Tanaman Obat Asli Milik Masyarakat Bangs

Tanaman Obat Asli Milik Masyarakat Bangsa dan Negara RI

Indonesia kaya akan sumber daya hayati dan merupakan salah satu
negara megabiodiversity terbesar di dunia. Indonesia menduduki urutan
kedua setelah Brazil yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya di dunia,
itupun tidak dihitung dengan kekayaan lautnya. Meskipun luasnya hanya
1,3% luas daratan bumi, namun kekayaan alamnya sangat melimpah, baik
flora maupun faunanya. Indonesia memiliki sekitar 17% jumlah spesies yang
ada di dunia. Hutan tropis yang sangat luas beserta keanekaragaman hayati
yang ada di dalamnya merupakan sumber daya alam yang tak ternilai
harganya. Indonesia juga dikenal sebagai gudangnya tumbuhan obat
(herbal) sehingga mendapat julukan live laboratory.
Kita boleh berbangga dengan kekayaan herbal yang tidak dimiliki oleh
negara lain. Sekitar 30.000 jenis tumbuhan obat dimiliki Indonesia. Dengan
kekayaan flora tersebut, tentu Indonesia memiliki potensi untuk
mengembangkan produk herbal yang kualitasnya setara dengan obat
modern. Akan tetapi, sumber daya alam tersebut belum dimanfaatkan
secara optimal bagi kepentingan masyarakat. Baru sekitar
1200 species tumbuhan obat yang dimanfaatkan dan diteliti sebagai obat
tradisional. Beberapa spesies tumbuhan obat yang berasal dari hutan tropis
Indonesia justru digunakan oleh negara lain. Sebagai contoh adalah para

peneliti Jepang yang telah mematenkan sekitar 40 senyawa aktif dari
tanaman yang berasal dari Indonesia (Suara Pembaruan, 26 Maret 2005).
Bahkan beberapa obat-obatan yang bahan bakunya dapat ditemukan di
Indonesia telah dipatenkan dan diproduksi secara besar-besaran di negara
lain sehingga memberi keuntungan yang besar bagi negara tersebut.
Pada dasarnya sejak dahulu bangsa Indonesia telah mengenal dan
memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat sebagai salah satu upaya untuk
menanggulangi masalah kesehatan, jauh sebelum pelayanan kesehatan
formal dengan obat-obatan modernnya dikenal masyarakat. Pengetahuan
tentang pemanfaatan tumbuhan obat tersebut merupakan warisan budaya
bangsa berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang diwariskan secara
turun-temurun hingga ke generasi sekarang, sehingga tercipta berbagai
ramuan herbal yang merupakan ciri khas pengobatan tradisional Indonesia.
Dengan demikian, selain memiliki kekayaan hayati yang besar, pengetahuan
masyarakat lokal tentang pemanfaatan sumber daya hayati tersebut cukup
tinggi. Oleh karena itu, tidaklah bijaksana apabila pengobatan penyakit dan
pemeliharaan kesehatan dengan pemanfaatan tumbuhan obat tidak
diupayakan untuk dikembangkan bagi kepentingan masyarakat dan bangsa.
Dalam memanfaatkan dan mengembangkan tumbuhan obat, juga harus
diperhatikan pelestarian dan perlindungannya. Pemanfaatan herbal untuk


pemeliharaan kesehatan dan gangguan penyakit hingga saat ini masih
sangat dibutuhkan dan perlu dikembangkan, terutama dengan melonjaknya
biaya pengobatan dan harga obat-obatan. Adanya kenyataan bahwa tingkat
kebutuhan masyarakat terhadap pengobatan semakin meningkat, sementara
taraf kehidupan sebagian masyarakat kita masih banyak yang
kemampuannya pas-pasan. Maka dari itu, pengobatan dengan bahan alam
yang ekonomis merupakan solusi yang baik untuk menanggulangi masalah
tersebut. Dengan kembali maraknya gerakan kembali ke alam (back to
nature), kecenderungan penggunaan bahan obat alam/herbal di dunia
semakin meningkat. Gerakan tersebut dilatarbelakangi perubahan
lingkungan, pola hidup manusia, dan perkembangan pola penyakit.
Slogan back to nature yang menunjukkan minimnya efek negatif yang
ditimbulkan dari penggunaan herbal dan juga ekonomis menarik minat
masyarakat untuk kembali menggunakan obat-obatan dari bahan alami.
Obat yang berasal dari bahan alam memiliki efek samping yang lebih rendah
dibandingkan obat-obatan kimia, karena efek obat herbal bersifat alamiah.
Dalam tanaman-tanaman berkhasiat obat yang telah dipelajari dan diteliti
secara ilmiah menunjukan bahwa tanaman-tanaman tersebut mengandung
zat-zat atau senyawa aktif yang terbukti bermanfaat bagi kesehatan.

