T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Video Campaign Durian Sumber Kesejahteraan di Desa Kaligonoecamatan Kalgesingabupaten Purworejo T1 BAB II
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Kampanye
Kampanye pada prinsipnya merupakan suatu
proses
kegiatan
komunikasi individu atau kelompok yang dilakukan secara terlembaga dan
bertujuan untuk menciptakan suatu efek atau dampak tertentu. Rogers dan
Storey (1987) mendefinisikan kampanye sebagai serangkaian tindakan
komunikasi yang terencana dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu
pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada
kurun waktu tertentu (Venus, 2004:7).
Beberapa ahli komunikasi mengakui bahwa definisi yang diberikan
Rogers dan Storey adalah yang paling popular dan dapat diterima dikalangan
ilmuwan komunikasi (Grossberg, 1998; Snyder, 2002; Klingemann
Rommele, 2002). Hal ini didasarkan kepada dua alasan. Pertama, definisi
tersebut secara tegas menyatakan bahwa kampanye merupakan wujud
tindakan komunikasi, dan alasan kedua adalah bahwa definisi tersebut dapat
mencakup keseluruhan proses dan fenomena praktik kampanye yang terjadi
dilapangan
Definisi Rogersda Storey juga umumnya dirujuk oleh berbagai ahli dari
disiplin ilmu yang berbeda seperti ilmu politik dan kesehatan masyarakat.
Beberapa definisi lain yang sejalan dengan batasan yang disampaikan Rogers
dan Storey diantaranya sebagai berikut:
Pfau dan Parrot (1993)
A campaigns is conscious, sustained and incremental process designed to be
implemented over a specified period of time for the purpose of influencing a
specified audience (Kampanye adalah suatu proses yang dirancang secara
sadar, bertahap dan berkelanjutan yang dilaksanakan pada rentang waktu
tertentu dengan tujuan mempengaruhi khalayak sasaran yang telah
diterapkan).
9
Leslie B. Snyder (Gudykunst Mody, 2002)
A communication campaigns is an organized communication activity,
directed at a particular audience, for a particular period of time, to achieve a
particular goal (Kampanye komunikasi adalah tindakan komunikasi yang
terorganisasi yang diarahkan pada khalayak tertentu, pada periode waktu
tertentu guna mencapai tujuan tertentu).
Rajasundarman (1981)
A campaigns is acoordinated use of different methods of communication
aimed at focusing attention on a particular problem and its solution over a
period of time (Kampanye dapat diartikan sebagai pemanfaatan berbagai
metode komunikasi yang berbeda secara terkoordinasi dalam periode waktu
tertentu yang ditujukan untuk mengarahkan khalayak pada masalah tertentu
berikut pemecahannya).
Merujuk pada definisi-definisi di atas, maka kita dapat melihat bahwa
dalam setiap aktivitas kampanye komunikasi setidaknya mengandung empat
hal, yaitu tindakan kampanye yang ditujukan untuk menciptakan efek atau
dampak tertentu, jumlah khalayak sasaran yang besar, dipusatkan dalam
kurun waktu tertentu, dan melalui serangkaian tindakan komunikasi yang
terorganisir.
Selain empat pokok ciri diatas, kampanye juga memiliki ciri atau
karakteristik yang lainnya, yaitu sumber yang jelas, yang menjadi penggagas,
perancang, penyampai sekaligus penanggung jawab suatu produk kampanye
(campaign makers), sehingga setiap individu yang menerima pesan kampanye
dapat mengidentifikasi bahkan mengevaluasi kredibilitas sumber pesan
tersebut setiap saat.
Selain itu pesan-pesan kampanye juga terbuka untuk didiskusikan,
bahkan gagasan-gagasan pokok yang melatarbelakangi diselengarakannya
kampanye juga terbuka untuk dikritisi. Keterbukaan seperti ini dimungkinkan
karena gagasan dan tujuan kampanye pada dasarnya mengandung kebaikan
10
untuk publik. Segala tindakan dalam kegiatan kampanye dilandasi oleh
prinsip persuasi, yaitu mengajak dan mendorong publik untuk menerima atau
melakukan sesuatu yang dianjurkan atas dasar kesukarelaan. Dengan
demikian kampanye pada prinsipnya adalah contoh tindakan persuasi secara
nyata. Dalam ungkapan Perloff (1993) dikatakan Campaigns generally
exemplify persuasion in action. (Venus, 2004:7)
2.2 Komunikasi Massa
Salah satu definisi awal komunikasi oleh Janowitz dalam Riswandi
(2009, 7-8) menyatakan bahwa komunikasi massa terdiri atas lembaga dan
teknik dimana kelompok-kelompok terlatih menggunakan teknologi untuk
menyebarluaskan simbol-simbol kepada audiens yang tersebar luas dan
bersifat heterogen.
