Gambaran Perilaku Masyarakat Suku Jawa Dalam Hal Pijat Bayi Yang Dilakukan Oleh Dukun Bayi Di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012

(1)

SKRIPSI

GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT SUKU JAWA DALAM HAL PIJAT BAYI YANG DILAKUKAN OLEH DUKUN BAYI DI KELURAHAN

PINANGSORI KECAMATAN PINANGSORI KABUPATEN TAPANULI TENGAH

TAHUN 2012 Oleh :

NIM. 071000038 DINA PERMATASARI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT SUKU JAWA DALAM HAL PIJAT BAYI YANG DILAKUKAN OLEH DUKUN BAYI DI KELURAHAN

PINANGSORI KECAMATAN PINANGSORI KABUPATEN TAPANULI TENGAH

TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengajukan Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

NIM . 071000038 DINA PERMATASARI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul

GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT SUKU JAWA DALAM HAL PIJAT BAYI YANG DILAKUKAN OLEH DUKUN BAYI DI KELURAHAN

PINANGSORI KECAMATAN PINANGSORI KABUPATEN TAPANULI TENGAH

TAHUN 2012

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

NIM. 071000038 DINA PERMATASARI

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 25 Juli 2012

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes Drs. Tukiman, MKM

NIP. 19690922 199403 2 002 NIP. 19611024 199003 1 003

Penguji II Penguji III

Drs. Eddy Syahrial, MS

NIP. 19590713 198703 1 001 NIP. 19721004 200003 2 001 Namora Lumongga Lubis

Medan, Juli 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

NIP. 196110831 198903 1 001 Dr. Drs. Surya Utama, MS


(4)

ABSTRAK

Pijat bayi sebagai salah satu bentuk bahasa sentuhan ternyata memiliki efek yang positif untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Akan tetapi tetap diperlukan teknik yang tepat dalam melakukan pijat. Sedangkan pijat bayi yang dilakukan dukun pijat bayi banyak yang tidak sesuai dengan teknik pijat bayi yang terdapat dalam pedoman pijat bayi menurut kesehatan.

Jenis penelitian ini bersifat survey deskriptif kuantitatif dengan teknik pengambilan sampling purposive. Populasi penelitian adalah seluruh ibu suku jawa yang memiliki bayi di Kelurahan Pinangsori yaitu 479 jiwa dan jumlah sampel sebagai responden diambil sebanyak 80 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran karakteristik yang berupa umur sebagian besar responden yaitu berusia 20-35 tahun sebanyak 51,3%, sebahagian besar responden memiliki paritas anak pertama sebanyak 88,8%, sebahagian besar responden memiliki pendidikan tamat SMP sebanyak 58,8%. Sebagian besar pengetahuan responden dikategorikan kurang yaitu sebanyak 48 orang responden (60,00%), sikap responden dikategorikan sedang yaitu sebanyak 72 orang responden (90%), niat responden dikategorikan baik sebanyak 40 orang responden (50%), kelompok acuan yang berperan adalah keluarga, faktor biaya, tempat, jarak juga dapat mempengaruhi ibu dalam melakukan pijat bayi ke dukun bayi dan Tindakan responden dikategorikan sedang yaitu sebanyak 52 orang responden (65%).

Dari hasil penelitian ini disarankan kepada puskesmas Pinangsori untuk melakukan pertemuan dengan dukun bayi dalam rangka melakukan sosialisasi tehnik pijat bayi yang sesuai dengan pedoman pijat bayi menurut kesehatan dan agar petugas kesehatan di puskesmas Pinangsori turut berpartisipasi dalam memberikan informasi mengenai pijat bayi yang sesuai dengan pedoman pijat bayi menurut kesehatan kepada masyarakat Kelurahan Pinangsori.


(5)

ABSTRACT

Baby massage as one of the form language of touch, turns out have a positive effects for growth and development the babies. However it still needed the proper technique in conducting baby.While the baby massage that carried out by the Midwife (Traditional Birth Attendants), there aren’t accordance with the baby massage techniques that found in guidelines of baby massage according to health.

The aim of this study is to determine behavior of the Javanese in terms of baby massage which is carried out by the midwife (traditional birth attendants) in Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012. This research is descriptive quantitative study with purposive sampling collection technique. The population of this research is whole of ethnic Javanese mothers who had babies in Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah that is 479 respondents and the number of samples taken as many as 80 people.

The results showed that the most of characteristics of majority respondents was 20-35 years old as much as 51.3%. most of the respondents have a parity first child as much as 88.8%, most of the respondents have graduated from junior high school as much as 58,8%, the category of knowledge is in less cat as much as 48 respondents (60,00%), the category of attitude generally is in average as much as 72 respondents (90%), the category of intentions generally in good as much as 40 respondents (50%), the reference group whose instrumental is the family, the cost factor, place and category of respondents action generally is in average as much as 52 respondents (65%).

From the results of this study suggested to Department of Health Tapanuli Tengah districts to conduct supervision to the midwife (traditional birth attendants) in carried out the baby massage in Kelurahan Pinangsori that collaboration with Pinangsori Health Center and Kelurahan Pinangsori.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dina Permatasari

Tempat/Tanggal Lahir : Pinangsori, 04 Mei 1990

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah Anggota Keluarga : 6 orang

Anak ke : 2 dari 4 orang bersaudara

Nama Orang Tua : Satriadi S.Pd & Warna Dongoran S.Pd

Alamat Rumah : Jl. Bandar Udara DR. Ferdinand Lumban Tobing Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah/Jl. Jamin Ginting Gg. Sederhana No. 21 Padang Bulan-Medan

Riwatat Pendidikan

1. (1995 – 2001) : SD Negeri 153074 Pinangsori 2. (2001 – 2004) : SMP Negeri 1 Pinangsori 3. (2004 – 2007) : SMA Negeri 1 Pinangsori 4. (2007 – 2012) : FKM USU Medan


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatNya pnulis dapat menyelesaikan skripsi in dengan judul :

“Gambaran Perilaku Masyarakat Suku Jawa Dalam Hal Pijat Bayi Yang Dilakukan Oleh Dukun Bayi Di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 ”.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua, Ayahanda tercinta Satriadi S.Pd dan Ibunda tercinta Warna Dongoran S.Pd yang telah membesarkan, mendidik dan membimbing penulis dengan penuh kasih sayang. Terima kasih yang sebesar- besarnya atas dukungan, nasehat dan doa yang selalu diberikan kepada penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan materil dan moral dari berbagai pihak. Oleh akrena itu pada kesempatan ini, dengan kerendahan hai penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Surya Utama selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku dosen pembimbing II dan sekaligus Kepala

Bagian Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Masyarakat Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saran dan penyempurnaan penulisan skripsi ini.


(8)

5. Ibu Dr. Namora Lumongga Lubis, MSc selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saran dan penyempurnaan penulisan skripsi ini.

6. Seluruh staf pengajar di FKM USU dan dosen PKIP yaitu Ibu dr. Linda T. Maas, MPH, Ibu Dra. Syarifah, MS, Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes dan Bapak Dr. Drs. Kintoko Rochadi, MKM serta pegawai di departemen PKIP yang telah banyak membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

7. Ibu Dr. Ir. Evawani Yunita Aritonang, M.Kes selaku Dosen Penasehat Akademik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ibu Redina Simbolon selaku Lurah di Kelurahan Pinangsori yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian kepada penulis.

9. Masyarakat Kelurahan Pinangsori yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi responden dalam penelitian ini.

10. Kakakku dan Adik-adikku Tercinta Melisha Cintami S.Pd, Anra Wida Irta S, Ade Amita Rahayu dan Misahra Darsih Dongoran, S.Pd yang telah memotivasi dan mendoakan penulis.

11. Teman- teman tercinta Putra Apriadi Siregar.SKM, Rizka Furnanda.SKM, Ananda Rahman.SKM, Addlinsyah.SKM, Sasmar Aurivan Harya.SKM, Rizki El Hafiz.SKM, Khairunnisa.SKM, Siti Afsyah.SKM, Day Santri.SKM, Eka Purwanti.SKM, Tengku Hera Zafirah.SKM, dan Linda Rahayu.SKM, atas dukungan, do’a dan semangat yang diberikan kepada penulis, terima kasih atas kebersamaannya selama ini.

12. Teman-teman kost Umbrella 21 dan Gedap 19, terima kasih atas do’a dan kebersamaannya selama di Gang Sederhana.


(9)

13. Teman-teman yang di Peminatan PKIP yang tidak disebutkan satu per satu.

14. Teman-teman PBL di Dusun I Sei Ular Kak Adek, Rudy daulay, Linda, Grace, dan Oza terima kasih atas kerjasama dan kebersamaannya selama di desa.

15. Adik-adik di FKM Annisa Mentari, Dita, Oji, Aziz, Nia, Dayat, Baim, Heri, Ical, Mamat, Putri Irsan, terima kasih atas kebersamaannya selama di kampus tercinta. 16. Teristimewa untuk Rahmad Dian Syahputra Sinurat yang senantiasa menemani,

memotivasi, memberikan semangat dan dukungan serta mendoakan penulis.

17. Semua Pihak yang telah memberikan bantuan untuk kelancaran pembuatan skripsi penulis, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Semoga Alllah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Amin.