Potensi Agrobisnis Herbal
Kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke alam membawa
perubahan pada pola konsumsi obat ke obat-obatan yang terbuat dari bahan
alami. Berdasarkan data WHO, sekitar 80% penduduk dunia dalam
perawatan kesehatannya memanfaatkan obat tradisional yang berasal dari
ekstrak tumbuhan. Meningkatnya kebutuhan akan obat herbal tersebut
merupakan peluang besar bagi Indonesia untuk mengembangkan budidaya
dan agribisnis tumbuhan obat, maupun industri pengolahannya dengan skala
yang cukup besar. Saat ini produksi obat tradisional dan fitofarmaka
berkembang dengan pesat, sehingga kebutuhan tumbuhan obat untuk
bahan baku industri tersebut juga meningkat tajam. Namun sebagian bahan
baku obat dari herbal tersebut masih belum banyak dibudidayakan dan
pengembangan teknologi budidayanya masih terbatas.
Sebagian bahan baku dari tumbuhan obat masih diambil dari hutan (misal
pule, pasak bumi), sehingga dikhawatirkan akan terjadi kelangkaan jenis
tumbuhan obat tertentu. Dengan kebutuhan bahan baku yang terus
meningkat, tentunya laju pengambilan tumbuhan obat lebih cepat dari
kemampuan hutan itu sendiri dalam memulihkan populasinya. Apalagi
ditambah dengan eksploitasi dan kerusakan hutan maka kelangkaan dari
spesies tumbuhan tertentu tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, usaha

pembudidayaan tumbuhan obat selain sebagai peluang usaha untuk
meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan masyarakat khususnya petani
juga sebagai upaya konservasi untuk terselenggaranya proses pelestarian

sumber bahan alam dan ketersedian bahan baku. Dalam hal ini diperlukan
tanggung jawab bersama, terutama dari pihak petani dan perusahaan yang
bergerak di industri obat tradisional atau farmasi yang menggunakan bahan
baku alam.
Dalam usaha pengolahan tumbuhan obat, proses produksinya harus
memenuhi persyaratan kualitas yang ditetapkan sehingga dihasilkan produk
yang aman, dan sesuai dengan kegunaan yang diinginkan. Adanya produk
jamu yang mengandung bahan kimia yang banyak beredar di Indonesia
tentunya berakibat buruk bagi kesehatan. Hal tersebut juga mengurangi
kepercayaan konsumen dan mempengaruhi perdagangan produk jamu
lainnya. Diperlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap pengolahan dan
peredaran produk. Pengembangan usaha tumbuhan obat diharapkan mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, peningkatan pendapatan,
penyerapan tenaga kerja baik dalam usaha pengadaan bahan baku, usaha
pengolahan maupun perdagangan.


