Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-heksan Etilasetat dan Etanol Daun Sisik Naga (Pyrrosia piloselloides (L) M.G.Price)

(1)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi habitat, morfologi, sistematika, nama daerah, nama asing, kandungan dan kegunaan dari tumbuhan daun sisik naga.

2.1.1 Habitat

Tumbuhan sisik naga berasal dari tropika Asia. Tumbuhan ini telah menyebar ke daerah-daerah tropika lainnya yakni termasuk Indonesia. Tumbuhan sisik naga umumnya dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut (Heyne, 1987).

2.1.2 Morfologi tumbuhan

Tumbuhan sisik naga merupakan epifit kecil dengan akar tipis, merayap jauh. Daun satu sama lain tumbuh pada jarak yang pendek, tangkai pendek, tidak terbagi, pinggir utuh, berdaging atau seperti kulit, permukaan daun tidak berbulu sama sekali (Heyne, 1987).

2.1.3 Sistematika tumbuhan

Sistematika dari tumbuhan daun sisik naga adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Pteridophyta Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Polypodiales Suku : Polypodiaceae Marga : Pyrrosia


(2)

7 2.1.4 Nama daerah

Tumbuhan ini umumnya dikenal di Indonesia dengan sebutan sisik naga, nama daerahnya yaitu picisan dan sakat ribu-ribu (Sumatera), pakis duwitan (Jawa), paku duduwitan (Sunda).

2.1.5 Nama asing

Nama asing tumbuhan sisik naga yaitu Dubbletjesvarent, duiteblad, duitvaren (Belanda), bao shu lian (China) (Hariana, 2011).

2.1.6 Kandungan kimia dan kegunaan

Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat adalah daun. Daun sisik naga mengandung flavonoida dan steroida (Hariana, 2011).

Daun sisik naga digunakan untuk mengobati beberapa penyakit seperti radang gusi, sariawan dan kanker (Hariana, 2011).

2.1.7 Uraian kandungan kimia 2.1.7.1 Steroida/triterpenoida

Steroid adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentano perhidrofenantren dan merupakan senyawa organik yang berasal dari hewan dan tumbuhan dan dengan struktur inti molekulnya C27, tetrasiklik dengan

susunan 3 cincin segi enam dan 1 cincin segi lima (Harbone, 1987).

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari 6 satuan isopren dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik yaitu

skualen. Triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang-kurangnya empat golongan senyawa yaitu triterpena sebenarnya, steroida, saponin dan glikosida jantung (Harbone, 1987).


(3)

8 2.1.7.2 Tanin

Tanin adalah senyawa fenol dengan berat molekul yang cukup tinggi, mengandung gugus hidroksil dan kelompok lain yang cocok (seperti karboksil) untuk membentuk kompleks yang efektif dengan protein dan makro molekul yang lain dibawah kondisi lingkungan tertentu yang telah dipelajari. Tanin merupakan bentuk komplek dari protein, pati, selulosa dan mineral (Horvath, 1981).

Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin yang terhidrolisis dan tanin yang terkondensasi. Tanin yang terhidrolisis merupakan polimer gallic atau ellagic acid berikatan dengan ester dan sebuah molekul gula, sedangkan tanin terkondensasi merupakan polimer senyawa flavonoid dengan ikatan karbon-karbon (Westendarp, 2006).

2.1.7.3 Glikosida

Glikosida adalah senyawa yang terdiri atas gabungan dua bagian, yaitu bagian gula dan bukan gula. Bagian gula disebut glikon sementara bagian bukan gula disebut bagian aglikon atau genin, apabila glikon dan aglikon saling terikat maka senyawa ini disebut sebagai glikosida. Jembatan oksigen yang menghubungkan glikon-aglikon ini sangat mudah terurai oleh pengaruh asam, basa, enzim, air dan panas, semakin pekat kadar asam atau basa maupun semakin panas lingkungannya maka glikosida akan semakin mudah dan cepat terhidrolisis (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Menurut Farnsworth (1966), pembagian glikosida berdasarkan ikatan yang menghubungkan bagian gula dan bukan gula adalah:

a. C-glikosida yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom C. Contoh: Barbaloin.