Berger dan Chaffe (1987:17) mendefinisikan ilmu komunikasi sebagai
ilmu pengetahuan yang berupaya memahami produksi, proses dan efek dari
sistem symbol dan tanda dengan mengembangkan teori-teori yang dapat diuji,
berisi generalisasi hukum yang menjelaskan gejala-gejala yang berhubungan
dengan produksi, proses dan efek. McQuail (2012:17-19) mengatakan bahwa
komunikator dalam komunikasi massa bukanlah satu orang melainkan sebuah
organisasi formal. Komunikasi massa menciptakan pengaruh secara luas
dalam waktu singkat kepada banyak orang. Berdasarkan pengertian tersebut
bisa disimpulkan jika komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan
kepada massa atau komunikasi dengan menggunakan media massa. Massa di
sini adalah kumpulan orang-orang yang hubungan antar sosialnya tidak jelas
dan tidak mempunyai struktur tertentu.
Kehadiran media massa yang secara serempak di berbagai tempat telah
menghadirkan tantangan baru bagi para ilmuan berbagai disiplin ilmu. Para
pakar ilmu komunikasi berpendapat bahwa komunikasi massa adalah suatu
kegiatan komunikasi yang mengharuskan adanya keterlibatan dari unsurunsur yang ada di dalamnya dan saling mendukung serta bekerja sama, untuk
terlaksananya kegiatan komunikasi massa ataupun komunikasi melalui media
11
massa. Kemudian para pakar ilmu komunikasi membatasi pengertian media
massa pada komunikasi dengan menggunakan media massa, seperti surat
kabar, majalah, radio, televisi, internet, dan film.
Sebagai salah satu media komunikasi massa, film bisa dimaknai sebagai
pesan yang disampaikan dalam komunikasi filmis atau mampu memindahkan
ruang dan waktu agar khalayak atau penontonnya bisa mudah memahami
hakikat, fungsi dan efek yang dihadirkan oleh film itu sendiri. Sedangkan
dalam praktik sosial, film dilihat tidak hanya sekedar ekspresi seni dari
pembuatnya, tetapi merupakan interaksi antar elemen-elemen pendukung,
proses produksi, distribusi maupun eksebisinya, bahkan lebih jauh dari itu,
perspektif ini mengasumsikan interaksi antara film dengan idelogi serta
kebudayaan di mana film diproduksi dan dikonsumsi.
2.3 Media
Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medius yang secara harfiah
berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media adalah
perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Azhar
Arsyad, 2011:3). Sedangkan definisi media menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI, 2003) mengartikan media sebagai alat, sarana komunikasi,
sesuatu yang terletak diantara dua pihak, perantara atau penghubung.
Menurut AECT yang dikutip oleh Rohani (1997:2) media adalah segala
bentuk yang dipergunakan untuk proses penyaluran informasi. Purnamawati
dan Eldarni (2001:4) mendefinisikan media adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sedemikian
rupa sehingga terjadi proses belajar. Berdasarkan berbagai definisi tentang
media, maka dapat disimpulkan jika media adalah alat perantara yang
diciptakan untuk menyalurkan pesan agar penerima dapat lebih mudah dalam
memahami isi pesan. Sehingga pemilihan media yang akan digunakan dalam
menyampaikan pesan kepada penerima harus tepat agar pesan dapat
tersampaikan dengan baik
12
2.3.1
Jenis-Jenis Media
Rudy Brets (2008:52) membagi media menjadi tiga yaitu media audio,
media visual dan media audio visual.
a. Media Audio
Media audio yaitu media yang hanya melibatkan indera pendengaran
dan hanya mampu memaipulasi kemampuan suara semata. Dilihat dari
sifat pesan yang diterimanya, media audio mampu menyampaikan
pesan verbal dan nonverbal. Pesan verbal dalam media audio yaitu
bahasa lisan. Sedangkan pesan nonverbal yang bisa disampaikan
melalui media audio adalah bunyi-bunyian dan vokalisasi seperti
gerutuan, gumam, musik.
b. Media Visual
Media visual yaitu media yang hanya melibatkan indera penglihatan.