Perlindungan Sumber Daya Hayati
Saat ini semakin banyak industri farmasi baik di negara industri maupun di
negara-negara berkembang yang mulai mengembangkan obat-obatan yang
bahan bakunya dari alam. Sekitar 25% produk farmasi dunia bahan bakunya
berasal dari tumbuhan. Hal itu membuktikan bahwa tumbuhan obat telah
menjadi sumber bahan penting untuk obat modern. Fakta lainnya yaitu obat
yang berasal dari ekstrak tumbuhan tersebut pemakaiannya berdasarkan
pengetahuan lokal dari masyarakat adat tertentu. Perusahaan farmasi
merupakan pelopor bagi pengembangan industri obat modern yang berasal
dari ekstrak tumbuhan obat dengan memanfaatkan pengetahuan lokal dari
masyarakat tertentu.
Pada umumnya perusahaan-perusahaan farmasi besar yang kebanyakan
terdapat di negara-negara maju tidak mempunyai sumber bahan baku yang
cukup di negaranya. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan tersebut
mereka melakukan eksplorasi secara agresif ke negara-negara yang
mempunyai hutan tropika dengan kekayaan keanekaragaman sumber daya
hayatinya untuk mengambil dan meneliti tumbuhan obat yang dipandang
bernilai tinggi. Selain itu, mereka juga memanfaatkan pengetahuan
masyarakat adat setempat tentang penggunaannya.
Hasil dari eksplorasi tersebut dibawa ke negaranya dan tidak jarang bersama

dengan spesimennya, yang kemudian dihasilkan produk obat baru dan
mematenkannya untuk kepentingan komersial. Walaupun mengembangkan
tumbuhan obat, namun aktivitas tersebut termasuk dalam pencurian sumber
daya hayati, karena tidak memberikan keuntungan apapun terhadap pemilik
sumber daya hayati, terutama kepada masyarakat lokal setempat. Tak jarang

pula, masyarakat pemilik sumber daya hayati tersebut membeli kembali
produk yang sudah jadi dengan harga mahal, walaupun bahan bakunya
berasal dari daerah mereka.
Pengembangan usaha tumbuhan obat diharapkan mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga
kerja baik dalam usaha pengadaan bahan baku, usaha pengolahan maupun
perdagangan. Indonesia mempunyai kekayaan sumber daya hayati yang
besar dan pengetahuan masyarakat adat/lokal tentang penggunaan
tumbuhan berkhasiat obat juga cukup tinggi. Keadaan tersebut merupakan
potensi yang baik untuk aktivitas bioprospeksi, yaitu proses eksplorasi dan
pemanfaatan sumber daya hayati (termasuk tumbuhan obat) untuk
dikembangkan dan kepentingan komersial. Sehingga Indonesia merupakan
salah satu target dari perusahaan-perusahaan farmasi besar untuk daerah
eksplorasi bahan baku alam/tumbuhan obat. Sebagai contoh, sekitar 14

spesies tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku obat-obatan penting
di Amerika dan telah digunakan secara luas untuk pengobatan berasal dari
hutan tropis Indonesia (Muhtaman, 1999).
Aktivitas yang mengacu pada pemanfaatan sumber daya hayati yang
bernilai tinggi untuk dikembangkan terutama untuk pengobatan tentunya
merupakan hal yang positif. Dengan aktivitas tersebut, potensi sumber daya
alam khususnya tumbuhan obat dan pengetahuan masyarakat lokal yang
berharga dapat tergali dan terdokumentasikan, sehingga dapat
dimanfaatkan secara luas untuk meningkatkan kualitas hidup. Namun
seringkali aktivitas eksplorasi dan pemanfaatan bahan baku alami tersebut
disertai dengan eksploitasi yang berlebihan, monopoli dan pembajakan
terhadap sumberdaya hayati. Untuk melindungi kekayaan sumberdaya
hayati diperlukan aturan atau perundang-undangan yang jelas. Diperlukan
perjanjian kerjasama yang adil dan menguntungkan antara pemilik sumber
daya hayati dan pelaku eksplorasi seperti perusahaan farmasi besar.
Peraturan yang jelas tersebut meliputi antara lain akses ke sumber daya
hayati, ijin melakukan penelitian atau eksplorasi dari pemilik dan pengelola
sumber daya hayati serta pembagian manfaat atau keuntungan yang adil.
Pengembangan Tumbuhan Obat
Untuk menghasilkan obat alami (herbal) yang berkualitas baik, aman, dan

berkhasiat, maka dalam pembuatannya juga harus baik. Dalam hal ini salah
satunya adalah pemilihan bahan baku yang tepat dan ditunjang dengan
penelitian. Sebagian penemuan dari obat-obatan modern pada
awalnyaberdasar referensi pengobatan etnofarmakologi dari bahan alam.
Banyak obat-obat modern yang dibuat dari tumbuhan obat yang telah
dikembangkan dan diteliti dengan proses pembuatan secara klinis
laboratories. Ada tiga kategori sediaan obat alami yang ditetapkan BPOM,
yaitu jamu, herbal terstandar, dan fitofarmaka.

