Potensi Dan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Jenis Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

TINJAUAN PUSTAKA

Kemenyan (Styrax spp)
Jayusman, dkk., (1999) pohon kemenyan termasuk ke dalam ordo
Ebenales, famili Styracaceae dan genus styrax. Terdapat 7 (tujuh) jenis kemenyan
yang menghasilkan getah tetapi hanya 4 jenis yang secara umum lebih dikenal dan
bernilai ekonomis yaitu: (a) kemenyan durame (S.benzoine DRYAND), (b)
kemenyan

bulu

(S.

paralleloneurum

PERK),

(c)

kemenyan


toba

(S. sumatrana J.J.Sm) dan (d) kemenyan siam (S. tokinensis). Tetapi jenis
kemenyan toba dan durame yang paling umum dibudidayakan secara luas di
Sumatera Utara. Jayusman, dkk., (1997) juga menambahkan jenis kemenyan alam
yang kurang dikelolah di Sumatera Utara adalah kemenyan “Bulu” Styrax
paralleloneurum PERK. Klasifikasi tanaman kemenyan (Styrax spp) dalam
sistematika tumbuhan dapat disusun sebagai berikut:
Divisio

: Spernatophyta

Sub Divisio

: Angiospermae

Kelas

: Dikotiledonae


Ordo

: Ebeneles

Family

: Styraceae

Genus

: Styrax

Spesies

: Styrax spp

Potensi dan Penyebaran Kemenyan
Pohon kemenyan tersebar di beberapa negara antara lain Malaysia,
Thailand, Indonesia dan Laos. Di Indonesia jenis ini terdapat di Sumatera, Jawa
dan Kalimantan Barat. Di pulau Sumatera kemenyan dijumpai secara alami di


4
Universitas Sumatera Utara

5

pantai barat, hidupnya berkelompok dan berasosiasi dengan pohon lain. Selain itu
pohon ini dijumpai di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. Di Sumatera Utara
jenis kemenyan sampai saat ini masih dibudidayakan secara luas di daerah
Tapanuli (Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah) dan Kabupaten
Dairi (Jayusman, dkk., 1999).
Tanaman kemenyan merupakan tanaman terluas yang diusahakan oleh
masyarakat di Kabupaten Tapanuli Utara, yaitu pada tahun 2011 seluas 16.181,50
Ha. Tanaman kemenyan tersebar di seluruh kecamatan Tapanuli Utara,
sebagaimana dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas dan Produksi Kemenyan di Kabupaten Tapanuli Utara
No.

Kecamatan


1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Parmonangan
AdianKoting
Sipoholon
Tarutung

SiatasBarita
PahaeJulu
Pahae Jae
Purbatua
Simangumban
Pangaribuan
Garoga
Sipahutar
Siborong-borong
Pagaran
Muara
Jumlah 2011
2010
2009
2008
2007

Luas
Tanaman
Tanaman

Menghasilkan
(Ha)
(Ha)
1,574.00
1,474.50
2,700.00
2,088.00
441.00
334.00
925.00
784.25
53.00
38.00
2,083.00
1,806.25
556.00
429.00
541.00
372.00
115.00

94.00
5,086.50
4,821.50
522.00
346.50
1,448.00
1,241.25
132.00
71.50
25.00
18.25
7.00
4.50
16,208.50
13,923.50
16,181.50
13,923.50
16,413.00
13,906.50
16,413.50

13,906.50
16,395.00
13,878.75

Produksi
(Ton)
388.46
524.07
83.08
220.66
11.27
521.97
138.03
85.13
26.03
1,031.61
127.49
437.99
20.57
5.66

1.26
3,623.28
3,623.28
3,625.86
3,625.86
3,634.12

Rata-rata
Produksi
(Kg/Ha)
263.45
250.99
248.74
281.36
296.58
288.98
321.75
228.84
276.91
213.96

