Ketoprak Dor di Sumatera Utara: Analisis Pertunjukan, Tekstual dan Musik Chapter III V
96
BAB III
GAMBARAN UMUM KETOPRAK MATARAM JAWA
DANKETOPRAK DOR JAWA DELI SEBAGAI SENI TEATER RAKYAT
3.1 Seni Pertunjukan Rakyat
Seni pertunjukan (performance art) adalah karya seni yang melibatkan
aksi individu atau kelompok ditempat dan waktu tertentu. Seni pertunjukan
(performance art)biasanya melibatkan empat unsur: waktu, ruang, tubuh si
seniman dan hubungan seniman dengan penonton. Seni pertunjukan Indonesia
merupakan suatu cabang ilmu Etnomusikologi yang mempelajari berbagai bentuk
seni pertunjukan yang ada di Indonesia, baik yang meliputi uraian tentang ciri-ciri
dan karakteristik bentuk seni pertunjukan yang ada (meliputi musik,teater, dan
lain-lain) baik dalam bentuk representasi tradisi maupun modern.
Menurut Mardianto (1996:67), pertunjukan adalah semua tingkah laku
yang dilakukan seseorang didepan orang lain dan mempunai pengaruh terhadap
orang tersebut. Struktur dasar sebuah kesenian pertunjukan meliputi tahapan
sebagai berikut:
1. Persiapan pemain atau penonton.
2. Pementasan
3. Apa dampaknya setelah pertunjukan selesai dan apa yang perlu di evaluasi
Hal-hal yang harus ada dalam suatu seni pertunjukan adalah:
1. Waktu pertunjukan yaitu, awal hingga akhir
2. Acara kegitan yang terorganisasi.
Universitas Sumatera Utara
97
3. Kelompok pemain
4. Kelompok penonton
5. Tempat pertunjukan
6. Kesempatan untuk mempertunjukkan
3.2 Ketoprak
3.2.1 Pengertian ketoprak
Ketoprak merupakan salah satu dari jenis teater tradisional yang tumbuh
dan berkembang di Indonesia. Seni pertunjukan tradisional adalah unsur kesenian
yang menjadi bagian hidup masyarakat dalam suatu kaum/puak/suku/bangsa
tertentu. Seni tradisional yang ada di suatu daerah berbeda dengan yang ada di
daerah lain, meski pun tidak menutup kemungkinan adanya seni tradisional yang
mirip antara dua daerah yang berdekatan.
Menurut Murgianto dan Bandem (1996:140-142), Ketoprak adalah sebuah
bentuk teater yang berlakon dengan unsur-unsur utama dialog, tembang, dan
dagelan. Pelaku-pelakunya terdiri dari pria dan wanita, sedang pertunjukannya
diiring dengan gamelan. Gerak laku pemain cenderung realistik walaupunpada
awal perkembangannya ada sedikit unsur tari di dalamnya. Adakalanya peranan
pria harus dilakukan oleh pemain wanita, tetapi sebaliknya pada masa lalu para
pemain pria memerankan peran wanita.
Cerita yang dibawakan biasanyaberupa cerita babad, sejarah, dan ceritacerita asing yang berasal dari Arab (seribu satu malam) dan Cina (sampek eng
Universitas Sumatera Utara
98
tay). Dialog antar pemain yang tidak tertulis dalam skrip dibawakan dalam bahasa
Jawa dan bahasa etnik setempat.
3.2.2 Sejarah ketoprak
Ada 2 (dua) pendapat mengenai sejarah dari terbentuknya kesenian
Ketoprak.
Menurut
Kayam
(2000:342)
menjelaskan
bahwa
Ketoprak
sesungguhnya berasal dari Jawa Tengah tepatnya dari Klaten. Pencipta kesenian
ini belum dapat diketahui oleh para peneliti. Namun, menurut Lisbijanto (2013:1)
Ketoprak diciptakan oleh RM Wreksoniningrat dari Surakarta pada tahun 1914 M.
RM Wreksodiningrat merupakan seniman yang banyak berkecimpung dalam
dunia tari dan wayang orang. Pada suatu ketika dia mempunyai ide untuk
membuat suatu pertunjukan yang dapat dengan mudah menceritakan suasana
kehidupan di dalam lingkungan kerajaan.
Ketoprak baru terbentuk sebagai pertunjukan pada awal abad ke-20. Para
ahli menguraikan proses terbentuknya Ketoprak menjadi beberapa periodisasi
besar yakni Ketoprak Lesung (1887 M-1925 M), Ketoprak Peralihan (1925 M –
1927 M), Ketoprak Gamelan (1927 M- sekarang).
a. Ketoprak Lesung atau Gejog
Bentuk kesenian Ketoprak ini awal mulanya tidak diiring dengan gamelan,
tetapi dengan permainan lesung (batang kayu besar yang dibuat berongga di
bagian tengahnya sebagai alas penumbuk padi) kemudian disebut Ketoprak
Lesung.
Universitas Sumatera Utara
99
Menurut Murgiyanto dan Bandem (1996:141):
Sudah menjadi kebiasaan didesa-desa di Surakarta, pada masa
panen di kala bulan pumama, para wanita desa mengadakan
permainan kotekan lesung atau gejogan. Sebuah lesung yang
biasa untuk alas penumbuk padi diletakkan di halaman rumah,
lalu sejumlah wanita menimbulmyadengan alu (kayu panjang
penumbuk padi), bukan untuk menumbuk padi, melainkan
bersama-sama memainkara lagu-lagu gejogan. Perbedaan
bagian yang diketok, perbedaan besar kecilnya alu, kekuatan
yang diberikan, serta pengolahan irama permainan membuahkan
lagu-lagu khas pedesaan, seperti kuputarung, Randangangsu,
dan sebagainya.
Pada permainan kotekan lesung ini kemudian masuk tambahan alat musik
daerah, seperti kendang, suling, dan terbang (sejenis membranphone berwujud
seperti rebana atau hadrah). Para wanita dan remaja yang tidak kebagian alu
kemudian menari-nari sambil menyanyi macapat: pucung, mijil, atau tembangtembang desa seperti Ijo-ijo dan lir-ilir. Ketika cerita-cerita pedesaan yang
sederhana ditambahkan sebagai tema, mulailah mewujud apa yang disebut
Ketoprak Lesung, yang dialognya masih dilakukan denganbahasa Jawa rendah
(ngoko). Pada 1908, R.M.T. Wreksadiningrat, seorang seniman pahat dan gambar
serta
bangunan,
memboyong
kegiatan
tersebut
kekediamannya
dan
mengembangkannya. Dalam tempo singkat permainan itu mendapat perhatian
khalayak ramai.
Ketika R.M.T. Wreksadiningrat wafat, kegiatan diteruskan olehKi
Wisangkara yang mendirikan Ketoprak Wreksatama (1924).Selanjutnya Ki
Jagatrunarsa mendirikan Ketoprak Krida Madya Utama pada 1925. Rombongan
ini pentas digedung pertunjukan pasar malam Klaten, untuk kemudian berpindah
ke Prambanan dan masuk Yogyakarta, didesa Demangan. Rombongan inilah yang
Universitas Sumatera Utara
100
kemudian memberi inspirasi tumbuh dan berkembang Ketoprak Yogyakarta, yang
sering disebut Ketoprak Mataram (Mataram adalah nama kerajaan pada masa lalu
di Yogyakarta).
b. Ketoprak Peralihan (1925 M – 1927 M)
Diantara tahun 1925-1927 muncullah bentuk-bentuk Ketoprak peralihan,
yang menggunakan pengiring lesung dengan tambahan instrumentasi gamelan
berupa saron, kempul, dan gong tanpa menghilangkan kendang, suling, dan
terbang (rebana) yang telah ada sebelumnya. Kemudian bahkan dicoba untuk
memasukkan unsur instrumentasi musik barat, seperti biola, mandolin, dan gitar.
Menurut Murgiyanto dan Bandem (1996:142-143) pada masa inilah unsur
tari yang dilakukan ketika para pemain pria akan masuk dan keluar pentas
dikembangkan dandisesuaikan dengan watak peran; ada yang halus dan ada yang
kasar. Tembang pun dipertahankan, bersama-sama dengan tari menjadi unsur
utama dalam Ketoprak. Tema cerita pun berkembang: kisah Panji, babad, dan
cerita-cerita dari luar negeri mulai dimainkan. Selain itu pada bagian awal
pertunjunkan menggunakan tembang yang digunakan untuk mendukung adegan
sedih dan adegan percintaan.
c. Ketoprak Gamelan (1927 M- sekarang)
Sejak tahun1927, kelompok Ketoprak di Yogyakarta tidak lagi memakai
lesung dan instrumentalisasi musik Barat untuk musik pengiring. Dari situ
mulailah muncul Ketoprak dengan iringan gamelan berlaras pelog sampai saat ini.
Universitas Sumatera Utara
101
Pada masa ini pulalah lahir tari Gambyong, menyertai dagelan atau lawakan khas
Mataram.
3.2.3 Ciri-ciri ketoprak
Soemardjono (1992:2-3) menjelaskan bahwa Ketoprak mempunyai ciri
ciri cerita yang biasanya sudah dikenal dalam masyarakat (legenda, dongeng,
sejarah, babad, fiktif) baik dari dalam maupun luar negeri. Penyutradaraan pada
Ketoprak mempunyai ciri-ciri : (1) Naskah Singkat, (2) Naskah sederhana, (3)
Naskah lengkap tanpa dialog.
Secara umum struktur penyutrdaraan susunan pertunjukan Ketoprak
menurut Trias (2015:5) terdiri dari:
1. Dapukan
(tokoh
yang
akan
diperankan)/baik
terancang maupun
spontanitas. Dapukan disini bahasa lainnya adalah casting
2. Penuangan cerita, dapat bersama-sama atau perorangan
3. pengaturan bagian-bagian yang lain dilaksanakan secara terancang,
maupun spontanitas.
4. Pementasan
dapat
berjalan,
meskipun
dalang
(sutradara)
tidak
mengendalikan
5. Konsep penyutradaraan tidak meninggalkan unsur: sereng (kereng/serius),
sengsem (terhanyut, terlena), lucu dan bobot (isi).
6. Penyutradaraan dilakukan secara luwes
Universitas Sumatera Utara
102
Pada pertunjukan Ketoprak, set panggung terdiri atas layar (drop) dan
sebeng-sebeng (wings). Umumnya menggunakan panggung berukuran 7m x 2,5 m
(meskipun terkadang kurang luas) serta menggunakan penerangan berupa lampulampu dekoratif berwarna sebagai pemberi efek suasana. Dahulu pertunjukan
Ketoprak menggunakan alat penerangan berupa oncor (sejenis obor bambu), serta
lampu petromag (lampu kecil yang berbahan minyak lampu atau petromag).
Pertunjukan biasanya malam hari, berlangsung antara 3 sampai 4 jam. Pada
umumnya pementasan Ketoprak mempunyai dua sasaran yaitu sasaran komersial
dan sasaran non komersial. Pementasan komersial misalnya pementasan yang
dimaksudkan untuk mencari uang dengan cara melakukan pertunjukan keliling
kampung atau ditempat lain. Sedangkan non komersial misalnya untuk keperluan
orang yang punya hajat, hari-hari besar dan lain-lain.
Jenis Pakaian atau Tata Busana pada kesenian Ketoprak dapat dibedakan
menjadi :
1. Jenis Pakaian Kejawen
Jenis – jenis pakaian kejawen antara lain:
- Celana panji
- Baju Surjan
- Kebaya
- Blangkon
- Iket lembaran / Udheng
- Kemben
- Kuluk/ mahkota (untuk upacara raja dan mentri-mentrinya)
Universitas Sumatera Utara
103
2. Jenis Pakaian Mesiran
a. Celana panjang gombyor
b. Kemeja panjang
c. Rompi
d. Jubah
e. Simbar, dibuat dari kain bludru yang dibordir (Ketoprak gaya
Surakarta/Solo). Jenis pakaian ini digunakan untuk cerita-cerita dari luar/
Mesiran. Misalnya : dongeng dari cerita 1001 Malam, cerita Turki, dll
3.3 Ketoprak Dor
3.3.1 Eksistensi Ketoprak Dor
Sebagaimana dibahas pada bab sebelumnya, Ketoprak Dor merupakan
bentuk kesenian yang dibawa oleh para buruh kontrak diperkebunan. Lazimnya
perpindahan penduduk akan membawa tradisi asal ke tempat yang baru, seperti
sistem sosial, sistem budaya dan lain-lain. Kesenian juga terbawa karena secara
psikologis dan emosional pengaruh daerah asal masih sangat kuat di samping
untuk menunjukkan eksistensi kelompok maupun hanya sebagai hiburan semata.
Tutiek (1988:7) menjelaskan bahwa :
Kesenian ini bagi buruh Jawa di Sumatera Timur mempunyai
fungsi yang sangat besar. Lewat pasar malam yang selalu diadakan
oleh pihak perkebunan pada hari pembagian gaji diadakan berbagai
jenis hiburan antara lain Ketoprak Dor. Dengan tujuan
memperpanjang kontrak kerja oleh pihak perkebunan sering pula
diadakan berbagai jenis perjudian dan hiburan yang pada gilirannya
akan merugikan kaum buruh.
Universitas Sumatera Utara
104
Menurut Naiborhu (2016:46) Ketoprak Dor lahir karena secara psikologis
dan emosional masih terdapat pengaruh sentral kebudayaan di samping untuk
menunjukkan eksistensi kelompok maupun hanya sebagai hiburan semata. Pihak
perkebunan juga mendukung keberadaan kesenian tersebut, terutama untuk
memberi rasa betah para buruh Jawa di Tanah Deli. Selain itu, kesenian ini juga
diharapkan dapat menunjang dan mendorong rasa kebersamaan antar anggota
masyarakat Jawa, sehingga pihak kolonial akan terbantu karena para buruh
menjadikan daerah ini sebagai kampung halaman ke dua bagi mereka.
Kemunculan group-group Ketoprak Dor diperkebunan Sumatera Timur
diperkirakan sekitar tahun 1920-an merupakan sebuah fenomena biasa dan
sengaja diwariskan kepada generasi selanjutnya dengan beberapa perubahan
sesuai perkembangan budaya. Faktor yang mempengaruhi munculnya grup-grup
Ketoprak Dor ini adalah karena eksistensi dan identitas komunitas yang
didasarkan pada ikatan emosional sebagai satu etnis yang harus tetap hidup di
tengah semaraknya budaya-budaya dengan masing-masing pendukungnya,
kemudian juga didorong akan perlunya suatu jenis hiburan yang dapat memberi
kepuasan bagi pendukungya.
Bapak Suriat24 menjelaskan bahwa:
Ndalu kuwi, Ketoprak Dor niki sangking perkebunan ting
Pematang Siantar, masane kuli kontrak zaman Londo. Tiang Jawi
meniko dadi kuli kontrak, mboten enten kesenianne. Seni wayang
kulit lan wayang wong kata biayane meniko dipagelaraken. Alasan
yotro sing sekedik, alat musik Ketoprak Dor harmonium ning
24
Bapak Suriat adalah salah seorang tokoh Ketoprak Dor yang saat ini masih
melakukan pertunjukan Ketoprak Dor. Bapak Suriat merupakan keturunan ketiga dari
jawa kuli kontrak. Saat ini Bapak Suriat bertempat tinggal di Helvetia. Wawancara
dilakukan bersama dengan Panji Suroso (antropolog) pada tanggal 10 Oktober 2016.
Universitas Sumatera Utara
105
disileh sangking tiang Melayu, didamelaken jidor lan kendang.