Jamu merupakan sediaan alami dengan bahan baku tanaman obat dalam
bentuk sederhana yang khasiat penggunaannya berdasarkan pada data atau
pengalaman empiris secara turun temurun. Herbal terstandar merupakan
sediaan obat alami yang telah terstandarsisasi dan lolos uji preklinik (uji
khasiat dan toksisitas pada hewan percobaan). Fitofarmaka merupakan
sediaan alami dengan bahan baku tanaman obat yang telah terstandardisasi
dan lolos uji preklinis dan uji klinis (pada pasien). Indonesia saat ini baru
punya lima jenis obat fitofarmaka. Saat ini, perkembangan pengobatan
tradisional dengan tumbuhan obat/herbal sudah masuk ke periode modern
sesuai dengan perkembangan IPTEK, namun pengembangan tumbuhan obat
di Indonesia cenderung tidak berkembang dengan baik sehingga masih

ketinggalan dengan negara lainnya, seperti Tiongkok, Korea dan Jepang.
Melihat sarana pendukung yang ada di Indonesia untuk mengembangkan
pengobatan tradisional termasuk perkembangan tumbuhan obat masih
sangat kurang, contohnya teknik peralatan NMR 400 yang sangat berguna
bagi peneliti kimia bahan alami di Indonesia masih tergolong langka. Belum
lag! kendala dari segi SDM yang benar-benar menguasai pengobatan
tradisional secara menyeluruh masih sangat terbatas. Selain itu, masih
kurangnya dukungan untuk perkembangan pengobatan tradisional, seperti
belum adanya RS tradisional di Indonesia, belum dimasukannya pendidikan
herba secara khusus dalam kurikulum pendidikan kedokteran, dan minimnya
penelitian tanaman obat.
Tanaman obat asli Indonesia kurang didukung oleh penelitian sebagai bukti
ilmiah atas khasiat suatu produk, sehingga pemanfaatan obat dari herbal asli
Indonesia di sarana pelayanan kesehatan masih sedikit. Penelitian terbentur
pada biaya yang besar, dan waktu yang lama. Menurut Drs. Ruslan Aspan
MM (Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk
Komplemen Badan POM), dana yang dibutuhkan untuk uji klinis sangat besar
yaitu mulai ratusan juta rupiah hingga sekitar satu miliaran rupiah per jenis
tumbuhan. Pada tahun 1996, Prof. AA Loedin yang saat itu menjabat Ketua I
Dewan Riset Nasional mengingatkan perusahaan perusahaan farmasi

Indonesia agar jangan berkhayal menghasilkan obat-obat baru pada saat
perdagangan bebas global terlaksana penuh, hal tersebut karena diperlukan
dana riset yang bisa mencapai 390 juta dolar AS untuk menghasilkan satu
obat baru, seperti yang dilakukan perusahaan farmasi multinasional AS dan
Eropa.
Dalam hal pengembangan tanaman obat atau herbal, Indonesia pertu belajar
pada Tiongkok. Di negeri tersebut pengobatan tradisional secara formal
sudah menyatu dengan pengobatan modern (pengobatan barat) dan
diterapkan dalam pelayanan kesehatan secara bersama-sama. Di seluruh
Tiongkok banyak terdapat Rumah sakit tradisional yang
menerapkan Traditional Chinese Medicine, di kota Sanghai saja terdapat
lebih dari 24 rumah sakit tradisional. Di setiap provinsinya tersedia paling

