Perbandingan kadar sitokin interleukin-17 dalam serum antara penderita dengan bukan penderita psoriasis vulgaris

BAB I
PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang
Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

kronis dan kompleks. Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan jenis kelamin.
Lesi yang khas ditandai dengan plak berbatas tegas yang disertai dengan skuama
tebal berwarna keputihan. Lesi kulit psoriasis vulgaris terdistribusi secara simetris
dengan predileksi utama di daerah ekstensor ekstremitas terutama siku dan lutut,
kulit kepala, lumbosakral, bokong dan genitalia.1
Etiologi pasti psoriasis vulgaris sampai saat ini belum diketahui. Penyakit
ini bersifat kompleks dan belum dimengerti sepenuhnya. Peran dari sistem imun,
faktor genetik serta kombinasi faktor-faktor lingkungan dan psikis dikaitkan
dengan penyakit ini. Aktivasi sel limfosit T menjadi dasar proses inflamasi pada
penyakit ini dan hiperproliferasi keratinosit merupakan kejadian inflamasi
berikutnya yang mengikuti respon imun.1
Psoriasis vulgaris menjadi masalah dalam bidang kesehatan. Selain
manifestasi kulit yang signifikan juga dapat menyebabkan penurunan kualitas

hidup penderita. Sifat kronisitas penyakit ini juga dapat berdampak pada sektor
ekonomi baik bagi pasien, keluarga maupun sistem kesehatan nasional. Prevalensi
penyakit ini bervariasi secara geografis. Studi epidemiologi di beberapa negara di
dunia memperkirakan prevalensi penyakit ini berkisar 0,6-4,8%.2 Data pasti untuk
penyakit ini di Indonesia belum ada. Dari data rekam medik Rumah Sakit Umum

Universitas Sumatera Utara

Pusat Haji Adam Malik-Medan periode Januari hingga Desember 2011 dari total
5.644 orang yang datang berobat ke Poliklinik Departemen/SMF Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin, 46 pasien (0,81%) diantaranya didiagnosis sebagai psoriasis
vulgaris. Dari jumlah tersebut 25 pasien (54,3 %) berjenis kelamin pria dan 21
pasien (45,6 %) berjenis kelamin wanita. Data rekam medis RSUP H. Adam
Malik tahun periode Januari hingga Desember 2012 dari total 5342 orang yang
datang berobat ke Poliklinik Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin, 36 pasien (0,67%) didiagnosis sebagai psoriasis vulgaris. Dari jumlah
tersebut 22 pasien (61,1%) adalah laki-laki dan 14 pasien (38,9%) adalah
perempuan.
Psoriasis vulgaris telah diyakini merupakan penyakit inflamasi yang
diperantarai oleh sistem imun. Sejak tahun 1983 berkembang pendapat bahwa sel

T terlibat dalam patogenesis penyakit ini. Penelitian di bidang imunologi
mengamati adanya peningkatan sel T di epidermis penderita pada saat eksaserbasi
penyakit dan pada saat resolusi terjadi penurunan jumlah sel T. 3
Sitokin berperan penting dalam patogenesis yang berkaitan dengan sistem
imun pada penyakit ini. Sel T Clusters of Differentiation Antigen (CD)4+ dan
CD8+ dari epidermis dan dermis psoriasis vulgaris memproduksi sitokin-sitokin
IFN-γ dan Interleukin-12 (IL-12). Beberapa penelitian terdahulu telah melaporkan
peningkatan kadar sitokin-sitokin Interferon gamma (IFN-γ) yang diproduksi
oleh sel Th1 dan Tumor Necrosis Factor Alfa (TNF-α) yang diproduksi oleh
beberapa jenis sel pada serum maupun lesi kulit penderita psoriasis vulgaris.
Berdasarkan pengamatan tersebut maka diyakini bahwa psoriasis vulgaris

Universitas Sumatera Utara

merupakan penyakit yang diperantarai oleh sel Thelper1 (Th1).4 Gudjonsson dan
kawan-kawan (2004) pada tulisannya mengenai mekanisme imunopatogenesis
psoriasis vulgaris memaparkan peran dari sitokin-sitokin Th1. Interferon γ dan
TNF-α yang dapat menginduksi hiperproliferasi keratinosit dikatakan merupakan
sitokin predominan pada lesi psoriasis vulgaris.3 Penelitian oleh Almakhzangy
dan Gaballa (2009) menemukan adanya peningkatan kadar IFN-γ yang signifikan

dalam serum penderita psoriasis vulgaris dibandingkan dengan individu normal.5
Ragab dkk. (2010) pada penelitiannya terhadap 40 orang penderita psoriasis
vulgaris di rumah sakit Kairo, Mesir melaporkan peningkatan kadar sitokin TNFα yang signifikan pada serum pasien psoriasis vulgaris dibandingkan dengan
individu sehat.6 Dari hasil-hasil penelitian tersebut diasumsikan bahwa kehadiran
IFN-γ oleh sel Th1 dan juga TNF-α adalah sebagai mediator utama dalam
patogenesis inflamasi pada penyakit ini. 3,4,6
Berkembangnya pengetahuan di bidang imunologi mendorong para
ilmuwan untuk terus meneliti patogenesis dari psoriasis vulgaris. Penemuan suatu
kelompok sel Th baru yang kemudian diidentifikasi sebagai sel Th17 pada tahun
2005 telah membuka wawasan baru pada patogenesis penyakit ini. Kelompok sel
Th17 ini memproduksi sitokin-sitokin yang berbeda dari yang diproduksi oleh sel
Th1 maupun sel Th2 yaitu sitokin IL-17, IL-17F, IL-22 dan IL-21.7 Beberapa
penelitian telah melaporkan peranan sel Th17 pada beberapa penyakit autoimun
lain yaitu penyakit Graves, sklerosis sistemik dan penyakit Addisons, dan
dikatakan bahwa proses inflamasi pada penyakit-penyakit autoimun tersebut
diperantarai oleh sitokin IL-17.8

Universitas Sumatera Utara

Jalur sel Th17 pada patogenesis psoriasis vulgaris telah dicoba diteliti oleh

beberapa

ilmuwan.

