Kepemimpinan Kepala Sekolah Visioner dal

PENGELOLAAN SEKOLAH EFEKTIF DAN EFISIEN
Iwan Priambodo
Q. 100 006 101
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu masalah yang sangat serius dalam bidang pendidikan di tanah
air kita saat ini adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenis dan jenjang
pendidikan. Banyak pihak berpendapat bahwa rendahnya mutu pendidikan
merupakan salah satu faktor yang menghambat penyediaan sumber daya manusia
yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi tuntutan
pembangunan bangsa di berbagai bidang. Rendahnya mutu pendidikan terkait
dengan skenario yang dipakai oleh pemerintah dalam membangun pendidikan,
yang selama ini lebih menekankan pada pendekatan input - output.
Dalam hal input, banyaknya guru yang belum memenuhi kualifikasi
mengajar menjadi permasalahan tersendiri. Hal ini dikemukakan oleh Suyanto
(2001) bahwa masih banyak guru/dosen yang belum memenuhi persyaratan
kualifikasi.
Khusus untuk jenjang Sekolah Dasar, jumlah guru baik negeri maupun
swasta yang ada pada tahun 2012 adalah sebanyak 1.487.126 orang guru
(Kemdiknas, 2011). Dari jumlah tersebut, jumlah guru yang sudah memenuhi
kualifikasi baru mencapai sebanyak 24,64% atau sekitar 366.420 orang. Data

kondisi guru tingkat SD ditinjau dari tingkat pendidikan dapat disajikan sebagai
berikut.

2

Tabel 1.1 Jumlah Guru SD Menurut Tingkat Pendidikan Terakhir
No.

Sekolah

Pendidikan

Negeri

Swasta

Total

%


1.

SLTA

271,769

40,102

311,871

20.97%

2.

Diploma (I, II, III)

763,523

45,312


808,835

54.39%

3.

Sarjana

300,624

63,177

363,801

24.46%

4.

Pascasarjana


2,084

535

2,619

0.18%

1,338,000

149,126

1,487,126

100.00%

Total

Sumber: Balitbang Kemdiknas, 2011


Di sisi output, tingginya angka putus sekolah menjadi hal yang sangat
memprihatinkan. Kondisi ini digambarkan Suyanto (2001) bahwa angka putus
sekolah (drop out) masih tinggi. Persentase angka putus sekolah untuk setiap
jenjang pendidikan adalah sebagai berikut: angka putus sekolah untuk SD 2,97%;
untuk SMP 2,42%; untuk SMA 3,06%; dan angka putus sekolah untuk Perguruan
Tinggi 5,9%; Secara relatif angka ini kelihatannya kecil, tetapi jika dilihat dari
jumlah penduduk usia sekolah di setiap jenjang pendidikan, maka jumlahnya
menjadi sangat tinggi.
Pendekatan

input-output

yang

bersifat

makro

tersebut


kurang

memperhatikan aspek yang bersifat mikro yaitu proses yang terjadi di sekolah.
Dengan kata lain, dalam membangun pendidikan, selain memakai pendekatan
makro juga perlu memperhatikan pendekatan mikro yaitu dengan memberi fokus
secara lebih luas pada institusi sekolah. Hal ini dapat dilakukan dengan
memfokuskan pada kondisi keseluruhan sekolah seperti iklim sekolah dan