sedikit satu universitas dan perguruan tinggi yang mempunyai fakultas
kedokteran timur yang mengkhususkan diri pada Traditional Chinese
Medicine dan telah menghasilkan sarjana-sarjana sebagai sumber daya
manusia yang andal di bidangnya. Di Tiongkok pengobatan tradisionalnya
sudah menggunakan teknologi Nano. Semua sarana dan prasarana
pendidikan tadi diberi dukungan dana oleh pemerintah dan telah dilengkapi
pula dengan fasilitas lengkap sesuai kemajuan IPTEK sehingga

memungkinkan dilakukannya kegiatan penelitian maupun uji klinis terhadap
khasiat tanaman obat. Dengan demikian perkembangan kedokteran timur
yang menghasilkan fitofarmaka di Tiongkok sudah cukup pesat, banyak klinik
dan rumah sakit yang menggabungkan konsep kedokteran umum dan
fitofarmaka.
Masih banyak herbal Indonesia yang mempunyai nilai tinggi belum cukup
dikembangkan dan diuji secara ilmiah, contohnya adalah buah merah yang
berasal dari Papua. Ekstrak buah tersebut telah diperjualbelikan dengan
harga yang cukup mahal dan diklaim dapat mengobati berbagai penyakit
sehingga terjadi eksploitasi yang berlebihan pada hutan Papua. Oleh karena
itu diperlukan uji klinis lebih lanjut untuk mendukung penelitian sebelumnya
dan pengetahuan masyarakat setempat. Selain itu, diperlukan
pengembangan budidayanya agar tidak mengancam kelestariannya. Dengan
pengembangan tumbuhan obat diharapkan pengobatan dengan herbal yang
merupakan warisan dari nenek moyang kita mengalami kemajuan dan tidak
hilang. Jangan sampai negara lain merebut dan mengambil alih dengan
memproduksi obat-obat tradisional Indonesia, karena hal tersebut bisa saja
terjadi apabila pengobatan herbal kita tidak mengalami perkembangan,
apalagi dengan eksplorasi negara-negara maju terhadap tumbuhan obat asli
Indonesia.
Pengembangan tanaman obat/herbal bertujuan untuk menghasilkan produk
herbal yarig memenuhi penegakan mutu, khasiat dan keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan melalui penelitian. Dengan demikian obat-obat
herbal yang dikembangkan dapat masuk dalam pelayanan kesehatan dan
digunakan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Dalam
pengembangan obat-obat herbal asli Indonesia diperlukan peran serta
berbagai pihak, harus ada kerjasama yang baik antara pemerintah, pihak
industri obat tradisional dan farmasi, peneliti dan institusi pendidikan.
Upaya atau langkah-langkah dalam pengembangan tumbuhan obat antara
lain meliputi:
a. sosialisasi pemanfaatan herbal sehingga potensi kekayaan alam Indonesia
dapat tergali baik dari segi budidaya maupun pemanfaatannya sebagai
sumber pengobatan;
b. mendekatkan tumbuhan obat pada pelayanan kesehatan masyarakat;
c. meningkatkan penghasilan masyarakat dengan usaha budidaya tanaman
obat dan produk pengolahan;