Nikilah awale susunan alat musik Ketoprak Dor. Nanging ngoten
ning perkembangane ngedamel alat musik modern semisaleken
keyboard.
[Dahulu, Ketoprak Dor berasal dari perkebunan di Pematang
Siantar ketika zaman kuli kontrak Belanda. Orang Jawa yang
menjadi kuli kontrak tidak memiliki kesenian. Kesenian wayang
kulit dan wayang orang banyak biaya dalam pertunjukannya.
Karena keterbatasan keuangan, alat musik Ketoprak Dor
harmonium dipinjam dari orang Melayu lalu dibikinlah Jidor dan
kendang. Itulah awal mulanya susunan alat musik Ketoprak Dor.
Namun berkembanganya waktu masuklah alat alat musik modern
seperti keyboard.]
Menurut Torang (2016:37) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor
penyebab munculnya Ketoprak Dor pada perkebunan-perkebunan di Sumatera
Utara, khususnya Deli.
a. Pertama, sebagai alasan eksistensi dan identitas diri serta kelompok yang
didasarkan pada ikatan emosional sebagai satu suku yang harus tetap
survive
ditengah
semaraknya
budaya
dengan
masing-masing
pendukungnya di Sumatera Timur.
b. Kedua, didorongakan perlunya hiburan yang dapat memberi kepuasan bagi
para pendukungnya. Hiburan ini diperlukan juga sebagai kompensasi dari
segala derita hidup sebagai kuli/buruh kontrak diperkebunan, karena
minimnya fasilitas hiburan yang tersedia dan tingginya penderitaan yang
dialami. Penderitaan karena kesewenang-wenangan ‘toean keboen’
sebagai penguasa tunggal didaerahnya. Perkebunan dapat dikatakan
sebagai ‘negara dalam negara’. Oleh karena perkebunan memiliki
peraturan-peraturan sendiri. Tingkat kehidupan sosial sangat rendah
dengan segala fasilitas yang memprihatinkan. Gaji yang diperoleh pada
Universitas Sumatera Utara
106
awal dan pertengahan bulan tidak mencukupi untuk biaya kebutuhan hidup
sehari-hari pada bulan itu. Tahun 1920-1921 gaji buruh hanya 55 sen
sehari, dan pada tahun 1935-1937 turun menjadi 30 sen dan setelah
dipotong berbagai jenis pajak, menjadi sekitar 5 sen per hari. Padahal gaji
di Jawa pada masa tersebut telah mencapai 80 sen/hari.
c. Ketiga, Kolonial memang mengijinkan munculnya berbagai jenis hiburan
bahkan mengharapkannya supaya para buruh tetap betah ditempat ini, lalu
dengan demikian dapat dimanfaatkan secara terus menerus. Pertunjukan
dilakukan pada saat sebelum maupun sesudah gajian dengan dihadiri oleh
pihak perkebunan walaupun hanya sekejab. Saat-saat seperti ini kemudian
dimanfaatkan oleh penduduk untuk beraktifitas sehingga menambah
ramainya suasana hari gajian. Perjudian turut serta mengambil bagian pada
keramaian ini, penjualan candu, pelacuran juga marak. Akhirnya, aktivitas
ini semua menjadi jebakan bagi para buruh untuk menghabiskan sisa
gajinya yang mengakibatkan tetap menghamba pada perkebunan.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Panji Suroso (10 Mei 2017), beliau
menjelaskan bahwa pada masa silam hampir disetiap perkebunan memiliki grup
kesenian Ketoprak Dor. Setiap grup Ketoprak Dor tersebut diketuai oleh seorang
mandor kebon ataupun mendapat pengayoman atau dibimbing oleh Asisten
Kebon secara langsung. Bahkan pertunjukan Ketoprak Dor dalam hal ini
terindikasi disertakan sebagai suatu bagian dalam upaya menarik kembali minat
buruh untuk kembali mengekpresikan diri diperkebunan.
Universitas Sumatera Utara
107
3.3.2 Ciri-ciri Ketoprak Dor
Ketoprak Dor adalah salah satu bentuk teater tradisional yang tumbuh dan
berkembang didaerah perantauan. Ketoprak Dor memiliki kemiripina dengan
pertunjukan teater bangsawan Melayu. Menurut Tan (1997:45) teater bangsawan
ialah sebuah pementasan teater tradisional komedi yang berasal dari Tanah
Melayu sejak tahun 1870an. Teater bangsawan dikenal sebagai komidi
bangsawan, dardanella dan opera/komedi stambul. Lakon yang dibawakan berasal
dari Timur Tengah dan India.
Gambar 3.1
Salah Satu Bagian pada Lakon Teater Bangsawan
(sumber: Tan Sooi Beng)
Universitas Sumatera Utara
108
Ketoprak Dor mempunyai ciri-ciri yang sama dengan teater tradisional
lainnya di Indonesia. Adapun ciri-ciri umum teater tradisional menurut Santosa
(2008:24), yaitu:
1. Cerita tanpa naskah dan digarap berdasarkan peristiwa sejarah, dongeng,
mitologi, atau kehidupan sehari-hari.
2. Pementasan dipanggung terbuka, lapangan maupun halaman rumah.
Pementasannya sederhana dan apa adanya.
3. Penyajian dengan dialog, tarian, dan nyanyian ceritanya berdasarkan
dongeng dan sudah turun temurun
4. Unsur lawakan selalu muncul
5. Nilai dan laku dramatik dilakukan secara spontan dan dalam satu adegan
terdapat dua unsur emosi sekaligus yaitu tertawa dan menangis.
6. Pertunjukan mempergunakan tetabuhan atau musik tradisional .
7. Penonton mengikuti pertunjukan secara santai dan akrab bahkan terlibat
dalam pertunjukan dan berdialog langsung dengan pemain.
8. Mempergunakan bahasa daerah.
9. Tempat Pertunjukan terbuka dalam bentuk arena (dikelilingi penonton).
10. Bahasa yang digunakan ialah bahasa daerah setempat yang tentu lebih
akrab di telinga masyarakat sekitar.
11. Seringkali terdapat unsur nyanyian serta tari-tarian di dalamnya.
12. Dilakonkan dengan banyak improvisasi di dalamnya.
13. Terjadi banyak interaksi antara pemain dengan penonton.
Universitas Sumatera Utara
109
Dalam penampilannya Ketoprak Dor lebih menekankan kebebasan
ekspresi dari individual pemain. Pada pertunjukan Ketoprak Dor tidak
menggunakan teks tertulis serta menggunakan bahasa Jawa campuran yang
bersifat Jawa ngoko. Cerita atau lakon yang ditampilkan juga tidak berdasarkan
naskah yang tertulis serta lebih mengutamakan tema dan hiburan. Pada setiap
pertunjukan Ketoprak Dor diusahakan oleh seniman pendukungnya agar selalu
menarik perhatian dari para penontonnya. Misalnya dengan menampilkan
pertunjukkan yang mempunyai unsur kepahlawanan, serta kejujuran. Busana yang
digunakan oleh para pemain Ketoprak Dor menggunakan busana percampuran
kebudayaan Melayu, Jawa, dan Eropa.
Tabel 3.1
Perbedaan Pertunjukan Ketoprak Dor Jawa Deli dengan Ketoprak di Jawa25
No
Unsur yang dilihat
1
Musik Pengiring
Ketoprak Dor Jawa Deli
Ketoprak
Mataram
a. Menggunakan instrumen
a. Menggunakan
musik campuran yakni
seperangkat
kendang Jawa,
instrumen
harmonium/keyboard/accordi
Gamelan yang
on, drumset, kendang Jidor
terdiri dari
yang terdiri dari keprak yang
Gong,
terbuat dari bambu serta
Kempul,
kadang kadang menggunakan
Saron,
gendang Melayu, gitar bass
Demung,
serta gitar elektrik
Kendang, dan
b. Menggunakan tembang Jawa
terkadang
yang
terkadang
juga
menggunakan
menggunakan pantun serta
rebab
diiringi
meldoi
musik b. Menggunakan
bermotif Melayu
tembang Jawa
yang memiliki
pakem atau
pola-pola
25
Diolah dan disimpulkan dari buku Ketoprak Dor di Helvetia oleh Panji Suroso
Universitas Sumatera Utara
110
2
3
4
5
Bahasa dan Teks
a. Menggunakan percampuran
bahasa lokal dan Jawa.
Penggunaan bahasa yang
ditampilkan tergantung lakon
atau cerita yang dibawakan.
Misalnya cerita tentang
legenda Melayu, bahasa yang
diucapkan oleh para pemain
menggunakan logat Melayu
b. Tidak menggunakan teks
tertulis atau transkrip dialog
di dalam pertunjukannya
Busana
Menggunakan unsur
percampuran busana Jawa,
Melayu, Eropa. Terkadang juga
menggunakan baju adat
tradisional suku setempat. Hal ini
tergantung lakon atau cerita yang
dibawakan
Tempat pertujukan - halaman perkarangan rumah
- Panggung baik di dalam
gedung maupun di luar
gedung
- Menggunakan dekorasi yang
seadanya. Biasanya dekorasi
berbentuk
hutan,
persimpangan jalan dan latar
kerajaan.
Cerita
Cerita yang dibawakan
tergantung dari permintaan tuan
rumah yang memanggil Ketoprak
Dor. Biasanya membawakan
cerita dari babad tanah Jawa,
cerita legenda atau mite, maupun
cerita dari daerah tanah Deli.
tertentu.
a. Menggunakan
bahasa Jawa
Kromo,
Kromo Inggil
dan Ngoko.
b. Menggunakan
Teks tertulis
yang biasanya
disiapkan oleh
sutradara atau
pengarah
cerita
Menggunakan
busana Jawa dan
sudah mempunyai
tata cara
pemakaian dan
penggunaan
busana tersebut
Diatas Panggung
dan menggunakan
dekorasi yang
mewah
Cerita yang
dibawakan
bersumber dari
legenda babad
tanah Jawa
3.3.3 Kelompok-kelompok Ketoprak Dor
Pengertian kelompoki alah kumpulan (tentang orang, binatang, dan
sebagainya); yang terdiri atas golongan, aliran, lapisan masyarakat, dan
sebagainya) serta kumpulan manusia yang merupakan kesatuan beridentitas
Universitas Sumatera Utara
111
dengan adat-istiadat dan sistem norma yang mengatur pola-pola interaksi antara
manusia itu sendiri.
Menurut Soetarno (1994:31-34) bahwa kelompok mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
(a) Adanya motif yang sama
Kelompok sosial terbentuk karena anggota-anggotanya mempunyai motif
yang sama. Motif yang sama tersebut merupakan pengikat sehingga setiap
anggota kelompok tidak bekerja sendiri-sendiri tetapi bekerja bersama untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Sesudah kelompok sosial terbentuk biasanya
muncul motif baru yang memperkokoh kehidupan kelompok sehingga timbul
sense of belonging (rasa menyatu di dalam kelompok pada tiap-tiap anggota).
Rasa tersebut berpengaruh besar terhadap individu dalam kelompok itu karena
memberikan tenaga moral yang tidak akan diperolehnya apabila seseorang hidup
sendiri. Selain itu, seseorang yang bergabung dalam kelompok sosial maka
kebutuhannya sebagai makhluk sosial dan makhluk individu akan terpenuhi.
(b) Adanya sikap in-group dan out-group
Sekelompok manusia yang mempunyai tugas yang sama sulitnya atau
mengalami kepahitan hidup bersama pada umumnya menunjukkan tingkah laku
yang khusus. Apabila orang lain di luar kelompok itu bertingkah laku seperti
mereka, mereka akan menyingkirkan diri. Sikap menolak yang ditunjukkan oleh
kelompok itu disebut sikap out-group atau sikap terhadap “orang luar”. Kelompok
manusia yang dianggap sebagai Community Development tersebut menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
112
pada orang luar tentang kesediaannya berkorban bersama dan kesetiakawanannya,
Selanjutnya mereka menerima orang itu dalam segala kegiatan kelompok. Sikap
menerima itu disebut sikap in-group atau terhadap “orang dalam”.
(c) Adanya solidaritas
Solidaritas adalah sikap kesetiakawanan antar anggota kelompok sosial.
Sikap solidaritas yang tinggi dalam kelompok tergantung pada kepercayaan setiap
anggota terhadap kemampuan anggota lain untuk melaksanakan tugas dengan
baik. Pembagian tugas dalam kelompok sesuai dengan kecakapan masing-masing
anggota dan keadaan tertentu akan memberikan hasil kerja yang baik.
(d) Adanya struktur kelompok
Struktur kelompok merupakan suatu sistem relasi antar anggota-anggota
kelompok berdasarkan peranan status mereka serta sumbangan masing-masing
dalam interaksi terhadap kelompok untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Keberadaan dari kelompok Ketoprak Dor Jawa Deli tersebar diantara kabupaten
Deli Serdang. Secara strategis wilayah keberadaan Ketoprak Dor bisa dijumpai
pada wilayah perkebunan seperti Sei Mencirim, Helvetia, Tanjung Mulia, Langkat
dan Teluk Mengkudu. Beberapa dari kelompok Ketoprak Dor sudah tidak aktif
lagi atau tidak lagi menampilkan pertunjukannya. Hal ini disebabkan oleh
putusnya kaderisasi antar pemain, berpindah lokasi kediaman pemain dan
pemusik, dan alasan sepinya peminat dari pertunjukan Ketoprak Dor tersebut.
Universitas Sumatera Utara
113
Sedangkan Ketoprak Dor yang hingga kini masih terus aktif dan bertahan
selalu menampilkan pertunjukan minimal 2 atau 3 kali dalam setahun. Alasan
utama para seniman Ketoprak Dor tersebut karena Ketoprak Dor adalah warisan
budaya yang berasal dari orang tua dan harus dilestarikan.
Gambar 3.2
Kelompok Ketoprak DorSumatera Utara
(sumber didapat dari wawancara dengan seniman dan diolah oleh Peneliti)
Kelompok Ketoprak Dor Jawa Deli menggunakan istilah Langen. Secara
harfiah langen atau lelangen berarti kelompok hiburan atau seni pertunjukan.
Adapun nama kelompok Ketoprak Dor yang masih melakukan pertunjukan adalah
:
Ketoprak Dor Langen Sri Wulandari pimpinan Bapak Samigun di
Kecamatan Helvetia Timur aktif 1960 namun saat ini jarang menampilkan
pertunjukan dikarenakan faktor usia pemain yang sudah tua.