367.94
352.86
287.69
310.14
280.00
260.23
260.23
260.73
260.73
261,85

Sumber: Kabupaten Tapanuli Utara Dalam Angka, 2012.
Pada awal abad 20-an yaitu sekitar 1910, produksi kemenyan Tapanuli
Utara sekitar 1.200 ton, kemudian naik menjadi sekitar 2.300 ton pada tahun 1930
dan pada tahun 1950 produksi meningkat menjadi sekitar 3.400 ton. Luas tanaman

Universitas Sumatera Utara

6


kemenyan pada tahun 1990 adalah lebih kurang 22.793 ha. Kabupaten Tapanuli
Utara memiliki tanaman paling luas yaitu 21.119 ha dengan produksi sekitar
4.000 ton. Pada tahun 1993 luas tanaman kemenyan di Tapanuli Utara adalah
17.299 hektar dengan produksi 3.917 ton (Sasmuko, 2003).
Kabupaten Tapanuli Utara memiliki berbagai potensi alam, salah satunya
kawasan hutan. Kawasan hutan menurut fungsinya terdiri dari hutan produksi
terbatas, hutan produksi tetap, hutan lindung dan hutan konservasi. Luas kawasan
hutan pada tahun 2011 di Kabupaten Tapanuli Utara tercatat 268.281,24 Ha,
terdiri dari hutan produksi terbatas seluas 106.354,75 Ha, hutan produksi tetap
seluas 104.135,83 Ha, hutan lindung seluas 55.562,15 Ha, dan hutan konservasi
seluas 2.228,51 Ha (BPS Tapanuli Utara, 2012).
Jenis Kemenyan
Menurut

Sasmuko

(2003)

terdapat

dua

jenis

kemenyan

yang

dikembangkan oleh masyarakat khususnya petani di Kabupaten Tapanuli. Kedua
jenis ini adalah kemenyan toba dan kemenyan durame. Kedua jenis ini dapat
dibedakan dari aroma dan warna getah yang dihasilkan, yaitu aroma getah toba
lebih tajam dengan warna yang lebih putih dibandingkan kemenyan durame.
Secara botani kedua jenis ini dapat dibedakan dari bentuk dan ukuran daun.
Kemenyan durame mempunyai ukuran daun lebih besar dan berbentuk bulat
memanjang (oblongus). Kemenyan toba merupakan jenis yang disenangi oleh
masyarakat karena dalam perdagangan lokal getahnya lebih tinggi dibandingkan
dengan kemenyan durame.
Syarat dan Tumbuh Kemenyan
Beberapa syarat tumbuh kemenyen sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

7

Iklim
Sasmuko (2003) menyatakan bahwa kemenyan termasuk jenis tanaman
setengah toleran. Anakan kemenyan memerlukan naungan sinar matahari dan
setelah dewasa, pohon kemenyan memerlukan sinar matahari penuh. Selain itu,
untuk pertumbuhan optimal kemenyan memerlukan curah hujan yang cukup
tinggi, dan intensitas merata sepanjang tahun. Indriyanto (2008) pada kondisi
iklim dan tanah yang berbeda-beda, akan dijumpai hutan dengan komposisi jenis
vegetasi serta jumlah yang berbeda pula. Masing-masing pohon yang tumbuh
pada tempat tersebut menghendaki persyaratan tempat tumbuh tertentu.
Tanaman kemenyan memerlukan banyak cahaya matahari dan curah hujan
yang cukup tinggi dan tersebar merata hampir sepanjang tahun berkisar 1916 –
2395 mm/tahun, suhu bulanan 17 – 29 0C dan kelembaban rata-rata 85,04%
dengan tipe iklim Schmidt dan Ferguson A dan B. Keadaan iklim sangat besar
pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman kemenyan yang diusahakan
(Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999)
Tanah
Tanaman kemenyan tidak memerlukan persyaratan yang istimewa
terhadap jenis tanah, dapat tumbuh pada tanah podsolik, andosol, latosol, regosol,
dan berbagai asosiasinya, mulai dari tanah bertekstur berat sampai ringan dan
tanah yang kurang subur sampai yang subur lebih baik. Di samping itu yang perlu
diperhatikan tingkat keasaman tanah (pH tanah). Berdasarkan

kenyataan di

lapangan tanaman kemenyan tumbuh baik pada tingkat pH tanah antara 4-7. Jenis
tanaman ini akan tumbuh lebih baik pada solum tanah yang dalam. Secara alamiah
tanaman kemenyan yang banyak terdapat di Sumatera Utara tumbuh mulai dari