(4)

9

b. O-glikosida yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom O. Contoh: Salisin.

c. N-glikosida yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom N. Contoh: Krotonosid.

d. S-glikosida yaitu senyawa glikosida yang ikatan antar glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom S. Contoh: Sinigrin.

2.1.7.4 Flavonoida

Flavonoida merupakan sekelompok besar senyawa polifenol tanaman yang tersebar luas dalam berbagai bahan makanan dan dalam berbagai konsentrasi. Flavonoida berfungsi dalam menarik burung dan serangga yang berperan untuk proses penyerbukan bunga. Fungsi lainnya adalah untuk mengatur fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus serta memiliki kemampuan dalam mengusir serangga (Robinson, 1995).

Peranan beberapa senyawa fenol sudah diketahui misalnya antosianin sebagai pigmen bunga yang menghasilkan hampir semua warna merah jambu, merah marak, merah, merah senduduk, ungu dan biru. Antosianin hampir terdapat umum dalam tumbuhan berpembuluh seperti dalam beberapa lumut dan daun muda paku (Harbone, 1987).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Ekstraksi dilakukan biasanya setelah bahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu (Harborne, 1987). Penarikan zat aktif dari bahan asal (simplisia) dilakukan dengan


(5)

10

pelarut yang sesuai. Tujuan utama dari ekstraksi adalah untuk mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan. Zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersebut dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain (Depkes RI, 2000).

Hasil dari ekstraksi disebut ekstrak yaitu sediaan kering, kental dan cair yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan (Depkes RI, 1995).

Menurut Depkes RI (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan antara lain yaitu:

A. Cara dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat perkolator dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat.


(6)

11 B. Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia pada temperatur titik didihnya menggunakan alat dengan pendingin balik dalam waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.

2. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

3. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat khusus (soklet) dimana pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel. 4.Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 15 menit.

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.

2.3 Radikal Bebas

Radikal bebas didefinisikan sebagai suatu atom atau molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya, bersifat sangat reaktif dan tidak stabil (Muchtadi, 2013). Radikal bebas akan


(7)

12

bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi radikal (Winarsi, 2011).

Menurut Kumalaningsih (2006), pembentukan radikal bebas melalui 3 tahapan reaksi, yaitu:

a. Tahap inisiasi, yaitu tahap awal terbentuknya radikal bebas.

b. Tahap propagasi, yaitu tahap perpanjangan radikal berantai, dimana terjadi reaksi antara suatu radikal dengan senyawa lain dan menghasilkan radikal baru.

c. Tahap terminasi, yaitu terjadinya pengikatan suatu radikal bebas dengan radikal bebas yang lain sehingga membentuk senyawa non-radikal yang biasanya kurang reaktif dari radikal induknya.

Radikal bebas ini antara lain golongan hidroksil (OH-), superoksida (O-2),

nitrogen monooksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), peroksidal (RO-2),

peroksinitrit (ONOO-), asam hipoklorit (HOCl), hidrogen peroksida (H2O2), ozon

(O3), dinitrogen trioksida (N2O3), lipid peroksida (LOOH) (Silalahi, 2006;

Pham-Huy, Hua He dan Chuong, 2008).

Reaksi ini akan berlangsung terus menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung koroner, katarak, serta penyakit degeneratif lainnya (Muchtadi, 2013; Sudiana, 2008). Reaktivitas radikal bebas ini dapat diredam oleh antioksidan (Winarsi, 2011).

2.4 Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang mampu meredam atau menghambat aktivitas senyawa oksidan dalam tubuh dengan cara mendonorkan elektronnya


(8)

13

atau disebut reduktan (Winarsi, 2011). Antioksidan dikelompokkan menjadi dua golongan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu antioksidan primer (enzimatis) dan antioksidan sekunder (non-enzimatis) (Kumalaningsih, 2006).

