Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Syair Burung Pungguk dan Implikasinya Terhadap Siswa SMAN 3 Padangsidimpuan

BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1

Kepustakaan Yang Relevan
Melengkapi suatu penelitian dibutuhkan suatu dalil yang berhubungan

dengan objek penelitian maka peneliti menggunakan reverensi pendukung untuk
memperoleh data-data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Peneliti
menggunakan reverensi pendukung seperti buku-buku dan karya ilmiah yang
berhubungan dengan judul ini.Buku yang digunakan peneliti ialah Menjulang Tradisi
Etnik (Syaifuddin,Wan 2014) agar penulisan proposal ini lebih baik dan
Membongkar Teori Dekontruksi Jacques Derrida .
Dekontruksi adalah sebuah strategi filsafat, politik dan intelektual untuk
membongkar modus membaca dan menginterpretasi yang mendominasi dan
menguatkan fundamental. Dengan demikian dekontruksi merupakan strategi untuk
menguliti lapisan-lapisan makna yang terdapat di dalam teks yang sudah dibentuk
atau baku yang berarti kesempatan bagi pembaca untuk memaknai sebebasnya
kandungan teks. Derrida (Structure, Sign and Play in the Discourse of the Human
Science,1966).
Dekontruksi ialah testimoni terbuka kepada mereka yang kalah, mereka yang

terpinggirkan oleh stabilitas rezim bernama pengarang. Maka, sebuah dekontruksi
ialah gerak perjalanan menuju hidup itu sendiri. Disini pembaca berhak menetukan
kandungan makna isi teks tersebut. Al-fayyadl (2011:232).

5

Universitas Sumatera Utara

Dekontruksi merupakan gabungan antara hakikat destruktif dan konstruktif.
Dekontruksi ialah cara membaca teks sebagai strategi yang berarti pembaca dapat
menguliti pengertian maknanya dari bidang mana saja hingga makna yang
tersembunyi pun didapat. Kristeva (1980:36-37).
3.2 Syair Dan Istilahnya
Syair adalah bentuk puisi dalam sastra Melayu lama. Kata syair berasal dari
bahasa Arab syu’ur yang berarti perasaan. Syair dalam kesusasteraan Melayu
merujuk pada pengertian puisi secara umum.Masyarakat Melayu sangat akrab
dengan

syair


hal

ini

dikarenakan

lekatnya

hubungan

Melayu

dengan

keislaman.Masyarakat Melayu mulai mengenali syair seiring dengan penetrasi dan
perkembangan ajaran islam terutama pada bidang tasawuf di Nusantara. Dalam
perkembangannya syair tersebut mengalami perubahan dan modifikasi sehingga
menjadi khas Melayu, tidak lagi mengacu pada tradisi sastra syair di negeri Arab.
Perbedaan yang kental antara syair Arab dengan syair dalam kesusastraan Melayu
ialah di dalam syair atau syu’ur Arab bermakna puisi secara keseluruhan dan

bercirikan puisi biasa ataupun pengungkapan tiap maknanya bersifat puisi pada
umumnya, sedangkan syair dalam kesusastraan Melayu merupakan salah satu bagian
dari syair itu sendiri yang mempunyai ciri berima a atau sama tiap ujung baitnyadan
biasanya bercerita tentang suatu kehidupan baik itu sosial, kerajaan maupun protes
masyarakat itu sendiri. Penyair yang berperan besar dalam membentuk syair khas
Melayu adalah Hamzah Fansuri, dengan karyanya, antara lain: Syair Perahu; Syair
Burung Pingai; Syair Dagang; dan Syair Sidang Fakir. Dalam syair ini, bahasa
Melayu masih bercampur dengan bahasa Sansekerta dan Arab.

