Tjokroaminoto Antara Islam Nasionalisme pdf

Tjokroaminoto : Antara Islam, Nasionalisme, dan Populisme
Oleh: Ahmad Sofyan*

Dengan ramainya kembali pembahasan mengenai tokoh nasional H.O.S Tjokroaminoto, saya akhirnya
tergelitik untuk sedikit mengulas kuburan-kuburan khazanah yang telah lama dipendam mengenai
Bapak Tjokroaminoto.
Berikut beberapa poin penting yang bisa digali dari Bapak Tjokroaminoto dan SI (Sjarekat Islam) :
1) SI adalah gerakan islamis-nasionalis-pribumi pertama di Nusantara, berawal dari pendirian SDI
(Sjarekat Dagang Islam) pada tahun 1905 oleh Haji Samanhudi. SDI yang kemudian berganti
nama menjadi SI, bertujuan mendobrak dominasi pedagang batik etnis Tionghoa di Jawa yang
pada saat itu sengaja diperlakukan istimewa oleh rejim kolonial Hindia-Belanda.
Salah satu gerakan protes SI selain dengan mengembangkan kewirausahaan pedagangpedagang batik Bumiputera, SI pun beberapa kali melakukan aksi demonstrasi pedagang batik.
Tjokroaminoto adalah orang Indonesia pertama yang memerkenalkan paradigma nasionalisme
dan tidak mengakui nama Hindia Belanda yang diberikan oleh Belanda untuk nusantara. Sebagai
bangsa timur, Tjokroaminoto lebih bangga menyebut Indonesia dengan Hindia Timur atau
Hindia. Ia adalah penggagas pemerintahan sendiri (zelfbestuur) untuk bangsa Indonesia.

Organisasi ini didirikan juga untuk melawan upaya monopoli sebagian kalangan atas bahan baku
produksi batik. Ini digambarkan oleh Tirto Adhi soerjo (SI Batavia) di laporannya di Meda
Prijaji de ga Judul Menonton Wayang Prijaji. “edikit dari kutipa itu berbu yi:
“audagar-saudagar kecil tidak bisa beli kain dagangan sendiri di Solo karena kain yang bisa

masuk priangan sudah diikat oleh saudagar-saudagar besar.

Dalam kutipan lain, Tirto menulis:
Per iagaa se aki se pit, da kare a itu kita
asi g. Kita a ak egri

esti a bil per iagaa ya g dilakuka ba gsa

esti bisa jadi toke se diri….

Mengenai alasan menjadikan Islam sebagai asas gerakan, baik H. Samanhoedi ataupun para
tokoh Sarekat Islam lainnya, beralasan agar ruh Islam menyatu dalam setiap langkah
pergerakan. Selain itu, hal ini juga untuk menunjukkan sikap kepada Belanda, yang berupaya

menjauhkan Islam dari politik. (Lihat: M.A. Gani, Cita Dasar dan Pola Perjuangan Syarikat Islam,
hal. 15)
2) SI tidak membatasi keanggotaannya hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura saja. Tujuan SI
adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di antara muslim dan
mengembangkan perekonomian rakyat. Keanggotaan SI terbuka untuk semua lapisan
masyarakat muslim. Berbeda dengan Boedi Oetomo (BO) yang Jawa-Sentris dan beranggotakan

kaum ningrat belaka, dan bukan kebetulan tokoh-tokoh BO juga merupakan anggota Freemason
(lihat T.H Steven, Tarekat Mason Bebas).
Di tangan Tjokro, SI mewujud menjadi organisasi politik pertama terbesar di nusantara. Pada
1914, anggota resminya mencapai 400.000 orang, sedangkan tahun 1916 terhitung 860.000
orang. Tahun 1917 sempat menurun menjadi 825.000, pada 1918 bahkan merosot lebih drastis
lagi hingga pada kisaran 450.000, namun setahun berikutnya, tahun 1919, keanggotaan SI
melesat sampai 2.500.000 orang.
Ketertarikan berjuta-juta orang tersebut untuk berbondong-bondong masuk SI bukanlah tanpa
alasan. Tjokroaminoto sangat jeli melihat setiap peluang. Dengan bandrol Islam, ditambah
strategi politik rakyat nir kasta, SI dengan cepat mampu menarik hati untuk bergabung. Di setiap
pertemuan anggota SI, semua duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi.
Karena pembelaannya pada rakyat kecil itulah, para kawulo alit di tanah Jawa sempat
menganggap Tjokroaminoto sebagai Ratu Adil (Satrio Piningit) yang kebetulan bernama mirip:
Prabu Heru Tjokro.
3) Islam memiliki nilai-nilai Sosialisme. Tjokroaminoto dan Agus Salim seringkali mempublikasikan
artikel yang membahas prinsip-prinsip sosialisme dalam Islam. Tjokro memang kerap
mempromosikan Sosialisme-Islam, tulisan-tulisan seperti Apakah Socialime itu?, Socialisme
berdasar Islam, adalah contoh-contoh tulisan duo Tjoko-Agus Salim. Tulisan-tulisan itu dibuat
bukan untuk mencangkokkan prinsip-prinsip sosialis ke dalam ideologi Islam yang menjadi dasar
organisasi, karena sejak awal SI sangat populis dan sosialis secara program maupun aksi.