Lowes

dkk.

(2008)

pada

tulisannya

mengenai

imunopatogenesis psoriasis vulgaris menyatakan bahwa pada dermis penderita
psoriasis vulgaris dijumpai lebih banyak sel Th17 dibandingkan kulit normal.4
Penelitian yang dilakukan oleh Ortega dkk. (2009) yang mengambil spesimen
dari biopsi lesi kulit 11 orang penderita psoriasis vulgaris menunjukkan bahwa sel

T yang memproduksi IL-17 terdapat dalam jumlah yang lebih besar pada plak
psoriasis vulgaris dibandingkan pada donor sehat.9 Hasil ini menunjukkan bahwa
proses inflamasi pada psoriasis vulgaris tidak hanya diperantarai oleh Th1 tetapi
kemungkinan terdapat juga peran dari jalur sel Th17.
Pemahaman mengenai mekanisme imunologis yang terlibat pada psoriasis
vulgaris sangat penting, dimana hal ini

dapat menjadi dasar dalam

penatalaksanaan penyakit tersebut. Diperlukan penelitian terhadap faktor-faktor
yang dapat menyebabkan eksaserbasi dan memperburuk keadaan penyakit ini.
Penemuan kelompok sel Th17 dengan sekresi sitokin IL-17 telah memberi
wawasan baru dalam perkembangan pengetahuan mengenai penyakit ini, namun
penelitian mengenai hal ini masih sangat sedikit.
Psoriasis vulgaris bukanlah penyakit yang hanya terbatas pada kulit.
Keterlibatan sistemik dapat dijumpai pada penyakit ini. Mekanisme pasti
bagaimana keadaan tersebut terjadi belum dapat dijelaskan, namun diduga
berhubungan dengan keberadaan faktor-faktor pro inflamasi yang beredar di
sirkulasi.


10

Beberapa studi telah melaporkan adanya peningkatan sitokin-sitokin

pro inflamasi pada sirkulasi penderita psoriasis vulgaris. Keberadaan sitokin-

Universitas Sumatera Utara

sitokin ini selain dapat memperburuk lesi kulit juga menimbulkan komplikasi
sistemik pada penyakit ini.5,6,11 Penelitian yang mencari perbedaan kadar sitokin
IL-17 dalam serum penderita psoriasis vulgaris dibandingkan dengan yang bukan
penderita sampai saat ini masih sedikit. Arican dkk. (2005) dalam penelitiannya
melaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan kadar sitokin IL-17 dalam serum
penderita psoriasis vulgaris dibandingkan dengan individu sehat, namun terdapat
hubungan kadar IL-17 dalam serum penderita psoriasis vulgaris dengan derajat
keparahan penyakitnya yang dinilai dengan skor Psoriasis Area and Severity
Index (PASI).11 Berlawanan dengan itu, berdasarkan hasil penelitiannya
Almakhzangy dan Gaballa (2009) telah melaporkan terdapat peningkatan kadar
sitokin IL-17 yang bermakna dalam serum penderita psoriasis dibandingkan
dengan kontrol sehat, dan terdapat hubungan yang bermakna antara kadar IL-17

dalam serum dengan skor PASI. 5
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa pada beberapa penelitian
sebelumnya mengenai kadar sitokin IL-17 dalam serum penderita psoriasis
vulgaris belum menunjukkan hasil yang konsisten. Di Indonesia hingga saat ini
belum pernah dilaporkan penelitian yang membandingkan kadar sitokin IL-17
dalam serum penderita psoriasis vulgaris dengan yang bukan penderita. Oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian untuk menilai perbedaan kadar sitokin
IL-17 dalam serum penderita psoriasis vulgaris dengan yang bukan penderita
psoriasis vulgaris.

Universitas Sumatera Utara

I.2

Rumusan Masalah
I.2.1

Apakah terdapat perbedaan
penderita


kadar sitokin IL-17 dalam serum

psoriasis vulgaris dengan yang bukan penderita

psoriasis vulgaris ?

I.3

Hipotesis
I.3.1.

Terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar sitokin IL-17
dalam serum penderita psoriasis

vulgaris

dengan yang bukan

penderita psoriasis vulgaris.


I.4

Tujuan Penelitian
I.4.1

Tujuan umum :
Untuk mengetahui perbedaan kadar sitokin IL-17 dalam serum
penderita psoriasis vulgaris dengan bukan penderita psoriasis
vulgaris.

I.4.2

Tujuan khusus :
a.

Mengetahui kadar sitokin IL-17 dalam serum penderita
psoriasis vulgaris.

b.


Mengetahui kadar sitokin IL-17 dalam serum bukan penderita
psoriasis vulgaris.

c.

Mengetahui karakteristik penderita psoriasis vulgaris di
RSUP. H. Adam Malik Medan.

Universitas Sumatera Utara

I.5

Manfaat Penelitian
I.5.1 Dalam bidang akademik:
Menambah pengetahuan mengenai perkembangan patogenesis
psoriasis vulgaris.

I.5.2 Dalam pelayanan masyarakat:
Menjadi masukan bagi pengembangan wawasan masyarakat
mengenai psoriasis vulgaris.


I.5.3 Dalam pengembangan penelitian:
Sebagai data dasar bagi penelitian mengenai psoriasis vulgaris
selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara