Gambaran Konsumsi Buah Pinang, Kejadian Kecacingan Dan Status Gizi Siswa Di Sd 175750 Desa Pardamean Nainggolan Kecamatan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Buah Pinang
2.1.1. Pinang
Pinang (areca catechu) merupakan tanaman yang sekeluarga dengan kelapa.
Salah satu jenis tumbuhan monokotil ini tergolong palem-paleman. Secara rinci,
sistematik pinang yaitu Divisi : Plantae; Kelas : Monokotil; Ordo : Arecales; Famili :
Araceae atau palmae (palem-paleman); Genus : Areca; Species : Areca catheu. Di
masyarakat umumnya spesies ini sering disebut dengan pinang atau pinang sirih
(Sihombing, 2000).

Gambar 2.1. Buah pinang (Anonim, 2010)
Pinang umumnya ditanam di pekarangan, di taman atau dibudidayakan.
Kadang tumbuh liar di tepi sungai dan di tempat-tempat lain. Pohon pinang tumbuh
tegak dan tingginya 10-30 m, diameternya 15-20 cm dan batangnya tidak bercabang
(Arisandi, 2008). Pinang termasuk jenis tanaman yang cukup dikenal luas
dimasyarakat karena secara alami penyebarannya pun cukup luas di berbagai daerah
(Sihombing, 2000). Nama lain dari pinang adalah Jambe, Penang, Woham, Pineng,
Pineung (Jawa), Batang Mayang, Batang Bongkah, Batang Pinang, Pining, Bonai

Universitas Sumatera Utara


(Sumatera),

Gahat,

Gehat,

Kahat

Laam,

Hunoto,

Luguto,

Poko

Rapu,

Amongun(Sulawesi), Biwa, Biwasoi, Mucillo Palm (Maluku) (Septiatin, 2008).

Pinang asli dari kawasan asia tenggara yaitu Filipina, Semenanjung Malaka
dan Kepulauan Hindia Timur. Sekitar 24 jenis dapat dijumpai di malaysia,
Kalimantan dan Sulawesi. Konon, selain untuk bahan makanan, biji pinang pun
digunakan sebagai bahan pewarna pada pembuatan karpet, obat-obatan tradisional,
minuman dan lain-lain. Namun, menurut Arsenius Marbun, Kepala Divisi
Perdagangan Luar Negeri, Kanwil Depperindag Sumatera Barat, Mengatakan Bahwa
80 % kegunaan pinang di negara-negara Asia Barat adalah untuk bahan makanan
khas yang disuguhkan bagi para tamu. Bahan makanannya mirip permen dan cara
penyuguhannya ibarat kebiasaan kita menyuguhkan rokok kepada para tamu
(Sihombing, 2000).
Pinang adalah tanaman yang memiliki banyak manfaat, tetapi belum dianggap
sebagai komoditas utama. Produksi buah pinang dapat mencapai 50-100
buah/mayang dan 150-250/mayang untuk ukuran buah lebih kecil. Tahun 2003
volume eksport pinang mencapai 77.126.347 kg dengan nilai US$ 22.960.446.
Pemanfaatan buah pinang sebagai ramuan yang dimakan bersama sirih, telah menjadi
kebiasaan secara turun temurun pada berbagai daerah tertentu di Indonesia, tetapi
konsumennya terbatas. Agar berbagai manfaat biji pinang dapat dinikmati banyak
orang, maka perlu ada inovasi untuk memanfaatkan biji pinang dalam pengolahan
berbagai produk pangan, sehingga mudah di konsumsi. Dengan demikian akan lebih
banyak konsumen yang merasakan manfaat biji pinang terutama untuk kesehatan.