Universitas Sumatera Utara
114
Tabel 3.2
Komposisi Pemain dan Pemusik
Pada Ketoprak Dor Langen Sri Wulandari
NO.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
17
18
19
20
NAMA
JENIS KELAMIN
PERAN
M. Harianto
Laki-Laki
Penasehat dan Pemain
Samingun
Laki-Laki
Ketua
Dokter Edy
Laki-Laki
Sekretaris dan Sutradara
Beni S
Laki-Laki
Bendahara
Parman
Laki-Laki
Pemain
Kirana
Laki-Laki
Pemain
Ndukur
Laki-Laki
Pemain
Poniem
Perempuan
Pemain
Yuli
Perempuan
Pemain
Arso
Laki-Laki
Pemain
Sapardi
Laki-Laki
Pemain
Guntoro
Laki-Laki
Pemain dan perlengkapan
Ucok
Laki-Laki
Pemain
Sudar
Laki-Laki
Pemain
Nining
Perempuan
Pemain
Heri
Laki-Laki
Pemusik
Saimin
Laki-Laki
Pemusik
Guing
Laki-Laki
Pemusik
Agus
Laki-Laki
Pemusik
Sumber. Wawancara Pak Samingun (25 Januari 2017)
Ketoprak Dor Langen Mardi Agawe Rukun Santosa (LMARS) kecamatan
Tanjung Mulia Medan pimpinan Bapak Suriat. Kelompok Ketoprak
Dorini berdiri pada tahun 1965 oleh pendirinya pak S bandi yakni seorang
pelawak Ketoprak. Kelompok LMARS ini adalah turunan dari Ketoprak
sei mencirim yang dipimpin oleh pak Gondo. Adapunanggota Ketoprak
LMARS yakni :
Universitas Sumatera Utara
115
Tabel 3.3
Komposisi Pemain dan Pemusik
Pada Ketoprak DorLangen Mardi Agawe Rukun Santosa(LMARS)
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
NAMA
JENIS KELAMIN
PERAN
Suriat
Laki-Laki
Ketua, Sutradara dan Pemain
Samsuri
Laki-Laki
Pemain
Poningsih
Perempuan
Pemain
Salami
Perempuan
Pemain
Sudiman
Laki-Laki
Pemain
Sumiadi
Laki-Laki
Pemain
Asman
Laki-Laki
Pemain
Sunar
Laki-Laki
Pemain
Tati
Perempuan
Pemain
Mbaris
Laki-Laki
Pemain
Misno
Laki-Laki
Pemain
Nuri
Perempuan
Pemain
Dipa
Perempuan
Pemain
Andi
Laki-Laki
Pemain
Sukir (almarhum)
Laki-Laki
Pemain
Santuri
Laki-Laki
Pemain
Andra Pratama
Laki-Laki
Pemain
Saliman
Laki-Laki
Pemain
Juliandi
Laki-Laki
Anggota Pemusik
Sumber. Wawancara Pak Suriat (07 Mei 2017)
Sanggar Langen Setio Budi Lestari sudah ada pada tahun 1968an Desa Sei
Mencirim Kecamatan Sunggal dipimimpin oleh Bapak Jumadi serta dibina
oleh Bapak Suparman.
Universitas Sumatera Utara
116
Tabel 3.4
Komposisi Pemain dan Pemusik
Pada Ketoprak DorLangen Setio Lestari
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
NAMA
JENIS KELAMIN
USIA
PERAN
Jumadi
Laki-Laki
60 tahun
Pemain
Tamino
Laki-Laki
60 tahun
Pemain
Misti
Perempuan
50 tahun
Pemain
Kasim
Laki-Laki
60 tahun Pemain dan Pemusik
Sri
Perempuan
60 tahun
Pemain
Handayani
Waris
Perempuan
65 tahun
Pemain
Iyen
Laki-Laki
60 tahun
Pemain
Hartono
Laki-Laki
43 tahun Pemain dan Pemusik
Sunar
Laki-Laki
60 tahun
Pemain
Atik
Perempuan
63 tahun
Pemain
Sukirno
Laki-Laki
65 tahun
Pemain
Tina
Perempuan
25 tahun
Pemain
Suparman
Laki-Laki
60 tahun
Pemain
Selamet
Laki-Laki
60 tahun
Pemusik
Minok
Laki-Laki
60 tahun
Pemusik
Ambiyono
Laki-Laki
32 tahun
Pemusik
Endro
Laki-Laki
60 tahun
Pemusik
Gito
Laki-Laki
55 tahun
Pemain
Sumber. Wawancara Pak Jumadi dan Pak Hartono (08 Mei 2017)
Ketoprak Dor Langen Mudo Siswo Budoyo Langkat pimpinan Bapak
Wakijan
Ketoprak Dor Langen Wahyu Tri Budoyo pimpinan Bapak Akhmad
Ompay didesa Sambirejo Timur Kecamatan Percut Sei Tuan-Tembung
aktif sejak 2010
Langen Pujakesuma kampung manggis Km 10,5 Kota Binjai sejak 1971
pimpinan bapak Sunardi
Universitas Sumatera Utara
117
Tabel 3.5
Komposisi Pemain dan Pemusik
Pada Ketoprak Dor Langen Pujakesuma
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
JENIS KELAMIN
NAMA
USIA
PERAN
Laki-Laki
Sunardi
63
Pemain dan Pemusik
Laki-Laki
Budi (Tunut)
40
Pemain
Laki-Laki
Sunar
63
Pemain
Laki-Laki
Ajar
50
Pemusik
Laki-Laki
Pak Ramingan
70
Pemusik
Perempuan
Riswati
63
Pemain
Perempuan
Nani
30
Pemain
Laki-Laki
Arjuna (Junak)
50
Pemusik
Laki-Laki
Wagiman
40
Pemain
Sumber. Wawancara Pak Sunardi (01 Juli 2017)
Langen Buluh Cina sejak 1973. Sejak tahun 1985 kelompok ini sudah
tidak ada lagi karena kebanyakan para pemain dan pemusiknya sudah
banyak yang meninggal dan tidak dilanjutkan oleh generasi penerusnya.
(wawancara Ibu Waris berusia 55 Tahun. Pemain termuda pada ketoprak
tersebut serta pemain yang masih hidup hingga sekarang)
Langen Madyo Tresno Tanah Seribu Kota Binjai sejak 1987 pimpinan
Bapak Tamino
Universitas Sumatera Utara
118
Tabel 3.6
Komposisi Pemain dan Pemusik
Pada Ketoprak Dor Langen Madyo Tresno
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
JENISKELAMIN
NAMA
USIA
PERAN
Laki-Laki
Tamino
53
Pemain
Perempuan
Waris
55
Pemain dan Ketua
Laki-Laki
Ramijan
50
Pemain
Laki-Laki
Surip
60
Pemusik
Perempuan
Manut
60
Pemain
Perempuan
Jeni (Jen)
60
Pemain
Laki-Laki
Sukar
50
Pemusik
Laki-Laki
Semedi
50
Pemusik
Laki-Laki
Seman
60
Pemain
Sumber. Wawancara Ibu Waris (07 Mei 2017)
Langen Madyo Utama Tanah Merah sejak 1960. Sejak tahun 2015
kelompok ini sudah tidak ada lagi karena kebanyakan para pemain dan
pemusiknya sudah banyak yang sakit, meninggal dan tidak dilanjutkan
oleh generasi penerusnya. (wawancara ibu Waris 55 tahun. Pemain
termuda pada ketoprak tersebut serta pemain yang masih hidup hingga
sekarang)
3.3.4 Sejarah Ketoprak Dor Langen Setio Budi Lestari
Ketoprak Langen Setio Budi Lestari berdiri sekitar tahun 1968. Ketoprak
Dor ini dahulu disebut ketoprak blankon karena pada saat melakukan pertunjukan
para pemainnya menggunakan blankon atau topi khas jawa. Awalnya ketoprak
Langen Setio Budi Lestari hanya diperankan oleh para pemain pria. Bahkan lakon
atau peran wanita diperankan oleh kaum pria. Alasan utama tidak adanya pemain
wanita yaitu faktor keseganan dan menjaga martabat wanita. Kemudian pada
tahun 1968 ketoprak blangkon ini berubah konsep pertunjukannya menjadi
Universitas Sumatera Utara
119
Ketoprak Dor. Menurut Bapak Jumadi, dahulu para penonton yang melihat dan
menikmati petunjukan ketoprak blankon mengalami kejenuhan dan kebosanan
karena pertunjukannya selalu menggunakan bahasa Jawa halus yang tidak bisa
dimengerti artinya oleh para penonton. Hal ini berdampak para penonton semakin
berkurang dan dianggap ketoprak blankon kurang seru dan tidak menarik lagi.
Lalu pendiri dari ketoprak Langen Setio Budi Lestari yaitu almarhum bapak rijan
yang berprofesi sebagai petani serta almarhum bapak ponen yang berprofesi
sebagai seorang guru merubah konsep dengan menggunakan bahasa Jawa kasar
yang dicampur dengan unsur lawakan-lawakan serta bunyi musik yang menarik
agar penonton tetap bersemangat penikmati pertunjukan. Oleh sebab itu
pertunjukan ketoprak blankon berganti menjadi Ketoprak Dor.
Setelah kedua pendiri tersebut meninggal, kelompok Langen Setio Budi
Lestari kemudian dilanjutkan oleh bapak Jumadi. Bapak Jumadi diaenggap
sebagai sosok yang mampu melanjutkan eksistensi dari kelompok Langen Setio
Budi Lestari karena faktor kepemimpinan dan dianggap mampu memahami setiap
cerita yang ditampilkan.
3.4 Manajemen Pertunjukan Ketoprak Dor
Pengertian dari manajemen ialah sistem kerjasama yang kooperatif dan
rasional yang terikaat pada sistem kepemimpinan untuk mencapai tujuan dan
pelaksanaan dalam melakukan pekerjaan. Dalam konteks manajemen seni, sebuah
organisasi kesenian mestilah memiliki tujuan serta aktivitasnya.
Kalau seni
pertunjukan melibatkan aktivitas seniman (musik, tari, teater, dan kru) serta
Universitas Sumatera Utara
120
penonton penikmat. Secara budaya didukung pula oleh masyarakatpemilik
kesenian itu. Kelompok kesenian ini juga sebagai sebuah institusi tempat
bekerjasamanya antara seniman. Tanpa kerjasama tentu tak akan lancar perjalanan
sebuah organisasi kesenian. Kerjasama ini dibangun dengan prinsip-prinsip
koperatif dan masuk akal atau rasional. Tanpa ini sebuah grup kesenian akan
mengalami berbagai permasalahan.Kemudian agar kelompok kesenian itu, dapat
hidup dan berkembang, terutama untuk sinerjinya antara pendapatan dan
pengeluaran, maka harus ada efisiensi manajemen.
Kelompok Ketoprak Dor memiliki sistem manajemen yang masih bersifat
tradisionalyaitugagasan, kegiatan, atau benda-benda yang diturunkan dari satu
generasi ke generasi berikutnya secara teratur mengikuti norma-norma yang
terjadi di dalam masyarakat itu. Tradisi ini erat kaitannya dengan budaya sebuah
masyarakat atau sebuah kelompok etnik tertentu.
Menurut Takari (2008:64-73) manajemen tradisional memiliki 8 (delapan)
ciri-ciri yakni :
1) Berkesenian bukan profesi utama tetapi kerja sampingan atau sambilan.
Hal yang paling mendasar, biasanya organisasi kesenian tradisi di
Nusantara, menetukan tujuan utamanya bukan sebagai organisasi bisnis
begitu juga dengan kelompok Ketoprak Dor Jawa Deli, para pemain dan
pemusik Ketoprak Dor hanya sekedar meneruskan tradisi yang telah ada
dengan istilah melestarikan atau mengembangkannya. Jarang ditemukan
sebuah organisasi seni sebagai organisasi bisnis dan keutamaan pada
profesionalisme, layaknya sebuah perusahaan waralaba. Dengan tujuan
Universitas Sumatera Utara
121
sebagai kelompok yang mengusung kesenian sebagai kerja sambilan,
maka manajemennya pun ditangani secara “sambilan” pula. Tujuan tidak
akan diraih atau diusahakan untuk berhasil dengan sebaik-baiknya. Waktu
yang diluangkan untuk kegiatan berkesenian juga adalah waktu sambilan,
diluar kerja utama profesi seseorang seniman. Sebagai contoh Bapak
Jumadi yang bekerja sebagai seniman Ketoprak Dor Jawa Deli yang
memiliki pekerjaan sebagai tukang bengkel motor dan penjual bensin
eceran. Masih banyak lagi tokoh-tokoh seniman Ketoprak Dor yang
pekerjaan utamanya adalah dibidang petani, satpam, kuli bangunan, guru
dan pegawai.
2) Menonjolkan pimpinan yang biasanya juga sebagai seniman utama dan
pendukung dana utama organisasinya.
Hal ini bisa dibuktikan pada
kelompok Ketoprak Dor Jawa Deli, pada umumnya pimpinan kelompok
merangkap posisi ganda sebagai seniman dan pendukung dana organisani.
Seperti pada kelompok Ketoprak Dor LMARS pimpinan Bapak Suriat dan
Ketoprak Dor Langen Setio Budi Lestari pimpinan Bapak Jumadi serta
kelompok Ketoprak Dor lainnya. Jika seorang pimpinan organisasi
kesenian yang punya kekuatan manajerial kuat, dan ia tidak mewariskan
pada generasi selanjutnya, maka akan mati pula kelompok kesenian yang
dipimpinnya ini. Atau pun kalau ada yang meneruskan dengan mengikuti
pola yang sama, tetapi dengan kapasistas yang kurang, maka terjadi
degradasi sosial dalam kelompok kesenian ini.
Universitas Sumatera Utara
122
3) Pembagian honorarium yang agak bersifat rahasia, dan biasanya
dicarikan kata-kata yang “manis” seperti “uang pupur”, “uang lelah,”
dan sejenisnya. Ciri manajemen seni secara tradisional di Nusantara ini,
adalah pembagian hasil jerih payah bersama, kurang menghargai peran
integral keseluruhan pelaku seni (seniman, kru, dan pihak pimpinan).
Biasanya honorarium sangat ditentukan oleh seorang pimpinan saja. Ada
juga pimpinan yang mengambil homor 50 persen lebih untuk dirinya
pribadi, dan selebihnya untuk pekerja seni.
Akibatnya biasanya adalah munculnya perasaan tidak senang diantara para
pekerja seni yang dipimpinnya.
Atau ada juga yang dengan ikhlas
menerimanya, terutama seniman-seniman yang baru direkrut. Agar uang
hasil kerja bersama ini dapat diambil sebesar-besamya oleh pimpinan
kesenian, maka istilah yang digunakan pun bukan dengan istilah
profesionalisme, seperti gaji atau honor kerja, dan sejenisnya tetapi
cenderung menggunakan kata-kata yang bemosi kerja yang dilakukan
sebagai kerja sampingan, seperti uang pupur (uang bedak), uang lelah,
uang rokok, uang terima kasih, uang jalan, dan sejenisnya.Rata-rata harga
sekali pertunjukan (satu cerita) berkisar antara Rp.1.500.000 s.d.
5.000.000. Berdasarkan harga sekali pertunjukan tersebut, biasanya para
pemain, pemusik dan kru mendapatkan sekitar Rp.50.000 s.d Rp.200.000.
Sisa uang pembagian biasanya dimasukkan kas untuk pembelian kostum
serta perawatan peralatan yang disimpan oleh pimpinan kelompok
Ketoprak Dor.
Universitas Sumatera Utara
123
4) Pembagian tugas tidak begitu spesifik. Ciri lainnya manajemen kelompok
seni tradisional adalah tugas tumpang tindih setiap orang dalam organisasi
tersebut. Jarang seorang pemain hanya memainkan satu jenis tari atau
musik atau peran teater. Kadang sebagai seniman, ia juga harus
mengangkat alat musik, sound sytem, tata lampu, properti tari, sebelum
dan setelah pertunjukan. Ini biasa terjadi dalam kelompok kesenian
tradisional termasuk kelompok Ketoprak Dor Jawa Deli. Pembagian kerja
yang tidak spesifik ini biasanya akan pula mengurangi tanggung Jawab
dan tugas khususnya. Biasanya pendekatan semacam ini, berdasar kepada
asumsi mereka adalah keluarga besar, tanggung Jawab dipikul bersamasama. Kerja pun harus dikerjakan bersama-sama dalam sistem gotong
royong, dan seterusnya.