Ada tiga jenis media visual yaitu media visual verbal, media visual
nonverbal grafis dan media visual nonverbal tiga dimensi. Media
visual verbal adalah media visual yang memuat pesan verbal (pesan
linguistik berbentuk tulisan). Media visual nonverbal grafis adalah
media visual yang memuat pesan nonverbal berupa simbol-simbol
grafis seperti gambar, sketsa, lukisan, grafik, diagram, bagan dan peta.
Sedangkan media visual nonverbal tiga dimensi adalah media visual
yang berbentuk tiga dimensi berupa model seperti miniatur, mock up,
specimen dan diorama.
c. Media Audio Visual
Media audio visual yaitu media yang melibatkan indera pennglihatan
dan pendengaran sekaligus dalam satu proses komunikasi. Sifat pesan
yang dapat disalurkan dalam media audio visual berupa pesan verbal
yang bisa didengar seperti pesan dalam media audio. Pesan visual
yang bisa didengar itu dapat disajikan melalui program audio visual
seperti film. Media audio visual juga dikenal dengan sebutan
multimedia
13
2.4 Film
Menurut Danesi, (2010) film adalah teks yang memuat serangkaian
citra fotografi yang mengakibatkan adanya ilusi gerak dan tindakan dalam
kehidupan nyata. Sedangkan menurut Pratista, (2008) sebuah film terbentuk
dari dua unsur, yaitu unsur naratif dan unnsur sinematik. Unsur naratif
berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Setiap film cerita tidak
mungkin lepas dari unsur naratif dan setiap cerita pasti memiliki unsur-unsur
seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu, serta lainnya-lainnya. Seluruh
elemen tersebut membentuk unsur naratif secara keseluruhan. Aspek
kausalitas bersama unsur ruang dan waktu merupakan elemen-elemen pokok
pembentuk suatu narasi.
Michael Rabiger menggambarkan hal yang serupa tentang film. Setiap
film bersifat menarik dan menghibur, serta membuat para audiens berpikir.
Setiap hasil karya yang ada bersifat unik dan menarik sehingga ada banyak
cara
yang dapat
digunakan
dalam
suatu
film
dokumenter
untuk
menyampaikan ide-ide tentang dunia nyata (Rabiger, 2009).
Sebuah dokumenter dapat mendorong pengkisahan suatu rangkaian
peristiwa sejarah, bahkan menyatakan suatu kenyataan yang belum
diceritakan secara luas. Unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis
dalam produksi sebuah film. Unsur sinematik terbagi menjadi empat elemen
pokok, yaitumise-en-scene, sinematografi, editing, dan suara. Mise-en-scene
adalah segala hal yang berada di depan kamera. Mise-en-scene memiliki
empat elemen pokok yakni, setting atau latar, tata cahaya, kostum dan makeup, serta acting dan pergerakan pemain. Sinematografi adalah perlakuan
terhadap kamera dan filmnya serta hubungan kamera dengan obyek yang
diambil. Editing adalah transisi sebuah gambar (shot) ke gambar (shot)
lainnya. Sedangkan suara adalah segala hal dalam film yang mampu kita
tangkap melalui indera pendengaran (Pratista, 2008). Film dokumenter dapat
menjadi suatu cara untuk menyampaikan warisan budaya, eksplorasi terhadap
berbagai aspek dalam kehidupan nyata dan menyajikannya dalam suatu
rangkaian narasi visual yang menarik dan hidup.
14
2.4.1
Jenis-Jenis Film
Menurut Danesi (2010), film memiliki tiga kategori utama,
yaitufilm fitur, film animasi, dan dokumentasi. Film fitur merupakan
karya fiksi yang strukturnya selalu berupa narasi. Film animasi adalah
teknik pemakaian film untuk menciptakan ilusi gerakan dari
serangkaian gambaran benda dua atau tiga dimensi. Film dokumentasi
merupakan karya film nonfiksi yang menggambarkan situasi
kehidupan nyata yang terjadi di masyarakat dan setiap individu di
dalamya menggambarkan perasaannya dan pengalaman dalam situasi
yang apa adanya, tanpa persiapan, dan langsung pada kamera atau
pewawancara.
Pembagian film secara umum menurut Prastisa (2008), ada tiga
jenis film, yaknidokumenter, fiksi, dan eksperimental. Film fiksi
memiliki struktur naratif (cerita) yang jelas sementara film
dokumenter dan eksperimental tidak memiliki struktur naratif.
