Optimalisasi Peran Orang Tua Dalam Menst

Optimalisasi Peran Orang Tua Dalam Menstimulasi Perkembangan Anak
Sebagai Upaya Mewujudkan Anak Yang Sehat Dan Cerdas
Oleh: Siti Aizah, S.Kep.,Ns.,M.Kes.
(Dosen Prodi Keperawatan UNP Kediri)
Abstrak
Proses perkembangan anak dapat berlangsung secara alamiah, tetapi
proses tersebut sangat tergantung kepada orang dewasa atau orang tua. Periode
penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Karena pada masa ini
pertumbuhan dasar akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak
selanjutnya.
Sejak usia dini diperlukan rangsangan atau stimulasi yang berguna agar
potensi anak berkembang. Perkembangan anak akan optimal bila stimulasi
diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangannya.
Untuk itu, tentunya orang tua perlu mengetahui banyak hal yang berkaitan
dengan anak terutama tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
anak, serta stimulasi yang tepat dalam optimalisasi perkembangan anak agar anak
tumbuh sehat dan cerdas.
Kata kunci: perkembangan, stimulasi, sehat, cerdas
A. Pendahuluan
Manusia sejak dilahirkan oleh Tuhan telah dilengkapi dengan kecerdasan.
Seiring dengan pertumbuhan fisik, berkembang pula tingkat kecerdasannya.

Tetapi perkembangan tingkat kecerdasan pada manusia tidak selalu sama, ada
yang berkembang cepat dan bahkan ada pula yang berkembang sangat lambat
sekali.
Perkembangan kecerdasan anak berhubungan dengan perkembangan
mental pada tahun-tahun kehidupannya. Perkembangan mental anak juga
terkait dengan makanan yang dikonsumsi, baik makanan yang dikonsumsi oleh
ibu selama mengandung, maupun setelah ibu dan bayi dilahirkan.
B. Pengaruh Kesehatan Mental Terhadap Kecerdasan Anak
Berbagai penelitian membuktikan bahwa kecerdasan itu sebagian besar
merupakan warisan dari orang tua, dengan kata lain kecerdasan seorang anak
dipengaruhi oleh kecerdasan orangtuanya, atau nenek moyangnya sesuai
dengan hukum warisan/keturunan. Karena itu ungkapan bobot, bibit, bebet,
dalam budaya masyarakat Jawa masih tetap relevan dalam memilih pasangan
hidup agar kelak anak yang dilahirkan memiliki kecerdasan seperti kedua
orangtuanya. Apabila kedua orangtuanya cerdas, kemungkian besar anaknya
akan cerdas pula. Akan tetapi, jika dalam lingkungan rumah anak tidak
mendapat kesempatan yang baik untuk berkembang, maka kecerdasan itu
tidak akan mencapai yang maksimal. Seperti halnya bibit tanaman yang baik,
ditanam di tempat yang baik, dan dipelihara dengan baik akan menghasilkan
yang baik pula. Tetapi sebaliknya bibit tanaman yang baik bila dibiarkan

tumbuh di atas tanah yang kering, tidak diberi air yang cukup, tidak dipelihara
dan dibiarkan dipenuhi ilalang. Maka tanaman tadi akan tumbuh kering dan
tidak akan memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan.

Terlepas dari semuanya itu, mengenai pengaruh kesehatan mental terhadap
kecerdasan memang besar sekali. Diantara gejala-gejala yang bisa kita amati,
yaitu sering lupa, tidak bisa mengkonsentrasikan pikiran tentang suatu hal yang
penting, atau kemampuan berpikir menurun, sehingga anak merasa seolah-olah
tidak cerdas lagi, pikirannya tidak bisa digunakan dan sebagainya.
Jika orangtua mendapati anaknya tidak mampu melakukan suatu hal,
misalnya menyusun balok-balok kayu atau melakukan sesuatu seperti orang
dewasa lakukan, dan menganggapnya bodoh maka belum tentu akibat
kecerdasannya yang terbatas. Akan tetapi kemungkinan ini disebabkan karena
ketidakmampuannnya memanfaatkan atau menggunakan kecerdasannya.
Bukan karena bodoh, tetapi mungkin jiwanya saja yang kurang tenang, yang
biasanya disebabkan oleh ibu-bapaknya atau lingkungan rumah yang kurang
tenang.
Perlakuan orangtua yang menerapkan disiplin yang terlalu keras, tidak
banyak membawa hasil, bahkan kadang tidak memperdulikan kepentingan si
anak, suka membanding-bandingkan dengan anak lain, terlalu banyak campur

tangan dan sebagainya menyebabkan hilangnya kepercayaan diri dan
ketegangan jiwa si anak. Orangtua yang sering bertengkar atau tidak ada saling
pengertian dan penghargaan antara ibu dan bapak, bisa menjadi pemicu
penurunan kecerdasan anak, sehingga menjadi malas belajar dan bodoh di
sekolah.
C. Pengaruh Lingkungan Terhadap Kecerdasan Anak
Bukan gizi saja yang dikonsumsi dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan
anak, tetapi faktor lingkungan turut mendukung perkembangan kecerdasan
anak. Selama ini berlaku pandangan, bahwa setiap anak memiliki tingkat
kecerdasan tertentu yang tidak dapat diubah selama hidupnya. Taraf
kecerdasan ini tumbuh dan berkembang secara alamiah pada berbagai
tingkatan perkembangan. Pandangan ini tentu saja mengkhawatirkan para guru
dan orang tua untuk mendorong anak agar belajar lebih awal.
Belakangan berdasarkan hasil penelitian oleh para psikolog, bahwa
kecerdasan anak bisa berubah, dan kecerdasan ini bisa menurun karena
kurangnya rangsangan selama tahun-tahun pertama kehidupannya.
Berikut adalah pengaruh lingkungan terhadap kecerdasan anak:
1. Rangsangan di masa kecil bisa mengubah ukuran dan fungsi kimiawi dari
otak. Anak yang diberi rangasangan semasa kecil akan berkembangan lebih
cepat ketimbang anak yang kurang diberi rangsangan. Koordinasi

motoriknya lebih baik, demikian pula dengan badannya lebih cepat
bertambah bukan karena mereka lebih banyak menerima makanan,
melainkan karena tubuhnya mengolah makanan yang diterima dengan lebih
baik. Selain itu mereka juga menjadi lebih imun (kebal) terhadap berbagai
macam penyakit.
2. Faktor keturunan menentukan tinggi rendahnya taraf kecerdasan anak.
Bakat pembawaan sejak kecil yang diturunkan memang merupakan dasar
bagi kecerdasan anak. Juga bakat-bakat tertentu dapat ditelusuri pada
genersai sebelumnya. Demikian konstitusi tubuh ditentukan oleh
keturunan. Akan tetap lingkunagn anaklah yang akan menentukan

3.

4.

5.

6.

selanjutnya, apakah bakat keturunan itu dapat berkembang atau sebaliknya

menurun. Kita tidak mungkin bisa merubah bakat seseorang anak,yang
mungkin dilahirkan dengan otak yang baik, atau otak yang lemah, sama
halnya ia dilahirkan dengan konstitusi tubuh yang lemah atau kuat. Tetapi
kita dapat merubah lingkungan anak melalui berbagai cara, yang akan
mempengaruhi perkembangan kemampuannya seperti juga kita bisa
membantu anak mengembangkan kemampuan tubuhnya.
Perubahan dalam kemampuan mental terjadi pada saat otak mengalami
pertumbuhan yang pesat. Semakin muda seorang anak, semakin besar pula
pengaruh lingkungan terhadap dirinya, dan semakin banyak sifat-sifat dan
taraf kecerdasan yang dapat diubah. Dengan demikian rangsanganrangsangan yang daiberikan pada tahun-tahun pertama kehidupan anak
akan memberikan perbahan besar pada kecerdasannya.
Lebih banyak rangsangan sensorik yang merangsang otak, lebih besar pula
kemampuan otak untuk berfungsi secara cerdas. Otak manusia terdiri dari
berabagai lapisan, salah satunya adalaha lapisan tebal berwarna kelabu
yang membentuk permukaan luar dari otak, lapisan ini disebut dengan
Cortex. Lapisan ini terdiri dari beribu-ribu sel syaraf yang dapat menerima
dan mengirimkan impuls-impuls listrik. Bagian-bagian dari cortex manusia
ada yang sudah mempunyai fungsi tertentu, tetapi ada bagian-bagian dari
kortex yang belum mempunyai fungsi atau bagian yang “tidak terikat”.
Bagian cortex yang tidak terikat dan belum mempunyai fungsi ini

