Kemampuan Anak Usia Sekolah Dalam Mencuci Tangan Setelah Dilakukan Edukasi di SD Negeri 153074 Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah

8

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kemampuan
1.1. Defenisi
Kemampuan merupakan salah satu unsur dalam kematangan berkaitan
dengan pengetahuan atau keterampilan yang dapat di peroleh dari pendidikan,
pelatihan, pengalaman, Kemampuan ditujukan untuk seseorang yang baru
sebagian dari potensi yang terdapat pada dirinya sendiri (Thoha, 2007).
Kemampuan menunjukkan potensi seseorang dalam melaksakan tugas atau
pekerjaan.kemampuan itu mungkin juga dimanfaatkan atau mungkin juga tidak.
Kemampuan berhubungan erat dengan kemampuan fisik dan mentalyang dimiliki
seseorang untuk melaksanakan pekerjaan (Thota, 2007).
Berdasarkan uraian diatas bahwa apabila ingin mencapai hasil yang
maksimal, seseorang harus bekerja dengan sungguh-sungguh beserta dengan
kemampuan yang dimilikinya. Artinya bahwa kemampuan seseorang bisa diukur
dari tingkat keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki dalam melaksanakan
tugas yang diembankan.

1.2. Jenis Kemampuan

Ada 3 jenis kemampuan dasar yang harus dimiliki untuk mendukung
seseorang dalam melaksanakan pekerjaan atau tugas, sehingga tercapai hasil yang
maksimal (Moenir, 2008), yaitu:

8
Universitas Sumatera Utara

9

a. Technical Skill (kemampuan Teknis)
Adalah pengetahuan dan penguasaan kegiatan yang bersangkutan dengan
proses dan prosedur yang menyangkut kegiatan dan alat-alat kegiatan.
b. Human Skill (Kemampuan bersifat manusiawi)
adalah kemampuan untuk bekerja dalam kelompok suasana dimana organisasi
merasa aman dan bebas untuk menyampaikan masalah.
c. Conceptual Skill (Kemampuan Konseptual)
Kemampuan untuk melihat gambar kasar untuk mengenali adanya unsur
penting dalam situasi memahami di antara unsur-unsur itu.
Anak usia sekolah dikatakan mampu dalam proses pembelajaran apabila ia
dapat memenuhi aspek kognitif, afektif dan psikomotoriknya.


Universitas Sumatera Utara

10

2. Anak Usia Sekolah
2.1. Defenisi Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah adalah anak yang dihitung dari usia 6 sampai mendekati
12 tahun dan memiliki berbagai label, yang masing-masing menguraikan
karakteristik penting dari periode tersebut (Wong, 2008).
Karakteristik

perkembangan

anak

usia

sekolah


ditandai

dengan

perkembangan biologis, psikososial, temperamen, kognitif, moral, spiritual,
bahasa, sosial, konsep diri dan seksualitas.

Perkembangan biologis ditandai

dengan perkembangan pertumbuhan berat badan, perubahan proporsi tubuh, dan
kematangan sistem tubuh (Hockenberry dan Wilson, 2007).
Perkembangan

psikososial

pengembangan fase industri.

anak

usia


sekolah

ditandai

dengan

Pada tahap industri anak mengembangkan

kemampuan personal dan kemampuan sosial. Perkembangan temperamen anak
dikembangkan melalui interaksi dengan lingkungan, pengalaman, motivasi dan
kemampuan. Perkembangan temperamen anak dikembangkan melalui interaksi
dengan lingkungan, pengalaman, motivasi dan kemampuan (Hockenbery dan
Wilson, 2007)
Perkembangan Kognitif Anak usia sekolah ditandai dengan memperoleh
kemampuan

untuk

menghubungkan


serangkaian

kejadian

yang

dapat

menggambarkan mental anak, dimana gambaran tersebut dapat diungkapkan
secara verbal atau pun simbolik (Wong, 2009).
Perkembangan psikomoral anak disimpulkan kembali oleh Wong (2009),
dalam tiga tingkat utama, yaitu tingkat prakonvensional, konvensional dan

Universitas Sumatera Utara

11

pascakonvensional, autonomi atau prinsip. Anak usia sekolah berada pada tingkat
konvensional, yaitu tahap dimana anak terfokus pada kepatuhan dan loyalitas.

