdahulu
No Nama
Peneliti/T ahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Teknik Analisis Hasil Penelitian
7 Debby (2012) Analisis Rasio Keuangan dalam Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesi
1. Rasio Keuangan (Likuiditas, Leveage, Aktivitas, Rentabilitas) 2. Financial
distress (Alman Z-score) liniar probability method, logit model, dan probit model. 1. Rasio Likuiditas yang merupakan current ratio memiliki pengaruh positif terhadap kondisi financial distress . artinya semakin besar nilai current ratio, semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Current ratio tidak berpengaruh signifikan dalam memprediksi financial distress. 2. Rasio Leverage yang merupakan debt ratio memiliki pengaruh
2.3. Kerangka Konseptual
Tidak dipungkiri bahwa setiap perusahaan memiliki potensi mengalami kebangkrutan. Kinerja keuangan perusahaan yang dapat dilihat di dalam laporan
(31)
Kerangka konseptual akan menghubungkan secara teoritis antara varibel-variabel penelitian yaitu variabel bebas dengan variabel terikat. Pengukuran rasio Altman yaitu untuk mengetahui potensi kebangkrutan menggunakan perhitungan Z-score. Nilai Z-score akan menjelaskan kondisi keuangan perusahaan property dan real estate yang dibagi dalam beberapa tingkatan. Metode Altman Z Score memiliki rasio yang terdiri dari: working capital / total assets, retained earnings / total assets, earning before interest and taxes / total assets,book value of equity / total liabilities, sales / total assets. Bangkrut adalah keadaan atau situasi dimana perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjukan usahanya. Pemicu kebangkrutan dapat berasal dari adanya permasalahan yang mempengaruhi operasi utama dari perusahaan seperti kekurangan bahan baku. Kebangkrutan tidaklah terjadi secara tiba-tiba dan dapat diramalkan sebelumnya. Sebelum perusahaan dinyatakan bangkrut, biasanya ditandai oleh berbagai situasi atau keadaan khususnya berhubungan dengan efektivitas dan efisiensi operasinya, seperti volume penjualan yang relatif rendah atau adanya trend penjualan yang menurun, cash flow yang negatif, kerugian yang terusmenerus, dan hutang yang semakin membengkak.
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Financial Distress (Z-Score)
Debt Ratio Current Ratio
(32)
Adapun Pengaruh antara masing-masing variabel dalam kerangka konseptual ini yaitu sebagai berikut:
1. Pengaruh Current Ratio dengan Financial Distress
Melalui Currennt ratio dapat diketahui apakah hutang jangka pendek yang biasanya jatuh tempo dalam waktu 12 bulan bisa dibayar oleh perusahaan. Karena current ratio sifatnya lebih cepat dikonversi dalam satuan moneter. Maka diharapkan hutang jangka pendek tersebut bisa dibayar dengan jumlah current asset tersebut. Oleh karena itu jumlah current asset harus lebih besar dari jumlah current liabilities. Dengan kata lain untuk bisa melunasi hutang jangka pendek perusahaan, maka perusahaan tersebut harus memiliki current ratio yang tinggi.
Sebaliknya, apabila ternyata perusahaan memiliki current asset yang rendah, atau jumlah current asset harus lebih kecil dari jumlah current liabilities, maka perusahaan tersebut dikhawatirkan akan kesulitan dalam membayar utang jangka pendeknya. Hal ini yang dapat memicu terjadinya financial distress. 2. Pengaruh Debt Ratio dengan Financial Distress
Melaui debt ratio dapat diketahui apakah hutang dapat tertutupi oleh jumlah asset perusahaan. Oleh karena itu, jumlah total asset harus lebih besar dari jumlah total liabilities. Dengan kata lain, untuk bisa melunasi utang perusahaan tanpa harus mengorbankan terlalu banyak kepentingan pemilik modal, maka perusahaan tersebut harus memiliki debt ratio yang rendah.