6

Universitas Sumatera Utara

2.2

Pendidikan Karakter
2.2.1

Tinjauan Tentang Pendidikan Karakter


Sardiman (2001: 118)“Karakter siswa adalah keseluruhan pola kelakuan dan
kemampuan yang ada pada siswa sebagai hasil dan pembawaan dan lingkungan
sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya.”
Setiap siswa mempunyai kemampuan dan pembawaan yang berbeda. Siswa
juga berasal dan lingkungan sosial yang tidak sama. Kemampuan, pembawaan, dan
lingkungan sosial siswa membentuknya menjadi sebuah karakter tersendiri yang
mempunyai pola perilaku tertentu.Pola perilaku yang terbentuk tersebut menentukan
aktivitas yang dilakukan siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah.Aktivitasaktivitas diarahkan untuk mencapai cita-cita siswa, tentunya dengan bimbingan guru.
Khodijah (2011: 181) menyatakan bahwa perbedaan individual diantara anak
didik merupakan hal yang tidak mungkin dihindari, karena hampir tidak ada
kesamaan yang dimiliki oleh manusia kecuali perbedaan itu sendiri. Sejauhmana
individu berbeda akanmewujudkankualitas perbedaan mereka atau kombinasikombinasi dan berbagai unsur perbedaan tersebut.
Pola perilaku yang dimiliki masing-masing siswa menyebabkannyamempunyai
karakter yang berbeda-beda antara satu dan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan yang
ada merupakan hal yang sudah pasti, tidak ada satupun siswa yang mempunyai
kesamaan dengan lainnya. Apabila ada satu aspek yang sama maka aspek yang

7

Universitas Sumatera Utara


lainnya pasti berbeda. Perbedaan setiap individu merupakan salah satu faktor yang
menjadi pendukung untuk mewujudkan kualitas masing-masing individu.
Sedangkan Arikunto (2009: 296) menyatakan bahwa siswa adalah subjek
yang menerima pelajaran.Ada siswa pandai, kurang pandai, dan tidak pandai.Setiap
siswa mempunyai bakat intelektual, emosional, sosial, dan lain-lain yang sifatnya
khusus.
Karakter siswa antara lain ditemukan ada siswa yang pandai, siswa kurang
pandai, dan siswa yang tidak pandai. Siswa yang pandai akan lebih mudah menerima
materi pembelajaran dibandingkan dengan siswa yang kurang pandai dan yang tidak
pandai. Belum lagi perbedaan dalam bakat, emosional, dan sosial. Siswa yang
berbakat, emosi stabil, dan lingkungan sosial yang baik akan lebih mudah mengikuti
proses pembelajaran bila dibandingkan dengan siswa yang tidak berbakat, emosi
tidak stabil, dan siswa yang berasal dari lingkungan sosial yang buruk. Perbedaan
karakter ini menuntut guru untuk bersikap arifmenyikapinya.
Khodijah (2011: 182) perbedaan individual yang dimiliki anak didik antara
lain meliputiperbedaan dalam aspek biologis, psikologis, intelegensi, bakat, dan
perbedaan lainnya.
Begitu banyak ditemukan perbedaan dalam karakter siswa, antara lain
perbedaan dalam hal biologis, psikologis, intelegensi, dan bakat. Keadaan fisik

biologis satu siswa dengan yang lain berbeda sama sekali. Ada siswa yang
mempunyai fisik sehat dan lengkap, ada juga siswa yang mempunyai fisik lengkap
tetapi tidak sehat.Keadaan psikologis siswa juga beragam, tidak semua siswa siap

8

Universitas Sumatera Utara

secara psikologis untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah. Ada siswa
yang datang ke sekolah dengan penuh semangat dan senang gembira, ada siswa yang
datang ke sekolah dengan sedih dan susah, ada siswa yang malas, ada juga siswa
yang berangkat ke sekolah karena menghindari pekerjaan di rumah, dan sebagainya.
Intelegensi yang dimiliki siswajuga berbeda-beda, ada yang mempunyai intelegensi
tinggi, intelegensi sedang, dan ada yang mempunyai intelegensi rendah. Perbedaan
lain yang memerlukan perhatian dan guru adalah bakat. Guru harus memahaini
bahwa tidak semua siswa mempunyai bakat dalam semua mata pelajaran.
Karakter siswa meliputi fisiologis dan psikologis.Fisiologis meliputi kondisi
fisik, panca indera, dan sebagainya.Psikologis menyangkut minat, tingkat
kecerdasan, bakat, motivasi, kemampuan kognitif, dan sebagainya (Purwanto, 2009:
107).

Karakter siswa yang berikutnya adalah karakter fisiologis dan karakter
psikologis.Kedua karakter ini memerlukan perhatian khusus dari guru.Siswa dengan
kondisi fisiologiskurang sehat akan lebih memerlukan perhatian dan guru
dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kekurangan pada kondisi fisiologisnya.
Karakter psikologis siswa juga berbeda-beda.Minat siswa terhadap suatu pelajaran
berbeda-beda, apalagi penyajian materi pelajaran guru yang tidak menarik. Motivasi
tidak kalah penting untuk diperhatikan. Guru harus mampu memberikan motivasi
yang tepat kepada para siswanya. Motivasi yang tidak tepat hanya akan membuat
siswa semakin tidak bersemangat untuk belajar, karena tidak semua siswa
mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar.