Universitas Sumatera Utara

8

dataran rendah sampai ketinggian 1500 mdpl. Jenis tanaman ini tumbuh pada
keadaan lapangan dari mulai datar sampai berbukit-bukit /bergelombang
(Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999).
Ciri Morfologis Kemenyan
Secara morfologis tanaman kemenyan mempunyai ciri-ciri antara lain:
Pohon
Kemenyan termasuk pohon besar, tinggi dapat mencapai 24-40 m dengan
diameter 60-100 cm. Batang lurus dengan percabangan sedikit. Kulit beralur tidak
terlalu dalam (3-7 mm) dan kulit berwarna merah anggur (Jayusman, dkk., 1999).
Kulit bagian dalam lunak, berwarna coklat sampai merah, merah muda atau merah
keunguan.
Daun
Kemenyan berdaun tunggal dan tersusun secara spiral, daun berbentuk
oval bulat, bulat memanjang (ellips) dengan dasar daun bulat dan ujung runcing.
Panjang daun dapat mencapai 4-15 cm dengan lebar daun 5-7,5 cm, tangkai daun
5-13 cm, helai daun mempunyai nervi 7-13 pasang. Helai daun halus, permukaan
bawah agak mengkilap berwarna putih sampai abu-abu. Warna daun jenis toba
lebih

gelap

kecoklatan

dan

lebih

tebal

dibandingkan

jenis

durame

(Jayusman, dkk., 1999).
Bunga
Bunga kemenyan berkelamin dua dimana bunganya bertangkai panjang
antara 6-11 cm, daun mahkota bunga 9-12 helai dengan ukuran 2-3,5 mm.
Kemenyan berbunga secara teratur 1 kali setiap tahun. Waktu berbunga dimulai
pada bulan Nopember, Desember dan Januari. Bunga majemuk, berbentuk tandan

Universitas Sumatera Utara

9

atau malai pada ujung atau ketiak daun. Buah masak berbentuk bulat sampai agak
gepeng, berdiameter 2-3,8 cm (Jayusman, dkk., 1999).
Buah dan Biji
Buah kemenyan berbentuk bulat gepeng dan lonjong berukuran 2,5-3 cm.
Biji kemenyan berukuran 15-19 mm, bijinya berwarna coklat keputihan. Biji
kemenyan terdapat di dalam daging buah yang cukup tebal dan keras, hal ini
dibuktikan buah kemenyan yang masih normal dan buah tida rusak walaupun
sudah beberapa bulan jatuh dari pohonnya. Bentuk buah dan biji kemenyan
bervariasi sesuai dengan jenisnya. Biji kemenyan toba warna coklat tua dan lebih
gelap dibandingkan jenis durame maupun bulu.bentuk buah dan biji dapat
digunakan untuk membedakan jenis kemenyan dibandingkan bagian tanaman
kemenyan lainnya (daun, batang dan sebagainya) Kemenyan diperbanyak dengan
biji. Musim berbunga dan berbuah jenis Styrax benzoin pada bulan Desember –
Januari. Buah yang masak disukai oleh tupai, rusa dan babi hutan
(Jayusman, dkk., 1999).
Manfaat dan Kegunaan Kemenyan
Pohon kemenyan prospektif dikembangkan untuk tanaman hutan rakyat,
hutan kemasyarakatan, rehabilitasi lahan, sekat bakar, penghara industri pulp,
maupun untuk pohon ornamen. Selain itu kayunya dapat digunakan untuk
bangunan rumah dan jembatan serta akarnya mengandung cairan berwarna
kemerah-merahan

yang

berfungsi

sebagai

insektisida

(Pinyopusarerk, 1994 dalam Bangun, 2008).
Pengolahan kemenyan saat ini masih dilakukan secara tradisional tanpa
ada pengolahan lanjut dalam upaya meningkatkan mutu dan kualitas. Kemenyan