d. upaya konservasi/pelestarian sumber bahan alam;
e. pengembangan teknologi budidaya, hasil, dan pengolahan/proses produksi
sehingga dihasilkan simplisia dan produk dengan mutu yang terjamin;
f. penelitian tumbuhan obat dan aplikasinya untuk menghasilkan obat herbal
yang memenuhi syarat mutu/kualitas, aman dan khasiat/kemanfaatan;
g. kerjasama dari berbagai pihak, seperti pemerintah, industri obat
tradisional dan farmasi, peneliti, peguruan tinggi;h. peraturan perundangundangan yang jelas untuk perlindungan terhadap sumber daya alam hayati,
khususnya tumbuhan obat.
PERLINDUNGAN OBAT TRADISIONAL MELALUI SISTEM PATEN
PATEN
1. Bahwa perlindungan hukum terhadap TK bidang obat tradisional melalui sistem
paten, termasuk juga bidang Ramuan Asli Madura terkendala dengan tidak adanya
pengaturan mengenai pemegang hak atas TK bidang obat tradisional dalam UU
Paten dan tidak terpenuhinya unsur kebaruan (novelty) oleh TK bidang obat
tradisional sesuai dengan persyaratan patentability. Oleh karena itu, negara
haruslah mengatur mengenai pemegang hak atas TK bidang obat tradisional di
dalam perubahan UU Paten. Sedangkan mengenai pemenuhan unsur novelty tidak
bisa dilakukan, kecuali TK bidang obat tradisional tersebut dilakukan
pengembangan (traditional sharing) sehingga dapat memenuhi persyaratan
patentability. Untuk tetap bisa melakukan perlindungan hukum atas TK bidang obat
tradisional dari tindakan misappropriation melalui sistem paten, terdapat dua
konsep alternatif yang bisa dipergunakan oleh Pemerintah, yaitu pertama, negara
haruslah dijadikan sebagai pemegang hak atas TK bidang obat tradisional
sebagaimana juga diberlakukan terhadap ekspresi folklor di dalam Pasal 10 UU Hak
Cipta. Kedua, memberikan persyaratan dokumen tambahan yang harus disertakan
dalam permohonan pendaftaran paten. Adapun persyaratan dokumen tambahan
dimaksud berupa Dokumen Tambahan Keterangan dalam disclosure requirements
(persyaratan pengungkapan) mengenai asal usul dari suatu invensi yang akan
dimohonkan paten dan Dokumen bioprospecting contract sebagai institusi hukum
untuk melindungi kepentingan masyarakat lokal dalam memberikan prior informed
consent. Persyaratan dokumen tambahan ini diberlakukan bukan hanya terhadap
pemohon dari luar negeri, tetapi juga terhadap pemohon dari dalam negeri. Hal ini
dimaksdukan agar tidak melanggar prinsip national treatment dan prinsip MFN di
dalam article 3 dan article 4 TRIPs Agreement. Di samping itu juga, agar
masyarakat lokal tidak dapat dirugikan dengan adanya hasil pengembangan dari TK
bidang obat tradisional yang akan dimohonkan paten.
2. Bahwa tidak adanya pengaturan mengenai pemegang hak di dalam UU Paten
dan tidak terpenuhinya unsur novelty di dalam TK bidang obat tradisional, hal ini
telah menjadi persoalan juga dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap
Ramuan Asli Madura. Para pemilik Perusahaan Ramuan Asli Madura hanya
memberikan perlindungan terhadap kegiatan industri dan perdagangan Ramuan

Aslli Madura, bukan terhadap unsur kreativitas intelektual yang ada dalam Ramuan
Asli Madura. Perlindungan terhadap kegiatan industri dan perdagangan Ramuan
Aslli Madura tersebut diperoleh melalui Izin Usaha IKOT dan Izin Edar. Perlindungan
hukum terhadap unsur kreativitas intelektual dalam Ramuan Asli Madura itu hanya
dapat dilakukan melalui sistem paten. Salah satu jalan yang dapat dilakukan oleh
para pengusaha Ramuan Asli Madura untuk memberikan perlindungan atas Ramuan
Asli Madura tersebut adalah dengan membuatkan sistem dokumentasi atas Ramuan
Asli Madura. Sistem dokumentasi tersebut dapat dipergunakan sebagai dokumen
prior art atas adanya invensi yang sama dan untuk melakukan penangkalan
ataupun pembatalan atas suatu invensi yang sama dengan Ramuan Asli Madura
yang akan dimohonkan paten. Di samping itu, para pelaku industri Ramuan Asli
Madura haruslah dapat mengembangakan pengetahuan Ramuan Asli Madura
tersebut menjadi sebuah inovasi dan invensi baru yang dapat dipatenkan.
3. Bahwa Pemerintah Daerah di Madura haruslah tetap melakukan berbagai upaya
untuk melindungi Ramuan Asli Madura terkait dengan adanya berbagai persoalan
dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap Ramuan Asli Madura di atas.
Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan yang berfifat pilihan untuk melindungi
Ramuan Asli Madura tersebut. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 14 ayat (2)
UU Pemda bahwa ā€¯Pemerintah Daerah Kabupaten mempunyai kewenangan yang
bersifat pilihan atas urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan,
dan potensi unggulan daerah yang bersangkutanā€¯. Atas dasar itulah, untuk
melakukan pencegahan atas adanya tindakan misappropriation (terutama oleh
pihak asing), maka semua Pemerinah Daerah di Madura harus dapat melakukan
beberapa upaya untuk melindungi Ramuan Asli Madura tersebut. Di antara
beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah di Madura tersebut
adalah :
a. Membuat dokumentasi Ramuan Asli Madura sebagai devensive ptotection
system;
b. Membuat kesepakatan bersama antar Pemerintah Daerah di Madura terkait
dengan komitmen perlindungan terhadap Ramuan Asli Madura;
c. Mengembangkan Ramuan Asli Madura melalui kegiatan Research and
Development (R & D) untuk memunculkan inovasi dan invensi baru;
d. Mengalokasikan upaya perlindungan Ramuan Asli Madura dalam anggaran
belanja daerah;
e. Memfasilitasi pembentukan lembaga perwakilan masyarakat industri ramuan
asli madura antar kabupaten se-Madura.