3

individu-individu yang terlibat di sekolah, baik guru, siswa, dan kepala sekolah
serta peranannya masing-masing dan hubungan yang terjadi satu sama lain.
Berkenaan dengan desentralisasi pendidikan, di bidang pendidikan dasar,
Depdiknas telah menyiapkan konsep otonomi sekolah yaitu manajemen berbasis
sekolah. Dengan konsep ini, pemerintah tidak hanya berharap pada meningkatnya
mutu pendidikan melainkan juga tercapainya pemerataan, relevansi, dan efisiensi
penyelenggaraan pendidikan.
Mengacu pada latar belakang permasalahan, tulisan ini membahas
beberapa permasalahan. Permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah: 1)
Bagaimana konsepsi kepemimpinan visioner kepala sekolah?; 2) Bagaimana

konsepsi sekolah efektif?; dan 3) Bagaimana peranan kepemimpinan visioner
kepala sekolah dalam mewujudkan sekolah efektif?
PEMBAHASAN
1. Sekolah Efektif
Sekolah merupakan suatu sistem yang kompleks (Komariah dan Cepi
Triatna, 2005:1). Hal ini ini disebabkan karena selain terdiri atas input-prosesoutput, sekolah juga memiliki

akuntabilitas terhadap konteks pendidikan dan

outcome. Terkait dengan sistem persekolahan, Chubberley (dalam Hanson, 1996:

21) bahkan menggambarkan sekolah sebagai suatu pabrik yang memproses bahan
baku untuk konsumsi sosial.
Our schools are, in a sense, factories in which the raw products
(children) are to be shaped and fashioned into products to meet the various
demands of life. The specifications for manufacturing come from the
demands of twentieth-century civilization, and it is the business of the
school to build its pupils according to the specifications laid down. This

4


demands good tools, specialized machinery, continuous measurement of
production to see if it is according to specifications, the elimination of waste
in manufacture, and a large variety in the output.

Menurut Chubberley dikatakan bahwa dalam proses persekolahan, siswa
dibentuk menjadi suatu produk untuk dapat memenuhi berbagai tuntutan
kehidupan. Dalam prosesnya, agar dapat memenuhi spesifikasi yang menjadi
tuntutan, maka diperlukan sarana yang baik dan selalu dilakukan pengukuran agar
hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.
Menurut Slamet (2001: 3) dikatakan bahwa sekolah sebagai sistem,
secara universil memiliki komponen "input", "proses", dan "output". Sekolah
sebagai sistem, seharusnya menghasilkan output yang dapat dijamin kepastiannya.
Output sekolah, pada umumnya, diukur dari tingkat kinerjanya. Kinerja sekolah

adalah pencapaian atau prestasi sekolah yang dihasilkan melalui proses
persekolahan.

Gambar Bagan Kinerja Sekolah (Sumber: Slamet, 2001: 2)
Terkait dengan efektivitas sekolah, Scheerens (2003: 5) menjelaskan

bahwa efektivitas sekolah mengacu pada kinerja unit organisasi sekolah. Kinerja

5

sekolah ditunjukkan melalui output sekolah tersebut, yang diukur berdasarkan
prestasi rata-rata siswa pada akhir masa pendidikan formal mereka di sekolah
tersebut.
Ciri-ciri atau indikator sekolah efektif diidentifikasikan sebagai sekolah
yang dapat menyelenggarakan proses belajar yang efektif karena ciri khas
lembaga sekolah adalah terjadinya proses belajar-mengajar. Karakteristik sekolah
efektif menurut Sammons (dalam Komariah dan Cepi Triatna, 2005: 39)
mencakup aspek-aspek kepemimpinan, kesamaan visi dan sasaran, lingkungan
pembelajaran,

pembelajaran,

pengajaran

bermakna,


penguatan

positif,

pemantauan perkembangan, hak dan kewajiban siswa, kemitraan sekolah-rumah,
dan organisasi pembelajaran.
Karakteristik sekolah efektif menurut pendapat Sammons sebagaimana
dikutip oleh Komariah dan Cepi Triatna (2005: 39) meliputi aspek-aspek
kepemimpinan,

kesamaan

pembelajaran,

pengajaran

visi

dan


bermakna,

sasaran,

lingkungan

penguatan

positif,

pembelajaran,
pemantauan

perkembangan, hak dan kewajiban siswa, kemitraan sekolah-rumah, dan
organisasi pembelajaran. Aspek dan indikator sekolah efektif menurut pendapat
Sammons dapat disajikan sebagai berikut.
Tabel 1 Karakteristik Sekolah efektif menurut Pam Sammons
Aspek
Professional leadership
Shared vision and goals
A learning environment
Learning
Purposeful teaching