Secara konsep, film dokumenter memiliki konsep realism
(nyata) yaitu sebuah konsep yang berlawanan dengan film
eksperimental yang memiliki konsep formalism (abstrak). Film fiksi
juga dapat dipengaruhi oleh film dokumenter atau film eksperimental
baik secara naratif maupun sinematik (Prastisa, 2008).
2.5 Angle Camera
Camera angle dalam pengertian karya audio-visual berarti sudut
pengambilan gambar yang menekankan tentang posisi kamera berada pada
situasi tertentu membidik objek. Pemakaian angle kamera ini diharapkan
dapat menggambarkan suatu peristiwa yang sesuai agar lebih terlihat dan
mampu mengilustrasikan kedinamisan suatu keadaan.
Beberapa jenis angle kamera adalah sebagai berikut :
a. Bird Eye View
Pengambilan gambar yang dilakukan dari atas di ketinggian tertentu
sehingga memperlihatkan lingkungan yang sedemikian luas dengan benda
15
benda lain yang tampak dibawah begitu kecil.
b. High Angle
Teknik pengambilan gambarnya dengan sudut pengambilan gambar tepat
diatas objek, pengambilan gambar yang seperti ini memiliki arti yang
dramatik yaitu kecil atau kerdil.
c. Low Angle
Pengambilan gambar teknik ini yakni mengambil dari bawah si objek,
sudut pengambilan gamabr ini merupakan kebalikan dari hig angle. Kesan
yang ditimbulkan yaitu keagungan atau kejayaan.
d. Eye Level
Pengambilan gambar ini dengan sudut pandang sejajar dengan mata objek,
tidak ada kesan dramatik tertentu yang didapat dari eye level ini, yang ada
hanya memperlihatkan pandangan mata seseorang yang berdiri.
e. Frog Level
Sudut pengambilan ini diambil sejajar dengan permukaan tempat objek
menjadi sangat besar.
2.6 Ukuran Gambar (Frame Size)
Sedangkan menurut ukuran gambar atau suatu objek yang menjadi
sasaran yang akan direkam, jenis-jenisnya dibagi sebagai berikut:
a. Extreme Close-up [ECU]
Pengambilan gambar sangat dekat sekali, hanya menampilkan bagian
tertentu pada tubuh objek. Fungsinya untuk kedetilan suatu objek.
b. Big Close-up [BCU]
Pengambilan gambar hanya sebatas kepala hingga dagu objek. Fungsi
untuk menonjolkan ekspresi yang dikeluarkan oleh objek.
c. Close-up [CU]
Ukuran gambar hanya sebatas dari ujung kepala hingga leher. Fungsinya
untuk memberi gambaran jelas tentang objek.
d. Medium Close-up [MCU]
Gambar yang diambil sebatas dari ujung kepala hingga dada. Fungsinya
16
untuk mempertegasa profil seseorang sehingga penonton jelas.
e. Mid Shoot [MS]
Pengambilan gambar sebatas kepala hingga pinggang. Fungsinya
memperlihatkan sosok objek secara jelas.
f. Kneel Shoot [KS]
Pengambilan gambar sebatas kepala hingga lutut. Fungsinya hampir
sama dengan Mid Shoot.
g. Full Shoot [FS]
Pengambilan gambar penuh dari kepala hingga kaki. Fungsinya
memperlihatkan objek beserta lingkungannya.
h. Long Shoot
Pengambilan gambar lebih luas dari pada Full Shoot. Fungsinya untuk
menunjukkan objek dengan latar belakang.
i. Extreme Long Shoot [ELS]
Pengambilan gambar melebihi long shoot, menampilan lingkungan si
objek secara utuh. Fungsinya untuk menunjukkan objek tersebut bagian
dari lingkungannya.
j. One Shoot
Pengambilan gamabr satu objek. Fungsinya memperlihatkan seseorang
atau benda dalam frame.
k. Two Shoot
Pengambilan gambar dua objek. Fungsinya untuk memperlihatkan
adegan 2 orang yang sedang berkomunikasi.
l. Three Shoot
Pengambilan gamabr 3 objek untuk memperlihatkan 3 orang yang sedang
mengobrol.
m. Group Shoot
Pengambilan
gambar
sekumpulan
objek.