Perilaku yang disetujui atau membantu orang dianggap sebagai perilaku yang
baik. Perkembangan spiritual anak usia sekolah ditandai dengan menggunakan
kata sifat seperti mencintai dan menolong untuk menggambarkan sifat dari Tuhan
(Hockenbery dan Wilson, 2007).
Perkembangan konsep diri pada anak usia sekolah ditandai anak mulai
mengetahui tentang tubuh manusia dan anak mampu menggambarkan figur
manusia. Anak usia sekolah juga mulai meningkatkan rasa keingintahuan tentang
hubungan seksual, dan Kemampuan sosialisasi anak usia sekolah ditandai dengan
keingintahuan tentang dunia luar keluarga dan pengaruh kelompok sangat kuat
pada anak (Hockenbery dan Wilson, 2007).
2.2. Tahap Perkembangan Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah memiliki perubahan dari periode sebelumnya. Harapan
dan tuntutan baru dengan adanya lingkungan yang baru dengan masuk sekolah
dasar saat usia 6 atau 7 tahun (Hurlock, 2008). Anak usia sekolah mengalami
beberapa perubahan sampai akhir dari periode masa kanak-kanak dimana anak
mulai matang secara seksual pada usia 12 tahun (Santrock, 2008). Dalam tahap
perkembangan anak di usia sekolah, anak lebih banyak mengembangkan
kemampuannya dalam interaksi soisal, belajar tentang nilai moral dan budaya dari
keluarga serta mulai mencoba untuk mengambil bagian peran dalam
kelompoknya. Perkembangan yang lebih khusus juga mulai muncul dalam tahap


Universitas Sumatera Utara

12

ini seperti perkembangan konsep diri, keterampilan serta belajar untuk
menghargai lingkungan sekitarnya (Hidayat, 2008)
Terdapat tiga tahapan perkembangan anak usia sekolah menurut teori
tumbuh kembang, yaitu:
1. Perkembangan Kognitif (Piaget)
Dilihat dari sisi kognitif, perkembangan anak usia sekolah berada pada
tahap konkret dengan perkembangan kemampuan anak yang sudah mulai
memandang secara realistis terhadap dunianya dan mempunyai anggapan yang
sama dengan orang lain. Sifat ego sentrik sudah mulai hilang, sebab anak mulai
memiliki pengertian tentang keterbatasan diri sendiri. Anak usia sekolah mulai
dapat mengetahui tujuan rasional tentang kejadian dan mengelompokkan objek
dalam situasi dan tempat yang berbeda. Pada periode ini, anak mulai mampu
mengelompokkan, menghitung, mengurutkan, dan mengatur bukti-bukti dalam
penyelesaian masalah. Anak menyelesaikan masalah secara nyata dan urut dari
apa yang dirasakan. Sifat pikiran anak usia sekolah berada dalam tahap

reversibilitas, yaitu anak mulai memandang sesutau dari arah sebaliknya atau
dapat disebut anak memiliki dua pandangan terhadap sesuatu. Perkembangan
kognitif anak usia sekolah memperlihatkan anak lebih bersifat logis dan dapat
menyelesaikan masalah secara konkret. Kemampuan kognitif pada anak terus
berkembang sampai remaja (Hurlock, 2009)

Universitas Sumatera Utara

13

2. Perkembangan Psikoseksual (Freud)
Pada perkembangan ini, anak usia sekolah berada pada fase laten dimana
perkembangannya ditunjukkan melalui kepuasan anak terhadap diri sendiri yang
mulai terintegrasi dan anak sudah masuk pada masa pubertas. Anak juga mulai
berhadapan dengan tuntutan sosial seperti memulai sebuah hubungan dalam
kelompok (Wong, 2009).

3. Perkembangan Psikososial
Pada perkembangan ini, anak berada dalam tahapan rajin dan akan selalu
berusaha mencapai sesuatu yang diinginkan terutama apabila hal tersebut bernilai

sosial atau bermanfaat bagi kelompoknya. Pada tahap ini anak akan sangat tertarik
dalam menyelasaikan sebuah masalah atau tantangan dalam kelompoknya. Hal ini
disebabkan oleh adanya keinginan anak untuk mengambil setiap peran yang ada di
lingkungan sosial terutama dalam kelompok sebayanya. Pada tahap ini, anak
menginginkan adanya pencapaian yang nyata. Keberhasilan anak dalam
pencapaian setiap hal yang mereka lakukan akan meningkatkan rasa kemandirian
dan kepercayaan diri anak (Wong, 2009).