merupakan bagian dari otak yang memungkinkan mausia untuk belajar.
Bagian otak yang bebas ini digunakan terutama dalam mengingat dan
menggunakan kata-kata, juga untukmengingat dan memberi penjelasan atas
kejadian-kejadian yang dialaminya. Informasi yang disimpan dalam cortex
digunakan oleh otak dalam proses berpikir. Dengan demikian
kesimpulannya, bahwa volume dan mutu dari informasi yang disimpan
dalam cortex sebagian besar akan menentukan taraf kecerdasan seseorang.
Masa-masa peka dalam perkembangan otak yang sedang tumbuh
memudahkan anak untuk melakukan beberapa jenis pembelajaran tertentu.
Beberapa ahli riset berpendapat, bahwa di dalam otak anak-anak terdapat
suatu mekanisme yang dapat digiatkan hanya selama masa tertentu yaitu
usia 0-5 tahun yang disebut dengan Golden Age. Bila mekanisme ini tidak
dirangsang oleh lingkungan pada saat yang tepat, selanjutnya akan sulit
untuk digiatkan kembali walaupun dengan rangsanagan yang sama.
Akibatnya anak akan mengalami kerugian selama hidupnya.
Setiap anak memiliki dorongan untuk menjelajah (eksplorasi) yang dapat
memuaskan rasa ingin tahunya. Banyak tingkah laku anak yang dianggap
kekanak-kanakan atau belum matang jiwanya, mungkin sebenarnya
merupakan tanda adanya dorongan yang sama kuatnya seperti lapar, haus,
menghindarkan rasa sakit dan dorongan-dorongan lain. Misalnya,

mmendapati anak tidak memusatkan perhatian terlalu lama, mungkin bukan
disebabkan oleh otaknya yang belum mampu menerima pelajaran yang
lebih banyak. Tetapi barangkali otaknya membutuhkan lebih banyak
rangsangan, bila saja orangtua membantu anaknya memuaskan

kebutuhannya untuk eksplorasi, melihat, bereksperimen, mencoba,
merasakan berbagai macam rangsangan sensorik, ia tidak saja belajar tetapi
juga merasakan kegembiraan, dan jiwanya lebih tenang.
7. Belajar itu bisa menyenangkan. Anak kecil bila usaha-usahanya tidak
merasa diganggu oleh berbagai tekanan, seperti persaingan, penghargaan,
hukuman ataupun rasa takut, tetapi jiwanya merasa tenang dan gembira
dengan sendirinya dia akan belajar.
8. Semakin banyak yang dilihat dan didengar oleh anak, semakin banyak pula
yang ingin diketahui. Dalam setiap masa kehidupan anak, bukan hanya
sebatas pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sudah seharusnya dia diberi
kesempatan untuk menggunakan kemampuan-kemampuan mental yang
dimikinya. Bila anak tidak cukup mendapat rangsangan untuk
menggunakan kemampuannya, dia akan cepat merasa bosan, dan
perkembangannya bisa terhambat karena sedikit ia menerima tantangan dan
kesempatan untuk belajar.