9

Universitas Sumatera Utara

Menurut Sardiman (2001:119) Karakter siswa yang dapat mempengaruhi
kegiatan belajar siswa antara lain: latar belakang pengetahuan dan taraf pengetahuan,
gaya belajar, usia kronologi, tingkat kematangan, spektrum dan ruang lingkup minat,
lingkungan sosial ekonomi, hambatan-hambatan lingkungan dan kebudayaan,
intelegensi, keselarasan dan attitude, prestasi belajar, motivasi dan lain-lain.

Keberagaman karakter yang dimiliki siswa menjadi faktor pendukung dan sekaligus
menjadi penghambat dalam kegiatan belajar mengajar.
a.

Karakter Biologis
Khodijah (2011: 182) berpendapat bahwa aspek biologis yang terkait

langsung dengan penerimaan pelajaran di kelas adalah kesehatan mata dan telinga.
Anak didik yang memiliki masalah tertentu dalam penglihatan dan pendengarannya
akan mengalami masalah tersendiri dalam menerima pelajaran.
Dalam hal ini, bila kondisi faktor-faktor lain adalah sama, maka anak yang
sehat fisiknya secara menyeluruh akan lebih berpeluang untuk mencapai prestasi
yang maksimal.
Kesehatan fisik anak didik perlu mendapat perhatian serius dan guru.Tidak
semua siswa mengikuti pembelajaran dengan kondisi fisik yang baik. Kondisi fisik
kurang sehat akan mengganggu siswa belajar.
b. Karakter Psikologis
Khodijah (2011: 183) berpendapat bahwa perbedaan psikologis pada siswa
mencakup perbedaan dalam minat, motivasi, dan kepribadian”. Perbedaan siswa
dalam hal minat, motivasi, dan kepribadian akan selalu ditemui pada sekelompok


10

Universitas Sumatera Utara

siswa. Tidak semua siswa mengikuti pelajaran dengan minat yang tinggi terhadap
mata pelajaran.Ada siswa yang dengan setengah hati mengikuti pelajaran.Demikian
pula dengan perbedaan motivasi, ada siswa yang memiliki motivasi tinggi sehingga
sangat aktif mengikuti pelajaran, sedangkan yang lainnya mungkin setengah
termotivasi atau bahkan tidak termotivasi untuk belajar.Kepribadian siswa juga
berbeda, ada siswa yang terbuka sehingga mudah bergaul dan mempunyai banyak
teman, tetapi adapula siswa yang tertutup sehingga sulit bergaul dan terkesan tidak
mempunyai teman karena sering menyendiri.
c. Karakter Intelegensi
Khodijah (2011: 101) menyatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan
potensial umum untuk belajar dan bertahan hidup, yang dicirikan dengan
kemampuan untuk belajar, kemampuan untuk berpikir abstrak, dan kemampuan
memecahkan masalah.”
Setiap anak memiliki tingkat intelegensi yang berbeda-beda.Perbedaan
tersebut menambah keunikan dalam suatu kelas pembelajaran.Ada siswa yang

dengan cepat mampu menyerap materi pembelajaran dan ada siswa yang lamban
menyerapnya.Ada siswa yang mampu dengan cepat menyelesaikan soal ujian atau
tugas, dan ada siswa membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan satu tugas saja.
d. Karakter Bakat
Bingham dalam Khodijah (2011: 185-186) mendefinisikan bakat:
As a condition or set of charateristics regarded as symptomatic of an
individual’s ability to acquire with training some (usually spec jiled) knowledge,

11

Universitas Sumatera Utara

skill, or set of responses such as the ability to speak a language, to produce mucic,
...etc.(sebagai sebuah kondisi atau rangkaian karakter yang dianggap sebagai gejala
kemampuan seorang individu untuk memperoleh melalui latihan sebagian
pengetahuan, keterampilan, atau serangkaian respon seperti kemampuan berbahasa,
kemampuan musik, dan sebagainya).
Siswa yang belajar sesuai dengan bakatnya akan lebih mudah menerimadan
menguasai materi pembelajaran jika dibandingkan dengan siswa yang tidak berbakat
dalam mata pelajaran tertentu. Walaupun siswa yang tidak berbakat juga sangat