Universitas Sumatera Utara

10

yang dipasarkan baik lokal maupun ekspor pada umumnya masih berupa bahan
mentah (raw material). Pengolahan kemenyan menjadi bentuk barang setengah
jadi (semifinal goods) atau barang jadi (final goods) berupa hasil-hasil ekstrak
sesuai dengan kandungan kimianya belum ada industri yang melakukannya di
Sumatera Utara. Pemanfaatan kemenyan yang diketahui oleh masyarakat secara
umum masih terbatas pada penggunaannya untuk industri rokok dan kegiatan
tradisional atau religius (Sasmuko 2003).
Sebagian besar kegunaan lainnya adalah sebagai bahan baku dalam
industri antara lain industri parfum, farmasi, obat-obatan, kosmetik, sabun, kimia
dan industry pangan. Ekstraksi kimia getah kemenyan menghasilkan tincture dan
benzoin resin yang digunakan sebagai fixative agent dalam industri parfum.
Ekstraksi kemenyan juga dapat menghasilkan beberapa senyawa kimia yang
diperlukan oleh industry farmasi, antara lain asam balsamat, asam sinamat,
benzyl

benzoat,

sodium

benzoat,

benzophenone,

dan

ester

aromatis

(Sasmuko 2003).
Pemasaran Kemenyan
Pola pemasaran kemenyan (Styrax spp.) yang paling banyak digunakan
adalah pola dimana petani menjual kemenyan melalui pengumpul desa dilanjutkan
ke pengumpul kecamatan, kebanyakan petani yang menjual langsung kepada
pengumpul desa karena dana yang dikeluarkan lebih sedikit karena transaksi
langsung dilakukan di hutan. Dari pengumpul kecamatan selanjutnya memasarkan
kepada pengumpul kabupaten. Pengumpul kabupaten merupakan pemasar antar
kota, ada juga pengumpul kabupaten yang memasarkan kemenyan secara
eksportir. Pemasaran kemenyan yang dilakukan oleh pengumpul kabupaten

Universitas Sumatera Utara

11

bersifat semi tertutup karena adanya monopoli yang dilakukan oleh pedagang
besar, sehingga dapat merugikan para pedagang kecil dan menengah. Dalam hal
ini pedagang kecil dan menengah adalah pengumpul desa dan kecamatan.Hal ini
disebabkan oleh sebagian petani merupakan pengumpul desa. Disamping itu para
pengumpul desa langsung turun ke wilayah sekitar hutan untuk membeli
kemenyan sehingga petani tidak mengeluarkan biaya untuk pengangkutan dan
transportasi. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kemenyan yang dihasilkan
petani tidak selalu banyak sehingga petani lebih baik menggunakan pola pasar I.
Kriteria efisiensi pemasaran adalah margin pemasaran, distribusi keuntungan dan
volume penjualan (Simanjuntak, 2012).
Biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani selama pengambilan getah
merupakan biaya kebutuhan para petani dalam mengambil getah kemenyan.
Petani biasanya bertahan di hutan selama seminggu untuk mengambil getah
kemenyan. Selama seminggu petani mengeluarkan biaya, diantaranya biaya
pangan sebesar Rp.170.000, biaya transportasi Rp.30.000 dan biaya kebutuhan
lainnya Rp.50.000. Sedangkan hasil yang didapatkan sebesar 10-12 kg. Sehingga
didapat biaya produksi sebesar Rp.25000/kg (Simanjuntak, 2012).
Kualitas Getah Kemenyan
Yuniandra

