Hubungan Status Fungsional dengan Kualitas Hidup Pasien Stroke Iskemik di Rumah Sakit Kota Medan

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia
penyakit stroke meningkat seiring dengan modernisasi. Di Amerika Serikat,
stroke menjadi penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker.
Diperkirakan ada 700.000 kasus stroke di Amerika Serikat setiap tahunnya, dan
200.000 diantaranya dengan serangan berulang. Diperkirakan angka kejadian pada
stroke di dunia mencapai lima puluh juta jiwa, dan sembilan juta diantaranya
mengalami kelumpuhan berat dan sepuluh persen mengalami kematian (Gemari,
2014). Angka kematian stroke di Eropa berkisar 63.3-73.4 per 100.000 penduduk
dan kasus baru stroke berkisar 100-200 per 100.000 penduduk. Di United
Kingdom, insiden penyakit stroke terjadi 3.75 per 1000 populasi dengan rata-rata
diperkirakan 15 dari 1000 populasi mengalami stroke dan kelumpuhan yang
membutuhkan rehabilitasi (Hilary et al., 2008). Angka insiden di Asia mencapai
50-400 per 100.000 penduduk per tahun (Bethesda Stroke Center, 2007).
Di Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan kasus stroke di
masa yang akan datang. Analisa data 28 rumah sakit di Indonesia menemukan
bahwa stroke iskemik hampir dua kali lipat lebih besar (42.9%) dari stroke
perdarahan (Misbach, 2011). Insiden stroke di Sumatera Utara sekitar 10.3 persen
per 1000 penduduk mengalami stroke pada umur

≥75 tahun dengan 43.1 persen
per 1000 penduduk. Insiden stroke di kota lebih tinggi daripada di desa, baik
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebanyak 8.2 persen maupun berdasarkan

1
Universitas Sumatera Utara

2

gejala sebesar 12.7 persen. Eldin (2013) menyatakan bahwa ditemukan pada
beberapa rumah sakit Kota Medan sebanyak 8.970 kasus stroke dengan 451
kematian setiap tahunnya.
Meningkatnya angka kejadian stroke terus-menerus yang menyebabkan
pemerintah berusaha menekan angka kematian dan derajat kecacatan akibat stroke
yang lebih ditujukan pada penanganan saat pasien stroke dirawat di rumah sakit.
Menurut Kaplan et al., (1999) bahwa stroke dapat dilakukan rehabilitasi secara
intensif agar dapat memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup pasien
stroke. Stroke membutuhkan perawatan di rumah sakit sekitar 20% dan 15 %
lainnya membutuhkan bantuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Tiga bulan
pasien stroke melakukan perawatan sekitar 15-30 persen mengalami kelumpuhan

total (Rachmawati, 2013; Yenni, 2011).
Status fungsional merupakan keadaan fisik, mental dan kesejahteraan yang
lengkap bukan hanya tidak adanya penyakit dan kelumpuhan namun keadaan dari
fungsi anggota tubuh. Pemulihan fungsional dan gangguan neurologi tergantung
pada beberapa faktor seperti tingkat keparahan awal stroke, suhu tubuh dan
glukosa darah pada fase akut stroke, perkembangan stroke dan pengobatan serta
rehabilitasi di unit stroke. Kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
awalnya berkurang dalam tiga hari dari empat pasien stroke. Aktivitas yang paling
sulit dilakukan kemampuan untuk berpindah, pakaian dan berjalan. Gangguan
fungsional berkurang dari 50% menjadi 25% dan kelompok cacat ringan atau
tidak ada cacat yang meningkat dari 50% menjadi 75% setelah rehabilitasi selesai.
Pemulihan fungsional umumnya selesai dalam waktu tiga bulan dari waktu

Universitas Sumatera Utara

3

kejadian stroke. Pasien dengan stroke ringan, sembuh dalam dua bulan, pasien
stroke moderat dalam waktu tiga bulan, dan pasien stroke berat dalam waktu
empat bulan serta pasien dengan stroke yang paling parah memiliki pemulihan

fungsional dalam lima bulan. Pemulihan fungsional didahului oleh pemulihan
neurologis dengan rata-rata dua minggu (Jorgensen, 1999).
Hanger et al., (2000) menyatakan bahwa stroke menimbulkan perubahan
kehidupan

individu

karena

penurunan

fungsi

sehingga

menimbulkan

ketergantungan. Kecacatan pada orang dewasa akibat stroke iskemik dapat berupa
keterbatasan fisik, penurunan interaksi sosial, psikologi, yang dapat menyebabkan
perubahan kondisi sehingga mempengaruhi banyak aspek kualitas kesehatan yang

berhubungan dengan kehidupan atau kualitas hidup (Johnson et al., 2004).
Kualitas hidup merupakan kesehatan fisik, mental dan sosial serta persepsi
individu tentang kehidupan dalam konteks budaya dan nilai hidup untuk mencapai
tujuan hidup dan mengambil peran yang bermanfaat serta berpartisipasi dalam
meningkatkan kemampuan fungsional (Guyatt, 1993; Frayers & Machim, 2000;
Hellen, 2007; Carod, 2009). Kualitas hidup dapat dinilai berdasarkan pendekatan
yang berfokus kepada individu dalam hal mobilitas dan aktivitas sehari-hari,
persepsi/ kognitif seseorang terhadap kesehatan itu (Yang & Kong., 2006). Pasien
yang mengalami stroke seumur hidup akan mengalami perubahan fungsi, peran
fisik, gangguan mood, penurunan kognitif dan penurunan interaksi sosial (Carod
et al., 2009). Jaracz & Kozubski (2003), mengatakan bahwa perubahan kualitas
hidup sangat jelas terlihat pada pasien setelah mengalami stroke. Sejalan dengan
Carod et al., (2000) yang mengatakan bahwa pasien setelah stroke akan terjadi

Universitas Sumatera Utara

4

perubahan fisik, gangguan mental, gangguan kognitif dan penurunan interaksi
sosial.