Fungsinya
untuk
memperlihatkan adegan sekelompok orang dalam melakukan aktifitas.
17
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Kampanye
Kampanye pada prinsipnya merupakan suatu
proses
kegiatan
komunikasi individu atau kelompok yang dilakukan secara terlembaga dan
bertujuan untuk menciptakan suatu efek atau dampak tertentu. Rogers dan
Storey (1987) mendefinisikan kampanye sebagai serangkaian tindakan
komunikasi yang terencana dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu
pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada
kurun waktu tertentu (Venus, 2004:7).
Beberapa ahli komunikasi mengakui bahwa definisi yang diberikan
Rogers dan Storey adalah yang paling popular dan dapat diterima dikalangan
ilmuwan komunikasi (Grossberg, 1998; Snyder, 2002; Klingemann
Rommele, 2002). Hal ini didasarkan kepada dua alasan. Pertama, definisi
tersebut secara tegas menyatakan bahwa kampanye merupakan wujud
tindakan komunikasi, dan alasan kedua adalah bahwa definisi tersebut dapat
mencakup keseluruhan proses dan fenomena praktik kampanye yang terjadi
dilapangan
Definisi Rogersda Storey juga umumnya dirujuk oleh berbagai ahli dari
disiplin ilmu yang berbeda seperti ilmu politik dan kesehatan masyarakat.
Beberapa definisi lain yang sejalan dengan batasan yang disampaikan Rogers
dan Storey diantaranya sebagai berikut:
Pfau dan Parrot (1993)
A campaigns is conscious, sustained and incremental process designed to be
implemented over a specified period of time for the purpose of influencing a
specified audience (Kampanye adalah suatu proses yang dirancang secara
sadar, bertahap dan berkelanjutan yang dilaksanakan pada rentang waktu
tertentu dengan tujuan mempengaruhi khalayak sasaran yang telah
diterapkan).
9
Leslie B. Snyder (Gudykunst Mody, 2002)
A communication campaigns is an organized communication activity,
directed at a particular audience, for a particular period of time, to achieve a
particular goal (Kampanye komunikasi adalah tindakan komunikasi yang
terorganisasi yang diarahkan pada khalayak tertentu, pada periode waktu
tertentu guna mencapai tujuan tertentu).
Rajasundarman (1981)
A campaigns is acoordinated use of different methods of communication
aimed at focusing attention on a particular problem and its solution over a
period of time (Kampanye dapat diartikan sebagai pemanfaatan berbagai
metode komunikasi yang berbeda secara terkoordinasi dalam periode waktu
tertentu yang ditujukan untuk mengarahkan khalayak pada masalah tertentu
berikut pemecahannya).
Merujuk pada definisi-definisi di atas, maka kita dapat melihat bahwa
dalam setiap aktivitas kampanye komunikasi setidaknya mengandung empat
hal, yaitu tindakan kampanye yang ditujukan untuk menciptakan efek atau
dampak tertentu, jumlah khalayak sasaran yang besar, dipusatkan dalam
kurun waktu tertentu, dan melalui serangkaian tindakan komunikasi yang
terorganisir.
Selain empat pokok ciri diatas, kampanye juga memiliki ciri atau
karakteristik yang lainnya, yaitu sumber yang jelas, yang menjadi penggagas,
perancang, penyampai sekaligus penanggung jawab suatu produk kampanye
(campaign makers), sehingga setiap individu yang menerima pesan kampanye
dapat mengidentifikasi bahkan mengevaluasi kredibilitas sumber pesan
tersebut setiap saat.
Selain itu pesan-pesan kampanye juga terbuka untuk didiskusikan,
bahkan gagasan-gagasan pokok yang melatarbelakangi diselengarakannya
kampanye juga terbuka untuk dikritisi. Keterbukaan seperti ini dimungkinkan
karena gagasan dan tujuan kampanye pada dasarnya mengandung kebaikan
10
untuk publik. Segala tindakan dalam kegiatan kampanye dilandasi oleh
prinsip persuasi, yaitu mengajak dan mendorong publik untuk menerima atau
melakukan sesuatu yang dianjurkan atas dasar kesukarelaan. Dengan
demikian kampanye pada prinsipnya adalah contoh tindakan persuasi secara
nyata. Dalam ungkapan Perloff (1993) dikatakan Campaigns generally
exemplify persuasion in action. (Venus, 2004:7)
2.2 Komunikasi Massa
Salah satu definisi awal komunikasi oleh Janowitz dalam Riswandi
(2009, 7-8) menyatakan bahwa komunikasi massa terdiri atas lembaga dan
teknik dimana kelompok-kelompok terlatih menggunakan teknologi untuk
menyebarluaskan simbol-simbol kepada audiens yang tersebar luas dan
bersifat heterogen.