Medan, Juli 2012


(10)

DAFTAR ISI Halaman pengesahan

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 15

1.3 Tujuan Penelitian ... 15

1.3.1 Tujuan Umum ... 15

1.3.2 Tujuan Khusus ... 15

1.4 Manfaat Penelitian ... 16

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 17

2.1 Perilaku Kesehatan ... 17

2.1.1 Pengetahuan ... 19

2.1.2 Sikap ... 21

2.1.3 Tindakan ... 25

2.2 Theory of Reasoned Action ... 26

2.3 Konsep Sehat Sakit ... 27

2.4 Teori Tentang Penggunaan Pelayanan Kesehatan ... 30

2.4.1 Theory Social Learning ... 31

2.5 Aspek Sosial Budaya Dalam Pencarian Pelayanan Kesehatan... 33

2.5.1 Faktor Sosial Dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan ... 33

2.5.2 Faktor Budaya Dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan ... 33

2.6 Reaksi Dalam Proses Mencari Pengobatan ... 34

2.7 Pijat Bayi ... 35

2.7.1 Defenisi Pijat Bayi ... 35

2.7.2 Manfaat Pijat bayi ... 35

2.7.3 Frekuensi Pijat Bayi ... 37

2.7.4 Tindakan yang Dianjurkan Selama Pemijatan ... 37

2.7.5 Tindakan yang Tidak Dianjurkan Selama Pemijatan ... 38

2.7.6 Suasana Saat Pemijatan... 38

2.7.7 Ruangan yang Nyaman Saat Melakukan Pemijatan ... 38

2.7.8 Efek samping Pemijatan ... 39

2.7.9 Pedoman Pijat Bayi... 39

2.8 Kerangka Konsep ... 54

BAB III. METODE PENELITIAN ... 56


(11)

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 56

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 56

3.2.2 Waktu Penelitian ... 56

3.3 Populasi dan Sampel ... 56

3.3.1 Populasi ... 56

3.3.2 Sampel ... 57

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 58

3.4.1 Data Primer ... 58

3.4.2 Data Sekunder ... 59

3.5 Definisi Opeasional ... 59

3.6 Instrumen dan Aspek Pengukuran ... 61

3.6.1 Instrumen ... 61

3.6.2 Aspek Pengukuran ... 61

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 63

3.7.1 Pengolahan data ... 63

3.7.2 Analisa Data ... 64

BAB IV HASIL 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 44

4.1.1 Letak Geografis ... 44

4.1.2 Demografi ... 45

4.2 Karakteristik responden ... 45

4.2.1 Umur Responden ... 45

4.2.2 Paritas Responden ... 45

4.2.3 Pendidikan Responden ... 45

4.2.4 Penghasilan Responden ... 45

4.3 Perilaku Pijat Bayi Responden ... 46

4.3.1 Pengetahuan ... 46

4.3.2 Sikap... 50

4.4 Niat Responden ... 46

4.5 Kelompok Acuan Responden ... 46

4.6 Sarana dan Prasarana ... 46

4.7 Tindakan Responden ... 46

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden ... 66

5.2 Pengetahuan Ibu Dalam Melakukan Pijat Bayi ... 70

5.3 Sikap Responden Tentang Pijat bayi Ke Dukun Bayi ... 73

5.4 Niat Responden Dalam Melakukan Pijat Bayi Ke Dukun Bayi ... 76

5.5 Kelompok acuan ... 73

5.6 Sarana dan Prasarana... 76

5.7 Tindakan Responden ... 73

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 83


(12)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Lampiran 2. Master Data

Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Dari Umur Di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli

Tengah tahun 2012 ... 67 Tabel 4.2 Distribusi Frekue nsi Dari Paritas Responden Di Kelurahan

Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli

Tengah Tahun 2012 ... 67 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Dari PendidikanTerakhir Di

Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten

Tapanuli Tengah Tahun 2012 ... 68 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Dari Penghasilan

Responden Di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 ... 68 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Pijat

Bayi ... 69 Tabel 4. 6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan responden Tentang

Manfaat Yang Diperoleh Bayi Ketika Dilakukan Pemijatan Pada Bayi ... 69 Tabel 4. 7 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Lama

Bayi Boleh Dipijat... 70 Tabel 4. 8 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang

Kondisi Bayi Yang Boleh Mendapatkan Pijat Bayi ... 70 Tabel 4. 9 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Efek

Yang Mungkin Terjadi Pada Bayi Jika Pemijatan Dilakukan Tidak Sesuai ... 71 Tabel 4. 10 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden

Terhadap Gambaran Perilaku Masyarakat Suku Jawa Dalam Hal Pijat Bayi Di Kelurahan Pinangsori Kecamatan


(14)

Tabel 4. 11 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Terhadap 72 Tabel 4. 12 Distribusi Frekuensi Tingkat Sikap Responden Terhadap

Gambaran Perilaku Masyarakat Suku Jawa Dalam Hal Pijat Bayi Di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori

Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 ... 74 Tabel 4. 13 Distribusi Frekuensi Niat Responden Tentang Teman,

Tetangga, Keluarga Ibu Menyuruh Melakukan Pijat Bayi

Ke Dukun Bayi ... 74 Tabel 4. 12 Distribusi Frekuensi Niat Responden Tentang Alasan

Memilih Pijat Bayi Ke Dukun Bayi ... 74 Tabel 4. 13 Distribusi Frekuensi Tingkat Niat Responden Terhadap

Perilaku Masyarakat Suku Jawa Dalam Hal Pijat Bayi Yang Dilakukan Oleh Dukun Bayi Di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 ... 75 Tabel 4. 14 Distribusi Frekuensi Keluarga Ibu Apakah Menyarankan

Untuk Melakukan Pijat Bayi Kedukun Bayi ... 75 Tabel 4. 15 Distribusi Frekuensi Tentang Sarana dan Prasarana

Responden ... 75 Tabel 4. 16 Distribusi Frekuensi Responden Yang Memberikan Pijat

Pada Bayi Dalam Keadan Sakit ... 76 Tabel 4. 17 Distribusi Frekuensi Responden Terhadap Keadaan Bayi

Yang Tidak Boleh Dipijat ... 76 Tabel 4. 18 Distribusi Frekuensi Responden Tentang Yang Ibu Lakukan

KetikaBayi Ibu Sudah Selesai Diberikan Pijatan ... 76 Tabel 4. 19 Distribusi Frekuensi Tingkat Tindakan Responden Terhadap

Gambaran Perilaku Masyarakat Suku Jawa Dalam Hal Pijat Bayi Di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori


(15)

ABSTRAK

Pijat bayi sebagai salah satu bentuk bahasa sentuhan ternyata memiliki efek yang positif untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Akan tetapi tetap diperlukan teknik yang tepat dalam melakukan pijat. Sedangkan pijat bayi yang dilakukan dukun pijat bayi banyak yang tidak sesuai dengan teknik pijat bayi yang terdapat dalam pedoman pijat bayi menurut kesehatan.

Jenis penelitian ini bersifat survey deskriptif kuantitatif dengan teknik pengambilan sampling purposive. Populasi penelitian adalah seluruh ibu suku jawa yang memiliki bayi di Kelurahan Pinangsori yaitu 479 jiwa dan jumlah sampel sebagai responden diambil sebanyak 80 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran karakteristik yang berupa umur sebagian besar responden yaitu berusia 20-35 tahun sebanyak 51,3%, sebahagian besar responden memiliki paritas anak pertama sebanyak 88,8%, sebahagian besar responden memiliki pendidikan tamat SMP sebanyak 58,8%. Sebagian besar pengetahuan responden dikategorikan kurang yaitu sebanyak 48 orang responden (60,00%), sikap responden dikategorikan sedang yaitu sebanyak 72 orang responden (90%), niat responden dikategorikan baik sebanyak 40 orang responden (50%), kelompok acuan yang berperan adalah keluarga, faktor biaya, tempat, jarak juga dapat mempengaruhi ibu dalam melakukan pijat bayi ke dukun bayi dan Tindakan responden dikategorikan sedang yaitu sebanyak 52 orang responden (65%).

Dari hasil penelitian ini disarankan kepada puskesmas Pinangsori untuk melakukan pertemuan dengan dukun bayi dalam rangka melakukan sosialisasi tehnik pijat bayi yang sesuai dengan pedoman pijat bayi menurut kesehatan dan agar petugas kesehatan di puskesmas Pinangsori turut berpartisipasi dalam memberikan informasi mengenai pijat bayi yang sesuai dengan pedoman pijat bayi menurut kesehatan kepada masyarakat Kelurahan Pinangsori.


(16)

ABSTRACT

Baby massage as one of the form language of touch, turns out have a positive effects for growth and development the babies. However it still needed the proper technique in conducting baby.While the baby massage that carried out by the Midwife (Traditional Birth Attendants), there aren’t accordance with the baby massage techniques that found in guidelines of baby massage according to health.

The aim of this study is to determine behavior of the Javanese in terms of baby massage which is carried out by the midwife (traditional birth attendants) in Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012. This research is descriptive quantitative study with purposive sampling collection technique. The population of this research is whole of ethnic Javanese mothers who had babies in Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah that is 479 respondents and the number of samples taken as many as 80 people.

The results showed that the most of characteristics of majority respondents was 20-35 years old as much as 51.3%. most of the respondents have a parity first child as much as 88.8%, most of the respondents have graduated from junior high school as much as 58,8%, the category of knowledge is in less cat as much as 48 respondents (60,00%), the category of attitude generally is in average as much as 72 respondents (90%), the category of intentions generally in good as much as 40 respondents (50%), the reference group whose instrumental is the family, the cost factor, place and category of respondents action generally is in average as much as 52 respondents (65%).

From the results of this study suggested to Department of Health Tapanuli Tengah districts to conduct supervision to the midwife (traditional birth attendants) in carried out the baby massage in Kelurahan Pinangsori that collaboration with Pinangsori Health Center and Kelurahan Pinangsori.


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Setiap manusia berkeinginan untuk hidup sehat atau paling tidak akan mempertahankan status sehat yang dimilikinya. Tindakan manusia dalam mempertahankan kesehatan tersebut mengakibatkan terjadinya pemanfaatan pelayanan kesehatan yang ada, baik pengobatan modern maupun pengobatan tradisional. (Tinendung, 2008)

Pengobatan tradisional yang telah lazim dipergunakan, digunakan sebagai istilah pembanding pengobatan modern atau pengobatan di luar pengobatan kedokteran barat. Padahal di barat, pengobatan tradisional sudah modern, keduanya menjadi alternatif yang dipilih pasien. Pengobatan tradisional dan modern bisa dijadikan komplementer yang saling melengkapi (Melinda, 2009)

Menurut Azwar (2001) masyarakat di Indonesia lebih menyukai pengobatan tradisional dibandingkan ke rumah sakit atau dokter. Pendapat diatas didukung oleh data susenas 2007 (Depkes),menunjukkan 38,7 % masyarakat menggunakan obat tradisional 28,1 % masyarakat mencari pengobatan dengan cara tradisional untuk mengatasi masalah kesehatan, seperti ke dukun, tabib, dan sebagainya. Sedangkan 65,1 % lainnya melakukan pengobatan sendiri baik dengan obat modern maupun obat tradisional. Kenyataan itu mungkin didukung dengan isu global kembali ke alam (back to nature), sehingga menambah keyakinan mereka akan pengobatan tradisional.

Banyak faktor yang memengaruhi tindakan dalam mencari pola pengobatan baik faktor dari dalam diri sendiri seperti pengetahuan, sikap, kepercayaan, sosial


(18)

ekonomi, maupun faktor dari luar yaitu sarana kesehatan serta sikap dan perilaku petugas. Menurut Weber yang dikutip oleh Sarwono (1997), individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsiran atas suatu obyek stimulus atau situasi tertentu. Tindakan individu ini merupakan tindakan sosial yang rasional, yaitu mencapai tujuan atau sasaran dengan sarana-sarana yang paling tepat

Sementara di Indonesia, sumber pengobatan mencakup tiga sektor yang saling berhubungan yaitu pengobatan sendiri, pengobatan medis profesional, dan pengobatan tradisional. Berdasarkan data Depkes RI (2009), diketahui bahwa 62,65% penduduk Indonesia yang sakit melakukan pengobatan sendiri dan sisanya ke pengobatan medis, pengobat tradisional, dan tidak berobat. Menurut Azwar didalam Melinda (2009), masyarakat di Indonesia lebih menyukai pengobatan tradisional dibandingkan ke rumah sakit atau dokter.

Pengobatan dan penyembuhan suatu jenis penyakit yang dilakukan baik secara tradisional dengan memanfaatkan tenaga pengobat tradisional (dukun, datuk maupun tabib) maupun pengobatan serta penyembuhan jenis penyakit yang dilakukan secara modern dengan memanfaatkan tenaga medis serta dengan mempergunakan peralatan kedokteran yang serba modern. Kedua jenis (cara) ini saling berbeda dan tidak dapat dipertemukan dan sampai saat ini kedua cara ini masih diperlukan oleh masyarakat, baik masyarakat yang berada di perkotaan maupun masyarakat yang berada di pedesaan (Lubis, 1995).

Menurut Melinda (2009), walaupun pelayanan kesehatan modern telah berkembang di Indonesia, namun jumlah masyarakat yang memanfaatkan


(19)

pengobatan tradisional tetap tinggi. Bahkan ada kecenderungan minat masyarakat terhadap pengobatan tradisional meningkat baik yang asli Indonesia maupun yang berasal dari luar Indonesia dikarenakan meningkatnya arus masuk obat tradisional, suplemen/herbal dan alat pengobatan dari luar negeri. Menurut Notoatmodjo (2003) ada beberapa respons seseorang apabila sakit adalah tidak bertindak/kegiatan apa-apa (no action), tindakan mengobati sendiri, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy), mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop), mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modren yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modren yang diselenggarakan oleh dokter praktek (private medicine) .

Data berdasarkan hasil penelitian Tukiman dan Jumirah (2001) dalam Sitorus (2003) tentang “Perilaku masyarakat terhadap timbulnya gejala penyakit” diketahui bahwa ketika mengalami sakit ada sebanyak 5% yang membiarkan penyakitnya tanpa melakukan pengobatan, 5% melakukan pengobatan dengan cara sendiri, diobati dengan jamu sebanyak 9%, memakai obat bebas sebanyak 63%, pergi ke dokter/puskesmas sebanyak 18%. Artinya ketika mengalami sakit, sebagian besar orang-orang akan melakukan pengobatan dengan berbagai cara. Pola pengobatan yang dilakukan masyararakat didasarkan oleh pola pencarian pengobatan yang dipahami dan diyakininya.

Patut diakui bahwa teknologi kedokteran yang ada saat ini belum sepenuhnya mampu mengatasi setiap masalah kesehatan, terlebih dengan semakin beranekaragamnya penyakit dan faktor-faktor yang menimbulkannya, belum lagi


(20)

penyakit justru diketahui sebagai dampak kemajuan di bidang deteksi penyakit, seperti penyakit genetik, keganasan dan lain sebagainya. Dengan kesadaran ini mau tidak mau dunia kedokteran tidak bisa menutup mata dengan kemajuan pengobatan tanpa ilmu dan teknologi kedokteran, walaupun terkadang ada metode yang terlihat tidak rasional termasuk pijat kepada bayi (Lubis, 1995).

Bayi merupakan makhluk lemah dan sensitif yang memerlukan perawatan secara menyeluruh dan penuh dengan kasih sayang untuk memberikan rasa aman dan nyaman pada bayi. Pada umumnya bayi mudah terserang penyakit karena bayi belum mampu/belum memiliki daya tahan tubuh yang baik/kuat, oleh sebab itu orangtua harus berpartisipasi dalam merawat bayi sebelum sakit dan ketika sakit. Bila terdapat tanda bayi sakit maka segera orang tua mengambil kebijakan untuk membawa bayinya ke fasilitas kesehatan, untuk menghindari keparahan dari penyakit yang dialami bayi maka beberapa orangtua memilih untuk melakukan pengobatan dengan pijat bayi.

Sentuhan dan pijatan pada bayi segera setelah kelahiran merupakan kontak tubuh kelanjutan yang diperlukan bayi untuk mempertahankan rasa aman. Sentuhan dan pandangan dengan penuh kasih sayang yang ibu berikan kepada buah hati melalui pijatan akan direspon oleh bayi sebagai bentuk perlindungan, perhatian dan ungkapan cinta kepada bayi, sehingga akan menguatkan hubungan ibu dengan anaknya dan mengalirkan kekuatan jalinan kasih antara keduanya (Roesli, 2001).

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, para pakar telah membukt ikan bahwa terapi sentuh dan pijat menghasilkan perubahan psikologi yang menguntungkan berupa peningkatan pertumbuhan, peningkatan daya tahan


(21)

tubuh, dan kecerdasan emosi yang lebih baik. Ilmu kesehatan modern telah membuktikan secara ilmiah bahwa terapi sentuh dan pijat pada bayi mempunyai banyak manfaat terutama bila dilakukan sendiri oleh orang tua bayi. Penelitian tentang pengaruh pijat bayi terhadap kenaikan berat badan bayi memperoleh hasil bahwa pada kelompok kontrol kenaikan berat badan sebesar 6,16%, sedangkan pada kelompok yang dipijat 9,44% (Prasetyono, 2009)

Penelitian Field & Scafidi (1986) menunjukkan bahwa pada bayi yang dipijat akan terjadi peningkatan tonus nervus vagus (saraf otak). Peningkatan aktivitas

nervus vagus akan meyebabkan peningkatan produksi enzim penyerapan seperti gastrin dan insulin sehingga penyerapan makanan menjadi lebih baik. Kondisi inilah yang dapat menjelaskan berat badan bayi yang dipijat lebih meningkat (Indah, 2010). Menurut penelitian T.Field (1986) dan Scafidi (1990), menunjukkan bahwa pada 20 bayi prematur (berat badan 1.280 dan 1.176 gr), yang dipijat selama 3 kali 15 menit selama 10 hari, terjadi kenaikan berat badan 20% - 47% per hari, lebih dari yang tidak dipijat (Indah, 2010). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Dasuko (2003) tentang pengaruh pijat bayi terhadap kenaikan berat badan bayi memperoleh hasil bahwa pada kelompok kontrol kenaikan berat badan sebesar 6,16%, sedangkan pada kelompok yang dipijat 9,44% (Amelia, 2010)

Pijat bayi menjadi penyelesaian masalah dari setiap ibu yang mempunyai bayi. Dengan memijat bayi-bayi mereka, rasa percaya diri orang tua bertambah. Mereka belajar untuk memperhatikan dan memahami reaksi bayi-bayi pada saat disentuh, mengetahui perkembangan naluri alamianya, apa-apa yang disukai dan tidak disukainya, sehingga membuat para orang tua lebih mudah mengerti dan


(22)

terkadang menjadi sabar disaat mereka tidak sanggup menenangkannya. Saat para orang tua memperhatikan dan mengenali reaksi anak-anaknya dan memberikan responnya, para bayi memberikan reaksinya kembali dan terbangunlah sebuah hubungan yang positif di antara mereka (Ameilia, 2010)

Pijat bayi merupakan salah satu bentuk pengobatan tradisional terapi sentuh tertua yang dikenal manusia dan yang paling populer. Dengan kata lain pijat bayi adalah seni perawatan di bidang kesehatan dan pengobatan tradisional yang dipraktekkan sejak berabad-abad silam (Indah, 2010). Laporan tertua tentang seni pijat untuk pengobatan tercatat di Papyrus Ebers, yaitu catatan kedokteran zaman Mesir Kuno, Ayur-Veda buku kedokteran tertua di India (sekitar 1800 sebelum Masehi) yang menuliskan tentang pijat, diet dan olahraga sebagai cara penyembuhan utama masa itu. Sekitar 5000 tahun yang lalu para dokter di cina dari Dinasti Tang juga meyakini bahwa pijat bayi adalah salah satu 4 teknik pengobatan penting (Roesli, 2001).

Pijat bayi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia di Cina. Masyarakat Cina modern telah lebih dulu mengenal pijat bayi modern. Namun, negara-negara di daratan Asia lain yang telah lama mengenal pijat bayi sebagai seni dan terapi adalah Mesir kuno dan India. (Surbakti , 2008).

Perkembangan pijat bayi khususnya di India, pijat bayi menjadi bagian tradisi dalam perawatan keseharian. Para ibu mempelajari teknik pemijatan dari ibu mertua atau ibu mertua. Terkadang, pijatan mulai dilakukan pada hari pertama bayi baru lahir, tapi biasanya saat bayi berumur lima hari, yaitu saat tali pusar sudah lepas dan dilanjutkan hingga si anak bisa berjalan.


(23)

Pijat bayi di Afrika telah menjadi bagian dari kepercayaan dan sugesti yang sangat kuat sejak zaman nenek moyang mereka. Keterbatasan dan kekurangan dalam akses pengetahuan serta kesejahteraan menyebabkan terbatasnya masyarakat Afrika kuno untuk belajar. Karenanya, ketika terjadi masalah kesehatan, pijat bayi adalah pilihan yang sangat diandalkan. Berbagai penyakit disembuhakan dengan cara pemijatan. Kini, pijat bayi menjadi aktivitas rutin para orangtua di Afrika agar anaknya tumbuh sehat. Beberapa teknik pijat bayi ala Afrika bahkan ditiru oleh negara-negara lain. Sementara itu, bangsa Eropa kuno di duga telah lama mengenal pijat bayi, bahkan sejak tanah Eropa didiami manusia.

Pijat bayi ini dilakukan sebagai penyembuhan berbagai macam penyakit dan penenang. Kemudian ketika orang-orang Yunani semakin giat berlomba-lomba dalam ilmu pengetahuan, berbagai temuan kemudian bermunculan. Banyak ilmuan Yunani yang menghasilkan temuan dalam bidang kesehatan. Para ilmuan menulis buku dan disebarkan kepada masyarakat.

Kini bangsa Eropa telah menjadi bangsa yang memimpin dalam bidang kedokteran. Pijat bayi pun dikenal sebagai bagian penting dalam perawatan dan kebiasaan sehat bayi. Para dokter dan ilmuan semakin banyak yang merekomendasikan pentingnya pemijatan bagi bayi karena banyak manfaatnya.

Di Indonesia, pijat adalah metode penyembuhan tradisional yang sangat akrab bagi masyarakat. Namun, pijat tradisional ini tidak diimbangi dengan penjelasan ilmiah dan manfaatnya. Pijat tradisional hanya diyakini dengan sugesti. Pijat bayi yang dimasyarakatkan di Indonesia tepatnya diperkotaan ini dapat dimulai dari promotor kesehatan ataupun bidan. Dikota-kota besar pada umumnya pijat bayi


(24)

telah menjadi kebiasaan bagi ibu-ibu modern karena kebanyakan dari mereka melakukan proses persalinan dan kelahiran dirumah sakit. Rumah sakit inilah yang biasanya memperkenalkan pijat bayi kepada pasiennya sebagai terapi sehat dan bermanfaat. Beda halnya kita temukan di pedesaan, pijat bayi yang dilakukan oleh dukun pijat dengan ilmu yang turun-temurun hanya ditujukan untuk menyembuhkan penyakit (Surbakti , 2008).

Berdasarkan hasil penelitian Marisa (2009) menyebutkan bahwa kondisi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kasihan 1 yang tinggal di pedesaan pada umumnya masih memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan tradisional seperti dukun bayi untuk memijatkan bayinya . Hasil dari penelitian gambaran pelaksanaan persiapan pijat bayi oleh dukun bayi di wilayah kerja Puskesmas Kasihan 1 Yogyakarta adalah baik dengan persentase 50,0%. Pelaksanaan pijat bayi pada bagian kaki bayi adalah kurang baik dengan persentase tertinggi 83,3%, pelaksanaan pijat bayi pada bagian perut bayi persentase kurang adalah 100%, pelaksanaan pijat bayi pada bagian dada bayi adalah kurang baik dengan persentase 100%, pelaksanaan pijat bayi pada bagian tangan adalah kurang baik dengan persentase 66,7%, pelaksanaan pijat bayi pada bagian wajah bayi adalah kurang dengan persentase 66.7%, pelaksanaan pijat bayi pada bagian punggung bayi adalah kurang dengan persentase 83,3%, pelaksanaan gerakan relaksasi tidak dilakukan oleh dukun bayi dan pelaksanaan gerakan peregangan adalah kurang dengan persentase 100%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pelaksanaan persiapan pijat bayi oleh dukun bayi di wilayah kerja Puskesmas Kasihan 1 adalah baik, sedangkan pelaksanaan pemijatan bayi tidak dilakukan oleh dukun bayi dengan baik.


(25)

Penduduk Sumatera Utara yang memiliki penduduk multi etnik dan kebudayaan yang beraneka ragam mempunyai warisan pusaka pengobatan tradisional yang telah digunakan turun temurun secara meluas oleh masyarakat dan menjadi milik masyarakat. Walaupun pelayanan modern telah berkembang di Indonesia dan khususnya di daerah Sumatera Utara, namun penggunaan fasilitas kesehatan belum mampu menjangkau masyarakat secara luas karena faktor biaya, hubungan sosial, komunikasi maupun kebiasaan/tradisi khususnya dalam hal pijat bayi. Daerah perkotaan di Sumatera Utara pijat bayi biasanya diperkenalkan kepada pasien oleh rumah sakit atau bidan tempat proses persalinan. Berbeda dengan daerah pedesaan, dimana masyarakat pedesaan pada umumnya memanfaatkan pelayanan kesehatan yang bersifat tradisional seperti pelayanan ke dukun bayi.

Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu kabupaten yang ada di wilayah Privinsi Sumatera Utara yang memiliki 15 kecamatan dengan jumlah penduduk di tahun 2010 sebanyak 311.232 orang. Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki penduduk multi etnik yaitu suku Batak, Minang, Jawa - Madura, Bugis, Cina, Aceh, Melayu, Sunda, dan lain-lain. Penggunaan Pengobatan tradisional pijat bayi oleh dukun bayi menurut persepsi masyarakat suku Jawa di Kabupaten Tapanuli Tengah pijat bayi merupakan salah satu pengobatan tradisional yang cukup popular dikalangan ibu khususnya yang bersuku Jawa untuk mengobati bayi mereka ataupun untuk mencegah anak mereka terhindar dari sakit yang biasanya dilakukan oleh dukun pijat bayi di beberapa kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah.

Kecamatan Pinangsori merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah yang terletak tidak jauh dari pusat pemerintahan


(26)

Kabupaten Tapanui Tengah dan Kotamadya Sibolga yang membuat wilayah ini sangat dekat dengan fasilitas kesehatan. Kecamatan Pinangsori memiliki 7 kelurahan dengan jumlah penduduk 22.550 orang.

Kelurahan Pinangsori merupakan salah satu wilayah di kecamatan pinangsori yang memiliki jumlah penduduk 8560 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 1651 jiwa/km2. Kelurahan Pinangsori merupakan salah satu wilayah yang dihuni dengan mayoritas suku jawa. Rasio perbandingan berdasarkan suku antara suku jawa dan selain suku jawa adalah 55% dan 45%. Di Kelurahan Pinangsori pengobatan tradisional masih bekembang dengan baik termasuk dalam penggunaan jasa dukun bayi dalam melakukan pijat bayi, dimana suku Jawa di Kelurahan Pinangsori ini memiliki kepercayaan bahwa bayi mereka yang sedang sakit akan semakin sehat jika semakin sering diberikan pijat bayi, selain itu jika bayi mereka sering menangis maka ada kepercayaan bahwa sang bayi sedang lelah dan ingin diberikan pijat bayi. Karena ditujukan untuk menyembuhkan penyakit, pijat bayi sering dipaksakan. Akibatnya, bayi menangis keras dan meronta-ronta. Setelah dipijat, bayi lelap karena kelelahan menangis, bukan karena tenang setelah dilakukan pemijatan oleh sang dukun bayi.

Selama ini pemijatan tidak hanya dilakukan bila bayi sehat, tetapi juga pada bayi sakit atau rewel dan sudah menjadi rutinitas perawatan bayi setelah lahir (Prasetyono, 2009). Padahal sudah banyaknya penelitian yang ditemukan tentang tata cara pemijatan bayi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tetapi masyarakat Suku Jawa di Kelurahan Pinangsori masih kerap melakukan pemijatan bayi kepada dukun bayi dan ini akan membahayakan bagi bayi. Hal ini dikarenakan menurut Brainbridge (2007), bahwa seorang yang akan melakukan pijat bayi, harus memperhatikan


(27)

kesehatan bayi sebelum dilakukan pemijatan. Apabila dilakukan pemijatan pada bayi yang memiliki kondisi kesehatan kurang baik, hal ini dapat menyebabkan penyakitnya akan semakin parah. Bayi tidak boleh diberikan pemijatan pada saat bayi dalam keadaan demam jika kita tidak yakin apa yang menjadi penyebabnya. Pijat bayi yang dilakukan pada bayi yang terkena kanker akan menyebabkan kanker tersebut bisa menyebar. Selain itu, apabila bayi memiliki alergi dan diberikan pemijatan dengan menggunakan minyak yang sembarangan maka hal ini dapat menimbulkan alergi yang semakin banyak dan dapat menimbulkan iritasi pada kulit bayi. Pernyataan Roesli, (2008) yang mengatakan bahwa cara pemijatan pada setiap umur bayi berbeda. Jika seluruh gerakan pemijatan dilakukan dengan tekanan dan waktu yang lama ketakutannya akan berakibat terjadinya pergeseran atau gangguan pada struktur tulang pada bayi. Oleh sebab itu, Bayi yang berusia 0-3 bulan disarankan lebih mendekati usapan-usapan dan gerakan halus disertai dengan tekanan yang ringan dalam waktu yang singkat. Hal ini juga di dukung oleh pernyataan Surbakti, (2008) yang mengatakan bahwa pijat bayi merupakan teknik relaksasi yang lembut dan jarang menyebabkan efek samping. Namun bila pemijatan dilakukan terlalu dalam, dapat menyebabkan pendarahan serta penumpukan darah pada organ vital seperti hati.

Pada umumnya dukun bayi di Pinangsori hanyalah masyarakat biasa yang tidak memiliki pendidikan, bahkan ada yang buta huruf. Pekerjaan sebagai dukun bayi umumnya tidak bertujuan untuk mencari uang, tetapi panggilan untuk menolong sesama tetapi tidak jarang dukun bayi ini juga menerima upah ataupun ongkos yang dibayar menurut kemampuan dari masing-masing orang yang menggunakan jasa pijat


(28)

bayi. Disamping menjadi dukun bayi mereka mempunyai pekerjaan lainnya yang tetap seperti bertani atau berdagang sehingga dapat dikatakan pekerjaan dukun bayi hanyalah pekerjaan sambilan. Selain itu, dukun bayi di kelurahan Pinangsori merupakan orang yang cukup dikenal dan dihormati oleh masyarakat dikelurahan Pinangsori. Dukun bayi di Pinangsoi merupakan orang tua yang dapat dipercayai dan sangat besar pengaruhnya pada keluarga yang mereka tolong.

Pijat bayi yang dilakukan oleh dukun bayi di Kelurahan Pinangsori tidak mengetahui ketentuan-ketentuan yang seharusnya dilakukan sebelum dan sesudah melakukan pijat bayi yang sesuai dengan ketentuan medis. Disamping Hal ini sesuai menurut pendapat pendapat Heath, (2006) bahwa sebelum melakukan pijat bayi ada ketentuan persiapan pemijatan seperti pemeriksaan kondisi fisik seorang bayi sebelum dilakukan pemijatan untuk memastikan kondisi kesehatan bayi, penggunaan alat untuk pijat bayi seperti minyak zaitun (Olive Oil), ketentuan bayi yang boleh dipijat dan tehnik pemijatan bayi yang sesuai dengan ketentuan medis. Hal ini didukung oleh pernyataan Roesli, (2008) yang mengatakan bahwa sebelum melakukan pijat bayi, seharusnya seorang pemijat harus mengatahui petunjuk pemijatan bayi, pedoman dasar pijat bayi, urutan pijat bayi yang sesuai dengan ketentuan medis, agar memberikan manfaat yang maksimal bagi bayi.

Menurut observasi peneliti, Pijat bayi yang dilakukan oleh dukun bayi di kelurahan Pinangsori belum mengikuti pedoman dan tahapan pemijatan bayi dengan baik. Dukun bayi di kelurahan Pinangsori pada umumnya memijat bayi yang sedang dalam keadaan sakit. Hal ini tidak sesuai menurut pedoman yang sebaiknya bayi yang diberikan pemijatan harus dalam kondisi sehat, dan apabila bayi yang akan diberikan


(29)

pemijatan dalam keadaan sakit sebaiknya harus dilakukan pemeriksaan kondisi kesehatan apabila tidak diketahui penyebabnya. Pada umumnya pijat bayi yang dilakukan oleh dukun bayi dikelurahan Pinangsori ditujukan untuk mengatasi penyakit, pijat bayi ini sering dipaksakan. Akibatnya, bayi menangis keras dan meronta-ronta. Setelah dipijat, bayi lelap karena kelelahan menangis, bukan karena tenang. Sedangkan pijat bayi sehat yang dimasyarakatkan seharusnya menunggu kesiapan bayi. Hal ini akan membuat bayi senang. Setelah itu, menjadi santai dan tidur karena puas dan nyaman. Selain itu, minyak pijat bayi yang dipakai oleh dukun bayi di kelurahan Pinangsori menggunakan ramuan-ramuan pemijatan yang terkadang tidak menjamin aman bagi kulit bayi. Misalnya parutan jahe, bawang, atau dedaunan yang dihancurkan dan dicampurkan kedalam minyak tanpa melakukan tes alergi pada kulit bayi terlebih dahulu. Ramuan ini mengandung minyak atsiri yang dapat menyebabkan rasa gatal, panas, atau perih pada kulit bayi. Hal Berbeda dengan pedoman yang dilakukan secara medis, minyak yang dipakai untuk pemijatan sebaiknya harus dilakukan tes alergi sebelum dioleskan ke permukaan kulit bayi untuk meyakinkan kulit bayi tidak mengalami alergi atau iritasi yang disebabkan ramuan-ramuan atau minyak yang digunakan

Oleh karena itu, hal ini bertentangan dengan cara pandang masyarakat di Kelurahan Pinangsori tentang pijat bayi yang dilakukan oleh dukun bayi. Masyarakat di Kelurahan Pinangsori memilih pijat bayi yang dilakukan oleh dukun bayi. Hal ini dikarenakan unsur pengalaman masa lalu, unsur sosial budaya dan pengetahuan yang kurang tentang pelaksanaan pijat bayi yang sesuai dengan anjuran medis. Perbedaan


(30)

persepsi antara masyarakat dan petugas kesehatan inilah yang sering menimbulkan masalah dalam melaksanakan program kesehatan khususnya dalam hal pijat bayi.

Dari uraian diatas menunjukkan bahwa, walaupun pengobatan modern seperti tenaga medis dan dokter telah banyak tersebar baik di daerah perkotaan maupun pedesaan, namun pengobatan secara tradisional pada dukun bayi masih berfungsi dalam masyarakat baik masyarakat kota maupun masyarakat desa, sehingga setiap individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsiran atas pijat bayi. Tindakan individu ini merupakan tindakan sosial yang rasional, yaitu mencapai tujuan atau sasaran dengan sarana-sarana yang paling tepat.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah bagaimana gambaran perilaku masyarakat suku Jawa dalam hal pijat bayi yang dilakukan oleh dukun bayi di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran perilaku masyarakat suku Jawa dalam hal pijat bayi yang dilakukan oleh dukun bayi di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.


(31)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik (umur, parietas, pendidikan, penghasilan keluarga) ibu dalam melakukan pijat bayi ke dukun bayi di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012

2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu dalam hal pijat bayi yang dilakukan oleh dukun bayi di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012

3. Untuk mengetahui tingkat sikap ibu dalam hal pijat bayi yang dilakukan oleh dukun bayi di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012

4. Untuk mengetahui niat ibu dalam menggunakan jasa dukun bayi untuk melakukan pijat bayi di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.

5. Untuk mengetahui kelompok acuan dalam hal penggunaan pijat bayi yang dilakukan oleh dukun bayi di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.

6. Untuk mengetahui Sarana dan Prasarana yang digunakan dalam melakukan pijat bayi di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.

7. Untuk mengetahui tingkat tindakan ibu dalam hal pijat bayi yang dilakukan oleh dukun bayi di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.


(32)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Untuk memberikan informasi mengenai gambaran perilaku masyarakat Suku Jawa dalam hal pijat bayi yang dilakukan oleh dukun bayi di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012. 2. Sebagai bahan masukan bagi dinas kesehatan untuk melakukan berbagai kegiatan

mengenai pemberian informasi kesehatan khususnya mengenai pijat bayi yang dilakukan oleh dukun bayi di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.

3. Sebagai masukan bagi berbagai pihak yang akan melanjutkan penelitian ini ataupun penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian ini.


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Kesehatan

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasannya perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, sikap tentang kesehatannya serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan.

Menurut L.W. Green, faktor penyebab masalah kesehatan adalah faktor perilaku dan non perilaku. Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu :

1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors), adalah faktor yang terwujud dalam kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan juga variasi demografi seperti status ekonomi, umur, jenis kelamin, dan susunan keluarga. Faktor ini lebih bersifat dari dalam diri individu tersebut.


(34)

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, yang termasuk di dalamnya adalah berbagai macam sarana dan prasarana, misal : dana, transportasi, fasilitas, kebijakan pemerintah dan sebagainya.

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan, termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.

Perilaku dapat dibatasi sebagian jiwa (berpendapat, berfikir, bersikap dan sebagainya) (Notoadmojo, 1999). Untuk memberikan respon terhadap situasi diluar objek tersebut. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan).

Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu : 1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan

rangsangan.

2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri si subjek sehingga alam itu sendiri akan mencetak perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat keadaan alam tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap pembentukan perilaku manusia. Lingkungan ini adalah merupakan keadaan masyarakat dan segala budi daya masyarakat itu lahir dan mengembangkan perilakunya.


(35)

3. Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkrit berupa perbuatan terahadap situasi dan rangsangan dari luar.

2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (ever behavior). Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapi.

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal.

Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan mempunyai enam tingkatan yaitu: 1. Tahu (know)

Diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau rangsangan yang telah


(36)

diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, mendefenisikan, mengatakan.

2. Pemahaman (Comprehension)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah memahami terhadap objek atau materi atau harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyampaikan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku, rumus, metode, prinsip dalam konteks, atau situasi lain. Misalnya adalah dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian dan dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus-kasus yang diberikan.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sistesis


(37)

adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoadmojo, 2003).

2.1.2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoadmojo, 1993).

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih dan sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman


(38)

yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang. Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap sesorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap itu tidak langsung dapat dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Allport (1954) dalam Soekijo (1993), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok yaitu :

a. Kepercayaan (kenyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan yaitu : 1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk


(39)

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya: seorang ibu yang mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu, atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Ciri-ciri sikap adalah :

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti lapar, haus atau kebutuhan akan istirahat.

2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa.