D. Suasana Rumah Dapat Merangsang Kecerdasan Anak
Suasana yang gaduh dan bising, terlebih di mana dalam satu rumah dihuni
oeleh beberapa keluarga, nyatanya dapat menghambat kreativitas dan
menurunkan kecerdasan anak. Sebaliknya suasana emosional yang penuh
kedamaian, ketenangan dan kasih sayang antar anggota keluarga rumah bisa
merangsang anak untuk belajar dan mengembangkan kemampuan
kecerdasannya yang sedang tumbuh. Hubungan antara orangtua dan anak, dan
bakat-bakatnya akan menentukan sebagaian besar kemampuan belajar di
kemudian hari. Namun ini tidak mungkin dilakukan oleh setiap keluarga untuk
mengatur suasana rumahtangga yang ideal yang memungkinkan pertumbuhan
kecerdasan secara maksimalkan. Sebab setiap anak tidaklah sama dan
mempunyai kebutuhan suasana yang berbeda pula. Demikian pula dengan
keadaan keluarga dan sifat-sifat kedua orangtua berlainan satu sama lain.
Banyak penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kecerdasan akan
berkembang lebih baik, bila suasana dalam rumah penuh kehangatan, kasih
sayang dan demokratis,Jika anak hidup dalam suasana rumah yang saling
bermusuhan, acuh, terlalu ketat dalam aturan serta membatasi geraknya,
ternyata kecerdasan anak tersebut mundur dalam tempo tiga tahun. Tetapi rasa
kasih sayang, kehangatan dan sikap demokratis orang tua, berarti memberi
kebebasan penuh terhadap anak sehingga tidak terkendali. Juga tidak berarti

suasana rumah hrus terpusat pada si anak. Yang dimaksudkan disini adalah
orangtua harus mencintai anak sepenuh hati, dan meunujkkan rasa kasih
sayangnya itu sehingga anak bisa merasakannya. Jika anak tidak merasa
dicintai dan selalu dibantah oelh orangtuanya sendiri, bagaimana mungkin dia
akan berani menghadapi gurunya dan rasa percaya pada dirinya sendiri.
Suasana rumah yang penuh kehangatan dan demokratis berarti juga
memperhatikan kepentingan si anak, seperti merencanakan kegiatan-kegiatan
kelauarga dan memberikan suara ikut menentukan dalam hal dirinya sendiri.
Singkat kata, tujuannya adalah upaya mengembangkan anak menjadi manusia
yang cerdas dan mampu menganalisa sesuatu serta bertindak secara tepat, dan
bukannya membuat anak mentaati segalanya tanpa bisa berbuat apa-apa.

Alangkah bijaknya bila orangtua menerangkan alasan-alasan peraturan dan
keputusan yang dibuat mengenai anak, tetapi tidak dengan cara menggurui atau
membingungkan ataupun yang terlalu sulit bagi umurnya. Dengan demikian
anak mulai dilatih untuk berpikir dan membuat evaluasi mengenai
kemungkinan-kemungkinan yang ada. Anak mulai belajar mengumpulkan
sebanyak mungkin informasi dan berusaha mengambil kepeutusan yang baik
berdasarkan informasi tersebut. Lambat laun anak sudah terbiasa untuk berpikir
dan akan menyadari, bahwa disiplin dan peraturan yang diberikan kepadanya

tanpa alasan yang tidak jelas, tetapi berdasarkan alasan bijaksana dan rasa
kasih sayang. Anak yang demikian ini tidak akan mudah rewel menuntut
kebebasan, daripada anak yang tidak mendapatkan kesempatan serta
pengakuan dari orangtuanya. Kelak dimasa depan anak yang cukup
mendapatkan kebebasan di rumahnya tidak akan mudah menjadi
“pemberontak” daripada anak yang orangtuanya terlalu banyak memuntut agar
menaati aturan rumah yang terlalu ketat tanpa memberikan alasan.
E. Belajar Sejak Usia Dini
Belajar semasa kecil bukan berarti orangtua memberikan pengajaran pada
anak yang berumur tiga tahun untuk dijadikan kebanggaan orangtua, atau
karena anak tetangga yang sebayanya telah bisa membaca. Orangtua tidak bisa
mengubah anak umur empat tahun menjadi anak tujuh tahun, atau merampas
kesempatan anak menikmati masa kecilnya. Belajar semasa kecil berarti
menerapkan pengetahuan mengenai kebutuhan otak anak selama tahun pertama
kehidupannya, sehingga perkembangan mentalnya akan sesuai dengan
kemampuannya dan anak akan lebih cerdas serta lebih bersemangat.
Anak yang kurang diberi rangsangan mental, maka dalam waktu 3 bulan
dia pasti akan mengalami kemunduran mental, meskipun dia memiliki taraf
kecerdasan normal dan dirawat baik secara fisik. Semakin lama dia tinggal
dalam lingkungan yang tak mendukung perkembangan mentalnya, maka