Berger dan Chaffe (1987:17) mendefinisikan ilmu komunikasi sebagai
ilmu pengetahuan yang berupaya memahami produksi, proses dan efek dari
sistem symbol dan tanda dengan mengembangkan teori-teori yang dapat diuji,
berisi generalisasi hukum yang menjelaskan gejala-gejala yang berhubungan
dengan produksi, proses dan efek. McQuail (2012:17-19) mengatakan bahwa
komunikator dalam komunikasi massa bukanlah satu orang melainkan sebuah
organisasi formal. Komunikasi massa menciptakan pengaruh secara luas
dalam waktu singkat kepada banyak orang. Berdasarkan pengertian tersebut
bisa disimpulkan jika komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan
kepada massa atau komunikasi dengan menggunakan media massa. Massa di
sini adalah kumpulan orang-orang yang hubungan antar sosialnya tidak jelas
dan tidak mempunyai struktur tertentu.
Kehadiran media massa yang secara serempak di berbagai tempat telah
menghadirkan tantangan baru bagi para ilmuan berbagai disiplin ilmu. Para
pakar ilmu komunikasi berpendapat bahwa komunikasi massa adalah suatu
kegiatan komunikasi yang mengharuskan adanya keterlibatan dari unsurunsur yang ada di dalamnya dan saling mendukung serta bekerja sama, untuk
terlaksananya kegiatan komunikasi massa ataupun komunikasi melalui media
11
massa. Kemudian para pakar ilmu komunikasi membatasi pengertian media
massa pada komunikasi dengan menggunakan media massa, seperti surat
kabar, majalah, radio, televisi, internet, dan film.
Sebagai salah satu media komunikasi massa, film bisa dimaknai sebagai
pesan yang disampaikan dalam komunikasi filmis atau mampu memindahkan
ruang dan waktu agar khalayak atau penontonnya bisa mudah memahami
hakikat, fungsi dan efek yang dihadirkan oleh film itu sendiri. Sedangkan
dalam praktik sosial, film dilihat tidak hanya sekedar ekspresi seni dari
pembuatnya, tetapi merupakan interaksi antar elemen-elemen pendukung,
proses produksi, distribusi maupun eksebisinya, bahkan lebih jauh dari itu,
perspektif ini mengasumsikan interaksi antara film dengan idelogi serta
kebudayaan di mana film diproduksi dan dikonsumsi.
2.3 Media
Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medius yang secara harfiah
berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media adalah
perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Azhar
Arsyad, 2011:3). Sedangkan definisi media menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI, 2003) mengartikan media sebagai alat, sarana komunikasi,
sesuatu yang terletak diantara dua pihak, perantara atau penghubung.
Menurut AECT yang dikutip oleh Rohani (1997:2) media adalah segala
bentuk yang dipergunakan untuk proses penyaluran informasi. Purnamawati
dan Eldarni (2001:4) mendefinisikan media adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sedemikian
rupa sehingga terjadi proses belajar. Berdasarkan berbagai definisi tentang
media, maka dapat disimpulkan jika media adalah alat perantara yang
diciptakan untuk menyalurkan pesan agar penerima dapat lebih mudah dalam
memahami isi pesan. Sehingga pemilihan media yang akan digunakan dalam
menyampaikan pesan kepada penerima harus tepat agar pesan dapat
tersampaikan dengan baik
12
2.3.1
Jenis-Jenis Media
Rudy Brets (2008:52) membagi media menjadi tiga yaitu media audio,
media visual dan media audio visual.
a. Media Audio
Media audio yaitu media yang hanya melibatkan indera pendengaran
dan hanya mampu memaipulasi kemampuan suara semata. Dilihat dari
sifat pesan yang diterimanya, media audio mampu menyampaikan
pesan verbal dan nonverbal. Pesan verbal dalam media audio yaitu
bahasa lisan. Sedangkan pesan nonverbal yang bisa disampaikan
melalui media audio adalah bunyi-bunyian dan vokalisasi seperti
gerutuan, gumam, musik.
b. Media Visual
Media visual yaitu media yang hanya melibatkan indera penglihatan.