(40)

4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

5. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang (Purwanto, 1999).

Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat

communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula menjadi milik bersama.

2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Kita tahu bahwa tingkah laku anak kecil atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.


(41)

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.

4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada obyek-obyek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap sesorang kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang tersebut dengan mengetahui keadaan sikap itu kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah sikap-sikap tersebut (Purwanto, 1999).

2.1.3. Tindakan

Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung/suatu kondisi yang memungkinkan (Notoadmojo, 1993).

Tindakan terdiri dari empat tindakan, yaitu : 1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.


(42)

2. Respon Terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

3. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara optimis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.2 Theory of Reasoned Action (TRA)

TRA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1967 untuk melihat hubungan keyakinan, sikap, niat dan perilaku. Fishbein, 1967 mengembangkan TRA ini dengan sebuah usaha untuk melihat hubungan sikap dan perilaku (Glanz, 2002).

Teori alasan berperilaku merupakan teori perilaku manusia secara umum. Sebenarnya, teori ini digunakan dalam berbagai perilaku manusia, kemudian berkembang dan banyak digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku kesehatan (Glanz, 2009).

Teori ini menghubungkan antara keyakinan (belief), sikap (attitude), niat

(intention) dan perilaku. Niat (kehendak) merupakan prediktor terbaik perilaku, artinya jika ingin mengetahui apa yang dilakukan seseorang, cara terbaik adalah mengetahui niat orang tersebut. Konsep penting dalam teori ini adalah fokus


(43)

perhatian (salience), yaitu mempertimbangkan sesuatu yang dianggap penting (Glanz, 2009).

Niat ditentukan oleh sikap dan norma subjektif. Komponen sikap merupakan hasil pertimbangan untung rugi dari perilaku tersebut dan pentingnya konsekuensi-konsekuensi bagi individu. Di lain pihak, komponen norma subjektif atau sosial mengacu pada keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang dipikirkan orang-orang yang dianggap penting dan motivasi seseorang mengikuti pikiran tersebut. Jika orang yang dianggap penting (kelompok referensi) menyetujui tindakan tersebut, terdapat kecenderungan positif untuk berperilaku (Glanz, 2009).

Gambar 2.1 Diagram Theory of Reasoned Action (TRA)

2.3 Konsep Sehat Sakit

Kesehatan adalah suatu konsep yang telah sering digunakan namun sukar untuk dijelaskan artinya. Faktor yang berbeda menyebabkan sukarnya mendefenisikan kesehatan, kesakitan dan penyakit. Meskipun demikian, kebanyakan sumber ilmiah setuju bahwa defenisi kesehatan apapun harus mengandung paling tidak komponen biomedis, personal dan sosiokultural (Ryadi, 1982).

Sikap yang mempengaruhi

prilaku

Norma Sosial


(44)

Pandangan orang tentang kriteria tubuh sehat atau sakit sifatnya tidaklah selalu objektif. Bahkan lebih banyak unsur subjektivitasnya dalam menentukan kondisi tubuh seseorang. Persepsi masyarakat tentang sehat sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya. Sebaliknya petugas kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang objektif berdasarkan simptom yang nampak guna mendiagnosa kondisi fisik seorang individu. Perbedaan persepsi antara masyarakat dan petugas kesehatan inilah yang sering menimbulkan masalah dalam melaksanakan program kesehatan. (Sarwono, 1992)

Gagasan orang tentang ”sehat” dan ”sakit” sangatlah bervariasi. Gagasan ini dibentuk oleh pengalaman, pengetahuan, nilai dan harapan-harapan, disamping juga pandangan mereka tentang apa yang akan mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari dan kebugaran yang mereka perlukan untuk menjalankan peran mereka (Elwes dan Sinmett, 1994).

Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat dikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit, selain itu hasil berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit. Masyarakat dan pengobatan tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu: personalistik dan naturalistik

(Foster/Anderson, 2005). Personalistik adalah suatu sistem dimana penyakit disebabkan oleh intervensi dari suatu agen yang aktif, yang dapat berupa makhluk supranatural (makhluk gaib atau dewa), makhluk yang bukan manusia (seperti hantu, roh leluhur, atau roh jahat) maupun manusia (tukang sihir atau tukang tenung). Berlawanan dengan personalistik, naturalistik menjelaskan tentang penyakit dalam


(45)

istilah-istilah sistemik yang bukan pribadi, disini agen yang aktif menjalankan peranannya. Dalam sistem ini keadaan sehat sesuai dengan model keseimbangan : apabila unsur-unsur dasar dalam tubuh - ”humor”, yin dan yang, serta dosha dalam Ayurveda – berada dalam keadaan seimbang menurut usia dan kondisi individu, maka tercapailah kondisi sehat. Apabila keseimbangan ini terganggu dari luar maupun dalam oleh kekuatan-kekuatan alam panas, dingin, atau kadang-kadang emosi yang kuat, maka terjadilah penyakit.

Menurut Jordan dan Sudarti yang dikutip Sarwono (1992), mengatakan bahwa persepsi masyarakat tentang sehat sakit dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya.

Sudarti dan Soejati (2006) menggambarkan secara deskriptif persepsi masyarakat beberapa daerah di Indonesia mengenai sakit dan penyakit; masyarakat menganggap bahwa sakit adalah keadaan individu mengalami serangkaian gangguan fisik yang menimbulkan rasa tidak nyaman. Anak yang sakit ditandai dengan tingkah laku rewel, sering menangis dan tidak nafsu makan. Orang dewasa dianggap sakit jika lesu, tidak dapat bekerja, kehilangan nafsu makan, atau ”kantong kering” (tidak punya uang). Selanjutnya masyarakat menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3 bagian yaitu :

1. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia. 2. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin. 3. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain).

Untuk mengobati sakit yang termasuk golongan pertama dan ke dua, dapat digunakan obat-obatan, ramu-ramuan, pijat, kerok, pantangan makan, dan bantuan


(46)

tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ke tiga harus dimintakan bantuan dukun, kyai dan lain-lain. Dengan demikian upaya penanggulangan tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap penyebab sakit.

2.4 Teori Tentang Penggunaan Pelayanan Kesehatan

Menurut Levey dan Loombo yang dijabarkan oleh Azrul Azwar (1996), menyatakan bahwa pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.

Dalam mencapai kesejahteraan dan pemeliharaan penyembuhan penyakit sangat diperlukan pelayanan kesehatan yang bermutu dan menyeluruh di wilayah Indonesia ini dan tidak akan tercapai derajat kesehatan yang optimal (Azwar, 1996).

Dari beberapa hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan pola-pola penggunaan pelayanan kesehatan pada beberapa daerah. Hal ini tidak dapat dijelaskan hanya karena ada perbedaan morbidity rate atau karakteristik demografi penduduk, tetapi faktor-faktor sosial budaya atau faktor-faktor penting yang menyebabkan tidak digunakannya fasilitas kesehatan. Penggunaan pelayanan kesehatan tidak perlu diukur hanya dalam hubungannya dengan individu tetapi dapat diukur berdasarkan unit keluarga. (Sarwono, 1992).

Banyak teori yang berkaitan dengan alasan seseorang ketika memilih dan menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan diantaranya adalah theory social learning, Theory of Reason Action, dan theori perilaku yang dikemukakan oleh Lawrence Green.


(47)

2.4.1. TheorySocial Learning

Untuk melangsungkan kehidupannya, manusia perlu belajar. Dalam hal ini ada dua macam belajar, yaitu belajar secara fisik, misalnya menari, olah raga mengendarai mobil dan lain sebagainya; dan belajar psikis. Dalam belajar psikis ini termasuk juga belajar sosial (social learning) yakni, kontak sosial. Selanjutnya orang tersebut akan menyesuaikan tingkah lakunya dengan peran sosial yang telah dipelajarinya. Cara yang sangat penting dalam belajar sosial menurut teori stimulus- respon adalah tingkah laku tiruan (imitation). Teori tentang tingkah laku tiruan yang penting disajikan disini adalah teori dari NE. Miller, dan J. Dollard serta teori A. Bandura dan RH. Walters.

2.4.1.1 Teori Belajar Sosial dan Tiruan dari NE. Miller dan J. Dollard

Pandangan NE. Miller dan J. Dollard bertitik-tolak dari teori Hull yang kemudian dikembangkan menjadi teori tersendiri. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil proses belajar sosial, kita harus mengetahui prinsip-prinsip psikologi belajar. Prinsip-prinsip-prinsip belajar ini terdiri atas 4, yakni dorongan (drive), isyarat (cue), tingkah laku balas (response), dan ganjaran (reward). Keempat prinsip ini saling mengait satu sama lain dan saling dipertukarkan, yaitu dorongan menjadi isyarat, isyarat menjadi ganjaran, dan seterusnya.