(1998)

menyatakan

bahwa

kualitas

kemenyan

yang

diperdagangkan di daerah Sumatera Utara di kalangan petani, pedagang, serta
pengolah dapat dikatakan belum ada suatu standar yang menjadi dasar umum
yang berlaku untuk semua transaksi pedagang dan eksportir. Kemenyan yang
dibeli pedagang, berupa sam-sam, mata, tahir dan jurur, disortir dengan memakai
ayakan, sehingga dapat diatur sesuai dengan mutu yang diinginkan, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

12



Kualitas I
Kemenyan mata kasar atau sidungkapi ialah bongkahan kemenyan berwarna
putih sampai putih kekuning-kuningan dengan rata-rata berdiameter lebih
besar dari 2 cm.



Kualitas II
Kemenyan mata halus ialah kemenyan berwarna putih sampai putih kekuningkuningan berdiameter 1-2 cm.



Kualitas III
Kemenyan tahir ialah jenis kemenyan yang bercampur dengan kulitnya atau
kotoran lainnya, berwarna coklat dan kadang-kadang berbintik-bintik putih
atau kuning serta besarnya lebih besar dari ukuran mata halus.



Kualitas IV
Kemenyan jurur atau jarir yang biasanya dicampurkan atau disamakan
mutunya dengan jenis tahir dan warnanya merah serta lebih kecil dari mata
halus.



Kualitas V
Kemenyan barbar ialah kulit kemenyan yang dikumpulkan sedikit demi
sedikit sewaktu melakukan pembersihan.



Kualitas VI
Kemenyan abu ialah sisa-sisa berasal dari getah kemenyan dari semua
kualitas, bentuk dan warnanya seperti abu kasar.
Berdasarkan Standart Industri Indonesia (SII) 2044-1987 standart kualitas

normal kemenyan dapat dilihat pada table 2.

Universitas Sumatera Utara

13

Tabel 2. Standart Lokal Kualitas Kemenyan
Kualitas
Warna

I
Putih

Ukuran
(cm)

L: 3-4
P: 5-6

II
Putih
Kekuningan
L: 2-3
P: 3-5

Mutu
III
Putih
Kekuningan
L: 1-2
P: 2-3

IV
Coklat
Kemerahan
L: 0,5-1
P: 1-2

Abu
Campur
Bentuk
Kerikil Pasir

Sumber: Standart Industri Indonesia (SII) No.2044-1987
Penyadapan Getah Kemenyan
Sasmuko (2003) menyatakan pohon kemenyan yang berdiameter lebih
kurang 20 cm sudah bisa disadap kemenyannya. Sebelum dilakukan penakikan,
terlebih dahulu kulit batang pohon dibersihkan dari kotoran seperti lumut, kulit
kering. Kulit yang tidak bersih akan mempengaruhi kualitas kemenyan yang
dihasilkan karena banyak kotoran. Setelah kulit dibersihkan, batang pohon
kemenyan ditakik dengan pisau takik yang disebut panugi.
Kegiatan menakik dimaksudkan untuk membuat luka pada kulit dan
membuat rongga diantara kulit dan batang (kayu) di mana akan terbentuk resin
yang menggumpal dan mengering dalam rongga tersebut. Selain resin yang
menggumpal dalam rongga antara kulit dan batang ada juga resin yang meleleh
keluar. Setelah 3 bulan penakikan, kemenyan dipanen dan dipisahkan antara
kemenyan yang berasal dari dalam dan luar kulit. Selanjutnya disortir berdasarkan
besar kecilnya butiran sesuai dengan pembagian kualitas kemenyan yang ada di
pasaran (Waluyo, 2011).
Getah kemenyan dipanen setelah umur sadap setidaknya 3 bulan,
selanjutnya dilakukan pengeringan secara tradisional. Teknik pengeringan yang
dilakukan oleh para petani kemenyan di Sumatera Utara yaitu disimpan di atas
langit-langit rumah/gudang beratap seng. Pengeringan ini memerlukan waktu 3
bulan hingga kadar air kemenyan kurang dari 10% (Waluyo, 2011)