Indikator
1) firm and purposeful; 2) a participate approach; 3) the lea ding
professional
1) unity of purpose; 2) consistency of practice; collegiality and
collaboration
1) an orderly atmosphere; 2) an attractive working enviroment;
3) maximization of learning time
1) academic emphasis; 2) focus on achievement
1) high expectation all round; 2) communicating expectations; 3)
providing intellectual challenge

6

Positive reinforcement
Monitoring progress
Pupil right and
responsibility
Home/school Partnership
A learning organization

1) clear and fair dicipline; 2) feedback
1) monitoring pupil;and 2) evaluating school performances
1) raising pupil self esteem; 2) position of responsibility; 3)
control of work
Parental involvement in their children’s learning
School based staff development

Sumber : Morely & Rassool dalam Komariah dan Cepi Triatna (2005: 72)

2. Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah
Konsep kepemimpinan mengandung banyak interpretasi dan makna yang
bersifat ambiguous. Menurut Hemphill & Coons (dalam Yukl, 1998: 2) dikatakan
bahwa kepemimpinan adalah “the behavior of an individual ... directing the
activities of a group toward a shared goal”. Sedangkan konsep kepemimpinan

menurut Schein (dalam Yukl, 1998: 2) dikatakan sebagai “leadership ... is the
ability to step outside the culture ... to start evolutionary change processes that
are more adaptive”.

Kedua konsep tersebut mengandung pengertian bahwa

kepemimpinan merupakan perilaku suatu individu yang dapat mengarahkan suatu
kelompok ke arah tujuan bersama, atau suatu kemampuan untuk memulai proses
evolusioner yang bersifat lebih adaptif.
Kepemimpinan yang relevan dengan tuntutan school based management
dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan adalah kepemimpinan
yang memiliki visi (visionary leadership), yaitu kepemimpinan yang kerja
pokoknya difokuskan pada rekayasa masa depan yang penuh tantangan.
Kemudian pada gilirannya pemimpin tersebut dapat menjadi agen perubahan yang
unggul dan menjadi penentu arah organisasi yang memahami prioritas, menjadi
pelatih yang profesional, serta dapat membimbing personel lainnya ke arah
profesionalisme kerja yang diharapkan (Komariah dan Cepi Triatna, 2005: 81).

7

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka konsep kepemimpinan visioner
salah satunya ditandai oleh kemampuan dalam membuat perencanaan yang jelas
sehingga dari rumusan visinya tersebut akan tergambar sasaran apa yang hendak
dicapai dari pengembangan lembaga yang dipimpinnya. Dalam konteks
kepemimpinan pendidikan, penentuan sasaran dari rumusan visi tersebut dikenal
dengan penentuan sasaran bidang hasil pokok. Sebagaimana dikemukakan di atas,
bahwa konsep kepemimpinan visioner salah satunya ditandai oleh kemampuan
dalam membuat perencanaan yang jelas sehingga dari rumusan visinya tersebut
akan tergambar sasaran apa yang hendak dicapai dari pengembangan lembaga
yang dipimpinnya. Untuk itu kepemimpinan visioner harus memahami konsep
visi, harus memahami karakteristik dan unsur visi, serta harus memahami tujuan
visi.
Kepemimpinan visioner harus memahami konsep visi. Konsep visi dalam

manajemen pendidikan merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Hal ini
dikemukakan oleh Foreman (dalam Bush dan Coleman, 2006: 35) yang
mengemukakan bahwa “tanpa visi, maka organisasi dan orang-orang yang ada di
dalamnya tidak mempunyai arahan yang jelas. Visi merupakan ciri khas
kepemimpinan”.
Bennis dan Nanus (dalam Bush dan Coleman, 2006: 36) mendefinisikan
visi sebagai “something that articulates a view of a realistic, credible, attractive
future for the organization, a condition that is better in some important ways than
what now exist”. Secara umum dapat dikemukakan bahwa visi adalah suatu