Dengan cara kerja seperti ini, biasanya para
seniman muda dan yang berjenis kelamin laki-laki yang diutamakan untuk
bekerja ekstra keras, dengan alasan tenaganya masih kuat, masih muda,
dan masih jauh masanya berkarir di bidang seni.
Gambar 3.3
Para Pemain, Kru, dan Pemusik Bergotong rotong Menyiapkan Panggung
Universitas Sumatera Utara
124
5) Organisasi kesenian tradisional jarang yang dibentuk
dengan
mendasarkan pada aspek yuridis. Artinya sebuah organisasi kesenian
biasanya dibentuk hanya berdasarkan musyawarah mufakat untuk
kelestarian budaya semata. Sebagian besar kelompok Ketoprak Dor Jawa
Deli tidak memiliki kekuatan hukum pendirian sebangsa nota ataupun
sejenisnya.
Biasanya
pimpinan
kelompok
Ketoprak
Dor
hanya
mencantumkan alamat, nomor telepon atau handphone di papan maupun
spanduk pertunjukan.
Gambar 3.4
Papan Kelompok Ketoprak Dor tanpa nota pendirian
6) Perekrutan seniman sifatnya “cabutan.”
Maksud seniman “cabutan”
adalah seniman dari kelompok lain atau seniman yang tak terikat oleh
kelompok disatu-satukan untuk memenuhi permintaan kesenian dalam
satu atau beberapa kali pertunjukan. Alasan melakukan ini adalah, banyak
seniman ingin menambah penghasilan keuangannya melalui banyaknya
Universitas Sumatera Utara
125
pertunjukan. Ia tak mau terikat hanya dalam satu organisasi kesenian saja.
Karena jarang sekali ada sebuah organisasi kesenian yang membayar gaji
seniman setiap bulan dengan jumlah tertentu sebagaimana layaknya tenaga
kerja. Dari pengamatan Peneliti seluruh pemain Ketoprak Dor Jawa Deli
saling mengenal karena berlatar belakang yag sama yaitu Jawa kontrak.
Namun karena tempat domisilipara pemain yang sudah berpisah pisah
maka sering terjadilah pemain “cabutan”. Oleh sebab itu pada saat ini
mulai timbulnya kelompok Ketoprak Dor Jawa Deli yang persebarannya
ada di Percut Sei Tuan, Binjai, Langkat, Helvetia, Tanjung Mulia hingga
ke Bandar Khalifa serta Tembung. Para pemain dari kelompok kelompok
tersebut adalah orang sama meskipun kadang kadang pada setiap
pertunjukannya mendapatkan peran yang berbeda.
7) Asas keluarga dan kekeluargaan. Sistem manajemen ini banyak
diterapkan oleh organisasi-organisasi kesenian di Nusantara. Sistem
manajemen ini memang ada kelebihannya di satu pihak, yaitu para
anggotanya merasa sebagai satu keluarga besar, yang terikat hubungan
kekerabatan dan darah, sehingga masalah yang timbul dengan mudah
dapat
dipecahkan
dengan
landasan mereka
satu keluarga
yang
sesungguhnya baik di bidang kesenian maupun kekerabatan. Di sisi lain,
sistem ini agak kurang demokratis. Artinya bakat-bakat seniman yang
handal di luar keluarga, agak sulit untuk masuk ke dalam organisasi seni
tersebut. Kualitas sumber daya manusia dan produksi seni dalam
organisasi seperti ini hanya menjadi nomor sekian saja. Selain itu, karena
Universitas Sumatera Utara
126
berdasar kepada keluarga dan kekeluargaan, maka pengembangan yang
ekstensif kurang diperhatikan. Misalkan saja sejak zaman dahulu, mereka
mewarisi kesenian Ketoprak Dor Jawa Deli, maka sampai sekarang pun
mereka akan memproduksi kesenian yang sama. Untuk membuka diri
memproduksi seni rakyat atau etnik lain agak kurang, karena pembatasan
sumber daya manusia seni tadi.
8) Sangat erat dengan ritual masyarakat. Setiap seniman Ketoprak Dor Jawa
Deli tidak mengharapkan uang lelah atau uang honorarium. Mereka
biasanya tidak akan keberatan jika hanya diberi amplop yang berisi uang
Rp 50.000 setiap orangnya. Sekali lagi uang atau honor berkesenian bukan
yang utama di sini. Yang berperan adalah konsep-konsep dan aktivitas
religius, yang memotivasi setiap orang dan seniman untuk melakukan
menurut fungsi individunya dalam konteks masyarakat luas, yang
memiliki cita-cita dan tujuan bersama.
3.5 Fungsi Pertunjukan Ketoprak Dor
Menurut Rosmawaty (2011:36-38) fungsi seni pertunjukan teater
berdasarkan realita terbagi menjadi 4 (empat), yaitu sebagai hiburan, sebagai
media dakwah, sebagai media pendidikan/penerangan dan sebagai media ekspresi.
Sedangkan menurut Suroso (2012: 118-126) fungsi seni pertunjukan terdiri atas 8
(delapan) yang meliputi sebagai sumbangan integritas masyarakat, sebagai
sumbangan
untuk
kesinambungan
dan
stabilitas
kebudayaan,
sebagai
Universitas Sumatera Utara
127
berhubungan dengan kritik sosial, sebagai media pendidikan, media hiburan,
media ritual dan sebagai nilai ekonomi.
Menurut pengamatan Peneliti, Ketoprak Dormemiliki beberapa fungsi,
yaitu fungsi sebagai hiburan, Fungsi pendidikan, fungsi sebagai pengungkapan
emosional, fungsi ekonomi, dan fungsi hiburan. Namun pada dasarnya peran dan
fungsi kesenian Ketoprak Dor sebenarnya sangat banyak, karena kesenian ini
merupakan bentuk kesenian yang hidup di dalam kehidupan masyarakat.
3.5.1 Sebagai seni pertunjukan
Menurut Murgianto (1997:160) menjelaskan bahwa pertunjukan ialah
sebuah proses yang memerlukan waktu dan ruang. Sebuah pertunjuakn
mempunyai bagian awal, tengah dan akhir. Struktur dasar pertunjukan meliputi
tahapan-tahapan antara lain: persiapan bagi pemain maupun penonton,
pementasan serta apa-apa yang terjadi setelah pertunjukan selesai.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dijelaskan bahwa Ketoprak Dor
adalah sebuah seni pertunjukan karena ditampilkan dihadapan penonton dan
mempunyai tahapan dan waktu tertentu serta mengandung unsur-unsur seni.
3.5.2 Sebagai media hiburan
Dalam fungsinya sebagai hiburan teater tradisional, Ketoprak Dor
menampilkan cita rasa kehidupan manusia yang paling sederhana melalui dialog
dan cerita yang dibawakan melalui dongeng-dongen (mite), nanyian (tembang)
dan berbagai rangsangan lainnya. Secara keseluruhan pertunjukan Ketoprak
Universitas Sumatera Utara
128
Dormampu menghidupkan suasana lebih meriah, dari suasana yang benar-benar
sakral dan suci. Hal ini dapat terlihat dari antusias para penonton yang
menyaksikan pertunjukan Ketoprak Dor, mereka merasa terhibur melalui cerita
maupun lawakan yang dibawakan oleh para pemain Ketoprak Dor.
Pertunjukan Ketoprak Dor tidak membuat penonton merenungkan lebih
mendalam masalah hidup yang dirasakan dan dihadapinya tetapi memberikan
kepuasan sesaat. Membuat penonton merasa terlepas dari kesulitan dan
kesusahannya sehari hari pada waktu sejenak. Kekuatan utama hiburan Ketoprak
Dor ini terletak pada kemampuan para pemainnya berimprovisasi dan kesigapan
reaksi dalam berdialo dan berakting sesama aktor dan aktris. Penonton juga dapat
bebas melibatkan diri dalam setiap pertunjukan tanpa ada batas dan hambatan usia
dan status sosial. Pada masyarakat Jawa sendiri umumnya pertunjukan Ketoprak
Dor dilakukan pada berbagai acara yang bersifat hajatan, misalnya dalam upacara
perkawinan ataupun khitanan.
3.5.3 Sebagai media pendidikan/penerangan
Cerita-cerita Ketoprak Dorjuga bersisi nilai-nilai pendidikan agar manusia
tetap teguh pada janjinya dan barang siapa yang melanggar akan mendapat
kesulitan dalam hidupnya, dan banyak lagi pesan-pesan moral lainnya yang berisi
pendidikan manusia agar selalu berbuat kebajikan, tidak sombong, menjunjung
tinggi nilai-nilai kejujuran, disiplin, kerja keras, bersifat ksatria, dan lain
sebagainya. Selain itu setiap dialog dan percakapan yang disampaikan oleh para
pemain memiliki kandungan nilai nilai kebaikan yang bisan diterapkan di
Universitas Sumatera Utara
129
keluarga dan masyarakat melalui norma norma yang terkandung dalam sistem
kebudayaan Jawa tersebut. Oleh karena itu seorang seniman betul-betul dituntut
untuk dapat berperan semaksimal mungkin atas peran yang dibawakannya.
3.5.4 Sebagai pengungkapan emosional atau ekspresi diri
Kecenderungan fungsi seni pertunjukan untuk pengungkapan emosional
atau ekspresi diri ini merupakan perwujudan dari semboyan seni untuk seni. Tidak
ada orang yang dapat mengganggu gugat ekspresi seni dalam penampilannya.
Kebebasan di sini lebih menekankan pada pencapaian tujuan tertentu yang
diperjuangkan. Contoh seni instalasi, happening art, dan sejenisnya.
Ketoprak Dor Jawa Deli menunjukan sebuah pertunjukan yang lahir dari
masyarakat kecil yang tidak terikat dengan teks atau naskah. Pemain bebas
berimprovisasi baik dari tata bahasa dan permainan musiknya. Dengan kata lain,
si pemain dapat mengungkapkan perasaan atau emosinya di saat adegan-adegan
yang menggunakan iringan musik sebagai penekanan emosi.
3.5.5 Sebagai kritik sosial dan politik
Dalam hal kritik sosial seni pertunjukan pun memiliki peran terutama pada
masa pembangunan seperti sekarang ini, seni pertunjukan juga cukup efektif
untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan, khususnya bagi masyarakat
pedesaan atau masyarakat pada umumnya. Pesan yang ingin disampaikan dapat
seperti pada seni pertunjukan tradisional dilakukan melalui tokoh Joko Bodo pada
seni
pertunjukan
Ketoprak
Dor
Jawa
Deli.
Joko
Bodo
inilah
yang
Universitas Sumatera Utara
130
mengggambarkan figur-figur rakyat, sehingga kritik-kritik sosial ataupun media
penerangnan disampaikan melalui mereka diharapkan para penonton akan lebih
mudah menangkap dan mencernanya.
Pesan-pesan pembangunan yang ingin disampaikannya bisa berbagai
macam topik sesuai dengan keinginannya. Bila topik-topik sekitar kepahlawanan,
kebersamaan, kesetiaan, kepatuhan, bahkan dapat pula berupa kritikan sosial yang
cenderung banyak dilakukan oleh masyarakat pada masa kini. Permasalahan yang
timbul sekarang adalah bagaimana agar seni pertunjukan disukai oleh masyarakat,
sehingga fungsinya sebagai media penerangan serta sebagai media untuk
mengungkapkan kritik sosial dapat terwujud.
Sebagai media untuk penyampaian kritik sosial, memang dengan bentuk
kesenian tradisional sungguh tepat. Masyarakat Indonesia yang menganut paham
paternalistik tentu tabu apabila akan mengkritik seseorang secara langsung,
apabila kalau orang yang dikritik itu adalah pemimpinnya, atasannya, ataupun
saudaranya, atau juga kondisi negara pada saat ini. Media yang sangat tepat untuk
menyindir melalui tokoh-tokoh yang diperankan ataupun melalui dialog-dialog
tertentu.
Keberadaan Ketoprak Dor Jawa Deli sebagai media hiburan yang sangat
diminati oleh rakyat dimanfaatkan keberadaannya oleh para buruh untuk alat
propaganda. Cerita yang bertemakan jiwa nasionalisme, patriotisme, dan cinta
tanah air selalu ditampilkan pada setiap pertunjukannya terutama dijaman
perjuangan berlangsung.
Universitas Sumatera Utara
131
Setelah masa perjuangan berlalu, cerita yang dibawakan oleh kelompok
Ketoprak Dor Jawa Deli kebanyakan mengenai pembangunan dan sikap
menumbuhkan persatuan bangsa. Pada masa orde lama cerita yang dibawakan
kebanyakan dimanipulasi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia) untuk kepentingan
politik mereka. Cerita yang disajikan banyak sekali diputar balikkan fakta dan
kejadiannya. Para pemain dan pemusik Ketoprak Dor selalu mendapatkan
kawalan dan selalu diawasi oleh kaum PKI tersebut.
Setelah masa orde lama tumbang bergantilah masa orde baru. Cerita yang
dibawakan oleh kelompok Ketoprak Dor berganti menjadi cerita yang bertemakan
pembangunan dari pemerintah. Menurut Bapak Suriat26 pada era Orde Baru
pembangunan yang dicetuskan oleh presiden Suharto, cerita yang dibawakan
dalam pertunjukan Ketoprak Dor tidak boleh menyinggung ataupun mengkritik
pemerintah. Alasan utamanya yaitu pada saat itu pemerintah sedang membangun.
Setiap pertunjukan Ketoprak Dor akan ditampilkan pimpinan kelompok wajib
melapor terlebih dahulu kepada pihak berwajib apakah cerita atau lakon boleh
dibawakan atau tidak. Jika cerita yang dibawakan berisi tentang pembangunan
maka pertunjukan tersebut boleh dipertontonkan. Setelah berganti era reformasi
cerita yang dibawakan oleh kelompok Ketoprak Dor biasanya berisi selingan
tentang kritik sosial yang terjadi dimasyarakat meskipun dibawakan dengan lakon
atau cerita dari Jawa atau daerah setempat.
26
Dalam wawancara dengan Metro TV pada program Melawan Lupa “Jejak Jawa
Sumatera”.
Universitas Sumatera Utara
132
BAB IV
ANALISIS STRUKTUR DAN MAKNA PERTUNJUKAN SERTA
TEKSTUAL KETOPRAK DOR PADA CERITA JOKO BODO
Pada bab ini peneliti hanya fokus mendeskripsikan struktur pertunjukan
Ketoprak Dor pada cerita Joko Bodo berdasarkan hasil penelitian lapangan yang
peneliti lakukan, dengan cara mengamati pertunjukan secara langsung maupun
pengamatan dengan melakukan wawancara dengan pelaku Ketoprak Dor.
4.1 Lakon atau Cerita Pertunjukan
Menurut Sastroamidjojo (1964:98), kata lakon berasal dari bahasa Jawa
laku yang sering diturunkan menjadi mlaku atau lumaku yang berarti ‘jalan’ atau
‘berjalan’. Kata lakon mengacu pada ‘sesuatu yang sedang berjalan’ atau ‘suatu
peristiwa atau kehidupan manusia sehari-hari’. Menurut Tarigan (1985: 73) ada
empat perbedaan pokok antara teater sebagai teks drama tertulis atau lakon,
dengan drama sebagai seni pertunjukan, yakni:
1. Drama sebagai teks tertulis adalah hasil sastra milik pribadi (perorangan),
yaitu milik peneliti drama tersebut; sedang drama sebagai seni pertunjukan
adalah seni kolektif.
2. Teks lakon memerlukan pembaca soliter; sedang drama sebagai seni
pertunjukan memerlukan penonton kolektif. Penonton menjadi faktor yang
sangat penting dalam drama sebagai seni pertunjukan.