Sebaliknya apabila ternyata perusahaan memiliki debt ratio yang lebih tinggi, atau jumlah current liabilities lebih besar dari jumlah current asset,
(33)
maka perusahaan tersebut dikhawatirkan akan kesulitan membayar hutang-hutangnya. Hal ini dapat memicu terjadinya financial distress.
2.4. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan dari penelitian ini, maka hipotesis dari penelitian ini adalah: “ Current Ratio dan Debt Ratio berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
(1)
Tabel 2.4
Review Penelitian Terdahulu
No
Nama
Peneliti/
Tahun
Judul
Penelitian
Variabel
Penelitian
Teknik
Analisis
Hasil
Penelitian
1 AhmadKhaliq, et.al (2014) Identifying Financial Distress Firms: A Case Study of Malaysia’s Government Linked Companies (GLC)
1. Current Ratio 2. Debt Ratio 3. Alman Z-core
Regresi Linear Berganda
1. Current Ratio Berpengaruh Signifikan Terhadap Financial Distress
2. Debt Ratio Tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress 2 Yuanita
(2010)
Prediksi Financial Distress Dalam Industri Textile dan Garment
1. Working Capital to Total Assets. 2.Retained
Earnings to Total Assets 1. Earnings Before
Interest and Taxes to Total Assets
2. Book Value of Equity to Book Value of Debt Sales/ Total Assets 3. Rasio Keuangan Regresi Linear Berganda
1. Rasio Likuiditas Memiliki Pengaruh yang signifikan terhadap Financial Distress 2. Rasio Solvabilitas/ Leverage Memiliki Pengaruh yang signifikan terhadap Financial Distres 3 Ali
Abusalah dan Ng Kim-Soon (2012)
Using Altman's Model and Current Ratio to Assess the Financial Status of Companies Quoted In the Malaysian Stock Exchange
1. Current Ratio 2. Financial
Distress (Alman Z” -score)
Regresi Logistik
1. Current Ratio berpengaruh signifikan terhadap financial distress
4 Hazem dan Al-Horani (2012)
Predicting Financial Distress of Companies Listed in Amman Stock Exchange
1. Rasio Keuangan 2. Financial
Distress (Alman Z”-score)
Regresi Linear berganda
1. Current Ratio berpengaruh terhadap financial distress 2. Debt ratio
berpengaruh terhadap financial
(2)
Lanjutan Tabel 2.4
Review Penenlitian Terdahulu
No
Nama
Peneliti/
Tahun
Judul
Penelitian
Variabel
Penelitian
Teknik
Analisis
Hasil
Penelitian
5 Liana danSutrisno (2014)
Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur.
1. Working Capital to Total Assets. 2. Retained
Earnings to Total Assets
3. Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets
4. Book Value of Equity to Book Value of Debt Sales/ Total Assets
5. Rasio Keuangan (Likuiditas, Leverage, aktivitas, rentabilitas)
Regresi Linear Berganda
4.Rasio Likuiditas tidak memiiki pengaruh
terhadap Financial
Distress atau dengan kata lain likuiditas tidak memiliki
pengaruh yang signifikan dalam menentukan perubahan variabel Financial Distress
5.Rasio solvabilitas tidak memiiki pengaruh
terhadap Financial
Distress atau dengan kata lain solvabilitas tidak memiliki
pengaruh yang signifikan dalam menentukan Variabel Financial Distress 6. Imam
Mas’ud dan Srengga (2011) Analisis Rasio keuangan untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia.
1. Rasio keuangan (likuiditas, leverage, rentabilitas, aktivitas) 2. Financial Distres
(Alman Z” -Score)
Regresi Linear berganda
1.Current Ratio tidak
berpengaruh signifikan terhadap
financial distress. 2.Debt ratio tidak
berpengaruh signifikan terhadap
(3)
Lanjutan Tabel 2.4
Review Penelitian Terdahulu
No
Nama
Peneliti/T
ahun
Judul
Penelitian
Variabel
Penelitian
Teknik
Analisis
Hasil
Penelitian
7 Debby(2012)
Analisis Rasio Keuangan dalam Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesi
1. Rasio Keuangan (Likuiditas, Leveage, Aktivitas, Rentabilitas) 2. Financial
distress (Alman Z-score)
liniar probability method, logit model, dan probit model.