Ketidak mampuan fisik, emosi dan kehidupan sosial pasien mempengaruhi
peranan sosial yang sangat besar terhadap kualitas hidup kesehatan pada pasien
stroke (Astron & Asplund, 2005). Javier et al., (2010), menyatakan status
fungsional dan depresi diidentifikasi sebagai prediksi dari kualitas hidup yang
tergantung pada aktivitas sehari-hari dari interaksi sosial dan spiritual. Hasil studi
Dorte & Christine., (2013) menyatakan bahwa pengaruh kualitas hidup pasien
stroke lebih besar ditentukan dengan peraturan sosial dan aspek diri yang diterima
sebagai identitas individu yang paling penting dalam satu ruang lingkup. Menurut
Mamabolo et al., (2009) menyatakan bahwa pasien stroke mengalami
ketergantungan fungsional pada saat pemulihan dan untuk meningkatkan
ketergantungan fungsional pasien dibutuhkan perbaikan fungsional yang
ditentukan dari kemampuan pendukung untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan
melanjutkan latihan di rumah secara rutin.
Indonesia termasuk Negara jumlah penderita stroke terbesar diperkirakan
500.000 dari jumlah tersebut bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami
gangguan fungsional berat yang harus terus menerus berbaring dikasur, dan harus
dilayani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, makan, minum, mandi, buang air
besar dan buang air kecil, dan kadang harus menggunakan alat medis yaitu selang
makan ataupun selang untuk kencing (Misbach, 2007).
Data yang diperoleh dari RSUD dr Pirngadi kota Medan tahun 2014

berjumlah ±100 pasien stroke yang datang untuk berobat jalan setiap hari dan

Universitas Sumatera Utara

5

diperkirakan meningkat setiap tahunnya (Poli Neurologi RSUD dr Pirngadi
Medan).
Berdasarkan fenomena bahwa status fungsional merupakan keadaan fisik,
mental dan sosial yang dapat mempengaruhi angka harapan hidup dan kualitas
hidup pasien stroke iskemik. Selain itu, penelitian mengenai hubungan status
fungsional dengan kualitas hidup pasien stroke belum pernah dilakukan di RSUP
Haji Adam Malik dan RSUD dr Pirngadi Medan.
1.2 Permasalahan
Stroke iskemik merupakan kondisi medis yang ditandai dengan
terganggunya aliran darah ke dalam otak akibat dari sumbatan pada pembuluh
darah di dalam otak oleh gumpalan darah. Tingginya insiden dan prevalensi stroke
iskemik baik di Negara-negara maju maupun berkembang termasuk Indonesia
menjadi masalah baik medik, ekonomi, dan sosial bagi pasien, dan keluarga.
Stroke


iskemik

juga

mengakibatkan gangguan

status

fungsional

yang

mengakibatkan perubahan pada kualitas hidup pasien tersebut.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang muncul, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan Status Fungsional
dengan Kualitas Hidup pasien stroke iskemik sangat penting mengingat masa
perawatan dan pemulihan terhadap tingkat kecacatan serta gejala sisa yang
ditimbulkan cukup berat dan memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu
peneliti merumuskan masalah penelitian: Apakah ada hubungan status fungsional

dengan kualitas hidup pasien stroke di rumah sakit kota Medan.

Universitas Sumatera Utara

6

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status fungsional dengan
kualitas hidup pasien stroke iskemik di rumah sakit kota Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Mengetahui karakteristik umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan
2. Mengetahui status fungsional pasien stroke iskemik di rumah sakit kota
Medan
3. Mengetahui kualitas hidup pasien stroke pasien stroke iskemik di rumah sakit
kota Medan.
4. Mengetahui Hubungan Status Fungsional dengan Kualitas Hidup pasien stroke
di rumah sakit kota Medan.
1.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara status
fungsional dengan kualitas hidup pasien stroke di rumah sakit kota Medan.

1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dan menambah
wawasan ilmu pengetahuan tentang status fungsional dengan kualitas hidup
pasien stroke iskemik.

Universitas Sumatera Utara

7

1.5.2 Bagi Instansi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk rehabilitasi stroke RSUP
Haji Adam Malik dan RSUD dr Pirngadi Medan dalam meningkatkan status
fungsional dengan kualitas hidup pasien stroke iskemik yang melakukan
perawatan di rumah sakit.
1.5.3 Bagi Pasien dan Keluarga
Hasil penelitian ini dapat memberikan suatu motivasi untuk meningkatkan

pengetahuan dan pemahaman pasien dan keluarga tentang pentingnya
meningkatan status fungsional dan kualitas hidup pasien stroke iskemik agar
pemulihan pasien semakin baik ke depannya.
1.5.4 Bagi Perawat/ Tenaga Medis
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan, acuan, dan pertimbangan
bagi profesi keperawatan dalam meningkatkan sumber daya yang ada dan
meningkatkan wawasan tentang status fungsional dan kualitas hidup pasien stroke
iskemik.

Universitas Sumatera Utara