dimungkinkan untuk menerima materi pembelajaran dengan lebih baik.
e. Karakter Lainnya (Karakter sopan santun berbahasa ketika berbicara)
Khodijah (2011: 187) “Perbedaan individual lain yang banyak diteliti oleh
para ahli adalah perbedaan jenis kelamin, perbedaan etnis, dan perbedaan kondisi
sosial ekonomi”
Siswa laki-laki dan siswa perempuan berbeda karakternya. Secara umum,
siswa perempuan akan lebih rajin daripada siswa laki-laki. Kondisi sosial ekonomi
orang tua siswa sangat beragam, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi
kelompok sosial ekonomi bawah, kelompok sosial ekonomi sedang, dan kelompok
sosial ekonomi atas.Mayoritas siswa berasal dan kelompok sosial ekonomi sedang.
Ada tiga kelompok karakter siswa yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Karakter yang berkaitan dengan fisiologis. Karakter ini meliputi: jenis
kelaimin, kondisi fisik, usia kronologis, panca indera, tingkat kematangan, dan
sebagainya.

12

Universitas Sumatera Utara

2. Karakter yang berkaitan dengan psikologis. Karakter ini meliputi: bakat,
minat, motivasi, intelegensi, gaya belajar, emosi, dan sebagainya.
3. Karakter yang berkaitan dengan lingkungan. Karakter ini meliputi etnis,
kondisi sosial ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya.
Sedangkan menurut Hasan (2011: 10) ada 18 nilai-nilai dalam pengembangan
pendidikan budaya dan karakter yang dibuat Kementerian Pendidikan Nasional.
Mulai tahun ajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan
pendidikan berkarakter tersebut dalam proses pendidikannya. 18 nilai-nilai dalam
pendidikan karakter itu adalah:
1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleransi terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup
rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat,
sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dan dirinya.

13

Universitas Sumatera Utara

4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
5. KerjaKeras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi
berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaikbaiknya.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan
sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban
dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam
dan meluas dan sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar.

14

Universitas Sumatera Utara

10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan
bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian,
dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu
yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang
lain.
13. Bersahabat/Komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja
sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang
dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar Membaca
Kebiasaan

menyediakan

waktu

untuk

membaca

berbagai

bacaan

yangmemberikan kebajikan bagi dirinya.

15

Universitas Sumatera Utara

16. Peduli Lingkungan
Sikap

dan

tindakan

yang

selalu

berupaya

mencegah

kerusakan

padalingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk
memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain
danmasyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dankewajibannya,
yang seharusnya dia lakukan terhadap dirinya sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

2.2.2

Konsep Pendidikan Karakter

Konsep pendidikan karakter yang digagas juga mensinergikan antara
pendidikan di sekolah dan di rumah. Peran orangtua di rumah adalah sama
sebagaimana guru di sekolah dalam hal mendidik anak. Kesalingpahaman dan
kerjasama dalam mendidik anak menjadi syarat terciptanya pendidikan berbasis
karakter. Karena,apalahjadinyajika karakter yang dibangun sekolah diruntuhkan oleh
orangtua atau sebaliknya.
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi
dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis,

16

Universitas Sumatera Utara

kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta
ilmu, sabar, berhati-hati dan rela berkorban. Individu juga memiliki kesadaran untuk
berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi
dan kesadarannya tersebut.Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif
sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha
melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan,
bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan
potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya
(perasaannya).
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.Pendidikan karakter
dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school ljfe to foster
optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua
komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen
pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian,
penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan
aktivitas

atau

kegiatan

ekstra

kurikuler,

pemberdayaan

sarana prasarana,

pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah atau lingkungan. Di samping itu,
pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam
menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.

17

Universitas Sumatera Utara

Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber
dan nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga
disebut sebagai the golden rule.Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang
pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut.Pada penyelenggaraan
pendidikan karakter di sekolah juga harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar,
yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih
tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan,
kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalahcinta
kepada Allah dan ciptaan-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat
dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya din, kreatif, kerja keras, dan
pantang menyerah, keadilan dan kepeinimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta
damai, dan cinta persatuan.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya
upayapeningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal.Namun
demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan
dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar
menyarankan

penggunaan

pendekatan-pendekatan

pendidikan

moral

yang

dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral
kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang
lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman
nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik. (Kemendiknas, 2010: 104).

18

Universitas Sumatera Utara

2.3.