Disebutkan juga ada 3 macam mekanisme tingkah laku tiruan yaitu : 1. Tingkah laku sama

Tingkah laku ini terjadi bila dua orang yang bertingkah laku balas (berespon) sama terhadap rangsangan atau isyarat yang sama. Contohnya dua orang yang


(48)

berbelanja di toko yang sama dan dengan barang yang sama. Tingkah laku yang sama ini tidak selalu tiruan, maka tidak dibahas lebih lanjut

2. Tingkah laku tergantung (matched dependent behavior)

Tingkah laku ini timbul dalam interaksi dua pihak. Salah satu pihak mempunyai kelebihan (lebih pandai, lebih mampu, lebih tua dan sebagainya) dari pihak lain. Dalan hal ini pihak lain atau pihak yang kuang tersebut akan menyesuaikan tingkah laku (match) dan akan tergantung (depend) pada pihak yang lebih misalnya, kakak adik yang sedang menunggu ibunya pulang dari pasar. Biasanya ibu mereka membawa coklat. Mendengar ibunya pulang, si kakak segera menjemput ibunya, kemudian diikuti oleh si adik. Ternyata mereka mendapat coklat (ganjaran). Adik yang semula hanya meniru tingkah laku kakaknya, di lain waktu meskipun kakaknya tidak ada, ia akan lari menjemput ibunya yang pulang dari pasar

3. Tingkah laku salinan (copying behavior)

Seperti tingkah laku tergantung, pada tingkah laku salinan, peniru bertingkah laku atas isyarat yang berupa tingkah laku yang diberikan oleh model. Pengaruh ganjaran dan hukuman sangat besar terhadap kuat atau lemahnya tingkah laku tiruan. Perbedaannya dalam tingkah laku tergantung si peniru hanya bertingkah laku terhadap isyarat yang diberikan oleh model pada saat itu saja, sedangkan pada tingkah laku salinan si peniru memperhatikan juga tingkah laku model di masa lalu maupun yang akan dilakukan di masa mendatang. Hal ini berarti perkiraan tentang tingkah laku model dalam kurun waktu yang relatif panjang ini akan dijadikan patokan oleh si peniru untuk memperbaiki tingkah lakunya sendiri di masa yang akan datang, sehingga lebih mendekati lagi tingkah laku model. (Notoadmojo, 2003)


(49)

2.5. Aspek Sosial Budaya Dalam Pencarian Pelayanan Kesehatan

Walaupun jaminan kesehatan dapat membantu banyak orang yang berpenghasilan rendah dalam memperoleh perawatan yang mereka butuhkan, tetapi ada alasan lain disamping biaya perawatan kesehatan, yaitu adanya celah diantara kelas sosial dan budaya dalam penggunaan pelayanan kesehatan (Sarafino, 2002). 2.5.1. Faktor Sosial Dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan

a. Cendrung lebih tinggi pada kelompok orang muda dan orang tua.

b. Cenderung lebih tinggi pada orang yang berpenghasilan tinggi dan berpendidikan tinggi.

c. Cenderung lebih tinggi pada kelompok Yahudi dibandingkan dengan penganut agama lain.

d. Persepsi sangat erat hubungannya dengan penggunaan pelayanan kesehatan. (Sarifano, 2002).

2.5.2. Faktor Budaya Dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan

Faktor kebudayaan yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan diantaranya adalah :

a. Rendahnya penggunaan pelayanan kesehatan pada suku bangsa terpencil. b. Ikatan keluarga yang kuat lebih banyak menggunakan fasilitas pelayanan

kesehatan.

c. Meminta nasehat dari keluarga dan teman-teman.

d. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit. Dengan asumsi jika pengetahuan tentang sakit meningkat maka penggunaan pelayanan kesehatan juga meningkat.


(50)

e. Sikap dan kepercayaan masyarakat terhadap provider sebagai pemberi pelayanan kesehatan.

2.6 .Reaksi Dalam Proses Mencari Pengobatan

Menurut Suchman yang dijabarkan oleh Sarwono (2004), menganalisa pola proses pencarian pengobatan dari segi individu maupun petugas kesehatan. Menurut pendapatnya, terdapat lima macam reaksi dalam proses pencarian pengobatan:

1. Shopping, adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan guna menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosa dan pengobatan sesuai dengan harapan si sakit.

2. Fragmentation adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama. Contoh : berobat ke dokter sekaligus ke sinse dan dukun.

3. Procastination ialah proses penundaan pencarian pengobatan meskipun gejala penyakitnya sudah dirasakan.

4. Self medication adalah proses pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan atau obat-obatan yang dinilainya tepat baginya.


(51)

2.7. Pijat bayi

2.7.1. Defenisi Pijat Bayi

Pijat bayi adalah sentuhan pijat pada bayi dan balita dapat memberikan manfaat bagi tumbuh kembang anak. Yang disebut bayi adalah anak yang berumur 0-12 bulan (Roesli, 2001). Menurut Prasetyono (2009) menjelaskan bahwa sentuhan adalah indra pertama dimana bayi dapat memberikan reaksi, sentuhan yang juga merupakan cara anda menyampaikan rasa kasih sayang kepadanya.

Menurut pengertian lainnya pijat bayi adalah seni perawatan kesehatan dan pengobatan yang dikenal sejak awal manusia diciptakan di dunia serta telah dipraktikkan sejak berabad-abad tahun silam secara turun temurun oleh dukun bayi (Roesli, 2001, hlm.2)

Pemijatan adalah teknik relaksasi yang lembut dan jarang menyebabkan efek samping (Trans, 2001, dalam Hizkia, 2007)

Lain lagi di cina yang mempunyai sejarah panjang tentang pengobatan . Pijat bayi merupakan salah satu teknik perawatan bayi yang sangat khusus, biasanya untuk merawat bayi yang sakit perut, sembelit, atau kembung setelah banyak minum. Titik tekan pengobatan pada bayi berbeda dengan orang dewasa yang membuat pijatan itu lebih efektif (Prasetyono, 2009)

2.7.2. Manfaat Pijat Bayi

Manfaat pijat bayi begitu banyak, yaitu membuat bayi semakin tenang atau rileks, meningkatkan efektivitas istirahat (tidur) bayi, memperbaiki konsentrasi bayi, meningkatkan produksi ASI, membantu proses tumbuh kembang dan kecerdasan anak, kemudian meningkatkan kenaikan berat badan, membantu meringankan


(52)

ketidaknyamanan dalam pencernaan dan tekanan emosi, memacu perkembangan otak dan sistem saraf, selanjutnya meningkatkan gerak peristaltik untuk pencernaan, menstimulasi aktivitas nervus vagus untuk perbaikan pernapasan, memperkuat sistem kekebalan tubuh, meningkatkan nafsu makan, meringankan gejala masuk angin, mengajari bayi sedini tentang bagian tubuh, meningkatkan aliran oksigen dan nutrisi menuju sel. Meningkatkan kepercayaan diri ibu, lebih lanjut memudahkan orangtua “mengenali” bayinya, hiburan menyenangkan keluarga, membina ikatan yang kuat antara orangtua dengan anak yang terbentuk atas dasar cinta dan keterbukaan komunikasi, dan menurunkan hiperaktivitas serta meningkatkan kelembutan sifat anak (Roesli, 2008).

Pijat bayi memudahkan pembelajaran terhadap kesiagapan, perkembangan fisik yang optimal, dan peningkatan koordinasi otot untuk meningkatkan kepercayaan diri serta keberanian. Bagi orangtua dan kakaknya, pemijatan meningkatkan kesadaran akan manajemen pengelolaan mental dan teknik meredakan stress. Memudahkan acara pelenturan setiap hari, baik bagi orangtua maupun anak. Mengurangi komplikasi pada bayi dari ibu pecandu obat-obatan, memperbaiki perasaan positif bayi yang dilahirkan secara sesar (caesar), meringankan asma dan mengobati depresi atau syok (shock) (Roesli, 2008). Pemijatan menawarkan keuntungan kepada orangtua akan pemahaman mengenai sifat anak dan menemukan keuntungan tersendiri dalam meningkatkan komunikasi verbal, serta menciptakan suasana pemahaman akan pentingnya kreativitas dalam merawat anak, dan mengajarkan anak mengenai perbedaan sentuhan baik maupun buruk, selanjutnya mengenalkan kepada bayi mengenai kontrol badan mereka, anak-anak yang memiliki


(53)

hubungan dekat dengan orangtuanya cenderung memiliki hubungan lebih baik dengan teman seusianya dan orang yang lebih dewasa. Manfaat lain akan diteruskan oleh anak ketika ia besar dan menjadi orangtua (Roesli, 2008).

2.7.3. Frekuensi Pijat Bayi

Pijat bayi dapat segera dimulai setelah bayi dilahirkan, sesuai keinginan orang tua. dengan lebih cepat mengawali pemijatan bayi akan mendapat keuntungan yang lebih besar, terlebih jika pemijatan dapat dilakukan setiap hari dari sejak kelahiran sampai berusia 5-7 bulan (Subakti, 2008). Pemijatan dilakukan pagi hari sebelum mandi, atau bisa juga malam hari sebelum bayi tidur, karena aktivitas bayi sepanjang hari yang cukup melelahkan. Tentunya, bayi juga perlu relaksasi agar otot-otot menjadi kendur kembali, sehingga bayi dapat tidur lebih nyenyak dan tenang. Pijat bayi dapat dilakukan 1-2 jam setelah makan/minum susu. Tindakan pijat dikurangi seiring dengan bertambahnya usia bayi. Sejak usia enam bulan, pijat dua hari sekali sudah memadai (Prasetyono, 2009). Waktu yang digunakan dalam pemijatan tidak ada ketentuan baku. Namun, berdasarkan pengalaman, paling lama pemijatan secara lengkap dapat dilakukan sekitar 20 menit. Setelah selesai, segeralah bayi dimandikan agar tubuhnya merasa segar dan bersih dari lumuran baby oil (Subakti, 2008).

2.7.4. Tindakan yang Dianjurkan Selama Pemijatan

Hal-hal yang dianjurkan selama pemijatan berlangsung, adalah : (a) Pancinglah mata bayi disertai pancaran kasih sayang selama pemijatan berlangsung; (b) Ciptakan suasana yang tenang/ lembut selama pemijatan; (c) Awali pemijatan dengan melakukan sentuhan ringan, kemudian secara bertahap tambahkanlah tekanan pada sentuhan tersebut, terutama bila anda sudah yakin bahwa bayi mulai terbiasa


(54)

dengan pijatan yang sedang dilakukan; (d) Untuk bayi sehat yang baru lahir usia 0 – 3 bulan sebaiknya mengawali tahap pemijatan dengan sentuhan. Sentuhan ini secara bertahap ditingkatkan tekanannya sampai bayi berusia 2 – 3 bulan,

(e) Tanggaplah pada isyarat yang diberikan bayi anda. Bila bayi menangis, cobalah untuk menenangkannya sebelum melanjutkan pemijatan. Bila bayi menangis lebih keras, hentikanlah pemijatan. Karena mungkin bayi minta digendong, disusui atau sudah mengantuk dan ingin tidur; (f) Mandikanlah bayi segera setelah pemijatan berakhir agar bayi merasa segar dan bersih setelah terlumuri minyak atau baby oil/ lotion; (g) Hindarkan mata bayi dari percikan atau lelehan minyak atau baby oil/ lotion, (Roesli, 2008).