Antioksidan primer adalah antioksidan yang berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas baru karena dapat mengubah radikal bebas menjadi kurang reaktif sebelum sempat bereaksi. Antioksidan ini berupa enzim yang diproduksi oleh tubuh, meliputi: superoksida dismutase, katalase dan glutation peroksidase. Enzim superoksida dismutase berperan dalam mengubah radikal superoksida (O2˙−) menjadi hidrogen peroksida (H2O2), enzim katalase dan

glutation peroksidase akan mengubah hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air

(H2O) (Hamid, 2010). Kerja enzim-enzim ini sangat dipengaruhi oleh

mineral-mineral seperti mangan (Mn), selenium (Se), zink (Zn), besi (Fe) dan tembaga (Cu) (Kumalaningsih, 2006; Winarsi, 2011).

Antioksidan sekunder berupa senyawa fenol yang berfungsi menangkap radikal bebas dan menghentikan reaksi berantai. Antioksidan sekunder juga disebut sebagai antioksidan preventif, dimana pembentukan senyawa oksigen reaktif dihambat dengan cara pengkelatan metal. Antioksidan ini meliputi:

a. Antioksidan golongan vitamin, contoh: vitamin A, C, E.

b. Antioksidan alamiah, contoh: flavonoid, katekin, karotenoid, β-karoten. c. Antioksidan sintetik, contoh: BHA (butylated hydroxyl anisole), BHT

(butylated hydroxytoluene), PG (propyl gallate), EDTA (ethylene diamine tetraacetic acid), TBHQ (tertiary butyl hydroquinone) dan NDGA (nordihydro guaretic acid) (Hamid, Aiyelaagbe, Usman, Ameen dan Lawal, 2010).


(9)

14 2.4.1 Vitamin C

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan rumus molekul C6H8O6. Pemerian vitamin C adalah hablur atau serbuk berwarna

putih atau agak kekuningan. Pengaruh cahaya lambat laun menyebabkan berwarna gelap, dalam keadaan kering stabil di udara namun dalam larutan cepat teroksidasi. Vitamin C mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzen (Depkes RI, 1979).

Sesuai dengan sifatnya yang larut dalam air, vitamin C bekerja melindungi bagian tubuh dari radikal bebas yang larut dalam air dengan mendonorkan elektronnya ke dalam reaksi biokimia intraseluler dan ekstraseluler. Vitamin C mampu bereaksi dengan radikal bebas dan mengubahnya menjadi radikal askorbil yang kurang reaktif, kemudian membentuk asam monodehidroaskorbat dan atau asam dehidroaskorbat. Bentuk tereduksi ini dapat diubah kembali menjadi asam askorbat oleh enzim monodehidroaskorbat reduktase dan dehidroaskorbat reduktase (Youngson, 2005). Rumus bangun vitamin C dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini:

Gambar 2.1 Rumus bangun vitamin C 2.4.2 Flavonoida

Senyawa flavonoida merupakan salah satu senyawa polifenol terbesar yang mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam


(10)

15

konfigurasi (C6–C3–C6), yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan

3 karbon (Markham, 1988). Rumus bangun turunan flavonoida dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2 Rumus bangun flavonoida

Lebih dari 4.000 jenis flavonoida terlah diidentifikasi, beberapa diantaranya berperan dalam pewarnaan bunga, buah, dan daun (Winarsi, 2011). Umumnya terdapat pada tumbuhan dalam bentuk terikat pada gula sebagai glikosida sehingga untuk menganalisis flavonoida, lebih baik ekstrak tumbuhan dihidrolisis terlebih dahulu untuk memecah ikatan gula dengan aglikon (Harborne, 1987). Senyawa ini adalah senyawa pereduksi yang dapat menghambat reaksi oksidasi sehingga dapat dijadikan sebagai antioksidan (Robinson, 1995). Senyawa ini berperan sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas karena mengandung gugus hidroksil (Silalahi, 2006).