REKOMENDASI
a. Adanya berbagai tindakan misapppropriation atas TK bidang obat tradisional di
Indoensia harusnya dijadikan pokok perhatian oleh Pemerintah Indonesia untuk
membuatkan pengaturan yang jelas yang dapat memberikan perlindungan hukum
terhadap TK bidang obat tradisional. Tindakan yang dapat segera dilakukan oleh
Pemerintah adalah dengan melakukan perubahan atas UU Paten atau membuatkan
undang-undang sui generis atau bahkan cukup dengan hanya dibuatkan Peraturan
Pemerintah. Dua persoalan penting yang harus diatur adalah terkait dengan negara
sebagai pemegang hak atas TK bidang obat tradisional dan pemberian persyaratan
dokumen tambahan dalam permohonan pendaftaran paten atas suatu invensi yang
dihasilkan dari pengembangan TK bidang obat tradisional, termasuk juga
pengembangan atas pengetahuan Ramuan Asli Madura.
b. Para pelaku usaha Ramuan Asli Madura merupakan pihak yang sangat
berkepentingan atas adanya perlindungan terhadap Ramuan Asli Madura. Oleh
karena itu, untuk melakukan perlindungan atas Ramuan Asli Madua, para pelaku
usaha Ramuan Asli Madura haruslah segera membuat sistem dokumentasi sebagai
devensive ptotection system. Pembuatan sistem dokumentasi oleh para palaku
usaha Ramuan Asli Madura akan sangat efektif dan efesien mengingat mereka
adalah sebagai bagian dari masyarakat lokal di Madura dan sebagai subjek pelaku
dalam kegiatan industri dan perdagangan Ramuan Asli Madura. Di samping itu,
haruslah ditumbuhkan kemampuan bagi para pelaku industri Ramuan Asli Madura
untuk dapat mengembangkan pengetahuan Ramuan Asli Madura tersebut menjadi
sebuah inovasi dan invensi baru yang dapat dipatenkan.
c. Partisipasi aktif dari para pelaku usaha Ramuan Asli Madura tersebut tidak akan
optimal dalam melindungi Ramuan Asli Madura. Untuk itulah, maka Pemerintah
Daerah sebagai representasi dari masyarakat lokal di Madura dan sebagai
pemegang kekuasaan di Madura juga haruslah segera melakukan berbagai upaya
untuk melindungi Ramuan Asli Madura tersebut. Di antara beberapa upaya yang
dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah di Madura adalah membuat dokumentasi,
membuat kesepakatan bersama antar Pemerintah Daerah di Madura terkait dengan
komitmen perlindungan terhadap Ramuan Asli Madura, mengembangkan Ramuan
Asli Madura melalui kegiatan Research and Development (R & D) untuk
memunculkan inovasi dan invensi baru, mengalokasikan upaya perlindungan
Ramuan Asli Madura dalam anggaran belanja daerah, dan memfasilitasi
pembentukan lembaga perwakilan masyarakat industri ramuan asli madura antar
kabupaten se-Madura.