Ada tiga jenis media visual yaitu media visual verbal, media visual
nonverbal grafis dan media visual nonverbal tiga dimensi. Media
visual verbal adalah media visual yang memuat pesan verbal (pesan
linguistik berbentuk tulisan). Media visual nonverbal grafis adalah
media visual yang memuat pesan nonverbal berupa simbol-simbol
grafis seperti gambar, sketsa, lukisan, grafik, diagram, bagan dan peta.
Sedangkan media visual nonverbal tiga dimensi adalah media visual
yang berbentuk tiga dimensi berupa model seperti miniatur, mock up,
specimen dan diorama.
c. Media Audio Visual
Media audio visual yaitu media yang melibatkan indera pennglihatan
dan pendengaran sekaligus dalam satu proses komunikasi. Sifat pesan
yang dapat disalurkan dalam media audio visual berupa pesan verbal
yang bisa didengar seperti pesan dalam media audio. Pesan visual
yang bisa didengar itu dapat disajikan melalui program audio visual
seperti film. Media audio visual juga dikenal dengan sebutan
multimedia
13
2.4 Film
Menurut Danesi, (2010) film adalah teks yang memuat serangkaian
citra fotografi yang mengakibatkan adanya ilusi gerak dan tindakan dalam
kehidupan nyata. Sedangkan menurut Pratista, (2008) sebuah film terbentuk
dari dua unsur, yaitu unsur naratif dan unnsur sinematik. Unsur naratif
berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Setiap film cerita tidak
mungkin lepas dari unsur naratif dan setiap cerita pasti memiliki unsur-unsur
seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu, serta lainnya-lainnya. Seluruh
elemen tersebut membentuk unsur naratif secara keseluruhan. Aspek
kausalitas bersama unsur ruang dan waktu merupakan elemen-elemen pokok
pembentuk suatu narasi.
Michael Rabiger menggambarkan hal yang serupa tentang film. Setiap
film bersifat menarik dan menghibur, serta membuat para audiens berpikir.
Setiap hasil karya yang ada bersifat unik dan menarik sehingga ada banyak
cara
yang dapat
digunakan
dalam
suatu
film
dokumenter
untuk
menyampaikan ide-ide tentang dunia nyata (Rabiger, 2009).
Sebuah dokumenter dapat mendorong pengkisahan suatu rangkaian
peristiwa sejarah, bahkan menyatakan suatu kenyataan yang belum
diceritakan secara luas. Unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis
dalam produksi sebuah film. Unsur sinematik terbagi menjadi empat elemen
pokok, yaitumise-en-scene, sinematografi, editing, dan suara. Mise-en-scene
adalah segala hal yang berada di depan kamera. Mise-en-scene memiliki
empat elemen pokok yakni, setting atau latar, tata cahaya, kostum dan makeup, serta acting dan pergerakan pemain. Sinematografi adalah perlakuan
terhadap kamera dan filmnya serta hubungan kamera dengan obyek yang
diambil. Editing adalah transisi sebuah gambar (shot) ke gambar (shot)
lainnya. Sedangkan suara adalah segala hal dalam film yang mampu kita
tangkap melalui indera pendengaran (Pratista, 2008). Film dokumenter dapat
menjadi suatu cara untuk menyampaikan warisan budaya, eksplorasi terhadap
berbagai aspek dalam kehidupan nyata dan menyajikannya dalam suatu
rangkaian narasi visual yang menarik dan hidup.
14
2.4.1
Jenis-Jenis Film
Menurut Danesi (2010), film memiliki tiga kategori utama,
yaitufilm fitur, film animasi, dan dokumentasi. Film fitur merupakan
karya fiksi yang strukturnya selalu berupa narasi. Film animasi adalah
teknik pemakaian film untuk menciptakan ilusi gerakan dari
serangkaian gambaran benda dua atau tiga dimensi. Film dokumentasi
merupakan karya film nonfiksi yang menggambarkan situasi
kehidupan nyata yang terjadi di masyarakat dan setiap individu di
dalamya menggambarkan perasaannya dan pengalaman dalam situasi
yang apa adanya, tanpa persiapan, dan langsung pada kamera atau
pewawancara.
Pembagian film secara umum menurut Prastisa (2008), ada tiga
jenis film, yaknidokumenter, fiksi, dan eksperimental. Film fiksi
memiliki struktur naratif (cerita) yang jelas sementara film
dokumenter dan eksperimental tidak memiliki struktur naratif.