gambaran mengenai masa depan yang diinginkan bersama. Definisi tersebut

8

senada dengan pendapat Gaffar, (dalam Komariah dan Cepi Triatna, 2005: 84)
yang menyatakan bahwa visi adalah daya pandang jauh ke depan, mendalam, dan
luas yang merupakan daya pikir abstrak yang memiliki kekuatan amat dahsyat dan
dapat menerobos segala batas-batas fisik, waktu, dan tempat.
Visi atau wawasan adalah pandangan yang merupakan kristalisasi dan
intisari dari kemampuan (competency), kebolehan (ability), dan kebiasaan (self
efficacy)

dalam melihat, menganalisis, dan menafsirkan. Di dalamnya

mengandung intisari dari arah dan tujuan, misi, norma, dan nilai yang merupakan
satu kesatuan yang utuh.
Kepemimpinan visioner harus memahami karakteristik dan unsur visi .

Visi adalah gambaran masa datang yang lebih baik, mendekati harapan, atraktif,
dan realistis. Visi menunjukkan arah pergerakan organisasi dari posisinya
sekarang ke masa datang. Visi merupakan jembatan antara masa kini dan masa
datang sehingga perumusannya harus didasarkan pada karakteristik yang mapan.
(Nanus dalam Bush dan Coleman, 2006: 37).
Visi mengandung unsur basic values, mission, dan objectives (Komariah
dan Cepi Triatna, 2005: 85). Basic values adalah nilai-nilai dasar atau falsafah
yang dianut seseorang. Mission adalah operasional dari visi yang merupakan
pemikiran seseorang tentang organisasinya, meliputi pertanyaan, mau menjadi apa
organisasi ini dikemudian hari dan akan berperan sebagai apa? Sedangkan
objectives adalah tujuan-tujuan yang merupakan arah ke mana organisasi dibawa

yang meliputi pertanyaan, mau menghasilkan apa, untuk siapa, dan dengan mutu
yang bagaimana?

9

Melalui pemahaman terhadap karakter dan unsur-unsur visi tersebut,
maka kepala sekolah akan lebih mampu menjalankan fungsinya dalam
mengarahkan suatu kelompok ke arah tujuan bersama, atau suatu kemampuan
untuk memulai proses evolusioner yang bersifat lebih adaptif. Dalam konteks
pendidikan, tujuan yang hendak dicapai adalah sekolah yang efektif dan efisien.
Kepemimpinan visioner harus memahami tujuan visi. Dikaitkan dengan

proses perubahan, visi yang baik menurut Kotter sebagaimana dikutip oleh
Komariah dan Cepi Triatna (2005: 90), memiliki beberapa tujuan. Adapun tujuan
utama visi meliputi: 1) memperjelas arah perubahan kebijakan organisasi; 2)
memotivasi karyawan untuk bertindak sesuai arah yang benar; dan 3) membantu
proses mengkoordinasi tindakan-tindakan tertentu dari orang-orang yang berbedabeda.
Kepemimpinan visioner harus mampu memahami tujuan visi sejalan
dengan konsep kepemimpinan yang dikemukakan Schein (dalam Yukl, 1998: 2)
bahwa “leadership ... is the ability to step outside the culture ... to start
evolutionary change processes that are more adaptive”. Melalui kemampuan

untuk mengawali tindakan proses perubahan evolusioner yang dilakukan kepala
sekolah, maka sekolah akan lebih mampu menghadapi tuntutan jaman yang selalu
berubah.
3. Peranan Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah dalam Mewujudkan
Sekolah Efektif
Keahlian manajerial dengan kepemimpinan merupakan dua peran yang
berbeda. Seorang manajer yang baik adalah seseorang yang mampu menangani