3. Teks lakon masih memerlukan penggarapan sebel
BAB III
GAMBARAN UMUM KETOPRAK MATARAM JAWA
DANKETOPRAK DOR JAWA DELI SEBAGAI SENI TEATER RAKYAT
3.1 Seni Pertunjukan Rakyat
Seni pertunjukan (performance art) adalah karya seni yang melibatkan
aksi individu atau kelompok ditempat dan waktu tertentu. Seni pertunjukan
(performance art)biasanya melibatkan empat unsur: waktu, ruang, tubuh si
seniman dan hubungan seniman dengan penonton. Seni pertunjukan Indonesia
merupakan suatu cabang ilmu Etnomusikologi yang mempelajari berbagai bentuk
seni pertunjukan yang ada di Indonesia, baik yang meliputi uraian tentang ciri-ciri
dan karakteristik bentuk seni pertunjukan yang ada (meliputi musik,teater, dan
lain-lain) baik dalam bentuk representasi tradisi maupun modern.
Menurut Mardianto (1996:67), pertunjukan adalah semua tingkah laku
yang dilakukan seseorang didepan orang lain dan mempunai pengaruh terhadap
orang tersebut. Struktur dasar sebuah kesenian pertunjukan meliputi tahapan
sebagai berikut:
1. Persiapan pemain atau penonton.
2. Pementasan
3. Apa dampaknya setelah pertunjukan selesai dan apa yang perlu di evaluasi
Hal-hal yang harus ada dalam suatu seni pertunjukan adalah:
1. Waktu pertunjukan yaitu, awal hingga akhir
2. Acara kegitan yang terorganisasi.
Universitas Sumatera Utara
97
3. Kelompok pemain
4. Kelompok penonton
5. Tempat pertunjukan
6. Kesempatan untuk mempertunjukkan
3.2 Ketoprak
3.2.1 Pengertian ketoprak
Ketoprak merupakan salah satu dari jenis teater tradisional yang tumbuh
dan berkembang di Indonesia. Seni pertunjukan tradisional adalah unsur kesenian
yang menjadi bagian hidup masyarakat dalam suatu kaum/puak/suku/bangsa
tertentu. Seni tradisional yang ada di suatu daerah berbeda dengan yang ada di
daerah lain, meski pun tidak menutup kemungkinan adanya seni tradisional yang
mirip antara dua daerah yang berdekatan.
Menurut Murgianto dan Bandem (1996:140-142), Ketoprak adalah sebuah
bentuk teater yang berlakon dengan unsur-unsur utama dialog, tembang, dan
dagelan. Pelaku-pelakunya terdiri dari pria dan wanita, sedang pertunjukannya
diiring dengan gamelan. Gerak laku pemain cenderung realistik walaupunpada
awal perkembangannya ada sedikit unsur tari di dalamnya. Adakalanya peranan
pria harus dilakukan oleh pemain wanita, tetapi sebaliknya pada masa lalu para
pemain pria memerankan peran wanita.
Cerita yang dibawakan biasanyaberupa cerita babad, sejarah, dan ceritacerita asing yang berasal dari Arab (seribu satu malam) dan Cina (sampek eng
Universitas Sumatera Utara
98
tay). Dialog antar pemain yang tidak tertulis dalam skrip dibawakan dalam bahasa
Jawa dan bahasa etnik setempat.
3.2.2 Sejarah ketoprak
Ada 2 (dua) pendapat mengenai sejarah dari terbentuknya kesenian
Ketoprak.
Menurut
Kayam
(2000:342)
menjelaskan
bahwa
Ketoprak
sesungguhnya berasal dari Jawa Tengah tepatnya dari Klaten. Pencipta kesenian
ini belum dapat diketahui oleh para peneliti. Namun, menurut Lisbijanto (2013:1)
Ketoprak diciptakan oleh RM Wreksoniningrat dari Surakarta pada tahun 1914 M.
RM Wreksodiningrat merupakan seniman yang banyak berkecimpung dalam
dunia tari dan wayang orang. Pada suatu ketika dia mempunyai ide untuk
membuat suatu pertunjukan yang dapat dengan mudah menceritakan suasana
kehidupan di dalam lingkungan kerajaan.
Ketoprak baru terbentuk sebagai pertunjukan pada awal abad ke-20. Para
ahli menguraikan proses terbentuknya Ketoprak menjadi beberapa periodisasi
besar yakni Ketoprak Lesung (1887 M-1925 M), Ketoprak Peralihan (1925 M –
1927 M), Ketoprak Gamelan (1927 M- sekarang).
a. Ketoprak Lesung atau Gejog
Bentuk kesenian Ketoprak ini awal mulanya tidak diiring dengan gamelan,
tetapi dengan permainan lesung (batang kayu besar yang dibuat berongga di
bagian tengahnya sebagai alas penumbuk padi) kemudian disebut Ketoprak
Lesung.
Universitas Sumatera Utara
99
Menurut Murgiyanto dan Bandem (1996:141):
Sudah menjadi kebiasaan didesa-desa di Surakarta, pada masa
panen di kala bulan pumama, para wanita desa mengadakan
permainan kotekan lesung atau gejogan. Sebuah lesung yang
biasa untuk alas penumbuk padi diletakkan di halaman rumah,
lalu sejumlah wanita menimbulmyadengan alu (kayu panjang
penumbuk padi), bukan untuk menumbuk padi, melainkan
bersama-sama memainkara lagu-lagu gejogan. Perbedaan
bagian yang diketok, perbedaan besar kecilnya alu, kekuatan
yang diberikan, serta pengolahan irama permainan membuahkan
lagu-lagu khas pedesaan, seperti kuputarung, Randangangsu,
dan sebagainya.
Pada permainan kotekan lesung ini kemudian masuk tambahan alat musik
daerah, seperti kendang, suling, dan terbang (sejenis membranphone berwujud
seperti rebana atau hadrah). Para wanita dan remaja yang tidak kebagian alu
kemudian menari-nari sambil menyanyi macapat: pucung, mijil, atau tembangtembang desa seperti Ijo-ijo dan lir-ilir. Ketika cerita-cerita pedesaan yang
sederhana ditambahkan sebagai tema, mulailah mewujud apa yang disebut
Ketoprak Lesung, yang dialognya masih dilakukan denganbahasa Jawa rendah
(ngoko). Pada 1908, R.M.T. Wreksadiningrat, seorang seniman pahat dan gambar
serta
bangunan,
memboyong
kegiatan
tersebut
kekediamannya
dan
mengembangkannya. Dalam tempo singkat permainan itu mendapat perhatian
khalayak ramai.
Ketika R.M.T. Wreksadiningrat wafat, kegiatan diteruskan olehKi
Wisangkara yang mendirikan Ketoprak Wreksatama (1924).Selanjutnya Ki
Jagatrunarsa mendirikan Ketoprak Krida Madya Utama pada 1925. Rombongan
ini pentas digedung pertunjukan pasar malam Klaten, untuk kemudian berpindah
ke Prambanan dan masuk Yogyakarta, didesa Demangan. Rombongan inilah yang
Universitas Sumatera Utara
100
kemudian memberi inspirasi tumbuh dan berkembang Ketoprak Yogyakarta, yang
sering disebut Ketoprak Mataram (Mataram adalah nama kerajaan pada masa lalu
di Yogyakarta).
b. Ketoprak Peralihan (1925 M – 1927 M)
Diantara tahun 1925-1927 muncullah bentuk-bentuk Ketoprak peralihan,
yang menggunakan pengiring lesung dengan tambahan instrumentasi gamelan
berupa saron, kempul, dan gong tanpa menghilangkan kendang, suling, dan
terbang (rebana) yang telah ada sebelumnya. Kemudian bahkan dicoba untuk
memasukkan unsur instrumentasi musik barat, seperti biola, mandolin, dan gitar.
Menurut Murgiyanto dan Bandem (1996:142-143) pada masa inilah unsur
tari yang dilakukan ketika para pemain pria akan masuk dan keluar pentas
dikembangkan dandisesuaikan dengan watak peran; ada yang halus dan ada yang
kasar. Tembang pun dipertahankan, bersama-sama dengan tari menjadi unsur
utama dalam Ketoprak. Tema cerita pun berkembang: kisah Panji, babad, dan
cerita-cerita dari luar negeri mulai dimainkan. Selain itu pada bagian awal
pertunjunkan menggunakan tembang yang digunakan untuk mendukung adegan
sedih dan adegan percintaan.
c. Ketoprak Gamelan (1927 M- sekarang)
Sejak tahun1927, kelompok Ketoprak di Yogyakarta tidak lagi memakai
lesung dan instrumentalisasi musik Barat untuk musik pengiring. Dari situ
mulailah muncul Ketoprak dengan iringan gamelan berlaras pelog sampai saat ini.
Universitas Sumatera Utara
101
Pada masa ini pulalah lahir tari Gambyong, menyertai dagelan atau lawakan khas
Mataram.
3.2.3 Ciri-ciri ketoprak
Soemardjono (1992:2-3) menjelaskan bahwa Ketoprak mempunyai ciri
ciri cerita yang biasanya sudah dikenal dalam masyarakat (legenda, dongeng,
sejarah, babad, fiktif) baik dari dalam maupun luar negeri. Penyutradaraan pada
Ketoprak mempunyai ciri-ciri : (1) Naskah Singkat, (2) Naskah sederhana, (3)
Naskah lengkap tanpa dialog.
Secara umum struktur penyutrdaraan susunan pertunjukan Ketoprak
menurut Trias (2015:5) terdiri dari:
1. Dapukan
(tokoh
yang
akan
diperankan)/baik
terancang maupun
spontanitas. Dapukan disini bahasa lainnya adalah casting
2. Penuangan cerita, dapat bersama-sama atau perorangan
3. pengaturan bagian-bagian yang lain dilaksanakan secara terancang,
maupun spontanitas.
4. Pementasan
dapat
berjalan,
meskipun
dalang
(sutradara)
tidak
mengendalikan
5. Konsep penyutradaraan tidak meninggalkan unsur: sereng (kereng/serius),
sengsem (terhanyut, terlena), lucu dan bobot (isi).
6. Penyutradaraan dilakukan secara luwes
Universitas Sumatera Utara
102
Pada pertunjukan Ketoprak, set panggung terdiri atas layar (drop) dan
sebeng-sebeng (wings). Umumnya menggunakan panggung berukuran 7m x 2,5 m
(meskipun terkadang kurang luas) serta menggunakan penerangan berupa lampulampu dekoratif berwarna sebagai pemberi efek suasana. Dahulu pertunjukan
Ketoprak menggunakan alat penerangan berupa oncor (sejenis obor bambu), serta
lampu petromag (lampu kecil yang berbahan minyak lampu atau petromag).
Pertunjukan biasanya malam hari, berlangsung antara 3 sampai 4 jam. Pada
umumnya pementasan Ketoprak mempunyai dua sasaran yaitu sasaran komersial
dan sasaran non komersial. Pementasan komersial misalnya pementasan yang
dimaksudkan untuk mencari uang dengan cara melakukan pertunjukan keliling
kampung atau ditempat lain. Sedangkan non komersial misalnya untuk keperluan
orang yang punya hajat, hari-hari besar dan lain-lain.
Jenis Pakaian atau Tata Busana pada kesenian Ketoprak dapat dibedakan
menjadi :
1. Jenis Pakaian Kejawen
Jenis – jenis pakaian kejawen antara lain:
- Celana panji
- Baju Surjan
- Kebaya
- Blangkon
- Iket lembaran / Udheng
- Kemben
- Kuluk/ mahkota (untuk upacara raja dan mentri-mentrinya)
Universitas Sumatera Utara
103
2. Jenis Pakaian Mesiran
a. Celana panjang gombyor
b. Kemeja panjang
c. Rompi
d. Jubah
e. Simbar, dibuat dari kain bludru yang dibordir (Ketoprak gaya
Surakarta/Solo). Jenis pakaian ini digunakan untuk cerita-cerita dari luar/
Mesiran. Misalnya : dongeng dari cerita 1001 Malam, cerita Turki, dll
3.3 Ketoprak Dor
3.3.1 Eksistensi Ketoprak Dor
Sebagaimana dibahas pada bab sebelumnya, Ketoprak Dor merupakan
bentuk kesenian yang dibawa oleh para buruh kontrak diperkebunan. Lazimnya
perpindahan penduduk akan membawa tradisi asal ke tempat yang baru, seperti
sistem sosial, sistem budaya dan lain-lain. Kesenian juga terbawa karena secara
psikologis dan emosional pengaruh daerah asal masih sangat kuat di samping
untuk menunjukkan eksistensi kelompok maupun hanya sebagai hiburan semata.
Tutiek (1988:7) menjelaskan bahwa :
Kesenian ini bagi buruh Jawa di Sumatera Timur mempunyai
fungsi yang sangat besar. Lewat pasar malam yang selalu diadakan
oleh pihak perkebunan pada hari pembagian gaji diadakan berbagai
jenis hiburan antara lain Ketoprak Dor. Dengan tujuan
memperpanjang kontrak kerja oleh pihak perkebunan sering pula
diadakan berbagai jenis perjudian dan hiburan yang pada gilirannya
akan merugikan kaum buruh.
Universitas Sumatera Utara
104
Menurut Naiborhu (2016:46) Ketoprak Dor lahir karena secara psikologis
dan emosional masih terdapat pengaruh sentral kebudayaan di samping untuk
menunjukkan eksistensi kelompok maupun hanya sebagai hiburan semata. Pihak
perkebunan juga mendukung keberadaan kesenian tersebut, terutama untuk
memberi rasa betah para buruh Jawa di Tanah Deli. Selain itu, kesenian ini juga
diharapkan dapat menunjang dan mendorong rasa kebersamaan antar anggota
masyarakat Jawa, sehingga pihak kolonial akan terbantu karena para buruh
menjadikan daerah ini sebagai kampung halaman ke dua bagi mereka.
Kemunculan group-group Ketoprak Dor diperkebunan Sumatera Timur
diperkirakan sekitar tahun 1920-an merupakan sebuah fenomena biasa dan
sengaja diwariskan kepada generasi selanjutnya dengan beberapa perubahan
sesuai perkembangan budaya. Faktor yang mempengaruhi munculnya grup-grup
Ketoprak Dor ini adalah karena eksistensi dan identitas komunitas yang
didasarkan pada ikatan emosional sebagai satu etnis yang harus tetap hidup di
tengah semaraknya budaya-budaya dengan masing-masing pendukungnya,
kemudian juga didorong akan perlunya suatu jenis hiburan yang dapat memberi
kepuasan bagi pendukungya.
Bapak Suriat24 menjelaskan bahwa:
Ndalu kuwi, Ketoprak Dor niki sangking perkebunan ting
Pematang Siantar, masane kuli kontrak zaman Londo. Tiang Jawi
meniko dadi kuli kontrak, mboten enten kesenianne. Seni wayang
kulit lan wayang wong kata biayane meniko dipagelaraken. Alasan
yotro sing sekedik, alat musik Ketoprak Dor harmonium ning
24
Bapak Suriat adalah salah seorang tokoh Ketoprak Dor yang saat ini masih
melakukan pertunjukan Ketoprak Dor. Bapak Suriat merupakan keturunan ketiga dari
jawa kuli kontrak. Saat ini Bapak Suriat bertempat tinggal di Helvetia. Wawancara
dilakukan bersama dengan Panji Suroso (antropolog) pada tanggal 10 Oktober 2016.
Universitas Sumatera Utara
105
disileh sangking tiang Melayu, didamelaken jidor lan kendang.