Secara konsep, film dokumenter memiliki konsep realism
(nyata) yaitu sebuah konsep yang berlawanan dengan film
eksperimental yang memiliki konsep formalism (abstrak). Film fiksi
juga dapat dipengaruhi oleh film dokumenter atau film eksperimental
baik secara naratif maupun sinematik (Prastisa, 2008).
2.5 Angle Camera
Camera angle dalam pengertian karya audio-visual berarti sudut
pengambilan gambar yang menekankan tentang posisi kamera berada pada
situasi tertentu membidik objek. Pemakaian angle kamera ini diharapkan
dapat menggambarkan suatu peristiwa yang sesuai agar lebih terlihat dan
mampu mengilustrasikan kedinamisan suatu keadaan.
Beberapa jenis angle kamera adalah sebagai berikut :
a. Bird Eye View
Pengambilan gambar yang dilakukan dari atas di ketinggian tertentu
sehingga memperlihatkan lingkungan yang sedemikian luas dengan benda
15
benda lain yang tampak dibawah begitu kecil.
b. High Angle
Teknik pengambilan gambarnya dengan sudut pengambilan gambar tepat
diatas objek, pengambilan gambar yang seperti ini memiliki arti yang
dramatik yaitu kecil atau kerdil.
c. Low Angle
Pengambilan gambar teknik ini yakni mengambil dari bawah si objek,
sudut pengambilan gamabr ini merupakan kebalikan dari hig angle. Kesan
yang ditimbulkan yaitu keagungan atau kejayaan.
d. Eye Level
Pengambilan gambar ini dengan sudut pandang sejajar dengan mata objek,
tidak ada kesan dramatik tertentu yang didapat dari eye level ini, yang ada
hanya memperlihatkan pandangan mata seseorang yang berdiri.
e. Frog Level
Sudut pengambilan ini diambil sejajar dengan permukaan tempat objek
menjadi sangat besar.
2.6 Ukuran Gambar (Frame Size)
Sedangkan menurut ukuran gambar atau suatu objek yang menjadi
sasaran yang akan direkam, jenis-jenisnya dibagi sebagai berikut:
a. Extreme Close-up [ECU]
Pengambilan gambar sangat dekat sekali, hanya menampilkan bagian
tertentu pada tubuh objek. Fungsinya untuk kedetilan suatu objek.
b. Big Close-up [BCU]
Pengambilan gambar hanya sebatas kepala hingga dagu objek. Fungsi
untuk menonjolkan ekspresi yang dikeluarkan oleh objek.
c. Close-up [CU]
Ukuran gambar hanya sebatas dari ujung kepala hingga leher. Fungsinya
untuk memberi gambaran jelas tentang objek.
d. Medium Close-up [MCU]
Gambar yang diambil sebatas dari ujung kepala hingga dada. Fungsinya
16
untuk mempertegasa profil seseorang sehingga penonton jelas.
e. Mid Shoot [MS]
Pengambilan gambar sebatas kepala hingga pinggang. Fungsinya
memperlihatkan sosok objek secara jelas.
f. Kneel Shoot [KS]
Pengambilan gambar sebatas kepala hingga lutut. Fungsinya hampir
sama dengan Mid Shoot.
g. Full Shoot [FS]
Pengambilan gambar penuh dari kepala hingga kaki. Fungsinya
memperlihatkan objek beserta lingkungannya.
h. Long Shoot
Pengambilan gambar lebih luas dari pada Full Shoot. Fungsinya untuk
menunjukkan objek dengan latar belakang.
i. Extreme Long Shoot [ELS]
Pengambilan gambar melebihi long shoot, menampilan lingkungan si
objek secara utuh. Fungsinya untuk menunjukkan objek tersebut bagian
dari lingkungannya.
j. One Shoot
Pengambilan gamabr satu objek. Fungsinya memperlihatkan seseorang
atau benda dalam frame.
k. Two Shoot
Pengambilan gambar dua objek. Fungsinya untuk memperlihatkan
adegan 2 orang yang sedang berkomunikasi.
l. Three Shoot
Pengambilan gamabr 3 objek untuk memperlihatkan 3 orang yang sedang
mengobrol.
m. Group Shoot
Pengambilan
gambar
sekumpulan
objek.
Fungsinya
untuk
memperlihatkan adegan sekelompok orang dalam melakukan aktifitas.
17