Studi Kasus Pertanian di Indonesia Masih

Perekonomian Indonesia – Administrasi Bisnis C
Silmy Anjany Aulia – 1203130105

Studi Kasus: Pertanian di Indonesia Masih Hadapi Masalah Klasik - Indonesia
Sebagai Negara Agraris yang Masih Memerlukan Impor Beras
Ketua Umum Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor (HA-IPB) Bambang Hendroyono, menyatakan
sektor pertanian di Indonesia hingga kini masih dihadapkan pada persoalan klasik untuk dapat
meningkatkan produktivitas beras nasional.
Hal ini dikatakan Bambang, dalam Musyawarah Daerah HA-IPB di Bandar Lampung, Minggu (6/4),
bersamaan dengan pengukuhan kepengurusan HA-IPB Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lampung.
Setidaknya, kata Bambang, ada dua persoalan klasik yang dihadapi sektor pertanian. Pertama, konversi
lahan (pertanian) yang setiap tahunnya mencapai 100.000 hektar.
"Kedua, kecenderungan perilaku generasi muda di pedesaan yang tidak lagi tertarik ikut serta dalam
kegiatan pertanian padi karena dianggap tidak menarik," kata Bambang dalam siaran pers yang
diterima JPNN.
Persoalan itu sangat disayangkan karena faktanya hampir 90 persen rakyat Indonesia mengonsumsi
beras sebagai makanan pokok sehari-hari. Bahkan, selama hampir tujuh dekade Indonesia merdeka,
secara dramatis kebijakan pemerintah telah menjadikan beras sebagai pengganti keragaman bahan
makanan pokok rakyat Indonesia.
"Tak hanya sebagai makanan pokok, beras menjadi simbol dari kesejahteraan dan kestabilan sosial di
dalam masyarakat. Data Biro Pusat Statistik 2013 menyebutkan bahwa sekitar 20,4 juta orang terlibat

dalam pertanian pangan. Dari kisaran tersebut, sekitar 18 juta orang kemungkinan terlibat dalam kegiatan
pertanian padi," ujar Bambang.
Dikatakan, dalam kegiatan pascapanennya, pertanian padi melibatkan tidak kurang dari 200.000 pabrik
penggilingan yang tersebar di seluruh Indonesia. Ironisnya, dari jumlah penduduk miskin Indonesia yang
28,07 juta, hampir separuhnya adalah mereka yang bekerja sebagai petani miskin (sekitar 13 juta orang).
Data BPS menyebutkan pada tahun 2004, ada 40, 61 juta orang berusia 15 tahun ke atas yang bekerja di
sektor pertanian, sementara pada tahun 2013, angkanya menyusut menjadi 39,96 juta orang. Hal ini
disinyalir karena dukungan infrastruktur pertanian seperti bendungan, irigasi, saluran pertanian primer
sampai tersier bagi peningkatan produktivitas pertanian nasional masih sangat minim.
Ditambahkan, kerusakan saluran irigasi di berbagai wilayah kurang mendapat perhatian pemerintah, baik
pusat maupun daerah. Rendahnya produktivitas pertanian kita memperlihatkan satu potret marjinalisasi
pertanian dan petani Indonesia dalam kebijakan nasional dan daerah.
"Kesalahan-kesalahan kebijakan ini yang kemudian senantiasa menjadi pembenar untuk melakukan
kebijakan impor pangan, terutama beras, jagung, kedelai dan daging," tandas Bambang
Sumber : http://www.jpnn.com/read/2014/04/06/226639/Pertanian-di-Indonesia-Masih-Hadapi-MasalahKlasik-#

Perekonomian Indonesia – Administrasi Bisnis C
Silmy Anjany Aulia – 1203130105
Menurut pengamatan kementrian pertanian, masalah - masalah fundamental yang menghambat
pertanian di Indonesia yakni meningkatnya kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global,