Nikilah awale susunan alat musik Ketoprak Dor. Nanging ngoten
ning perkembangane ngedamel alat musik modern semisaleken
keyboard.
[Dahulu, Ketoprak Dor berasal dari perkebunan di Pematang
Siantar ketika zaman kuli kontrak Belanda. Orang Jawa yang
menjadi kuli kontrak tidak memiliki kesenian. Kesenian wayang
kulit dan wayang orang banyak biaya dalam pertunjukannya.
Karena keterbatasan keuangan, alat musik Ketoprak Dor
harmonium dipinjam dari orang Melayu lalu dibikinlah Jidor dan
kendang. Itulah awal mulanya susunan alat musik Ketoprak Dor.
Namun berkembanganya waktu masuklah alat alat musik modern
seperti keyboard.]
Menurut Torang (2016:37) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor
penyebab munculnya Ketoprak Dor pada perkebunan-perkebunan di Sumatera
Utara, khususnya Deli.
a. Pertama, sebagai alasan eksistensi dan identitas diri serta kelompok yang
didasarkan pada ikatan emosional sebagai satu suku yang harus tetap
survive
ditengah
semaraknya
budaya
dengan
masing-masing
pendukungnya di Sumatera Timur.
b. Kedua, didorongakan perlunya hiburan yang dapat memberi kepuasan bagi
para pendukungnya. Hiburan ini diperlukan juga sebagai kompensasi dari
segala derita hidup sebagai kuli/buruh kontrak diperkebunan, karena
minimnya fasilitas hiburan yang tersedia dan tingginya penderitaan yang
dialami. Penderitaan karena kesewenang-wenangan ‘toean keboen’
sebagai penguasa tunggal didaerahnya. Perkebunan dapat dikatakan
sebagai ‘negara dalam negara’. Oleh karena perkebunan memiliki
peraturan-peraturan sendiri. Tingkat kehidupan sosial sangat rendah
dengan segala fasilitas yang memprihatinkan. Gaji yang diperoleh pada
Universitas Sumatera Utara
106
awal dan pertengahan bulan tidak mencukupi untuk biaya kebutuhan hidup
sehari-hari pada bulan itu. Tahun 1920-1921 gaji buruh hanya 55 sen
sehari, dan pada tahun 1935-1937 turun menjadi 30 sen dan setelah
dipotong berbagai jenis pajak, menjadi sekitar 5 sen per hari. Padahal gaji
di Jawa pada masa tersebut telah mencapai 80 sen/hari.
c. Ketiga, Kolonial memang mengijinkan munculnya berbagai jenis hiburan
bahkan mengharapkannya supaya para buruh tetap betah ditempat ini, lalu
dengan demikian dapat dimanfaatkan secara terus menerus. Pertunjukan
dilakukan pada saat sebelum maupun sesudah gajian dengan dihadiri oleh
pihak perkebunan walaupun hanya sekejab. Saat-saat seperti ini kemudian
dimanfaatkan oleh penduduk untuk beraktifitas sehingga menambah
ramainya suasana hari gajian. Perjudian turut serta mengambil bagian pada
keramaian ini, penjualan candu, pelacuran juga marak. Akhirnya, aktivitas
ini semua menjadi jebakan bagi para buruh untuk menghabiskan sisa
gajinya yang mengakibatkan tetap menghamba pada perkebunan.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Panji Suroso (10 Mei 2017), beliau
menjelaskan bahwa pada masa silam hampir disetiap perkebunan memiliki grup
kesenian Ketoprak Dor. Setiap grup Ketoprak Dor tersebut diketuai oleh seorang
mandor kebon ataupun mendapat pengayoman atau dibimbing oleh Asisten
Kebon secara langsung. Bahkan pertunjukan Ketoprak Dor dalam hal ini
terindikasi disertakan sebagai suatu bagian dalam upaya menarik kembali minat
buruh untuk kembali mengekpresikan diri diperkebunan.
Universitas Sumatera Utara
107
3.3.2 Ciri-ciri Ketoprak Dor
Ketoprak Dor adalah salah satu bentuk teater tradisional yang tumbuh dan
berkembang didaerah perantauan. Ketoprak Dor memiliki kemiripina dengan
pertunjukan teater bangsawan Melayu. Menurut Tan (1997:45) teater bangsawan
ialah sebuah pementasan teater tradisional komedi yang berasal dari Tanah
Melayu sejak tahun 1870an. Teater bangsawan dikenal sebagai komidi
bangsawan, dardanella dan opera/komedi stambul. Lakon yang dibawakan berasal
dari Timur Tengah dan India.
Gambar 3.1
Salah Satu Bagian pada Lakon Teater Bangsawan
(sumber: Tan Sooi Beng)
Universitas Sumatera Utara
108
Ketoprak Dor mempunyai ciri-ciri yang sama dengan teater tradisional
lainnya di Indonesia. Adapun ciri-ciri umum teater tradisional menurut Santosa
(2008:24), yaitu:
1. Cerita tanpa naskah dan digarap berdasarkan peristiwa sejarah, dongeng,
mitologi, atau kehidupan sehari-hari.
2. Pementasan dipanggung terbuka, lapangan maupun halaman rumah.
Pementasannya sederhana dan apa adanya.
3. Penyajian dengan dialog, tarian, dan nyanyian ceritanya berdasarkan
dongeng dan sudah turun temurun
4. Unsur lawakan selalu muncul
5. Nilai dan laku dramatik dilakukan secara spontan dan dalam satu adegan
terdapat dua unsur emosi sekaligus yaitu tertawa dan menangis.
6. Pertunjukan mempergunakan tetabuhan atau musik tradisional .
7. Penonton mengikuti pertunjukan secara santai dan akrab bahkan terlibat
dalam pertunjukan dan berdialog langsung dengan pemain.
8. Mempergunakan bahasa daerah.
9. Tempat Pertunjukan terbuka dalam bentuk arena (dikelilingi penonton).
10. Bahasa yang digunakan ialah bahasa daerah setempat yang tentu lebih
akrab di telinga masyarakat sekitar.
11. Seringkali terdapat unsur nyanyian serta tari-tarian di dalamnya.
12. Dilakonkan dengan banyak improvisasi di dalamnya.
13. Terjadi banyak interaksi antara pemain dengan penonton.
Universitas Sumatera Utara
109
Dalam penampilannya Ketoprak Dor lebih menekankan kebebasan
ekspresi dari individual pemain. Pada pertunjukan Ketoprak Dor tidak
menggunakan teks tertulis serta menggunakan bahasa Jawa campuran yang
bersifat Jawa ngoko. Cerita atau lakon yang ditampilkan juga tidak berdasarkan
naskah yang tertulis serta lebih mengutamakan tema dan hiburan. Pada setiap
pertunjukan Ketoprak Dor diusahakan oleh seniman pendukungnya agar selalu
menarik perhatian dari para penontonnya. Misalnya dengan menampilkan
pertunjukkan yang mempunyai unsur kepahlawanan, serta kejujuran. Busana yang
digunakan oleh para pemain Ketoprak Dor menggunakan busana percampuran
kebudayaan Melayu, Jawa, dan Eropa.
Tabel 3.1
Perbedaan Pertunjukan Ketoprak Dor Jawa Deli dengan Ketoprak di Jawa25
No
Unsur yang dilihat
1
Musik Pengiring
Ketoprak Dor Jawa Deli
Ketoprak
Mataram
a. Menggunakan instrumen
a. Menggunakan
musik campuran yakni
seperangkat
kendang Jawa,
instrumen
harmonium/keyboard/accordi
Gamelan yang
on, drumset, kendang Jidor
terdiri dari
yang terdiri dari keprak yang
Gong,
terbuat dari bambu serta
Kempul,
kadang kadang menggunakan
Saron,
gendang Melayu, gitar bass
Demung,
serta gitar elektrik
Kendang, dan
b. Menggunakan tembang Jawa
terkadang
yang
terkadang
juga
menggunakan
menggunakan pantun serta
rebab
diiringi
meldoi
musik b. Menggunakan
bermotif Melayu
tembang Jawa
yang memiliki
pakem atau
pola-pola
25
Diolah dan disimpulkan dari buku Ketoprak Dor di Helvetia oleh Panji Suroso
Universitas Sumatera Utara
110
2
3
4
5
Bahasa dan Teks
a. Menggunakan percampuran
bahasa lokal dan Jawa.
Penggunaan bahasa yang
ditampilkan tergantung lakon
atau cerita yang dibawakan.
Misalnya cerita tentang
legenda Melayu, bahasa yang
diucapkan oleh para pemain
menggunakan logat Melayu
b. Tidak menggunakan teks
tertulis atau transkrip dialog
di dalam pertunjukannya
Busana
Menggunakan unsur
percampuran busana Jawa,
Melayu, Eropa. Terkadang juga
menggunakan baju adat
tradisional suku setempat. Hal ini
tergantung lakon atau cerita yang
dibawakan
Tempat pertujukan - halaman perkarangan rumah
- Panggung baik di dalam
gedung maupun di luar
gedung
- Menggunakan dekorasi yang
seadanya. Biasanya dekorasi
berbentuk
hutan,
persimpangan jalan dan latar
kerajaan.
Cerita
Cerita yang dibawakan
tergantung dari permintaan tuan
rumah yang memanggil Ketoprak
Dor. Biasanya membawakan
cerita dari babad tanah Jawa,
cerita legenda atau mite, maupun
cerita dari daerah tanah Deli.
tertentu.
a. Menggunakan
bahasa Jawa
Kromo,
Kromo Inggil
dan Ngoko.
b. Menggunakan
Teks tertulis
yang biasanya
disiapkan oleh
sutradara atau
pengarah
cerita
Menggunakan
busana Jawa dan
sudah mempunyai
tata cara
pemakaian dan
penggunaan
busana tersebut
Diatas Panggung
dan menggunakan
dekorasi yang
mewah
Cerita yang
dibawakan
bersumber dari
legenda babad
tanah Jawa
3.3.3 Kelompok-kelompok Ketoprak Dor
Pengertian kelompoki alah kumpulan (tentang orang, binatang, dan
sebagainya); yang terdiri atas golongan, aliran, lapisan masyarakat, dan
sebagainya) serta kumpulan manusia yang merupakan kesatuan beridentitas
Universitas Sumatera Utara
111
dengan adat-istiadat dan sistem norma yang mengatur pola-pola interaksi antara
manusia itu sendiri.
Menurut Soetarno (1994:31-34) bahwa kelompok mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
(a) Adanya motif yang sama
Kelompok sosial terbentuk karena anggota-anggotanya mempunyai motif
yang sama. Motif yang sama tersebut merupakan pengikat sehingga setiap
anggota kelompok tidak bekerja sendiri-sendiri tetapi bekerja bersama untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Sesudah kelompok sosial terbentuk biasanya
muncul motif baru yang memperkokoh kehidupan kelompok sehingga timbul
sense of belonging (rasa menyatu di dalam kelompok pada tiap-tiap anggota).
Rasa tersebut berpengaruh besar terhadap individu dalam kelompok itu karena
memberikan tenaga moral yang tidak akan diperolehnya apabila seseorang hidup
sendiri. Selain itu, seseorang yang bergabung dalam kelompok sosial maka
kebutuhannya sebagai makhluk sosial dan makhluk individu akan terpenuhi.
(b) Adanya sikap in-group dan out-group
Sekelompok manusia yang mempunyai tugas yang sama sulitnya atau
mengalami kepahitan hidup bersama pada umumnya menunjukkan tingkah laku
yang khusus. Apabila orang lain di luar kelompok itu bertingkah laku seperti
mereka, mereka akan menyingkirkan diri. Sikap menolak yang ditunjukkan oleh
kelompok itu disebut sikap out-group atau sikap terhadap “orang luar”. Kelompok
manusia yang dianggap sebagai Community Development tersebut menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
112
pada orang luar tentang kesediaannya berkorban bersama dan kesetiakawanannya,
Selanjutnya mereka menerima orang itu dalam segala kegiatan kelompok. Sikap
menerima itu disebut sikap in-group atau terhadap “orang dalam”.
(c) Adanya solidaritas
Solidaritas adalah sikap kesetiakawanan antar anggota kelompok sosial.
Sikap solidaritas yang tinggi dalam kelompok tergantung pada kepercayaan setiap
anggota terhadap kemampuan anggota lain untuk melaksanakan tugas dengan
baik. Pembagian tugas dalam kelompok sesuai dengan kecakapan masing-masing
anggota dan keadaan tertentu akan memberikan hasil kerja yang baik.
(d) Adanya struktur kelompok
Struktur kelompok merupakan suatu sistem relasi antar anggota-anggota
kelompok berdasarkan peranan status mereka serta sumbangan masing-masing
dalam interaksi terhadap kelompok untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Keberadaan dari kelompok Ketoprak Dor Jawa Deli tersebar diantara kabupaten
Deli Serdang. Secara strategis wilayah keberadaan Ketoprak Dor bisa dijumpai
pada wilayah perkebunan seperti Sei Mencirim, Helvetia, Tanjung Mulia, Langkat
dan Teluk Mengkudu. Beberapa dari kelompok Ketoprak Dor sudah tidak aktif
lagi atau tidak lagi menampilkan pertunjukannya. Hal ini disebabkan oleh
putusnya kaderisasi antar pemain, berpindah lokasi kediaman pemain dan
pemusik, dan alasan sepinya peminat dari pertunjukan Ketoprak Dor tersebut.
Universitas Sumatera Utara
113
Sedangkan Ketoprak Dor yang hingga kini masih terus aktif dan bertahan
selalu menampilkan pertunjukan minimal 2 atau 3 kali dalam setahun. Alasan
utama para seniman Ketoprak Dor tersebut karena Ketoprak Dor adalah warisan
budaya yang berasal dari orang tua dan harus dilestarikan.
Gambar 3.2
Kelompok Ketoprak DorSumatera Utara
(sumber didapat dari wawancara dengan seniman dan diolah oleh Peneliti)
Kelompok Ketoprak Dor Jawa Deli menggunakan istilah Langen. Secara
harfiah langen atau lelangen berarti kelompok hiburan atau seni pertunjukan.
Adapun nama kelompok Ketoprak Dor yang masih melakukan pertunjukan adalah
:
Ketoprak Dor Langen Sri Wulandari pimpinan Bapak Samigun di
Kecamatan Helvetia Timur aktif 1960 namun saat ini jarang menampilkan
pertunjukan dikarenakan faktor usia pemain yang sudah tua.