2.7.5. Tindakan yang Tidak Dianjurkan Dilakukan Pemijatan

Hal-hal yang tidak dianjurkan selama pemijatan berlangsung, yaitu : (a) Memijat bayi langsung setelah makan; (b) Membangunkan bayi khusus untuk pemijatan; (c) Memijat bayi pada saat bayi dalam keadaan tidak sehat;

(d) Memijat bayi pada saat bayi tidak mau dipijat; (e) Memaksakan posisi pijat tertentu pada bayi (Subakti, 2008).

2.7.6. Suasana Saat Pemijatan:

Ketika akan dipijat, si kecil dan si pemijat harus dalam keadaan yang tenang dan nyaman. kondisi yang dikatakan tenang dan nyaman sebagai berikut : (a) Suasana bayi, yaitu saat bayi ceria dan saat kondisi perut yang sudah terisi makanan; (b) Suasana pemijat, yaitu suasana hati pemijat tenang, menampilkan mimik wajah tersenyum, nebar kasih sayang, dan putar musik klasik (bila perlu) (Praseyono, 2009). 2.7.7. Ruangan yang Nyaman Saat Melakukan Pemijatan


(55)

Ruangan yang nyaman untuk melakukan pemijatan pada si kecil adalah: (a) Ruangan yang hangat tetapi tidak panas; (b) Ruangan yang kering dan tidak pengap; (c) Ruangan yang tidak berisik; (d) Ruangan yang penerangannya cukup; dan (e) Ruangan tanpa aroma menyengat dan mengganggu (Gichara, 2006).

2.7.8. Efek Samping Pemijatan

Pemijatan adalah teknik relaksasi yang lembut dan jarang menyebabkan efek samping. Namun bila pemijatan dilakukan terlalu dalam, dapat menyebabkan perdarahan pada organ vital seperti hati dengan adanya pembentukan penumpukan darah (Subakti, 2008).

2.7.9. Pedoman Pijat Bayi 2.7.9.1 Memulai pemijatan

Jika bayi anda belum pernah dipijat sebelumnya, mungkin perlu waktu untuk membiasakannya. Cobalah lakukan 3 – 4 kali dalam sehari, sehingga bayi dan oang tuanya menjadi terbiasa dengan usapan-usapan. Ketika anda yakin dan bayi merasa nyaman, maka hal ini dapat menjadi rutinitas, atau setidaknya coba memijat sekurangnya 3 kali dalam seminggu. Gunakan usapan lembut dan buatlah kontak mata dengannya selama pijat berlangsung.

a. Belajar Rileks

Bayi memahami ketegangan dan kegelisahan andanya, khususnya melalui kontak fisik. Anda perlu meluangkan waktu untuk rileks sebelum memulai pemijatan. Hilangkan semua hal yang mengganggu atau sedang anda pikirkan, agar anda dapat memberikan perhatian penuh pada pijatan dan bayi anda.


(1)

FREQUENCIES

VARIABLES=n1 n2 n3 n4 n5 Niat K1 K2 K3 TMN1 TMN2 TMN3 W1 W2 B1 B2 Be rapa ka li ibu m emberi kan pem ijatan kepa da bayi

3 3.8 3.8 3.8

47 58.8 58.8 62.5

30 37.5 37.5 100.0

80 100.0 100.0

> 5 kali seminggu 4 k ali s eminggu 3 k ali s eminggu Total

Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumulative Percent

Bayi tidak dipijat ketika

42 52.5 52.5 52.5

33 41.3 41.3 93.8

5 6.3 6.3 100.0

80 100.0 100.0 Bayi keadaan tenang dan

senang

bayi dalam keadaan rewel

Bayi baru s eles ai makan Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

ya ng i bu l akukan keti ka bayi ibu suda h selesai diberikan pij atan

3 3.8 3.8 3.8

50 62.5 62.5 66.3

27 33.8 33.8 100.0

80 100.0 100.0

Bayi ditidurkan setelah pemijat an Memberikan AS I Memandikan dan membersihkan tubuh bayi Total Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumulative Percent

Ti ngka t Ti nda kan Responden

17 21.3 21.3 21.3

52 65.0 65.0 86.3

11 13.8 13.8 100.0

80 100.0 100.0

Kurang Sedang Baik Total Valid

Frequency Percent Valid P erc ent

Cumulative Percent


(2)

Frequencies

[DataSet1] D:\skripsi\dina\DINA.sav

Frequency Table

80 80 80 80 80 80

0 0 0 0 0 0

Valid Mis sing N

teman, tetangga, keluarga ibu

menyuruh melakukan pijat bayi ke dukun bayi, apa yang

terlintas dalam pikiran ibu

Pandangan ibu terhadap pijat bayi yang

dilakukan dukun bayi

Jika ada yang mengajak pijat bayi ke

dukun bayi

Orang dekat mengetahui

ibu menggunak an pijat bayi

Alasan memilih pijat bayi

Tingkat Niat Responden

kel m pija

du

teman, tetangga, keluarga ibu menyuruh melakukan pijat bayi ke dukun bayi, apa yang terlintas dalam pikiran ibu

21 26.3 26.3 26.3

59 73.8 73.8 100.0

80 100.0 100.0

Tidak Mau tahu Tertarik dan mencari tahu tentang pijat bayi Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pa nda nga n ibu te rha dap pij at bayi yang di lakukan dukun bayi

20 25.0 25.0 25.0

60 75.0 75.0 100.0

80 100.0 100.0

Pijat bayi t idak memilik i manfaat yang besar Merupakan salah s atu pengobatan yang meningkat kan kesehatan bay i Total

Valid

Frequency Percent Valid P erc ent

Cumulative Percent


(3)

Jika ada yang mengajak pijat bayi ke dukun bayi

22 27.5 27.5 27.5

58 72.5 72.5 100.0

80 100.0 100.0 Tidak mau

menggunakan pijat bayi Merasa tertarik dan ingin tahu tentang pijat bayi Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Orang dekat mengetahui ibu menggunakan pijat bayi

23 28.8 28.8 28.8

57 71.3 71.3 100.0 80 100.0 100.0

Tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Alasan memilih pijat bayi

22 27.5 27.5 27.5

58 72.5 72.5 100.0

80 100.0 100.0 Dianjurkan teman,

keluarga, kerabat Karena pijat bayi merupakan salah s atu pengobatan alternatif Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Ti ngka t Niat Responden

2 2.5 2.5 2.5

38 47.5 47.5 50.0

40 50.0 50.0 100.0

80 100.0 100.0

Kurang Sedang Baik Total Valid

Frequency Percent Valid P erc ent

Cumulative Percent


(4)

keluarga ibu melakukan pijat bayi ke dukun bayi

25 31.3 31.3 31.3

55 68.8 68.8 100.0

80 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

tanggapan keluarga ibu mengenai pijat bayi ke dukun bayi

40 50.0 50.0 50.0

40 50.0 50.0 100.0

80 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

keluarga ibu menyarankan untuk melakukan pijat bayi kedukun bayi

25 31.3 31.3 31.3

55 68.8 68.8 100.0

80 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Teman ibu melakukan pijat bayi ke dukun bayi

44 55.0 55.0 55.0

36 45.0 45.0 100.0 80 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

tanggapan tema ibu mengenai pijat bayi ke dukun bayi

54 67.5 67.5 67.5

26 32.5 32.5 100.0 80 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(5)

Teman ibu menyarankan untuk melakukan pijat bayi kedukun bayi

44 55.0 55.0 55.0

36 45.0 45.0 100.0 80 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

wa ktu untuk m ela kuka n pijat bayi m empengaruhi anda dala m m e pe ngobata n ke dukun ba yi

52 65.0 65.0 65.0

28 35.0 35.0 100.0

80 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumulative Percent

ke tersedia an waktu dukun ba yi m em pengaruhi a nda dal am me lak pij at bayi

18 22.5 22.5 22.5

62 77.5 77.5 100.0

80 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumulative Percent

bia ya yang di keluarka n untuk pija t ba yi ke dukun ba yi le bih lebi h m dibandingkan ke tena ga kese hata n

8 10.0 10.0 10.0

72 90.0 90.0 100.0

80 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumulative Percent

biaya mempengaruhi anda dalam melakukan pijat bayi ke dukun bayi

8 10.0 10.0 10.0

72 90.0 90.0 100.0

80 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(6)

dukun bayi m enye dia kan tem pat atau rua nga n khusus untuk me lakuka n pijat bayi

35 43.8 43.8 43.8

45 56.3 56.3 100.0

80 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumulative Percent

tem pa t ya ng disediakan oleh dukun bayi untuk pemi saha n m em bua ba yi m era sa nyam an

37 46.3 46.3 46.3

43 53.8 53.8 100.0

80 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumulative Percent

dukun bayi bersedia dipanggil kerumah jika ibu ingin melakukan pemijatan bayi

80 100.0 100.0 100.0 Ya

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

ibu merasa jarak menuju tempat pijat bayi terlalu jauh

54 67.5 67.5 67.5

26 32.5 32.5 100.0

80 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

ibu me rasa ja rak dari rum ah ke te mpat pemi jata n ba yi a kan me mpengaruhi ibu da lam me mil ih pe ngobatan pija t ba yi

30 37.5 37.5 37.5

50 62.5 62.5 100.0

80 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumulative Percent