Pendekatan Dekontruksi Sastra
Dekontruksi berasal dari kata “De” dan “Constructio” yang diambil dari

bahasa Latin. “De” berarti pengurangan, penolakan ataupun penurunan sedangkan
“constructio” berarti susunan, bentuk, ataupun pengatur. Jadi dapat didefenisikan
menurut kedua pengertian diatas Dekontruksi berarti suatu pengurangan ataupun
perubahan bentuk suatu objek dari bentuk yang sudah ada. Dekontruksi yaitu caracara untuk mengurangi suatu kontruksi yang diaplikasikan dalam bentuk gagasan.
Menurut Derrida teori dekontruksi sangat relevan dengan landasan kajian
sastra etnik Melayu di Sumatera Timur. Takrif mengenai teori dan pendekatannya
ialah :
“Teori

dan

pendekatan

dekontruksi,

sebagaimana

teori

dan

pendekatan

strukturalisme dan formalisme, menumpukkan atau memfokuskan perhatian kepada
karya atau teks sastra semata-mata, tetapi karya atau teks sastra itu dilihat tidak
mempunyai pusat yang berarti tidak berstruktur , tidak tertutup tetapi terbuka untuk
diinterpretasi atau diberikan makna, karena setiap unsur karya atau teks sastra etnik
Melayu memainkan peranan atau berfungsi memberikan berbagai kemungkinan
makna atau makna yang polisemi. Bukan hanya satu makna atau makna yang
kontraksi atau saling bertentangan dan tidak pasti ataupun ambiguitas, dan tidak
bertujuan luar, yakni lepas bebas bukan saja dari kerangka sejarah dan sosio
budayanya, tetapi juga dari pengarangnya sendiri. Syaifuddin (2014:60)
Dari fakta yang dikemukakan di atas itu dapat ditegaskan bahwa teori dan
pendekatan dekontruksi memiliki sifat yang agak radikal dan lebih bebas jika

19

Universitas Sumatera Utara

dibandingkan dengan teori dan pendekatan strukturalisme, apalagi dengan
pendekatan dan teori formalisme, sebagaimana dinyatakan sendiri dengan lantang
oleh Derrida dalam bukunya OF Grammatology (1976).
Sesuai dengan sifat yang agak radikal dan tidak mau terikat yang da pada
dirinya itu, teori dan pendekatan dekontruksi, yang mendekonstruk atau merombak
dan menyusun kembali suatu karya atau teks sastra, tidak pernah menetapkan sesuatu
kaedah atau metode yang khusus atau terbatas dalam kegiatan pembacaan dan
penelitian karya atau teks sastra maupun bukan karya atau teks sastra, yakni karya
falsafah.
Sejalan dengan hakikat teori dan pendekatan dekontruksi, kajian terhadap
sastra etnik Melayu di Sumatera Timur seharusnya menggunakan dekontruksi
sebagai landasan untuk mengkaji dan meneliti setiap karya.
1. Mengenal pasti unsur yang ada dalam karya atau teks sastra etnik, tanpa
memikirkan suatu unsur itu penting atau tidak penting. Setiap unsur mesti
dianggap sama penting, punya nilai sama dan tidak ada unsur yang dianggap
tidak penting.
2. Berikutnya, menghubungkan tiap unsur dalam karya atau teks sastra etnik
sehingga unsur-unsur itu membentuk suatu jaringan, baik antara sesama
unsur yang sama maupun dalam hubungan unsur yang berbeda.
3. Melaluijaringan hubungan yang disebutkan itu, kita akan dapat “pemahaman”
yang sebaik mungkin tetntang karya sastra atau teks sastra etnik dan
”pemahaman” itu memungkinkan kita memberikan makna yang ambiguitas
dan saling bertentangan atau kontradiksi kepada karya atau teks sastra etnik,

20

Universitas Sumatera Utara

tanpa dapat memilih atau menentukan dengan pasti satu makna yang benarbenar betul atau benar-benar salah.
Dengan demikian kaedah atau metode dekontruksi yang agak konservatif ini
menghendaki perhatian kita diberikan kepada setiap unsur dalam karya atau teks
sastra etnik, tanpa ada unsur yang lepas dari perhatian meskipun bukan saja sebagai
bahagian yang integral dari karya atau teks sastra etnik, tetapi juga dianggap dalam
hubungan dengan unsur-unsur lain, maka ambiguitas dan makna yang kontradiksi
atau saling bertentangan sehingga kita tidak mungkin dapat menetapkan atau
memastikan satu makna yang pasti atau mutlak benar, yang tidak dapat dipersoalkan,
dalam karya ataupun teks sastra etnik.
Hanya kepercayaan kita saja yang memungkinkan kita dapat memilih salah
satu diantara berbagai kemungkinan makna yang saling bertentangan itu dengan
melupakan ataupun meniadakan makna-makna yang lain dala suatu karya atau teks
sastra

etnik.

21

Universitas Sumatera Utara