Universitas Sumatera Utara
114
Tabel 3.2
Komposisi Pemain dan Pemusik
Pada Ketoprak Dor Langen Sri Wulandari
NO.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
17
18
19
20
NAMA
JENIS KELAMIN
PERAN
M. Harianto
Laki-Laki
Penasehat dan Pemain
Samingun
Laki-Laki
Ketua
Dokter Edy
Laki-Laki
Sekretaris dan Sutradara
Beni S
Laki-Laki
Bendahara
Parman
Laki-Laki
Pemain
Kirana
Laki-Laki
Pemain
Ndukur
Laki-Laki
Pemain
Poniem
Perempuan
Pemain
Yuli
Perempuan
Pemain
Arso
Laki-Laki
Pemain
Sapardi
Laki-Laki
Pemain
Guntoro
Laki-Laki
Pemain dan perlengkapan
Ucok
Laki-Laki
Pemain
Sudar
Laki-Laki
Pemain
Nining
Perempuan
Pemain
Heri
Laki-Laki
Pemusik
Saimin
Laki-Laki
Pemusik
Guing
Laki-Laki
Pemusik
Agus
Laki-Laki
Pemusik
Sumber. Wawancara Pak Samingun (25 Januari 2017)
Ketoprak Dor Langen Mardi Agawe Rukun Santosa (LMARS) kecamatan
Tanjung Mulia Medan pimpinan Bapak Suriat. Kelompok Ketoprak
Dorini berdiri pada tahun 1965 oleh pendirinya pak S bandi yakni seorang
pelawak Ketoprak. Kelompok LMARS ini adalah turunan dari Ketoprak
sei mencirim yang dipimpin oleh pak Gondo. Adapunanggota Ketoprak
LMARS yakni :
Universitas Sumatera Utara
115
Tabel 3.3
Komposisi Pemain dan Pemusik
Pada Ketoprak DorLangen Mardi Agawe Rukun Santosa(LMARS)
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
NAMA
JENIS KELAMIN
PERAN
Suriat
Laki-Laki
Ketua, Sutradara dan Pemain
Samsuri
Laki-Laki
Pemain
Poningsih
Perempuan
Pemain
Salami
Perempuan
Pemain
Sudiman
Laki-Laki
Pemain
Sumiadi
Laki-Laki
Pemain
Asman
Laki-Laki
Pemain
Sunar
Laki-Laki
Pemain
Tati
Perempuan
Pemain
Mbaris
Laki-Laki
Pemain
Misno
Laki-Laki
Pemain
Nuri
Perempuan
Pemain
Dipa
Perempuan
Pemain
Andi
Laki-Laki
Pemain
Sukir (almarhum)
Laki-Laki
Pemain
Santuri
Laki-Laki
Pemain
Andra Pratama
Laki-Laki
Pemain
Saliman
Laki-Laki
Pemain
Juliandi
Laki-Laki
Anggota Pemusik
Sumber. Wawancara Pak Suriat (07 Mei 2017)
Sanggar Langen Setio Budi Lestari sudah ada pada tahun 1968an Desa Sei
Mencirim Kecamatan Sunggal dipimimpin oleh Bapak Jumadi serta dibina
oleh Bapak Suparman.
Universitas Sumatera Utara
116
Tabel 3.4
Komposisi Pemain dan Pemusik
Pada Ketoprak DorLangen Setio Lestari
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
NAMA
JENIS KELAMIN
USIA
PERAN
Jumadi
Laki-Laki
60 tahun
Pemain
Tamino
Laki-Laki
60 tahun
Pemain
Misti
Perempuan
50 tahun
Pemain
Kasim
Laki-Laki
60 tahun Pemain dan Pemusik
Sri
Perempuan
60 tahun
Pemain
Handayani
Waris
Perempuan
65 tahun
Pemain
Iyen
Laki-Laki
60 tahun
Pemain
Hartono
Laki-Laki
43 tahun Pemain dan Pemusik
Sunar
Laki-Laki
60 tahun
Pemain
Atik
Perempuan
63 tahun
Pemain
Sukirno
Laki-Laki
65 tahun
Pemain
Tina
Perempuan
25 tahun
Pemain
Suparman
Laki-Laki
60 tahun
Pemain
Selamet
Laki-Laki
60 tahun
Pemusik
Minok
Laki-Laki
60 tahun
Pemusik
Ambiyono
Laki-Laki
32 tahun
Pemusik
Endro
Laki-Laki
60 tahun
Pemusik
Gito
Laki-Laki
55 tahun
Pemain
Sumber. Wawancara Pak Jumadi dan Pak Hartono (08 Mei 2017)
Ketoprak Dor Langen Mudo Siswo Budoyo Langkat pimpinan Bapak
Wakijan
Ketoprak Dor Langen Wahyu Tri Budoyo pimpinan Bapak Akhmad
Ompay didesa Sambirejo Timur Kecamatan Percut Sei Tuan-Tembung
aktif sejak 2010
Langen Pujakesuma kampung manggis Km 10,5 Kota Binjai sejak 1971
pimpinan bapak Sunardi
Universitas Sumatera Utara
117
Tabel 3.5
Komposisi Pemain dan Pemusik
Pada Ketoprak Dor Langen Pujakesuma
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
JENIS KELAMIN
NAMA
USIA
PERAN
Laki-Laki
Sunardi
63
Pemain dan Pemusik
Laki-Laki
Budi (Tunut)
40
Pemain
Laki-Laki
Sunar
63
Pemain
Laki-Laki
Ajar
50
Pemusik
Laki-Laki
Pak Ramingan
70
Pemusik
Perempuan
Riswati
63
Pemain
Perempuan
Nani
30
Pemain
Laki-Laki
Arjuna (Junak)
50
Pemusik
Laki-Laki
Wagiman
40
Pemain
Sumber. Wawancara Pak Sunardi (01 Juli 2017)
Langen Buluh Cina sejak 1973. Sejak tahun 1985 kelompok ini sudah
tidak ada lagi karena kebanyakan para pemain dan pemusiknya sudah
banyak yang meninggal dan tidak dilanjutkan oleh generasi penerusnya.
(wawancara Ibu Waris berusia 55 Tahun. Pemain termuda pada ketoprak
tersebut serta pemain yang masih hidup hingga sekarang)
Langen Madyo Tresno Tanah Seribu Kota Binjai sejak 1987 pimpinan
Bapak Tamino
Universitas Sumatera Utara
118
Tabel 3.6
Komposisi Pemain dan Pemusik
Pada Ketoprak Dor Langen Madyo Tresno
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
JENISKELAMIN
NAMA
USIA
PERAN
Laki-Laki
Tamino
53
Pemain
Perempuan
Waris
55
Pemain dan Ketua
Laki-Laki
Ramijan
50
Pemain
Laki-Laki
Surip
60
Pemusik
Perempuan
Manut
60
Pemain
Perempuan
Jeni (Jen)
60
Pemain
Laki-Laki
Sukar
50
Pemusik
Laki-Laki
Semedi
50
Pemusik
Laki-Laki
Seman
60
Pemain
Sumber. Wawancara Ibu Waris (07 Mei 2017)
Langen Madyo Utama Tanah Merah sejak 1960. Sejak tahun 2015
kelompok ini sudah tidak ada lagi karena kebanyakan para pemain dan
pemusiknya sudah banyak yang sakit, meninggal dan tidak dilanjutkan
oleh generasi penerusnya. (wawancara ibu Waris 55 tahun. Pemain
termuda pada ketoprak tersebut serta pemain yang masih hidup hingga
sekarang)
3.3.4 Sejarah Ketoprak Dor Langen Setio Budi Lestari
Ketoprak Langen Setio Budi Lestari berdiri sekitar tahun 1968. Ketoprak
Dor ini dahulu disebut ketoprak blankon karena pada saat melakukan pertunjukan
para pemainnya menggunakan blankon atau topi khas jawa. Awalnya ketoprak
Langen Setio Budi Lestari hanya diperankan oleh para pemain pria. Bahkan lakon
atau peran wanita diperankan oleh kaum pria. Alasan utama tidak adanya pemain
wanita yaitu faktor keseganan dan menjaga martabat wanita. Kemudian pada
tahun 1968 ketoprak blangkon ini berubah konsep pertunjukannya menjadi
Universitas Sumatera Utara
119
Ketoprak Dor. Menurut Bapak Jumadi, dahulu para penonton yang melihat dan
menikmati petunjukan ketoprak blankon mengalami kejenuhan dan kebosanan
karena pertunjukannya selalu menggunakan bahasa Jawa halus yang tidak bisa
dimengerti artinya oleh para penonton. Hal ini berdampak para penonton semakin
berkurang dan dianggap ketoprak blankon kurang seru dan tidak menarik lagi.
Lalu pendiri dari ketoprak Langen Setio Budi Lestari yaitu almarhum bapak rijan
yang berprofesi sebagai petani serta almarhum bapak ponen yang berprofesi
sebagai seorang guru merubah konsep dengan menggunakan bahasa Jawa kasar
yang dicampur dengan unsur lawakan-lawakan serta bunyi musik yang menarik
agar penonton tetap bersemangat penikmati pertunjukan. Oleh sebab itu
pertunjukan ketoprak blankon berganti menjadi Ketoprak Dor.
Setelah kedua pendiri tersebut meninggal, kelompok Langen Setio Budi
Lestari kemudian dilanjutkan oleh bapak Jumadi. Bapak Jumadi diaenggap
sebagai sosok yang mampu melanjutkan eksistensi dari kelompok Langen Setio
Budi Lestari karena faktor kepemimpinan dan dianggap mampu memahami setiap
cerita yang ditampilkan.
3.4 Manajemen Pertunjukan Ketoprak Dor
Pengertian dari manajemen ialah sistem kerjasama yang kooperatif dan
rasional yang terikaat pada sistem kepemimpinan untuk mencapai tujuan dan
pelaksanaan dalam melakukan pekerjaan. Dalam konteks manajemen seni, sebuah
organisasi kesenian mestilah memiliki tujuan serta aktivitasnya.
Kalau seni
pertunjukan melibatkan aktivitas seniman (musik, tari, teater, dan kru) serta
Universitas Sumatera Utara
120
penonton penikmat. Secara budaya didukung pula oleh masyarakatpemilik
kesenian itu. Kelompok kesenian ini juga sebagai sebuah institusi tempat
bekerjasamanya antara seniman. Tanpa kerjasama tentu tak akan lancar perjalanan
sebuah organisasi kesenian. Kerjasama ini dibangun dengan prinsip-prinsip
koperatif dan masuk akal atau rasional. Tanpa ini sebuah grup kesenian akan
mengalami berbagai permasalahan.Kemudian agar kelompok kesenian itu, dapat
hidup dan berkembang, terutama untuk sinerjinya antara pendapatan dan
pengeluaran, maka harus ada efisiensi manajemen.
Kelompok Ketoprak Dor memiliki sistem manajemen yang masih bersifat
tradisionalyaitugagasan, kegiatan, atau benda-benda yang diturunkan dari satu
generasi ke generasi berikutnya secara teratur mengikuti norma-norma yang
terjadi di dalam masyarakat itu. Tradisi ini erat kaitannya dengan budaya sebuah
masyarakat atau sebuah kelompok etnik tertentu.
Menurut Takari (2008:64-73) manajemen tradisional memiliki 8 (delapan)
ciri-ciri yakni :
1) Berkesenian bukan profesi utama tetapi kerja sampingan atau sambilan.
Hal yang paling mendasar, biasanya organisasi kesenian tradisi di
Nusantara, menetukan tujuan utamanya bukan sebagai organisasi bisnis
begitu juga dengan kelompok Ketoprak Dor Jawa Deli, para pemain dan
pemusik Ketoprak Dor hanya sekedar meneruskan tradisi yang telah ada
dengan istilah melestarikan atau mengembangkannya. Jarang ditemukan
sebuah organisasi seni sebagai organisasi bisnis dan keutamaan pada
profesionalisme, layaknya sebuah perusahaan waralaba. Dengan tujuan
Universitas Sumatera Utara
121
sebagai kelompok yang mengusung kesenian sebagai kerja sambilan,
maka manajemennya pun ditangani secara “sambilan” pula. Tujuan tidak
akan diraih atau diusahakan untuk berhasil dengan sebaik-baiknya. Waktu
yang diluangkan untuk kegiatan berkesenian juga adalah waktu sambilan,
diluar kerja utama profesi seseorang seniman. Sebagai contoh Bapak
Jumadi yang bekerja sebagai seniman Ketoprak Dor Jawa Deli yang
memiliki pekerjaan sebagai tukang bengkel motor dan penjual bensin
eceran. Masih banyak lagi tokoh-tokoh seniman Ketoprak Dor yang
pekerjaan utamanya adalah dibidang petani, satpam, kuli bangunan, guru
dan pegawai.
2) Menonjolkan pimpinan yang biasanya juga sebagai seniman utama dan
pendukung dana utama organisasinya.
Hal ini bisa dibuktikan pada
kelompok Ketoprak Dor Jawa Deli, pada umumnya pimpinan kelompok
merangkap posisi ganda sebagai seniman dan pendukung dana organisani.
Seperti pada kelompok Ketoprak Dor LMARS pimpinan Bapak Suriat dan
Ketoprak Dor Langen Setio Budi Lestari pimpinan Bapak Jumadi serta
kelompok Ketoprak Dor lainnya. Jika seorang pimpinan organisasi
kesenian yang punya kekuatan manajerial kuat, dan ia tidak mewariskan
pada generasi selanjutnya, maka akan mati pula kelompok kesenian yang
dipimpinnya ini. Atau pun kalau ada yang meneruskan dengan mengikuti
pola yang sama, tetapi dengan kapasistas yang kurang, maka terjadi
degradasi sosial dalam kelompok kesenian ini.
Universitas Sumatera Utara
122
3) Pembagian honorarium yang agak bersifat rahasia, dan biasanya
dicarikan kata-kata yang “manis” seperti “uang pupur”, “uang lelah,”
dan sejenisnya. Ciri manajemen seni secara tradisional di Nusantara ini,
adalah pembagian hasil jerih payah bersama, kurang menghargai peran
integral keseluruhan pelaku seni (seniman, kru, dan pihak pimpinan).
Biasanya honorarium sangat ditentukan oleh seorang pimpinan saja. Ada
juga pimpinan yang mengambil homor 50 persen lebih untuk dirinya
pribadi, dan selebihnya untuk pekerja seni.
Akibatnya biasanya adalah munculnya perasaan tidak senang diantara para
pekerja seni yang dipimpinnya.
Atau ada juga yang dengan ikhlas
menerimanya, terutama seniman-seniman yang baru direkrut. Agar uang
hasil kerja bersama ini dapat diambil sebesar-besamya oleh pimpinan
kesenian, maka istilah yang digunakan pun bukan dengan istilah
profesionalisme, seperti gaji atau honor kerja, dan sejenisnya tetapi
cenderung menggunakan kata-kata yang bemosi kerja yang dilakukan
sebagai kerja sampingan, seperti uang pupur (uang bedak), uang lelah,
uang rokok, uang terima kasih, uang jalan, dan sejenisnya.Rata-rata harga
sekali pertunjukan (satu cerita) berkisar antara Rp.1.500.000 s.d.
5.000.000. Berdasarkan harga sekali pertunjukan tersebut, biasanya para
pemain, pemusik dan kru mendapatkan sekitar Rp.50.000 s.d Rp.200.000.
Sisa uang pembagian biasanya dimasukkan kas untuk pembelian kostum
serta perawatan peralatan yang disimpan oleh pimpinan kelompok
Ketoprak Dor.
Universitas Sumatera Utara
123
4) Pembagian tugas tidak begitu spesifik. Ciri lainnya manajemen kelompok
seni tradisional adalah tugas tumpang tindih setiap orang dalam organisasi
tersebut. Jarang seorang pemain hanya memainkan satu jenis tari atau
musik atau peran teater. Kadang sebagai seniman, ia juga harus
mengangkat alat musik, sound sytem, tata lampu, properti tari, sebelum
dan setelah pertunjukan. Ini biasa terjadi dalam kelompok kesenian
tradisional termasuk kelompok Ketoprak Dor Jawa Deli. Pembagian kerja
yang tidak spesifik ini biasanya akan pula mengurangi tanggung Jawab
dan tugas khususnya. Biasanya pendekatan semacam ini, berdasar kepada
asumsi mereka adalah keluarga besar, tanggung Jawab dipikul bersamasama. Kerja pun harus dikerjakan bersama-sama dalam sistem gotong
royong, dan seterusnya.
Dengan cara kerja seperti ini, biasanya para
seniman muda dan yang berjenis kelamin laki-laki yang diutamakan untuk
bekerja ekstra keras, dengan alasan tenaganya masih kuat, masih muda,
dan masih jauh masanya berkarir di bidang seni.