2.5 Spektrofotometer UV-Visibel

Menurut Dachriyanus (2004), spektrofotometri UV-visibel adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan sinar tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm, sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm. Spektrofotometer UV-visibel pada umumnya digunakan untuk:


(11)

16

1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan auksokrom dari suatu senyawa organik

2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang maksimum suatu senyawa

3. Menganalisis senyawa organik secara kuantitatif.

Berdasarkan aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan kemudian ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap (Gandjar dan Abdul, 2007).

2.6 Metode Pemerangkapan Radikal Bebas DPPH

Metode pemerangkapan radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil) merupakan metode yang cepat, sederhana dan tidak mahal untuk mengukur kemampuan berbagai senyawa dalam memerangkap radikal bebas serta untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan pada bahan makanan dan minuman (Marinova, 2011).

DPPH pertama kali ditemukan pada tahun 1922 oleh Goldschmidt dan Renn. DPPH berwarna ungu pekat seperti KMnO4 dan bentuk tereduksinya 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazine (DPPH-H) berwarna jingga kekuningan, bersifat tidak larut dalam air (Ionita, 2005). Rumus bangun DPPH dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut:


(12)

17

Gambar 2.3 Rumus bangun DPPH

DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar. Prinsip metode pemerangkapan radikal bebas DPPH, yaitu elektron ganjil pada molekul DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 516 nm. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH (Molyneux, 2004). Warna ungu larutan DPPH akan berubah menjadi kuning lemah apabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang dari senyawa antioksidan (Prakash, 2001). Reaksi radikal bebas DPPH dengan antioksidan dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut:

Gambar 2.4 Reaksi radikal bebas DPPH dengan antioksidan

Parameter yang dipakai untuk menunjukkan aktivitas antioksidan adalah harga konsentrasi efisien atau Efficient Concentration (EC50) atau Inhibitory


(13)

18

Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat

menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan persen peredaman sebesar 50% (Molyneux, 2004). 2.6.1 Pelarut

Metode DPPH akan bekerja dengan baik menggunakan pelarut metanol atau etanol karena kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji sebagai antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004).

2.6.2 Pengukuran panjang gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal (Gandjar dan Abdul, 2007). Panjang gelombang maksimum (λmaks) yang digunakan dalam pengukuran sampel uji pada metode pemerangkapan radikal bebas DPPH sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur, panjang gelombang maksimum untuk DPPH antara lain 515 - 520 nm (Molyneux, 2004).

2.6.3 Waktu pengukuran

Waktu pengukuran atau waktu kerja (operating time) bertujuan untuk mengetahui waktu yang tepat untuk melakukan pengukuran yakni saat sampel dalam kondisi yang stabil. Waktu pengukuran yang digunakan dalam beberapa penelitian sangatlah bervariasi, yaitu 1 - 240 menit. Waktu pengukuran yang paling banyak direkomendasikan menurut jurnal penelitian sebelumnya adalah 60 menit (Rosidah,Yam, Sadikun dan Asmawi, 2008; Molyneux, 2004; Marinova, 2011).


(1)

13

atau disebut reduktan (Winarsi, 2011). Antioksidan dikelompokkan menjadi dua golongan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu antioksidan primer (enzimatis) dan antioksidan sekunder (non-enzimatis) (Kumalaningsih, 2006).

Antioksidan primer adalah antioksidan yang berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas baru karena dapat mengubah radikal bebas menjadi kurang reaktif sebelum sempat bereaksi. Antioksidan ini berupa enzim yang diproduksi oleh tubuh, meliputi: superoksida dismutase, katalase dan glutation peroksidase. Enzim superoksida dismutase berperan dalam mengubah radikal superoksida (O2˙−) menjadi hidrogen peroksida (H2O2), enzim katalase dan

glutation peroksidase akan mengubah hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air

(H2O) (Hamid, 2010). Kerja enzim-enzim ini sangat dipengaruhi oleh

mineral-mineral seperti mangan (Mn), selenium (Se), zink (Zn), besi (Fe) dan tembaga (Cu) (Kumalaningsih, 2006; Winarsi, 2011).