1. Rasio Likuiditas yang merupakan current ratio memiliki pengaruh positif terhadap kondisi financial distress . artinya semakin besar nilai current ratio,
semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Current ratio tidak
berpengaruh signifikan dalam memprediksi financial distress. 2. Rasio
Leverage yang merupakan debt ratio memiliki pengaruh
2.3. Kerangka Konseptual
Tidak dipungkiri bahwa setiap perusahaan memiliki potensi mengalami
kebangkrutan. Kinerja keuangan perusahaan yang dapat dilihat di dalam laporan
(4)
Kerangka konseptual akan menghubungkan secara teoritis antara varibel-variabel
penelitian yaitu variabel bebas dengan variabel terikat. Pengukuran rasio Altman
yaitu untuk mengetahui potensi kebangkrutan menggunakan perhitungan Z-score.
Nilai Z-score akan menjelaskan kondisi keuangan perusahaan
property
dan
real
estate
yang dibagi dalam beberapa tingkatan. Metode Altman Z Score memiliki
rasio yang terdiri dari:
working capital / total assets,
retained earnings / total
assets, earning before interest and taxes / total assets,
book value of equity / total
liabilities, sales / total assets.
Bangkrut adalah keadaan atau situasi dimana
perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan
atau melanjukan usahanya. Pemicu kebangkrutan dapat berasal dari adanya
permasalahan yang mempengaruhi operasi utama dari perusahaan seperti
kekurangan bahan baku. Kebangkrutan tidaklah terjadi secara tiba-tiba dan dapat
diramalkan sebelumnya. Sebelum perusahaan dinyatakan bangkrut, biasanya
ditandai oleh berbagai situasi atau keadaan khususnya berhubungan dengan
efektivitas dan efisiensi operasinya, seperti volume penjualan yang relatif rendah
atau adanya trend penjualan yang menurun,
cash flow
yang negatif, kerugian yang
terusmenerus, dan hutang yang semakin membengkak.
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Financial Distress
(Z-Score)
Debt Ratio
Current Ratio
(5)
Adapun Pengaruh antara masing-masing variabel dalam kerangka konseptual ini
yaitu sebagai berikut:
1.
Pengaruh
Current Ratio
dengan
Financial Distress
Melalui Currennt ratio dapat diketahui apakah hutang jangka pendek yang
biasanya jatuh tempo dalam waktu 12 bulan bisa dibayar oleh perusahaan. Karena
current ratio
sifatnya lebih cepat dikonversi dalam satuan moneter. Maka
diharapkan hutang jangka pendek tersebut bisa dibayar dengan jumlah
current
asset
tersebut. Oleh karena itu jumlah
current asset
harus lebih besar dari jumlah
current liabilities
. Dengan kata lain untuk bisa melunasi hutang jangka pendek
perusahaan, maka perusahaan tersebut harus memiliki
current ratio
yang tinggi.
Sebaliknya, apabila ternyata perusahaan memiliki
current asset
yang
rendah, atau jumlah
current asset
harus lebih kecil dari jumlah
current liabilities
,
maka perusahaan tersebut dikhawatirkan akan kesulitan dalam membayar utang
jangka pendeknya. Hal ini yang dapat memicu terjadinya
financial distress
.
2.
Pengaruh
Debt Ratio
dengan
Financial Distress
Melaui
debt ratio
dapat diketahui apakah hutang dapat tertutupi oleh
jumlah asset perusahaan. Oleh karena itu, jumlah total asset harus lebih besar
dari jumlah
total liabilities
. Dengan kata lain, untuk bisa melunasi utang
perusahaan tanpa harus mengorbankan terlalu banyak kepentingan pemilik
modal, maka perusahaan tersebut harus memiliki
debt ratio
yang rendah.
Sebaliknya apabila ternyata perusahaan memiliki
debt ratio
yang lebih
tinggi, atau jumlah
current liabilities
lebih besar dari jumlah current asset,
(6)