semakin besar kemunduran dalam kecerdasannya.
Bayi yang berumur sekitar 4 bulan, yang baru belajar tengkurap tak hentihentinya berusaha membalikkan badan, dan orangtua seringkali merasa jengkel
melihatnya ini. Padahal tidak ada seorangpun yang memaksanya untuk belajar
tengkurap. Keinginan belajar ini timbul dengan sendirinya seiring dengan
keinginannya untuk melihat dunia sekitarnya selain dari langit-langit yang
selama 4 bulan dilihatnya. Hal yang sama terjadi pada anak yang sedang
belajar berjalan. Ia tak akan pernah lelah dalam usahanya untuk bisa berjalan.
Bila ia jatuh, maka dengan serta merta ia bangkit berdiri dan memulainya
kembali. Biarkan anak yang baru belajar dan mulai senang berjalan menjelajahi
sekitar rumahnya karena ingin memuaskan rasa ingin tahunya, dan kegiatan ini
tidak bisa dianggap main-main.
Penelitian menunjukkan, bahwa anak-anak yang belajar membaca lebih
awal (prasekolah) mempunyai prestasi lebih baik di kelas satu dibandingkan
dengan anak-anak lain yang mempunyai kecerdasan sama tetapi tidak pernah
belajar membaca sejak awal. Memang ada yang mengatakan bahwa dunia anak
adalah dunia bermain dimana disitu ada keceriaan dan kegembiraan. Tetapi di
dalam bermain ia bisa belajar sesuatu yang dapat meningkatkan

kemampuannya atau yang memuaskan rasa ingin tahunya. Terlebih lagi bila
kedua orangtuanya berada di sampingnya sambil ikut bermain dan bergembira
karena anaknya belajar sesuatu.
Apabila orang tua benar-benar mencintai makanya dan memberikan cukup
waktu baginya, tanpa disadari orangtua telah membantu perkembangan
intelektual anaknya. Akan tetapi kebanyakan dari orangtua seringkali terlalu
sibuk memikirkan masalah-masalah yang selama ini membebaninya, dan bisa
jadi orang tua tidak tahu mengenai pendidikan anak, sehingga tidak berusaha
merangsang perkembangan mental anaknya.
F. Penutup
Rangsangan, kesempatan yang diberikan oleh lingkungan dan tempo
perkembangannya sangat menentukan anak memperoleh dan mengembangkan
kecakapannya. Demikian pula dengan anak-anak yang diikutsertakan dalam
proses belajar semasa kecil, tampak gembira dan bergairah, meskipun sebatas
kemampuannya, tetapi ini penting untuk memberikan dukungan bagi kesehatan
perkembangan otak selanjutnya.
Daftar Pustaka
Allen, Frederich H. (1972). Psychotherapy With Children, Norton: New York
Anonim.(1999). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Depkes dan JKA: Jakarta
Anonim. (2007). Stimulasi , Deteksi dan Intervensi Tumbuh Kembang anak.
Depkes RI: Jakarta
Back, Joan .(2003). Meningkatkan Kecerdasan Anak. Diterjemahkan oleh Dudy
Misky, Delapratasa Publishing
Darajat, Zakiah. (1990). Kesehatan Mental. Cetakan 16, CV.Haji Masagung:
Jakarta
Hurlock, Elizabeth, B. (1968). Child Development. Mc.Graw Hill: New York
Lestari, W. (1997). Menjaga Kesehatan Balita. Puspa Swara: Jakarta
Sulistyjani, dkk. (2004). Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita. Puspa swara:
Jakarta
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. EGC : Jakarta