2.3. Ciri-ciri Anak Usia Sekolah
Menurut Lusi (2008), menyatakan bahwa orangtua, pendidik, dan ahli
psikologis memberikan berbagai label kepada periode ini dan label-label itu
mencerminkan ciri-ciri penting dari periode anak usia sekolah.

Label-label

tersebut yaitu:

Universitas Sumatera Utara

14


1. Label yang digunakan oleh orang tua

a. Usia yang menyulitkan

Suatu masa dimana anak tidak mau lagi menuruti perintah dan dimana ia
lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebaya daripada oleh orang tua dan
anggota keluarga lainnya

b. Usia tidak rapi
Suatu masa dimana anak cenderung tidak memperdulikan dan ceroboh
dalam penampilan, dan kamarnya sangat berantakan. Sekalipun ada peraturan
keluarga yang ketat mengenai kerapian dan perawatan barang-barangnya, hanya
beberapa saja yang taat, kecuali bila orang tua mengharuskan melakukannya dan
mengancam dengan hukuman.
2. Label yang digunakan oleh para pendidik

a. Usia sekolah dasar

Pada usia tersebut anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan

yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan
dewasa, dan mempelajari berbagai ketrampilan penting tertentu, baik ketrampilan
kurikuler maupun ekstra kurikuler.

Universitas Sumatera Utara

15

b. Periode kritis

Suatu masa dimana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses,
tidak sukses, atau sangat sukses.

Sekali terbentuk, kebiasaan untuk bekerja

dibawah, diatas atau sesuai dengan kemampuan cenderung menetap sampai
dewasa. Dilaporkan bahwa tingkat perilaku berprestasi pada masa kanak-kanak
mempunyai korelasi yang tinggi dengan perilaku berprestasi pada masa dewasa.

3. Label yang digunakan ahli psikologi

a. Usia berkelompok
Suatu masa dimana perhatian utama anak tertuju pada keinginan diterima
oleh teman-teman sebaya sebagai anggota kelompok, terutama kelompok yang
bergengsi dalam pandangan teman-temannya.

Oleh karena itu, anak ingin

menyesuaikan dengan standar yang disetujui kelompok dalam penampilan,
berbicara, dan perilaku.
b. Usia penyesuaian diri
Suatu masa dimana perhatian pokok anak adalah dukungan dari temanteman sebaya dan keanggotaan dalam kelompok.
c. Usia kreatif
Suatu masa dalam rentang kehidupan dimana akan ditentukan apakah anakanak menjadi konformis atau pencipta karya yang baru dan orisinil. Meskipun
dasar-dasar untuk ungkapan kreatif diletakkan pada awal masa kanak-kanak,
namun kemampuan untuk menggunakan dasar-dasar ini dalam kegiatan-kegiatan

Universitas Sumatera Utara

16

orisinal pada umumnya belum berkembang sempurna sebelum anak-anak belum
mencapai tahun-tahun akhir masa kanak-kanak.
d. Usia bermain
Bukan karena terdapat lebih banyak waktu untuk bermain daripada periodeperiode lain, namun terdapat tumpang tindih antara ciri-ciri kegiatan bermain
anak-anak yang lebih muda dengan ciri-ciri bermain anak-anak remaja. Jadi
alasan periode ini disebut sebagai usia bermain adalah karena luasnya minat dan
kegiatan bermain dan bukan karena banyaknya waktu untuk bermain (Lusi, 2008).
Jadi dapat disimpulkan bahwa masa ini adalah masa usia dini anak yang
paling tepat memperoleh suatu pendidikan kesehatan mencuci tangan.

Masa

dimana anak senang mempelajari apa yang ada di sekitarnya dengan suka bermain
dan berkelompok dengan teman-temannya baik dalam keluarga, sekolah,
masyarakat, dan lingkungan di sekitarnya. Anak akan mudah diberikan masukan
mengenai pendidikan kesehatan mencuci tangan sehingga dapat merubah perilaku
yang sebelumnya tidak rajin dan tidak patuh mencuci tangan.