Universitas Sumatera Utara

Tanaman pinang (areca catechu), termasuk salah satu jenis palma yang sampai
saat ini belum memperoleh perhatian serius, dibandingkan tanaman palma lainnya. Di
Indonesia tanaman pinang banyak terdapat di pulau Sumatera (Aceh, Sumatera Utara
dan Sumatera Barat), Kalimantan (Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat),
Sulawesi (Sulawesi Selatan dan Sulawesi utara) dan Nusa Tenggara (Nusa Tenggara
Barat dan Nusa Tenggara timur). Tanaman ini umumnya bertumbuh secara alami dan
kalau pun ditanam hanya sebagai pembatas kebun. Mungkin hal ini disebabkan
pemanfaatannya yang masih terbatas, misalnya biji hanya dimakan bersama sirih dan
untuk upacara adat. Meskipun demikian di beberapa provinsi, antara lain Nanggro
Aceh Darusalam (NAD) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) tanaman pinang telah
menjadi komoditas ekspor. Pemanfaatan buah pinang sebagai ramuan yang dimakan
bersama sirih, telah menjadi kebiasaan secara turun temurun pada beberapa daerah
tertentu di Indonesia, sehingga jika dalam sehari tidak konsumsi pinang kondisi tubuh
terasa lemah.
2.1.2. Manfaat Buah Pinang
Menurut Marshall dalam Sullivan (2000) Buah Pinang banyak digunakan
manusia sebagai penenang dan ada diurutan ke empat setelah nikotin, ethanol dan

kafein dan buah pinang banyak dimakan oleh berjuta-juta orang antara pantai timur
benua afrika dan pasifik barat. Di indonesia buah pinang digunakan juga dalam dunia
pengobatan yaitu mengobati penyakit seperti cacingan, perut kembung, luka, batuk
berdahak, diare, kudis, koreng, terlambat haid, keputihan, beri-beri, malaria, difteri,
tidak nafsu makan, sembelit, sakit pinggang, gigi dan gusi (Arisandi, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Secara empiris biji pinang dapat mengatasi berbagai jenis penyakit. Berbagai
menfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan biji pinang adalah sebagai berikut:
1. Sebagai kebutuhan pokok, sumber energi dan untuk upacara adat,
2. Sebagai pengganti rokok, mengatur pencernaan dan mencegah ngantuk,
3. Sebagai bahan kosmetik dan pelangsing.
4. Sebagai bahan baku obat.
5. Sebagai antidepresi.
Penggunaan paling populer adalah kegiatan menyirih yaitu dengan bahan
campuran buah pinang, daun sirih dan kapur. Pinang atau jambe adalah salah satu
kelengkapan dalam menyirih dikalangan orang-orang tua. Selain itu, masyarakat
Indonesia memanfaatkan tanaman ini sebagai obat alami untuk menguatkan gusi, gigi
dan mengobati penyakit cacingan (Anonim, 2010). Ada juga yang mencampurnya

dengan tembakau (Agusta, 2001). Sebelum dikonsumsi, pinang di proses terlebih
dahulu dengan dibakar, dijemur dan dipanaskan. Pinang diduga menghasilkan rasa
senang, rasa lebih baik, sensasi hangat di tubuh, keringat, menambah stamina kerja
dan menahan rasa lapar (Gandhi, 2005).
Tanaman Pinang atau dalam bahasa Latin dikenal dengan nama Areca
Catechu L, telah banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional sejak dulu.
Berikut beberapa manfaat buah pinang (Anonim, 2010):
1. Mengobati luka kulit. Caranya, daging buah pinang yang masih muda ditumbuk
hingga halus, lalu ditempelkan pada bagian tubuh yang terluka.

Universitas Sumatera Utara

2. Biji pinang muda digunakan kaum wanita untuk mengecilkan rahim setelah
melahirkan. Caranya, masak buah pinang muda lalu airnya diminum hingga rahim
kembali ke bentuk normal.
3. Untuk mengobati rabun mata. Cukup dengan langsung dikunyah dan airnya
ditelan.
4. Meningkatkan gairah seks kaum pria. Khasiat ini diketahui karena didalam pinang
terkandung arekolin.
5. Anak penderita cacingan. Caranya, rebuslah biji pinang muda hingga mendidih.

Airnya kemudian dibiarkan hingga dingin lalu disaring. Air ini lalu diminumkan pada
anak penderita cacingan.
6. Air rebusan biji pinang juga digunakan untuk mengatasi penyakit seperti haid
dengan darah berlebihan, hidung berdarah (mimisan), koreng, bisul, kudis dan
mencret.
Selain dimakan bersama campuran daun sirih, gambir, cengkeh dan kapur,
masyarakat daerah itu juga memakan buah pinang tua yang sudah dibelah kecil-kecil
tanpa campuran lainnya. Kegemaran makan buah pinang tua, baik yang dicampur
dengan ramuan daun sirih, gambir, cengkeh, maupun kapur, bukan lagi pemandangan
yang langka melainkan sudah menjadi tradisi dari dulu hingga sekarang oleh laki-laki
dan perempuan. Masyarakat yang rutin makan sirih setiap hari mengaku kesehatan
giginya terjamin dan terhindar dari penyakit gigi. Melihat dari manfaat buah pinang
untuk bahan baku industri farmasi, kosmetika dan bahan pewarna tekstil, kiranya
terdapat pula khasiat lain dari buah pinang muda (Anonim, 2011).

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Kandungan Yang Terdapat Dalam Buah Pinang
Menurut penelitian para ahli, yang dikutip oleh ”The Merck Index”, khasiat
yang diberikan oleh biji pinang tersebut berasal dari zat-zat yang terkandung dalam

biji pinang. Salah satunya adalah Arecoline yang merupakan sebuah ester metiltetrahidrometil-nikotinat yang berwujud minyak basa keras. Senyawa lain yang
terkandung dalam biji pinang adalah Arecaidine atau arecaine, Choline atau
bilineurine, Guvacine, Guvacoline dan Tannin dari kelompok ester glukosa yang
menggandeng beberapa gugusan pirogalol. Sifat astringent dan hemostatik dari zat
tannin inilah yang berkhasiat untuk mengencangkan gusi dan menghentikan
perdarahan (Anonim, 2011).
Juga ditegaskan bahwa kandungan kimia dalam buah pinang yaitu alkaloida
seperti arekolin, arekolidine, arekain, guvakolin, guvasine dan isoguvasine. Selain itu
buah pinang juga mengandung tanin, lemak, kanji dan resin. Senyawa arekolin yang
terdapat dalam buah pinang berkhasiat sebagai obat cacing dan penenang (Arisandi,
2008).
Kandungan tanin dan alkaloida adalah dua senyawa yang dominan pada biji
pinang, Tanin yang berkisar 15%, tergolong senyawa polifenol yang dapat larut
dalam gliserol dan alkohol, sedangkan alkaloid berkisar 0,3-0,6%. Sedangkan
komposisi kecilnya adalah arakaidin, guakin guvokalin dan arekolidin. Unsur pokok
yang lain pada pinang terdiri dari lemak, karbohidrat, protein dan lain-lain
(Anonymus, 2001).

Universitas Sumatera Utara


2.2. Kecacingan
Kecacingan merupakan

salah satu

penyakit

yang disebabkan

oleh

mikroorganisme penyebab penyakit dari kelompok helminth (cacing), membesar dan
hidup dalam usus halus manusia, cacing ini terutama tumbuh dan berkembang pada
penduduk di daerah yang beriklim panas dan lembab dengan sanitasi yang buruk.
Cacing-cacing tersebut adalah cacing gelang, cacing cambuk, cacing tambang dan
cacing pita (Sulistyorini, 2011).
Salah satu penyakit yang insidensnya masih tinggi di Indonesia adalah infeksi
cacing usus yang ditularkan melalui tanah, adapun jenis cacing yang menyebabkan
infeksi kecacingan ini adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus serta Strongyloides stercoralis. Infeksi cacing

dapat ditemukan pada berbagai golongan umur, namun prevalensi tertinggi
ditemukan pada anak balita dan anak usia sekolah dasar, terutama kelompok anak
yang mempunyai kebiasaan defekasi di saluran air terbuka dan sekitar rumah, makan
tanpa cuci tangan, bermain-main ditanah yang tercemar telur cacing tanpa memakai
alas kaki. Kecacingan dapat mempengaruhi kesehatan, status gizi, kecerdasan dan
produktifitas penderitanya sehingga secara ekonomi dapat menyebabkan kerugian,
karena menyebabkan kehilangan karbohidrat dan protein, kehilangan darah sehingga
menurunkan kualitas sumber daya manusia. Anak - anak yang terinfeksi cacingan
biasanya mengalami : lesu, pucat/anemia, berat badan menurun, tidak bergairah,
konsentrasi belajar kurang, kadang disertai batuk - batuk (Sulistyorini, 2011).
Menurut Sulistyorini (2011) secara keseluruhan gejala-gejala kecacingan adalah
sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

1. Berbadan kurus dan pertumbuhan terganggu (kurang gizi)
2. Kurang darah (anemia)
3. Daya tahan tubuh rendah, sering-sering sakit, lemah dan mudah letih sehinga
sering tidak hadir sekolah dan mengakibatkan nilai pelajaran turun.
Penyakit kecacingan umumnya masih kurang mendapat perhatian dari

masyarakat maupun tenaga kesehatan karena dianggap tidak menimbulkan wabah
maupun kematian. Kejadian penyakit kecacingan khususnya yang disebabkan oleh
Soil-Transmitted Heminth di Indonesia masih cukup tinggi. Kondisi lingkungan,
sosio-ekonomi, perilaku, usia serta tingkat pendidikan penderita merupakan factorfaktor yang berpengaruh terhadap kejadian infeksi Soil-Transmitted Helminth.
2.2.1. Cacing Perut
Menurut penelitian dr. Adi Sasongko MA, direktur pelayanan kesehatan di
Yayasan Kusuma Buana menyatakan 4 jenis cacing yang sering ditemukan dalam
usus manusia, yaitu cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris
trichiura) dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale) dan cacing kremi (Necator
americanus). Tanpa kita sadari, telur cacing gelang dan cambuk sebenarnya ada di
mana-mana. Di udara, telur cacing yang berbahaya ini bercampur dengan debu, lalu
diterbangkan angin. Telur cacing ini bisa hinggap pada makanan atau minuman yang
dibiarkan terbuka. Jika makanan dan minuman itu dikonsumsi, maka ikut pula telur
cacing itu. Dalam usus telur ini berkembang menjadi larva, untuk kemudian menjadi
cacing dewasa (Anonim, 2010).

Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Gejala Kecacingan
Kecacingan umumnya diderita anak-anak usia satu tahun ke atas berkaitan

dengan kebiasaan mereka yang mulai sering main di luar rumah. Cacing yang masuk
ke dalam tubuh akan menetap di dalam usus, sebagai tempat yang nyaman bagi
berkembang biaknya cacing. Namanya parasit, ia mengambil segala makanan yang
ada di dalam usus tanpa peduli akan inangnya (Anonim, 2012). Kecacingan yang
tidak diatasi mengakibatkan cacing yang ada di usus bertambah banyak sehingga
bisa menimbulkan penyumbatan di saluran cerna dan usus pun tidak bisa mengalirkan
sari-sari makanan ke pencernaan. Akibatnya si penderita akan mengalami sakit pada
perut bahkan mengalami demam.
Menurut Anonim Dalam Media cetak waspada (2010) dituliskan bahwa gejala-gejala
cacingan sebagai berikut:
1. Lesu dan lemas akibat kurang darah (anemia) disebabkan oleh cacing tambang,
membuat tubuh menjadi lemas kekurangan darah karena dihisap cacing.
2. Berat badan rendah karena kekurangan gizi karena nutrisi yang seharusnya diserap
oleh tubuh juga menjadi makanan cacing.
3. Batuk tak sembuh-sembuh disebabkan oleh cacing yang dapat hidup di paru-paru
sehingga menyebabkan batuk yang tak sembuh-sembuh.
4. Nyeri di perut cacingan juga dapat menimbulkan sakit perut yang dapat
menyebabkan diare.
Cacingan juga ditandai dengan beberapa gejala lain seperti perut terasa mual,
lemas, hilang nafsu makan, diare, bahkan penurunan berat badan karena penyerapan
nutrisi yang tidak mencukupi karena saluran pencernaannya yang terganggu. Tak

Universitas Sumatera Utara

hanya di bagian organ pembuangan (anus atau vulva), cacing juga bisa menyerang
organ penting lainnya seperti saraf, mata, bahkan paru-paru. Jika sudah masuk ke
dalam organ-organ tersebut, gejala yang ditimbulkan adalah demam tinggi, adanya
benjolan pada bagian organ tersebut, tibul reaksi alergi, kejang-kejang (bila saraf di
bagian otak sudah terinfeksi), dan jika menyerang mata, cacing gelang biasanya
terlihat jelas di bagian mata yang berwarna putih (Wardani, 2012).
2.2.3. Cara Penularan kecacingan
Menurut Sulistyorini (2011), penularan kecacingan secara umum melalui dua cara:
1. Anak buang air besar sembarangan – Tinja yang mengandungi telur cacing
mencemari tanah – Telur menempel di tangan atau kuku ketika mereka sedang
bermain– Ketika makan atau minum, telur cacing masuk ke dalam mulut – tertelan –
kemudian orang akan cacingan dan seterusnya terjadilah infestasi cacing.
2. Anak buang air besar sembarangan – tinja yang mengandung telur cacing
mencemari tanah – dikerumuni lalat – lalat hinggap di makanan atau minuman –
makanan atau minuman yang mengandungi telur cacing masuk melalui mulut –
tertelan – dan selanjutnya orang akan cacingan – infestasi cacingpun terjadi.
2.2.4. Pemeriksaan Kecacingan
Pemeriksaan kecacingan pada siswa sekolah dasar yaitu dengan pemeriksaan
feces di laboratorium. Tetapi jika sudah ada gejala-gejala cacingan seperti sering
menggaruk di daerah anus, sebelum anak tidur ditempelkan selotip dianusnya dan
besok paginya plester yang ditempelkan dicabut dan plester tersebut menjadi sampel
untuk diuji di laboratorium untuk melihat ada tidaknya telur cacing.

Universitas Sumatera Utara

2.3. Peran Buah Pinang Dalam Pencegahan Kecacingan
2.3.1. Senyawa Arekolin Dalam Buah Pinang Sebagai Antihelmentik
Buah pinang yang mengandung senyawa arekolin (komponen alkaloid) yang
merupakan sebuah senyawa metil-tetrahidrometil-nikotinat yang berwujud minyak
basa keras, senyawa ini banyak digunakan dalam bentuk arecolinum hydrobromicum
yang berfungsi untuk membasmi cacing pita pada hewan seperti unggas, kucing dan
anjing, sebelum ditemukannya obat cacing sintetik, seperti piperazine, tetramisole,
dan pyrantel pamoate (Anonim, 2011). Ditambahkan lagi oleh Arisandi (2008) bahwa
senyawa arekolin yang terdapat dalam buah pinang berkhasiat sebagai obat cacing
dan penenang. Senyawa arekolina (komponen alkaloid) pada biji pinang, ternyata
memiliki kadar tertinggi dan inilah yang diduga berfungsi sebagai antihelmintik
(anticacing) (Barlina, 2007).
Pemanfaatan biji pinang sebagai bahan baku obat cacing, telah diuji
efektifitasnya, baik secara in vitro maupun in vivo. Infeksi cacing usus seperti cacing
gelang (ascaris lumbricoides), cacing tambak (Trichuris trichiura) dan cacing kait (N.
Americanus), terutama pada anak-anak. Penelitian khasiat antihelmintik biji pinang
ini telah diuji secara in vitro (dalam media buatan) terhadap cacing kait anjing.
Sebagai pembanding digunakan obat modern pirantel pamoat dan garam faal. Dosis
yang digunakan 15 mg serbuk buah pinang kering dalam 25 cc air suling dan serbuk
pirantel pamoat 1 mg dalam 1000cc air suling. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
setelah direndam selama 1 jam ada 18 cacing mati dalam larutan biji pinang,
sedangkan dalam pirantel pamoat belum ada yang mati. Pada perendaman 4 jam
dalam larutan pinang, jumlah cacing yang mati hampir sama dengan yang dalam

Universitas Sumatera Utara

larutan pirantel pamoat. Cacing mati semua setelah perendaman 10 jam, baik dalam
larutan biji pinang maupun pirantel pamoat. Sementara, dalam kelompok kontrol
(dengan menggunakan garam faal), cacing mati hanya 3,3%. Hasil ini menunjukkan
bahwa biji pinang secara in vitro terbukti memiliki efek antihelmintik terhadap cacing
kait anjing (Barlina, 2007).
Pengujian secara in vivo (dalam tubuh hidup) adalah membandingkan khasiat
biji pinang dengan mebendazol dengan menggunakan anjing yang diinfeksi larva
cacing kait. Hasil pengujian menunjukkan bahwa, meskipun tidak seefektif
mebendazol, biji pinang dapat menurunkan jumlah telur cacing sampai sebesar
74,3%. Sedangkan mebendazol dapat menurunkan hingga 83%. Hal ini membuktikan
bahwa biji pinang dapat digunakan sebagai obat cacing tradisional untuk infeksi kait
pada anjing (Barlina, 2007).
Menurut penelitian Palupi (2011) yaitu pengobatan kelompok uji yang dibagi
dalam 2 kelompok. Kelompok A dengan jumlah sampel sebanyak 28 orang,
mendapat pengobatan dengan sediaan obat tradisional terpilih yang telah
diformulasikan yaitu tablet ekstrak biji pinang, kelompok B sebagai pembanding
dengan jumlah sampel 24 yaitu mendapat pengobatan dengan Pirantel Pamoat.
Hasil dari pengobatan ini adalah dengan pemberian tablet ekstrak biji pinang
didapatkan angka penyembuhan sebesar 85,71% dan angka penurunan telur 94,3%,
sedangkan pengobatan dengan pirantel pamoat angka penyembuhannya sebasar
91,60% dan angka penurunan telur sebesar 93,1%.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2. Buah Pinang Sebagai Pencegah Cacingan
Buah pinang yang mengandung senyawa arekoline sebagai antihelmentik
(obat cacing) telah diuji efektifitasnya baik pada manusia maupun pada hewan. Buah
pinang baik dikonsumsi sebagai pencegah cacingan yaitu buah pinang memberi efek
terapiotik untuk mencegah cacingan. Senyawa arekolin dalam pinang ternyata
merupakan senyawa alkaloid aktif yang mempengaruhi saraf parasimpatik sehingga
harus digunakan dalam jumlah kecil (Agusta, 2001).
2.4. Tanin
Tanin adalah senyawa yang mengandung fenol dan dapat mengendapkan
protein. Tanin dalam daun, biji dan buah pada tumbuhan (Basri, 2005). Menurut
Risnasari dalam Tampubolon (2011) tanin merupakan senyawa organik yang terdiri
dari campuran senyawa polifenol kompleks, dibangun dari elemen C, H, dan O serta
sering membentuk molekul besar dengan berat molekul lebih besar dari 2000.
Menurut Winarno dalam Tampubolon 2011, tanin disebut juga asam tanat dan asam
galotanat, dapat tidak berwarna sampai berwarna kuning atau coklat. Asam tanat yang
dapat dibeli di pasaran mempunyai BM 1701 dan kemungkinan besar terdiri dari
sembilan molekul asam galat dan sebuah molekul glukosa. Beberapa ahli pangan
berpendapat bahwa tanin terdiri dari katekin, leukoantosianin, dan asam hidroksi
yang masing-masing dapat menimbulkan warna bila bereaksi dengan ion logam.
Menurut Manitto dalam tampubolon (2011) Tanin secara umum didefinisikan sebagai
senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan
dapat membentuk kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tanin

Universitas Sumatera Utara

dibedakan menjadi dua kelas yaitu tanin terkondensasi (condensed tannins) dan taninterhidrolisiskan (hydrolysable tannins).
2.4.1. Sifat Umum Tanin
Menurut Tampubolon (2011) sifat-sifat dari tanin yaitu sebagai berikut:
1. Sifat Fisika.
Sifat fisika dari tanin adalah sebagai berikut :
a. Jika dilarutkan kedalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa asam
dan sepat.
b. Jika dicampur dengan alkaloid dan glatin akan terjadi endapan .
c. Tidak dapat mengkristal.
d. Mengendapkan protein dan bersenyawa dengan protein
2. Sifat kimia
a. Merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar
dipisahkan sehingga sukar mengkristal.
b. Tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi.
c. Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi astringensia, antiseptik dan pemberi
warna.
3. Sifat tanin sebagai pengikat logam
Senyawa fenol yang secara biologis dapat berperan sebagai pengikat logam.
Proses pengikatan akan terjadi sesuai pola subtitusi dan ph senyawa fenolik itu
sendiri. Tetapi jika tubuh mengkonsumsi tanin berlebih maka akan mengalami
anemia karena zat besi dalam darah akan diikat oleh senyawa tanin tersebut terutama

Universitas Sumatera Utara

jika dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau mengkonsumsinya sesaat setelah
mengkonsumsi makanan.
2.5. Kerangka Konsep
Berdasarkan teori memang banyak obat untuk mengobati cacingan pada anak
terutama anak usia sekolah dasar. Dalam penelitian ini ingin mengetahui gambaran
konsumsi buah pinang, kejadian kecacingan dan status gizi siswa SD 175750.
Maka disusunlah kerangka konsep sebagai berikut :

Konsumsi buah pinang
siswa sekolah dasar
Tingkat kecukupan
energi dan protein
siswa sekolah dasar

Kejadian kecacingan
pada siswa sekolah dasar

Status gizi siswa sekolah
dasar

Gambar 2.11. Kerangka Konsep Penelitian
Dari kerangka konsep diatas ingin dilihat bagaimana konsumsi buah pinang
siswa sekolah dasar yaitu konsumsi buah pinang yang mengandung arekoline dan
tanin, yang mana arekoline sebagai antihelmentik atau obat cacing untuk mengatasi
masalah kecacingan pada anak sekolah dasar sedangkan tanin dalam buah pinang
dapat mengganggu penyerapan zat gizi terutama zat gizi mikro dan kejadian
kecacingan pada siswa sekolah dasar berkaitan dengan status gizi mereka.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Gambaran Kebiasaan Konsumsi Tuak Dan Status Gizi Pada Pria Dewasa Di Desa Suka Maju Kecamtan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2012

12 92 103

Gambaran Konsumsi Buah Pinang, Kejadian Kecacingan Dan Status Gizi Siswa Di Sd 175750 Desa Pardamean Nainggolan Kecamatan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013

0 0 17

Gambaran Konsumsi Buah Pinang, Kejadian Kecacingan Dan Status Gizi Siswa Di Sd 175750 Desa Pardamean Nainggolan Kecamatan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013

0 0 2

Gambaran Konsumsi Buah Pinang, Kejadian Kecacingan Dan Status Gizi Siswa Di Sd 175750 Desa Pardamean Nainggolan Kecamatan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013

0 0 7

Gambaran Konsumsi Buah Pinang, Kejadian Kecacingan Dan Status Gizi Siswa Di Sd 175750 Desa Pardamean Nainggolan Kecamatan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013

0 0 3

Gambaran Konsumsi Buah Pinang, Kejadian Kecacingan Dan Status Gizi Siswa Di Sd 175750 Desa Pardamean Nainggolan Kecamatan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013

0 0 36

d. Sarjana 6. Pekerjaan - Gambaran Kebiasaan Konsumsi Tuak Dan Status Gizi Pada Pria Dewasa Di Desa Suka Maju Kecamtan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2012

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebiasaan Mengkonsumsi Tuak 2.1.1. Tuak - Gambaran Kebiasaan Konsumsi Tuak Dan Status Gizi Pada Pria Dewasa Di Desa Suka Maju Kecamtan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2012

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Kebiasaan Konsumsi Tuak Dan Status Gizi Pada Pria Dewasa Di Desa Suka Maju Kecamtan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2012

0 2 7

GAMBARAN KEBIASAAN KONSUMSI TUAK DAN STATUS GIZI PADA PRIA DEWASA DI DESA SUKA MAJU KECAMTAN PAHAE JAE KABUPATEN TAPANULI UTARA TAHUN 2012 SKRIPSI

0 0 15