10

kompleksitas organisasi, dia adalah ahli perencanaan strategik dan operasional
yang jujur, mampu mengorganisasikan aktivitas organisasi secara terkoordinasi,
dan mampu mengevaluasi secara reliable dan valid. Sedangkan seorang pemimpin
yang efektif mampu membangun motivasi staf, menentukan arah, menangani
perubahan secara benar, dan menjadi katalisator yang mampu mewarnai sikap dan
perilaku staf.
Berdasarkan dari pemikiran di atas, peranan kepemimpinan visioner
kepala

sekolah

dalam

mewujudkan

sekolah

efektif

harus

mampu

mengimplementasikan visi dalam bentuk kinerja kepemimpinan. Kepemimpinan
visioner bekerja dalam empat pilar. Keempat pilar kinerja kepemimpinan visioner,
sebagaimana dikemukakan oleh Nanus (dalam Bush dan Coleman, 2006: 40)
mencakup: 1) peranan sebagai penentu arah; 2) peranan sebagai agen perubahan;
3) peranan sebagai juru bicara; dan 4) peranan sebagai pelatih.
a. Peranan sebagai Penentu Arah

Pemimpin yang memiliki visi berperan sebagai penentu arah organisasi. Di
saat organisasi sedang menemui kebingungan menghadapi berbagai perubahanperubahan dan struktur baru, visionary leadership tampil sebagai pelopor yang
menentukan arah yang dituju melalui pikiran-pikiran rasional dan cerdas
tentang sasaran-sasaran yang akan dituju dan mengarahkan perilaku-perilaku
bergerak maju ke arah yang diinginkan.
Peran kepemimpinan visioner adalah untuk membimbing konstituen dalam
menetapkan arah yang harus dituju dalam mengimplementasikan visi sekolah.
Hal ini konsisten dengan konsep kepemimpinan yang dikemukakan oleh
Hemphill & Coons bahwa kepemimpinan merupakan perilaku individu yang
dapat “directing the activities of a group toward a shared goal”.

11

b. Peranan sebagai Agen Perubahan
Visionary leadership berperan sebagai agen perubahan. Pemimpin bertanggung

jawab untuk merangsang perubahan di fingkungan internal. Visionary
leadership tidak puas dengan yang telah ada, ia ingin memiliki keunggulan dari

yang ada seperti berpikir bagaimana mengembangkan inovasi pembelajaran,
manajemen persekolahan, hubungan kerja sama dengan dunia usaha, dan
sebagainya. Peran kepemimpinan yang memiliki visi ialah menjadi pelopor
inovasi dan menjadi pemicu bagi berbagai perubahan yang terjadi ke arah lebih
baik dalam mengimplementasikan visi. Peranan ini sejalan dengan konsep
kepemimpinan yang dikemukakan Schein (dalam Yukl, 2000: 5) yang
menyatakan “leadership ... is the ability to step outside the culture ... to start
evolutionary change processes that are more adaptive.”
c. Peranan sebagai Juru Bicara
Visionary leadership berperan sebagai juru bicara. Seorang pemimpin tidak

saja memiliki kemampuan meyakinkan orang dalam kelompok internal, tetapi
lebih jauhnya adalah bagaimana pemimpin dapat akses pada dunia luar,
memperkenalkan dan mensosialisasikan keunggulan-keunggulan dan visi
organisasinya yang akan berimplikasi pada kemajuan organisasi.
Peran visionary leadership adalah menyampaikan pokok-pokok pikiran,
gagasan, dan tulisan sehingga mampu berkomunikasi secara empatik dalam
membangun

komitmen

dan

penyampai

berbagai

kepentingan

yang

berhubungan dengan implementasi visi. Peranan kepempimpinan sebagai juru
bicara sesuai dengan konsepsi kepemimpinan Drath & Paulus (dalam Yukl,