Antioksidan sekunder berupa senyawa fenol yang berfungsi menangkap radikal bebas dan menghentikan reaksi berantai. Antioksidan sekunder juga disebut sebagai antioksidan preventif, dimana pembentukan senyawa oksigen reaktif dihambat dengan cara pengkelatan metal. Antioksidan ini meliputi:

a. Antioksidan golongan vitamin, contoh: vitamin A, C, E.

b. Antioksidan alamiah, contoh: flavonoid, katekin, karotenoid, β-karoten. c. Antioksidan sintetik, contoh: BHA (butylated hydroxyl anisole), BHT

(butylated hydroxytoluene), PG (propyl gallate), EDTA (ethylene diamine tetraacetic acid), TBHQ (tertiary butyl hydroquinone) dan NDGA (nordihydro guaretic acid) (Hamid, Aiyelaagbe, Usman, Ameen dan Lawal, 2010).


(2)

14

2.4.1 Vitamin C

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan rumus molekul C6H8O6. Pemerian vitamin C adalah hablur atau serbuk berwarna

putih atau agak kekuningan. Pengaruh cahaya lambat laun menyebabkan berwarna gelap, dalam keadaan kering stabil di udara namun dalam larutan cepat teroksidasi. Vitamin C mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzen (Depkes RI, 1979).

Sesuai dengan sifatnya yang larut dalam air, vitamin C bekerja melindungi bagian tubuh dari radikal bebas yang larut dalam air dengan mendonorkan elektronnya ke dalam reaksi biokimia intraseluler dan ekstraseluler. Vitamin C mampu bereaksi dengan radikal bebas dan mengubahnya menjadi radikal askorbil yang kurang reaktif, kemudian membentuk asam monodehidroaskorbat dan atau asam dehidroaskorbat. Bentuk tereduksi ini dapat diubah kembali menjadi asam askorbat oleh enzim monodehidroaskorbat reduktase dan dehidroaskorbat reduktase (Youngson, 2005). Rumus bangun vitamin C dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini:

Gambar 2.1 Rumus bangun vitamin C

2.4.2 Flavonoida

Senyawa flavonoida merupakan salah satu senyawa polifenol terbesar yang mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam


(3)

15

konfigurasi (C6–C3–C6), yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan

3 karbon (Markham, 1988). Rumus bangun turunan flavonoida dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2 Rumus bangun flavonoida

Lebih dari 4.000 jenis flavonoida terlah diidentifikasi, beberapa diantaranya berperan dalam pewarnaan bunga, buah, dan daun (Winarsi, 2011). Umumnya terdapat pada tumbuhan dalam bentuk terikat pada gula sebagai glikosida sehingga untuk menganalisis flavonoida, lebih baik ekstrak tumbuhan dihidrolisis terlebih dahulu untuk memecah ikatan gula dengan aglikon (Harborne, 1987). Senyawa ini adalah senyawa pereduksi yang dapat menghambat reaksi oksidasi sehingga dapat dijadikan sebagai antioksidan (Robinson, 1995). Senyawa ini berperan sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas karena mengandung gugus hidroksil (Silalahi, 2006).

2.5 Spektrofotometer UV-Visibel

Menurut Dachriyanus (2004), spektrofotometri UV-visibel adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan sinar tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm, sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm. Spektrofotometer UV-visibel pada umumnya digunakan untuk:


(4)

16

1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan auksokrom dari suatu senyawa organik

2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang maksimum suatu senyawa

3. Menganalisis senyawa organik secara kuantitatif.

Berdasarkan aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan kemudian ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap (Gandjar dan Abdul, 2007).