Gambar 3.3
Para Pemain, Kru, dan Pemusik Bergotong rotong Menyiapkan Panggung
Universitas Sumatera Utara
124
5) Organisasi kesenian tradisional jarang yang dibentuk
dengan
mendasarkan pada aspek yuridis. Artinya sebuah organisasi kesenian
biasanya dibentuk hanya berdasarkan musyawarah mufakat untuk
kelestarian budaya semata. Sebagian besar kelompok Ketoprak Dor Jawa
Deli tidak memiliki kekuatan hukum pendirian sebangsa nota ataupun
sejenisnya.
Biasanya
pimpinan
kelompok
Ketoprak
Dor
hanya
mencantumkan alamat, nomor telepon atau handphone di papan maupun
spanduk pertunjukan.
Gambar 3.4
Papan Kelompok Ketoprak Dor tanpa nota pendirian
6) Perekrutan seniman sifatnya “cabutan.”
Maksud seniman “cabutan”
adalah seniman dari kelompok lain atau seniman yang tak terikat oleh
kelompok disatu-satukan untuk memenuhi permintaan kesenian dalam
satu atau beberapa kali pertunjukan. Alasan melakukan ini adalah, banyak
seniman ingin menambah penghasilan keuangannya melalui banyaknya
Universitas Sumatera Utara
125
pertunjukan. Ia tak mau terikat hanya dalam satu organisasi kesenian saja.
Karena jarang sekali ada sebuah organisasi kesenian yang membayar gaji
seniman setiap bulan dengan jumlah tertentu sebagaimana layaknya tenaga
kerja. Dari pengamatan Peneliti seluruh pemain Ketoprak Dor Jawa Deli
saling mengenal karena berlatar belakang yag sama yaitu Jawa kontrak.
Namun karena tempat domisilipara pemain yang sudah berpisah pisah
maka sering terjadilah pemain “cabutan”. Oleh sebab itu pada saat ini
mulai timbulnya kelompok Ketoprak Dor Jawa Deli yang persebarannya
ada di Percut Sei Tuan, Binjai, Langkat, Helvetia, Tanjung Mulia hingga
ke Bandar Khalifa serta Tembung. Para pemain dari kelompok kelompok
tersebut adalah orang sama meskipun kadang kadang pada setiap
pertunjukannya mendapatkan peran yang berbeda.
7) Asas keluarga dan kekeluargaan. Sistem manajemen ini banyak
diterapkan oleh organisasi-organisasi kesenian di Nusantara. Sistem
manajemen ini memang ada kelebihannya di satu pihak, yaitu para
anggotanya merasa sebagai satu keluarga besar, yang terikat hubungan
kekerabatan dan darah, sehingga masalah yang timbul dengan mudah
dapat
dipecahkan
dengan
landasan mereka
satu keluarga
yang
sesungguhnya baik di bidang kesenian maupun kekerabatan. Di sisi lain,
sistem ini agak kurang demokratis. Artinya bakat-bakat seniman yang
handal di luar keluarga, agak sulit untuk masuk ke dalam organisasi seni
tersebut. Kualitas sumber daya manusia dan produksi seni dalam
organisasi seperti ini hanya menjadi nomor sekian saja. Selain itu, karena
Universitas Sumatera Utara
126
berdasar kepada keluarga dan kekeluargaan, maka pengembangan yang
ekstensif kurang diperhatikan. Misalkan saja sejak zaman dahulu, mereka
mewarisi kesenian Ketoprak Dor Jawa Deli, maka sampai sekarang pun
mereka akan memproduksi kesenian yang sama. Untuk membuka diri
memproduksi seni rakyat atau etnik lain agak kurang, karena pembatasan
sumber daya manusia seni tadi.
8) Sangat erat dengan ritual masyarakat. Setiap seniman Ketoprak Dor Jawa
Deli tidak mengharapkan uang lelah atau uang honorarium. Mereka
biasanya tidak akan keberatan jika hanya diberi amplop yang berisi uang
Rp 50.000 setiap orangnya. Sekali lagi uang atau honor berkesenian bukan
yang utama di sini. Yang berperan adalah konsep-konsep dan aktivitas
religius, yang memotivasi setiap orang dan seniman untuk melakukan
menurut fungsi individunya dalam konteks masyarakat luas, yang
memiliki cita-cita dan tujuan bersama.
3.5 Fungsi Pertunjukan Ketoprak Dor
Menurut Rosmawaty (2011:36-38) fungsi seni pertunjukan teater
berdasarkan realita terbagi menjadi 4 (empat), yaitu sebagai hiburan, sebagai
media dakwah, sebagai media pendidikan/penerangan dan sebagai media ekspresi.
Sedangkan menurut Suroso (2012: 118-126) fungsi seni pertunjukan terdiri atas 8
(delapan) yang meliputi sebagai sumbangan integritas masyarakat, sebagai
sumbangan
untuk
kesinambungan
dan
stabilitas
kebudayaan,
sebagai
Universitas Sumatera Utara
127
berhubungan dengan kritik sosial, sebagai media pendidikan, media hiburan,
media ritual dan sebagai nilai ekonomi.
Menurut pengamatan Peneliti, Ketoprak Dormemiliki beberapa fungsi,
yaitu fungsi sebagai hiburan, Fungsi pendidikan, fungsi sebagai pengungkapan
emosional, fungsi ekonomi, dan fungsi hiburan. Namun pada dasarnya peran dan
fungsi kesenian Ketoprak Dor sebenarnya sangat banyak, karena kesenian ini
merupakan bentuk kesenian yang hidup di dalam kehidupan masyarakat.
3.5.1 Sebagai seni pertunjukan
Menurut Murgianto (1997:160) menjelaskan bahwa pertunjukan ialah
sebuah proses yang memerlukan waktu dan ruang. Sebuah pertunjuakn
mempunyai bagian awal, tengah dan akhir. Struktur dasar pertunjukan meliputi
tahapan-tahapan antara lain: persiapan bagi pemain maupun penonton,
pementasan serta apa-apa yang terjadi setelah pertunjukan selesai.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dijelaskan bahwa Ketoprak Dor
adalah sebuah seni pertunjukan karena ditampilkan dihadapan penonton dan
mempunyai tahapan dan waktu tertentu serta mengandung unsur-unsur seni.
3.5.2 Sebagai media hiburan
Dalam fungsinya sebagai hiburan teater tradisional, Ketoprak Dor
menampilkan cita rasa kehidupan manusia yang paling sederhana melalui dialog
dan cerita yang dibawakan melalui dongeng-dongen (mite), nanyian (tembang)
dan berbagai rangsangan lainnya. Secara keseluruhan pertunjukan Ketoprak
Universitas Sumatera Utara
128
Dormampu menghidupkan suasana lebih meriah, dari suasana yang benar-benar
sakral dan suci. Hal ini dapat terlihat dari antusias para penonton yang
menyaksikan pertunjukan Ketoprak Dor, mereka merasa terhibur melalui cerita
maupun lawakan yang dibawakan oleh para pemain Ketoprak Dor.
Pertunjukan Ketoprak Dor tidak membuat penonton merenungkan lebih
mendalam masalah hidup yang dirasakan dan dihadapinya tetapi memberikan
kepuasan sesaat. Membuat penonton merasa terlepas dari kesulitan dan
kesusahannya sehari hari pada waktu sejenak. Kekuatan utama hiburan Ketoprak
Dor ini terletak pada kemampuan para pemainnya berimprovisasi dan kesigapan
reaksi dalam berdialo dan berakting sesama aktor dan aktris. Penonton juga dapat
bebas melibatkan diri dalam setiap pertunjukan tanpa ada batas dan hambatan usia
dan status sosial. Pada masyarakat Jawa sendiri umumnya pertunjukan Ketoprak
Dor dilakukan pada berbagai acara yang bersifat hajatan, misalnya dalam upacara
perkawinan ataupun khitanan.
3.5.3 Sebagai media pendidikan/penerangan
Cerita-cerita Ketoprak Dorjuga bersisi nilai-nilai pendidikan agar manusia
tetap teguh pada janjinya dan barang siapa yang melanggar akan mendapat
kesulitan dalam hidupnya, dan banyak lagi pesan-pesan moral lainnya yang berisi
pendidikan manusia agar selalu berbuat kebajikan, tidak sombong, menjunjung
tinggi nilai-nilai kejujuran, disiplin, kerja keras, bersifat ksatria, dan lain
sebagainya. Selain itu setiap dialog dan percakapan yang disampaikan oleh para
pemain memiliki kandungan nilai nilai kebaikan yang bisan diterapkan di
Universitas Sumatera Utara
129
keluarga dan masyarakat melalui norma norma yang terkandung dalam sistem
kebudayaan Jawa tersebut. Oleh karena itu seorang seniman betul-betul dituntut
untuk dapat berperan semaksimal mungkin atas peran yang dibawakannya.
3.5.4 Sebagai pengungkapan emosional atau ekspresi diri
Kecenderungan fungsi seni pertunjukan untuk pengungkapan emosional
atau ekspresi diri ini merupakan perwujudan dari semboyan seni untuk seni. Tidak
ada orang yang dapat mengganggu gugat ekspresi seni dalam penampilannya.
Kebebasan di sini lebih menekankan pada pencapaian tujuan tertentu yang
diperjuangkan. Contoh seni instalasi, happening art, dan sejenisnya.
Ketoprak Dor Jawa Deli menunjukan sebuah pertunjukan yang lahir dari
masyarakat kecil yang tidak terikat dengan teks atau naskah. Pemain bebas
berimprovisasi baik dari tata bahasa dan permainan musiknya. Dengan kata lain,
si pemain dapat mengungkapkan perasaan atau emosinya di saat adegan-adegan
yang menggunakan iringan musik sebagai penekanan emosi.
3.5.5 Sebagai kritik sosial dan politik
Dalam hal kritik sosial seni pertunjukan pun memiliki peran terutama pada
masa pembangunan seperti sekarang ini, seni pertunjukan juga cukup efektif
untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan, khususnya bagi masyarakat
pedesaan atau masyarakat pada umumnya. Pesan yang ingin disampaikan dapat
seperti pada seni pertunjukan tradisional dilakukan melalui tokoh Joko Bodo pada
seni
pertunjukan
Ketoprak
Dor
Jawa
Deli.
Joko
Bodo
inilah
yang
Universitas Sumatera Utara
130
mengggambarkan figur-figur rakyat, sehingga kritik-kritik sosial ataupun media
penerangnan disampaikan melalui mereka diharapkan para penonton akan lebih
mudah menangkap dan mencernanya.
Pesan-pesan pembangunan yang ingin disampaikannya bisa berbagai
macam topik sesuai dengan keinginannya. Bila topik-topik sekitar kepahlawanan,
kebersamaan, kesetiaan, kepatuhan, bahkan dapat pula berupa kritikan sosial yang
cenderung banyak dilakukan oleh masyarakat pada masa kini. Permasalahan yang
timbul sekarang adalah bagaimana agar seni pertunjukan disukai oleh masyarakat,
sehingga fungsinya sebagai media penerangan serta sebagai media untuk
mengungkapkan kritik sosial dapat terwujud.
Sebagai media untuk penyampaian kritik sosial, memang dengan bentuk
kesenian tradisional sungguh tepat. Masyarakat Indonesia yang menganut paham
paternalistik tentu tabu apabila akan mengkritik seseorang secara langsung,
apabila kalau orang yang dikritik itu adalah pemimpinnya, atasannya, ataupun
saudaranya, atau juga kondisi negara pada saat ini. Media yang sangat tepat untuk
menyindir melalui tokoh-tokoh yang diperankan ataupun melalui dialog-dialog
tertentu.
Keberadaan Ketoprak Dor Jawa Deli sebagai media hiburan yang sangat
diminati oleh rakyat dimanfaatkan keberadaannya oleh para buruh untuk alat
propaganda. Cerita yang bertemakan jiwa nasionalisme, patriotisme, dan cinta
tanah air selalu ditampilkan pada setiap pertunjukannya terutama dijaman
perjuangan berlangsung.
Universitas Sumatera Utara
131
Setelah masa perjuangan berlalu, cerita yang dibawakan oleh kelompok
Ketoprak Dor Jawa Deli kebanyakan mengenai pembangunan dan sikap
menumbuhkan persatuan bangsa. Pada masa orde lama cerita yang dibawakan
kebanyakan dimanipulasi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia) untuk kepentingan
politik mereka. Cerita yang disajikan banyak sekali diputar balikkan fakta dan
kejadiannya. Para pemain dan pemusik Ketoprak Dor selalu mendapatkan
kawalan dan selalu diawasi oleh kaum PKI tersebut.
Setelah masa orde lama tumbang bergantilah masa orde baru. Cerita yang
dibawakan oleh kelompok Ketoprak Dor berganti menjadi cerita yang bertemakan
pembangunan dari pemerintah. Menurut Bapak Suriat26 pada era Orde Baru
pembangunan yang dicetuskan oleh presiden Suharto, cerita yang dibawakan
dalam pertunjukan Ketoprak Dor tidak boleh menyinggung ataupun mengkritik
pemerintah. Alasan utamanya yaitu pada saat itu pemerintah sedang membangun.
Setiap pertunjukan Ketoprak Dor akan ditampilkan pimpinan kelompok wajib
melapor terlebih dahulu kepada pihak berwajib apakah cerita atau lakon boleh
dibawakan atau tidak. Jika cerita yang dibawakan berisi tentang pembangunan
maka pertunjukan tersebut boleh dipertontonkan. Setelah berganti era reformasi
cerita yang dibawakan oleh kelompok Ketoprak Dor biasanya berisi selingan
tentang kritik sosial yang terjadi dimasyarakat meskipun dibawakan dengan lakon
atau cerita dari Jawa atau daerah setempat.
26
Dalam wawancara dengan Metro TV pada program Melawan Lupa “Jejak Jawa
Sumatera”.
Universitas Sumatera Utara
132
BAB IV
ANALISIS STRUKTUR DAN MAKNA PERTUNJUKAN SERTA
TEKSTUAL KETOPRAK DOR PADA CERITA JOKO BODO
Pada bab ini peneliti hanya fokus mendeskripsikan struktur pertunjukan
Ketoprak Dor pada cerita Joko Bodo berdasarkan hasil penelitian lapangan yang
peneliti lakukan, dengan cara mengamati pertunjukan secara langsung maupun
pengamatan dengan melakukan wawancara dengan pelaku Ketoprak Dor.
4.1 Lakon atau Cerita Pertunjukan
Menurut Sastroamidjojo (1964:98), kata lakon berasal dari bahasa Jawa
laku yang sering diturunkan menjadi mlaku atau lumaku yang berarti ‘jalan’ atau
‘berjalan’. Kata lakon mengacu pada ‘sesuatu yang sedang berjalan’ atau ‘suatu
peristiwa atau kehidupan manusia sehari-hari’. Menurut Tarigan (1985: 73) ada
empat perbedaan pokok antara teater sebagai teks drama tertulis atau lakon,
dengan drama sebagai seni pertunjukan, yakni:
1. Drama sebagai teks tertulis adalah hasil sastra milik pribadi (perorangan),
yaitu milik peneliti drama tersebut; sedang drama sebagai seni pertunjukan
adalah seni kolektif.
2. Teks lakon memerlukan pembaca soliter; sedang drama sebagai seni
pertunjukan memerlukan penonton kolektif. Penonton menjadi faktor yang
sangat penting dalam drama sebagai seni pertunjukan.
3. Teks lakon masih memerlukan penggarapan sebel