Universitas Sumatera Utara

14

Kondisi Umum Kawasan Hutan Batang Toru
Kawasan Hutan Batang Toru terdiri dari Blok Barat dan Blok Timur,
secara geografis terletak antara 98° 53’ - 99° 26’ Bujur Timur dan 02° 03’ - 01°
27’ Lintang Utara. Hutan alami (primer) di Batang Toru yang tersisa saat ini
diperhitungkan seluas 136.284 hadan berada di Blok Barat seluas 81.344 ha dan di
Blok Timur seluas 54.940 ha. Secara administratif berada di 3 Kabupaten yaitu
Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan. Kabupaten Tapanuli
Utara: Kawasan hutan Batang Toru yang termasuk kedalamdaerah Tapanuli Utara
adalah seluas 89.236 ha atau 65,5% dari luas hutan. Air dari hutan Batang Toru di
Tapanuli Utara mengairi persawahan luas di lembah Sarulla dan hulunya dari
DAS Sipansihaporas dan Aek Raisan berada di Tapanuli Utara. Pegununganyang
paling tinggi di Batang Toru berada di Tapanuli Utara (Dolok Saut 1.802 m dpl)
(YEL, 2007).
Keadaan topografi di kawasan hutan Batang Toru sangat curam.
Berdasarkan peta kontur sebagian besar kelerengan berkisar > 40%, dan lebih
curam lagi di Blok Timur Sarulla. Tanah di hutan Batang Toru termasuk yang
peka terhadap erosi. Hutan Batang Toru menjadi areal yang penting untuk
mencegah banjir, erosi dan longsor di daerah Tapanuli ini yang rentan terhadap
datangnya bencana alam, termasuk gempa. Dengan ketinggian sekitar 400-1.803
m di atas permukaan laut, kawasan hutan Batang Toru merupakan hutan
pegunungan dataran rendah dan dataran tinggi. Status hutan Batang Toru saat ini
sekitar 68,7 % Hutan Produksi (93.628 ha), APL 12,7 % (17.341 ha) dan sebagian
Hutan Lindung (Register) atau Suaka Alam 18,6 % (25.315 ha). Saat ini sedang
sedang disiapkan usulan perubahan status untuk menjadikan hutan Batang Toru

Universitas Sumatera Utara

15

sebagai hutan lindung oleh kabupaten-kabupaten yang ada di Tapanuli
(YEL, 2007).
Kondisi Umum Kabupaten Tapanuli Utara
Tapanuli Utara Dalam Angka (2012) secara geografis Kabupaten Tapanuli
Utara terletak pada koordinat 1º20'00" - 2º41'00" Lintang Utara (LU) dan 98 05"99 16" Bujur Timur (BT).Secara administratif Kabupaten Tapanuli Utara
berbatasan dengan lima kabupaten tetangga. Adapun batas-batas adalah sebagai
berikut :


Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengahdan Kabupaten
Humbang Hasundutan,



Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu,



Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir,



Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten TapanuliSelatan.

Kondisi Umum Kecamatan Adiankoting
Adiankoting dalam Angka (2012),secara geografis kecamatan Adiankoting
terletak pada koordinat 98o50’21,37’’ BT – 01o58’40,02’’ Lintang Utara.
Kecamatan Adiankoting terletak 400-1.300 mdpl dengan luas kecamatan 502, 90
Km2. Secara administratif kecamatan Adiankoting berbatasan dengan empat
kecamatan tentangga. Adapun batas-batas adalah sebagai berikut :


Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah.



Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tarutung.