Setelah

mendapatkan pendidikan kesehatan, anak menjadi tahu pentingnya mencuci
tangan dan merubah perilaku mencuci tangannya .

Universitas Sumatera Utara

17

3. Mencuci Tangan

3.1. Defenisi Cuci Tangan
Menurut Departemen kesehatan Republik Indonesia/Depkes RI (2007)
mencuci tangan adalah proses yang secara mekanis melepaskan kotoran dan
debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air. Cuci tangan
dilakukan dengan menggosok tangan menggunakan sabun secara bersamaan ke
seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas sesuai dengan prosedur
pelaksanaan yang benar dan dibilas dibawah air mengalir dengan menggunakan
sabun anti mikroba, dan bertujuan untuk membebaskan tangan dari kuman serta
mencegah kontaminasi silang, memindahkan angka maksimum kulit dari
kemungkinan adanya infeksi pathogen (Kusyadi, 2010).
Cuci Tangan Pakai Sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan
membersihkan tangan dan jari-jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia
untuk menjadi bersih dan memutuskan rantai penyebaran kuman. Mencuci tangan
dengan sabun merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit.

Hal ini

dilakukan karena tangan sering menjadi agen pembawa kuman dan menyebabkan
patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung
ataupun kontak tidak langsung (WHO, 2009).
Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan hewan,
ataupun cairan tubuh lain seperti ingus dan air ludah dapat terkontaminasi oleh
kuman-kuman penyakit seperti bakteri, virus dan parasit yang dapat menempel
pada permukaaan kulit. Oleh karena itu tangan sangat berperan dalam penularan

Universitas Sumatera Utara

18

penyakit, khususnya penyakit yang ditularkan melalui mulut, misalnya diare,
tangan akan bebas dari kuman penyakit apabila cuci tangan dengan baik dan benar
(Depkes RI, 2009).

3.2. Tujuan Cuci Tangan
Menurut Susiati (2008), tujuan dilakukan cuci tangan yaitu untuk
mengangkat mikroorganisme yang ada di tangan, mencegah infeksi silang (croos
infection), menjaga kondisi steril, melindungi diri dan pasien dari infeksi, dan
memberikan perasaan segar dan bersih.
Tujuan utama dari cuci tangan secara higienis adalah untuk menghalangi
transmisi patogen-patogen kuman dengan cepat dan secara efektif (Carl, 2008).

3.3. Waktu yang Tepat Mencuci Tangan
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia/Depkes RI (2009),
waktu yang tepat untuk mencuci tangan adalah :
1. Sebelum makan
2.sesudah buang air besar
3. Sesudah bermain

Universitas Sumatera Utara

19

3.4. Teknik Mencuci Tangan
a. Teknik cuci tangan biasa
Teknik mencuci tangan biasa adalah membersihkan tangan dengan sabun
dan air bersih yang mengalir atau yang disiramkan, biasanya digunakan sebelum
dan sesudah melakukan tindakan yang tidak mempunyai resiko penularan
penyakit. Peralatan yang dibutuhkan untuk mencuci tangan biasa adalah setiap
wastafel dilengkapi dengan peralatan cuci tangan sesuai standar (misalnya kran air
bertangkai panjang untuk mengalirkan air bersih, tempat sampah injak tertutup
yang dilapisi kantung sampah atau kantung plastik untuk sampah yang
terkontaminasi atau terinfeksi), alat pengering seperti tisu, lap tangan, sabun cair
atau cairan pembersih tangan yang berfungsi sebagai antiseptik, lotion tangan,
serta di bawah wastafel terdapat alas kaki dari bahan handuk.
b. Teknik cuci tangan aseptik
Mencuci tangan aseptik yaitu cuci tangan yang dilakukan sebelum
tindakan aseptik pada pasien dengan menggunakan antiseptik. Mencuci tangan
dengan larutan disinfektan, khususnya bagi petugas yang berhubungan dengan
pasien yang mempunyai penyakit menular atau sebelum melakukan tindakan
bedah aseptik dengan antiseptik dan sikat steril.
c. Teknik cuci tangan steril
Teknik mencuci tangan steril adalah mencuci tangan secara steril (suci
hama), khususnya bila akan membantu tindakan pembedahan atau operasi.
Peralatan yang dibutuhkan untuk mencuci tangan steril adalah menyediakan bak
cuci tangan dengan pedal kaki atau pengontrol lutut, sabun antimikrobial (non-