2.6 Metode Pemerangkapan Radikal Bebas DPPH

Metode pemerangkapan radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil) merupakan metode yang cepat, sederhana dan tidak mahal untuk mengukur kemampuan berbagai senyawa dalam memerangkap radikal bebas serta untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan pada bahan makanan dan minuman (Marinova, 2011).

DPPH pertama kali ditemukan pada tahun 1922 oleh Goldschmidt dan Renn. DPPH berwarna ungu pekat seperti KMnO4 dan bentuk tereduksinya 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazine (DPPH-H) berwarna jingga kekuningan, bersifat tidak larut dalam air (Ionita, 2005). Rumus bangun DPPH dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut:


(5)

17

Gambar 2.3 Rumus bangun DPPH

DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar. Prinsip metode pemerangkapan radikal bebas DPPH, yaitu elektron ganjil pada molekul DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 516 nm. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH (Molyneux, 2004). Warna ungu larutan DPPH akan berubah menjadi kuning lemah apabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang dari senyawa antioksidan (Prakash, 2001). Reaksi radikal bebas DPPH dengan antioksidan dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut:

Gambar 2.4 Reaksi radikal bebas DPPH dengan antioksidan

Parameter yang dipakai untuk menunjukkan aktivitas antioksidan adalah harga konsentrasi efisien atau Efficient Concentration (EC50) atau Inhibitory


(6)

18

Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat

menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan persen peredaman sebesar 50% (Molyneux, 2004).

2.6.1 Pelarut

Metode DPPH akan bekerja dengan baik menggunakan pelarut metanol atau etanol karena kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji sebagai antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004).

2.6.2 Pengukuran panjang gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal (Gandjar dan Abdul, 2007). Panjang gelombang maksimum (λmaks) yang digunakan dalam pengukuran

sampel uji pada metode pemerangkapan radikal bebas DPPH sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur, panjang gelombang maksimum untuk DPPH antara lain 515 - 520 nm (Molyneux, 2004).

2.6.3 Waktu pengukuran

Waktu pengukuran atau waktu kerja (operating time) bertujuan untuk mengetahui waktu yang tepat untuk melakukan pengukuran yakni saat sampel dalam kondisi yang stabil. Waktu pengukuran yang digunakan dalam beberapa penelitian sangatlah bervariasi, yaitu 1 - 240 menit. Waktu pengukuran yang paling banyak direkomendasikan menurut jurnal penelitian sebelumnya adalah 60 menit (Rosidah,Yam, Sadikun dan Asmawi, 2008; Molyneux, 2004; Marinova, 2011).


Dokumen yang terkait

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-Heksan Etilasetat dan Metanol Selada Air (Nasturtium officinale W.T.Aiton)

10 107 94

Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Jus Buah Sirsak Dan Ekstrak Etanol Daun Sirsak

5 68 100

Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak N-Heksan Etilasetat Dan Etanol Rumput Laut Sargassum polycystum C. Agardh

1 61 83

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-heksan Etilasetat dan Etanol Daun Sisik Naga (Pyrrosia piloselloides (L) M.G.Price)

7 53 83

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-heksan Etilasetat dan Etanol Daun Sisik Naga (Pyrrosia piloselloides (L) M.G.Price)

2 28 83

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-heksan Etilasetat dan Etanol Daun Sisik Naga (Pyrrosia piloselloides (L) M.G.Price)

0 0 14

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-heksan Etilasetat dan Etanol Daun Sisik Naga (Pyrrosia piloselloides (L) M.G.Price)

0 0 2

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-heksan Etilasetat dan Etanol Daun Sisik Naga (Pyrrosia piloselloides (L) M.G.Price)

1 2 5

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-heksan Etilasetat dan Etanol Daun Sisik Naga (Pyrrosia piloselloides (L) M.G.Price)

0 0 3

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-heksan Etilasetat dan Etanol Daun Sisik Naga (Pyrrosia piloselloides (L) M.G.Price)

1 1 20