Sebelah Utara berbatasan dengan Kacamatan Parmonangan



Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pahae Julu

Universitas Sumatera Utara

16

Kecamatan Adiankoting terdiri atas 16 desa/kelurahan yaitu Pagaran
Lambung I, II, III, IV, Sibalanga, Pagaran Pisang, Adiankoting, Dolok Nauli,
Banuaji I, II, IV, Pansur Batu, Pardomuan Nauli, Siantar Naipospos, Pansur Batu I
dan II. Luas lahan untuk hutan kemenyan adalah 2.088 ha dengan produksi
kemenyan 524,07 ton/tahun. (Adiankoting dalam Angka, 2012).
Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi dalam ekologi tumbuhan adalah cara untuk mempelajari
struktur vegetasi dan komposisi jenis tumbuh-tumbuhan.Struktur vegetasi dapat
didefenisikan sebagai organisasi individu-individu tumbuhan dalam ruang yang
membentuk tegakan dan secara lebih luas membentuk tipe vetasi atau asosiasi
tumbuhan. Penguasaan suatu jenis terhadap spesies lainnya ditentukan
berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP) yang merupakan hasil dari penjumlahan
kerapatan relatif (KR), frekuensi relaratif (FR), dan dominansi relatif (DR).
Frekuensi suatu jenis menunjukkan penyebaran suatu jenis dalam suatu arela.
Semakin merata penyebaran jenis tertentu, nilai frekuensi semakin besar
sedangkan jenis yang nilai frekuensinya kecil, penyebarannya semakin tidak
merata. Kerapatan suatu jenis merupakan nilai yang menunjukkan jumlah atau
banyaknya suatu jenis persatuan luas. Dominansi suatu jenis merupakan nilai
yang menunjukkan penguasaan sautau jenis terhadap jenis lain pada sautu
komunitas (Kainde, dkk 2011).
Indeks Keragaman (H’) digunakan untuk mengetahui keanekaragaman
jenis vegetasi. Keanekaragaman rendah artinya kondisi hutan labil karena hutan
tersebut hanya cocok untuk berbagai jenis tertentu. Keanekaragaman sedang atau
moderat menandakan jenis vegetasi menyebar merata. Keanekaragaman tinggi

Universitas Sumatera Utara

17

atau stabil menandakan jenis vegetasi variasinya tinggi didukung oleh faktor
lingkungan yang prima untuk semua jenis yang hidup dalam habitat bersangkutan
(Odum, 1993 dalam Faza, 2012).
Indeks kemerataan menunjukkan kelimpahan individu organisme yaitu
merata atau tidak. Jika nilai indeks kemerataan relatif tinggi maka keberadaan
setiap jenis organisme mempunyai kemerataan yang merata. Menurut Magurran
(1988) dalam Faza (2012) indeks kemerataan berkisar 0-1, nilai E mendekati 0
maka sebaran individu antar jenis tidak merata dan terjadi dominansi suatu jenis
dan apabila nilai E mendekati 1 maka sebaran individu antar jenis merata.
Penggolongan hasil Indeks Kemerataan (E) adalah 0,00-0,24 tidak merata: 0,260,55 kurang merata: 0,51-0,75 cukup merata: 0,76-0,95 hampir merata: dan 0,961,00 merata.
Purposive Sampling
Direktorat Jenderal Planalogi Hutan (2010) purposive sampling yakni
pengambilan sample secara sengaja dengan beberapa pertimbangan menyangkut
wilayah/lokasi, informan (tokoh kunci), responden. Pelaksanaan kegiatan dengan
menggunakan pendekatan kualitatif (Inventarisasi Bersama Masyarakat, yakni
membangun hubungan baik dengan warga setempat sambil melaukan obeservasi
dan wawancara).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Inventarisasi Dan Pemanfaatan Rotan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan(Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

9 114 109

Inventarisasi dan Pemanfaatan Aren (Arenga Pinnanta Merr) (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

8 52 73

Potensi Dan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Jenis Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

15 58 89

Eksplorasi Tumbuhan Obat dan Pemanfaatannya (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

11 106 98

Studi Karakteristik dan Produksi Getah Kemenyan (Styrax Spp.) (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

2 13 65

Potensi Dan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Jenis Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 14

Potensi Dan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Jenis Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 2

Potensi Dan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Jenis Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 3

Potensi Dan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Jenis Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

1 2 1

Potensi Dan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Jenis Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 19