Universitas Sumatera Utara

20

iritasi, spektrum luas, kerja cepat), sikat scrub bedah dengan pembersih
kuku dari plastik, masker kertas dan topi atau penutup kepala, handuk steril,
pakaian diruang scrub dan pelindung mata, penutup sepatu (Tietjen, 2006).
3.5. Prosedur mencuci tangan
Prosedur enam langkah cuci tangan sesuai standart World Health
Organization (WHO, 2013), yaitu :
a. Menggosok telapak tangan ketemu telapak tangan,
b. Menggosok punggung tangan dan sela-sela jari pada kedua tangan,
c. Menggosok telapak tangan dan sela-sela jari kedua tangan,
d. Menggosok punggung jari kedua tangan dengan kedua posisi tangan saling
mengunci,
e. Menggosok dan putar ibu jari tangan kanan dan sebaliknya,
f. Letakkan kelima ujung jari tangan kanan diatas telapak tangan kiri dengan
melakukan maju dan mundur dan sebaliknya.

3.6. Hubungan Mencuci Tangan dengan Kesehatan
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia/Depkes RI (2009),
penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan mencuci tangan dengan sabun
adalah:
1. Diare adalah merupakan penyakit penyebab kematian kedua yang paling umum
untuk anak-anak balita hingga anak usia sekolah.
2. Infeksi saluran pernapasan adalah penyebab kematian utama untuk anak-anak
balita.

Mencuci tangan dengan sabun mengurangi angka infeksi saluran

Universitas Sumatera Utara

21

pernapasan ini dengan dua langkah yaitu melepaskan patogen-patogen
pernapasan yang terdapat pada tangan dan permukaan telapak tangan dan
dengan menghilangkan patogen (kuman penyakit) lainnya terutama virus
(entrentic) yang menjadi penyebab tidak hanya diare namun juga gejala
penyakit pernapasan lainnya. Bukti-bukti telah ditemukan bahwa praktikpraktik menjaga kesehatan dan kebersihan seperti mencuci tangan sebelum
dansesudah makan, buang air besar dan kecil dapat mengurangi tingkat infeksi.
3. Infeksi cacing, infeksi mata dan penyakit kulit, mencuci tangan telah terbukti
dapat mengurangi kejadian penyakit kulit, infeksi mata seperti trakoma, dan
cacingan khususnya untuk (ascariasis dan trichuriasis).

3.7. Bahaya Jika tidak Mencuci Tangan
Jika tidak mencuci tangan, kita dapat menginfeksi diri sendiri terhadap
kuman dengan menyentuh mata, hidung atau mulut, serta dapat menyebarkan
kuman ke orang lain. Penyakit infeksi umumnya menyebar melalui kontak tangan
ke tangan termasuk demam biasa, flu dan beberapa kelainan sistem pencernaan
seperti diare. Kebersihan tangan yang kurang juga dapat menyebabkan penyakit
terkait makanan seperti infeksi Salmonella dan E. Coli. Beberapa mengalami
gejala yang mengganggu seperti mual, muntah, dan diare (Lestari, 2008).

Universitas Sumatera Utara

22

4. Edukasi
4.1. Defenisi Edukasi
Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang
melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat fakta
atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan diri (self
direction), aktif memberikan informasi-informasi atau ide baru. Edukasi
merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk mempengaruhi orang lain,
mulai dari individu, kelompok,keluarga dan masyarakat agar terlaksananya
perilaku hidup sehat (Setiawati, 2008).
Definisi di atas menunjukkan bahwa edukasi adalah suatu proses
perubahan perilaku secara terencana pada diri individu, kelompok, atau
masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat.
Edukasi merupakan proses belajar dari tidak tahu tentang nilai kesehatan menjadi
tahu dan dari tidak mampu mengatasi kesehatan sendiri menjadi mandiri
(Setiawati, 2008).
4.2. Tujuan Edukasi
Menurut Notoatmodjo (2010) tujuan edukasi adalah:
a. Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat.
b. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok
mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.
c. Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan
kesehatan yang ada.

Universitas Sumatera Utara