12
2000: 2) yang menyatakan bahwa “leadership is the process of making sense of
what people are doing together so that people will understand and be
committed”.

d. Peranan sebagai Pelatih
Visionary leadership berperan sebagai pelatih. Sebagai pelatih dituntut

kesabaran dan suri teladan. Agenda utama pendidikan adalah proses
memanusiakan manusia menjadi manusia. Proses itulah yang disebut dengan
pemanusiaan, proses membentuk manusia menjadi insan sejati. Dengan kata
lain, sebagaimana dikatakan oleh Danim (2006: 4) “pemanusiaan adalah proses
memanusiakan manusia oleh manusia, sebuah diskursus pendewasaan”.
Peran kepemimpinan visioner adalah untuk memberikan contoh atau cara kerja
strategis dalam mengimplementasikan visi. Peranan ini sesuai dengan konsep
kepemimpinan yang dikemukakan Richard & Engle (dalam Yukl, 2000: 2)
bahwa “leadership is about articulating visions, embodying values, and
creating the environment within which things can be accomplished”.

PENUTUP
Kepemimpinan merupakan hal yang penting dalam organisasi. Sekolah
sebagai suatu organisasi yang kompleks, dimana didalamnya selain terdiri atas
input-proses-output, sekolah juga memiliki akuntabilitas terhadap konteks

pendidikan dan outcome. Sebagai institusi pendidikan formal, sekolah dituntut
menghasilkan lulusan

yang mempunyai

kemampuan akademis

tertentu,

keterampilan, sikap dan mental, serta kepribadian lainnya sehingga mereka dapat

13

melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau bekerja pada lapangan
pekerjaan yang membutuhkan keahlian dan keterampilannya. Keberhasilan
sekolah merupakan ukuran bersifat mikro yang didasarkan pada tujuan dan
sasaran pendidikan pada tingkat sekolah sejalan dengan tujuan pendidikan
nasional serta sejauhmana tujuan itu dapat dicapai pada periode tertentu sesuai
dengan lamanya pendidikan yang berlangsung di sekolah.
Kepemimpinan visioner bekerja dalam empat pilar. Keempat pilar kinerja
kepemimpinan visioner, mencakup: 1) peranan sebagai penentu arah; 2) peranan
sebagai agen perubahan; 3) peranan sebagai juru bicara; dan 4) peranan sebagai
pelatih.
DAFTAR PUSTAKA
Bush, Tony and Marianne Coleman. 2006. Leadership and Strategic Management
in Education. Terj. Fahrurozi. Yogyakarta: IRCiSoD.
Danim, Sudarwan. 2006. Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan. Cetakan II
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hanson, Mark. 1996. Educational Administration and Organizational Behavior .
Boston: Allyn and Bacon.
Komariah, Aan dan Cepi Triatna. 2005. Visionary Leadership: Menuju Sekolah
Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Koster, Wayan. 2001. Analisis Komparatif Antara Sekolah Efektif dengan
Sekolah Tidak Efektif. Jurnal Pendidikan. www.depdiknas.go.id diakses
pada 22 Pebruari 2007.
Sallis, Edward E. 1993. Total Quality Management in Education . New Jersey:
Prentice-Hall, Inc.
Scheerens, Jaap. 1992. Improving School effectiveness. Terj. Abas Al-Jauhari.
Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Slamet, P.H., 2001. Karakteristik Kepala Sekolah Tangguh. Jurnal Pendidikan.
www.depdiknas.go.id Diakses pada 22 Pebruari 2007.
Suyanto.
2001.
Permasalahan
Pendidikan
di
Indonesia.
Artikel.
www.dikdasmen_depdiknas.go.id htm. Diakses pada 21 Pebruari 2007.
Yukl, Gary. 1998. Leadership in Organizations. New York: Prentice-Hall
International, Inc.