ketersediaan infrastruktur seperti sarana prasarana, lahan, dan air, status dan kepemilikan lahan yang
tidak jelas. Dalam studi kasus kali ini, penulis akan mencoba memaparkan masalah-masalah klasik yang
menghambat pertanian Indonesia.
Sebelumnya mari kita persempit topik pertanian ini menjadi pertanian padi (beras). Seperti yang telah
dibahas Ketua Umum Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor (HA-IPB) Bambang Hendroyono, beras
bukan hanya sebagai makanan pokok bangsa Indonesia akan tetapi juga simbol dari kesejahteraan dan
kestabilan sosial di dalam masyarakat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia akan lebih
sejahtera dan maju apabila produktivitas pertanian padi di Indonesia dapat memenuhi kebutuhan pangan
di Indonesia. Faktanya, sampai saat ini Indonesia yang disebut-sebut sebagai Negara agraris masih
membutuhkan pasokan beras impor untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Dalam hal ini ada beberapa
faktor yang menyebabkan merosotnya produktivitas pertanian padi di Indonesia.
1. Kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global
Kerusakan lingkungan terjadi akibat keserakahan manusia. Dewasa ini, pertumbuhan manusia
dan perkembangannya yang pesat menyebabkan kebutuhan yang meningkat terhadap
kehidupan manusia. Alam menjadi salah satu yang mendapatkan dampak secara langsung dari
pertumbuhan dan perkembangan manusia yang meningkat. Akibat meningkatnya tingkat
kebutuhan manusia, menyebabkan kerusakan lingkungan terjadi. Seperti menyempitnya lahan
hijau, pemanasan global, dan polusi. Indonesia adalah salah satu Negara yang kaya akan
kekayaan alam dan juga termasuk salah satu Negara dengan penduduk terbanyak. Pertumbuhan
penduduk di Indonesia tentunya menjadi pengaruh terhadap kerusakan alam di Indonesia. Salah

satu contohnya adalah dengan pertumbuhan penduduk sehingga terjadi penyempitan lahan
hijau. Penyempitan lahan hijau ini juga besar pengaruhnya terhadap sektor pertanian padi di
Indonesia. Seperti yang kita ketahui, akhir-akhir ini banyak lahan sawah di Indonesia yang
berubah fungsi menjadi perumahan. Akibatnya Indonesia mengalami penurunan dari sektor
pertanian padi.
2. Ketersediaan infrastuktur
Salah satu infrastruktur yang paling menunjang pertanian di Indonesia adalah air. Indonesia
sebagai Negara yang memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim panas tentunya sangat
bergantung terhadap jumlah cadangan air yang dapat disimpan sehingga pertanian Indonesia
tidak mengalami kekeringan pada musim panas dan juga tidak memiliki gagal panen akibat banjir
pada musim hujan. Alokasi sumber daya air di Indonesia yang belum maksimal tentunya menjadi
penyebab utama kurang berdayanya infrastruktur pertanian di Indonesia. Masyarakat dan
pemerintah Indonesia belum dapat memberdayakan air secara maksimal. Akibatnya,
permasalahan yang sering terjadi di sektor pertanian Indonesia adalah gagal panen pada musim
hujan dan kekeringan pada musim panas.
3. Penurunan kuantitas dan kualitas sumber daya lahan pertanian
Status lahan pertanian di Indonesia yang masih tidak jelas juga banyaknya lahan pertanian yang
dimiliki oleh pribadi menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas sumber daya pertanian.
Kultur masyarakat Indonesia dimana orangtua akan mewariskan lahan kepada anaknya secara
turun temurun menyebabkan terjadinya penciutan lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi

bangunan atau lahan industri. Padahal seharusnya kekayaan Indonesia harus menjadi hak milik
dan dikelola oleh Negara. Selain itu akibat dari penggunaan pupuk anorganik menyebabkan
kesuburan lahan pertanian di Indonesia menurun. Berbagai hasil riset menunjukan bahwa

Perekonomian Indonesia – Administrasi Bisnis C
Silmy Anjany Aulia – 1203130105
sebagian besar lahan pertanian di pulau Jawa telah mengalami penurunan produktivitas akibat
rendahnya kandungan C-organik dalam tanah yaitu tidak lebih dari 2 persen. Padahal untuk
memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan minimal 2,5 persen kandungan C-organik dalam
tanah. Akibatnya lahan sawah di pulau Jawa tidak sehat lagi karena kekurangan pupuk organik.
4.

Kelemahan sistem alih teknologi pertanian
Ciri dari sistem pertanian modern adalah produktivitas, efisiensi, mutu, dan kontinuitas pasokan
yang terus menerus. Sampai saat ini pertanian Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan
pangan dalam negeri, akibatnya kebijakan impor pun diterapkan. Akan tetapi kebijakan ini
tentunya akan berdampak pada ketergantungan terhadap produk impor. Kondisi tersebut akan
sangat mempengaruhi harga beras dalam negeri terhadap fluktuasi harga beras international.
Selain itu akibat dari kebijakan impor ini juga berpengaruh terhadap petani Indonesia yang
menjadi tidak berkembang akibat adanya kebijakan impor.


5. Masalah permodalan dan tata niaga pertanian
Masalah kelima adalah terbatasnya kemampuan petani Indonesia untuk membiayai usaha
taninya. Sehingga produktivitas yang dicapai masih dibawah produktivitas potensial. Selain itu
panjangnya rantai tata niaga pertanian di Indonesia menyebabkan petani tidak dapat menikmati
harga terbaik, sehingga menyebabkan kesejahteraan petani di Indonesia berkurang. Apalagi
ditambah dengan adanya pedagang yang berusaha mengambil untung terlalu besar dari
penjualan.