Tulisan-tulisan sosialisme itu dibuat setelah kader-kader SI Merah (SI yang terpengaruh
komunisme ISDV) didepak keluar dari SI. Maka tampak betul motif utama tulisan-tulisan
tersebut dipublikasikan untuk memahamkan kembali prinsip-prinsip sosial Islam kepada anggota
maupun masyarakat tanpa mereka harus berubah menjadi komunis. Selain itu, dengan
kemenangan kaum Bolshevik menggulingkan Tsar tahun 1917, elit SI sadar betul mereka tengah
berhadapan dengan medan peperangan ideologi. Maka kehadiran tulisan-tulisan maupun buku
Tjokro yang berjudul Islam dan Socialisme merupakan kebutuhan zaman pada saat itu.
Permusuhan antara SI dengan komunisme terus berlanjut, setelah SI mendepak para anggota SI
yang juga merangkap aktif di PKI (H. Misbach, Tan Malaka, Semaun, Darsono), maka dalam

Komintern I, Komite Sentral Komunis Internasional mengecam dan menyatakan permusuhan
dengan Pan-Islamisme.

4) SI yang pertama kali mengusulkan keterlibatan rakyat dalam militer Hindia-Belanda dan
parlemen perwakilan rakyat Indonesia. Dalam Kongres Nasional Sarekat Islam (KN-SI) yang
dilangsungkan di Bandung antara 17-24 Juli 1916.
KN-SI menuntut : Pertama, segenap undang-undang yang akan diberlakukan untuk pribumi,
harus dibuat bersama dengan pimpinan perwakilan dari rakyat Indonesia. Berarti kongres
menuntut adanya dewan perwakilan rakyat. Kedua, dengan diberlakukannya sistem
desentralisasi dari Pemerintah Hindia Belanda sejak 23 Juli 1903, maka kongres menuntut agar

sistem desentralisasi diberlakukan lebih luas untuk seluruh wilayah Nusantara Indonesia.
Dengan kata lain, kongres menuntut agar Indonesia ber-pemerintahan sendiri atau Indonesia
Merdeka.
Selain dari dua hal tersebut kongres nasional Sarekat Islam juga menuntut agar diizinkan ikut
serta dalam Indie Weerbaar (Pertahanan India atau pertahanan Indonesia). Cara yang dilakukan
yaitu mengikutsertakan pemuda Indonesia dalam pertahanan. Bousquet (Suryanegara, 2012:
395) mengatakan bahwa :
“jarikat Isla
e yadari kuat ya pe jajah kare a e iliki siperioritas iliter. “ebalik ya,
ulama dan Santri dalam posisi lemah karena tidak memiliki organisasi militer moderen. Dengan
menyertakan para pemuda dalam sistem pertahanan yang dilaksanakan oleh pemerintah
kolonial Belanda dalam menghadapi Perang Dunia I (1914-1919 M), diharapkan nantinya mereka
akan dapat merebut kembali kedaulatan bangsa dan negara dari penjajah. Rencana tersebut,
baru berhasil pada masa pendudukan Jepang (1942-1945 M) dalam upaya memenangkan
Perang Asia Timur Raya (1941-1945 M), yakni dengan dibentuknya Tentara Pembela Tanah Air
PETA da Lastjar Hizboellah.
Demikian poin-poin yang dapat diringkas dari pemikiran-gerakan-sosok Tjokroaminoto dengan
Sjarekat Islam. Walaupun belum representatif, mudah-mudahan catatan sederhana ini dapat
sedikit membuka kuburan-kuburan intelektual yang selama ini disekat atau diabaikan oleh kita
para anak bangsa.

Satu hal yang paling saya ingat dari Bapak Tjokroaminoto dan selalu saya jadikan pakem sampai
sekarang yaitu trilogi beliau :
Semurni-murni Tauhid,
Setinggi-tinggi ilmu,
Sepandai-pandai siasat,

Pemikiran Tjokroaminoto selamanya akan menjadi acuan yang sangat bermanfaat. Tentang
Islam, sosialisme, politik, pemerintahan sendiri, nasionalisme, kemerdekaan, anti feodalisme,
anti kapitalisme, penyadaran kebangsaan, bahkan segala penjuru kehidupannya memuat guna
yang tak sedikit bagi terbentuknya bangsa Indonesia sebagai bangsa yang utuh dan berdaulat
penuh.
Wassalam

* Penulis adalah peminat dalam kajian politik, sosial, agama, budaya, sejarah, dan intelijen. Pernah
menjadi kolumnis majalah INTELIJEN. Semasa mahasiswa pernah menjabat sebagai staf Kajian Strategis (Kastra) PP
Himpunan Mahasiswa Persis, Sekjen Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Sektor Informal kota
Bandung. Pernah mengadvokasi hak-hak pedagang kaki lima di kota Bandung, anak jalanan,
da kau dhu’afa.